Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

PENCULIKAN & PERBUDAKAN

Liberta_Publisher

Adik Semprot
Daftar
14 Dec 2023
Post
128
Like diterima
1.290
Bimabet
Halo semua. Saya dari Liberta Publisher. Penerbit yang ingin menghadirkan berbagai karya panas dari beragam jenis. Sebagian cerita yang saya up adalah buatan sendiri tapi ada juga yang meremake atau terjemahan dari karya orang lain.

Sistem penerbitan saya terbagi dalam 4 musim. Winter ( January-Maret), Spring (April-Juni), Summer (Juli-September), dan Fall ( Oktober-Desember) dimana tiap musim akan ada beberapa cerita baru. Setiap cerita akan dapat jatah tayang seminggu sekali selama musim tersebut. Kalau misalkan saya berhalangan, maka cerita akan di up di hari lain di minggu tersebut dan kalau tidak di up juga berarti jadwalnya di geser ke minggu depan. Jika misalkan cerita itu terlalu panjang untuk ditayangkan di satu musim, maka cerita akan dipecah menjadi 2-3 cour dimana cour selanjutnya akan diupdate di musim lain. Sebagai tambahan, di bulan terakhir satu musim, akan di up satu cerita spesial.

Terakhir, saya mohon maaf jika ceritanya berantakan dan penuh kekurangan. Saya berharap bisa mendapat banyak masukan dari suhu sekalian untuk perkembangan cerita ini.
 
Judul : Penculikan dan Perbudakan
Type : Adaptation
First Airing : Winter 2024
List Chapter :
Mengisahkan seorang perempuan biasa yang kemudian diculik seorang pria dan disekap di tempat antah beranta. Rangkaian permainan dan siksaan dari si penculik tanpa sadar telah mengubahnya menjadi seorang budak
 
Terakhir diubah:
Chapter 1
Club Red Wing bukannya makin sepi malah menjadi semakin penuh sesak ketika jam telah menunjukkan pukul sebelas lima belas. Aku di sini untuk merayakan ulang tahun ke dua puluh satu sahabat terbaikku, Mila. Kami berdua sudah dekat selama beberapa tahun dan melalui berbagai hal bersama meskipun kepribadian kami sangat berbeda. Dia adalah seorang ekstrovert genit yang cantik dengan tubuh kencang, dada besar dan rambut hitam panjang bergelombang yang dimanjakan oleh ayahnya yang kaya. Dia selalu populer dan tahu cara menggoda dan menarik perhatian pria mana pun yang berani melirik ke arahnya.

Seperti sahabatku, aku juga memiliki tubuh langsing . aku menghabiskan banyak waktu berlari, melakukan yoga, dan rutin ke gym, tetapi Mila selalu membuatku sedikit sadar diri tentang tokedku mengingat ukurannya hanya 32b. Apalagi dibanding proporsi badannya yang tinggi dibandingkan denganku. Sesuatu yang membuatku makin minder jika dibandingkan dengan Mila.

Saat aku menghabiskan sisa makanan, aku merasakan Mila menyodok kulit lengan atasku dengan dua jarinya untuk menarik perhatianku. Dia menunjuk pada seorang pria yang agak gemuk dengan kacamata tebal, rambut cokelat keriting seperti badut yang berdiri sendirian di ujung bar.

"Menurutku dia menyukaimu Kristin," katanya menggoda. "Dia mengawasimu sepanjang malam. Mungkin dia bisa menjadi pacarmu."

Aku memutar mataku dan menyibakkan sehelai rambut hitam panjang berwarna coklat dari wajahku. " Dia terlalu polos.”

“Kalau begitu kenapa kamu tidak mengundangnya kemari dan membuktikannya? Atau mau aku saja yang panggilkan.”

Dia mulai mengangkat tangan kecilnya untuk melambai ke arah pria itu dan aku bergerak cepat untuk memukulnya dengan keras, kuku jarinya yang merah cerah membentur meja di depan kami.

“Dia bukan tipeku," aku memelototinya.

"Terus, kau masih mau duduk di sini aja.”

"Ya, terserahlah," balasku, tidak berminat melanjutkan pembicaraan. "Mengapa kamu tidak kembali ke cowok ganteng di sana?" Sebuah saran yang dia terima dengan sangat cepat; mungkin menunjukkan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari kecanggungan percakapan kami.

Aku mulai mengaduk setengah es batu yang meleleh di gelas aku dengan satu jari ramping sambil diam-diam mengamati apa yang terjadi di tempat yang ramai. Salah satu pria sudah mulai mendekat dan melancarkan niat modus untuk mendekati Mila. Tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan hangat di kulit halus tulang belikatku yang terbuka. Aku segera berbalik dan menemukan pria menyeramkan dari bar berdiri di sampingku memegang dua gelas yang mencurigakannya mirip dengan minuman yang Baru saja kuhabiskan. Tangannya yang gemetar . gugup menyebabkan cairan berwarna coklat bergelembung itu tumpah di dalam wadah transparannya saat dia dengan ragu-ragu berdeham sebelum berbicara.

"Hai, kamu cantik," hanya itu yang bisa dia ucapkan dengan suara yang lemah dan terdengar hampir konyol.

"Um, terima kasih," kataku sambil mengangguk dan mengalihkan pandanganku kembali ke Mila.

"Aku harap kamu tidak keberatan, aku melihat gelasmu kosong dan aku bertanya kepada pelayan apa yang kamu minum, jadi aku membawakanmu satu lagi."

Aku berbalik ke tempat dudukku dan menemukannya sedang memegang gelas untukku. Dia tampak menyedihkan, seperti anak anjing tersesat yang kepalanya terlalu sering ditendang. Aku merasa kasihan padanya jadi aku menerima minumannya. "Terima kasih, kau baik sekali."

Aku menyesap sedikit minumanku dan memberikan anggukan dan sesekali senyuman dari gigi putihku yang sempurna sambil berusaha menghindari kontak mata agar aku tidak mengirimkan pesan yang salah bahwa aku mungkin sebenarnya tertarik padanya.

Interaksi berlangsung jauh lebih lama dari yang aku inginkan. Dia mengoceh tentang komputer atau ibunya atau basa basi lainnya. Hari sudah larut dan aku mulai merasa sangat lelah, suatu kondisi yang tidak sepenuhnya mengejutkan aku, . aku bangun lebih awal untuk rangkaian meeting yang menjemukkan.

Aku memberikan pesan lewat Mila untuk meminta izin agar meninggalkan bar ini lebih cepat. Saat ini, yang kubutuhkan adalah tidur di Kasur nyamanku. Beruntung Mila menyadari pesan di mataku.

Dia melontarkan senyuman putih sempurna ke arahku dan mengangguk sebelum mengabaikanku dan mengembalikan perhatiannya kembali ke pria yang tengah mendekatinya. Aku mengeluarkan ponselku dan memesan grab sebelum kembali ke pria gemuk di sebelah kiriku yang masih mengoceh tentang sesuatu yang jelas-jelas dia sukai. Aku dengan hati-hati berdiri dan berkata kepadanya, "Hei, terima kasih untuk minumannya, kamu pria yang keren, tapi aku harus pergi."

Aku melewatinya, berusaha sekuat tenaga untuk menghindari menyentuh pria menyeramkan itu dan menuju pintu keluar. Ketika aku mulai berjalan, aku merasakan diriku terhuyung-huyung dan kulihat juga ruangan mulai bergoyang. Aku berjalan selangkah demi selangkah dengan hati-hati, satu kaki di depan kaki lainnya hingga aku berada di trotoar. Sebuah avanza hitam dengan tanda di pintu bertuliskan GRAB berhenti tepat ketika aku sampai di tepi jalan. Tiba-tiba kepalaku terasa pening dan aku merasa diriku terjatuh. Aku mengira akan menabrak trotoar tetapi seseorang menangkapku. Segalanya begitu buram sehingga aku hampir tidak dapat melihat namun aku dapat mendengar pintu mobil terbuka dan aku dibantu masuk ke dalam.

"Hei, apa dia baik-baik saja?"

"Tenang saja. Dia hanya Lelah.”

Lalu segalanya menjadi gelap dan aku tertidur lelap.




Mataku berkedip dan terbuka ke lautan karpet hijau limau pudar yang menempel kuat di wajahku. Kepalaku masih terasa berat. Aku tidak dapat berpikir jernih atau fokus pada apa pun di depanku. Saat aku bergerak untuk duduk, aku mendengar suara gemerincing logam yang keras dan merasakan ada tarikan sesuatu di leherku. Tanganku secara naluriah meluncur ke atas dan aku merasakan sesuatu yang terbuat dari kulit dan logam melingkari leher rampingku. Jari-jariku menelusuri rantai perak tebal dan berat yang diikatkan ke kerahku dengan gembok besar dan mataku mengikutinya ke lingkaran logam yang menonjol dari pilar beton. Aku sedang diculik!

Jantungku mulai berdebar kencang saat rasa panik mulai muncul. Aku segera menunduk dan mendapati bahwa aku masih mengenakan semua pakaianku. "Setidaknya siapa pun yang menahanku belum memerkosaku, belum lagi," pikirku dalam hati dengan sedikit lega sambil masih menarik napas pendek panik.

Mataku mengamati sekeliling ruangan mencari petunjuk. Tanpa jendela, satu pintu, tanpa dekorasi. Di dinding ada papan tulis kosong besar dengan layer tv LCD di sebelahnya. Aku hendak memanggil bantuan ketika aku mendengar suara familiar yang menyeramkan di belakangku.

“Sepertinya kamu sudah bangun. Aku yakin kamu sudah tidur nyenyak.” Kepalaku berputar untuk melihat seorang pria yang tidak kukenal. Dia tampak berusia empat puluhan dengan garis rambut gelap dan wajah yang dicukur bersih.Dia juga kelebihan berat badan. Segera aku menyadari kalau pria ini adalah pria yang sebelumnya kutemui di bar.

"Di mana aku dan apa yang kamu lakukan?" Aku berteriak padanya dengan suara serak dan seluruh tenaga yang bisa kukerahkan. Aku berdiri dengan kaki lemah yang goyah, menarik kuat-kuat rantai kuat yang menahanku dan berteriak, "lepaskan aku, brengsek!"

Bibir pria itu membentuk senyuman kecil yang licik saat dia melihatku berjuang seperti lalat di jaringnya. Dia dengan tenang mengangkat ponsel pintarnya dan dengan satu jari gemuknya dan menekan layar. Seketika aku merasakan sakit yang menyengat. Otot-ototku menjadi lemah dan aku terjatuh ke tanah dan menggeliat seperti ikan yang keluar dari air. Aku tidak dapat melihat dengan jelas, aku tidak dapat bernapas. Yang dapat kurasakan hanyalah rasa sakit dan penderitaan. Setelah waktu yang terasa seperti seumur hidup, dengungan kerah itu berhenti dan rasa sakitnya perlahan hilang. Kombinasi air mata dan air liur membasahi pipi lembut wajahku saat aku berusaha mati-matian mengatur napas, terengah-engah seperti anjing saat wajahku menempel pada karpet.

"Itu adalah pengaturan nomor tiga selama lima detik," katanya sambil berjalan melintasi ruangan menuju papan tulis.”Kerahmu bisa naik ke level dua puluh selama aku mau jika kau tidak mau menurut, meski aku curiga jika aku melakukannya, otakmu pasti akan terbakar dan kau pasti akan tewas. Jadi sebaiknya kau berperilaku baik," katanya dengan nada tenang dan datar. Penculikku yang jahat mendekati papan tulis, mengambil spidol hitam dari baki yang terpasang, dan mulai menulis di permukaan putih yang licin. "Aku tahu kau punya banyak pertanyaan tetapi kau harus tetap tenang. Kau tidak ingin mengalami level empat, bukan?"

Aku tidak berkata apa-apa, mencoba mencari tahu apa yang dia tulis tapi tubuhnya yang besar menghalangi papan. Aku masih gemetar . kombinasi keterkejutan yang Baru saja kualami dan kegugupanku sendiri. Otot-ototku masih belum bekerja dengan baik dan . tidak mampu bergerak secara efektif, aku hanya diam dan meringkuk seperti bola. Setelah beberapa saat dia akhirnya melangkah ke samping dan menoleh ke arahku sehingga aku bisa membaca dengan jelas apa yang dia tulis.

Aturan untuk Budak :

1. Budak tidak akan pernah berbicara kecuali diajak bicara.

"Kaulah budak, ini aturanmu," ucapnya lugas. "Aku berharap kau mematuhi peraturan ini sepenuhnya."

Aku menghela nafas dan duduk. Kemarahan menjalar di pembuluh darahku lagi dan membuatku lupa pada alat di leherku. "Aku bukan perempuan budak, brengsek!" Aku berteriak. "Namaku Kristin da—!"

Sebelum kata-kata terakhir keluar dari bibirku, sengatan lain menyelimuti diriku, yang kali ini jauh lebih buruk dan dalam jangka waktu yang jauh lebih lama dibandingkan sebelumnya. Sekali lagi aku mendapati diriku menggeliat tak terkendali di lantai, rasa sakit luar biasa yang terasa seolah-olah otakku terbakar.

“Apakah kamu siap untuk mematuhi aturan nomor satu, atau kita harus naik ke level lima selama dua puluh detik?” katanya sambil memegang jari tebalnya dengan sikap mengancam di layar ponselnya.

Aku mengangguk dalam diam sambil tetap melotot padanya. "Bagus. Lihat apa yang terjadi jika kamu menurut? Sekarang beri tahu aku apa aturan nomor satu, tolong gunakan kata-kata yang tepat."

Aku duduk diam, menolak mengucapkan sepatah kata pun. Tapi melihat tangan gemuknya yang melayang di atas tombol, siap membuatku kejang lagi memaksaku untuk berpikir sebaliknya. Aku menghembuskan napas keras-keras melalui hidung dan menggigit bibir, mencoba menyeimbangkan kebencianku terhadap penjahat menjijikkan ini dengan keinginanku untuk tidak membuat otakku terbakar. Akhirnya aku mengumpulkan keberanian untuk berbicara dan menyelesaikannya begitu saja. "Budak tidak akan pernah berbicara kecuali diajak bicara," ulangku seperti robot.

Sekali lagi senyuman tersungging di bibir penculikku yang menunjukkan kepuasan yang nyata. "Bagus!" Dia berkata dengan penuh semangat. "Sekarang berdiri." Aku berdiri hati-hati dengan kaki yang lemah, menyeimbangkan diri dengan sepatu hak tinggi hitam yang tetap terikat di kaki mungilku. "Tolong berbalik perlahan." Aku menyesuaikan rok kulitku hingga menutupi pahaku sebelum dengan enggan berputar-putar, dengan hati-hati melangkahi rantai perak berat yang bergetar keras di setiap gerakan saat aku memutar.

"Sekarang buka bajumu."

Aku berdiri membeku. Aku tidak yakin apa yang terjadi ketika aku bangun masih berpakaian tetapi sekarang kemungkinan buruk telah terungkap. Dia memang orang mesum yang pasti akan memperkosaku. Aku bisa merasakan jantungku berdebar kencang setiap detiknya. Aku mendengar bajingan itu menghela nafas dan tiba-tiba hal itu terjadi lagi, rasa sakit yang menyilaukan yang memancar dari kerah bajuku dan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku terjatuh dengan keras ke lantai sebelum seluruh tubuhku meronta-ronta di luar kendali. Lengan dan kaki bergerak ke segala arah sementara air mata bercampur di wajahku. Aku tidak dapat melihat, tidak dapat berpikir, dan bahkan tidak dapat bergerak.

Orang mesum yang menyeramkan itu kembali ke papan tulis dan mulai menulis lagi. "Itu level lima selama dua puluh lima detik," katanya. "Lain kali kita akan mencapai level enam selama tiga puluh detik. Kita bisa terus melakukan ini sebanyak yang kamu mau, tapi aku tidak bisa menjamin otakmu akan tetap utuh lebih lama jika kita melakukannya." Aku membenamkan wajahku kembali ke karpet berbulu, bau busuk jamur memenuhi hidungku. Semenit kemudian dia menjauh dari papan dan aku mendongak untuk melihat apa yang terbaca.

Aturan untuk Budak

1. Budak tidak akan pernah berbicara kecuali diajak bicara.

2. Budak akan menuruti setiap perintah Tuannya tanpa ragu-ragu.

“Aku ingin Kau membaca kembali peraturannya, persis seperti yang tertulis,” katanya dengan suara tenang.

Saat aku berjuang untuk duduk, aku menyeka air mata dari wajahku yang merah dan menarik napas dalam-dalam. "Pertama, Budak tidak akan pernah berbicara kecuali diajak bicara. Kedua, Budak akan mematuhi setiap perintah dari Tuannya tanpa ragu-ragu."

"Bagus sekali," katanya. "Jika kamu belum mengetahuinya, aku adalah Tuanmu dan kamu adalah Budakku. Sekali lagi aku ingin kamu berdiri dan melepaskan semua pakaianmu."

Aku berdiri perlahan dan hati-hati, tertatih-tatih dengan sepatu hak tinggiku dan lagi-lagi aku ragu-ragu, tidak mampu memaksa diriku untuk menuruti perintahnya yang mengkhawatirkan. Namun ketika aku melihat jarinya meluncur lebih dekat ke layar ponselnya, aku segera melepaskan tank top hitam dari bahuku, turun ke tubuhku, dan melewati kaki rampingku sebelum melepaskan kaitan rokku dan membiarkannya meluncur turun ke kakiku untuk bergabung dengan atasanku. . Aku berdiri dengan bra dan celana dalam berenda hitam, berharap itu cukup.

"Aku yakin aku bilang semua pakianmu," katanya sambil jarinya terus melayang di atas telepon.

Aku menghela napas dalam-dalam, jari-jariku gemetar hebat saat aku meraih ke belakangku dan melepas kaitan bra push up hitamku yang berenda, menarik tali sutra ke lengan rampingku dan menutupi payudara kecilku yang kencang dengan lengan atas saat bra itu jatuh dengan anggun ke tubuhku. lantai. Aku menatap pria yang menundukkan aku, kemarahan di mata aku dan memperhatikan saat dia kembali ke papan. Semenit kemudian aku bisa melihat aturan terbaru.

Aturan untuk budak

1. Budak tidak akan pernah berbicara kecuali diajak bicara.

2. Budak akan menuruti setiap perintah Tuannya tanpa ragu-ragu.

3. Budak akan selalu menampilkan tubuhnya tanpa rasa malu

“Tolong baca peraturan nomor tiga,” perintahnya.

Aku menggigit bibirku dan api keluar dari mataku saat aku melotot penuh kebencian. “Budak akan selalu menampilkan tubuhnya tanpa rasa malu,” gumamku.

"Lebih keras.”

“Budak akan selalu memperlihatkan tubuhnya tanpa ras amalu,” kataku, menaikkan volume suaraku dan membiarkan amarah keluar melalui suaraku.

"Artinya kamu tidak akan pernah menutupi dirimu sendiri. Kamu akan selalu menampilkan dirimu seterbuka mungkin. Paham?" Aku mengangguk dan lenganku bergerak dari posisinya yang sebelumnya menutupi payudara kecilku yang kencang, memperlihatkannya sepenuhnya pada orang cabul ini. Dia melambaikan tangannya ke arahku memberi isyarat bahwa aku harus melanjutkan.

Aku mengaitkan ibu jariku ke ikat pinggang celana dalam berenda hitamku dan memindahkannya dari kakiku yang sudah berkembang sempurna ke kaki mungilku di mana aku dengan hati-hati membungkuk dan melangkah keluar dari semua pakaian yang menumpuk di permadani usang. Aku melepas tali sepatu hak tinggiku, melangkah keluar dan berdiri telanjang bulat. Aku bisa merasakan matanya membakar dagingku dan aku hanya bisa mendengar suara jantungku berdetak seperti drum di dalam dadaku dan gemerincing lembut rantai yang membuatku tertawan. Dia menyuruhku untuk berputa dan aku menurutinya sehingga dia bisa memeriksa payudaraku, potongan rambut hitam yang terpangkas rapi menghiasi gundukan memekku, punggung yang cukup tegap, serta kakiku yang indah.

Setelah beberapa kali putaran, dia mengangkat tangannya dan memberi isyarat agar aku berhenti berputar. “Ada beberapa posisi yang akan kamu pelajari, yang pertama disebut berlutut. Sekarang, berlututlah.”

Aku menggigit bibirku dan menghembuskan napas dengan suara yang terdengar sebelum perlahan-lahan menekuk kakiku dan menurunkan tubuh kecilku ke lantai hingga lututku menempel pada permadani jelek itu. “Saat kau dalam posisi berlutut, tumit kakimu ditekan ke belakang, pahamu dibentangkan selebar mungkin dan tanganmu harus berada di bawah toked seolah-olah kau sedang menawarkannya. Lakukan sekarang."

Aku selalu benci diberitahu apa yang harus kulakukan dan aku sangat membencinya sekarang. Namun demikian, aku sadar kalau aku tak punya pilihan. Aku menurunkan diriku sehingga bagian belakangku bertemu dengan tumitku dan merentangkan pahaku, mengetahui sepenuhnya bahwa memekku sekarang terlihat sepenuhnya. Akhirnya aku menyelipkan tanganku yang kecil ke bawah payudara kecilku yang kencang dan menangkupnya, menahan posisi itu.

“Itu posisi berlutut yang sempurna,” katanya sambil tersenyum. "Kau seharusnya bangga . telah menyenangkan Tuanmu. Budak akan mempertahankan posisi ini sampai Tuannya memerintahkannya ke posisi Baru atau memberinya izin untuk berhenti. Apakah kau mengerti?"

Aku mengangguk perlahan.

"Aku adalah Tuanmu dan kamu adalah budakku," lanjutnya. “Sekarang kutanya sekali lagi, siapa aku?”

Aku tahu jawaban apa yang dia inginkan dan aku benci mengatakannya. Tentu saja itu tidak benar, tetapi jika mengucapkan kata-kata itu cukup untuk menjaga agar kalung itu tidak mengejutkanku lagi. Bagaimanapun, itu hanyalah kata-kata. “Anda adalah Tuanku,” kataku dengan kurang antusias.

"Bagus," jawabnya. "Dan siapa kamu?"

"Aku adalah budakmu.”
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd