Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[KOMPILASI] FROM OFFICE AFFAIR (CopasEdit dari Tetangga)

---------------------------------------------------oOo---------------------------------------------------

Cerita 080 – Semua Karena Nafsu..!.. [Part 11]

"Apa yang kau pikirkan..?"
Desah Gizma.
"Hm. Ya, aku memikirkan.. memikirkanmu..”
"Aku..? Ohhh..” Gizma tertawa pelan tapi enak didengarnya. Sepertinya membuat hati Ranu menjadi tenteram.

"Kenapa kau memikirkan aku..? Apakah tak ada gadis lain yang patut kau pikirkan..?"
"Hm.. yah, anu.. soalnya..” Ranu clingak-clinguk. Bingung sendiri.

"Soalnya.. aku.. aku suka sama kamu, Giz. Suka sekali. Sumpah..!"
Senyum Gizma makin mekar. Menyejukkan hati yang cemas.

Ranu memberanikan diri berkata lagi.. "Aku.. aku nggak tau, kenapa aku jatuh cinta sama kamu. Tapi, aku.. aku ..”
"Sudahlah. Lupakan soal cintamu yang jatuh itu..” sahut Gizma.

"Kita tidak bisa saling jatuh cinta secara nyata, Ranu. Kita berbeda jasad..”
Ranu merinding lagi. Kali ini malah merasa tidak bisa bernapas.
Tapi, ia berusaha mengendalikan emosinya. Berusaha menelan ludahnya beberapakali, dan berhasil.

"Apakah Citra belum menceritakannya kepadamu tentang aku..?"
"Sud.. sudah. Tapi.. tapi aku nggak percaya, Giz. Aku tetap menaruh hati padamu..”
"Taruhlah yang benar..” tukas Gizma.

"Bukan padaku kau harus menaruh hati, tapi pada gadis lain yang saat ini sedang membutuhkan hatimu seutuhnya, Ranu..”
"Nggak. Aku nggak mau. Aku ingin mencintaimu, Giz. Aku nggak mau mencintai siapa-siapa selain kamu..”

Tiba-tiba terdengar suara Citra dari dalam kamar. "Ran.. Ranuuu..!”
"Oh, itu suara Citra. Mungkin dia mengigau. Sebentar, Giz.. Jangan pergi, ya. Sebentar..”

Ranu menampakkan kekhawatirannya. Ia segera membuka pintu kamar Citra.
Saat itu Citra terjaga dari tidurnya. Dengan mata mengerjap-ngerjap ia bertanya..

"Kau bicara pada siapa sih..? Kok serius amat..?"
"Gizma. Dia datang kemari, Tra..”
"Gizma..?" Desah Citra.

Kemudian, Citra berseru, "Giiizzz.. Gizma..!!”
Perempuan cantik yang punya bibir mungil, seperti kuncup mawar yang segar itu, berjalan biasa mendekati Citra.

Senyumannya mekar dengan manis seperti biasanya.
"Kenapa kau, Sayang..?” Tanyanya sambil mengusap rambut di kening Citra.

Kedua mata Citra mulai berkaca-kaca. Ia mengadukan dukanya pada Gizma.
"Aku sakit.. aku.. oh, aku ditinggal Nico. Dia pergi sama Sarah, dan.. oh, Giz ..”

Citra memeluk tangan Gizma, ditempelkan pada pipinya. "Aku kehilangan Nico, Giz. Dia diambil Sarah..”
"Tenanglah harimu, Citra. Jangan pikirkan Nico dan Sarah. Kapan kau ingin membalas sakit hatimu kepada mereka..?
Aku siap membantumu..”

"Oh, tidak. Aku tidak ingin mencelakakan Nico. Jangan Jangan ganggu dia dengan cara apa pun, Gizma..”
"Mungkin kau perlu melampiaskan sakit hatimu pada Sarah..? Itu bisa kuatur, Citra..”

"Tidak. Aku tidak ingin mencelakakan Sarah. Biarlah dia menikmati kasihku yang kutitipkan pada Nico.
Dia tidak tau, bahwa dia akan mencumbu kasihku jika ia berpelukan dengan Nico. Tapi, Giz.. aku.. aku hamil..”

Gizma menghela napas. Citra makin mengisak.
"Aku nggak mau, Giz. Aku nggak mau punya bayi haram akibat perbuatan mereka..”

"Giz, tolonglah dia..” kata Ranu di sisi lain.
Gizma diam saja Wajahnya kelihatan lebih wibawa dan lebih anggun lagi.

Ia duduk di tepi ranjang dan mengusap-usap perut Citra. Ia berbicara bagai berbisik..
"Jangan cemas, Citra. Kau sahabatku. Aku tak ingin menambah beban penderitaanmu..”

"Tapi nyatanya aku hamil menurut keterangan dokter..”
"Tidak. Kau tidak hamil..”

"Dokter telah memeriksanya, Giz..”
"Ya, dokter telah memeriksanya..” tambah Ranu.

"Biarkan dia memeriksa kandunganmu sekali lagi.
Maka ia akan tercengang, bahwa kamu tidak mengandung janin seperti perkiraannya semula..”

Citra memandang Gizma dengan dahi berkerut.
Sebelum Citra mengucapkan sepatah kata, Gizma sudah lebih dulu berkata..
"Percayalah. Kandunganmu telah kuambil saat ini juga.. tak ada bayi dalam rahimmu, Citra..”

Ajaib sekali. Ucapan itu menjadi kenyataan.
Ranu yang penasaran, esoknya kembali memanggil dokter yang tempo hari memeriksa Citra.
Dan, dokter tersebut menjadi terbengong.

"Apakah Anda mengalami keguguran, Nona..?"
“Tidak..” jawab Citra.
"Ajaib sekali. Kandungan bayi Nona hilang. Tak ada bekasnya sama sekali..”
-----oOo-----

Dua hari sejak Citra dinyatakan tidak hamil lagi, ia menjadi sehat. Kondisi badannya mulai pulih.
Memang masih memerlukan baju hangat jika pergi ke tempat kerja, tapi ia sudah kelihatan cerah ceria.

Ranu merasa lega. Gembira sekali melihat keadaan Citra pulih seperti semula.
Ranu menyarankan agar Citra tidak memikirkan masa lalunya supaya kondisi jiwanya tidak terguncang lagi.

Memang, tujuan Citra mau begitu.
Tetapi ketika ia melihat Yon turun dari lantai enam plaza itu, dadanya kembali bergemuruh.
Ia masih benci melihat tampang Yon yang berkulit hitam dan bermata belok itu.

Citra buru-buru melangkah meninggalkan counter-nya.
"Mau ke mana, Tra..?" Panggil Andani, tapi Citra tidak menyahut.

Tubuh Citra mulai dingin. Ia bahkan sempat menggigil sejenak.
Ia tau bahwa saat itu pasti roh Dewi Pembalasan telah merasuk dalam dirinya.

Kebencian Citra pun jadi berkobar melihat Yon menuruni tangga eskalator dengan santai.
Ia bersama dua orang temannya yang berjalan di belakangnya.

Agak jauh. Citra makin menggeram benci melihat dua teman Yon itu. Citra ingat..
Pemuda berambut panjang yang di belakang Yon itu adalah Tom, orang yang pertamakali merobek kesuciannya.

Citra berhenti di pagar pengaman lantai tiga. Matanya tajam memandang Tom dan Yon.
Pada waktu itu, Yon tiba-tiba menangkap pandangan mata Citra.

Spontan ia berseru kepada Tom sambil menuding Citra. "Tom.. Itu dia cewek setan..!"
"Cepat kita samperin dia..!!” Teriak Tom sambil berlari menuruni tangga yang sedang jalan.
Yon juga berlari untuk segera mencapai lantai tiga.

Citra diam saja. Bahkan ketika Ranu melihatnya, Ranu memanggil Citra sambil berlari.
"Citra. Cepat lari.. hindari mereka..!" Citra tidak peduli seruan apa pun.

Mulutnya bungkam, wajahnya dingin. Matanya memandang tajam.
Ketika Yon dan Tom menuruni tangan lantai empat, Citra segera memandang ke atas..
pada langit-langit gedung yang terbuat dari lempengan kaca.

Dan, tiba-tiba, salahsatu lempengan kaca itu terlepas dari tempatnya.
Melayang-layang turun ke bawah, tepat di atas kepala Tom dan Yon.

Beberapa orang di lantai atas menjerit. Tom segera mendongak dan berhenti melangkah.
Ia terkejut melihat lempengan kaca itu melayang ke arah kepala Yon.

"Awas kaca, Yooon..!!” Teriak Tom sambil mundur. Ia jatuh. Sepatunya lepas.
Lalu secara refleks sepatu itu dia ambil..
kemudian dilemparkan pada lempengan kaca yang beberapa senti lagi menjatuhi kepala Yon.

Prangngng..!! Kaca itu pecah terhantam hak sepatu Tom. Tetapi, Yon sendiri menjadi panik.
Ia terjatuh. Pecahan kaca menjatuhi dirinya. Jrubbb.. Jrubbb..!!

Dua pecahan kaca sebesar papan nama sebuah jalan membentuk ujung yang runcing.
Ujung pecahan kaca itu menancap di ulu hati Yon. Yang satu menancap di leher Yon dengan mantap.

Orang-orang berteriak panik dan ngeri. Tom sendiri segera terguling..
karena ada pecahan kaca yang memercik ke arahnya.
Tapi hanya menggores pipinya hingga terluka. Yon tak bisa berteriak lagi.
Matanya mendelik, darahnya mengucur dari kedua luka yang ditembus kaca runcing itu.

Lantai pun jadi bersimbah darah. Tom sendiri memekik keras-keras ketika Yon berkelojotan beberapakali..
kemudian mengembuskan napas yang terakhir.

Citra tersenyum lega. Ranu segera membawanya ke dalam counter.
"Kenapa kau lakukan itu, Citra..?" bisiknya.

Citra tertegun sejenak, lalu berkata pelan sekali.. "Aku tak tau. Aku tak mengharapkan hal itu terjadi lagi.
Tapi.. dendamku membakar darah dan tak bisa dikendalikan lagi. Aku harus membalas perlakuan mereka.
Tak bisa dihindari lagi, Ran. Ohhh.. Ini pertanda aku harus memberi hadiah lagi kepada Gizma.
Pasti dia yang telah bekerja di dalam diriku dan memberi kekuatan untuk membalas dendamku..
Oh, celaka ini. Aku harus mencari lelaki dan.. dan pasti birahiku akan mengamuk, tak bisa dihindari lagi, Ran..”

Ranu menjadi sangat cemas. Ia belum menemukan akal untuk mengendalikan kekuatan..
yang akan masuk ke dalam diri Citra. Salahsatu ide yang ada hanyalah menghubungi seorang dukun.

Rencana itu harus segera dilaksanakan. Ranu tak ingin segalanya jadi terlambat. Maka, ketika pulang dari kerja..
Ranu langsung pergi ke tempat seorang dukun yang pernah dibicarakan para tetangganya itu.

Citra sendiri langsung pulang ke rumah dengan keadaan masih termangu-mangu.
-----oOo-----

Sore masih terang. Citra terperanjat ketika bel tamunya berbunyi, dan ternyata Nico yang muncul di depannya.
Wajah Citra menjadi pucat, gemetar tubuhnya, berdebar hatinya. Ia tak bisa bicara untuk beberapa saat.
Badannya jadi dingin menghadapi Nico yang berdiri di pepan pintu dengan senyum yang mengagumkan.

"Boleh aku masuk..?" Suara Nico makin membuat air mata Citra mulai tersembul dari balik kelopak mata.
Citra mundur beberapa langkah, Nico pun masuk dengan tenang.
Pintu tertutup kembali dan Citra masih terpaku di depan pintu, sukar bicara.

"Rumah ini, seperti yang pernah kucita-citakan dulu. Ternyata kau sudah menempatinya lebih dulu, Citra..”
"Kauuu.. kau tidak salah datang kemari..?"

"Apakah aku tak boleh menengok masa laluku..?"
"Oh, Nicooo..” Citra menghamburkan tangis dalam pelukan Nico.

Tangan Nico pun memeluknya erat-erat.
Dalam isak tangisnya, Citra menjadi semakin menggigil diguncang keharuan dan cinta yang tempo hari gersang.
Kini cinta itu menjadi basah, segar dan menggairahkan.

Citra menciumi Nico bertubi-tubi. Membelai dan memeluknya erat-erat, seakan tak ingin kehilangan Nico lagi.
Sedangkan saat itu, Nico menjadi terharu. Bukan sekadar terharu karena rindu..
tapi kecupan-kecupan rindu Citra memberikan sentuhan lembut yang menggetarkan kejantanannya.

"Nico.. Oh, jangan pergi lagi, Sayang. Peluklah aku.. Peluklah..”
Nico memeluk Citra, dan sempat berbisik.. "Kenapa kau tak lebih hangat dari Sarah..?
Hangatkanlah aku seperti waktu Sarah menghangatkan asmaraku, Citra..”

"Oh, tentu Tentu, Nico.. Mari..” Citra menarik tangan Nico untuk masuk ke kamar.
"Nico.. aku rindu padamu.. Ohhh..” Nico langsung menyerbu. Ia dorong tubuh Citra hingga terjatuh ke atas kasur.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Nico segera mencari wajahnya, tepatnya ke bibir Citra yang tipis dan sensual.
Citra sama sekali tidak melawan, malah membalasnya dengan sama-sama bernafsu.

"Aku harus kasih bukti ke kamu bahwa aku adalah pria sejati..” kata Nico sambil mulai menindih.
Ia cium leher dan pipi Citra secara bergantian.

Nico tau itu adalah daerah sensitif yang harus pertama digarap ketika pria ingin menaklukkan wanita.
Ia lalu membuka kedua kaki Citra.
Sama seperti tadi, Citra juga sama sekali tidak memberikan perlawanan yang cukup berarti.

Lalu Nico mempersiapkan dirinya. Cepat ia membuka celana sambil tetap menindih tubuh mulus Citra.
Kini penisnya bisa bergerak dengan lebih leluasa.

Kembali ia melumat bibir tipis gadis itu..
sebelum kemudian mengarahkan ciumannya ke arah bukit bulat di dada Citra yang masih terbungkus kaos biru.

Nico mengecup yang sebelah kiri, sementara tangannya meremas-remas bukit yang sebelah kanan.
"Ngghh..” Citra menceracau halus. Dia terlihat semakin terbawa oleh permainan Nico.

Nico kembali berusaha membuka kedua kaki sang mantan, dan dengan cepat berhasil menaikkan rok Citra ke atas.
Dengan kedua kaki berada di antara paha mulus Citra, ia meraba daerah paling sensitif di diri gadis cantik itu;
Yaitu pangkal paha Citra yang selama ini selalu tersembunyi.

“Aughh..!” Citra langsung menjerit halus dan pura-pura berusaha menepis tangannya.
Namun Nico tetap berusaha bertahan.. apalagi setelah merasakan betapa benda itu begitu lunak, lembab dan hangat.
Walau masih terbungkus celana dalam putih ketat yang terbuat dari satin.

Nico menurunkan posisi tubuhnya sedikit.
"Ehm.. cepat masukkan, Nico. Tuh sudah tepat di depannya. Ughh.. aku sudah nggak tahan..” ucap Citra memelas.

Nico yang juga mengharapkan hal yang sama, tidak pernah berpikir untuk menyia-nyiakan kesempatan ini.
Ia harus bisa menaklukkan Citra, dan merasakan nikmatnya bersenggama dengan gadis itu.

Nico akan menidurinya. Menikmati lubang vaginanya.
Dan Citra juga harus bisa merasakan betapa hebatnya penis Nico nanti saat memompa.

Sambil tersenyum senang, Nico pun mulai membuka celah celana dalam Citra pas di bagian depan liang vagina..
lalu menuntun penisnya untuk menyentuh daerah nikmat tersebut. Plepp..!

Citra mendelik sesaat, tapi kemudian terpejam. "Sshh.. yah, begitu.. cepat masukkan.. sshh..!!"
Nico menekan penisnya lebih ke depan.. dan perlahan kepalanya sudah mulai terbenam.

Slepp..!! Ia tekan lagi lebih dalam dan kini setengah batangnya yang keras sudah bersarang di dalam.
Ternyata kini ia ketaui bahwa Citra sudah tidak perawan lagi.

Namun Nico tak peduli, karena liang vagina Citra masih terasa begitu sempit.
Ia lalu menarik sedikit penisnya dan kembali menekan dengan kekuatan penuh.

Jlebh..!! Kini seluruh batang penisnya sudah berada di dalam.
Dinding-dinding liang vagina Citra terasa menjepit dan mencengkeram kuat batang miliknya.

"Ohh.. memek kamu enak banget, Tra..” bisik Nico suka. Ia mulai menggenjot dengan perlahan..
sambil menikmati kehangatan dan kelembutan payudara cewek yang satu ini.

"Sshh.. ohh.. kamu apain punyaku, Nico..?" Tanya Citra menceracau.
"Aku sodok.. sshh.. biar tambah lebar..!" Balas Nico vulgar.

"Sialan kamu.. sshh.. akhh..!!” Tiba-tiba Citra mendelik dan mempererat rangkulannya di tubuh Nico.
Nico yang tau kalau gadis itu akan mencapai orgasmenya, segera mempercepat kocokan.

"Kamu kapan terakhir mens..?" Tanyanya sambil tetap menggenjot dan mencoblos kuat.
Nico ingin memastikan apakah bisa menyemprotkan air mani di dalam vagina lembut Citra.

Karena baginya, orgasme di dalam vagina adalah hal yang sangat nikmat.
Terasa luar biasa, ketimbang pakai kondom atau Coitus interuptus (dikeluarin di luar)

"Hmm.. nggak tau. Aku lupa. Kenapa..? Ssshh.. kamu keluarin di luar yah. Jangan di dalam.. ahh..!!"
Citra merintih memperingatkan, yang diakhiri dengan rangkulannya yang keras dan menyakitkan.

Dia menarik tubuh Nico seakan mau mengisap seluruh penisnya masuk ke dalam liang vaginanya.
Diperlakukan seperti itu membuat Nico jadi semakin mempercepat gerakan kocokan penisnya..
Dan lebih mengeraskan tekanan ke dalam tubuh gadisnya yang sedang dia setubuhi itu.

Hingga kemudian.. "Sshh.. ohh.. ohh.. ohh..!!” Nico menjerit dan menggelinjang keenakan.
Tanpa dapat dibendung lagi.. spermanya yang sangat kental memancar dengan begitu keras..
Membanjiri lorong vagina Citra, bahkan Nico yakin puncratan pejuhnya juga sampai ke rahim gadis itu.

“Ughh.. Nico..!” Citra terbelalak seketika. Entah karena kaget atau karena ikut menikmati semprotan-semprotan itu.
Nico tak peduli. Ia terkapar lemas di atas perut langsing Citra.

Masih bisa ia dengar nafas gadis itu ngos-ngosan akibat permainan mereka tadi.
Nico lalu berguling ke samping dan mengeluh sejenak karena nikmat dan kelelahan.

Emosi bercintanya membuat Citra lupa pada kondisi dirinya yang sebenarnya.
Ia begitu berapi-api mendayung bahtera cintanya yang berlayar dengan indah.

Kembali ia meminta jatah dari Nico dan beberapa saat kemudian..
setelah mereka terkapar untuk yang keduakalinya, barulah Citra berteriak histeris.

Baru ia sadari bahwa yang membakar gejolaknya tadi adalah hawa dingin dari roh Dewi Pembalasan.
Karena pada saat itu, Nico telah berubah menjadi patung batu, sama seperti korban-korban yang lainnya.

Jeritan itu tiba-tiba menghilang, karena Gizma muncul di senja yang kelabu.
Sepatah kata-katanya menjadi kenyataan.. "Diam. Jangan menangis lagi..”

Benar. Citra tidak menangis lagi.
Citra terbungkam sekalipun hatinya meratap karena melihat Nico telah menjadi patung batu.

Kalau saja ia tadi sadar, bahwa ia habis membunuh Yon dengan kaca di plaza..
tentunya ia akan menghindari amukan birahinya kepada Nico. Ia tak mau memberikan kemesraan yang seperti itu.

Tapi karena semua pikirannya dikuasai oleh rindunya kepada Nico.
Maka, Citra pun tak sadar bahwa saat itu adalah saat terakhir ia memberikan kemesraan kepada Nico.

"Jangan sedih hatimu, Citra. Lelaki ini datang bukan untuk kembali kepadamu. Hatinya punya rencana busuk.
Ia hanya ingin menikmati tubuhmu sepuas-puasnya, sebelum ia menikah dengan Sarah, bulan depan..”

Citra tertegun memandang Gizma. Perempuan cantik itu berkata lagi..
"Nico tak rela melepaskan kau dalam pelukan lelaki lain tanpa syarat.

Maka ia harus menikmati kehangatanmu sampai ia merasa kenyang.. baru ia akan rela..
melepaskan kau jatuh ke tangan lelaki lain, dan ia sendiri akan memperoleh sesuatu yang baru dari Sarah.
Itulah jiwa licik dari pemuda yang kau cintai..”

"Ohhh.. begitu kejamnya dia sebenarnya, Gizma..”
"Benar. Lebih kejam lagi Sarah. Saat ini ia sedang menghubungi Tom dan memberikan alamat rumah ini..”
"Tom..? Dia kenal dengan Tom..?" Citra terkejut bukan main.

"Tom adalah saudara Sarah, lain ibu. Sejak dulu Sarah mengincar Nico dan ingin menyingkirkan kau dari hati Nico.
Maka, ia meminta bantuan Tom. Lalu, terjadilah kekejian Tom dan kawan-kawannya itu.
Rusaklah hubunganmu dengan Nico. Kau menghadapinya sendiri, bukan..? Itulah jiwa kerdil temanmu Sarah..”

Hampir-hampir Citra tidak mempercayai kata-kata Gizma.
Sarah sama sekali tidak kelihatan bersikap bermusuhan dengannya.

Selama ini Citra hanya menganggap hubungan Sarah dan Nico hanya satu hal yang kebetulan.
Bukan perencanaan yang matang. Citra menganggap kepergian Nico kepada Sarah hanya Satu kompensasi.

Pelarian dari cinta yang dikecewakan oleh Citra, karena Citra tidak berani berterus terang kepada Nico.
Ternyata semua anggapannya itu tidak benar.

"Citra, pejamkan matamu. Lawanlah Tom, dan untuk kali ini aku tidak akan mengambil hadiahku.
Kuberikan hadiahku nanti untukmu selamanya, Citra.. Nah, pejamkan mata, Sayang..”

Citra memejamkan mata. Ketika ia membuka matanya lagi, Gizma sudah tak ada bersama patung Nico.
Citra menghela napas, membuang dukanya. Ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Ketika ia selesai mandi, hanya mengenakan daster bercorak bunga-bunga biru..
ia melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah.
Mobil Jeep dengan kap terbuka, berhenti tepat di depan pintu pagar.

Tom turun dari mobil itu, sedangkan Sarah mengenakan kacamata hitam dan topi bundar..
Ia masih duduk di jok samping tempat sopir.

Gemetar tubuh Citra melihat kenyataan itu. Kata-kata Gizma terbukti.
Sarah berdiri di balik semua peristiwa yang menimpa hidup Citra.

Gigi Citra menggemeletuk, menahan kemarahannya kepada Sarah. Tetapi, kali ini yang utama adalah Tom.
Orang yang pertamakali merobek selaput daranya dan hidup Citra menjadi berantakan.

Brakkk..!! Pintu pagar ditendang oleh Tom. Sebuah parang tajam tergenggam di tangan kanannya.
Rambut Tom yang panjang diikat ke belakang, hingga ia tampak sadis dan mengerikan.

Citra jadi tegang dan merasa takut melihat parang panjang digenggam Tom.
la menutup pintu ruang tamu. Mengancingnya dengan gugup. Tetapi, Prangngng..!!

Tom memecahkan kaca jendela dengan parangnya, la masuk melalui jendela itu dengan wajah sangar dan bengis.
Citra gemetar. Ia tak bisa lari karena Tom sudah sangat dekat dengannya.

"Gizmaaa.. Tolooong..!!” Teriak Citra. Teriakan itu membuat Tom berhenti. Seperti terkesima sejenak.
Citra punya waktu untuk melarikan diri lewat pintu samping.

Tapi, Tom segera sadar, dan mengejarnya lewat pintu samping juga.
"Gizmaaa..!!” Citra berlarian ketakutan, dan akhirnya jatuh tersungkur.

Pada waktu ia jatuh, badannya merasa dingin sekali. Ia tau, Gizma telah masuk dalam raganya.
Kemudian, keberaniannya pun tumbuh. Bahkan ia berdiri dengan sikap menunggu kedatangan Tom.

Langkah Tom berhenti. Mata Citra memandang tajam tak berkedip.
Suara Sarah terdengar, "Habisi dia, Tom..!"

Tetapi, parang yang telah diangkat oleh Tom segera berkelebat menghantam tangan kirinya sendiri. Crasss..!!
Lengan Tom putus seketika, tapi dia tidak mengaduh sama sekali. Tom bagai robot tak bernyawa.

Dengan dipandang terus oleh Citra, perlahan-lahan Tom melangkah menuju ke mobilnya.
"Tom.. Sadar, Tom..!!” Teriak Sarah ketakutan. Parang itu dikibaskan ke mukanya sendiri.
Crokkk..!! Wajah Tom jadi berdarah. Retak. Tom tidak menjerit.

Kemudian, ia naik ke mobil..
dan dengan cepat menebaskan parang tajamnya ke punggung Sarah yang hendak turun dari mobil.
"Aaahhh.. Tooom..!! Kau melukaiku..!!” Citra masih memandang tak berkedip.

Tom menghantamkan parangnya ke pundak kiri..
lalu dengan cepat ia justru merajang wajahnya sendiri dengan parang itu..

Sampai akhirnya ia jatuh terkulai bermandikan darah dengan luka amat parah.
"Tooom.. Ohhh, Tooommm..!!” Teriak Sarah, tegang. Sarah menangis menjerit-jerit.

Beberapa tetangga yang tadi menyaksikan secara sembunyi-sembunyi, kini berlarian mengerumuni mobil Jeep itu.
Tom terkulai di jok sopir, dan di situlah ia mengembuskan napas yang terakhir.

"Citra.. Citra, apa yang terjadi..?” Ranu belari-lari dengan tegang dan cemas.
Citra segera memeluk Ranu dan menangis terisak-isak.

"Dia hampir membunuhku Ranu.. Ohhh, mengerikan sekali..” lirih Citra, ngeri.
“Tenang, Citra.. Tenang. Semuanya telah berakhir, Sayang..”

Semua orang tau, Tom melukai dirinya sendiri hingga ia mati.
Tapi tak ada yang tau, bahwa perbuatan Tom itu karena pengaruh kekuatan yang ada pada Citra.

Kekuatan itu adalah milik Gizma, Dewi Pembalasan. Kini, dendam itu pun tuntas. Padam.
Citra tak mau lagi menaruh dendam kepada siapa pun, karena hanya akan menghadirkan maut bagi dirinya.

Ranu sendiri setuju dengan pendapat Citra. Ia bahkan berkata pelan..
"Jangan ada dendam lagi, Citra. Lebih baik sebutir kasih dengan cinta, daripada segunung dendam dengan maut..”

"Aku telah kehilangan kesucianku, Ranu. Cintaku, Nico-ku, hilang juga..”
"Tapi aku belum hilang dari hatimu, bukan..?"

"Ranu..?” Desah Citra. Matanya menatap sayu.
Lalu airmata pun menitik ketika Ranu mencium pipinya dengan mesra.

"Citra.. itu hadiah untukku atas kematian Tom. Tapi ambillah.. Ambillah Ranu.. karena dia tulus mencintaiku..”
"Gizma.. Gizma di mana kamu..?"

Citra mencari suara Gizma. "Aku ada di dalam dirimu, Citra. Peluklah dia. Bahagialah sepanjang masa..”
Suara itu terdengar jelas sekali.. dan Citra pun segera memeluk Ranu dalam buaian kasih seputih sutra. END
---------------------------------------------------oOo---------------------------------------------------

Judul Asli: Perjanjian Iblis

Disadur dari 'Misteri Dewi Pembalasan' karya Tara Zagita

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

End of Cerita 080..


Sampai Jumpa di Lain Cerita.. Adios..!! :bye:
 
Kisah misteri yg keren nih hu....thanx udah sharing ya....
 

-----------------------------------------------ooOoo----------------------------------------------

Cerita 081 – Potential Victim


Yanti

Awal bulan
selalu menyajikan pagi yang indah.
Masa laporan bertumpuk-tumpuk telah lewat, mana kantong juga masih tebal.

Dunia telah melayaniku dengan sangat memuaskan dan mengubahku..
dari seorang lelaki kampung yang lugu menjadi raja kecil di sebuah corporate ternama.

Kantorku ada di Sudirman Plaza, lantai belasan.
Dengan ruang di pojokan dan view penuh ke arah jalanan.

Pagi hari mataku dibasuh oleh lalu lalang paha yang mulus dan dada penuh wanita-wanita karir..
Yang terpampang di lensa teropong kecilku. Dasar wanita.. selalu ingin dikagumi.

Dan aku tak malu untuk mengakui bila selalu aku mengagumi mereka.
Dan tentu menikmati pula. Dengan teropongku. Dan dengan yang lain pula.

Perusahaan finance tempat aku hidup..
bukanlah yang terbesar di antara ribuan perusahaan yang sama yang ada di Jakarta.

Namun jelas bukan yang terkecil..
karena perusahaan ini telah setuju membayarku dengan gaji yang .. hmm lumayan.

Meski untuk itu aku harus menyerahkan segalanya.
Seluruh waktuku.. meninggalkan hobiku.. sahabatku.. semuanya.

Dan menukarnya dengan jutaan digit angka-angka yang mengaduk-aduk otakku..
Bahkan mengganggu mimpiku dengan mimpi menakutkan.. mimpi jorok.. bahkan sangat menjijikkan.

Karena itu aku selalu merasa untuk harus memiliki sesuatu kegiatan yang bisa meredakan tekanan ini.
Dan karena jelas waktuku telah dibeli lunas perusahaan sialan ini..

Ya.. aku memindahkan kegiatan ini ke kantorku saja.
Awalnya browsing situs porno memuaskan aku. Lalu tidak lagi.

Menghadirkan situs cerita panas cukup menghibur. Lalu tidak terlalu lagi.
Maka mau tidak mau aku menyajikan laga seru tepat di meja kerjaku.

Dan siapa lagi bintang utamanya kalau bukan aku.
Dan.. tentu saja salah seorang anak buah kesayanganku. Namanya Yanti.

Seorang sarjana ekonomi.. fresh graduate..
Dari kota yang sama.. yang sama terjebaknya di kota penuh nafsu ini.

Awalnya asal usul yang sama membuat kami merasa lebih istimewa dibanding dengan teman yang lain.
Aku membuat peluang untuk menjadi lebih dekat.

Lalu beban pekerjaan yang sama.. membuat kami semakin dekat.
Tetapi jelas buatku.. untuk berpacaran bukanlah suatu pilihan. Aku tak ingin terikat.

Dulu aku merasa rambutnya yang panjang dan selalu harum itu begitu menarik.
Aku katakan itu padanya dan kami menjadi semakin dekat.

Lalu aku juga merasa matanya adalah mata terindah yang pernah aku temui.
Aku juga katakan itu dan kami juga semakin dekat.

Terakhir.. aku mulai merasa kalau dadanya yang sedang-sedang saja itulah yang paling indah di dunia..
Juga pantat yang menonjol di bawah pinggang yang ramping itu.

Apalagi kalau ke bawah lagi.. pahanya putih mulus.. lus.. lus..
sampai kaki terbalut sepatu hak tinggi itu adalah daya tarik yang tak dapat kutahan lagi.
Tetapi ini tidak aku katakan.

Aku tersenyum sendiri. Menghirup kopi.. lalu meraih sebuah laporan di mejaku.
Beberapa saat mataku terpaku pada angka-angka yang ada di sebuah neraca balance.

Otakku berputar sebagai mesin hitung termahal di dunia. Lalu aku menarik kesimpulan dan tersenyum.
Tak ada masalah. Aku selalu tersenyum bila tak ada masalah.

Tapi kadang angka-angka yang banyak dapat memancing libidoku. Seperti kali ini.
Apalagi saat aku lihat paraf di pojok yang menyatakan kalau penyusun laporan ini Yanti.

Otakku menyusun sebuah bayangan deretan angka-angka dengan latar belakang Yanti..
tanpa busana dan meiuk-liuk menarikan sesuatu yang erotis.

Kuraih telpon. Tat tit tut tat tit tut.
“Halo..!”
“Yanti ..”
Suara di seberang menyahut lembut.

“Aku udah baca portfolio klien kita di Utara..”
Suara merdu kembali bergumam akrab, berisi penjelasan dan sedikit gurau.

Dia memang tidak pernah canggung menghadapiku.
Pengakuannya.. aku telah dianggapnya sebagai saudara tuanya sendiri..

Dan pengakuanku.. aku menganggapnya sebagai korban yang potensial.
Tentu saja cukup pengakuan dalam hati.

“Udah.. kamu ke sini aja terangin langsung. Aku gak nyambung..”
Ceklek. Telfon kututup. Peluang kubuka.

Tidak lama menungu.. si sintal itu datang. Blazer tanpa dalaman membuat aku terkesiap.
Juga milikku..!

Da.. di.. du..! Dia menerangkan ini-itu sambil duduk di depanku.
Mataku bekerja keras.. sebentar ke angka-angka.. sebentar ke wajahnya.. biar dia tangkap keseriusanku..
sebentar ke belahan dadanya.

Shit..! Andai aku bisa berubah jadi nyamuk dan terjepit di tengahnya..

Da.. di.. du.. Ia terus menerangkan. Aku menghela nafas.. menunjukkan ketidaknyamanan..
atas keterangannya dan posisi duduk kami.

“Udah.. coba kamu ke samping sini.. terangkan lagi.. gak enak ngeliat huruf terbalik..”
Dia beranjak.. lalu pindah ke sampingku.

Bagiku gerakannya seperti potongan film bioskop dalam gerak lambat..
Memutari meja besar milikku dan berdiri di sampingku. Lalu merunduk.

Tubuh kami begitu dekat.
Lalu.. da.. di.. di.. du.. kembali dia menyerocos menerangkan laporan tanpa masalah itu.

Sambil memainkan kata.. “Oh ini.. oh itu..” tangan kananku hinggap di pinggulnya.
Entah dia sadar ata tidak.. yang jelas Yanti diam saja.

Cerocosannya tentang angka-angka itu seperti background musik yang indah bagiku..
Sedangkan cerita utamanya..
Adalah gerakan tanganku yang mulai meremas dan meraba wilayah pinggul indah itu.

Yanti tiba-tiba diam. “Pak..!?” Protesnya. sambil mendelik.
“Ssst..” kataku sambil tersenyum dan sambil meremas.. kali ini agak ke bawah.

“Pak, saya tidak suka..!” Hmmmp.. kuraih pundaknya yang rendah karena merunduk..
Kutarik dan kujejali mulutnya dengan lidahku yang mendidih.

Dia menolak. Wajar. Namanya juga pembukaan.
Saat rongga mulutku dipenuhi oleh daun telinganya dia berbisik.. ‘Jangan pak..’

Aku tak peduli.
Pegangan tangan kiriku di rambutnya kupererat.. mencegah leher jenjangnya menjauh dari bibirku yang lapar.

Tangan kananku membasuh punggungnya, pantatnya juga pahanya.
Lalu kubisikkan.. “Aku sayang kamu Yan..” tentu saja itu gombal.. “Sangat sayang..”

Bagiku sayang itu artinya nggak keberatan kalau mengeluarkan sekian rupiah untuk makan.. nonton plus plus..
Asal aku dapat 'yang lain'.. Hi hi hi. dasar.

Entah bagaimana detailnya.. tapi aku rasa perubahan itu berlangsung hanya beberapa menit.
Dan kini kami telah saling berpagutan.

Bibir kami mengeluarkan jurus-jurus andalan dan pamungkas.. seolah saling berusaha untuk mengalahkan.
Dan tanganku.. aku tak ingat telah ke mana saja.

Yang pasti pantat itu kini kuremas tanpa terhalang lagi oleh rok span warna kelabu miliknya.
Rok itu telah tersingkap.. Srett..!!

Dan kini tanganku menyusup masuk. Menjelajah isi celana dalamnya yang sialan ketatnya.
Yanti mendesah.. lehernya basah oleh liurku yang menyapu panas. Matanya terpejam penuh penghayatan.

Aku nggak tau kenapa wanita yang terpejam dengan mulut menganga selalu membuat diriku kejang kepanasan.

Kubalikkan tubuhnya. Kini dia merunduk bertumpu pada meja kerjaku.
Tanganku menyusup pada blazernya. Keduanya. Rrrbb.. rrrbbb.. rrrbbb..!!
Meremas payudaranya yang telah mengeras kenyal. Dia mendesah.

Jleghh..! Kutekan keras keras milikku ke belahan pinggulnya. Dan kurapatkan dadaku ke punggungnya.
Terasa dia bergerak-gerak.. pinggulnya menekan-nekan milikku dan kami saling bergesekan.

Kulepas satu demi satu kancing blazernya dengan tangan kiri. Sengaja.. semakin sulit semakin indah.
Dia melenguh.
Tangan kananku menyingkap rok depannya dan menempatkan jariku berputar-putar lembut di kemaluannya.

Kubiarkan beberapa saat seperti itu. Kami saling berpagutan dalam posisi sulit.
Dia membelakangi aku.

Tangan kiriku bebas memiliki dan menangkup dadanya yang terbuka.
Blazernya telah turun setengah..
Dan itu menyajikan punggungnya untuk kusapu bersih dengan lidahku yang panas membara.

Tangan kananku menelusup dalam di rongga itu. Ada bunyi kecipak kecil di sana.
Nafasnya memburu deras.

Tangan kirinya bertumpu di meja dan tangan kanannya menjambak rambutku.
Tubuhnya masih meliuk-liuk penuh sensasi.

Kami berpagutan lagi. Lama.. Pinggulnya berputar-putar. Ooh.. indah sekali rasanya.
Kemudian kulepaskan semua tanganku dan kubuka celanaku dengan tergesa.

Dia masih di posisi semula.
Melihat keluarnya kemaluanku dari sarangnya dengan sorot mata sayu.

Srett..!! Kupelorotkan celana dalamnya..
Hingga memperlihatkan hamburger merah dalam posisi vertikal itu telah siap disikat.

Kutuntun si hitam manis ke bibir bawahnya. “Sssshhh..” Dia mendesah. Mengatakan sesuatu.
Aku tak mendengar karena full konsentrasi dengan ‘tugas’ ini.

Slebb.. Dengan menahan nafas.. kumasukkan perlahan milikku ke miliknya. Blessepp..!
Perlahan menyeruak belahan bibir hangat yang ternyata mulai merembes membasah.

“Nggrrhh..” Dia mengerang tertahan. Tubuhnya merebah ke depan.. mempermudah prosesi ini.
Aku mengerang. Dia mengerang. Dan kami saling mengeliat menahan kenikmatan ini.

Wajahnya tersandar pada meja kerja.
Matanya terpejam dan bibirnya merekah merintih dengan nafas yang ditahan-tahan.

Jlebb-clebb-crebb-crebb-clebb-clepp-crepp-clepp-clebb-crebb-crebb-clebb-clebb..!!
Aku memacu pinggul dan pinggangku dengan keras. Kecepatan penuh.

Bunyi kecipak semakin keras. Suara rintihan.. erangan serta dengusan meningkahi. Biar saja.
Toh pintu tertutup rapat.. Suara kami jelas tak bakalan terdengar..
Tertimpa suara musik standar gedung yang mengalun di setiap ruangan.

Kuremas keras buah dadanya. Kujilat punggungnya.. kugigit pundaknya.. kuisap telinganya.
Aku menikmati setiap hentakan pinggulku..
Yang menancapkan milikku pada titik terdalam miliknya dengan kecepatan maksimal.

Dia melenguh. Kadang kepalanya bergeleng ke sana ke mari.
Matanya terpejam erat.. bibirnya terbuka.. menyemburkan nafasnya yang tersengal-sengal keras.

Tangannya melekat di permukaan meja.
Jari kanannya meremas tepi meja.. menonjolkan urat-urat kecil di permukaan lengannya.

Pinggulnya menyentak-nyentak mengikuti gerakan pinggangku.
Ergghhh.. Terasa panas di seluruh dadaku.

Gelombang kenikmatan bertalu-talu turun dari atas tubuh ke titik di bawah kemaluanku.

Rabaanku ke punggungnya.. remasanku di payudara kenyal itu.. genggamanku di pinggulnya..
Dan gesekan telapak tanganku di pahanya menimbulkan sensasi yang memperkuat gelombang kenikmatan itu.

“Ohh.. ihh.. nghhh..!” Dia berteriak kecil. Berkali-kali. Tubuhnya meliuk bagai busur.
Mukanya menengadah ke atas dengan mulut terbuka penuh.

Lututnya melonjak-lonjak kecil.. mengarahkan lepitan nikmat miliknya menyongsong seranganku.
Mungkin dirasakannya perutnya seperti diaduk-aduk. Dan dunia terasa seolah gelap berbintang-bintang.

Kami bergumul semakin liar. Lonjakan-lonjakan kami semakin tak terkontrol.
Gelombang itu tak dapat kutahan lagi. Terasa panas seolah ada di ubun-ubun.

Lalu kurengkuh tubuhnya dengan sangat erat. Kami saling melekat dengan sangat erat.
“Okkkhhhh..!!” Dan.. Yanti berteriak keras. Dia orgasme..!

Gelora deras meluncur deras dari seluruh ujung syaraf dan berkumpul di kemaluannya.
Tak kuat lagi ia menahan perasaan itu.

Kulumat bibirnya yang terasa sangat dingin. Jleghh..!!
Kutandaskan seluruh panjang batang kemaluanku..
Menghenyak kuat di kedalaman liang hangat kemaluannya yang berdenyut-denyut.

Lalu.. Crtt.. crett.. crett.. crett.. crett.. crett..!! Keluarlah panas yang tak dapat kutahan itu dari tubuhku.
Menyembur deras.. berkali-kali. Diiring tubuhku yang mengejan-ngejan kaku.

Kami berpelukan lama.. melepas ketegangan ini. Dan berangsur-angsur mengembalikan kesadaran kami.
Ruangan yang tadinya terlihat kabur sedikit demi sedikit menjadi jelas.. meja, kursi, deretan cendera mata..

Tubuhku jatuh ke kursi kerja masih dengan nafas yang terengah-engah.
Tubuh Yanti melorot ke lantai karpet. Lalu bersandar di dinding kaca pembatas.

Terlihat tubuh seksinya dengan dada terbuka, menampakkan payudara indah itu di sana.
Blazer yang turun hingga lengan membebaskan seluruh pundaknya..
Dan rok yang tersingkap di pinggang serta celana dalam yang turun di pergelangan kaki.

Dia duduk berselonjor bersandar di dinding.. Ohh.. Terlihat begitu seksi..
Memperlihatkan gundukan hitam di pangkal paha dalam background tubuh jalan raya Sudirman yang ramai.

Nafasnya masih memburu. Matanya menatap milikku beberapa saat.
Lalu berpindah menatapku. Aku tersenyum.

“You’re great..” kataku.
“Gila..!” Cetusnya sambil tersenyum simpul dan melengos ke arah lain.. malu-malu.
Dia terlihat sangat cantik dari sebelumnya.

Mataku menyapu dinding ruangan sambil berusaha mengatur nafas.
Tertumbuk aku pada jam dinding. Damn, jam 11 lebih. Kami bermain 2 jam-an.
Di tempat gini. Jam kerja. Gila..!

Sebenarnya aku ingin sekali nambah. Tapi realistis dong, men. Mau cari mati..?
Lalu kupilih tersenyum sambil merapikan diri. “Kita makan apa siang ini, Yan..?”

“Gila..” katanya masih dengan jurus yang sama sambil meraih kotak tissue. (. ) ( .)
-----------------------------------------------ooOoo----------------------------------------------
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd