Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Kenangan Diyah

Makasih updatenya Suhu @black_fantasy
Njirrrr... alur ceritanya nikung tajam beud. Gak nyangka malah Diyah yg bikin rencana penculikan. Eh tp kemudian malah berbalik mencelakai dia. Eh tp ada yg gedor2 pintu. Eh tapi siapa yg gedor2 pintu. Temankah? Lawankah? Eh tapi sekarang disuruh milih...
hmmmm...
Nubie mah suka ama yg happy2 ajah Hu. Gak suka ama yg melow2. Suka di skip ama Nubie klo ada melow2, palagi tokoh dan jagoannya wkwkwk...
Jadi bisa dipastikan, Nubie masuk grup happy ending donk hehehe...
Monggo dilanjut
 
Kenangan Diyah - Akhir

Kriet, Rafi membuka pintu. Dibalik pintu sudah berdiri Farid, Ira, dan Tomi yang membawa empat anggota polisi bersama mereka.

"Ka…kalian, syukurlah." Rafi menjatuhkan tubuhnya berlutut. Ia terlihat sangat lega.

Dua orang polisi segera masuk dan melihat Bowo yang tergeletak. Sedangkan dua lagi mengawasi Rafi, menaruh curiga atas dia. Mereka lalu memanggil masuk paramedis yang kemudian menyatakan bahwa Bowo telah tewas. Ira menghampiri Diyah dan memberikan pakaian kepadanya. Diyah bersama Ira lalu masuk ke toilet untuk mengenakan pakaian.

"Fira dimana?" Tanya Farid kepada Rafi yang terduduk di lantai.

"Fira? A..aku tidak melihat Fira. Saat sadar, aku sudah diikat di kursi itu. Diyah juga diikat di atas tempat tidur." Jawab Rafi.

"Hah? Tidak mungkin, Fira yang memberi kami titik lokasi tempat ini. Karena itulah kami bisa menemukan kalian. Tapi saat kami telepon balik, ia tidak menjawab." Farid menjelaskan.

Wiiiu wiiu wiiu

Satu unit mobil polisi datang lagi. Saat sampai, mereka langsung menyisir tempat mereka berada. Sebuah vilka kecil yang cukup jauh dari kompleks villa yang lain. Pemilik villa juga datang bersama mobil yang barusan. Salah seorang polisi kemudian memberi tahu mereka bahwa tim polisi menemukan satu jasad perempuan di gudang. Farid dan Ira melihat ke gudang bersama salah satu polisi. Mereka terkejut saat mengetahui jasad itu adalah Fira.

"Fira… Hhuhu, hhuhu Fira…" Ira tak kuasa menahan tangis melihat Fira yang terbujur kaku di lantai gudang yang sebenarnya bersih terawat. Tangannya dilakban ke belakang. Masih terlihat bahwa ia meregang nyawa sambil terus menangis. Sedangkan di wajah Farid terukir jelas rasa syok yang tak bisa dijelaskan.

Rafi, Diyah, Farid, Ira, dan Tomi kemudian dibawa ke kantor kepolisian untuk dimintai keterangan. Terutama Rafi dan Diyah, cukup lama para polisi menginterogasi mereka hingga hari mulai gelap. Esok paginya, mereka semua diantar kembali ke kotal. Sebelum kasus ini menemukan konklusi, mereka semua menjadi tahanan rumah.




Dua hari yang lalu

BRUAAK

"Hah, apa itu tadi? Kita menabrak apa?" Tanya Bowo panik setelah menepikan mobil.

"Ngga tau gelap banget." Jawab Ira yang mencoba menengok ke kaca belakang.

"Turun dong, tolong lihat tadi kita nabrak apa." Pinta Bowo.

"Dih gamau, di tengah jalan gelap gini." Ira menolak.

"Tom, temenin Ira turun lah."

"Oke oke, daripada kelamaan berhenti." Tomi mengiyakan kesal.

Tomi lalu turun dari mobil, diikuti Ira. Setelah pintu menutup, Ira dan Tomi berjalan ke belakang mobil. Mereka melihat ada hewan yang tergeletak.

"Kayaknya kita nabrak rusa, eh kancil apa rusa sih?" Tanya Ira, Tomi menggeleng tak tahu. Mereka kemudian berbalik ke mobil. Namun tak disangka, mobil yang dikemudikan Bowo langsung tancap gas meninggalkan mereka.

"Eh Bowo, Bowo, kok mereka ditinggal?" Tanya Fira bingung.

"Diem aja, kamu juga belum puas kan balas dendam ke Rafi?" Jawab Bowo.

"Tapi kan, … "

"UDAH DIEM AJA! atau aku jatuhin mobil ini ke jurang kita mati bareng." Gertak Bowo memotong kata-kata Fira.

Mobil itu meninggalkan Ira dan Tomi di tengah jalan yang gelap di antara pepohonan.

"Bowo gila, Bowo gila. Harusnya aku tahu dari awal ngga ngajak dia." Gerutu Ira.

"Ira, gimana kalau kita kembali ke tempat Farid saja? Lalu kita pikirkan lagi bagaimana penyelesaiannya." Saran Tomi.

"Aduh malu banget sama Farid, aduh gimana ini. Mana hape kita juga di dalam mobil."

Ira dan Tomi kemudian memutuskan untuk berjalan kembali ke villa dimana mereka meninggalkan Farid.

Mobil yang dikendarai Bowo tiba di sebuah villa yang cukup jauh dari kompleks villa yang lain. Villa kecil dengan halaman dan kolam renang.

"Fira, bantu bawa Rafi turun." Perintah Bowo begitu mobil mereka terparkir tepat di depan pintu villa.

"Kenapa Rafi?"

"Diyah bagianku, duh tanya terus aja sih kamu ini." Jawab Bowo kesal.

Mereka lalu membopong Rafi dan Diyah yang masih tak sadarkan diri itu masuk ke dalam villa. Villa ini hanya memiliki satu kamar. Dengan ruang tamu dan sofa untuk bersantai serta area pantry yang jadi satu. Mungkin daripada villa, lebih pas bila disebut cottage. Tapi yang tertulis di plakat depan bangunannya adalan Villa Reya. Setelah membawa masuk Rafi dan Diyah ke kamar, Bowo mengikat Rafi di kursi dengan lakban hitam yang ia bawa. Setelah selesai, Bowo melepaskan jaket milik Ira yang dikenakan oleh Diyah. Melihat tubuh telanjang Diyah di atas tempat tidur, Bowo menelan ludah.

"Bowo, mereka kenapa belum sadar juga?" Tanya Fira lirih, ia sedikit takut dengan apa yang sedang mereka lakukan saat ini.

"Iya, ini obat tidur kuat. Aku sendiri yang cari obat ini. Harusnya besok pagi juga mereka sudah bangun." Jawab Bowo yang mulai melepaskan celananya.

"Ngga apa buat mereka? Nanti mereka waktu sadar pasti lapar."

"Lapar juga si Diyah bakal aku cekokin pake air maniku ini, hahaha. Kamu juga, tuh si Rafi bebas mau kamu apain." Jawab Bowo sambil mengocok penisnya yang sudah menegang. Tak perlu waktu lama sampai Bowo mencapai klimaksnya. Ia menumpahkan cairan kental itu ke wajah Diyah sambil tersenyum puas. Setelah selesai, Bowo merebahkan tubuhnya ke tempat tidur sambil memeluk tubuh Diyah.

Fira yang daritadi diam saja, beranjak keluar dari kamar. Ia berjalan ke pintu keluar bangunan untuk mengambil hape di mobil. Badannya bergetar ketakutan, pelan-pelan ia membuka pintu mobil yang memang tidak terkunci karena kuncinya masih menempel di kemudi. Ia lalu mengambil hape yang tergeletak di kursi belakang. Fira melihat hape Ira dan Tomi masih berada di mobil. Segera saja ia mengirim pesan ke Farid sebuah GPS lokasi dan nama tempat mereka berada saat ini. Setelah itu, Fira menutup pintu mobil dan berbalik. Bowo berada di hadapannya. Hape yang ia pegang sampai terjatuh karena kaget.

"Ngapain di sini Fira?" Tanya Bowo dingin sambil menatap kosong ke arah Fira.

"A…anu, mau..mau ambil hape." Jawab Ira ketakutan. Jantungnya berdetak sangat kencang. Membuat seluruh tubuhnya gemetar.

"Ooh, mau buat ngerekam Rafi? Benar juga kamu. Harusnya aku juga rekam Diyah." Bowo menyimpulkan sendiri. Ia lalu berjalan melewati Fira menuju kursi kemudi. Ia membuka pintu dan mengambil hape miliknya di dashboard. Sedangkan Fira masih diam di tempatnya, berusaha mengatur nafas. Bowo sudah kembali, lalu mengajak Fira masuk. Fira mengangguk, tanpa mempedulikan hapenya yang jatuh tadi. Mereka berdua masuk, dan hujan mulai mengguyur di malam menjelang pagi hari itu.




Krieet, kamar Farid terbuka. Dia terlihat sangat terkejut dan jengkel melihat siapa yang membuka pintu, Ira dan Tomi.

"Kata bapak dan ibu tadi kamu sudah sadarkan diri, jadi kami menemuimu." Kata Ira lirih sambil menundukkan kepala.

"Apa yang kalian pikirkan hah? Ira? Kenapa kamu melakukan ini?" Tanya Farid kesal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ini semua rencana Diyah, tapi saat ini sedang kacau." Jawab Ira lirih.

"Diyah? Kacau?"

"Iya, kami sudah berusaha membangunkanmu tadi malam tapi gagal." Tomi menambahkan.

Farid meraih hape miliknya, lalu melihat ada sebuah pesan masuk tadi malam.

Fira SMA : Villa Reya, (klik link untuk ke maps) Tolong kami.

"Apa maksudnya ini?" Farid menunjukkan pesan dari Fira ke Ira dan Tomi.

"Syukurlah Fira masih waras. Kita harus segera kesana, cepat." Sahut Ira menggebu-gebu.

"Hah? Gimana? Apa yang sudah terjadi?" Farid kebingungan.

"Bowo membawa Diyah dan Rafi pergi dan meninggalkan kami. Karena itulah kami kembali ke sini." Jawab Tomi.

"Sudah lapor polisi? Itu mobil Rafi kan?"

Tomi dan Ira terdiam.

"Hah? Belum lapor polisi. Kalau sudah begini jangan memikirkan hal-hal seperti percuma lapor polisi dong." Farid semakin kesal. Ia lalu mengajak Tomi dan Ira segera pergi dari villa itu dan bergegas ke kantor polisi terdekat. Farid memacu mobilnya secepat mungkin. Berharap semuanya belum terlambat.




"Bowo, sudah mau subuh mereka belum sadar juga." Tanya Fira lirih. Mereka berdua saat ini sedang menikmati secangkir kopi di ruang tamu.

"Masih jam segini, kenapa? Sudah ngga sabar mau ngerjain Rafi?"

"Engga, kalau ada yang curiga lalu kesini bagaimana?" Fira khawatir.

"Bilang aja kita berempat sedang bulan madu, toh pas juga kan kita bisa saling berpasangan." Jawab Bowo lalu meneguk kopinya.

"Tapi Rafi terikat begitu, dikira kita yang menyekap mereka."

"Tenang aja, orang-orang juga paham. Toh itu di depan mobilnya Rafi. Kita bilang aja kalau lagi ngerjain Rafi. Kecuali yang datang kesini Ira dan Tomi." Bowo tiba-tiba terdiam, lalu menatap Fira.

"Me..mereka ngga mungkin kesini, kan hapenya di mobil." Jawab Fira lirih, ia takut Bowi tahu kalau ia sudah mengirim pesan ke Farid.

"Hahaha, benar juga. Untung saja mereka meninggalkan hapenya di mobil."

Bowo lalu berdiri dan berpindah duduk ke samping Fira. Ia lalu meraih tangan Fira yang langsung menepis tangannya.

"Fira, kamu sebenarnya cantik juga ya. Pantas saja Rafi sempat suka banget sama kamu." Bisik Bowo yang membuat Fira merinding.

"Anu..ah, aku mau ke .. hmmph…"

Bowo tanpa permisi langsung mencium bibir Fira. Yang langsung disambut dorongan dan tamparan keras dari Fira

PLAK!

Fira segera berdiri dan berlari menuju pintu keluar. Namun Bowo menarik bajunya dari belakang. Bowo mendekap Fira dari belakang. Ia meremas-remas payudara Fira sambil tangan kanannya membungkam mulut Fira.

"Ayo dong Fira, kita bersenang-senang sebentar sebelum mereka berdua sadar." Bisik Bowo ke telinga kanan Fira. Sedangkan Fira hanya bisa bergumam karena mulutnya dibungkam. Ia mulai menangis ketakutan. Bowo lalu membawa Fira kembali ke sofa, merebahkan tubuh perempuan itu di sana. Kedua pergelangan tangan Fira ia pegangi dalam posisi telentang.

"Bowo plis jangan, hhuhu. Aku ngga mau." Fira memelas. Tapi Bowo malah semakin senang melihat itu. Ia lalu menyingkap kaos yang dikenakan Fira dan mulai menghisap payudara di baliknya. Fira semakin berontak, hingga Bowo merasa sangat terganggu. Ia lalu melepaskan Fira dan membiarkannya berdiri. Namun begitu Fira berdiri, ia langsung mendaratkan pukulan telak ke perut Fira. BUAG! BUAG! Dua kali, membuat Fira sempoyongan. Bowo mendorong Fira hingga tersungkur di lantai.

"Kayaknya bisa lah ya kamu jadi pembukaan sebelum menikmati Diyah nanti." Bisik Bowo yang dijawab dengan gelengan pelan dari Fira. Bowo lalu mengikat tangan Fira ke belakang dengan lakban. Lalu ia membawa Ira kembali ke sofa. Kali ini tubuhnya ditidurkan tengkurap di sofa, sedangkan kedua kaki Fira berlutut di lantai. Bowo lalu melorotkan dan melepas celana yang dipakai Fira hingga menampakkan pantat yang bulat berisi. Bowo tertawa pelan lalu melepaskan celananya. Penisnya sudah menegang. Bowo menggeser posisi meja agar tidak menghalangi pergerakannya.

"Bowo… Hhuhu, hentikan. Aku masih perawan Bowo, hhuhu." Fira terus mengiba.

"Ah masa? Sama Rafi belum pernah ngapa-ngapain? Pantas saja Rafi mutusin kamu." Ejek Bowo sambil mengelus-elus pantat Fira.

"Hhuhu, Aku mau kulum penismu, a..aku..aku kocokin. Asal jangan dimasukin kesitu plis."

"Oke, aku ngga ambil keperawanan kamu kok Fira. Aku masukin ke sini kok."

Bowo membuka pantat Fira, lalu mengarahkan penisnya ke lubang pantat Fira.

SLEEEP

"AAAAAARG, BOWO STOOOP, AAAAH SAKIIT." Teriak Fira kesakitan. Rasanya sangat perih, ia menggeleng keras.

"Aduh lupa ngga bawa pelicin, tapi kamu kan gamau di lubang vagina. Yaudah di lubang pantat aja. Uugh,"

Bowo terus menekan penisnya agar masuk seutuhnya. Membuat Fira terus memohon dan menangis.

"Hhhuhu, aaaaah sakit Bowo, kamu jahat, ka..kamu jahat Bowo. Hentikan… Hentikan, aaagh."

"Aduh sulit banget memang kalau anal begini. Bodo amat, aku perkosa lubang vaginamu aja." Keluh Bowo yang kemudian menarik keluar penisnya. Ia lalu menaikkan kaki Fira ke atas sofa, membuat posisinya kini menungging. Bowo ikut naik ke atas sofa, lalu mencoba memasukkan penisnya ke lubang kewanitaan Fira.

"Hhuhu, Sakit… Maafkan aku, hhuhu."

"Sudah siap ya Fira, kayaknya aku yang akan mengambil keperawananmu." Bisik Bowo sambil bersiap memperawani Fira.

"Engga, engga Bowo, stop, jangan, aaaaaagh. AAAAAARGH SAKIIT, hhuhuhu. Hentikan, hhuhuhu."

Tanpa ampun Bowo memasukkan penisnya. Darah mengucur dari kemaluan Fira yang tak lagi perawan. Seperti kerasukan, Bowo segera menggerakkan penisnya maju mundur kegirangan dengan cepat.

"Aah enak banget Fira, gila rapet banget. Aaah kalau gini sih cepet keluar aku, aaah." Oceh Bowo sambil terus memompa penisnya. Fira terus menangis, bahkan kini suaranya sudah sangat pelan karena lelah menahan sakit.

"Aku ngga kuat lagi, hhuhu. Pusing, hhuhu sakit, hentikan." Isak Fira yang tak juga digubris oleh Bowo. Sampai pada akhirnya Bowo menyadari bahwa Fira terlihat akan kehilangan kesadaran. Bowo mencabut penisnya lalu berjongkok di dekat kepala Fira.

"Eh? Fira? Woy sadar jangan pingsan." Seru Bowo sambil menampar-nampar pipi Fira.

"Bowo….kamu….kamu jahat Bowo. A…aku akan … Aku akan laporkan kamu, huh, huh." Bisik Fira dengan sisa-sisa kekuatannya. Nafasnya mulai berat dan perlahan. Air matanya terus jatuh membasahi pipi.

"Lapor? Laporin aja kalau bisa. Hahaha."

Bowo lalu mencekik leher Fira yang sudah sangat lemas. Dan tak butuh waktu lama untuk Fira kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. Bowo terduduk lemas, memandangi kedua tangannya dengan tatapan kosong. Ia lalu tertawa dan menangis dalam sayup-sayup suara puji-pujian dari mushola di kejauhan dan rintik hujan.




Satu tahun kemudian

"Terima kasih dok, sudah mendampingi kami selama satu tahun ini."

"Sama-sama Pak Farid, semoga Pak Farid dan Bu Diyah terus diberikan kebahagiaan."

Aku dan Diyah menjalani terapi untuk mengatasi trauma yang diderita oleh Diyah. Sejak kejadian hari itu, Diyah terus mengutuk dirinya sendiri. Karena rencananya menyebabkan sebuah tragedi. Beberapa kali Diyah berusaha bunuh diri. Ditambah lagi saat Rafi memutuskan bunuh diri dengan melompat dari balkon kantornya karena rasa bersalah yang besar. Diyah semakin jatuh. Aku kemudian rela meninggalkan segala kesibukan untuk bisa terus mengawasi Diyah. Aku harus berterima kasih kepada Ira dan Tomi karena terus membantuku dalam hal finansial.

Saat itu polisi memutuskan kami tidak bersalah dan menjadikan Bowo sebagai terdakwa satu-satunya dalam kasus kematian Fira dan pemerkosaan terhadap Diyah. Kami sepakat tutup mulut terhadap rencana Diyah. Yang paling penting saat ini, kami harus menjalani hari-hari selanjutnya dengan lebih baik. Tragedi pada hari itu memberikan banyak pelajaran dan peringatan kepada kami semua.


Kenangan Diyah - End
 
Terima kasih yang sudah mengikuti cerita ini sampai tamat.

Awalnya iseng aja bikin cerita one shot karena buntu di project novel irl. Eh malah keterusan. Hahaha.

Akhirnya diputuskan pakai happy ending seperti yang Suhu Hias dan Bankonk pingin. Tapi diberi bumbu nestapa dari Fira yang dikorbankan demi suhu Reg2 dan para suhu yang minta bad ending. Hhehe, sorry jika masih banyak kekurangan dalam cerita Kenangan Diyah ini.

I'd love to have you all as a reader

Sincerely, Black Fantasy
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd