Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Namaku Marsha (Pacar Yang Perlahan Berubah)

Siapa cowo kedua yang merasakan tubuh Marscha?

  • Johan

    Votes: 66 17,0%
  • Ringgo

    Votes: 46 11,9%
  • Gilang

    Votes: 5 1,3%
  • Pacar Sherry

    Votes: 33 8,5%
  • Kang Ojol

    Votes: 131 33,8%
  • Penjaga warung depan kost

    Votes: 99 25,5%
  • (lainnya)

    Votes: 5 1,3%
  • Apakah perlu mulustrasi Marsha

    Votes: 1 0,3%
  • Perlu

    Votes: 2 0,5%

  • Total voters
    388
  • Poll closed .
alur cerita dibuat pelan juga ga pa2 bos.. biar ga gurunggusur ceuk orang sunda mah.. sante tapi kena
 
Part 3 : Namaku Marscha.




Akhirnya kuliahku hari ini beres juga. Benar-benar padat hari ini kuliah dari pagi hingga sore hari, apalagi mata kuliah terakhir tadi adalah satatistik yang sangat membosankan. Ingin sekali rasanya keluar dari kampus dan jalan-jalan refreshing, apa mengajak pacarku Billy untuk makan malam diluar ya? Jam di tanganku ini masih menunjukan jam 3, jam-jam kagok untuk makan berat. Tapi aslinya aku lapar sekali dan aku nggak yakin kalau Billy mau diajak makan lagi.

“Marshaa..” panggil seseorang ketika aku baru saja keluar dari kelas. “Makan dulu yuk say, laper nih.”

Kebetulan nih, kayaknya lebih baik aku makan dulu. “Ayo Sher, di kantin?”

“Yuk.” Ajak Sherry sambil menggandeng tanganku. “Kalian nggak ada yang mau makan dulu gitu?” tanya Sherry ketiga temanku, Vanessa, Cynthia dan Wulan.

Tapi mereka semua tidak ada yang ikut. Ada yang harus pulang, ada yang sudah ditunggu pacarnya ada yang harus kerja kelompok.

“Yasudah, sama Marsha aja.”

Sherry beberapa kali ngedumel sama dosen statistika tadi. Shery beberapa kali ditegur oleh dosen karena dia main HP atau mengobrol denganku. Tapi yang selalu kena omel Sherry.

“Mungkin si Mak Lampir itu sensi sama gue.” Celetuk Sherry. Kacau juga dia manggil dosen jadi Mak Lampir. “Oh Sha, gue mau ke toilet dulu.”

Kami masuk ke toilet, Sherry masuk ke bilik toilet menuntaskan hajatnya dan aku mencoba touchup makeup ku. Kupoles sedikit bedak agar mukaku kembali fresh dan lipstik di bibir yang sudah mulai pudar.

Entah apa yang dilakukan Sherry di bilik, aku beres touchup dia baru keluar. Dia juga ikut membenarkan lipstiknya, tapi ada yang menarik perhatianku.

“Lu ngelepas bra?”

“Iya, hehe. Pengap.” cengir Sherry menampilkan bibirnya yang merah dengan lipstik. “Sama celana dalem juga loh beb. Gerah gila, keringetan di bawah sana.”

Memang diantara teman-temanku ini, Sherry paling frontal urusan badan. Contohnya saja sekarang, dia pakai blouse yang potongan dadanya cukup rendah juga rok model A line yang juga cukup pendek untuk dipakai di kampus.

“Gila lu ye, nggak takut diintip mang Ujang apa di kantin nanti?”

“Gapapa lah beb, sekalikali ngasih rejeki. Hihihi”

Kantin yang kami datangi ini memang tidak begitu ramai, tapi aku dan teman-temanku sering kesini buat makan bareng. Cuma kali ini kantin sudah sepi dan hanya ada dua grup mahasiswa yang duduknya di pojokan belakang.

“Neng, mau pesen apa?” tanya Mang Ujang, si petugas kantin ketika kami datang.

“Soto ayam aja 2 pak, nasinya setengah.” Pinta Sherry sambil bergerak duduk. Badan Sherry agak membungkuk dan alhasil toket yang tidak tertutupi bra itu nongol. Bahkan aku bisa melihat pentilnya dari balik blousenya yang cukup longgar.

“S-siap Neng.” Kata mang Ujang yang matanya tidak beranjak dari dadanya Sherry.

Sherry mengisyaratkan untuk duduk di sebelahnya.

“Lu sadar ngga tadi si Mang Ujang liat toket lu?” bisikku sambil lihat ke sekitar.

“Sadar lah Marsha sayaang. Malah itu sengaja.”

“Kacau lu Sher.”

“Horni gue Sha, udah lama badan gue nggak dijamah.”

“Cowok lu kan baru dateng dua minggu lalu.”

“Kan belum puas beb, lu aja pasti masih sering kan. Paling ga dua hari sekali. Ya ga beb?” goda Sherry.

Aku nggak menjawab sama sekali.

“Tiap hari ya?”

“Apaa sih Sheer. Udah ah.”

“Bener berarti lu tiap hari ngewe. Pantes tiap pulang dari kampus balik ke kosan cowok lu.” Goda Sherry sambil nyengir mesum.

“Awas loh beb, keseringan meki lu dower.”

Nggak disangka, tangan Sherry mengelus pahaku yang cukup terekspose karena aku pakai rok span yang agak pendek. Aku yang kaget langsung memberikan jurus andalanku.

“Adadaaaww..” Sherry memekik agak keras memegangi tangan yang kucubit sampai biru.

“Marsha jahat ih.” Ucap Sherry sambil memegangi bekas cubitanku.

“Biarin wee. Daripada lu mesumin gue.”

Nggak lama soto pesanan kami datang, itupun Mang Ujang dan Mang Azis berebut antar makanan sampai mereka suit. Tapi yang menang Mang Ujang dan mengantarkan makanan sambil tersenyum lebar.

“Neng, ini sotonya.” Ucap mang Ujang sambil menyerahkan dua mangkok soto yang kental dengan koya juga dua piring nasi.

“Mang ini ayamnya dada atau paha?” tanya Sherry sambil agak membungkukan badan. Kuyakin Mang Ujang bisa melihat pemandangan itu.

“Ayamnya dada neng, tapi dagingnya empuk kok soalnya ayamnya masih muda. Kalau misal kuahnya kurang kental atau kurang asin bisa ambil kesana ya neng.”

“Iya mang makasih.”

“Gila lu ya Sher, berani banget deh.”

Sherry hanya tersenyum mesum. Kami melanjutkan makan soto sambil mengobrolkan beberapa cowok di kelas kami. Salah satunya Ringgo dan Rendy, si dua sahabat yang suka modusin Sherry. Memang si Ringgo ini suka menggoda Sherry, ngajak makan nonton bareng atau modus nganterin pulang. Tapi setau aku, Sherry belum pernah jalan bareng sama Ringgo. Sedangkan Rendy selalu modus ngajarin materi-materi yang sulit. Kadang dia juga suka duduk bersebelahan di kelas. Sherry juga mengutarakan kalau dia juga suka kangen sama cowoknya.

“Asli beb, ga enak LDRan. Gabisa ngewe.” Keluh Sherry.

“Ngewa-ngewe aja otak lu. Dasar”

“Hihi, abis enak beb. Apa gue jalan sama Ringgo aja ya?”

“Hah, gila lu. Cowok lu di Jogja mau dikemanain?”

Sherry hanya tersenyum getir. Dia menghabiskan sisa soto ayamnya ketika aku elihat sesuatu yang ganjil. Mang Azis sedang duduk-duduk di kursi kasir sambil minum teh panas. Pandangannya ke arah kami, tapi bukan memandangi wajah melainkan ke arah bawah meja.

“Sher, Mang Azis jadi ngeliatin kan.”

Sherry melihat Mang Azis yang keliatannya tidak sadar sedang diomongin.

“Liat ini deh Sha.”

Sherry berpura-pura mengambil tissue yang ada di ujung meja. Kaki Sherry dengan disengaja dilebarkan hingga mengangkang. Bisa dipastikan jika siapapun yang melihat ke bawah meja kami, bisa melihat isi rok Sherry.

Mang Azis yang sedang menyeruput tehnya langsung kaget, tersendak dan menyemprotkan teh ke arah Mang Ujang yang ada di sebelahnya.

“Wasssuuuu lu Zis. Kenapa dah situ nyemburin gue dah.”

Mang Ujang masih terus ngomel panjang lebar sama Mang Azis. Entah sudah berapa binatang tidak berdosa keluar dari mulutnya menyerapahi Mang Azis yang cuma bisa cengangas cengenges gajelas.

Setelah kejadian flashing exhibnya Sherry tadi, aku mutusin untuk bayar dan langsung pulang. Selain mendung dan akan turun hujan, aku takut kalau misalnya Sherry tiba-tiba menghilang dan mungkin diperkosa sama Mang Ujang atau Mang Azis.

“Lu apa ngga takut apa tiba-tiba diperkosa sama Mang Ujang atau Mang Azis?”tanyaku ke Sherry. Aku sendiri bingung karena nampaknya Sherry menikmati exhibition tadi.

“Gue pamerin juga liat-liat orang kali ceu.” Jawab Sherry santai. “Lagipula nggak masalah kalau mereka cuma liat aja. Tapi jangan berharap bisa megang.”

“Kalau mereka maksa lu?”

“Nggak akan berani.” Ujar Sherry. “Lagi kalau mereka tetap maksa, gue kasih pelajaran.”

“Lagipula demen gue liat cowok-cowok salting pas ada cewek seksi lewat.” Lanjut Sherry. “Liat kan tadi si Mang Azis. Sejak si Mang ujang liat toket gue juga, dia bolak-balik benerin celana. Terus dia ngilang, mungkin ke wc. Abis itu baru dia normal lagi.”

Memang tadi mereka berdua salah tingkah banget. Akupun benar-benar merhatiin saltingnya mang Ujang. Juga Mang Azis yang terpaku sama bagian bawah meja. Sudah pasti dia ngeliatin ke arah roknya Sherry. Tapi apa dia ngeliatin ke arahku juga nggak ya? Memang rokku ini cukup pendek diatas lutut, dan akan lebih naik lagi kalau aku sedang duduk. Rok yang kupakai memang pilihan Billy, katanya aku seksi banget pakai rok ini. Aku masih ingat ketika aku pertama kali pakai, Billy langsung tegang dan aku digarap hingga 2 ronde. Padahal ini cuma rok hitam biasa.

Lalu kalau misalnya aku pakai di depan cowok lain, apa bakal tegang juga ya?

Apa Mang Ujang dan Mang Azis bakalan salting juga kalau aku ngelakuin yang Sherry lakuin tadi?

“Shaaa!!” panggil Sherry. “Lu malah bengong. Lu ke kosan cowok lu kan? Gue capek mau naik ojol aja ah.” Kosan Sherry memang agak jauh kalau jalan kaki.

“Iya Sher, gue jalan kaki aja. Deket ini.”

“Gih beb, balik ke kosan cowok lu. Muka lu udah merah-merah sange gitu deh. Hihihi.” Kata Sherry sambil tersenyum mesum. Tampaknya aku tenggelam dalam pemikiranku tadi, sampai Sherry menepuk-nepuk pipiku pelan.

“Ojol gue ada didepan kampus. Gue cabut dulu ya beb, byee..”

Sherry melambaikan tangannya sambil berlari-lari keluar kampus. Roknya melambai-lambai mengikuti gerak pinggul pemakainya. Semoga saja nggak ada yang sadar sama apa yang dibalik rok Sherry kalau dia tidak pakai daleman.

Hah, dasar Sherry gimana ceritanya coba mukaku merah-merah sange. Yang ada dia kali sange udah lama nggak dibelai cowoknya. Sedangkan aku kan baru saja kemarin main sama Billy.

Hihi, Billy bakalan garap aku lagi nggak ya? Lucu banget kalau ingat-ingat wajah Billy pas pertama kali aku coba di kosan. Lalu kalau aku jalan kaki ke kosan Billy pasti akan melewati kumpulan ojek online yang sedang mangkal nunggu orderan. Teringat juga saat tadi Mang Ujang dan Mang Azis yang dapet ‘rejeki’ dari Sherry. Kalau aku yang ngelakuin itu, mereka bakalan salting juga ga ya?

Entah apa yang ada dipikiranku, aku pulang lewat jalan yang agak memutar. Jalan ini memang lebih ramai karena banyak warung-warung penjual makanan juga. Juga ada banyak mahasiswa yang ngekos di daerah sini jadi jalan ini selalu ramai.

Sepanjang aku jalan aku merasa menjadi pusat perhatian. Banyak orang yang seumuran denganku melihat ke arahku. Bukan pandangan meremehkan, melainkan pandangan kagum, senang melihatku. Entahlah aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Jantungku berdebar dilihat banyak orang seperti ini.

Padahal pakaian yang kupakai tidak sefrontal Sherry yang berani pakai daleman. Tapi rok span pendek 8cm diatas lutut juga kemeja kuning yang agak menerawang ini salah satu pakaian pertamaku yang cukup seksi. Biasanya aku hanya pakai kemeja motif dan jeans.

Mendekati jalan potong menuju kosan Billy, banyak mamang ojol yang sedang nongkrong-nongkrong. Beberapa diantaranya melihat ke arahku sampai akhirnya belok ke jalan kecil. Disitu cukup sepi untuk bisa mengecek penampilanku. Semuanya terasa normal sampai akhirnya menyadari ada sesuatu yang terbuka.

Kancing atas kemejaku terbuka, entah dari kapan. Akibatnya belahan dadaku terekspose cukup lebar.

Aku merutuki kejadian ini, bagaimana bisa kancing kemeja ini terbuka. Berarti sepanjang jalan orang-orang melihat ke belahan dadaku. Berarti mamang ojol itu jugaa...

Ahh sudahlah, keburu kejadian juga.

Aku melanjutkan jalan ke kosan pacarku Billy setelah merapikan kancing kemejaku.

Eh tapi seiring langkahku berjalan, rasanya ada yang nggak beres.

Loh kok dibawah sana basah?



----

“Hai sayaang.” Sapa Billy ketika aku masuk ke kamarnya.

Dia sedang berada di depan laptopnya dan memainkan game.

“Kamu bukannya ngerjain skripsi malah main game.”

“Refreshing dikit say. Ngerjain terus yang ada stress.”

Aku mengambil air minum dan menenangkan diri. Entah ada rasa aneh saat badanku dilihat orang banyak. Bibir bawahku juga tidak bisa kompromi, malah semakin basah hingga banjir. Sekarang pun rasanya sudah kuyup dibawah sana.

Aku kembali meminum air minumku dan baru sadar kalau Billy sudah mempause gamenya dan memandangi aku.

“Kenapa?”

“Nggak salah aku beliin kamu baju sama rok itu. Seksi banget deh.”

“Gombal.” Ucapku. “Emang nggak aneh aku pakai kayak gini?” Aku berpakaian gini juga sebagai request Billy. Ketika aku bilang butuh kemeja kuning dan rok, dia semangat memilih barang juga membelikannya.

“Nggak kok justru bagus banget.” Kata Billy. “Seksi.”

Ada ide nakal di otakku. “Sayang, mendingan aku pakainya begini, atau kancingnya dibuka dikit?” tanyaku sambil membuka kancing paling atas kemejaku. Persis seperti tadi saat di jalan. Belahan dadaku cukup terlihat jelas.

Billy tiba-tiba berdiri lalu menatap dadaku dan mataku bergantian. “Dibuka gini lebih seksi.”

Tiba-tiba Billy menciumku dengan ganas. Bibirku dilumat habis sampai aku megap-megap kehabisan oksigen. Tangannya pun tidak diam, mendekap tubuhku sekaligus meremas bokongku secara bersamaan.

“Sayang, aku belum bersih-bersih dulu.” Ujarku saat ciumannya berpindah ke leherku.

“Nggak apa, kamu masih wangi.”

Billy mendorong badanku hingga ke meja belajarnya. Memaksaku duduk diatas meja kemudian membuka kancing bajuku tanpa melepaskan ciuman. Tak lama kemejaku sudah terlepas, juga bra yang dilepas dengan satu tangan. Kini aku sudah topless, dada berukuran 34D ini sudah menggantung sempurna tanpa tahanan.

Billy melihat sejenak pemandangan yang menjadi favoritnya, lalu dia tak tahan untuk menciumi dadaku dari pinggir hingga pinggir aerolaku. Kemudian berubah menjilati aerola hingga puncak putingku yang sudah mengacung tegak.

Disitulah titik sensitifku, aku tidak pernah bisa menahan desahan jika putingku dikulum dengan lembut. Aku hanya berharap tidak ada yang mendengar desahanku ini, sudah kucoba menahan tapi tetap saja keluar dari mulutku ini. Kurasakan ada tangan yang bergerak di paha menuju selangkanganku, rok span yang kupakai ternyata sudah tersingkap hingga ke pangkal paha.

“Kamu udah basah banget say.” Ujar Billy yang sudah meraba liang hangatku yang masih tertutup celana dalam.

“Kamu nakal sih.” Di dalam hati aku merutuk jika di bawah sana sudah basah sedari aku masih di kampus.

Celana dalamku disingkap ke samping, jarinya lanjut membelai liang basah itu dan lidahnya tidak berhenti memainkan kedua putingku. Dua serangan ini membuatku tidak berdaya, hanya mampu mendesah dan membelai rambut. Tidak butuh waktu lama, akhirnya aku menyerah. Orgasme itu datang bertubi-tubi. Badanku bergetar hebat dan aku hanya mampu mengerang panjang sambil menjambak manja rambut cowokku itu.

Aku memandangi Billy sambil sedikit terengah-engah. Dia mulai membuka baju dan celananya. Akupun berusaha membuka rok dan celana dalamku meskipun kakiku agak lemas efek orgasme tadi. Batang Billy sudah tegang sempurna, aku selalu kagum dengan batang itu yang selalu sukses membuatku mengerang nikmat.

Tampaknya Billy sudah tidak sabar, dia menciumku sebentar lalu membalikan badanku dan bertumpu ke meja belajar. Doggy style, posisi yang selalu mengantaku ke orgasme hebat. Aku sudah tidak sabat merasakan batang besarnya itu.

“Sshh. Masukin aja sayang, nggak usah digesekin lagi.”

Billy terkekeh lalu memasukan batangnya sedikit demi sedikit. Ketika kepala batangnya masuk, aku terhenyak menahan nafas. Terasa sesuatu yang besar masuk ke dalam rongga basah nan sempit itu. Rasa penuh yang ngangenin dan nikmat.

Billy memang tidak pernah buru-buru saat bercinta. Dia selalu mendiamkan batangnya dulu membiarkan liangku beradaptasi dengan batangnya yang besar itu. Setelah aku mulai tenang, Billy menggerakan pinggulnya

“Mmmmhhh..”

Ini terlalu nikmat. Gairah yang meluap semenjak di kampus akhirnya tersalurkan. Lubangku yang basah kini dirojok oleh batang besar yang berusaha meraih kenikmatan. Tangan Billy pun tidak diam, pantat sekal itu diremas-remas cukup kasar, namun memberikan kenikmatan yang hakiki.

Aku tidak bisa menahan desahanku. Memang doggystyle ini sangat nikmat terasa hingga kedalam banget. Sesekali Billy menampar manja pantatku yang bergoyang karena genjotannya. Tidak keras tapi memberikan sensasi tersendiri.

Tak disangka gelombang orgasme datang dengan cepat. Gara-garanya salah satu tangan Billy menyusup ke bawah dan menggesek klitorisku yang sedang nongol dan keras. Hanya beberapa detik kemudian aku orgasme.

“Mmmhhh aaaaaagghhh saayaaang enaaaak..” lagi-lagi aku tidak bisa menahan desahanku, bahkan meracau nikmat.

Efek orgasme itu kakiku bergetar, lemas namun masih sanggup untuk berdiri.

“Sayang pindah kasur yuk.” Pintaku.

Billy mengangguk, lalu mengeluarkan batangnya dari dalam liang basahku ini. Aku mendesah karena geli hebat dibawah sama.

Plooopp.

Batang tegangnya itu terlepas dari badanku. Ada rasa lega setelah lepas, tapi disaat yang bersamaan ada rasa kosong yang ingin diisi kembali.

Aku mencium Billy sambil mengocok pelan batang tegangnya yang sudah basah itu. Licin sekali rasanya lendir kewanitaanku. Aku mendorong pelan Billy hingga sampai di pinggir ranjang lalu duduk di pinggir ranjang.

“Hihihi, adek kecilku masih keras gini. Pengen masuk lagi ya.” Candaku sambil mengelus batangnya Billy.

Aku merangkak naik ke atas Billy yang masih duduk di pinggir ranjang, menggenggam batang besar itu, menggesekanya, namun terasa geli sisa orgasme tadi. Rasa kosong dibawah sana membuatku mengarahkan ke lubang basah nan hangat ini.

Blesss.

Aku langsung duduk di pangkuannya dengan rasa mengganjal yang enak sekali. Sedikit-sedikit aku mulai menggerakan pinggangku mencoba meraih kenikmatan. Ditambah Billy yang tidak tahan dengan dadaku yang bergoyang-goyang tepat didepan matanya. Dengan nikmatnya dia bisa sambil menyusu kanan kiri.

Cukup lama aku melakukan posisi seperti ini, badanku sudah basah berkeringat. Tapi aku tidak berhenti, rasanya aku bisa meraih titik-titik nikmat di dalam rongga kewanitaanku. Rasanya orgasmeku sudah dekat dan siap meledak. Begitu juga dengan Billy yang nampaknya mulai kewalahan merasakan goyanganku.

Tanganku gantian meremas-remas dadaku yang bergoyang nggak karuan. Mendekati orgasme memang paling enak sambil diremas-remas agak kuat. Hasilnya aku nggak bisa menahan erangan nikmat keluar dari mulutku.

Ketika orgasmeku sudah diujung, tiba-tiba Billy berkata sudah hampir keluar.

“Sayang, aku mau keluar yaang.”

“Sebentar aku udah mau keluar jugaa. Jangan di daleem.”

Aku tidak mau keluar di dalem, tapi orgasme yang hampir jadi ini membutakan akal sehatku. Aku terus menggoyangkan pantatku. Sampai akhirnya aku mendapatkan orgasme yg sudah kutunggu-tunggu.

“Aaagghh sayaaaang..” aku langsung ambruk di atas badannya sambil terengah engah. Disaat yang sama, Billy mengeluarkan batangnya dan langsung muncrat di pantatku. Terasa banyak sekali cairan hangat yang meleleh di belahan pantatku.

Kami beristirahat sejenak, badanku masih agak bergetar efek orgasme nikmat tadi.

“Kamu nggak keluar didalem kan?”

“Nggak, amaan.”

Aku percaya dengan Billy. Seharusnya hari ini adalah hari riskan bagiku. Kalau nggak salah memang hari ini sedang paling subur.

Kami berciuman sejenak, lalu Billy mulai bergerak mencari tissue basah. Memang semenjak aktif ML, Billy selalu sedia tissue basah kalau habis keluar. Aku memang tidak suka ada basah di selangkanganku atau perutku.

Billy telaten sekali membersihkan cairan cintanya. Setelah membuangnya ke tempat sampah, aku beringsut ke dalam pelukannya, nemplok ke dadanya dan memeluk badannya erat. Tidak lama pun kami tertidur.

----


Tok Tok Tok “Bill...”

Aku terbangun tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu kamar. Jam sudah menunjukan jam setengah 6, sejam lebih aku dan Billy tertidur karena lelah setelah bercinta cukup hebat tadi. Kemudian pintu kamar diketuk lagi lebih keras.

“Sayaang, ada yang ngetuk kamar tuh.” Kucoba membangunkan Billy walaupun aku yakin itu hampir mustahil. Benar saja Billy malah berganti posisi dan memeluk guling.

Tentu saja aku khawatir kalau yang mengetuk pintu itu adalah pemilik kosan yang mau nagih uang kosan. Lebih bahaya lagi kalau misalnya pintu itu didobrak lalu melihat aku dan Billy yang masih bugil.

“Sebentar.” Jawabku berusaha mengulur waktu.

Pakaian yang tadi kami pakai sudah berantakan di lantai, aku hanya memungut rok mini span yang kupakai tadi siang juga kemeja. Bra tidak kutemukan, entah dilempar kemana sama Billy tadi. Celana dalampun tidak kutemukan. Akhirnya aku memakai kemeja dan rok span saja karena buru-buru sebelum pintu didobrak.

“Eh Marsha, Billy mana?” ternyata yang mengetuk adalah Johan, tetangga kosan Billy yang tinggal pas di kamar sebelah.

“Lagi tidur dia.” Jawabku. Johan melihat kondisi kamarku yang sedang dimatikan lampunya dan terlihat Billy yang lagi tidur. Untung saja tadi aku sempat menutupi badannya yang bugil dengan selimut.

Melihat keanehan kondisi kamar yang berantakan dan remang-remang, Johan juga memperhatikan badanku. Pasti tampangku masih kusut. Aku tidak sempat menyisir ataupun cuci muka. Kulihat juga Johan menatap ke arah dadaku, kurasakan dia tahu kalau aku tidak pakai bra.

“Kenapa Han?” tanyaku agar melepaskan perhatiannya dari dadaku.

“Eh, em gini Sha. Err.. Gue mau pinjam mobilnya Billy. Mau cari makan tapi lagi hujan gede.”

“Oh, sebentar atuh, aku coba tanyain Billy dulu.”

Aku menutup pintu kamar. Kayaknya nggak mungkin kalau Billy dibangunin, dia kalau tidur sudah seperti kerbau. Aku mencoba mencari kunci mobil di meja yang berantakan efek bercinta tadi. Disitulah aku menemukan benda yang kucari, tapi bukan hanya kunci mobil, melainkan juga bra dan celana dalam yang masih terasa agak lembab.

Aku yakin kalau Johan tadi bisa melihat bra dan celana dalam ini karena sangat terlihat dari arah pintu. Pasti dia tau kalau aku tidak pakai bra, juga dia pasti menebak kalau aku habis bercinta dengan Billy tadi. Ditambah lagi Johan tadi terpergok sedang melihat dadaku.

Aku merasakan mukaku memanas. Tapi alih-alih merasa malu, aku malah merasakan jantungku berdebar-debar dan merasa excited. Langsung teringat ketika Sherry melakukan exhibisi di kampus tadi, apa ini yang dirasakan Sherry?

Entah apa yang merasuki pikiranku saat ini, aku hanya merapikan rambutku yang kusut lalu langsung keluar kamar. Johan sedang duduk sendirian di meja besar yang memang biasa dipakai anak kosan untuk ngumpul-ngumpul.

“Billy masih tidur Sha?” tanyanya ketika melihat aku yang keluar dari kamar.

“Iya Han, tapi nggak apa-apa pakai aja mobilnya. Nanti aku yang bilangin.”

“Dasar si Billy kebluk banget deh. Baru magrib udah molor.” Ujar Johan. “Lu mau ikut gue aja ngga cari makan? Daripada kebosenan ngeliatin orang tidur.”

Sebenarnya bukan masalah bosennya sih Han, tapi lutut aku masih lemes. Hihi

“Nggak Han, gue dikosan aja. Kalau jam 7 belum bangun gue banjur deh tu anak.”

“Jangan di banjur Sha, kasurnya basah malah numpang di kamar gue.”

“Ngga apa biar, paling gue suruh tidur di rumah gue.”

“Keenakan si Billy lah bisa kelonin Marsha.”

“Ngga lah, paling gue suruh tidur di kamar pembantu.”

“Anjir jahat lu Sha sama cowok sendiri. Kasian si Billy, punya pacar cantik tapi jahat.”

“Hahaha, makasih loh udah bilang gue cantik.”

“Dih.” Johan malah tertawa. “Tapi gue sih rela asal punya pacar cantik sih.”

Pacar cantik kayak aku gitu?

“Rela kalau tidur sama pembantu gue, Mbok Darmi? Hihihi, ternyata Johan seleranya mbok-mbok.”

“Hahaha, nggak gitu juga sih.” Ujar Johan. “Tapi gapapa deh demi dapet pacar cantik dan seksi.”

Jadi aku beneran seksi.

“Pecuma pacarnya seksi kalau boboknya sama mbok-mbok.”

Johan tertawa, tapi matanya tidak bisa lepas dari dadaku. Tapi alih-alih menutupinya dengan tangan, aku malah membiarkannya begitu saja. Hanya terhalang sehelai kain kemeja warna kuning. Gesekan antara puting dengan kain malah membuat pentilku mengacung keras. Sudah pasti Johan bisa melihatnya.

Hanya membayangkan Johan yang mengintip dadaku yang masih tertutup kemeja malah membuatku semakin berdebar. Entah ada rasa menegangkan apa ini membayangkan tubuhku dilihat orang lain selain Billy pacarku.

“Lu mau beli makan kemana gitu Han?” tanyaku sambil duduk di sebelah Johan. Jarak tubuhku dengan Johan tidak sampai satu meter sekarang. Johan sebenarnya bisa mengintip ke dalam kemejaku, tapi mungkin dia belum berani.

“Gue mau beli ramen Sha di ciwalk, mau?”

“Hmm, nggak deh. Apa ya yang enak disana.”

“Nggak mau ikut aja Sha?” dasar Johan masih berusaha speak-speak aja.

“Nggak deh, aku capek Han, lututku lemes nih.” Ujarku sambil memerhatikan ekspresi muka Johan yang kaget bingung. “Tadi kan kuliah aku dari pagi sampai sore.”

Johan menganggukan kepalanya. Pasti pikirannya sudah kemana-mana.

“Mau gue pijitin?” tawar Johan.

“Ogah ah Han, gue suka nggak tahan kalau dipijet kakinya. Gelinya itu nggak nahan.”

“Itu sih si Billynya aja nggak ekspert mijetnya. Pasti mijetnya kemana-mana deh.” Johan mencoba bercanda, tapi wajahnya tampak mesum.

“Emang kalau mijet kaki kemana aja Johan.” Aku coba memancing-mancing.

“Ya bisa ke telapak kaki kan geli tuh. Atau ke atasnya juga kan bikin geli.”

“Keatas mana Johaan.”

“Kesini nih.” Tidak kusangka ternyata Johan mencolek pinggangku.

“Kyaaa..” Memang geli dispot itu. Aku reflek berteriak, tapi entah kenapa suaranya seperti teriakan manja ingin di lanjutkan.

“Geli kan disitu.”

“Dasar Johan nakal. “ kataku sambil tertawa dan memukul manja pundak Johan. “Awas loh nakal lagi nanti tak laporin si Billy.”

“Idih ngaduu.”

“Biarin, weeek.” Ujarku sambil memeletkan lidah. “Katanya mau cari makan, gajadi?”

“Iya ini jadi, jadi mau nitip?”

“Ngga han, gue nitip aja. Ayam KFC dua porsi ya.”

“Okey, paha apa dada?”

“Billy sih sukanya Dada.”

“Gue juga lebih suka dada sih, apalagi kalau dadanya montok.”

“Apa sih Han, dada montok.” Ujarku sambil menepuk manja tangan Johan. “Dada aja dua.”

“Emang biasanya dada ada dua sih Sha.”

Lagi, aku memukul manja tangannya.

“Dasar Johan mesum.”

“Mesuman enak kali Sha.”

“Huu ngarep. Buruan gih beli makan, gue mulai laper nih.”

“Gamau ikut aja Sha? Makan disana gitu”

“Ngga Han, gue mau bangunin Billy dulu.” Emang aku habis ini mau bangunin Billy, tapi ngebanguninnya dedeknya dulu. Hihihi. Kayaknya emang aku butuh ronde kedua,liangku kedut-kedut lembab gini deh.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Billy tampak baru bangun tidur dan kelihatannya mencariku karena aku tidak ada di kasur.

“Eh, Bill. Gue pinjem mobil lu dulu ya, mau cari makan tapi hujan.”

“Iya say, tadi Johan minjem. Karena kamu masih tidur, aku kasihin aja kuncinya.” Kataku memberikan sedikit penjelasan. “Aku juga pesan makan juga ke Johan.”

“Iya, pakai aja Han. Tapi jangan kemaleman ya, nanti tak pake buat antar pulang Marsha.”

“Siaapp.. Gue cabut ya.”

Selepas Johan pergi, aku langsung diajak ke kamar sama Billy. Awalnya aku takut dia marah karena aku mengobrol sama Johan, terlebih aku tidak pakai daleman sama sekali.

Namun begitu masuk kamar dan menutup pintu, Billy malah menciumku dengan ganas. Tidak biasanya dia seperti ini. Bibirku dilumatnya dan lidahnya bermain di dalam mulutku. Leherku juga tidak luput dari bibirnya, dia sangat tahu sekali titik sensitifku. Kecupan kecil dileher bisa membuatku meleleh.

Dadaku juga tidak luput dari tangan pacarku ini. Gerakannya kasar, bahkan beberapa kali aku meringis karena remasannya terlalu kuat hingga sedikit nyeri.

“Sayang sebentar sayaang.” Kataku sambil menahan desahan yang keluar dari mulutku.

Tapi bukannya berhenti atau mengurangi kebuasannya, Billy malah mencium bibirku lagi. Setelah puas bermain dengan bibir dan dadaku, badanku dibalikan menghadap dinding. Entah bagaimana, kakik otomatis mengangkang. Rok yang kupakai disingkapkan hingga ke pinggang dan memperlihatkan pantatku yang tidak tertutup apapun lagi.

Plaaakkk.

Billy menampar pantatku cukup keras hingga aku merasakan panas di pantat kananku.

“Sayang pelan-pelan, sakiiit.”

Tetap Billy tidak menghiraukan aku. Dia malah tersenyum mesum sambil menggesek bibir bawahku yang sudah mulai basah. Aku memang selalu tidak tahan kalau dipegang disana.

Entah apa yang merasuki Billy. Aku takut dia marah karena mengobrol dengan Johan tanpa daleman. Billy tampak dikuasai hawa nafsu, tapi dia kasar kali ini. Apa mungkin ini ‘hukuman’ karena aku sudah menggoda Johan?

Kurasakan ada benda tumpul digesekan di bibir bawahku. Aku tahu itu bukan jari. Aku menoleh ke belakang dan entah dari kapan Billy sudah tidak melepaskan celana pendeknya.

“Bill... Aaaaaaakkkhhh..”

Batang berotot nan keras itu dimasukan ke dalan liang kenikmatanku dengan kasar. Tidak biasanya dia seperti ini, bahkan dia langsung menggenjot badanku dengan kecepatan tinggi.

“Aaakkkhh.. Aakkkkhh. Biiiilly sayaaang. Pelaaan.. Aaakkhh..”

Namun rasa sakit itu datang bersamaan dengan rasa nikmat. Bahkan dalam beberapa detik saja, aku sudah menikmatin genjotannya.

“Saayaang, kamu kenapaa siiih.. Mmhh.. Kok semangat bangeeett..” tanyaku sambil menoleh ke belakang. Entah kesurupan setan apa dia.

“Aku horni banget sayaang.”

Billy mendesah cukup keras, nampaknya dia benar-benar lagi ingin. Padahal tadi sudah satu ronde, tapi kali ini jauh lebih ganas.

Genjotan batangnya kasar. Kadang aku memekik pelan ketika terasa sakit. Tapi sebanding dengan rasa nikmatnya yang datang bertubi-tubi. Aku berusaha menahan desahanku karena kami bercinta di dekat pintu. Aku tidak mau tiba-tiba digerebek dalam posisi seperti ini.

“Aaaahhhh sayaaaang...” Desahan ku lepas. Aku mendapatkan orgasme yang cukup hebat. Kakiku melemas hingga terasa tidak ingin berdiri. Aku terkulai di lantai memandangi Billy yang masih segar dan dipenuhi hawa nafsu.

“Ke kasur ya sayang.” Ajak Billy sambil membantuku berdiri.

Aku terkapar di kasur, walau kakiku masih mengangkang mengundang batang berurat tebal itu masuk ke dalam badanku.

“Kamu seksi banget sayang. Kamu bikin aku horni liat kamu ngobrol sama Johan.” Perkataan Billy membuatku kaget, dan kalimat selanjutnya semakin mengagetkan.

“Kamu benar-benar seksi ngobrol sama cowok lain tanpa pakai bra sama celana dalem. Apalagi Johan ngeliatin kamunya nafsu gitu.”

Billy kembali memasukan batangnya ke dalam liangku yang sudah basah banjir. Lalu menggenjotnya pelan sambil memainkan dadaku yang tertutup kain. Baju dan rok memang belum sempat kulepas.

“Really? I dont know that….” Jawabku pura-pura tidak tahu. Sebenarnya aku tahu benar Johan melihat ke dada dan pahaku terus. “So, are you jealous honey?”

Habis aku berkata itu, Billy kembali menggenjotku dengan cepat. Aku yang belum lama orgasme kewalahan sama serangannya ini. Ditambah posisi misionary membuat batangnya masuk jauh ke dalam membuatku kelonjotan dan mendesah tidak karuan.

“Kamu marah ya sayang? Aku nggkak tahu sayang. Maaf ya.” Kataku ketika Billy istirahat sejenak setelah bekerja keras.

“Nggak apa-apa sayang, justru aku horni ngelihat kamu gapake daleman.”

“Jadi kamu horni kayak gini gara-gara badan aku diliatin cowok lain?” tanyaku agak tidak percaya.

Billy mengangguk sambil tersenyum. Dia membuka semua kancing bajuku hingga aku topless, hanya sisa rok span hitam yang sudah tergulung nggak karuan. Kurasakan staminanya sudah cukup terkuras, tapi batangnya coklatnya itu masih tegang perkasa.

“Kamu emang rela badan pacarmu ini diliat cowok lain?”. Billy mengangguk lagi sambil membenamkan wajahnya ke dadaku.

“Kalau aku dijadiin bahan colinya si Johan gimana?”

“Berarti kamu seksi sayang, aku bangga bisa punya pacar kayak kamu.”

“Selama cuma dilihat saja tanpa dipegang, aku nggak masalah.” Tambah Billy yang masih asyik dengan dadaku. Entah Billy serius atau bercanda. Memang aku menikmati memamerkan badanku ke Johan tadi, tapi aku kaget kalau Billy pun menikmatinya.

Aku pun jadi penasaran jika misalnya tadi aku ikut pergi sama Johan, apa yang terjadi ya? Apa badanku disentuh juga seperti ini? Atau Johan membuka bajuku hingga naked?

Aku segera menghilangkan pikiran kotor itu. Aku kini sedang bercinta dengan Billy, bukan Johan!

Billy melepaskan kepalanya dari dadaku, tampaknya tenaganya sudah pulih lagi. Aku meminta dimasukan batangnya karena terasa aneh di bawah sana kosong. Liangku yang kini sudah banjir dengan mudah menelan batang besarnya itu. Agak lebih kalem dibanding tadi. Aku menjadi lebih menikmati setiap gesekan kelamin kami.

Bagaimana jika yang masuk itu batangnya Johan ya? Apakah seenak ini juga?

Entah darimana pikiran itu datang. Untung saja Billy menyadarkan aku ketika Billy mengangkat pinggulku lebih tinggi sedangkan dia sendiri berlutut. Gaya ini baru pertama kali dicoba dan hasilnya amazing. Sodokannya berasa pas menyentuh titik terenak. Tidak perlu lama akupun orgasme.

“Mmhh, aaarghh sayaaang.. Aku dapet sayaaang...” racauku saat gelombang orgasme itu tiba.

Apa Johan bisa membuatku orgasme seperti ini?

Aku sudah lemas, badanku penuh dengan keringat. Tampaknya Billy tidak akan lama lagi. Terasa ritmenya sudah agak kacau dan nafasnya memburu.

Benar saja, tak lama dia menggeram pelan dan berkata “Sayang, aku mau keluar sayang. Argh sayang, aku keluarr.”

“Mmmmhhh.. Jangan di dalem sayaang... Aaagghhh..” aku tidak bisa menahan desahanku.

Plooopp

Billy mencabut batangnya hingga keluar suara lucu. Biasanya dia akan mengeluarkan di perutku, tapi dia merangkak hingga batang berotot itu ada di hadapan wajahku.

“Aaaagghhh sayaaang.. Aku keluaaarr..”

Crooott.. crooot..

Bermili-mili liter lahar putih keluar dari lubang di batang Billy dan mengenai wajahku. Akupun kaget karena Billy keluar banyak sekali. Mata kututup, namun terlambat untuk menutup mulutku. Beberapa tetes masuk menghinggapi indera pengecapku. Juga ada yang masuk hidung tanpa bisa kucegah.

Rasanya lama menunggu batang itu berhenti mengeluarkan cairan cintanya. Tak lama berhenti keluar, aku mencium aroma-aroma khas.

“Kyaaaaa saayaaaang.. Kok kamu keluarin di muka siiih. Bau bangeeet. Kamu asal semprot deh. Hueek.” Aku memang tidak pernah suka aroma sperma yang baunya aneh, juga rasanya asin-asin berlendir.

Aku meraba-raba mukaku, rasanya penuh dengan sperma. Tapi aku merasakan ada basah di rambut. “Aaahhh sayaaang kena rambut jugaaa..”

Billy cuma bisa nyengir tak berdosa, entah kenapa ada ekspresi puas melihat mukaku belepotan sperma gini. Aku langsung ngacir ke kamar mandi dan cuci muka, beruntung kamar Billy ada kamar mandi dalem. Kebayang jika tidak, aku harus ke kamar mandi dekat dapur dengan wajah belepotan sperma.

“Bau banget sayang…. lengket nih sperma kamu…kamu asal semprot aja….huek…” Teriakku dari dalam kamar mandi.

Ini pengalaman pengalaman pertamaku dikeluarin di muka, spermanya Billy masuk mata dan hidung. Rasanya perih sekali di mata, hidungku juga tercium bau sperma yang khas.

Malah kini kena rambut. Kalau tidak buru-buru dibersihkan bisa mengering dan sulit dibersihkan. Mana baru tadi pagi aku keramas. Ketika beres, aku kembali ke kamar dan Billy masih duduk-duduk di kasur.

“Rambut aku kena….hiksss…….kamu mau asal tembak aja…bete…” Kataku

“Pokoknya besok kamu anter aku ke salon. Nggak mau tau. Atau nggak ada jatah buat 2 minggu.”

Billy tersenyum getir, tampaknya dia tidak ada pilihan lain.


BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Semoga berkenan para suhu. Maaf lama update karena...... ya gitu deh.

Terimakasih buat para suhu yang selalu menyemangati. Dan juga para suhu yang kasih ide dan bantu penulisan cerita ini. Khususnya suhu @Si_Dino yang baik hati dan tidak sombong, suhu @fleur_mirage yang selalu menyemangati, suhu @TheReverend27 yang super duper seru. Salam hormat
 
Emang lebih gila sih kalo diceritain pake pov cewe gini,, bikin tegang dari awal sampai akhir..
 
Semoga berkenan para suhu. Maaf lama update karena...... ya gitu deh.

Terimakasih buat para suhu yang selalu menyemangati. Dan juga para suhu yang kasih ide dan bantu penulisan cerita ini. Khususnya suhu @Si_Dino yang baik hati dan tidak sombong, suhu @fleur_mirage yang selalu menyemangati, suhu @TheReverend27 yang super duper seru. Salam hormat

wahh udah selesai nih cerita nyaa
Maaf gak bisa bantu sampai tamat hu 🙏🙏
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd