Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PETUALANGAN BUDI

Bila kalian masuk ke Budi Universe, Pilih 2 orang yang yang jadi teman hidup

  • Amelia

  • Rara

  • Anisa

  • Hana

  • Mirna

  • Yohana

  • Aulia

  • Siti

  • Atun


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Status
Please reply by conversation.
EPISODE 4

Anisa membuka pintu depan rumah yang tak di kunci lalu bergegas masuk menuju ruang tengah.
“Assalamulaiakum, Bu. Nisa pulang,” teriak Anisa mencari ibunya yang tumben tidak ada di ruang tengah. Mungkin sedang di dapur fikirnya. Ia lalu bergegas ke dapur namun yang ia temukan adalah kakak tertuanya sedang duduk santai sembil mencicipi brownies buatan ibunda mereka.

“Gak bosen Mbak pulang terus,” ketus Anisa melihat Aulia kakaknya yang sudah berkeluarga malah siang siang berada di rumah ibu mereka. Aulia tak peduli, ia hanya menikmati brownies kesukaannya itu. Anisa hanya geleng geleng kepala, lalu dia mengambil minuman yogurt dari dalam kulkas lalu duduk di meja makan.

“Harusnya mbak itu lebih perhatian kepada Mas Reza, siapin makan kalau dia pulang, sambut dia dengan senyum bukan malah pulang ke rumah orang tua terus,” Sindir Aulia.

Ibu mereka datang dari ruang belakang sambil membawa satu kotak Brownies yang akan di bawa Aulia pulang nantinya.

“Nisa,kamu gak boleh ngomong seperti itu sama Mbak mu, gak sopan!”

“Biarlah Ma, dia masih kecil gak tahu apa-apa,” Jawan Aulia malas.

Anisa segera menghabiskan minuman yogurtnya lalu membuah kemasannya di tempat sampah di samping kulkas lalu tergenti sejenak dan melirik kakaknya dengan ekor matanya.

“Kasihan Mas Reza punya istri gak dewasa,” Sindir Anisa.

Aulia yang tadi cuek, tiba tiba langsung naik darah. Adiknya yang tidak mengerti apa apa dengan bebas menjudge dirinya yang telah berjuang selama ini d berdiri lalu mendekati Adinya Anisa.

“Tarik ucapanmu sekarang,” Ketus Aulia, “kamu berani berkata begitu padahal kuliahmu ini Mbak yang bayar,” Lanjut Aulia.

“Bukan Mbak tapi Mas reza,”

Reflek Aulia melayangkan sebuag tamparan keras ke pipi Anisa. Anisa yang tak mengira Aulia akan melakukan itu shock sambil memegang pipinya.

“Aulia!,” Seru ibu mereka yang langsung memeluk Anisa dan memastika Pipi Anisa baik baik saja.

“Bu?Sampai kapan? Sampai kapan Aulia harus selalu beradaptasi dengan keadaan yang gak pernah memihak Aulia. Aulia capek bu, Aulia pulang!,” Aulia lalu mengambil kotak brownies yang tadi di bawa ibunya lalu meninggalkan Ibu dan Adiknya yang sedang shock akibat tamparannya.

Ibu Anisa menuruh Anisa duduk untuk melihat kondisi Pipi anaknya.

“Jahat, dia memang bukan istri yang baik. “ Kata Anisa dengan mata yang sudah basah dan suara yang terisak. “Dia memang gak pernah merasa salah.” Lanjut Anisa.

“Apa kamu gak pernah kasian sama beban yang ditanggung Mbakmu selama ini?” Kata ibu.
“Beban apa? Dia cukup diam saja, Mas reza yang akan susah payah di gedung dewan,” Kata Anisa.

“Kamu gak boleh bicara seperti itu dengan Mbakmu,” Bela ibu.

“Kenapa gak boleh? Mbak Aulia selalu tegas dengan Anisa sejak dulu, apa Anisa tidak boleh mengingatkan Mbak Anulia biar jadi wanita yang lebih baik juga. Niat Anisa baik Bu,” Kata Anisa membela diri.

“Mungkin kamu baru memperhatikan Mbakmu beberapa tahun ini setelah Suaminya sukses tapi dari menikah sampai tahun awal Reza terjun ke politik Mbakmu yang jadi tulang punggung keluarga. Ibu bahkan ibunya Reza mencoba menyadarkan reza agar kerja di kantor saja bukan di LSM yang tidak menghasilkan uang. Tapi Mbakmu satu satunya yang mendukung Passion suaminya. Lalu setelah bapak kalian meninggal ibu hanya bisa buat kue usaha kue kecil kecilan, gak cukup buat hidup. Tapi Mbakmulah uang mencari uang, membiayai sekolahnya sendiri bahkan menghidupi keluarga ini” Cerita ibu.

Anisa terdiam. Kenapa dia baru tahu cerita ini? Kemana dia selama ini? Sibuk sekolah. Belajar. Main dengan teman teman. Bahkan dia tidak tahu fakta yang kini malah membuat dadanya merasa sakit dan bersalah.


“Mbakmu keras kepada kamu agar kamu bisa seperti sekarang, kuat mandiri, pintar dan punya tanggung jawab. Karena dia ingin kamu tidak seperti dia dulu. Ibu hanya mengingat kenangan mbakmu hanya tentang kerja dan kerja. Makanya kalau dia pulang ke sini ibu senang, Dia akhirnya bisa lebih santai dan menuai hasil kerja kerasnya di masa lalu.”

Anisa kembali menangis, namun kini menangis karena menyesal.

*******

“Kerjaan yang kamu tawarin kemarin gak jadi Han?” Tanya Budi yang sedang menyetir Mobil milik Farhan. Mereka bermaksud pergi ke toko buku.

“Jadi-jadi kok, di depan belok kiri” jawab farhan sambil membaca chat dengan serius.

“Masih lama?” Tanya Budi.

“Tunggu aja,”Mata farhan tidak lepas dari layar ponsel.

“Akhir semester begini keperluan kampus tambah gila, jilid makalah, Fotocopi beli jurnal. Kalau gak nambah kerjaan gua bisa puasa senin kamis, han,” jelas Budi.

“Lo gak pernah ditransfer apa gitu sama keluarga lo,” Tanya farhan

“Ibu saya udah meninggal Han, saya aja lupa wajahnya seperti apa , saya masih balita waktu beliau pergi. Saya dibesarin nenek .”

“Bokap lo?”

“Bapak ada tapi gak berguna. Kerjanya mabok, Maling, begal, entahlah dia hidup dimana. Dan jadi apa Kalau pulang pasti bawa masalah. Saya Bersyukur kalau dia gak ada di rumah.” Lanjut Budi.

“Nenek lo kerja apa? Eh sebentar di depan lo putar balik ya,” kata Farhan, Bibir Farham terangkat sedikit saat melihat chat di ponselnya. Dia tersenyum tipis.

“Eh ini puter balik,” Tanya Budi bingung. Farhan mengangguk.

“Jadi nenek lo kerja apa?” Farhan kini melepas ponselnya dan focus bicara kepada Budi.

“Jualan tuak. Alkohol dari nira aren? Tau gak kamu”

“Ya, tahu, menarik juga kerjaan nenek lo,”

“Begitulah, paling uangnya habis buat bayar utang bapak, eh kita kemana ini kok jalannya muter, gak jadi ke toko nuku kita?,”

“Katanya lo mau kerja,”

“Sekarang?”

“Ya, mau duit gak lo?”

Budi mengangguk.

Mereka sampai di depan toko bunga yang terkesan mewah. Toko dengan dinding kaca yang menampakan bunga bunga yang dirangkai indah di etalase depan.

“Selamat datang Bos,” kata seorang pegawai.

Budi melirik Farhan.

“Lo pakai rompin hitam ini. Trus nanti ambil bunga yang sudah di rangkai di sana. Di dalam mobil sudah ada tablet yang berisi alamat penerima yang nanti dikirim dari meja kasir. Semua bunga sudah di bayar di depan. Ingat Saat lo ngasih jangan lupa lo tawarin lagi tentang produk-produk kita yang lain. Habis itu pulang. Gampang kan. Ini info tentang toko bunga ini dan produknya.”

Budi mengambil katalog yang sepertinya khusus untuk digunakan karyawan di sana.

“Oke,”

“Kunci mobil ada disana, jangan lupa isi absen pengunaan mobil ya. Biar tahu mobil toko ada di siapa aja,”

“Siap Bos,”

“Sudah jangan aneh aneh,”

“hehehe.”


********
Setelah Budi pergi membawa bunga dengan mobil toko, Farhan langsung menelfon mirna.

“Hallo,” suara Mirna di balik telfon.

“Kenapa mendadak sekali Mir,”

“Aulia nelfon saya mendadak, dia bilang ingin mencoba dulu. Gimana sudah disiapkan?”

“Sudah sayang, kira kira kenapa ya dia bisa berubah secepat itu?”

“Mungkin ada kejadian yang menyadarkan dia, kalau hidup dengan cara dia sekarang hanya akan menghasilkan sakit hati.” Lanjut Mirna. “Kamu yakin gak ngasih tahu temenmu tujuan dia datang kesana? Harusnya kamu kasih tahu aja, biar nanti acting pura pura gak mengerti kalau sudah ketemu aulia.”

“Biarkan saja, biarkan Bu aulia yang menentukan, mau lanjut atau enggak.”

“Gimana kalau temenmu itu nanti langsung pulang?”

“Kita lihat saja nanti. Bu Aulia gak protes dengan cara ini?”

“Awalnya dia ragu takutnya pria yang kita kirim penjahat atau pemerkosa, dia juga berfikir pria itu memang sudah di setting pura-pura tidak tahu tapi punya niat untuk mendekati dia”

“Selalu saja dia berprasangka buruk,”

“Tapi dia setuju kok,

“Kita tunggu saya hasilnya, biarkan ini sebagai salam pembuka aja,”

*******************

“Buat pelangganmu jatuh cinta denganmu secara personal, buat dia iba sama kamu. Bisa ya?”

Sebuah chat masuk kedalam ponsel Budi. Ia bingung dengan maksud Farhan lalu langsung menelfonnya.

“Han? Chat kamu maksudnya apa?”

“Gak ada maksud apa-apa, gua hanya minta tolong melakukan yang gua suruh seperti kesepakatan kita dulu,”

“Tapi ini gak ada hubungannya dengan kerjaan”

“Jelas ada, Dia itu salah satu pelanggan yang prrioritas, kalau kita bisa menjaga kepercayaan dia untuk tetap beli di kita, jelas kita untung banyak,”

“Bisa dengan cara lain kan?”

“Cara apa? Kwalitas? Harga? Bud. Kamu tahu? Semua toko bunga di sini ilmunya sama aja. Mereka itu dulu belajar di tempat sama. Mana mungkin ada perbedaan yang mencolok. Service dan kepercayaan jadi nomor satu. Kalau lo gak mau, lo balik dah. Nanti gua yang anter. Maaf kalo lo gak nyaman dengan cara ini. Bud Sorry”

“Bukan Han, oke, gua butuh kerjaan ini. Gua akan coba, tapi saya bingung caranya,”

“Cukup jadi lo yang biasanya saja,” Menjadi Budi sudah cukup menarik menurut gua.”

“Oke,”

Budi lalu mematikan ponselnya. Farhan tersenyum karena skenarionya berjalan lancar. Cukup dia saja yang tahu apa yang dia tanamkan ke otak Budi, Mirna dan Aulia.

******

Budi tampak grogi, dia berulang kali mengatupkan kedua jarinya berdoa agar tugas pertamanya kali ini berhasil. Dia akhirnya bisa mayakinkan dirinya untuk segera beraksi.

“Permisi? Paket”

Seorang ibu muda keluar dari dalam rumah, ia lalu membuka pagar depan.

“Maaf bu mengganggu, ada paket dari toko Sembilan bunga.”

“Bawa masuk aja mas,” kata Aulia setelah membuka pintu.

“baik Bu, terima kasih,”

“taruh di meja tengah aja,”

“Baik bu,”

Budi tampak berjalan duluan karena dia merasa pelanggannya menyuruhnya begitu. Aulia yang berjalan sambil menatap Budi dari bawah sampai atas. Melihat apa yang menarik dari pria yang di rekomendasikan fargan dan Mirna.

Budi lalu menaruh bunga itu di meja dengan hati hati. Lalu berdiri menunggu perintah selanjutnya.

“Duduk,” kata Aulia. Budi menurut. Mata Aulia menatap budi dengan tajam seperti menjamah setiap inchi dari wajah sampai kaki Budi. Budi tampak canggung karena pandangan Aulia. Budi agak bingung, bagaimana bisa ibu muda berhijab dengan wajah manis itu bisa menatapnya setajam itu.

“cepet juga ya paketnya datang padahal baru saja pesan 3 jam yang lalu,” kata Aulia. Budi langsung mengingat semua isi katalog yang diberika farhan.

“Ya bu, kami memang menyediakan paket rangkai kilat untuk keperluan mendadak,” Jawab Budi lancar.

“Mau minum dulu,” Tanya Aulia.

“Eng..” Hampir saja di menolak, dia hampir lupa perintah Farhan untuk mendekati pelanggannya secara personal “Kalau tidak merepotkan bu,” Jawab Budi.

Beberaoa menit kemudia Aulia datang dengan orange juice dingin di atas Meja.

“Kamu tahu tujuanmu kemari?” Tanya Aulia. Dia bermaksud mengintrogasi Budi. Apa orang ini beneran polos, atau setingan Mirna dan farhan.

“tujuan saya?” Budi bingung dengan pertanyaan itu.

“Ya tujuanmu dataang ke sini,” Kata Aulia.

“Bawa bunga pesenan ibu,” Jawab Budi ragu, karena apalagi tujuannya kesana selain itu.

“Bawa bunga saja?”

“Ya, Bu.” Budi mulai takut, jangan jangan apa yang dia lakukan bukannya SOP kurir bunga. ”Apakah ada kata-kata saya yang salah bu? Kalau boleh jujur ini hari pertama saya kerja bu. Dan ini pengantaran pertama saya. Kalau ada yang salah saya bener bener mohon maaf,” Lanjut Budi. Budi mulai berkeringat.

“KAmu kenal farhan?”

“Ya Bu, dia yang menawari saya pekerjaan ini,” jawab Budi. Aulia mengangguk-angguk, Budi tambah panic “apakah saya melakukan kesalahan bu?” Ulangnya lagi.

“Kamu gak merasa bersalah melakukan pekerjaan ini?” Kata Aulia dengan nada menghakimi.

“Mengantar bunga?Salah? Karena menggunakan bunga segar?” Budi berspekulasi, Budi mencoba mencari didalam kepalanya tentang informasi yang dia tahu, apa mungkin ada komunitas peninta bunga yang melakukan gerakan penolakan penjualan bunga. Atau ini tindakan yang merusak lingkungan

“Saya gak tahu apa apa dengan bisnis bunga bu. Mungkin ada dampak lingkungan saya tidak tahu, saya hanya mahasiswa biasa.”

“Kamu beneran gak tahu?”

“Kalo ada cara saya yang salah. Atau pekerjaan ini adalah salah. Saya mohon maaf bu,” Budi mulai gemetar. APa mungkin Farhan menjebaknya, jangan jangan dibunga itu ada naroba dan wanita di depannya intel. “Tapi saya butuh pekerjaan ini, sebentar lagi sudah masuk akhir semester,pengeluaran akan menjadi jadi. Pekerjaan saya sebelumnya menjadi jasa tukang ketik skripsi gak akan cukup buat saya hidup. Saya melakukan semua ini untuk masa depan saya bu”

Mendengar ucapan Budi yang terdengan tulus dan sedikit putus asa, Aulia langsung mengingat masa Lalu. Dia pernah ada di posisi Budi. Bekerja hanya untuk bertahan hidup. Ia bisa merasakan beratnya perjuangan Budi. Ucapan Budi tidak mungkin sebuah acting. Nada tadi tak mungkin bisa dibuat buat. Suara itu adalah saura yang keluar dari orang yang pernah melihat pahitnya kehidupan.

“Kamu dari mana?’

“Saya dari luar jawa bu, saya tinggal di bangsal, dekat pelabuhan penyebrangan menuju gili trawangan Lombok,”

“Orang tuamu?”

“Saya tinggal dengan nenek, ibu saya meninggal bapak saya hanya bajingan menyusahkan. Maaf kalau kata saya kasar. Saya kuliah karena dapat beasiswa,”

“Lalu gimana kamu hidup?”

“Di bangsal? Saya bantu jadi kuli angkut barang , koper wisatawan atau barang hotel yang dipindahkan ke kapal. Di sini? Saya melakukan apapun, mengajar, jasa ketik, install computer. Dan sebagai kurir bunga.”

Budi mencoba menjelaskan dengan pelan berharap tidak terjadi hal yang tidak dia inginkan.

“kamu sudah makan?”

“Belum,”

“Tunggu,

Aulia datang dengan satu kotak brownies bikinan ibunya.

“kamu bawa ini,” Aulia memberikan kotak brownies dan di atasnya ada amplop “oh ya Nama kamu siapa?”

“Budi, Budi satriawan”

“Budi?” Aulia tersenyum.

“Ya bu, Budi.”

“Kamu boleh pergi”

“Apakah saya ada salah bu?” Tanya Budi. Aulia terdiam

**************
Budi mengacak rambutnya di dalam mobil, ia merasa sudah gagal di tuhas pertama lalu segera menelfon farhan.

“Gua gagal han”

“Gagal?”

“tadi gua panik di dalam, Maaf han,, kecewain kepercayaan elo,”

“baik, lo ceritain sama gua,”

Budi lalu menceritakan semuanya kepada farhan, farhan mendengarkan dengan seksama. Setelah semua cerita budi ceritakan lalu.

“Coba lo buka Tips yang dikasih bu Aulia,”

Budi membuknya dengan pelan.

“Isinya berapa?”

“Bentar Han, hmmm… 3 juta?”

“3 juta? Berarti mungkin lo berhasil,”

“berhasil?”

“Tipsnya 100% buat lo,”​
 
EPISODE 4

Anisa membuka pintu depan rumah yang tak di kunci lalu bergegas masuk menuju ruang tengah.
“Assalamulaiakum, Bu. Nisa pulang,” teriak Anisa mencari ibunya yang tumben tidak ada di ruang tengah. Mungkin sedang di dapur fikirnya. Ia lalu bergegas ke dapur namun yang ia temukan adalah kakak tertuanya sedang duduk santai sembil mencicipi brownies buatan ibunda mereka.

“Gak bosen Mbak pulang terus,” ketus Anisa melihat Aulia kakaknya yang sudah berkeluarga malah siang siang berada di rumah ibu mereka. Aulia tak peduli, ia hanya menikmati brownies kesukaannya itu. Anisa hanya geleng geleng kepala, lalu dia mengambil minuman yogurt dari dalam kulkas lalu duduk di meja makan.

“Harusnya mbak itu lebih perhatian kepada Mas Reza, siapin makan kalau dia pulang, sambut dia dengan senyum bukan malah pulang ke rumah orang tua terus,” Sindir Aulia.

Ibu mereka datang dari ruang belakang sambil membawa satu kotak Brownies yang akan di bawa Aulia pulang nantinya.

“Nisa,kamu gak boleh ngomong seperti itu sama Mbak mu, gak sopan!”

“Biarlah Ma, dia masih kecil gak tahu apa-apa,” Jawan Aulia malas.

Anisa segera menghabiskan minuman yogurtnya lalu membuah kemasannya di tempat sampah di samping kulkas lalu tergenti sejenak dan melirik kakaknya dengan ekor matanya.

“Kasihan Mas Reza punya istri gak dewasa,” Sindir Anisa.

Aulia yang tadi cuek, tiba tiba langsung naik darah. Adiknya yang tidak mengerti apa apa dengan bebas menjudge dirinya yang telah berjuang selama ini d berdiri lalu mendekati Adinya Anisa.

“Tarik ucapanmu sekarang,” Ketus Aulia, “kamu berani berkata begitu padahal kuliahmu ini Mbak yang bayar,” Lanjut Aulia.

“Bukan Mbak tapi Mas reza,”

Reflek Aulia melayangkan sebuag tamparan keras ke pipi Anisa. Anisa yang tak mengira Aulia akan melakukan itu shock sambil memegang pipinya.

“Aulia!,” Seru ibu mereka yang langsung memeluk Anisa dan memastika Pipi Anisa baik baik saja.

“Bu?Sampai kapan? Sampai kapan Aulia harus selalu beradaptasi dengan keadaan yang gak pernah memihak Aulia. Aulia capek bu, Aulia pulang!,” Aulia lalu mengambil kotak brownies yang tadi di bawa ibunya lalu meninggalkan Ibu dan Adiknya yang sedang shock akibat tamparannya.

Ibu Anisa menuruh Anisa duduk untuk melihat kondisi Pipi anaknya.

“Jahat, dia memang bukan istri yang baik. “ Kata Anisa dengan mata yang sudah basah dan suara yang terisak. “Dia memang gak pernah merasa salah.” Lanjut Anisa.

“Apa kamu gak pernah kasian sama beban yang ditanggung Mbakmu selama ini?” Kata ibu.
“Beban apa? Dia cukup diam saja, Mas reza yang akan susah payah di gedung dewan,” Kata Anisa.

“Kamu gak boleh bicara seperti itu dengan Mbakmu,” Bela ibu.

“Kenapa gak boleh? Mbak Aulia selalu tegas dengan Anisa sejak dulu, apa Anisa tidak boleh mengingatkan Mbak Anulia biar jadi wanita yang lebih baik juga. Niat Anisa baik Bu,” Kata Anisa membela diri.

“Mungkin kamu baru memperhatikan Mbakmu beberapa tahun ini setelah Suaminya sukses tapi dari menikah sampai tahun awal Reza terjun ke politik Mbakmu yang jadi tulang punggung keluarga. Ibu bahkan ibunya Reza mencoba menyadarkan reza agar kerja di kantor saja bukan di LSM yang tidak menghasilkan uang. Tapi Mbakmu satu satunya yang mendukung Passion suaminya. Lalu setelah bapak kalian meninggal ibu hanya bisa buat kue usaha kue kecil kecilan, gak cukup buat hidup. Tapi Mbakmulah uang mencari uang, membiayai sekolahnya sendiri bahkan menghidupi keluarga ini” Cerita ibu.

Anisa terdiam. Kenapa dia baru tahu cerita ini? Kemana dia selama ini? Sibuk sekolah. Belajar. Main dengan teman teman. Bahkan dia tidak tahu fakta yang kini malah membuat dadanya merasa sakit dan bersalah.


“Mbakmu keras kepada kamu agar kamu bisa seperti sekarang, kuat mandiri, pintar dan punya tanggung jawab. Karena dia ingin kamu tidak seperti dia dulu. Ibu hanya mengingat kenangan mbakmu hanya tentang kerja dan kerja. Makanya kalau dia pulang ke sini ibu senang, Dia akhirnya bisa lebih santai dan menuai hasil kerja kerasnya di masa lalu.”

Anisa kembali menangis, namun kini menangis karena menyesal.

*******

“Kerjaan yang kamu tawarin kemarin gak jadi Han?” Tanya Budi yang sedang menyetir Mobil milik Farhan. Mereka bermaksud pergi ke toko buku.

“Jadi-jadi kok, di depan belok kiri” jawab farhan sambil membaca chat dengan serius.

“Masih lama?” Tanya Budi.

“Tunggu aja,”Mata farhan tidak lepas dari layar ponsel.

“Akhir semester begini keperluan kampus tambah gila, jilid makalah, Fotocopi beli jurnal. Kalau gak nambah kerjaan gua bisa puasa senin kamis, han,” jelas Budi.

“Lo gak pernah ditransfer apa gitu sama keluarga lo,” Tanya farhan

“Ibu saya udah meninggal Han, saya aja lupa wajahnya seperti apa , saya masih balita waktu beliau pergi. Saya dibesarin nenek .”

“Bokap lo?”

“Bapak ada tapi gak berguna. Kerjanya mabok, Maling, begal, entahlah dia hidup dimana. Dan jadi apa Kalau pulang pasti bawa masalah. Saya Bersyukur kalau dia gak ada di rumah.” Lanjut Budi.

“Nenek lo kerja apa? Eh sebentar di depan lo putar balik ya,” kata Farhan, Bibir Farham terangkat sedikit saat melihat chat di ponselnya. Dia tersenyum tipis.

“Eh ini puter balik,” Tanya Budi bingung. Farhan mengangguk.

“Jadi nenek lo kerja apa?” Farhan kini melepas ponselnya dan focus bicara kepada Budi.

“Jualan tuak. Alkohol dari nira aren? Tau gak kamu”

“Ya, tahu, menarik juga kerjaan nenek lo,”

“Begitulah, paling uangnya habis buat bayar utang bapak, eh kita kemana ini kok jalannya muter, gak jadi ke toko nuku kita?,”

“Katanya lo mau kerja,”

“Sekarang?”

“Ya, mau duit gak lo?”

Budi mengangguk.

Mereka sampai di depan toko bunga yang terkesan mewah. Toko dengan dinding kaca yang menampakan bunga bunga yang dirangkai indah di etalase depan.

“Selamat datang Bos,” kata seorang pegawai.

Budi melirik Farhan.

“Lo pakai rompin hitam ini. Trus nanti ambil bunga yang sudah di rangkai di sana. Di dalam mobil sudah ada tablet yang berisi alamat penerima yang nanti dikirim dari meja kasir. Semua bunga sudah di bayar di depan. Ingat Saat lo ngasih jangan lupa lo tawarin lagi tentang produk-produk kita yang lain. Habis itu pulang. Gampang kan. Ini info tentang toko bunga ini dan produknya.”

Budi mengambil katalog yang sepertinya khusus untuk digunakan karyawan di sana.

“Oke,”

“Kunci mobil ada disana, jangan lupa isi absen pengunaan mobil ya. Biar tahu mobil toko ada di siapa aja,”

“Siap Bos,”

“Sudah jangan aneh aneh,”

“hehehe.”


********
Setelah Budi pergi membawa bunga dengan mobil toko, Farhan langsung menelfon mirna.

“Hallo,” suara Mirna di balik telfon.

“Kenapa mendadak sekali Mir,”

“Aulia nelfon saya mendadak, dia bilang ingin mencoba dulu. Gimana sudah disiapkan?”

“Sudah sayang, kira kira kenapa ya dia bisa berubah secepat itu?”

“Mungkin ada kejadian yang menyadarkan dia, kalau hidup dengan cara dia sekarang hanya akan menghasilkan sakit hati.” Lanjut Mirna. “Kamu yakin gak ngasih tahu temenmu tujuan dia datang kesana? Harusnya kamu kasih tahu aja, biar nanti acting pura pura gak mengerti kalau sudah ketemu aulia.”

“Biarkan saja, biarkan Bu aulia yang menentukan, mau lanjut atau enggak.”

“Gimana kalau temenmu itu nanti langsung pulang?”

“Kita lihat saja nanti. Bu Aulia gak protes dengan cara ini?”

“Awalnya dia ragu takutnya pria yang kita kirim penjahat atau pemerkosa, dia juga berfikir pria itu memang sudah di setting pura-pura tidak tahu tapi punya niat untuk mendekati dia”

“Selalu saja dia berprasangka buruk,”

“Tapi dia setuju kok,

“Kita tunggu saya hasilnya, biarkan ini sebagai salam pembuka aja,”

*******************

“Buat pelangganmu jatuh cinta denganmu secara personal, buat dia iba sama kamu. Bisa ya?”

Sebuah chat masuk kedalam ponsel Budi. Ia bingung dengan maksud Farhan lalu langsung menelfonnya.

“Han? Chat kamu maksudnya apa?”

“Gak ada maksud apa-apa, gua hanya minta tolong melakukan yang gua suruh seperti kesepakatan kita dulu,”

“Tapi ini gak ada hubungannya dengan kerjaan”

“Jelas ada, Dia itu salah satu pelanggan yang prrioritas, kalau kita bisa menjaga kepercayaan dia untuk tetap beli di kita, jelas kita untung banyak,”

“Bisa dengan cara lain kan?”

“Cara apa? Kwalitas? Harga? Bud. Kamu tahu? Semua toko bunga di sini ilmunya sama aja. Mereka itu dulu belajar di tempat sama. Mana mungkin ada perbedaan yang mencolok. Service dan kepercayaan jadi nomor satu. Kalau lo gak mau, lo balik dah. Nanti gua yang anter. Maaf kalo lo gak nyaman dengan cara ini. Bud Sorry”

“Bukan Han, oke, gua butuh kerjaan ini. Gua akan coba, tapi saya bingung caranya,”

“Cukup jadi lo yang biasanya saja,” Menjadi Budi sudah cukup menarik menurut gua.”

“Oke,”

Budi lalu mematikan ponselnya. Farhan tersenyum karena skenarionya berjalan lancar. Cukup dia saja yang tahu apa yang dia tanamkan ke otak Budi, Mirna dan Aulia.

******

Budi tampak grogi, dia berulang kali mengatupkan kedua jarinya berdoa agar tugas pertamanya kali ini berhasil. Dia akhirnya bisa mayakinkan dirinya untuk segera beraksi.

“Permisi? Paket”

Seorang ibu muda keluar dari dalam rumah, ia lalu membuka pagar depan.

“Maaf bu mengganggu, ada paket dari toko Sembilan bunga.”

“Bawa masuk aja mas,” kata Aulia setelah membuka pintu.

“baik Bu, terima kasih,”

“taruh di meja tengah aja,”

“Baik bu,”

Budi tampak berjalan duluan karena dia merasa pelanggannya menyuruhnya begitu. Aulia yang berjalan sambil menatap Budi dari bawah sampai atas. Melihat apa yang menarik dari pria yang di rekomendasikan fargan dan Mirna.

Budi lalu menaruh bunga itu di meja dengan hati hati. Lalu berdiri menunggu perintah selanjutnya.

“Duduk,” kata Aulia. Budi menurut. Mata Aulia menatap budi dengan tajam seperti menjamah setiap inchi dari wajah sampai kaki Budi. Budi tampak canggung karena pandangan Aulia. Budi agak bingung, bagaimana bisa ibu muda berhijab dengan wajah manis itu bisa menatapnya setajam itu.

“cepet juga ya paketnya datang padahal baru saja pesan 3 jam yang lalu,” kata Aulia. Budi langsung mengingat semua isi katalog yang diberika farhan.

“Ya bu, kami memang menyediakan paket rangkai kilat untuk keperluan mendadak,” Jawab Budi lancar.

“Mau minum dulu,” Tanya Aulia.

“Eng..” Hampir saja di menolak, dia hampir lupa perintah Farhan untuk mendekati pelanggannya secara personal “Kalau tidak merepotkan bu,” Jawab Budi.

Beberaoa menit kemudia Aulia datang dengan orange juice dingin di atas Meja.

“Kamu tahu tujuanmu kemari?” Tanya Aulia. Dia bermaksud mengintrogasi Budi. Apa orang ini beneran polos, atau setingan Mirna dan farhan.

“tujuan saya?” Budi bingung dengan pertanyaan itu.

“Ya tujuanmu dataang ke sini,” Kata Aulia.

“Bawa bunga pesenan ibu,” Jawab Budi ragu, karena apalagi tujuannya kesana selain itu.

“Bawa bunga saja?”

“Ya, Bu.” Budi mulai takut, jangan jangan apa yang dia lakukan bukannya SOP kurir bunga. ”Apakah ada kata-kata saya yang salah bu? Kalau boleh jujur ini hari pertama saya kerja bu. Dan ini pengantaran pertama saya. Kalau ada yang salah saya bener bener mohon maaf,” Lanjut Budi. Budi mulai berkeringat.

“KAmu kenal farhan?”

“Ya Bu, dia yang menawari saya pekerjaan ini,” jawab Budi. Aulia mengangguk-angguk, Budi tambah panic “apakah saya melakukan kesalahan bu?” Ulangnya lagi.

“Kamu gak merasa bersalah melakukan pekerjaan ini?” Kata Aulia dengan nada menghakimi.

“Mengantar bunga?Salah? Karena menggunakan bunga segar?” Budi berspekulasi, Budi mencoba mencari didalam kepalanya tentang informasi yang dia tahu, apa mungkin ada komunitas peninta bunga yang melakukan gerakan penolakan penjualan bunga. Atau ini tindakan yang merusak lingkungan

“Saya gak tahu apa apa dengan bisnis bunga bu. Mungkin ada dampak lingkungan saya tidak tahu, saya hanya mahasiswa biasa.”

“Kamu beneran gak tahu?”

“Kalo ada cara saya yang salah. Atau pekerjaan ini adalah salah. Saya mohon maaf bu,” Budi mulai gemetar. APa mungkin Farhan menjebaknya, jangan jangan dibunga itu ada naroba dan wanita di depannya intel. “Tapi saya butuh pekerjaan ini, sebentar lagi sudah masuk akhir semester,pengeluaran akan menjadi jadi. Pekerjaan saya sebelumnya menjadi jasa tukang ketik skripsi gak akan cukup buat saya hidup. Saya melakukan semua ini untuk masa depan saya bu”

Mendengar ucapan Budi yang terdengan tulus dan sedikit putus asa, Aulia langsung mengingat masa Lalu. Dia pernah ada di posisi Budi. Bekerja hanya untuk bertahan hidup. Ia bisa merasakan beratnya perjuangan Budi. Ucapan Budi tidak mungkin sebuah acting. Nada tadi tak mungkin bisa dibuat buat. Suara itu adalah saura yang keluar dari orang yang pernah melihat pahitnya kehidupan.

“Kamu dari mana?’

“Saya dari luar jawa bu, saya tinggal di bangsal, dekat pelabuhan penyebrangan menuju gili trawangan Lombok,”

“Orang tuamu?”

“Saya tinggal dengan nenek, ibu saya meninggal bapak saya hanya bajingan menyusahkan. Maaf kalau kata saya kasar. Saya kuliah karena dapat beasiswa,”

“Lalu gimana kamu hidup?”

“Di bangsal? Saya bantu jadi kuli angkut barang , koper wisatawan atau barang hotel yang dipindahkan ke kapal. Di sini? Saya melakukan apapun, mengajar, jasa ketik, install computer. Dan sebagai kurir bunga.”

Budi mencoba menjelaskan dengan pelan berharap tidak terjadi hal yang tidak dia inginkan.

“kamu sudah makan?”

“Belum,”

“Tunggu,

Aulia datang dengan satu kotak brownies bikinan ibunya.

“kamu bawa ini,” Aulia memberikan kotak brownies dan di atasnya ada amplop “oh ya Nama kamu siapa?”

“Budi, Budi satriawan”

“Budi?” Aulia tersenyum.

“Ya bu, Budi.”

“Kamu boleh pergi”

“Apakah saya ada salah bu?” Tanya Budi. Aulia terdiam

**************
Budi mengacak rambutnya di dalam mobil, ia merasa sudah gagal di tuhas pertama lalu segera menelfon farhan.

“Gua gagal han”

“Gagal?”

“tadi gua panik di dalam, Maaf han,, kecewain kepercayaan elo,”

“baik, lo ceritain sama gua,”

Budi lalu menceritakan semuanya kepada farhan, farhan mendengarkan dengan seksama. Setelah semua cerita budi ceritakan lalu.

“Coba lo buka Tips yang dikasih bu Aulia,”

Budi membuknya dengan pelan.

“Isinya berapa?”

“Bentar Han, hmmm… 3 juta?”

“3 juta? Berarti mungkin lo berhasil,”

“berhasil?”

“Tipsnya 100% buat lo,”​
:mantap: :semangat: master!!
Salut sama ide brilianmu!
Ini kesan² ane, mohon maap kalo ada salah² kata :ampun:

Hampir semua yang direncana Farhan & Mirna, gak terjadi. Kenapa aku bilang hampir, karena yg berhasil cuma dapet duit 3juta. Gak ada yang lain

Terus apa yang diraguin Aulia mau "ihik ihik", juga gak terjadi. Entah gara² Aulia geli, kasihan, atau memang ada secercah perasaan gembira dengan tingkah Budi.

Masih belum jelas, serasa ada yang mengganjal :kretek:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd