Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT OMG!! Kakakku Yang Cantik dan Sexy Itu Ternyata Seorang....

Bimabet
Sejauh ini, masih blm tau kemana arah ceritanya, tapi yg pasti ini cerita apik tenan..
 
Wah kayanya bener tuh kakaknya curiga kaya ad yg ngintipin di jendela sampai2 adiknya pulang di intrograsi gitu tapi, berasa ad yg janggal saat kakaknya menaruh pakaian sekolah di ember apa iy kakaknya ga curiga tumpukan pakaian kotor bertambah walau hanya celana dalam? atau kakaknya tau lalu hanya di biarkan begitu saja untuk merencanakan sesuatu.
 
Ada cerbung luar biasa gini kok nubi baru tahu sekarang :aduh::aduh:

Suhu jagbar luar biasa detil cerita nya
Yang bikin nubi terkagum waktu baca update terakhir, suhu bisa ngerancang analisa si Rico sampai sebegitu detailnya

Cerita nya sangat menarik hu, walaupun SS nya simple dan kategori termasuk softcore, nubi ga bakal bosen ngikutin ceritanya suhu

Ditunggu updatenya, terus berkarya suhu!
:jempol::jempol::jempol:
 
adu strategi antara jenderal dengan 10.000 pasukan melawan kopral dengan 500 pasukan

ane berharap kopral sih yang bakalan menang akhirnya, meskipun si jenderal sangat pintar
 
Peristiwa ini terjadi ketika kami baru saja diusir oleh tante kami dan terpaksa harus menginap di hotel melati. Saat itu kakakku masih kelas 12 sementara aku kelas 9. Kami berdua saat itu baru saja melewati hari ulang tahun kami masing-masing yang ke-18 dan 15.

Hari itu kami berdua terpaksa membolos sekolah. Setelah berputar wira-wiri mengurus segala macam dan mencari tempat tinggal sementara yang cocok, akhirnya sore itu sampailah kami di satu hotel kecil kelas melati tempat kami bakal menginap beberapa hari.

Hotel itu letaknya tak terlalu jauh dari tempat kami sekolah. Kebetulan kami sekolah di tempat yang sama. Tinggal naik angkot satu kali dan kami bisa berhenti di dekat sekolah maupun hotel itu.

Meski tak terlalu besar namun kamarnya sekilas cukup layak untuk ditinggali kami berdua untuk beberapa hari. Apalagi dengan kamar mandi dan toilet di dalam. Sehingga kami, terutama kakakku tak perlu repot-repot harus keluar kamar di waktu malam. Harganya juga relatif miring. Cocok untuk keadaan keuangan kami yang saat itu pas-pasan.

Beberapa hari itu adalah masa-masa yang sulit dan pahit. Kami baru saja diusir lebih rendah dari anjing (yang masih dipelihara) oleh tante kami yang juga sama sekali tak peduli akan nasib kami selanjutnya. Bahkan ketika Papa secara khusus memohon supaya pengusiran itu ditunda seminggu, tante sama sekali tak menggubrisnya. Bahkan satu jam pun ia tak mau menundanya. Sementara kami berdua saat itu masih begitu muda dan tak mengerti tentang kehidupan di luar. Kami tak punya sanak saudara atau kenalan yang bisa didatangi di ibukota ini. Sementara Papa jauh di daerah. Balik ke sana tak mungkin. Jadi akhirnya kami harus menemukan jalan sendiri kalau tak mau malam itu tidur menggelandang di jalan.

Secara keuangan, saat pengusiran itu juga merupakan saat yang betul-betul pas untuk membuat hidup kami sangat susah. Kondisi cashflow keuangan Papa sedang parah-parahnya. Organisasi preman yang mengganggu kami itu sedang gencar-gencarnya meneror toko bahkan rumah kami. Di saat penghasilan minim, dana segar yang ada di tangan baru saja “disumbangkan” ke mereka dan dipakai buat hal-hal lain. Sementara harta yang kami miliki lainnya sifatnya tak likuid.

Oleh karena selama ini kami menumpang di rumah tante yang kaya raya, Papa tak terlalu banyak memasukkan uang ke rekening tabungan kami. Instead, ia langsung transfer ke rekening tante. Dengan pemberitahuan yang sangat mendadak ini, kami jadi kelabakan. Sementara tante sama sekali tak bersedia meminjamkan apalagi memberi uang barang sepeser pun. Padahal awal bulan ia telah menerima uang transfer dari Papa untuk biaya kehidupan kami selama bulan ini. Sehingga boleh dikata sebenarnya ia masih berhutang pada keluarga kami. Bahkan untuk menghina kami, ia melempar uang 200 ribu ke lantai untuk kami ambil, yang pada akhirnya baik aku apalagi kakakku meninggalkan rumahnya tanpa sudi menyentuhnya.

Saat itu dalam hati aku sempat mempertanyakan keputusan Papa mengirim kami ke ibukota. Kenapa waktu itu orang-orang organisasi preman itu tidak dituruti dikasih uang saja. Sehingga saat ini kami tak perlu terlunta-lunta begini di ibukota yang berisi banyak orang-orang yang tak berperasaan ini.

Tapi lalu aku teringat dengan “orang pintar” kenalan Papa yang datang waktu itu. Selain mengatakan kalau kakakku punya harkat yang tinggi namun masa mudanya bakal susah, dia juga bilang ada kemungkinan di usia mudanya kakakku bakal jatuh ke laki-laki yang akan membuat susah seumur hidup. Apabila ini terjadi, semua potensi kemuliaannya itu akan hilang dan hidupnya akan menderita. Jadi perbedaan nasibnya bisa sangat bertolak belakang. Setelah itu ia tak mau bicara banyak lagi selain berpesan supaya Papa menjaganya baik-baik untuk menghindari nasib sialnya itu.

Aku tak tahu apakah karena teringat omongan orang itu maka Papa dengan nekat mengirim kami kesini. Untuk menghindari orang-orang dari kelompok preman itu. Tentu cukup masuk akal betapa akan suramnya masa depannya seandainya kakakku jatuh ke tangan orang-orang seperti itu. Meski katakanlah dinikahi secara resmi pun. Apalagi kalo hanya dijadikan mainan. Ini membuatku akhirnya bisa mengerti keputusan nekat Papa. Meski kini kami harus menghadapi segala kesulitan yang ada.

Bisa jadi sejak melihat kecantikan kakakku dan mengetahui kondisi keuangan kami yang sebenarnya hari itu, mereka lalu beralih sasaran dari asalnya uang ke perempuan (kakakku). Karena dikiranya kami adalah orang lemah yang tak berdaya sehingga bisa dijadikan empuk. Yang pasti sejak itu kelakuan mereka semakin menjadi-jadi bahkan mulai brutal. Kini mereka tak hanya mendatangi toko kami saja namun juga mendatangi rumah kami. Bahkan pembantu kami pun juga ikut-ikutan diteror sampai akhirnya ga tahan dan minta keluar semua. Meski tak wajib karena mereka sendiri yang minta keluar, namun karena telah ikut cukup lama dan merasa bertanggung-jawab dengan kondisi ini Papa memberi mereka uang pesangon yang mana semakin mengurangi dana segar kami.

Pada hari itu meskipun Papa berhasil men-transfer sejumlah uang, namun jumlahnya terbatas. Seperti biasa, disaat kita mendadak butuh uang, sanak keluarga pada menjauh. Demikian pula yang terjadi dengan Papa saat itu. Hanya beberapa yang membantu kami yang kemudian dikirimkannya ke kami.

Kurun masa itu juga membuka mata kami betapa kejamnya dunia terutama bagi orang yang sedang dilanda kesusahan. Dimana ada orang yang tanpa rasa belas kasihan justru memanfaatkan kesusahan yang melanda orang lain untuk meraih keuntungan maksimal darinya.

Saat tinggal di hotel, kami bedua selalu bersama-sama naik angkot untuk ke sekolah dan pulang darinya. Lokasi hotel itu sebenarnya berada di lingkungan yang kasar, mungkin karena itu harganya agak miring. Selama beberapa hari disini, saat di perjalanan selalu saja terjadi harassment terhadap kakakku. Entah apakah karena kakakku ini masih sangat muda namun orangnya cantik dan putih (sehingga menyolok), atau karena jelas nyata dari golongan minoritas (yang di daerah ini tak banyak terlihat apalagi kaum wanitanya) sementara kere (karena naik angkot) sehingga - lagi-lagi – kami adalah sasaran empuk? Yang pasti kata-kata godaan iseng yang terlontar selalu tak jauh dari kombinasi semua faktor itu.

Harassment yang terjadi umumnya dilakukan secara verbal dengan siulan-siulan iseng dan kata-kata yang ditujukan kepada kakakku baik yang isinya menggoda, sapaan sok mesra, semi jorok, ataupun jorok yang terkadang dibumbui dengan faktor rasis.

Namun ada pula pelecehan yang dilakukan secara fisik meski agak terselubung. Seperti kenek angkot yang sengaja memegang lengan kakakku saat meminta uang padahal kepada penumpang lain ia tak bersikap seperti itu. Di dalam angkot saat penuh, bapak yang duduk di sebelah kakakku berupaya mendesak-desak ingin menyentuhkan lengannya ke payudara kakakku (yang kemudian kakakku menggunakan tasnya untuk menutupinya). Sementara pahanya sengaja ditempel-tempelkan ke paha kakakku yang saat itu memakai seragam sekolah (satu hal yang tak dapat dicegahnya). Juga cukup banyak yang suka memandangi dengan tatapan mesum. Sementara penumpang perempuan lainnya rata-rata tak peduli dengan sikap sebagian penumpang itu terhadap kakakku. Mungkin dipikirnya, hmm untung ada kakakku disitu jadi dirinya tak diganggu. Bahkan ada seorang ibu yang dengan tega justru mengata-ngatai bahkan “mensyukurinya” karena pakaian seragam yang dikenakan kakakku.

Memang kuakui pakaian seragam yang dipakai kakakku bagi sebagian orang mungkin termasuk “sexy”. Sekolah kami adalah sekolah swasta dimana cukup lumrah siswi-siswinya memakai rok seragam diatas lutut, asalkan tidak mini dan terlalu ketat. Sementara diatasnya cukup biasa memakai baju seragam putih dengan bra di baliknya, tanpa kaus dalam. Sehingga pada saat dan sudut tertentu bisa jadi bra-nya agak kelihatan tembus pandang. Ini adalah sesuatu yang biasa bagi kami. Hanya saja, tak ada yang naik angkot ke sekolah, selain kami.

Di hari pertama naik angkot, rupanya kakakku tak menyadari itu sehingga hampir semua penumpang laki-laki mencuri-curi pandang atau bahkan secara terang-terangan melihat ke arah dadanya atau ke pahanya. Namun di hari kedua, ia selalu memakai jaket ringan untuk menutupi bagian atas tubuhnya. Sementara tasnya selalu ditaruh di atas lututnya untuk menutupi bagian kakinya yang terbuka. Akan tetapi rupanya hal itu sama sekali tak menolong. Selalu saja ada orang-orang yang memandangi dirinya secara iseng bahkan menggodanya.

Namun semua itu adalah hal kecil dibanding dengan apa yang kami alami dari hotel itu. Ya, petugas hotel itu rupanya sengaja mengerjai kami. Ketika check-in kami diberi kamar yang secara sekilas terlihat oke. Namun setelah kami sudah membayar untuk beberapa hari dan berada di dalam kamar, aku baru menyadari keanehannya saat masuk ke kamar mandi.

Berikut adalah denah sederhana kamar mandi itu:

_AA______
|.......T...DDD|
|B.....T...DDD|
|C...................|
|GG__|


AA: Jendela menghadap keluar agak besar yang kacanya tembus pandang dan tak ada kain penutupnya
B: wastafel
C: saklar lampu
DDD: tempat shower
GG: pintu dari kamar dengan gantungan untuk pakaian atau handuk
TT: Tirai plastik yang bisa dipanjangkan untuk menutup pandangan dari luar jendela ke shower
titik: tak ada maknanya / ruang kosong saja
Catatan: kloset berada di ruang terpisah yang tak ada jendelanya. Jadi aman.

Ada yang aneh dari denah tersebut?

Awalnya aku tak menyadarinya selain melihat jendela kaca yang jernih tanpa penutup yang membuat orang di luar dapat melihat ke bagian wastafel. Tapi ini tak begitu masalah, pikirku awalnya. Toh kita bisa berpakaian lengkap di depan wastafel saat menggosok gigi, cuci muka, dll. Yang penting, ada tirai plastik (TT) yang cukup tebal dan meyakinkan untuk menutup rapat bagian shower sehingga dari luar jendela tak dapat melihat ke bagian itu.

Namun ketika aku hendak mandi saat langit di luar telah gelap, aku baru menyadari kelicikan petugas hotel (laki-laki) yang sengaja memberi kamar tersebut kepada kami ketika check-in sorenya. Padahal ia tahu ada kakakku yang seorang perempuan.

Aku masuk ke kamar mandi dengan membawa handuk dan pakaian ganti. Kunyalakan saklar lampu di dekat pintu (C). Kugantung handuk dan pakaianku di gantungan yang dipasang di pintu (GG). Lalu kututup dan kukunci pintunya. Setelah kulepas bajuku dan kugantung di gantungan lalu aku berjalan menuju shower. Saat itu aku baru sadar kalau orang diluar bisa melihat orang di dalam saat ia berjalan ke tempat shower.

Di bagian shower tak ada tempat menaruh pakaian selain juga akan basah. Sementara saklar lampu ada di dekat pintu sehingga harus dinyalakan dulu kalau ingin menggunakan lampu. Juga, meski lampu tak dinyalakan pun, kamar mandi juga tak terlalu gelap karena ada cahaya masuk dari lampu di luar jendela. Jadi ada kemungkinan orang luar masih bisa melihat ke dalam. Apalagi kalo ada orang gila dan nekat yang membawa lampu senter dan diarahkannya ke dalam jendela.

Saat itu pun sebenarnya aku merasa ada beberapa pasang mata dari luar yang melihat ke dalam. Namun aku cuek saja karena toh diriku cowok. Mungkin mereka mengharapkan kakakkulah yang masuk ke dalam.

Saat di shower aku membayangkan seandainya kakakku yang mandi disini. Ia akan melakukan apa yang barusan kulakukan. Masuk. Lampu dinyalakan. Pintu ditutup dan dikunci. Barang-barang digantung. Pakaian yang dikenakan dibuka seluruhnya dan digantung. Lalu, dalam keadaan telanjang bulat, ia berjalan ke tempat shower dengan menghadap jendela. Saat itu, siapapun yang ada di depan jendela akan dapat melihat bagian atas tubuh telanjangnya dari depan. Bahkan mungkin lebih kalau ia melihat dari ketinggian (ada pohon besar di dekat situ). Sementara bagian luar jendela itu adalah jalan samping tempat orang yang kamarnya di bagian belakang berjalan masuk. Sehingga cukup banyak dilewati banyak orang. Sementara, boleh dibilang sebagian besar orang yang menginap disini adalah laki-laki. So basically, she’s fuc*ed up!

Selesai dari kamar mandi, ketika giliran kakakku akan masuk ke dalam untuk mandi dengan membawa pakaian ganti dan handuk (sampai saat itu ia belum pernah melihat kamar mandi), aku menyampaikan pikiranku itu kepadanya. Mungkin kakakku pun juga akan menyadari hal yang sama begitu ia masuk. Namun aku tak ingin mengambil resiko. Sebelum terjadi insiden memalukan, kuungkapkan situasi yang ada dalam ruang itu.

“Cie, kamar mandinya ini aneh. Jendelanya gak ada penutupnya, masih oke karena ada tirai yang menutup shower. Tapi saklar lampu dan gantungan baju disini dekat pintu. Sementara showernya disana. Meski ada tirai, tapi waktu jalan dari sini ke sana bisa dilihat dari luar donk.”

Kakakku menanggapi perkataanku dengan serius. Di dalam, ia mengerti kondisinya dan mengamini omonganku. Ia tak jadi mandi. Alih-alih, ia mendatangi resepsionis dengan aku ikut menemaninya. Yang berjaga masih laki-laki yang sama tadi. Ketika diminta ganti kamar, ia mengatakan tak ada kamar lain yang tersedia (belakangan kita tahu kalau ia sebetulnya bohong). Sementara justru ia berkilah kesana kemari. Khan ada tirainya yang menghalangi pandangan dari jendela, katanya. Dengan mencoba sabar dan menahan perasaan dijelaskan kalau tirai itu memang menghalangi pandangan ke shower tapi tidak saat menuju kesana. Lalu ia ngeles ke hal lain. Lagipula tambahnya, selama ini tak ada yang protes. Baru kami orang pertama yang protes. Kalau memang tak dapat diterima pasti banyak orang yang protes duluan. Ya mungkin mereka tak protes karena mereka laki-laki. Seandainya aku yang menginap sendirian (katakanlah telah mencapai usia dewasa), aku juga tak akan protes. Saat kita ingin membatalkan tinggal disitu dan minta balik uang, dia berkeras tak bisa refund. Sementara, justru dia dengan tertawa-tawa menawarkan kakakku untuk mandi di ruang kantornya saja kalau tak suka dengan kamar mandi di dalam kamar. Satu hal yang tentunya tak mungkin diterima oleh kakakku sebagai seorang perempuan bahkan tergolong pelecehan.

Pada akhirnya, kami tak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya karena saat itu kami juga kesulitan uang. Juga hari telah cukup malam.

Namun di dalam kamar kakakku terlihat begitu emosional bahkan hampir menangis. Karena artinya selama tinggal disini ia tak bisa mandi dengan normal baik saat pagi apalagi malam tanpa resiko tubuh telanjangnya ditonton dari luar oleh random people yang kebetulan lewat situ.

Tapi akhirnya ia punya ide “jitu” (disebut dalam tanda kutip karena sebenarnya ada trade-off-nya. Dan, I swear, semua ini adalah idenya bukan dariku).

Jadi begini yang akhirnya dilakukannya:

Saat akan mandi:
Ia masuk ke kamar mandi tanpa menyalakan lampu. Digantungkannya pakaian ganti dan handuknya di pintu. Lalu ia menuju tempat shower. Dilepasnya seluruh pakaiannya termasuk pakaian dalamnya. Lalu aku dipanggilnya dan masuk ke sana untuk mengambil pakaian kotornya (sambil sebisa mungkin tak terlalu melihat ke arah kakakku yang bayangan tubuhnya terlihat cukup jelas tentunya). Saat berjalan keluar (dengan membelakangi dirinya), kunyalakan lampu kamar mandi. Sehingga kini ia bisa mandi dengan lampu terang tanpa terlihat orang dari luar. Tentu di saat ini aku tak boleh menoleh ke belakang. Sementara itu, mungkin karena takut dengan predator-predator yang menunggu di luar yang mengincar dirinya akan masuk ke dalam, ia tak mau pintu kamar mandi ditutup. (Secara fisik, ini tak mungkin karena jendela meski transparan tapi cukup kuat dan ada teralisnya. Tapi secara psikologis, mungkin itu adalah bayangan yang sangat menakutkan baginya). Sebagai adiknya, tentu aku tak boleh memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dengan tiba-tiba nongol di depan pintu dan melihat dari sudut yang terbuka. Apalagi berjalan mendekatinya untuk mengecek keadaannya dari jarak dekat.

Ketika selesai:
Ia memanggilku. Aku masuk (tanpa melirik ke arah sana) dan mematikan lampu. Kuambil handuknya dan kuserahkannya dalam keadaan agak gelap namun masih sempat terlihat siluet tubuhnya. Kuserahkan pakaian dalam dan baju gantinya satu-satu sementara ia mengenakannya dalam keadaan “agak-agak” gelap. Setelah berpakaian sempurna baru ia keluar.

Namun di malam berikutnya, saat ia selesai dan aku mengambil handuk dan pakaian gantinya, aku agak lupa dengan prosedurnya. Saat itu tanpa sadar aku langsung menuju ke arahnya tanpa mematikan lampu. Mulanya ia agak kelabakan sementara aku pun juga kaget. Tapi setelah itu ia bersikap agak santai dan tak terlalu peduli dengan diriku yang melihat dirinya mulai dari saat telanjang bulat sampai berpakaian sopan. Meski aku telah berusaha tak melihatnya dengan menoleh ke arah yang berbeda. Namun saat ia meminta sepotong pakaiannya, tanpa sadar aku menoleh ke arahnya saat memberikannya.

Di pagi hari keesokan harinya pun juga sama. Kalau kemarinnya ia hanya cuci muka dan menghindari mandi saat pagi, kini dan hari-hari berikutnya ia tak merasa risih lagi denganku membantunya. Yang mana secara otomatis dapat melihat dirinya dengan cukup jelas karena hari yang sudah cukup terang.

Semua itu terjadi secara spontan tanpa kusengaja. Itu juga saat aku melihat tubuh telanjang kakakku pertama kali sejak ia tumbuh dewasa. Tapi aku bisa menyatakan kalau saat itu aku tak bernafsu terhadapnya. Rasa ingin tahu mungkin iya memang ada. Tapi tak lebih dari itu. Sebaliknya, aku justru lebih kuatir kalau orang di luar bisa melihat tubuh telanjangnya.

Sebaliknya saat itu kakakku juga sepertinya tak terlalu peduli denganku yang tentu sedikit banyak tanpa sengaja melihat dirinya telanjang. Ia jauh lebih concern dengan kemungkinan orang dari luar yang dapat melihatnya. Satu hal yang betul-betul dijaga dan dihindarinya.

Pada akhirnya, masa sulit yang aneh di kamar hotel yang gagal desain itu akhirnya berlalu juga. Tanpa ada kejadian yang tak diinginkan terjadi secara fisik terhadap kakakku. Paling “hanya” sekedar pelecehan verbal, pelecehan fisik kecil-kecilan saat di dalam angkot itu, atau upaya gagal untuk melihat kakakku telanjang saat mandi.

Sampai beberapa hari kemudian, Papa mendapat tambahan dana segar dan tak lama dari itu juga berhasil menjual toko dan rumahnya meski dengan harga sangat miring. Sehingga akhirnya kami dapat meninggalkan hotel itu dan pindah ke lingkungan yang lebih layak dan lebih manusiawi dengan menempati rumah kontrakan yang cukup nyaman.

Namun secara psikologis, masa singkat itu memberikan efek yang cukup kuat bagi kami berdua. Aku merasakan ketidakberdayaan melindungi kakak perempuanku dari upaya-upaya pelecehan seksual dan / atau rasis dari pria-pria iseng itu, yang notabene sebenarnya mereka berasal dari kalangan rendah yang jauh di bawah status sosial keluarga kami.

Bahkan ada satu kejadian ketika empat pemuda STM mengeluarkan kata-kata bernada seksual dan rasis terhadap kakakku. Saat itu aku yang merasa tersinggung menatap ke pemuda yang mengatakan itu. Merasa tertantang, pemuda yang jauh lebih besar dariku itu mendatangiku, memaki-maki, dan menamparku berkali-kali yang diikuti oleh teman-temannya. Kemudian oleh mereka aku dipaksanya mengulangi beberapa ujaran-ujaran seksual dan rasis yang ditujukan kepada kakakku sambil mengancam akan memukuliku dan merobek-robek baju seragam lalu memperkosa kakakku di depan mataku kalau aku tak menurut. Karena ketakutan, saat itu aku tak bisa berpikir jernih lagi sehingga akhirnya kuikuti semua perkataannya yang disambut dengan tawa riuh dari mereka. Aku tak bisa memaafkan diriku yang saat itu sebagai pengecut mengakui, menyetujui bahkan menyukai apa yang akan mereka lakukan terhadap diri kakakku.

Sementara itu, kakakku pun juga punya reaksi psikologis yang berbeda namun tak kalah kuatnya.
“Kelakuan orang-orang itu bikin aku muak!” kakakku berkali-kali mengatakan itu ketika kami tinggal di hotel itu dengan wajah dan ekspresi pandangan sangat marah. “Karena cewek, masih muda, dari kelompok minoritas, dan tak punya uang dikira kita orang lemah yang bisa seenaknya dipermainkan dan diinjak-injak,” tambah kakakku. “Makanya kita harus berjuang. Kita harus cari jalan. Kita harus sukses supaya nggak dipandang rendah sama orang-orang seperti mereka. Kalau kita sukses, mereka nggak berani macam-macam dengan kita,” katanya kepadaku. Hmm, aku jadi teringat akan kata-kata kakekku ketika aku kecil dulu.

Bisa jadi, pengalaman-pengalaman yang tak mengenakkan yang dirasakannya beberapa tahun lalu itu sungguh memotivasi kakakku untuk dapat keluar dari keadaan susah kami. Apalagi, belakangan kondisi keuangan Papa menunjukkan penurunan tajam. Sehingga kemungkinan lebih buruk sungguh terlihat begitu nyata akan datang. Mungkin karena itu kakakku pada akhirnya rela menukar harga diri dan kehormatannya dengan menjadi wanita simpanan orang seperti Pak Zul.

Tapi, apakah itu pengorbanan yang cukup berharga ataukah akan menjadi pengorbanan yang sia-sia belaka? Memang, Pak Zul bukan orang yang bersiul-siul cat-calling ngisengin cewek di jalan. Namun apakah orang seperti dia lebih baik dibanding preman jalanan itu? Ia mungkin lebih berpendidikan, lebih punya harta, dan punya jabatan tinggi sehingga mampu membuat gadis-gadis muda yang berkelas dari latar belakang apapun bertekuk lutut. Termasuk kakakku ini. Namun, dengan memanfaatkan jabatan publik untuk keuntungan pribadi, dengan mencuri uang orang banyak yang bukan menjadi haknya, dengan bersikap super munafik, tidaklah ia sebenarnya sama-sama berjiwa preman dengan preman-preman jalanan itu?

Kalau begini, tidakkah sebenarnya pada akhirnya sama saja? Ia membenci preman-preman itu namun justru menyerahkan dirinya dan menggantungkan rejekinya kepada seorang yang jiwanya jiwa preman juga.

Aku, secara psikologis telah cacat dan terluka yang mungkin tak akan bisa sembuh seumur hidup.
Kakakku, dengan semangatnya yang menggebu tanpa sadar terperosok ke lubang hina yang sedari awal ingin dihindarinya dan begitu dibencinya.
Kami berdua seperti berada dalam lingkaran setan yang tak berujung... Tak peduli apa yang kami lakukan, apakah berdiam diri (sepertiku) atau berlari (seperti kakakku), kami berdua sama-sama tetap terjebak didalamnya.

Somehow, aku berandai-andai seandainya semua ini tak pernah terjadi pada keluarga kami, maka kami semua akan masih tetap bahagia seperti dulu.

I wish the ring had never come to me
- Frodo, The Lord of the Rings.
 
Terakhir diubah:
Flashback yang mantap suhu...

Stefanie yang membenci preman/mata keranjang..akhirnya menyerah kepada si mata keranjang..pengorbanan besar yah..untuk membantu dirinya & Rico..moga Rico menghargai pengorbanan Stefanie & bukan mau menikmati kakaknya, tetapi mau membalas kumpulan yang memeras ayahnya :p

Stefanie ngak mau ML dgn cowok lain ya? :p
 
Makasih apdetnya suhu.

Makin keliatan sifat ketidak berdayaan rico.
Hmm, apa iya stefany seperti analisa rico? ane ngerasa analisa rico tentang stefany kali ini nggak semuanya bener.

Mbuhlah, biar apdetan2 selanjutnya yg menjawab.
 
Terima kaaih updatenya suhu..walau ga ada ss nya..cukup kurang bro jagbar,klo bisa yg diisengi dihotel atau dijalanan atau diangkot, org yg ngisengi lbh diperjelas bro,,jd ada cerita dr sisi mereka..hheheh
 
Again and again...
Lagi dan lagi...
ane, sebagai nubi di forum ini, mengucapkan...

THANKS FOR UPDATE, SUHU!!!
:ampun::mantap::ampun:


Satu pertanyaan...
sexual disorder si Rico berawal / disebabkan karena trauma psikis yang pernah dialami itu, suhu???​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd