Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
MDT SEASON 1 – PART 9

------------------------------------------

guitar10.jpg

"Loh!" Kagetku saat turun dari tangga rumah siang di hari Minggu itu. Seminggu setelah Bali, dan makin dekat ke perjalanan ke Jepang. Dian dan suaminya ada di rumah, ditemani Ai dan ibuku di meja makan.

"Eh, sini turun" panggil Ai.

Aku meregangkan badan dan segera turun.

"Gimana? udah isi?" tanyaku jahil.

"Haha, belum, tar aja di Jepang bikinnya" Dian menjawabku balik. Kalau dari jauh, Ai dan Dian tidak ada bedanya. Ai bagai seperti Dian versi lebih muda, lebih kurus dan berambut panjang.

"Kata Ai lo dah punya pacar, beneran?" tembak Dian mendadak.
"Siapa bilang... Ngarang"

"Hahaha... Eh, ntar pas di Jepang mau ketemu di minggu berapa? Gue kan cuma dua minggu disana..."
"Ga tau, paling pas minggu kedua atau minggu ketiga gitu kali?"
"Ooo.. minggu kedua berarti, gue pas lo minggu ketiga ada di Osaka"

"Udah makan btw? Kita bawa makanan tuh..." potong Suaminya Dian.
"Belom, kebetulan banget... eh, gue ketemu si Anggia di Bali"
"Oh, sama cowoknya kan ya? Nonton Soundrenaxxxx?"
"Iya"

"Si Anin panik?"
"Panik luar biasa... hahaha sama aja pasti kayak si Rendy"

"Rendy udah terbiasa sekarang" jawabnya.

------------------------------------------

sebstu10.jpg

"Jangan lupa malem ini! Kita mesti minum-minum dulu, di tempat Kanaya, sebelom lo ke Jepang!" pesan di grup whatsapp Hantaman dari Stefan mewarnai kemalasan sore hari itu. Lusa aku sudah akan terbang ke Jepang. Aku baru sadar dari sesi melayang di udara siang itu. Tadi pagi ada band yang take vokal di studio, dan Sena sudah bekerja disini dari awal minggu ini. Mungkin nanti kalau memang ada rejeki, bisa juga menyewa dia sebagai sound engineer atau recording engineer, toh studionya tetap punyaku.

Aku mandi dengan malas, ditemani sepinya rumah. Bersiap dan memakai baju kesukaanku, setelan kesukaanku, jeans, sneakers, kaos band dan jaket. Selesai bersiap-siap aku lalu menuju studio.

"Gimana?" sapaku ke Sena.
"Eh Bang, ini kayaknya suara vokalnya kurang maju deh..."
"Coba gue dengerin"

Aku sejenak mendengarkan.

"Enggak ah, ini kalo lo majuin lagi jadi kayak live show..." komentarku.

"Oh gitu?"

"Iya, bedain live show sama mastering..."
"Siap, eh entar jalan sama anak-anak?"
"Lo ikut gak?"
"Ga tau, masih mau ngulik-ngulik nih Bang..."
"Oh sip, eh ntar jangan bawa cewek masuk ya... Jangan bandel.."
"Hiyah... cewek dari mana pula..."

------------------------------------------

004df610.jpg

"CHEEERSS"
"BUAT KITA!"
"BUAT ARYA! JANGAN NYANGKUT DI JEPANG"

Lucu rasanya melihat gelas bir beradu dengan gelas lemon tea ku. Ah, sebulan kedepan aku tidak akan melihat mereka semua. Stefan, Anin, Bagas, sayang Jacob dan Sena tidak bisa ikut malam ini. Jacob lagi ngerjain Sena. Alias dia mendadak datang membawa materi rekamannya. Silakan saja mastering sama Jacob sana Sen, ribet, tau rasa.

Stefan melempar majalah musik edisi terbaru ke atas meja.

"Wih... Mana coba siniin Batu gelindingnya" canda Anin. Dia membuka ke salah satu halaman. Ada foto kami berempat disana. "GRUNGE IBUKOTA SIAP MEMUKUL ANDA".

"Sok gaya banget si Anin"
"Iya, pake ngemut rokok segala... Badannya gede sih ya..."

Disitu tertulis namaku Arya Achmad. Aku memang malas menggunakan "Ariadi Gunawan" yang memang nama KTP ku, tapi sekaligus nama ayahku. Artikel itu membahas tentang album baru kami dan pengerjaannya.

"Ntar abis si Arya balik, lanjut deh, acara-acara radio, TV, sama farewellnya Cheryl nih, udah ngantri" seru Anin.
"Dan ada Dying Inside My Heart...." keluh Stefan.
"Tapi ada SoulTempo loh... keren hiphop oldschool" seruku meredakan kekesalan Stefan.
"Jadi siapa aja Kanaya?" Kanaya terlihat datang dengan cueknya ke meja kami.

"Kalian, Dying anu itu, Frank's Chamber, SoulTempo sama XYZ" ucapnya dengan sok cool.
"Dying anu itu kayaknya musti disunat lagi" Stefan menggerutu.
"Eh udah liat ini?" Kanaya memperlihatkan Facebooknya di handphone. Ada link youtube disana. "DIMH @ Soundrenaline" judulnya. DIMH? Dying Inside My Heart pasti. Ah apa pula Kanaya liat-liatin video ini.

"Coba lo liat kaosnya" tunjuk Kanaya. Damn. Kaosnya mereka seragam, bergambar muka sang vokalis yang memar karena dilempar tong sampah tempo hari, dengan tulisan "STAND UP AGAINST BULLY". Dan Speech di panggungnya gila. "Lo tau semua, gue dapet luka ini dari mana? Gak usah gue sebut lah, mereka kemaren juga manggung disini, yang merasa seniorr! yang merasa udah dewasa jadi gak bisa bilang baek baek sama yang muda, jadi pake kekerasan! Lo semua tau lah! Gak usah gue sebut... Orangnya udah tidur kali! Udah tua, udah kecapean... FUCK YOU ALL" dan disambut riuh rendah penonton.

"Wah" Anin lemas terduduk.
"Wah!" Stefan tegang berdiri.

"Ini kontol ini!" teriak Stefan, dan semua mata di tempat itu memandang dia. "Nanti pas acaranya Cheryl gue patahin semua giginya tu orang!" matanya seperti mau keluar dari tengkoraknya.

"Sabar men" bisikku sambil menariknya duduk. Dia menurutiku dengan muka gusar. "Minum lagi minum" bisikku lagi. Stefan menenggak gelas berisi bir sampai habis.

"BUKA BOTOL!" teriaknya ke arah Kanaya. Kanaya langsung panik dan mencari minuman apapun yang Stefan mungkin suka.

------------------------------------------

hqdefa10.jpg

"Tuh kan, kacau..." bisikku ke Anin.
"Abisnya gimana, orang emosi, terus minumnya kayak onta gitu....." bisik Anin.

Stefan sedang menoyor-noyor kepala Bagas yang diam saja dari tadi. Mukanya kaku sekali. Aku sudah mengirim SMS ke Mang Ujang. Untung masih jam 12 malam, untung Mang Ujang masih belum tidur, jadi dia akan jalan ke sini, menjemput Stefan. Kanaya tidak terlihat, tampaknya dia menghindar dari Stefan yang sudah semakin kacau.

"Memek..."
"Apa Fan?" tanya Anin.
"Memek Rissa enak..."
"Jangan berisik dong, ga enak didenger orang"

"MEMEK RISSA ENAK!"

Semua mata memandang ke arah kami. Aku meminta maaf dengan gesture menundukkan kepala ke mereka semua. Stefan masih meracau dengan Bagas sebagai korban utamanya juga. Tapi Bagas terus saja meminum Bir dengan santainya, seakan-akan Stefan hanya nyamuk yang lewat.

Kanaya pun datang menghampiri.

"Mang Ujang dah dateng tuh..." bisiknya ke diriku.
"Oh, siap"

"Kanaya!" teriak Stefan.
"Apa?"
"Kontolnya Arya enak gak? Masuk sampe ke tenggorokan gak?"

"Apa sih..." senyum Kanaya yang memaklumi kondisi Stefan yang mabuk parah. "Udah ya, ga boleh minum lagi, tar tambah gila" Kanaya berusaha memanggi waiter untuk membereskan meja kami, terutama minuman Stefan.

"Kalian berdua ini gimana sih? Udah sering keluar bareng, jalan bareng, ngewe belom ! Buat gue aja Kanayanya!"
"Ini sih kudu balik ya?" bisikku ke Anin.
"Wajib"

"Gue kan jadi curiga! Pasti lo incest sama adek lo!" teriak Stefan sambil menyeringai lebar.
"Kasih air putih Nay..." bisikku ke Kanaya.
"Arya incest sama Ai! Parah! Pantesan adeknya gak pernah dikasih ke kitaaaaaaa"
"Berisik nih si tai" bisik Anin ke diriku.
"Banget...."

------------------------------------------

07631510.jpg

Aku dan Anin bahu membahu mengangkut Stefan yang sudah terkapar. Dirinya membisikkan lagu Gombloh.

"Lestari Alamku Lestari Desaku

Dimana Tuhanku Menitipkan Aku

Nyanyi Bocah-bocah Di Kala Purnama

Nyanyikan Pujaan Untuk Nusa"


"Kontol emang nih orang" komentarku kesal, sambil melihat Mang Ujang tergopoh-gopoh datang dan ikut membantu kami. Bagas berdiri di kejauhan melihat kami dengan muka datar, di sebelahnya ada Kanaya yang sedang menahan tertawa.

Hand over ke Mang Ujang selesai. Kita bisa lanjut atau bisa pulang. Tapi masih jam 1 malam, belum jam pulang Kanaya. Rasanya masih ingin mengobrol dengan mereka sebelum besok aku ke Jepang. Ya, sudah besok. Semua sudah siap di koperku, Jaket tebal, jaket kulit, dan segala macam peralatan penangkal dingin, baju ganti, paspor, pick gitar, kabel, obat-obatan seperlunya dan beberapa perlengkapan lainnya. Kalau gitar, hari pertama aku akan beli gitar disana, agar bisa menjelajah Jepang dengan gitar yang aku beli disana. Jelajah Jepang? Jelajah Tokyo lebih tepatnya. Tak sabar aku menunggu hari esok.

"Gelo ya..." bisik Kanaya saat kami masuk kembali ke dalam ruangan.
"Haha, get used to it.. Ntar acara perpisahannya Cheryl paling gitu lagi, jadi takut gue kalo ada tunangannya Cheryl, bisa kena tonjok itu kalo dia trash talking ke Cheryl...." jawabku.

"Ada sih..."
"Wakacau.." tawaku.
"Eh entar gue balik kayak biasa, jam dua... Mau nunggu?"
"Boleh" balasku ke Kanaya.

------------------------------------------

"Besok kan ke Jepang? Kok gak balik, malah nganter gue dulu..." bisik Kanaya dari belakang. Aku mengemudikan motorku dengan perlahan.
"Udah kebiasaan soalnya" senyumku.
"Eh!" Kanaya kaget karena aku mendadak menghajar jalan yang rusak. Mendadak dia memelukku dari belakang, lantas bersandar. Kami terdiam.

"Anu, Nay"
"Udah gapapa, gue capek juga, butuh tempat bersandar" candanya sambil tertawa kecil.

Tangannya melingkar di pinggangku, dan kepalanya bersandar dengan nyamannya. Waktu terasa begitu lama untuk sampai ke tempat parkir kosannya pagi buta itu. Seperti biasa, Kanaya mengundangku untuk masuk. Wah, pasti ada barang bagus lagi, pikirku. Akhirnya kami menaiki tangga untuk ke kamarnya yang diujung sana.

Setelah membuka pintu dan menyalakan lampu dan AC, aku duduk di karpet. Menunggu Kanaya mengeluarkan sesuatu, mungkin sesi terakhir di udara bersama Kanaya. Aku duduk dan diam, memainkan handphone, memberikan pesan ke Ai dan Ibuku kalau aku mungkin pulang siang. Pakai alasan Stefan mabuk juga sudah cukup baik. Aku lantas bersandar ke bed Kanaya, dan memperhatikannya membuka lemari, membuka jaket dan memasukkannya ke lemari. Dia lantas menutup lemari dan malah menyalakan laptop. Aku masih menunggu.

kamar-11.jpg

"Mana Nay?"
"Apaan?"
"Itu, biasa"
"Hah?"
"Barang bagus...."
"Lah, gak ada.."

"Lho, gue pikir ada...."
"Haha gak ada... lagi kosong gue..."
"Kok diem aja pas gue masuk?"

"Emang gapapa gitu?" tanyanya dengan polos. Ia memutar musik dan duduk di sebelahku. Dengan ripped jeans dan tank topnya. Tatonya tampak indah terpampang di kulitnya.

Kami masih terdiam dalam beberapa saat.

"Jepang bakal kayak apa?" tanyanya kepadaku.
"Belum tau, gue excited banget..."
"Pengen deh ikut..."
"Ayo, besok beli tiket dong...." senyumku.
"Haha, mana punya duit...."
"Gue bayarin"
"Boong"
"Emang boong"

"Haha..." dia lantas meregangkan badannya. "Capek ya. Gue males sebenernya kerja jamnya kebalik ama hidup orang normal gini.. Gue juga pengen bersosialisasi siang-siang... Siang gue malah bobo..."

"Ga rencana pindah kerja aja?"
"Hello... gue baru, dan gantiin Mbak Cheryl..."
"Bikin alasan apa gitu kek, nikah, hamil..." Aku menatap matanya dalam.
"Ahaha hamil... Siapa yang bakal hamilin gue..."

"Siapa yak"
"Elo boleh deh"
"Masa boleh"

Kami menjadi berbisik.

"Tar masuk koran... 'Gitaris band kenamaan Jakarta menghamili pegawai pub'.. Lucu kan" bisik Kanaya.
"Itu kan banyak yang jadi gitaris band jakarta.."
"Elo aja"
"Masa"

Kami berpandangan, mendekat, dan mulai berciuman. Berciuman dengan nyamannya. Seperti sudah kuduga, bibirnya sangat lembut dan nyaman untuk diciumi. Tangan kami berdua tidak sengaja bersentuhan dan mulai saling menggenggam. Baru kuingat, ini ciuman pertama kami, sebelumnya kami tidak pernah seintim ini. Rasanya mendadak lega, tapi masih belum tahu akan dibawa kemana hal yang mengambang ini. Yang sudah pasti penting untuk dipikirkan adalah kejadian sekarang, besok kita tidak tahu pasti akan seperti apa.

Badan Kanaya semakin mendekat. Bisa kurasakan nafasnya dengan lembut, menyentuh kulitku. Kami melepas ciuman dan saling membalas senyuman. Pikiranku malah lari ke ledekan-ledekan stefan soal aku dan Kanaya. Memang tidak bisa ditebak soal yang satu ini. Tangan kami berdua terus berpegangan dengan nyamannya.

"Sorry.... " bisik Kanaya
"Kenapa?"
"Gue mancing-mancing"

"Udah deh..." Aku menciumnya lagi. Hidung kami beradu, dengan nyamannya. Tanganku mulai nakal, mencoba membuka kancing celananya, yang ia sambut dengan membebaskanku bergerak semauku. Tangannya bertumpu di bahuku, menerima ciuman dan kenakalanku. Terlepas akhirnya kancing itu. Kuturunkan resleting ripped jeans nya. Dan resleting itu menurut. Perlahan kucoba menarik celananya dari pingangnya, dan semuanya menurutiku, celana itu turun dan terlepas, mengekspos kaki Kanaya yang putih dan mulus. Bersih dari tato, tidak seperti tangan kirinya. Tanganku bergerak, mencoba meraba kakinya, naik terus ke pahanya, dengan bermaksud mencoba membuka tank topnya dari bawah.

Kanaya juga berusaha membuka t shirt ku dengan senangnya. Kami melepaskan ciuman kami sejenak untuk saling menelanjangi. Tubuhnya sangat indah berbalut pakaian dalam yang berwarna hitam.

"Mampus gue..." bisikku ke Kanaya. Kanaya hanya tersenyum dan meraba perutku. Dia lantas bergerak, membuka celanaku, dan langsung berusaha membugiliku. Aku menyerah dan pasrah, membiarkan Kanaya menelanjangiku, kalau perlu sampai kulit-kulitku pun dia lepas.

Kanaya tampak puas "Ini udah dari tadi ngebonceng ya?" candanya. Aku hanya tertawa kecil yang dengan cepat berubah jadi desahan tertahan karena dia mendorongku untuk naik ke atas kasur. Tangannya mengelus lembut pahaku, merayap ke daerah-daerah sensitifku. Kanaya mengulumnya dengan penuh hasrat, menatap mataku lekat, sehingga membangkitkan gairahku yang sudah lama tersimpan sejak putus dengan Karina.

Pemandangan yang sangat indah. Walau ruangan terlalu terang, tapi tidak apa. Suara musik yang diputar Kanaya menyamarkan suara yang terjadi akibat adegan oral seks itu. Aku bisa dengan agak leluasa sedikit mendesah. Luar biasa. Aku tenggelam, tenggelam di kasur itu, tenggelam oleh perlakuan Kanaya yang lembut dan penuh hasrat.

"Sorry... Gak tahan gue lama-lama..." Kanaya tersenyum dan beringsut naik ke atas tubuhku, sambil perlahan membuka celana dalamnya.
"Nay... Gue ga ada kondom"
"Shit... terus gimana... Gue pikir lo ada.."
"Emangnya gue Stefan.."

Kami terdiam dan saling menatap. Haruskah dengan cara lain? Karena buat kami berdua sepertinya mengkhawatirkan berhubungan seks tanpa kondom. Bisa dilihat kami berdua tidak sering berada dalam situasi yang seperti ini. Jadi tentunya kami tanpa persiapan.

"Gapapa gitu?" tanyaku, seperti mengusulkan metode umum yang dilakukan oleh pasangan yang tidak memakai kondom.
"Agak takut gue, tapi udah sampe sini" senyum Kanaya.
"Hmm...."
"Kalo kelepasan kan headline koran tadi jadi beneran dong" bisiknya sambil memelukku.
"What the hell lah..." Aku menciumnya dan memeluknya, sambil bisa kurasakan kami saling memposisikan badan agar penetrasi bisa segera terjadi.

"Damn... haha..." bisa kurasakan Kanaya berbisik kepadaku. Agak masih belum terlalu basah, jadi mungkin agak sakit. Tapi dia tampak tak peduli. Tapi bisa kurasakan, ketika kami mulai bergerak saling memberikan stimulus, ekspresi keenakan di wajahnya. Ekspresi kenikmatan. Kanaya akhirnya duduk tegak, ia menggerakkan pantatnya perlahan di atas tubuhku, aku sangat menikmatinya. Mata Kanaya terpejam dan terlihat ia mendesah perlahan. Tangannya bertumpu ke badanku, sambil menggerakkan badannya dengan nikmatnya.

Gerakannya sesuai dengan ritme musik yang ia putar. Musik lounge yang memberi kenyamanan pendengarnya, sangat sesuai dengan kondisi pagi buta ini. Buah dadanya yang terlihat sangat lembut menyembul dari balik BH nya. Aku lantas mencoba membukanya. Dia menyerah. Sudah kuduga bentuknya sangat indah. Sangat cocok dengan bentuk tubuhnya.

Aku lantas mencoba menggenggam buah dadanya yang indah itu, mengganggu konsentrasinya bergerak.
"Uhh... kenapa sih... cowok sukanya mainin itu mulu..." bisiknya.
"Jangan berisik... " ledekku.
"Geli..."

Akhirnya aku tak tahan, aku menarik badannya ke pelukanku, lalu aku mencoba beringsut, memutar tubuh kami berdua agar ia berada di bawah tubuhku. Dia mencoba melawanku sedikit dengan bermain-main, tapi dia pasrah sebenarnya. Tawa kecilnya mewarnai gerakanku yang sedikit memaksa agar tubuhnya dibawah diriku.

"Jangan maksa dooong....." bisiknya. Aku diam saja, tersenyum dan mulai bergerak. Kanaya mulai meringis keenakan, ekspresi mukanya tampak gabungan antara pasrah, nikmat, bernafsu dan nakal. Kesemua itu bergabung jadi satu dalam hubungan seksual yang playful ini. Tidak ada perasaan yang terlalu dalam atau sok romantis.

"Arya... geli..." Bisiknya sambil mencoba menyingkirkan kepalaku dari buah dadanya. Aku tak peduli. Kanaya mencoba berontak, karena sepertinya buah dadanya sangat sensitif. Bisa kunilai dari kelembutan kulitnya. Permainan kami menjadi makin panas, karena tampaknya Kanaya mendadak sudah pasrah atas gerakanku. Tadi dia tampak mencoba mengimbanginya, sekarang dia pasrah, pasrah ketika aku menghunjam dirinya dengan deras. Dia terkulai keenakan.

"Dari dulu kek..." bisiknya mendadak, memecah konsentrasiku.
"Sst... Gue lagi keenakan ini..." balasku.

Lama kelamaan gerakanku makin kencang dan tidak beraturan. Rasanya luar biasa enak. Semuanya tampak nyaman dan menggairahkan. Kanaya dengan bentuk badannya yang indah, dan seluruh organ tubuhnya dengan proporsi yang luar biasa, menghadirkan rasa tersendiri di dalam diriku. Kanaya hanya menerimanya dengan pasrah. Rasanya tak tahan, ada rasa yang ingin meledak di ubun-ubun, dan kegelian terasa di telapak kakiku. Semuanya terasa begitu nikmat, tidak ada yang janggal dan tidak ada yang aneh. Pergumulan dua orang di dalam kamar itu, di pagi buta itu, semuanya terasa sangat tepat. Semuanya terasa sangat menggairahkan.

Hingga...

"Arya..."
"Kenapa..."
"Jangan keenakan... Please"
"Shit"

Kanaya memperingatkanku disaat gerakanku makin kencang dan makin tidak beraturan. Aku berusaha mencabutnya. Kaget. Hampir saja aku terbawa suasana dan mengeluarkannya di dalam.

Muka Kanaya pura-pura sedih." Kalau gue hamil gimanaaa...." tetap saja, muka secantik apapun kalau mencoba ekspresi muka jelek pasti akan terlihat cantik.

"Yaudah..." Aku turun ke karpet, menarik badannya. Aku lalu mulai menciumi bagian bawah tubuhnya. Kurasakan badannya kaget. Kanaya mengambil bantal dan memeluknya.

"******... gue lupa... Gue sensitif banget kalo diapa-apain sama lidah..." Kanaya lalu menggigit bantal itu dan mulai sedikit menggelinjang. Aku menjilatinya dengan tak peduli, aku menikmatinya. Tidak ada rasa dan kenikmatan yang tubuhku rasakan. Tapi perasaan dan penglihatanku. Melihat perempuan cantik tak berdaya, memeluk dan menggigit bantal serta mengejang, menggelinjang dan bergetar adalah satu kenikmatan tersendiri.

"Mmmh... ******..." bisik Kanaya keenakan. Dia menggigit bantal sejadi jadinya. Mukanya merah, dan matanya tertutup menandakan kenikmatan yang ia dapatkan sangat luar biasa. Sangat membangkitkan gairahnya. Dan lama kelamaan itu semua membuat reaksi tubuhnya menjadi gila.

Kanaya melempar bantal itu ke samping. Ia membekap mulutnya sendiri. Lantas ia bergetar, melenting dan badannya menjadi kaku. "Nnnnggghhhhhhhh........" desahnya tertahan oleh tangannya. "Aahhh... shitt..." Melenting sekali lagi. Kaku. Kaku. Punggungnya melayang.

"Ahh... Stop.. Arya.. Udah.. Stop... Ntar gue teriak..." Dia berusaha menjauhkan kepalaku. Aku tertawa melihatnya. Tersenyum puas melihat dirinya mencapai puncak kenikmatan. Nafasnya berat dan mukanya tampak merah. Matanya agak berkaca-kaca, ekspresi kepuasan luar biasa terpancar dari matanya.

"Sini lo.... Gue bales." Kanaya meraih tanganku dan berusaha menjatuhkanku ke kasur. Aku menyerah saja. Kanaya lalu bersimpuh.
"Gue bikin lo cepet keluar..."
"Silakan..."

Aku bersandar dan menikmati pemandangan itu, dia tampak tak sabar untuk membuatku takluk. Kocokan tangannya tampak buru-buru, namun semua kenyamanan di dalam mulutnya membuatku terbius. Terbius oleh kulumannya yang luar biasa, naik turun kepalanya dan sedkit permainan lidahnya. Tak sabar rasanya.

"Mmmnn!" Kanaya kaget, ketika aku menegang dan memuncratkan sesuatu ke dalam mulutnya. "Wah... gak santai.." senyumnya dengan bibir belepotan.
"Kok ga bilang dulu sih... " Ia panik, mencari tissue dan berusaha membersihkan bibir dan mulutnya. Aku hanya tersenyum jahil sekaligus tidak enak.

"Bandel bandel bandel...." Ia meludah ke kertas tisu, lalu berlalu ke kamar mandi. Kudengar bunyi kumuran dan sikat gigi dari dalam sana. Lantas ia keluar dengan telanjang bulat, mulut basah oleh kegiatannya tadi, lalu mematikan lampu.

"Rempong amat" komentarku.
"Gak suka tau..." senyumnya
"Kirain suka..."
"Gak pake bilang-bilang lagi..." Dia naik ke atas tempat tidur dan menarik selimut.

Posisi tubuhku belum berubah.

"Lo mau ngapain? pulang?" tanyanya sok judes.
"Gak lah... masa langsung pulang"
"Kirain ga bertanggung jawab gitu, ninggalin"
"Engga"
"Dasar..."

Kami berbaring bersama dalam satu selimut. Merasakan gelap. Dan berusaha terlelap.

"Geser" bisiknya.
"Gak mau"

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terima Kasih Om @racebannon, Top Abis dah updatenya.:mantap:
Tetap Semangat Om race dalam berkarya,:semangat:
Sukses RLnya dan sehat selalu.
 
MDT SEASON 1 – PART 10

------------------------------------------

guitar10.jpg

"Hati-hati ya..." bisik Ibuku saat aku memeluknya dan mencium pipinya. Koperku sudah berada di mobil. Ransel yang berisi barang penting untuk menemaniku selama di pesawat sudah menempel di badanku. Perjalananku dimulai disini, dari Radio Dalam, rumahku.

Pagi buta, jam 3 pagi aku akan berangkat. Pesawatku akan tinggal landas dahulu ke Malaysia setengah 7 pagi. Lalu siang, jam 2, akan lanjut dari Malaysia ke Bandara Haneda, Tokyo, Jepang. Aku gelisah, anxious. Ai tersenyum dan berjalan bersamaku ke mobil. Dia menyalakan mobil dan menungguku masuk. Dia yang akan mengantarku lepas ke bandara. Kenapa sepagi ini datang ke Bandara? Aku lebih baik menuju bandara secepat mungkin. Berangkat jam 5 pagi mungkin terlalu gambling, dengan kemacetan Jakarta yang super ajaib dan aneh.

Perjalanan ke Bandara subuh itu terasa lega, tidak seperti di jam-jam macet. Waktu berjalan dengan begitu lambatnya. Aku menatap jalanan yang kosong, serta beberapa penghuninya yang mulai menggeliat.

"Mas Arya..." Ai membuyarkan lamunanku.
"Kenapa?"
"Aku putus.. Hahaha"
"Lah.. kenapa?"
"Dia gak suka aku ke Bali kemaren"
"Lah kok gitu?"
"Tau.. Khawatir katanya"
"Mmm... Khawatir apanya? Dia kan pilot, lebih khawatir kamu ke dia loh harusnya..."
"Makanya, tau deh... Biarin.." komentar terakhirnya.

"Aaaahh jadi pusing kan, coba aku ikut aja ya sama Mas..." keluhnya.
"Terus cuti sebulan?"
"Ahaha... Biarin deh... Eh, anak-anak gak pada nganterin?"
"Enggak kayaknya"
"Kanaya?"
"Enggak lah, jam segini dia baru balik kerja harusnya..."
"Mas gimana sama Kanaya?" tanya Ai
"Gimana apanya?"
"Pacaran? Udah?"
"Belom.."
"Loh... Ntar diembat orang lho..." dia tampak khawatir.
"Enggak lah..."
"Ngarep pacaran berarti"
"Gak tau.. Yang penting sama dia enak temenannya" jawabku.

Temenan. Setelah kejadian pagi buta itu, kami memang tidak berubah. Tetap begitu-begitu saja. Tidak berubah jadi aku kamu, tidak ada mesra mesraan. Mungkin memang cuma fling sesaat. Atau mungkin memang apapun, tidak tahu. Aku hanya anxious soal perjalanan ke Jepang ini. Rasanya ingin cepat sampai sana.

------------------------------------------

54168810.jpg

"NAH! Ini dia pasangan incest!" ledek Stefan kencang di depan gerbang masuk Terminal 3.
"Loh! Katanya pada gak bisa nganter?" kagetku melihat Anin, Stefan dan Kanaya di sana. Mereka menunggu sambil merokok. Bagas tidak ada. Tidak mungkin dia ada.

"Nganterin nih? Makasih ya..." sahutku sambil memeluk Anin, tubuhnya yang besar seperti ingin melahapku. Kupeluk Kanaya yang berdiri di sebelahnya, wangi tubuhnya terasa sampai ke ubun-ubun.

"Hati-hati... jangan kelamaan disana" bisiknya sambil tersenyum.

"My favourite Guitarist! Awas kalo menetap!" Stefan memeluk aku dan Kanaya bersamaan, sambil jarinya berusaha masuk ke lubang pantatku.
"Bangsat!" kagetku yang disusul tawa Anin, Kanaya dan Stefan serta Ai yang meringis dengan awkwardnya. Tawa terakhir sebelum aku pergi kesana.

Aku mengeluarkan pasporku, dan bersiap, menenteng koperku.

"Bawaan dikit amat buat sebulan" komentar Kanaya.
"Ntar kalo kurang kurang beli disana aja, baju kan bisa nyuci, kata temen gue yang disono ada coin laundry banyak dimana-mana" jawabku.
"Gue nitip bokep jadi ya" komentar Stefan.
"Ngapain sih, tinggal download aja..." jawabku.
"Beda men rasanya..."
"Alah.." jawabku meremehkan permintaan Stefan. "Paling gue bawain sake buat kalian"
"Asiiik" komentar Kanaya.

"Ntar ngehubungin lo disana gimana? Katanya mau minta bantuan gue kan kalo mau translate-translate..." komentar Anin.
"Paling hari pertama gue beli nomer sana, kata Ilham ada yang paket data doang buat dua minggu atau sebulan buat turis" jawabku. Ilham adalah temanku yang nanti akan aku tebengi. Dia sedang S2 dan tampaknya akan lanjut S3 disana.

"Yaudah, take care ya di Jakarta yang berat ini" ucapku dengan bercanda. "Gue bakal kangen kalian, terutama si setan satu ini" aku menunjuk Stefan. Dia hanya menyeringai. "Dah Ai, udah kangen lagi sama kamu" Aku memeluk adikku dengan sangat kencang, bagaikan tak melepasnya.

"Tuh kan... udah pasti Incest si bego" komentar Stefan. Aku lantas menendangnya sambil masih memeluk adikku.

------------------------------------------

klia-c10.jpg

Kuala Lumpur siang itu, bandara, di food court, aku memperhatikan manusia yang lalu lalang dengan ramainya. Aku lantas meminum minumanku yang dari tadi kudiamkan. Repot aku membalas whatsapp di grup hantaman, dan juga dari Ai dan Kanaya. Rata-rata ribut membahas oleh-oleh. Aku pulang masih sebulan lagi, kenapa sudah ribut dari sekarang? Aku tersenyum saja melihat mereka ribut. Apalagi Kanaya, nitip sneakers, memang sih pernah kulihat di majalah, sneakers-sneakers di jepang lucu-lucu, terutama New Balance yang tampak lebih meriah disana. Tapi aku kan sampai sana saja belum.

Anin ribut menitip Action Figure, Sena nitip Efek Gitar, Jacob nitip Efek Bass, Bagas? Diam saja. Ai bingung, mau apa, tapi cemilan khas jepang sudah pasti.

Stefan jangan ditanya, katanya mau DVD JAV, tapi malas mencarinya. Pasti awkward kalau aku ke sex shop sana. Apalagi aku tidak terlalu dekat dengan Ilham. Ilham sewaktu kuliah memang sangat dekat dengan Anin, karena ketertarikan mereka yang sama dengan budaya pop jepang. Aku tidak tahu apakah dia toleran dengan minuman keras ataupun rokok. Dan dipikir ada untungnya juga aku tidak minum dan merokok. Sehingga aku tidak akan mengganggu Ilham disana dengan mabuk atau asap rokok, andaikan ia akan terganggu.

Pikiranku lantas terbang menuju masa laluku, ketika aku SMA.

Bisa dibilang dulu aku sempat panas, emosi akan hubungan ayah dan ibuku. Dan memaksa ibuku untuk cerai dari ayahku. Ibuku memiliki pekerjaan yang rutin sebagai Apoteker, jadi tentu dia bisa hidup tanpa uang dari ayahku. Untuk anak-anak jangan dipikirkan lah, lagipula kami sebagai anak lebih tersiksa melihat mereka bertengkar hampir setiap hari. Tapi ibuku selalu menghindar, malah menasihatiku.

"Nak, makanya, jauhi minuman keras... Ayahmu jadi gitu karena dia sering mabuk.." pemaafan yang tidak bisa aku terima. Apa hubungannya? Tapi kenyataannya memang ayahku begitu. Itulah juga awal perkenalanku dengan daun itu. Ditawarkan oleh temanku, aku menolak. Aku bilang, takut mabuk, takut jadi kasar. Tapi ternyata menurut penjelasan temanku, tidak. Aku akhirnya memberanikan diri mencobanya. Dan memang tidak. Sampai saat ini aku menggunakannya. Tenggelam dan melayang di udara bersamanya. Mengawang, santai, lepas, tampaknya sesuai dengan sifatku yang aslinya easy going, yang tertekan oleh keluarga. Terutama ayahku yang semena-mena.

Dan mendadak lamunanku buyar.

"Mas, maaf?"
"Ya?"
"Mas Arya ya?" aku lihat seorang remaja bersama orang tuanya menegurku.
"Ah iya..."
"Wah asik, foto bareng boleh?" pintanya.
"Boleh"

Aku berpose dengan anak itu sambil tersenyum, dan orang tuanya mengambil gambarnya. "Makasih mas" senyum mereka sambil kemudian berlalu. Si anak tampak menyombongkan musikku, terdengar dari jauh. Ayah dan ibunya mendengarkan dengan seksama dan mencoba mengomentari sebisa mereka. Aku menghela nafas. Andai saja dulu keluargaku seperti itu. Bisa tampil dan berperilaku wajar. Apa adanya tanpa harus rusak luluh lantak oleh ayahku. Si Bangsat itu. Ariadi Gunawan.

------------------------------------------

Aku akan sampai disana pukul setengah 11 malam. Dengan tidak sabar aku berusaha menunggu pesawat ini segera turun. Padahal masih setengah perjalanan dari Kuala Lumpur. Aku mendengarkan sebuah lagu di handphoneku. Sambil menatap awan, membayangkan masa laluku sampai sekarang. Membayangkan keluargaku, Hantaman, Karina, lalu Kanaya. Semua hal yang pasti dalam hidupku dan tak pasti.

Mencoba tertidur, dalam alunan Nearness of You. Lantang dengan lembut terdengar di telingaku. Aku siap, bertapa dalam musik selama sebulan disana. Tokyo, aku akan datang.

17194610.jpg

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

Aku terbangun karena suara pengumuman. Sudah mendekat ke Bandara Haneda rupanya. Aku bangun dan meluruskan kursiku. Mematikan musik di handphoneku, dan membetulkan posisi dudukku. Memperhatikan para pramugari cantik dan pramugara yang tidak ingin kuperhatikan membantu para penumpang membetulkan posisi duduk mereka, sembari menunggu pesawat ini menyentuh tanah Jepang. Belum apa-apa sudah kurasakan dingin di Desember ini.

Roda menyentuh tanah, dan guncangan yang wajar kurasakan. Guncangan yang kutunggu. Aku excited mendengarkan pemberitahuan dalam bahasa inggris dan bahasa jepang yang memberi tahu bahwa kita telah menyentuh Tokyo, dan memberi tahu pukul berapa sekarang disana. Dengan tak sabar aku membereskan ranselku, dan ternyata aku sudah tersenyum sendiri.

Entah kenapa aku tidak grasa-grusu saat mengetahui pintu sudah dibuka. Dengan tenang aku berdiri. Berdiri menyambut Jepang. Aku berjalan mengikuti penumpang yang mengular.

Akhirnya. Aku menjejakkan kakiku di Jepang. Suasana yang cukup sejuk di dalam ruangan. Di luar pasti sangatlah dingin. Aku berjalan mengikuti tanda petunjuk, sambil menyalakan handphone dari flight mode. Wah, cukup mudah ternyata koneksi wifi disini. Aku membuka pesan, banyak yang masuk. Salah satunya dari Ilham.

"Gue nunggu ya di depan pintu keluar banget"

Ilham. Sekarang ia kuliah di Tokyo University of the Arts. S2, di Graduate School of Film and New Media-nya. Kampusnya di Yokohama, selatan Tokyo, kota tersendiri, agak jauh dari pusat kota Tokyo. Dia sendiri tinggal di Aioicho, dekat dengan kampus. apartemennya agak mahal sepertinya, tapi selain mendapatkan beasiswa, dia juga datang dari keluarga mampu, ya sudah. Dia dari kuliah sudah dikenal sebagai seseorang yang sangat keJepang-Jepangan, teman dekat Anin dalam soal jejepangan lah pokoknya.

Aku mengikuti rutinitas bandara. Imigrasi, lalu bagasi. Lalu yang kutunggu-tunggu akhirnya datang.

img_sp10.jpg


"Woi... gitaris! Sini!" mendadak seseorang dengan tampang blasteran Arab memanggilku. Aku sedikit berlari dan langsung bersalaman dengan Ilham.

"Pa kabar bro?"
"Baik" jawabku.

"Yuk, langsung naik kereta, keburu kemaleman, naksi disini mahal soalnya" Aku mengiyakan. "Tempat gue rada jauh dari Tokyo men.. Gapapa?" tanyanya.
"Gapapa"
"Ga ada kuncinya, adanya kunci kombinasi gitu, tar gue kasih tau nomernya. Besok gue ajak lo ke Akiba beli nomer, terus gue anter ke Ochanomizu ya?" senyumnya.
"Siaaap"
"Mau makan?"
"Gak terlalu laper sih..."
"Ntar pasti laper, deket tempat gue ada tempat makan 24 jam, namanya Matsuya, murah, enak, makanannya kayak Yoshinoya gitu bro" ujarnya tak bisa dihentikan. Aku tersenyum saja, play along. Aku tersenyum sangat lebar dalam hati.

"Gue besok gak ada ke kampus, paling kalo lo mau main ke kampus gue boleh pas gue kesana, terus gue juga seringnya di kampus, tar gue ajarin peta disini, gue ajarin peta kereta, lo bisa download app keretanya juga, jadwal dan lain lainnya... teruuuussss apa ya?"
"Ntar dulu men, masih grogi gue" senyumku sambil melihat kondisi sekitar. "Ntar pas udah sampe tempat lu kasih tau lagi deh! Overwhelmed gueee" lanjutku sambil menahan dingin.

------------------------------------------

Suasana kereta yang begitu sepi, karena memang sudah hampir tengah malam. Ada beberapa orang yang berpakaran kantoran ala salaryman duduk dengan tenang disana. Ada yang memainkan handphonennya, ada yang membaca buku atau majalah. Kami bertukar beberapa stasiun untuk bisa sampai nanti ke Yokohama. Benar kata Ilham. Banyak jalan bertukar-tukar stasiun membuat perutku mulai terasa lapar.

https://ci3.*********************/proxy/AltlUTHvZ72BeBsfMm2GmC_KbK45GS78spXPiggI-6EC8WF9wk3i2ZCMFSY1tTqp77RPmujLQG7NEKfzaCs1oS6IkAA2PvFYXDAs=s0-d-e1-ft#http://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/dsc04810.jpg
maxres13.jpg

Dan aku benar-benar amazed, oleh kebersihan dan keteraturan negara ini. Aku jadi tidak sabar meng-explore sendiri semuanya. Ilham tadi bilang, lupain lo ngomong inggris disini, mending lo ngomong bahasa tarzan sambil pake vocab jepang sedikit-sedikit. Emang ada banyak orang yang bisa bahasa inggris, tapi mereka terlalu malu, dan yang pede cuma sedikit, kalo bukan petugas kayak polisi atau petugas stasiun, mereka biasanya makin malu.

Aku memperhatikan lampu kota yang masih tampak hingar bingar, walau area pemukiman tampaknya sepi dan tenang.

"Disini mah jam 8-9 udah mulai pada sepi Ya" tampaknya Ilham bisa membaca pikiranku.
"Oh?"
"Tapi tenang, mini market, restoran, banyak yang 24 jam.."
"Si Anin nitip barang yang gue gak tau nih...."
"Ah gampang, gue aja yang nyariin kalo buat dia mah hahahaha" mereka memang sangat dekat waktu kuliah, tentunya karena kesamaan mereka menyukai jejepangan.

"Ntar lo bisa pasti jalan-jalan sendiri" lanjut Ilham. "Disini petunjuk sama map nya gampang, nanya orang juga mereka mau nunjukin jalan, cuma ya itu, bahasa tarzan tadi, tar gue tulisin di kertas alamat gue, biar kalo lo pengen balik dan gak bisa ngomongnya lo tinggal nunjukin itu ke taksi atau polisi" senyumnya. "En BTW gue udah beli album baru lo di iTunes"
"Wih makasih"
"Tetep keren kayak album pertama dulu... Cuma liriknya si Stefan emang vulgar ya?"
"Ah dia mah biasa"

"Kagak enak aja didenger ama orang tua yang anaknya beli album ini men"
"Tapi maknanya dalem sih"
"Stefan sih gue gak bisa pungkiri lagi, emang bagus temanya...Dan besok gue kasih liat itu Ochanomizu, gue yang gak ngerti aja ngiler liat gitar berjejer disana... haha bawa duit banyak kan?"
"Duit nabung mah cocok lah buat dua gitar..."
"Fender Gibson gitu kayaknya masih pada mahal...."
"Gue ga nyari dua merek itu..." jawabku. "Gue nyari merek jepang, kayak Aria Pro atau ESP, atau Fernandes..."

Ilham hanya melongo mendengarku. "Wah gue taunya gitar cuma Fender ama Gibson hahaha...."
Aku cuma tersenyum mendengarnya.

------------------------------------------

"Gue aja yang antriin Ya, lo perhatiin ya, soalnya ga boleh salah antrinya, kalo salah bakal awkward banget" Kami sudah makan, dan sekarang kami sedang belanja di minimarket yang tampaknya lengkap sekali itu. Membeli camilan dan minuman ringan.

Malam ini aku masih mengandalkan tethering dari Ilham untuk berkomunikasi. Aku membaca percakapanku dengan Kanaya tadi.

"Dingin disana?" tanyanya
"Banget"
"Kuat?"
"Kuat, sekuat macan"
"Gariiiiiiiiiiiing... BTW ntar kalo pas mau beli sneakersnya fotoin ya? Gue udah transfer tadi duitnya"
"Siap Bu"

"BTW si Stefan lagi mabok ini... Ada Mbak Cheryl soalnya, dia mendadak nafsu gitu pengen make Cheryl katanya sebelom Cheryl kawin..."
"Ah si tai mah..."

Ilham membuyarkan lamunanku. "Yuk"
"Ayo Ham..." Dan kami pun berjalan menuju apartemennya.

https://ci6.*********************/proxy/XCtf4N1_-3lxBDXVJIap1w2qWI7iObJBTTzjA4hazHlD4Wh7phAoVqLNy4vx0LD-KqTuqjDehGwG0vpszaUgJ4k6OykegqSc1YRV=s0-d-e1-ft#http://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/17763410.jpg
image10.jpg

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

Pagi. Aku sudah siap dengan jaket kulitku dan sneakersku. Akupun telah memakai longjohn untuk mengusir dingin. Aku tersenyum dalam hati, menunggu Ilham mengunci apartemen sewaannya.

"Siap?" tanyanya.
"SIAP"

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Aku dan Anin bahu membahu mengangkut Stefan yang sudah terkapar. Dirinya membisikkan lagu Gombloh.

"Lestari Alamku Lestari Desaku

Dimana Tuhanku Menitipkan Aku

Nyanyi Bocah-bocah Di Kala Purnama

Nyanyikan Pujaan Untuk Nusa"

Nyang eni dulunya gak ada deh seingat aku ;)
 
MDT SEASON 1 – PART 11

------------------------------------------

"Wow" kagetku saat melihat deteran gedung tinggi di Akihabara, yang penuh dengan gamestore, arcade, toko action figure, dan orang-orang yang bersliweran dengan gilanya. Sejauh mata memandang toko elektronik jadi pandangan utama.

https://ci4.*********************/proxy/6WmkomyGTRVol6YOLpx58Fbmkt9T-q-CKjnuF1N5ovyxMYzfdt5GHlx5Fq4_nakWqs_XX9OY_ENulmBm93xZPYzQp_lY1JVHWUYf=s0-d-e1-ft#http://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/3003_010.jpg
3003_010.jpg

"Ini kalo Anin ada disini bisa pingsan Ham..." komentarku.
"Gue aja pertama kali ke Jepang kejang-kejang disini... Kena Akihabara Syndrome ahahaha"
"Apa tuh?"
"Itu istilah di marketing. Ngegambarin keadaan dimana lo bingung mau beli apa. saking bingungnya sampe akhirnya sama sekali ga bisa mutusin"
"Ooo..."

"Yuk, ke Yodobashi"
"Apaan tuh?"
"Dept. Store gede gitu, utamanya jualan elektronik, jual kartu perdana dan lain-lain juga disana"
"Oh oke"

Aku berjalan mengikuti Ilham sambil memperhatikan semuanya. Wah ada AKB 48 cafe, Gundam cafe. Gila. Berwarna sekali. Dulu sampai sekarang, Akihabara dikenal sebagai daerah tempat pusat elektronik di Jepang. Tak heran mereka menjuluki Akihabara sebagai Electric Town. "Orang kayak elo sama Anin mah surga banget ya disini"
"Banget banget" jawab ilham, membawaku ke lokasi di dalam Yodobashi yang menjual kartu perdana. Setelah mendengarkan ia bicara dalam bahasa jepang yang sama sekali tak kumengerti dengan mas-mas waiternya, ia akhirnya membawaku ke kasir.

"3000 Yen ya?" ini duitnya.
"Gue aja men, ini hadiah welcome gue ke elu" senyum Ilham.
"Wih bener? Asiiik"

Aku menunggu di tempat yang agak jauh dari kasir, memperhatikan betapa tertibnya mereka mengantri dan menunggu giliran dilayani oleh kasir. Tak berapa lama proses bayar membayar pun selesai dan akhirnya Ilham membantuku memasangkan kartu perdana itu.

Selesai. Aku bisa terhubung dengan teman-temanku di Indonesia lagi. Tapi tidak bisa menelpon, tak apa, tidak butuh juga, lagipula bisa menelpon via sosial media. Ilham lalu mengajakku ke gerai Takoyaki, yang harus berjalan agak jauh, ke arah gedung Don Quixote. Atau yang biasa dipanggil Donki.

dcfrg010.jpg

"Ini AKB 48 kalo manggung di dalem sini teaternya"
"Oh ya?"
"Mau nonton?"
"Ahaha... sayang gue gak demen.. Eh kalo Ochanomizu emang dimana?"
"Itu cuma satu stasiun dari sini, nama jalannya Meidai Dori... Disana pasti surga lo.." jawab Ilham sambil melahap takoyaki.

"Asyik... BTW, masa makan siang gini doang?"
"Itu mah cuma apetizer... lo mau makan apa emang Ya?"
"Apa kek..."
"Sushi mau?"
"Mahal gak?"
"Di deket sini ada standing sushi bar, cuma ya kalo makan siang gini rame... Paling mau ada Sukiya, mirip kayak Matsuya dan Yoshinoya, noh disono. Tunjuknya ke arah pertokoan yang ramai"
"Bingung gue..."
"Atau mau ala traveler konyol makan roti juga boleh, atau jalan rada jauhan ada Kebab Halal, deket Mandarake.."

"Mandarake apaan?"
"Ah, itu surga semacam buat orang kayak gue dan Anin" jawab Ilham.

"Terus jadinya makan apa ya?" bingungku.
"Nasi bungkus minimarket juga enak-enak kok..."
"Haiyaaaa susah..."
"Yaudah, nurut aja deh lo ya..."
"Bebas"

------------------------------------------

Sekarang, setelah perut kenyang sehabis makan siang, aku sudah berjalan santai dengan Ilham ke arah Meidai Dori. "Jalan aja" kata Ilham tadi, mungkin dia ingin memperlihatkan suasana Tokyo ke diriku, tapi rasanya pegal sekali dari tadi berjalan. Aku tidak terbiasa jalan sejauh dan secepat ini. Padahal Ilham sudah terlihat memperlambat jalannya, sehingga sering kali kami disusul oleh orang dan sepeda yang jalannya jauh lebih kencang daripada ritme jalanku. Sumpah, kalau aku sudah balik ke Indonesia, aku pasti stress melihat kekacauan orang Jakarta jalan kaki yang tidak tentu arah dan pelan.

"Tuh bentar lagi" seru Ilham, melihatku berhenti sebentar dan meminum air mineral yang dari tadi ada di tanganku.

Aku menarik nafas panjang dan berusaha mengumpulkan semangatku lagi. Sebentar lagi. Sebentar lagi, Ochanomizu, heaven for guitars. Aku memperkuat langkahku, mengikuti Ilham yang tampaknya sudah terbiasa dengan jalan cepat ala jepang.

DAN GILA

https://ci5.*********************/proxy/KcxdJx5phRkg4jofNGsHgFYTDkQy_MV7ief4shJGpu7q_SWgKKLyBsjsXCmzRhcJE6qwLbvExrnO15IgXvey1Fybgvq2xGcmUKzJ=s0-d-e1-ft#http://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/meidai10.jpg
ct_ywx10.jpg

WOW

Hamparan jalanan dengan semua alat musik di kanan kirinya. Gila. Aku sangat takjub dan kagum oleh suasana jalan itu. Di hidungku sudah tercium bau kayu dan bau besi senar. Ya Tuhan. Aku melongo sejadi-jadinya. Tidak ada perasaan yang rasanya lebih indah dari ini. Gila

"Arya"
"YA?"
"Melongo lo gila hahahahaha" tegus Ilham. Aku masih melongo. Man...

------------------------------------------

"Lo mau liat ampe kapan?" tanya Ilham sambil melihat jam di tangannya. Sudah pukul 4 sore. Sudah sekitar 2 jam aku dan Ilham ada disana, mengukur setiap toko, melihat dan mencoba segala gitar yang bisa kulihat. Aku tidak menjawabnya dan malah terus-terusan kagum oleh gitar-gitar secondhand yang dalam kondisi prima. Ingin aku membawa sebuah truk kontainter dan merampas semua gitar ini.

https://ci6.*********************/proxy/XxPu59NeF0CedMHbQ8dZVK4TYJdSMioLUhxDwiC7wKTpuE0OVs7TtfRkFUI33KZQR2Z2_MjJdJFPacd3-sN0F19H5OXZsvfimyp3=s0-d-e1-ft#http://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/meidai11.jpg
meidai10.jpg

"Bentar, ini... kalo segini berapaan sih di rupiah?" tanyaku ke Ilham.
"Itu sekitar 7 jutaan lah, tapi kan lo bawa duitnya Yen kan?"
"Iya sih... Bentar, Ham, tolong bilangin ke orangnya dong, gue mau cobain..."
"Hadeh... sip, bentar.."

Aria Pro II TA. Warna cherry red. Sempat kulihat beberapa reviewnya di youtube, dan suaranya sangat enak. Versatile. Dibuat main kenceng suaranya enak, gahar, untuk main Jazz juga suaranya cukup bulat. Jadi aku tidak usah terlalu banyak ganti-ganti gitar kalau harus manggung di dua venue sekaligus dan berbeda jenis musik. Seorang pemuda tanggung mendadak berdiri canggung di sampingku, tersenyum dan menunjuk gitar itu. Aku kaget dan langsung mengangguk. Dia mengambilnya, dan menyambungkannya ke Amplifier.

https://ci4.*********************/proxy/3SkiX0YmxFxlW2NLWzAbV9CNHtsxJqc5trSYjkKg-NZEaU0EugrE8HtWvbALSXZlMlkUNcjyNXVGIlaig9SaX3BfcEQpsXQTlUev=s0-d-e1-ft#http://i97.servimg.com/u/f97/11/85/95/77/ta-dom10.jpg
wpcsxl10.jpg

Setelah sebentar dia menyetel ampli dan menyetem gitar itu, dia memberikannya kepadaku. "Douzo.." senyumnya. Aku mengangguk dan menyambut gitarnya. "Sumimasen.... Onegaishimasu..." seru Ilham sambil membungkuk padanya. Dia membalas bungkukan Ilham.

Aku duduk di kursi kecil dan mulai mencoba memainkannya.

GOD. Damn. Suaranya cocok seperti yang kucari. Aku seperti hilang di toko gitar itu. Hilang dalam permainan gitarku sendiri. Melayang. Andai saja aku bisa melayang di udara seperti biasa, pasti rasanya lebih nikmat lagi. Kegilaan yang kurasakan disini sudah tidak tertahan. Ilham memperhatikan permainan gitarku dengan tampang kagum. Mukanya seperti campuran antara kagum dan bosan. Aku terus membunyikan gitarku dengan suara-suara yang indah, menarik perhatian orang-orang yang sedang ada di toko gitar untuk berhenti sejenak dan melihat permainan gitarku.

"That was... very good" ujar seorang bapak-bapak bule dengan anaknya yang memperhatikan permainanku, sekaligus mengingatkan kalau aku tenggelam tarlalu lama. Aku menghentikan permainanku dan tersenyum awkward.

"Ham..."
"Apaan?"
"Bilangin, gue mau, sama bilangin juga gue mau beli beberapa efek gitar yang lagi diskon ditumpuk itu..."
"Itu dicoba dulu gak efeknya?" tanya Ilham.
"Ya masa kagak dicoba?"
"Yah... lama lagi dah..."

------------------------------------------

ochano10.jpg

"Gila!" teriakku penuh kemenangan sambil menunggu kereta di stasiun Ochanomizu. Kereta yang akan membawaku dan Ilham pulang ke Yokohama. Perjalanan masih agak jauh. Tapi aku pasti akan menyukainya.

"Murah tuh abis segitu?" tanya Ilham.
"Murah"
"Ya ya ya... Ini juga gue dapet buat oleh-oleh Anin murah... Lo bilang ke dia kalo mahal aja harganya, tar untungnya bagi dua sama gue" canda Ilham.
"Pinter juga lo.."
"Makanya dapet beasiswa kesini juga kan..."
"Tai ah" ledekku.

Ilham hanya tertawa kecil sambil menyambut kereta yang datang dengan cepatnya, dan berhenti dengan tepatnya. Aku kembali bergabung bersama lautan manusia yang berusaha pulang ke rumah, meninggalkan pusat tokyo kembali ke rumah mereka yang rata-rata berada di pinggir Tokyo.

"Besok lo mau ngapain?" tanya Ilham kepadaku.
"Gue besok gak ada acara sih, soalnya gue liat jadwal Jam Session di Jazz Cafe yang agak deket ama Yokohama, baru ada lusa malem...." aku sengaja mencari Jazz Cafe yang dekat dengan tempat Ilham dulu sebagai batu loncatan pertama. Namanya Body and Soul. Namanya diambil dari lagu standard Jazz, lagu tahun 30an. Yang sangat terkenal tentunya adalah rendition dari Coleman Hawkins. Pemain saksofon yang sangat terkenal pada zamannya.

"Besok kalo gitu temenin gue ke kampus... Gue gak ada kuliah juga sih, cuman gue pengen liatin kampus gue aja... "
"Bebas, gue mah diajak kemana aja hayuk"
"Diajak ke Kabukicho mau gak?" candanya.
"Apaan tuh?"
"Ah males jelasinnya, tempat dosa itu mah hahaha"
"Gue kirain lo masih alim Ham..."
"Masih kok, cuma denger-denger doang..."
"Gantinya puncak buat elo ya?" ledekku.
"Jangan mentang-mentang gue arab terus ngeledekin puncak dong" tawanya kecil.

------------------------------------------

image10.jpg

Sudah tengah malam. Ilham sudah terlelap di atas. Di bunk bed nya. Sementara aku tidur di atas futon di lantai kayu itu. Di bawah bunk bed Ilham ada tempat menyimpan komputer dan beberapa peralatan syuting yang ia miliki. Maklum, dia kan konsentrasinya ke filmografi. Bisa mati kalau mendengar ia menjelaskan betapa bagusnya Akira Kurosawa, Shohei Imamura maupun Hayao Miyazaki dan counterpart-nya, Isao Takahata. Kecintaannya terhadap film klasik jepang dan animasi jepang telah membawanya kesini.

Aku sementara sedang berusaha mendengarkan band fusion Jepang legendaris, Casiopea. Mereka salah satu alasan kenapa aku menyukai musik Jazz saat remaja. Musik yang menarik dan benar-benar jujur, menurutku. Aku larut dalam irama Mid Manhattan, mendengarkan keempat orang maestro Jazz Jepang ini bersahut-sahutan dengan alat musik mereka masing-masing. Benar-benar orgasme untuk telinga.

Sementara itu aku sembari membalas pesan-pesan yang masuk ke handphoneku. Anin tentunya senang aku telah membelikan oleh-oleh untuknya pertama kali. Sena juga. Begitu juga dengan Jacob. Mereka gembira tidak keruan. Kanaya masih merajuk dengan sneakersnya. Ai masih bingung mau diberi oleh-oleh apa. Sepertinya nanti akan kubelikan sneakers juga, atau apa, aku masih belum tahu. Stefan, tentunya masih ribut tidak tentu arah, menagih DVD porno kepadaku. Asal tahu saja, tadi aku sempat masuk ke sex shop dan melihat harganya. Mahal. 400 ribuan. Aku katakan kepada Stefan, lebih baik download saja, ia tetap memaksa. Yasudah, kudiamkan saja. Sedangkan Bagas? diam seribu bahasa seperti biasa.

Di apartemen tanpa balkon ini, aku merasa penuh. Hari pertama yang menarik. Gitar Aria Pro II TA itu sedang parkir dengan indahnya dalam hardcase. Lusa akan kujajal. Mudah-mudahan semuanya aman. Agak ngeri juga membayangkan skill orang Jepang dalam bermusik, mudah-mudahan sama dengan orang Indonesia. Tapi menurut beberapa temanku yang memang sudah pernah manggung di Jepang, intinya sama saja. Sama-sama jago. Tapi yang lebih terasa dari mereka adalah kematangannya, maklum karena industri musik mereka baik yang mainstream maupun niche seperti Jazz sudah maju. Sudah sangat diapresiasi, jadi lebih banyak ruang untuk mereka mematangkan diri. Tidak seperti di negara kita yang industrinya masih terombang ambing oleh pasar.

Bosan mendengarkan lagu, aku mencoba terlelap. Tenggelam dalam dingin dan sepinya Yokohama saat malam.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

Aku dan Ilham berjalan malam itu, di jalanan yang sudah mulai sepi. Jam Session akan dimulai pukul 9 malam. Tepat.

Hari kemarin sudah dihabiskan dengan melihat kampusnya Ilham, lalu berjalan-jalan bersama beberapa orang Indonesia ke tourist spot di Yokohama. Tapi kepalaku tidak dapat bergerak dari hari ini. Dari kejauhan terlihat plang nama kecil yang diterangi lampu neon berwarna biru.

"BODY AND SOUL"

fixedw10.jpg

Di bawahnya terdapat huruf Jepang, yang mungkin berarti tulisan nama Jazz Cafe itu dalam bahasa Jepang. Aku melihat jam, sudah pukul 9 kurang sedikit. Aku tidak ingin terlambat, tapi aku masih kepayahan berjalan dengan ritme cepat ala orang Jepang seperti Ilham. Ditambah lagi menenteng gitar baru. Duh, andaikan Vespa Sprint ku bisa dipakai disini, pikirku.

Dan akhirnya kami sampai di pintu masuk. Pas jam 9. Suara orang tertawa di dalam dan obrolan yang ramai dalam bahasa Jepang yang tak kumengerti terdengar sayup. Ilham membuka pintu Cafe. Wow. Di Cafe yang mungil dan cozy itu, alat musik telah terpasang lengkap, dan para musisi sudah ada di depan alat musiknya masing-masing. Aku terpana. Ilham menarikku ke salah satu meja yang masih kosong, dan cepat memanggil waitress. Dia membisikkan sesuatu pada waitress, dan kemudian menanyakan aku mau minum apa.

"Kopi aja Ham..." jawabku.
"Sip" Ilham kembali berbisik pada waitress. Karena seluruh orang disana tampaknya akan dengan serius menonton acara Jam Session malam itu. Beberapa orang kuperhatikan duduk dan membawa alat musik mereka. Ada alat tiup, ada yang membawa gitar juga sama sepertiku. Sepertinya akan ramai malam ini.

"KONBANWA MINNA SAN! KYOU-KUN DESU! JYA, HAJIMEMASHO!" teriak seseorang, yang tampaknya memanggil dirinya sebagai "Kyou-Kun" dengan lantang di depan mikrofon. Kyou-Kun tampak pendek, dengan badannya yang agak kekar, tampangnya agak mendominasi, dengan dandanan flamboyan, kacamata hitam dan topi fedora. Dia menenteng Bass Gitar Elektrik Fender Jazz Bass yang tampak sudah dimakan usia.

Mendadak musik mulai dimainkan. Damn! Belum apa-apa sudah se tight dan se funky ini. Ilham mendadak berbisik kepadaku.


"Ini biasanya mereka yang udah sering Jam Session disini, kata waitressnya, mereka pas mulai sesi, bawain lagu yang dijadiin PR sama si Kyou-Kun dari minggu lalu. Terus langsung main disini tanpa latihan bareng, katanya sih modal partitur doang"
"Keren"
"Nah abis lagu pembuka arahan si Kyou Kun itu, bebas deh, siapapun boleh maju, tapi yang jadi moderator dan ngizinin orang mainnya, si Kyou-Kun itu..." lanjutnya.
"Keren"
"Iya emang keren abis, gue aja yang gak ngerti seneng liatnya"

"Funky banget!" komentarku.
"Susah gak sih main gak pernah latihan bareng gitu?" tanya Ilham mendadak.
"Susah, harusnya dipermudah ama partitur sih....."
"Nah, itu kan si kibordisnya kayak solo tuh, itu ditulis juga apa enggak?" tanya Ilham lagi.
"Paling di partiturnya dikosongin aja, cuma ditulis buat yang ngiringin.... Kalo si kibordisnya dikasih waktu gitu, berapa bar dia boleh solo..." jelasku.
"Kagak ngerti gue Ya"
"Hahahaha... nikmatin aja" maklumku.

------------------------------------------

Sudah sekitar lima lagu yang dimainkan dalam Jam Session setelah lagu pembuka tadi. Aku semakin tidak sabar. Sudah lima kali juga aku mengangkat tangan untuk ikut bermain, namun, belum dipanggil oleh Kyou-Kun. Sudah bermacam jenis Jazz ditampilkan. Bebop, Fusion, Latin, tentunya gaya Jam Session. Dan di masa tablet dan smartphone, tentunya makin mudah mencari partitur lagu. Aku lihat sebelum lagu, Kyou-Kun tampak mem-brief para musisi dengan singkat. Dia menyuruh mereka mencari partitur dulu, lalu kemudian ia membagi kapan saja instrumen tertentu akan solo, atau siapa yang memimpin, menjadi melodi utama lagu. Ada kalanya Kyou-Kun begitu dominan, ada kalanya ia hanya mengiringi. Tampaknya dia memang host Jam Session yang menarik dan asyik.

Lagu ke lima sudah selesai. Kami semua bertepuk tangan dengan gegap gempita.

"AWESOME!" teriaknya dengan lantang, dengan logat yang sangat kental. Para musisi yang sudah main di lagu kelima itu lantas turun panggung dengan muka puas.

"JYA, TSUGI! Ano... Ima, Gaijin ga imasenka?" tanyanya di mikrofon.
"Apaan tuh Ham?" tanyaku.
"Dia nanya, ada orang asing gak?"

"Kampret" Aku langsung mengangkat tangan. Ada seseorang lainnya disana. Seorang bapak-bapak bule berambut putih, tampak sudah berumur ikut mengangkat tangannya.

"Naisu! Come, come" ajak Kyou-Kun ke panggung. Aku menenteng tas gitarku dengan senyum dan berjalan kedepan. Semua mata tampak memandangiku. Aku siap.

"Okay? Gud Epeninggu! Name? Namae?" tanyanya ke bapak-bapak bule tadi.
"My name is Janus Aartsen"
"Janus? furom?"
"Holland.. come on, we know each other" senyum bapak tersebut.
"Aa.. Holland! Yu Played here before, right?" Kyou-Kun mencoba bercanda
"I Did?"
"Janus! Piano Teacher from Holland!"

Mendadak Kyou-Kun berpaling kepadaku, mengizinkan Janus duduk di belakang keyboard, yang dimana ia mulai duduk manis.

"Anata! You, name?" tanyanya kepadaku.
"Arya"
"Aya?"
"Arya?"
"Aya?"

Aku menelan ludah. "Aya" aku menyerah.
"Aya! furom?"
"Indonesia"
"Cool... Playing guitar?" tanyanya.
"Yes"

Dia lantas berbalik menghadap penonton, membiarkanku bersiap. Aku sudah menenteng gitar baruku dengan penuh percaya diri.

"Any Gaijin drummer?" tanyanya
Hening.

"Aaahh... Yoichi! Koko ni Kite!" teriaknya pada seseorang yang disebut Yoichi. Drummer yang awal ternyata. Yoichi bergegas berjalan dan langsung duduk di belakang perangkat drum dan langsung bersiap-siap. Kyou-Kun tampak berpikir.

"Janus" serunya.
"Yes?"
"What do you like? Jazz artist? Who?" sumpah, grammarnya hancur sekali, mirip anak SD, tawaku dalam hatiku.

"Bob James?" ujar Janus agak ragu.
"Ahhh... Westcherster Lady! You know?" tanyanya ke Janus.
"Of course" tatap Janus seperti menggampangkan.

"Aya? you know?"
"I know that song" seruku sambil tersenyum.
"Yoichi?" Yoichi hanya mengangguk saja. "Oke, Chotto mate ne..." Kyou-Kun tampak mengulik ipad nya dan tak lama ia menemukan partitur Westchester lady. Sejenak ia menjelaskan bagaimana kami membawakan musik itu di kepala dia dengan bahasa inggris yang rusak. Kami lantas setuju.

"OKAY! Bob James no Westchester Lady!" Teriaknya lantas ia memberi aba-aba dengan intro Bassnya.


Kyou Kun memang keren, batinku. Janus mendadak membalas dengan sedikit permainan keyboardnya. Lalu aku membalas. Sedikit solo yang bluesy dulu, sebagai pemanasan. Penonton terlihat antusias. Yoichi tak mau kalah. Dia memberikan solo drum ringan sebagai pembuka darinya, dan dia sedikit bermain-main. Mengundang tawa yang nonton.

Kyou-Kun mulai memainkan beberapa nada, dan langsung lanjut ke riff bass signature lagu itu. JRENG!

Wow... rasanya bermain bersama musisi luar negeri begini ternyata. Aku langsung enjoy. Bisa kulihat Ilham terlihat antusias dari kejauhan. Lagu yang funky. Sepertinya Kyou-Kun menyukai lagu yang seperti ini. Janus permainannya rapih sekali. Aku agak sloppy karena masih meraba.

Solo pertama oleh Janus. Dan langsung Kyou Kun membalas dengan playful. Dan aku pun tak mau kalah, aku ikut bermain-main. Kami saling bermain-main dengan senangnya di atas panggung kecil itu. Suasana yang hidup, penonton yang responsif. Kata siapa orang Jepang kaku? Lho, Kyou-Kun malah scatting, menirukan suara instrumen dengan mulutnya? Aku juga tak mau kalah. Suasana jadi panas karena permainan musik dan chemistry yang benar-benar ajaib ini. Mereka semua pemain yang benar-benar gila.

Penonton sangat senang melihatnya. Kolaborasi internasional dadakan yang mengerikan! Ah aku suka malam ini! Menyenangkan sekali. Kyou Kun lantas mendadak menyuruh para penonton untuk berdiri, bertepuk tangan dan berdansa. Gila! Baru sekali ini aku melihat penonton di acara Jazz dansa. Biasanya walaupun musiknya up-beat dan cocok untuk dansa sekalipun, penonton Jazz di Indonesia cenderung malu-malu, kecuali yang main Maliq atau band Acid Jazz semacamnya.

Mendadak sekilas rasanya seperti konser Hantaman. Aku otomatis bertingkah seperti konser Hantaman. Aku turun panggung ke depan penonton, dan di putaran lagu terakhir, aku memasukkan solo gitar yang harusnya tak ada, di depan mereka semua. Kyou Kun merespons dengan memberi aba-aba pada yang lain untuk mengikutiku. Aku membabatnya dengan riff-riff yang kumiliki, liar, tapi tidak keluar dari koridornya. Dan ketika soloku berakhir, Kyou Kun memberi tanda untuk mengakhiri lagunya. Meriah!

Tepuk tangan membahana dari penonton. Ilham sampai standing ovation dan mengacungkan jempol padaku.

"Aya from INDONESIA!" dan tepuk tangan penonton makin riuh.
"Janus from HOLLAND!"
"Jya! Tsugi!" selanjutnya.

------------------------------------------

"Eh, gue gak papa pulang duluan? Besok kuliah gue men" bisik Ilham. Aku mengangguk. Di panggung sudah lagu ke tujuh. Makin meriah saja suasana. "Yoi, inget, kalo lo ga tau cara pulang ke tempat gue, kasih liat alamat nya ya, sama kalo dah mentok banget, telpon gue pake whatsapp call atau line, ya" bisiknya.

Aku rela dia pergi. Ini bukan tempat yang cocok bagi Ilham. Ini ranahku. Mataku membelalak tiap kali mereka berganti naik panggung. Aku tidak bisa mengenali lagi, mana yang profesional, mana yang cuma hobi semata. Aku mengambil foto, dan memberikannya ke grup Hantaman, Kanaya dan Ai. Mereka tampak antusias melihat foto-foto itu.

Di lagu ketujuh ini bukan Kyou-Kun Bassistnya. Dia beristirahat turun panggung. Sekarang ganti Yoichi yang mengatur siapa yang akan main. Mendadak mejaku dikagetkan oleh sebotol besar bir dan dua botol kecil sake hangat.

"Aya! Drink, please"
"Ah.. No.." aku berusaha menolak tawaran Kyou-Kun. Mendadak mukanya agak aneh melihatku. Aku menelan ludah.
"Ah Come on, Drink" Kyou Kun duduk, lalu membakar sebatang rokok. Aku kembali menelan ludah. Aku tidak pernah menyentuh minuman keras. Tapi Kyou Kun malah menuangkan Bir ke gelas dan menuangkan sake ke gelas lain yang lebih kecil. Dia lalu menaruh gelas kecil itu di tanganku yang menganggur.

"Kanpai!" sahutnya sambil membenturkan gelasnya ke gelasku. Shit. Aku menatap dan mencoba meminum pelan gelas kecil berisi sake itu.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Om @racebannon, mimpi apa semalam sampai diberi update yg benar2 Spektakuler.

Terima Kasih Banyak Om race, benar2 kenyang dah sama updatenya.

Tetap Semangat Om race karyamu selalu ditunggu,:semangat:
Sukses RLnya dan sehat selalu. Benar2 Mantab Abis.:mantap:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd