Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Namaku Marsha (Pacar Yang Perlahan Berubah)

Siapa cowo kedua yang merasakan tubuh Marscha?

  • Johan

    Votes: 66 17,0%
  • Ringgo

    Votes: 46 11,9%
  • Gilang

    Votes: 5 1,3%
  • Pacar Sherry

    Votes: 33 8,5%
  • Kang Ojol

    Votes: 131 33,8%
  • Penjaga warung depan kost

    Votes: 99 25,5%
  • (lainnya)

    Votes: 5 1,3%
  • Apakah perlu mulustrasi Marsha

    Votes: 1 0,3%
  • Perlu

    Votes: 2 0,5%

  • Total voters
    388
  • Poll closed .
Hmm menarik, apakah akan terjadi trisam
Marsha, sherly dan johan
 

PART 10B - Ditonton Bioskop​



Dasar emang bener nih Sherry gila, otaknya udah keseringan kena kontie kali ya. Temannya baru cerita habis "diperkosa" cowo lain, malah dirayakan. Tapi ya begitulah si bitchy Sherry.

Sherry ngajak balik ke mobilnya di parkiran yang udah mulai terisi. Honda Jazz milik Sherry sudah diapit oleh dua fortuner yang berukuran besar. Sherry tidak ngajak pulang, tapi dia malah membuka bagasi dan mengeluarkan koper kecil dibagasi yang penuh dengan pakaian. Bukan Sherry memang namanya kalau tidak bawa perlengkapan baju ganti di mobil, karena kebiasaan dia nginap dimana-mana (dan biasanya nginap di kost cowo, atau check in di hotel).

“Gue punya tantangan buat lu Sha.” Ujar Sherry yang membuat perasaanku nggak enak, tapi penasaran juga sih.

“Simpel kok, lu cuma kudu nurut ama gue, lakuin apa yang gue suruh.” Kata Sherry, tapi sebelum aku protes dia udah ngelanjutin lagi. “Tenang, gue nggak bakalan nyuruh lu buat ngentot sama cowok yang nggak dikenal kok. Nah setiap lu ngelakuin satu tantangan dari gue, lu dapet reward. Rewardnya lu boleh beli baju yang tadi lu pengen. Kalau lu berhasil ngelakuin dua tantangan, lu boleh beli 2, kalau 3 ya lu boleh beli 3. Deal?”

Aku mengernyit ingin tahu rencana Sherry. Tapi penasaran juga, kayaknya kalaupun aku nggak berhasil ngelakuin tantangan ngga bakal kenapa-kenapa.

“Deal.” Ujarku sambil bersalaman dengan Sherry.

“Tantangan pertama, kalau lu berhasil ngelakuin bakal gue beliin daleman crotchless tadi. Oke?” tanya Sherry dan aku mengangguk. “Ganti pake baju ini.”

Baju yang Sherry berikan itu dress terusan kuning dengan potongan lebar di bagian bawahnya, tapi dress itu lumayan pendek hanya sekitar setengah paha kurang yang tertutupi. Juga potongan atasnya berbentuk u-neck dan potongannya rendah sekali. Tapi kurasa ini aman karena aku pernah pakai pakaian yang serupa.

Tapi ketika aku mau masuk mobil Sherry untuk berganti baju, Sherry menyeletuk.

“Eh Sha, siapa bilang lu ganti di dalem mobil?”

“Lah terus gue ganti dimana?”

“Disini Sha, di belakang mobil.”

What? Di parkiran kebuka gini? Setelah aku perhatiin posisi mobil Sherry emang agak tertutup karena kanan kirinya adalah fortuner berbodi besar.

“Tenang, kalau ada yang lewat gue bilangin.”

Aku berpikir dua kali untuk tidak mengikuti tantangan Sherry. Tapi hadiahnya lumayan, satu set daleman crothcless ini berharga 500 ribu. Aku melihat sekeliling cukup sepi tidak ada yang lalu lalang. Tampaknya sih aman.

“Sini kupegangin bajunya.” Sherry menawarkan diri membantu.

Aku mulai membuka blouse yang kupakai disusul dengan rok span yang kupakai. Kini aku sudah hampir telanjang. Untung saja pagi tadi Billy tidak aneh-aneh minta aku nggak pakai bra. Tapi tetap saja berada di parkiran hanya pakai bra dan celana dalam itu menegangkan sekali. Jantungku mulai berdebar seakan menikmati bertelanjang ria di luar ruangan. Aduh mama, anak gadismu nyaris bugil di parkiran umum begini.

Sherry dress kuning itu, tapi belum sempat memasangnya, muncul satu mobil yang sedang mencari parkir. Aku langsung menunduk agar tidak terlihat.

“Nggak perlu nunduk juga aman kok, ketutupan mobil gue.” Kekeh Sherry. Tapi baru saja aku keluar dari persembunyianku, Sherry ngespank pantatku cukup keras.

“Aarrgh Sher.” Pekikku kaget.

“Gila ya lo seksi banget pake thong.”

“Thanks Sher, tapi gausah di spank juga.”

“Hehe, sorry. Abis spankable banget. Pantesan si Johan ngga tahan buat ngentotin lu.”

Anjir, emang ni anak satu mulutnya nggak bisa dikontrol.

“Btw, lu ada rencana buat ngewaxing jembut nggak?” Tanya Sherry tiba-tiba.

Aku terlupa satu hal ini. Biasanya sih aku cukup gundulin pakai pisau cukur. Tapi kayaknya menarik juga kalau aku kasih kejutan ke Billy kalau aku habis waxing.

“Ayo aja Sher, mau disini?” tanyaku. Kebetulan kuingat ada salon waxing dibawah.

“Iya disini aja yuk, jembut gue juga mulai tebel nih.” Ajak Sherry.

Kulanjutkan memakai dress dan hanya dalam beberapa detik, aku sudah berpakaian lagi.

“Sudah, ditunggu beli dalemannya.” Ujarku sambil terkekeh. Ini cukup mudah.

“Kalau gitu gue juga ganti.”

Sherry lebih lihai berganti baju, tanpa takut diintip orang atau dipergokin satpam sekalipun. Atau mungkin kalau dipergokin satpam, dia malah nawarin blowjob demi tutup mulut. Seperti yang dilakukan sama Solihin dan Dadang.

Aku jadi keingetan.

“Lu gimana bisa ngeblowjob si Dadang sama Solihin?” tanya aku tiba-tiba.

“Anjiir, kok lu bisa tau?” pekik Sherry yang kaget.

“Minggu lalu lu ditungguin lama banget, pas gue cariin lu ke mobil gataunya lagi ngeblowjob.”

“Anjir lah itu gara-gara si Ringgo tuh maksa quickie di mobil terus ketauan. Daripada berabe kan gue tawarin blowjob aja. Eh besok-besoknya pas gue bawa mobil ditawarin parkir disitu, gataunya mereka nagih blowjob lagi.” Cerita si Sherry sambil mengeluarkan dua pasang heels dan diberikan satu ke aku. Memang tidak terlalu tinggi tapi sangat pas sama baju yang kami pakai. “Tapi gapapa deh cuma blowjob ini, tau sendiri nyari parkir di kampus kan setengah mati.”

“Terus kalau sekarang kepergok satpam, lu bakal blow juga?”

“Ya pilihan terakhir daripada digiring ke polisi, repot urusannya.” Ujar Sherry. “Done, yuk kita jalan lagi.”

Entah sejak kapan selang beberapa mobil ada bapak-bapak sedang duduk merokok, tampangnya sih seperti supir yang lagi istirahat. Ketika aku ganti baju tadi sih dia belum ada, apa mungkin dia melihat Sherry ganti baju?

“Sher ada bapak-bapak lg ngeliatin tuh di belakang lu.”

Sherry menengok sejenak, “Ngga apa-apa lah asal dia nggak ngapa-ngapain. Kalau dia liat gue pas ganti, hoki aja dapet yang seger.”

“Yuk” ajak Sherry.

Dari parkiran Sherry mengajak menonton di bioskop. Kuturuti saja, mungkin ini bagian dari tantangan. Tapi Sherry mengajak membeli tiket di counter lantai atas yang artinya harus naik eskalator dulu. Tentunya naik eskalator cowok di belakang bisa melihat paha mulusku. Atau mungkin celana dalamku.

“Sha, liat deh belakang lu mulutnya sampe mangap gitu.” Bisik Sherry

Kucoba untuk menengok sekilas dan melihat seorang cowok yang mungkin seumuran denganku sedang terperangah melihat badanku. Mungkin lebih tepatnya apa yang ada di balik rok.

Agak lucu juga bisa bikin orang seperti itu, jadi kubiarkan saja dia menikmati beberapa detik berharganya itu.

Saat mengantri tidak panjang, hanya ada serombongan anak SMA di belakang kami. Kebetulan memang belum ada film yang bagus untuk ditonton, tapi kuyakin kalau Sherry ini mau nonton untuk melepaska hasrat terpendamnya. Dia memilih drama buatan dalam negeri, mungkin agar bisa khusyuk di dalam karena film lainnya thriller dan horror.

Sepanjang mengantri cowok-cowok di belakang tampak ngomongin kami sambil cengengesan. Begitu beres membeli tiket, Sherry tampak menjatuhkan uang kembalian. Dia berjongkok untuk mengambil dan sekilas terlihat kalau gerakannya cukup natural. Tapi melihat ekspresi cowok-cowok itu, aku yakin banget kalau dia sengaja memperlihatkan celana dalamnya.

“Sengaja banget lu jatuhin duitnya.”

“Ya daritadi ngeliatin kita mulu. Tak kasih langsung aja sekalian.” Kekeh Sherry. Gila emang nekadnya sahabatku ini.

Film yang dipesan Sherry baru akan mulai satu setengah jam lagi, kami memutuskan untuk waxing dulu di lantai bawah. Satu-satunya jalan adalah menggunakan eskalator lagi, namun kali ini aku yang mencoba lebih berani. Ketika naik eskalator aku turun satu anak tangga dan tetap mengobrol dengan Sherry. Ada bapak-bapak bersama istrinya yang matanya menatap ke arah dadaku yang belahannya ini rendah sekali. Sampai istrinya mememergoki suaminya.

“Matanya dijagaaa...” ujar istrinya sambil mencubit pinggang suaminya.

Saat sampai lantai bawah, Sherry menarik tanganku. “Tadi bapak-bapak liatin toket lu?” tanya Sherry sambil berbisik.

“Iya sampe istrinya ngomel.” Jawabku sambil terkekeh. Ekspresi muka bapak-bapak itu kocak banget pas dicubit istrinya.

“Gimana? Seru kan exhib tipis-tipis kayak gini?”

Aku mengangguk, memang benar aku menikmati seperti ini. Memang sudah pernah aku berpakaian seperti ini, pakai crop top juga rok lipit yang pendek. Hanya saja dulu hanya dari rumah naik taxi online ke kosan Billy. Artinya hanya segelintir orang bisa ngeliat badanku.

Sedangkan ini adalah mall yang pengunjungnya banyak!

Begini rasanya jadi pusat perhatian. Cowok yang berpapasan denganku banyak yang menatap tidak lepas. Bahkan beberapa orang yang sedang berdiri atau berada di dalam store melihat ke arahku dan Sherry. Tidak sedikit pasangan yang diprotes ceweknya karena melihat ke arah kami.

Selama berjalan, jantungku ini berdebar cukup keras. Ini menegangkan tapi juga sekaligus mengasyikan. Rasanya senang sekali menjadi pusat perhatian di mall yang ramai ini. Kurasakan juga lubang surgawiku dibawah sana mulai basah.

Akhirnya kami sampai juga di tempat waxing. Jantungku berdebar sekali padahal baru berjalan beberapa menit saja. Di salon ini hanya ada petugas wanita. Kami memutuskan untuk mengambil paket brazilian wax juga ketiak dan kaki. Pasti setelah keluar dari sini memekku sudah mulus licin seperti kulit bayi.

Setelah melakukan pembayaran, kami diarahkan menuju bilik khusus yang tertutup. Masing-masingnya ada satu ranjang dan meja berisi beberapa perlengkapan.

“Mbak tiduran aja disini dulu. Pakaian dalamnya juga dibuka.” Kata si petugas cewek. Dia pergi lagi untuk menyiapkan peralatannya.

“Eh Sher, lu bawa tisu nggak?” tanya aku mengintip ke bilik sebelah.

Sherry mengeluarkan tisu dari tasnya dengan tatapan penuh tanya.

“Malu gue kalo ketauan memek gue basah.” Ujarku dan diikuti Sherry yang tertawa.

“Baru segitu udah basah, gimana nanti Sha?”

Sial, aku malah dicengin si Sherry.

Untungnya aku sudah beres ketika muncul dua mbak-mbak yang akan mentreatment kami. Tanpa banyak basa-basi, kami mulai di wax dimulai dari kaki. Untuk bagian kaki tidak begitu sakit, hanya ada rasa kaget saja. Mulai menegangkan ketika treatment pindah ke bagian ketiak. Meski buluku tidak begitu tebal – setidaknya tidak setebal Sherry, tetap saja terasa sakit. Sherry juga beberapa kali mengeluarkan pekikan kesakitan.

Dan yang paling menegangkan adalah bagian selangkangan. Rasanya sungguh mantap sakitnya. Aku tidak bisa menahan teriakan kesakitan, begitu juga Sherry. Beberapa menit ini terasa sangat lama, hingga akhirnya petugas itu menyudahi. Kulihat dibawah sana yang biasanya ditumbuhi bulu-bulu, kini sudah mulus tanpa bulu. Aku cukup puas, ya sebanding dengan sakitnya.

Setelah beres-beres, kami keluar dari salon waxing. Sherry agak aneh jalannya karena menahan sakit.

“Gila, nyabut bulu jembut sakitnya kayak mau nyabut nyawa.” Lenguh Sherry.

Untungnya rasa sakit itu tidak bertahan lama. Setelah berjalan beberapa waktu rasa sakit itu hilang. Karena film masih lama, kami mau nongkrong dulu di restobar yang ada di mall ini. Tapi Sherry tiba-tiba berbelok ke sebuah toko sepatu besar. Ada beberapa pelayan cowok disitu dan hanya ada 2 pelayan cewek yang bekerja di kasir.

“Tantangan kedua Sha, lu pura-pura cobain sepatu, tapi sambil flashing ke pelayan cowok.”

Sejenak aku memikirkan caranya. Di dekat situ ada si pelayan cowok juga ada pasangan yang sedang mencari sepatu. Aku sengaja mengambil sepatu di paling bawah dengan membungkuk. Pastinya rok bagian belakangnya akan terangkat dan mungkin bisa kelihatan oleh si pelayan cowok yang sedari tadi ngeliatin aku terus. Tidak jauh dari situ si Sherry memilih sepatu sambil mengawasi.

“Gitu doang Sha? Masih kurang keliatan itu?”

Whoa kurang? Padahal tadi gerakan tadi itu sudah bisa bikin pelayan tadi salah tingkah.

Kuputar otakku agar bisa menggoda si pelayan. Ada beberapa sepatu yang menarik tapi diletakan cukup tinggi.

“Mas bisa minta tolong ambilin sepatu yang diatas?” pintaku. Si pelayan bergegas menghamipiri.

“Yang mana kak?” tanya si pelayan pura-pura oon, padahal aku sudah jelas menunjuk sepatunya.

“Sneakers yang putih mas.”

Mas-mas pelayan itu memberikan sepasang sepatu yang kutunjuk. Langsung di depan si mas-mas itu, aku membungkuk dan mencoba memasang sepatu itu. Pastinya dengan jarak yang lebih dekat dia bisa lebih mudah mengintip ke belahan dadaku.

“Aduh mas, sempit banget sih.” Kataku

“Kegedean kali Sha, jadi susah masuk.” timpal Sherry

Mas-mas itu terdiam sejenak, mungkin menikmati pemandangan gunung di depannya.

“Coba kak dipakai sambil duduk.” Kata si mas pelayan sambil menunjuk kursi kosong, tapi matanya tetap jelalatan.

“Aduh mas, sempit banget sih ini susah masuknya.”

“Pelan-pelan aja Sha masukinnya.” Ujar Sherry.

“Tetep aja Sher susah masuknya”

Sepanjang aku mencoba sepatu sambil duduk, agak kulebarkan sedikit pahaku sehingga mas-mas itu pasti melihat jelas selangkanganku.

“Kesempitan mas, ada nomor lain?” tanyaku ke mas-mas yang sekarang sedang terperangah.

“Eh mbak sepatunya nomor berapa?”

“Nomor 39 mas.”

Sementara mas-mas tadi mencari nomor lain, Sherry mendekatiku.

“Lu liat ga tadi celana si masnya udah ngegembung?”

Memang tadi kulihat sekilas dia membenarkan celananya.

“Terus cowok disitu juga ngeliatin lu.”

Yang ini hampir saja kulupakan, tampaknya dia agak-agak curi pandang tapi takut ketahuan ceweknya. Mumpung masih duduk, agak kulebarkan saja pahaku agar dia bisa melihat lebih jelas. Dia agak gugup dan nggak fokus ngobrol sama ceweknya.

Sampai akhirnya pacarnya itu sadar kalau cowoknya merhatiin yang lain.

“Pantes diajak ngobrol nggak nyambung, ternyata lagi liatin yang lain.” Ujar ceweknya sambil melihat sinis ke aku dan Sherry. Tapi kami pura-pura tidak tahu. Aku pura-pura membantu Sherry memilih sepatu.

Tidak lama ceweknya mengajak keluar dari toko sepatu itu.

“Ini kak, sepatu nomor 39 nya.”

Kucoba sepatu itu dan memang agak longgar. Tapi aku ingin bereksperimen lebih.

“Aduh mas masih susah masuknya.”

“Itu nomor paling besar kak.” Kata si mas-mas itu sambil berpikir sejenak. “Maaf ya kak, saya coba bantu pasangin.”

Mas-mas itu cukup berani rupanya. Dia berlutut di depanku dan membantu memasangkan sepatu. Tapi aku melihat beberapa kali dia mengalihkan matanya dari selangkanganku. Sekali matanya kepergok mengintip di dalam rokku, tapi kubiarkan.

“Bisa masuk tuh kak.” Ujar mas-mas itu setelah kepergok memandangi isi rok.

“Masuk si mas, tapi sempit ya di dalem.” Ujarku sambil mencoba sambil berjalan. “Agak keras nih di dalemnya.

“Keras bagaimana kak?”

“Daleman sepatunya keras mas. Tumpul sih tapi keras.” Kataku sambil berjalan mencoba sepatu.

Kulihat dari ujung mataku pelayan tadi sudah membenarkan celananya. Pasti dia sudah tegang dibalik celana itu. Kayaknya lebih baik kusudahi saja, tapi ingin ketambahkan penampilan terakhir.

“Padahal bagus Sha sepatunya.”

“Iya kan Sher bagus banget. Sayang dalemnya keras. Kalau dipakenya kecepetan pasti nanti lecet.”

Aku mencoba berjalan agak cepat lalu memutarkan badan dengan cepat. Bagian bawah dress agak mengembang sedikit dan tampaknya si pelayan itu bisa meihat dengan lebih jelas.

Buktinya dia agak terbatuk seperti keselek.

“Maaf mas, kayaknya nggak jadi yang ini. Daripada punya saya lecet kan.” Ujarku sambil membukakan sepatu.

“Iya kak, nggak apa kok. E,, eemm, Mau saya bantu bukain sepatunya lagi?” tawar si pelayan itu.

Sudah berani ini orang. “Boleh mas kalau masnya mau.” Ujarku.

Nggak apa lah kasih dia bonus sedikit, toh aku memang tidak berniat beli sepatu. Jadi kuberi bonus dengan melebarkan sedikit pahaku.

Uh, rasanya memeku udah banjir parah dan gatel buat dimasukin.

Belum beres melepas sepatunya, muncul pelayan lain. Mengetahui ada sesuatu disana, dia ikutan nimbrung.

“Kenapa Sep?” tanya temannya itu.

“Sepatunya ngga muat Zal.”

“Mau coba sepatu yang lain kak?” tawar si temannya itu.

“Nggak mas, maunya sneakers warna putih itu, tapi pas dipakai nggak nyaman.” Kataku.

Temannya itu agak kecewa, tapi kemudian dipanggil Sherry untuk menanyakan ukuran sepatu lain. Kali ini Sherry yang exhib ke temannya pelayan tadi. Cowok yang melayaniku sudah pergi. Tampaknya dia sudah nggak tahan, kubayangkan dia coli di gudang sambil membayangkan badanku. Kayaknya lucu juga ya kalau misalnya kuberi hadiah celana dalam yang kupakai buat dijadikan bahan coli nya dia.

Sherry masih memilih sepatu, dia mencoba beberapa sepatu lari. Sherry bahkan lebih extrem lagi dibanding aku. Dia berpura-pura kesulitan pasang sepatu dan minta dipasangin. Tentu si cowok itu tidak menolak. Dia bahkan terang-terangan melihat ke arah selangkangan Sherry.

“Mas, kaki saya kan dibawah bukan disini.” Ujar Sherry sambil menunjuk ke arah pahanya yang terekspose.

Cowok itu meminta maaf tapi Sherry masih tetap memberikan dia pemandangan lembahan indah. Beberapa kali Sherry memilih sepatu dan meminta cowok itu memasangkan. Sambil menunggu Sherry aku iseng mirror selfie untuk dikirim ke Billy. Juga ketika suasana agak sepi, aku memvideokan bagian dalam rok. Terlihat sekali celana dalam merah yang kupakai sudah basah. Juga agak kuraba bagian klitku dari luar celana dalam. Rasanya aku udah pengen sekali masturbasi.

“haha, colmek dulu aja Sha nggak papa. Siapa tau dibantuin mas-mas tadi.” Kekeh Sherry.

Sialan Sherry malah menertawakan.

Tidak lama kemudian, Sherry sudah beres memilih sepatu dan siap membayarnya. Kulihat pelayan yang tadi membantuku baru saja keluar dari ruangan yang kuperkirakan gudang. Di belakangnya ada seorang cewek yang kulihat sebagai pelayan yang membantu di kasir.

Apa mereka abis ML di ruangan itu? Karena kuperhatikan si cewek nampak memerah mukanya dan rambutnya agak berantakan.

Haha, yang ngegodain siapa, yang dientot siapa.

Tapi yang mencengangkan setelah cowok yang membantu Sherry memilih sepatu memberikan sepatunya ke kasir, dia menarik cewek yang baru keluar dari ruangan tadi untuk masuk lagi.

Gila juga tu cewek dapet dua batang dalam waktu yang berdekatan.

“Lu liat ga Sher, cowok-cowok tadi masuk gudang sama cewek yg di kasir?” tanyaku ketika kami keluar dari toko.

“Iya anjir. Nggak nyangka juga gue. Edan juga tuh cewe bisa dapet dua batang sekaligus. Kita yang godain, eh dia yang diewe.”

“Padahal gue kira cuma coli doang tadi. Gue udah bayangin kalau gue lepasin celana dalem gue terus biar dia bisa liatin meki gue. Atau mungkin gue kasih celana dalem kali ya biar dia bisa coli pake itu.”

“Tapi sebenernya ya Sha....” Sherry tidak melanjutkan perkataannya, tapi dia membuka tas kecilnya itu. Ada celana dalam hitam disana yang sama seperti yang kulihat pas dia ganti baju di parkiran.

“Anjir Sher, tadi lu nggak pake celana dalem?” tanyaku kaget sambil tidak mengontrol volume suara.

“Nggak usah keras-keras juga kali nanyanya anjir.” Tegur Sherry sambil menepuk keras pundakku. Tapi tampaknya tidak ada yang mendengar.

“Kan tadi abis waxing, sakit gila. Jadi nggak gue pake deh celana dalemnya biar adem.”

“Jadi cowok tadi ngeliatin memek lu?” tanyaku dan dijawab dengan anggukan. “Gila lu.”

Aku menggeleng tidak percaya. Emang udah sedeng nih cewek. Dia nggak pakai celana dalem di balik rok pendek itu. Bahkan roknya Sherry ini lebih pendek dibanding yang kupakai.

Dan dia biasa aja.

“Masih setengah jam lagi nih, kita nongkrong yuk.” Ajak Sherry.

Kami menuju bagian depan mall PVJ dimana ada restobar yang cukup ramai. Aku dan Sherry memesan pizza tipis, french fries dan juga bir dingin yang kayaknya enak buat nenangin jantungku yang masih berdebar keras. Juga enak buat nenangin di bawah sana yang udah nggak sabar minta dikunjungi.

“Muka lu merah banget Sha.” Ujar Sherry

“Masa sih?” ucapk tidak percaya. Kukeluarkan kaca kecil yang selalu kubawa dan memang benar. Mukaku merah.

“Horni lu ye?” tanya Sherry dengan berbisik.

“Gimana ga horni anjir, meki gue diliatin orang yang ngga gue kenal.” Jawabku dengan berbisik juga.

“Kalo nggak tahan lu bisa colmek dulu Sha, masih keburu kok.”

“Nggak lah anjir, gue masih tahan kok.”

Sherry hanya tertawa. Fokusnya sudah beralih ke HPnya, kemungkinan sudah dicariin oleh pacarnya. Atau mungkin Ringgo juga bisa. Teringat Ringgo, bagaimana kalau aku exhib bertiga bareng Ringgo dan Sherry. Mungkin aku udah minta dia buat ngentotin gue kali ya.

Atau mungkin bisa ngajakin Johan buat gabung.

But wait, seharusnya gue nggak boleh biarin orang lain memasukin badan gue lagi. Cukup si Johan aja yang pernah mengeksekusi gue. Gue belum yakin buat membiarkan orang lain menikmati tubuhku. Ya dilihat doang boleh, tapi dipegang jangan. Kalau mau pegang bisa minta izin dulu ke Billy kali ya. Hihihi.

Makanan dan minuman yang dipesan sudah datang, aku langsung meneguk bir dingin yang dipesan Sherry itu. Ah rasanya mantap sekali. Lumayan menenangkan sedikit. Lalu ngomong-ngomong tentang Billy, aku belum mengaba

Ngomong-ngomong Billy, aku belum membuka chat lagi setelah mengirimkan foto mirror selfie tadi. Dia cukup terkejut melihat penampilan aku, Billy memuji kalau aku seksi memakai dress kuning ini. Sebagai bonus, kutambah video singkat tadi.

M : Nih bonus buat kamu

B : Itu pas lagi di toko sepatu?

B : Wuih, memek kamu basah ya?

M : Iya nih sayang, pengen dientotin kamu.

B : Nanti ke kosan kan?

B : kontol aku juga tegang nih bayangin kamu

M : Sabar ya sayang, aku juga kangen kontol kamu

“Sha.” Panggil Sherry tiba-tiba. “Rasanya baru bentar gue ajakin exhib, udah terbiasa aja lu.”

“Ha maksudnya?” tanyaku tidak mengerti.

“Itu om-om sebrang kita ngeliatin paha lu anjir.”

Sekarang baru tersadar kalau aku sedang mengayunkan pahaku cukup lebar. Om-om itu mungkin sudah melihat celana dalamku, bisa juga pengunjung lain.

“Emang lu udah punya jiwa binal ya Sha.” Goda Sherry.

“Nggak sadar gue tadi Sher.”

“Halah, sengaja kan lu Sha, Ayongaku. Hahahaha....Eh gue mau ke toilet dulu ya.”

“Ngapain Sher? Colmek?”

“Iya, kalau lu mau juga, nanti gantian aja.”

“Dasar ih Sherry mesum.”

Setelah Sherry pergi, rasanya mulai tidak aman. Si om-om tadi melihatku dengan pandangan penuh nafsu. Kayaknya aku agak berlebihan tadi, tapi ya namanya juga nggak sadar kan. Nggak ada maksud buat exhib di depan om-om kayak dia.

Sialnya lagi si Sherry cukup lama. Sudah 15 menit lebih dia belum balik. Aku mulai gugup karena si om-om itu genit banget. Ditambah lagi si Billy sudah nggak ada kabar, mungkin dia sibuk ngurusin asdosnya.

Aku makin merasakan hal buruk ketika om-om berperut gendut itu berjalan ke arahku.

“Siang adek, tadi temannya udah pulang ya? Mau ditemenin nggak?” sapa om itu pura-pura ramah.

“Nggak kok om, temen aku lagi ke toilet. Paling bentaran lagi balik.”

“Yaudah sini ditemenin deh kasian adek sendirian.”

“Nggak usah kok om makasih. Sebentar lagi juga mau pergi kok.”

“Jangan panggil om, panggil abang aja. “ ujar si om itu. Astaga kenapa harus dia ya? Om-om nggak nyadar umur dan badan. Kayaknya bisa seumuran ayahku deh. Tapi jauh lebih jelek.

“Lagian mau kemana dek? Mau belanja? Sini sama om, ajak juga temannya tadi. Kalau butuh apa-apa nanti om bayarin.”

“Nggak deh om, makasih.”

“Sha, ayo udah ditungguin kita.” Ajak Sherry yang tiba-tiba muncul. Kali ini aku sangat bersyukur si Sherry datang di waktu yang tepat.

“Loh kok buru-buru banget? Nggak nongkrong bareng dulu?”

“Maaf om, kami udah ditungguin Daddy nih.”

Sherry langsung ngajak jalan agak cepat meninggalkan omom gendut itu yang terbengong.

“Lu lama banget deh Sher. Abis colmek ya lu? Gue sampe digodain om om nih.”

“Hahaha, salah sendiri mamerin selangkangan ke om-om genit kayak dia. Dari awal gue udah feeling ngga enak.” Kata Sherry. “Tapi tenang , gue udah nyiapin persiapan buat nonton nanti.” Katanya sambil mengangkat kantung belanjaan.

Huft untung aja dia belanja tadi. Kalau colmek udah tak giles tuh anak.

Kami kembali ke bioskop dan langsung menuju ke theater yang dituju. Film sudah mau mulai namun pengunjung tidak terlalu sepi. Sherry membeli kursi di paling atas, model couple yang tertutup kiri kanannya. Aku jadi penasaran apa ini bagian dari tantangan selanjutnya, tapi apa ya?

Lima belas menit film berjalan Sherry hanya memperhatikan film. Tapi tipikal drama buatan dalam negeri yang tidak begitu menarik membuat agak bosan.

“Ngebosenin nih filmnya.”

“Iya nih, apa mau ngelakuin tantangan aja Sha?”

“Tantangannya apa?”

“Sherry mengeluarkan plastik belanjaan tadi. Ternyata sebuah botol minum dan juga dua buah timun berukuran cukup besar.”

“Anjir gue kira lu beli perbekalan tuh cemilan. Ternyata timun buat colmek”

Sherry membuka bungkusannya dan memberikan satu timun yang ukurannya lebih besar.

“Gue belum pernah anjir colmek pake timun.”

“Cobain deh. Disini. Enak banget anjir.”

Aku agak cemas, meskipun tempat duduk ini tertutup tapi tetap bisa dilihat dari depan. Di depan kami ada serombongan anak sekolahan yang tampaknya rombongan yang sama ketika antri beli tiket. Juga ada pasangan yang duduk pas di sebelah kami.

“Disini banget Sher?” tanyaku ke Sherry yang mulai menggesek memeknya pakai timun.

“Iya, nggak bakal keliatan kok. Tenang.” Ujar Sherry yang sudah mulai mendesah.

Jantungku mulai berdebar lagi. Aku sendiri tidak masalah bagian privatku dilihat orang, tapi ini masuknya masturbasi di tempat umum.

Aku mencoba mulai menggesekan ujung timun ke lembahanku yang sudah mengering. Film sudah tidak kuperhatikan sama sekali, aku mulai fokus ke gesekan di klitoris juga memperhatikan Sherry yang sudah mulai memasukan timun ke dalam liang surgawinya. Sherry melenguh pelan ketika timun itu memasuki badannya.

“Ugh gede juga nih timun. Coba kontol cowok-cowok segede ini.”

Aku sudah mulai basah menonton dan mendengar Sherry yang sedang masturbasi. Aku melipat celana dalam thong agar bisa memasukan batang timun yang tebal itu. Rasanya nikmat sekali ada gesekan di liangku yang kini sangat sensitif.

Aku dan Sherry saling memandangi kami yang sedang colmek pakai timun. Rasanya nikmat sekali colmek di tempat seperti ini. Bahkan dengan jarak tidak sampai satu meter, ada orang lain. Entah mereka memperhatikan kami apa tidak.

Tak lama tubuh Sherry bergetar di kursinya, kocokannya semakin cepat sambil menahan mulutnya agar tidak mendesah. Terdengar samar lenguhan panjang yang teredam tangannya dan tubuhnya mengejang. Ditengah orgasmenya, dia tidak sengaja menendang kursi depannya.

Sontak para anak SMA itu menengok ke belakang karena terganggu nontonnya. Untung aku sempat menyetop kocokanku dan berpura-pura sedang menonton. Padahal liangku sudah memohon-mohon untuk dikocok lagi. Tapi entah Sherry bisa mengendalikan mukanya yang lagi orgasme apa tidak.

“Anak-anak depan sampe ngeliatin anjir.” Kataku menegur Sherry.

“Iya, sorry abis enak banget anjir.”

Libidoku masih tinggi, tampaknya si anak SMA itu sudah tidak menengok ke belakang lagi. Aku melanjutkan colmek pakai timun. Aku menggigit bibir demi menahan desahan agar tidak terdengar tetangga sebelah. Tiba-tiba tangan Sherry menggerayangi dadaku.

Tiba-tiba dia berbisik. “Sha, anak SMA didepan ngeliatin kamu.”

Aku kaget dan melihat dua kepala sedang menengok ke belakang. Aku kepalang basah kepergok masturbasi pakai timun. Tapi mengetahui aku ditonton, rasanya gelombang orgasmeku semakin dekat dan besar. Sherry bahkan melorotkan dress bagian atas hingga kedua toketku terbuka bebas. Aku panik, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena terbuai dengan kenikmatan di vaginaku saat ini. Sherry meremas toketku cukup kuat.

Disitulah aku merasakan orgasme hebat. Srrrrrrrrrrrrrrrrrrr..................

Badanku mengejang hebat, dan lagi aku menendang kursi depan dengan tidak sengaja. Bahkan tanganku tidak sengaja memukul bilik pemisah dengan kursi sebelah.

“Tolong mbak, nontonnya jangan ribut.” Ujar si cowok sambil menengok ke kursi kami. Tapi dia malah terbengong melihat aku yang masih terkena gelombang orgasme, dengan memekku yang masih tersumpel timun dan toketku yang terbuka.

“Kenapa sayang?” tanya seorang cewek yang kemungkinan pacarnya.

“Nggak apa-apa, itu tadi sebelah berisik.”

Gelombang orgasmeku mulai mereda, disitu aku baru menyadari ada 4 orang yang duduk di depanku memandangi ke arah kursi kami. Sherry sudah menutupi toketku lagi, tapi timun masih ada di dalam memekku.

“Gimana asik kan?”

“Gila lu ada yang ngeliat kita.” Ujarku masih terengah engah.

“Nggak apa, sebentar lagi kita keluar sebelum film beres.” Kata Sherry. “Take your time Sha.”

Sherry mulai beres-beres, mengumpulkan plastik bekas agar mudah dibersihkan, juga timunnya sudah dimasukan ke plastik sampah. Tapi aku hendak melepaskan timunku tapi liangku masih sangat geli dan sensitif. Anak-anak SMA di depan kami sudah tidak menengok ke belakang lagi.

“Nggak usah dilepas Sha.” Ujar Sherry membuatku bingung. “Pakai saja sampai nanti kita ke mobil gue.”

Aku mau memprotes tapi dipotong Sherry. “Anggap aja ini tantangan terakhir, nanti gue kasih bonus.”

Tangan Sherry bergerak di selangkanganku, dia merapikan celana dalamku dan membuat timun yang masih bersarang masuk semakin dalam. Aku bergidik geli karena masih sensitif dibawah sana.

“Gila basah banget Sher.” Kataku ketika menyadari aku membuat basah kursi bioskop.

“Gue juga sama Sha, tapi nggak sebanyak lu. Yang duduk disini kedapetan bonus cairan cinta lu.”

Kami sempat beristirahat 15 menitan dan film sudah hampir habis. Aku sudah mulai pulih ketika Sherry mengajak keluar. Timunnya masih berada di dalam memekku tapi tampaknya aman karena ditahan celana dalam, walaupun aku tidak yakin bertahan sampai kapan karena bidang kain thong ini cukup mini dibanding celana dalam biasa. Ketika kami mau berjalan diluar, ternyata pasangan di sebelah kami juga melakukan hal mesum. Ceweknya tengah memblowjob cowoknya, juga sekalian memfingering ceweknya. Ketika kami lewat, si cewek menutupi mukanya karena malu. Juga tampaknya baru menyadari kalau mereka diintip anak-anak SMA itu.

Berjalan ke luar theater terasa aneh ada yang mengganjal disana. Timun itu memang cukup besar, bisa sebanding ukuran kontol Billy. Tapi berjalan dengan memek tersumpal ini rasanya amazing banget. Di luar bioskop aku dan Sherry mengecek rok masing-masing. Agak khawatir kalau ada basah dibawah sana.

Ketika melewati eskalator, aku berharap tidak ada yang menyadari kalau aku membawa-bawa timun di daerah sensitifku. Namun ketika hendak keluar menuju parkiran, Sherry memanggil.

“Kemana Sha? Nggak jadi nih belanjanya?”

Aku hampir lupa karena sangat gugup. Sherry sudah berjanji membelikan lingerie juga dress seksi yang kuinginkan. Sepanjang perjalanan menuju toko baju, jantungku makin berdebar. Banyak yang melihatku dan kuharap dia tidak mengetahui apa yang kubawa.

Setiap langkah yang kujalani rasanya sedang dientot di depan publik. Aku hanya bisa berjalan pelan agar timun itu tidak tiba-tiba jatuh. Untungnya Sherry mengerti dan dia tampak normal saja dan mengajakku ngobrol namun aku tidak fokus. Di toko baju Sherry langsung mengambil baju dengan ukuran yang kubutuhkan dan membayarnya di kasir. Total ada 3 lingerie dan 1 dress yang dibelikan Sherry.

“Thanks Sher.”

“Sama-sama Sha, yuk kita balik ke mobil. Lu bisa lanjutin colmek lagi disana.”

Aku tersipu mendengar Sherry dan benar aku ingin secepatnya ke mobil agar bisa memainkan memekku lagi. Tampaknya aku sudah ketularan gila gara-gara Sherry. Tapi karena terlalu bersemangat aku merasakan timun di liangku sudah agak turun. Aku kembali berjalan pelan dan juga ada tangga yang harus dilewati yang membuat timun di memekku mulai turun.

Untung saja aku bisa menahannya pakai otot, kurasakan kalau timun itu sudah tidak tertahan oleh celana dalam. Aku berjalan dengan hati-hati di sisa perjalanan.

“Eh Marsha.”

Shit ada yang manggil. Dan aku tau siapa suara itu.

“H.Heei Johan.” Ucapku agak gugup.

“Mau kemana Sha? Nongkrong dulu yuk.”

“Ngga ah Han, Thanks. Gue masih mau pergi.”

“Iya nih gue sama Marsha masih mau ke tempat lain.” Tambah Sherry.

“Oh gitu, mau ditemenin gue nggak?”

“Nggak usah, kok gue sama Sherry.”

"Sha, lu jangan ngindarin gue dong. Gue maaf kejadian kemarin" Kata Johan memelas

"Ah nggak kok. Perasaan lu aja kali. Ini memang ada yang urgent banget sama Sherry yang mau dikerjakan"

“Hoo yasudah kalau gitu Sha, Bye, hati-hati dijalan.”

Kami berdua berlalu.

"Urgent mau colmek maksudnya?" Sindir Sherry

"Diam lu bawel." Kataku, yang disambut Sherry dengan ketawa.

Huft, menahan timun tetap berada di tempatnya cukup sulit. Apalagi ditambah ketemu Johan. Apa jadinya kalau Johan tau aku bawa-bawa timun di memek aku? Bisa-bisa aku dianggap pelacur lagi bisa dipake kapanpun dia mau.

Menuju parkiran mobil Sherry, terasa sangat jauh. Memekku yang semakin banjir malah membuat timun ini semakin merosot. Hanya tinggal beberapa langkah saja dari mobil, aku sudah hampir tidak bisa menahannya.

“Sher, timunnya mau jatuh. Duh.”

Hanya selangkah kemudian timun berlumur cairan cintaku terlepas. Seakan ada keran dibuka, memekku mengeluarkan cairan yang cukup banyak hingga menetes hingga ke paha dan betis. Juga badanku bergetar cukup heboh dan rasanya aku mendapatkan orgasme.

Aku bertumpu ke badan Sherry, rasanya lemas sekali badan ini. Tidak kuduga aku bisa orgasme di tempat terbuka seperti ini.

“Sher, ada orang?” tanyaku khawatir. Aku tidak mau mukaku terekspos kalau ada orang yang melihat aku orgasme di tengah parkiran.

“Ada tapi jauh, nggak akan keliatan.”

“Huft.” Aku menghembuskan nafas lega. Memang parkiran penuh dengan mobil tapi sepi oleh orang. Seenggaknya tidak ada yang melihat hal memalukan ini. Nafasku masih terengah-engah, jantungku pun berdegup kencang. Aslinya menegangkan sekali ngelakuin hal-hal exhib hari ini.

“Untung nggak ada orang njir.” Ujar Sherry.

“Tadi pas naik tangga bikin celana dalem offside, jadi tuh timun nggak ketahan sama celana dalem gue.”

“Untung nggak jatuh pas lagi ngobrol sama Johan tadi.”

“Hahahanjir jangan sampe. Kalo sampe kejadian gue nggak mau ke kosan Billy lagi njir.”

“Sha, kayaknya ada petugas kebersihan tuh ke arah sini. Ayo masuk mobil?”

“Timunnya?”

“Biarin aja njir, kalau lu mau colmek gue pinjemin dildo deh.”

Sesudah masuk di dalam mobil, baru aku mulai tenang. Tapi mukaku masih terasa panas entah karena malu atau habis orgasme. Baru kali itu aku merasakan orgasme di tempat publik seperti itu.

“Gila lu sha, lu squirting ya tadi?” tanya Sherry.

“Nggak tau Sher.” Jawabku, tapi memang kakiku memang basah karena cairan dari selangkanganku. “Tapi gila enak banget tadi. Rasanya kayak tiap langkah ada kontol lagi ngentotin gue. Kayak lagi dientotin ditengah orang banyak.”

“Jadi mau dilanjut Sha?” goda Sherry sambil tangannya menelusup ke celana dalamku yang sudah super basah.

Dengan susah payah aku menahan desahanku. Meskipun baru saja orgasme, tapi tetap tubuhku menginginkan batang asli. “Lanjut apa Sher?”

Sherry tidak melepaskan tangannya dari selangkanganku dan mengelusnya dari luar. Tangan satunya meraih smartphonenya dan menelepon seseorang.

“Haaai Ringgo... Iya, kamu ke kosan gue ya...” kata Sherry di telepon sambil memandangiku. “Iya, udah nggak sabar nih dientotin sama kamu... Okay sayang, ditunggu di kosan yaaa."

Sherry menutup teleponnya dan memandangi aku dengan wajah sluttynya.

“Wanna join, Sha?”


BERSAMBUNG
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd