Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Merantau ke Kota

Kembali

"Terima kasih," ucapku ramah.

Pria muda bertubuh tambun itu meninggalkan pintu keluar tanpa menengok. Aku menengok ke arah jam tangan, pukul 2 siang, warung akan tutup satu jam lagi. Melelahkan juga terus duduk kaku seperti ini, mumpung sedang sepi, aku pun berkeliling sejenak di teras warung. "Huft, jujur saja, pekerjaan di desa tidak semembosankan ini," batinku.

Ini adalah hari ke tujuh aku bekerja di kota ini. Menjadi kasir di warung soto dekat pasar. Tempat yang ramai dan dipenuhi oleh para pedagang dan ibu-ibu yang meramaikan pasar. Warung ini terdiri dari bangunan ruko permanen, sepertinya pemiliknya cukup berani untuk mengeluarkan modal lebih. Saat diberi tahu akan mendapat kerja yang di sini oleh Pak Kepala Desa, aku tidak membayangkan bahwa kerjaannya adalah kasir warung soto. Bukannya tidak bersyukur, namun meninggalkan pekerjaan kantoranku di desa demi ini bukanlah perkembangan karier bagiku.

Belakangan ku ketahui bahwa warung ini dimiliki oleh sepupu dari istri kepala desa. Pak Kepala Desa dan istrinya berupaya sangat keras agar aku segera memperoleh pekerjaan di kota ini, meskipun aku sempat berkata hendak mencari kerja secara mandiri, namun mereka terus bersikeras. "Kalau nanti ingin pindah dan dapat yang lebih baik, tidak apa-apa, tapi untuk sementara kamu bekerja di sini dulu." Tak hanya mengupayakan agar aku bisa dapat kerja, ternyata Pak Kepala Desa akan menanggung separuh gajiku selama di sini. "Jadi kamu gayanya aja jaga warung, tapi gajinya udah kayak orang kantoran," ucap Pak Kepala Desa melalui telfon, saat mendengarku protes. Baiklah, lagipula pekerjaanku tidak begitu sulit. Ngomong-ngomong, aku belum pernah ketemu dengan pemilik warung ini. Saat tiba, aku langsung disuruh menjaga kasir begitu saja. Orang seperti apa kira-kira dia? Mungkin wanita tua yang pernah merintis usaha ini dari kecil atau mungkin pria paruh baya yang iseng ingin membuka bisnis kuliner.

"Melamun aja kamu, mending bersih-bersih supaya bisa cepat pulang," ucap Pak Joko, dengan nada cukup keras. Pak Joko adalah juru masak di warung ini, kebetulan pula ia jugalah yang memegang kendali di warung ini.

"Iya Pak," ucapku patuh, lalu mulai mengambil sapu.



Rumah kos adalah satu-satunya tempat yang membuatku merasa sedikit betah. Kehidupan di rumah masih seperti biasa. Mba Rastri masih saja nampak cuek denganku. Begitu juga Kila, meski belum pernah saling ngobrol, namun sesekali bertemu dengannya cukup berhasil membuat hatiku deg-degan. Sedangkan mengobrol dengan Bang Jafar menjadi kegiatan favoritku saat malam tiba, ia sudah seperti Kakakku di sini. Ia selalu berkelakar tentang banyak hal, bahkan tidak menertawai kehidupannya sendiri. Hanya pada dia aku bisa berucap lebih banyak.

"Udah seminggu lebih kamu tinggal di sini, cobalah cari pacar sana," ucap Bang Jafar dengan wajah serius.

"Pengennya sih gitu bang," ucapku setengah pasrah.

"Kamu ini kan wajah lumayan, badan juga bagus, coba beraniin aja sana, pasti bisalah dapat cewek cantik."

Aku cuma tertawa kecil. Jujur saja aku memikirkan hal yang sama. Rupa dan fisikku cukup enak dipandang. Bahkan tak jarang selama di warung ada saja pelanggan yang coba menggoda dan meminta nomor telefonku.

"Umur kamu berapa sekarang?" tanyanya.

"22 bang."

"Hum, aku waktu seumuran kamu udah berani ngelamar Rastri. Umur 23 aku nikah. Lihat kami berdua sekarang, hidupnya bahagia-bahagia saja," ucapnya dengan nada bangga. Aku hendak menginterupsi, namun segera ku tahan.

Tidak lama kemudian Bang Jafar berangkat ke kantor malam telah tiba. Satu yang Bang Jafar tidak ketahui, bahwa aku beberapa kali memergoki Mba Rastri berangkat kerja larut malam. Istri yang selalu disebutnya ibu rumah tangga itu, sepertinya punya rahasia yang tidak ia ketahui. Tepat setelah aku memikirkan hal itu, terdengar suara pintu terbuka dari dalam.

Nampak Mba Rastri, mengenakan jaket seperti biasanya berjalan meninggalkan rumah. Melirikku tanpa ekspresi, lalu melengos menuju mobil yang sudah menunggu di depan. Entah mengapa, aku selalu merasa terintimidasi olehnya. Bahkan untuk sekadar menyapa pun aku merasa sungkan.

Karena kelelahan, aku pun masuk ke dalam kamar. Kebetulan besok aku dapat jatah libur.



Ibu Azizah membuka lebar kedua kakinya. Memamerkan bulu kemaluan yang semakin lebat saja. Ia sudah sangat basah, samar cairan putih nampak mengitari kemaluannya.

Cahaya putih dari lampu kamarku, membuat keringat yang membasahi tubuhnya semakin terlihat. Payudaranya terlihat lebih tegak menantangku maju. Aku tak sabar lagi untuk menyentuhnya.

"Sini, masukkan," ia menarik pantatku maju menggunakan kakinya.

Aku tak tahan lagi. Sambil melumat bibir Bu Azizah, aku mendorong penisku maju perlahan. Membuat Bu Azizah mendesah tak karuan.

Semakin kencang aku memompa penisku di dalam vagina Bu Azizah. Membuat keringat kami beradu.

"Terus, Ki. Ahhhh," ucapnya kencang.

"Iya Bu," ucapku sambil meremas kencang payudaranya yang besar.

"Ahhh, ahhh, aku basah banget."

Ucapan Bu Azizah membuatku bersemangat. Gerakan tubuhku semakin kencang. Suhu udara terasa semakin hangat.

"Bu, aku sudah mau keluar."

"Keluarin sekarang, ahhh, ini enak," ucap Bu Azizah, bibirnya tak kunjung mengatup.

"Aku keluarin di mana Bu," ucapku. Kini kenikmatan benar-benar sudah di ubun-ubun. Aku tak lagi meremas payudara Bu Azizah.

"Keluarin ke wajah mereka, Ki."

"Ahhh, iya Bu," aku dapat merasakan sperma menjalar siap meluncur dari spermaku.

Mereka? Pikirku. Membuatku lantas menoleh ke belakang. Di luar dugaan, di belakangku sudah ada Kila dan Mba Rastri berdiri dengan tatapan serius. Hanya mengenakan tanktop dan legging berwarna hitam, mereka tak berkedip menonton senggamaku dengan Bu Azizah.

Sejak kapan mereka di sana? Tepat di saat yang bersamaan, spermaku menyembur keluar. Dengan deras, cairan putih itu menyemprot ke tanktop hitam Mba Rastri dan Kila. Begitu deras dan kental, sampai nyaris membuat pakaian mereka berganti warna. Mereka sama sekali tidak bergeming. Tetap berdiri di dekat dinding, menatap diriku. Bu Azizah tersenyum lalu berjalan meninggalkan ruangan. Tubuh mungilnya yang telanjang, meninggalkanku dengan perasaan bingung. Penisku masih saja berdenyut-denyut. Tidak pernah aku mengeluarkan sperma sebanyak itu. Tidak pernah pula aku melihat seseorang mengeluarkan sperma sederas itu bahkan di video porno sekali pun.

Seketika cahaya ruangan semakin terang. Wajah Mba Rastri dan Kila perlahan memudar. Tergantikan oleh cahaya yang menusuk mataku telak. Mereka menghilang, aku hanya seorang diri di kamar. Terbaring bingung di atas kasurku sendiri.

Aku tersadar dari mimpi yang panjang. Tubuhku lunglai dan berkeringat. Celanaku basah kuyup. Mimpi basah? Dalam hidup, tak sekali pun aku pernah merasakan ini. Entah mengapa justru terjadi di usiaku yang ke-22. Sepertinya, tanpa ku sadari libidoku sudah begitu meninggi. Apa yang terjadi minggu lalu dengan Bu Azizah tak kunjung hilang dari kepalaku. Sayangnya, ia kembali berlagak biasa kepadaku. Seakan orgasme telah membuat hasratnya hilang begitu saja.

Sudah waktunya aku mencari pelampiasan. Aku pun bergegas meninggalkan kasur.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd