Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Petualangan Maryanah, Sang Istri Sholehah

Chapter 6

Hari berganti minggu berlalu, Abas belum juga ada waktu luang untuk mengunjungi Terapis yang di sarankan orang tuanya. Sedangkan Bu Suhaenih terus saja mendesak agar Yanah dan Abas segera diterapi. Yanah serba salah, disatu pihak dia tidak mau mengecewakan Mertuanya, sedang di lain pihak Yanah juga paham kondisi pekerjaan suaminya yang saat ini tidak mudah untuk mengatur waktu luang.

Abas kemudian menyerah, dia sepakat dengan Ibunya bahwa pekan depan dia dan Yanah siap berkonsultasi dengan Terapis pilihan orang tuanya. “Iya..Mi..iya…..pekan depan ya, InsyaAllah Abas luangkan waktu…, Abas Janji” tutupnya ketika suatu siang Uminya menelpon menanyakan kembali kesiapan Yanah dan Abas.

Sore menjelang malam, Abas memasuki pekarangan rumahnya, rumah yang asri dihiasi dengan tanaman beraneka berwarna hijau menyegarkan mata. Belum lagi bunga-bunga bertebaran disudut-sudut pekarangan yang tak begitu luas itu. Menambah indah dan asrinya kediaman pasangan suami istri muda itu, ditambah permaisuri rumah yang cantik jelita semakin membuat idealnya kehidupan Abas. “Pakan depan kita ke Sukabumi ya Yank…”ucap Abas setelah mereka bersantai menonton TV.

Yanah mengangguk perlahan, “Kalau Mas masih sibuk jangan terlalu dipaksakan…..aku yakin Abi dan Umi akan paham Mas…” merdu mendayu suara Yanah menelusup ke telinga dan dada Abas. Lebih terdengar seumpama desahan manja, “Aku gak enak sama Umi yang seminggu ini hampir tiap hari menelpon aku Yank….” Abas menggengang tangan Yanah yang lembut kemudian di kecupnya punggung telapak tangan istri tercintanya lalu matanya kembali fokus ke tayangan televisi.

Waktu yang di janjikan Abas tiba, akhir pekan itu keduanya sudah sepakat dengan Pak Muslim yang akan mengantarkan mereka ke daerah Sukabumi. Yanah dan Abas sudah siap sedia dengan pakaian yang rapih namun santai, Yanah dengan outer ringan warna krem dilapisi kaos lengan panjang turtle neck warna senada. Sedangkan Abas dengan celana chino model masakini ditambah Polo shirt warna pastel.

Tak berapa lama Pak Muslim datang menjemput Yanah dan Abas, pensiunan TNI itu masih terlihat gagah dan macho. Celana jeans warna khaki dipadu dengan kemeja koko slimfit berwarna peach, entah kenapa hari itu ketiga anak, menantu dan mertua memakai outfit berwarna senada seperti sudah janjian saja. Yanah menyuguhkan teh hangat untuk suami dan mertuanya sebelum mereka berangkat. Tiba-tiba ponsel Abas berdering kencang mengagetkan semuanya, Abas sejenak mengangkat telephon tersebut kemudian terlibat pembicaarn serius.

Yanah memandang wajah suaminya yang terlihat murung setelah menutup pembicaraannya di telephone. “Maaf Bi, Abas harus berangkat ke Malang, ada pertemuan mendadak dengan pimpinan…hari ini juga….ahhhh” Abas mendesah takut mengecewakan Abi nya. “Lho…kok begitu, lalu bagaimana ini…?? Abi sudah menghubungi orangnya lho….” Pak Muslim nampak kebingungan. “Hmmmm…begini saja..Abi tetap berangkat dengan Yanah…bagaimana??” Abas memberikan solusi.

Yanah menggelengkan kepala tanda tidak setuju dengan solusi yang diutarakan Abas, Abas memeluk Yanah kemudian membisikan sesuatu, “Tolong…kamu tetap berangkat ya Sayang…..jangan buat Abi marah, nanti aku menyusul jika urusan ku sudah beres..” hibur Abas menguatkan Yanah. Yanah pasrah, dia pun sejati tidak merasa enak hati dengan mertuanya yang sudah susah payah mengupayakan terapi ini. “Baiklah kalau begitu…Abi berangkat bersama Yanah…..kamu segera selesaikan urusan mu” Pak Muslim memutuskan tetap berangkat ke Sukabumi bersama Yanah.

Mereka pun berpisah, Abas bergegas menuju kantornya mengambil beberapa berkas bahan pertemuan dengan pimpinan, sedangkan Yanah dan Pak Muslim meluncur menuju Sukabumi. Keduanya saling membisu dalam perjalanan itu, Pak Muslim fokus mengendarai mobilnya, sedangkan Yanah menunduk lesu menarik-narik ujung outernya tak tahu harus bagaimana. Dia pasrah saja mengikuti keinginan mertua dan suaminya untuk tetap melakukan terapi kesuburan.

Waktu berjalan sangat lambat, sudah berjam-jam lamanya Pak Muslim mengendarai mobilnya, jalanan cukup ramai namun lancar. Tol Bocimi diakhir pekan ini cukup lengang dan nyaman untuk dilalui, “Sebentar lagi kita akan sampai….” suara bariton Pak Muslim memecahkan kesunyian. Yanah mendengak menatap lurus kedepan mengamati jalan didepan mereka, “Jauh juga ya Bi…..shhhhh…” Yanah menimpali berbasa-basi. “Yahhh lumayan lah….tapi sedikit lagi kok, kamu sudah capek ya…??” Pak Muslim melirik Yanah disampingnya yang jelas sangat kelelahan diraut wajahnya yang merona manja.

4 Jam perjalanan mereka tempuh sampai mobil Pak Muslim memasuki sebuah pekarangan yang asri, udara sejuk mengitari bangunan rumah dari kayu yang terlihat seperti padepokan. Bangunan itu tampak memanjang, dengan kamar-kamar yang berjejer, dibagian tengah nampak pendopo yang cukup luas layaknya aula pertemuan, dengan hamparan tikar dan karpet disana-sini.

”Assalamu’alaikum………Punten Bah….” Suara Pak Muslim memberikan salam ketika keduanya sampai di pendopo tersebut. “Wa alaikum salam….mangga…silahkan…silahkan…Tuan….Non…” Tampak ramah tuan rumah menyambut kedatangan tamunya. Lelaki berusia 67 Tahun itu masih tampak segar dan kuat. Wajahnya yang teduh meski keriput disana sini, dengan kopiah lusuh diatas kepalanya, celana komprang hitam lengkap dengan atasannya yang senada. “Silahkan duduk…..ayooooo…mangga di minum…” kembali tuan rumah menyilahkan tamunya, 2 cangkir teh dan secangkir kopi sudah tersedia mengepul sedikit menghangatkan suasana kala itu.

”Begini Abah…kedatangan kami kesini hendak meminta pertolongan Abah…..” Pak Muslim mulai mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Lelaki yang dipanggil Abah tampak manggut-manggut seolah-olah tahu masalah yang sedang dihadapi oleh kedua tamunya ini. “Sudah berapa lama……” sedikit bergetar suara Abah menanyakan kondisi mereka. “Hmmm..anu Bah…hmmmm….hampir 7 tahun Bah…” Pak Muslim kembali menimpali, mewakili Yanah yang sedari tadi tak bersuara sesekali bibirnya menyeruput teh hangat yang di suguhkan Abah.

”Ouuuhhh….baru atuh ya….hehehheehehe” si Abah terkekeh, “Sok atuh mangga dihabiskan dulu tehnya….nanti kita mulai terapinya diruangan itu..” jari Abah menunjuk kesebuah ruangan kamar yang terletak disebelah kiri dari Pendopo. Kemudian Pak Muslim bangkit dan mengajak Yanah menuju kamar yang dimaksud si Abah. Sedangkan si Abah sedari tadi sudah mendahului mereka memasuki kamar tersebut. Yanah sedikit mengkerut ketika tubuhnya memasuki ruangan kecil berukuran 3x3 meter yang dinding kamarnya dilapisi kain satin berwarna coklat keemasan.

Abah tampak bersila disisi sebuah kasur kapuk yang tertutup seprei kain batik lusuh, di sisi kaki si Abah ada sebuah mangkuk kecil berisi minyak yang mengeluarkan harum semerbak yang tercium oleh Yanah dan pak Muslim saat memasuki kamar ini. “Mangga Non kalo sudah siap….itu kain silahkan dipakai, baju si Non nya gantungkan saja di dinding sana…” si Abah memerintah. Yanah yang paham bahwa dia harus membuka pakaian dan mengganti dengan kain jarik yang sudah disediakan si Abah menatap mertuanya perlahan. Pak Muslim mengangguk, Yanah bergetar tangannya membuka satu persatu pakaiannya.

Yanah tampak gugup, baru kali ini dia harus melepaskan pakaiannya didepan lelaki yang bukan Muhrimnya. Pak Muslim nampak sedang asyik berbincang-bincang dengan si Abah seperti tak peduli dengan kehadiran Yanah. “Eheemmmm….” Yanah berdehem membuat Abah dan Pak Muslim bersamaan menoleh kearah nya. Si Abah biasa saja sepertinya bagi dia melihat perempuan berjarik sudah biasa jika melihat profesinya yang memang setiap saat akan berhadapan dengan perempuan berjarik dalam tahapan terapinya.

Namun Pak Muslim nampak gementar melihat bahu mulus menantunya yang tidak tertutupi kain jarik, betis membunting padi yang juga mengintip dari balik jarik yang tidak terlalu panjang itu. Terpesona Pak Muslim menganga menatap menantunya penuh takjub, Yanah sedikit risih dengan tatapan mertuanya buru-buru dia telungkup diatas kasur untuk menghilangkan rasa grogi dan malu hatinya.

Si Abah berkomat-kamit membacakan beberapa do’a kemudian tangannya mulai melumuri betis Yanah dengan minyak yang harum tadi. Perlahan dan pasti si Abah mulai memijat betis Yanah, perlahan tapi dengan kekuatan yang cukup membuat Yanah sedikit meringis merasakan sakit namun enak. Jari-jari kasar Abah mengelitik betis mulus Yanah yang mulai terpejam menikmati pijatan-pijatan si Abah. Jakun Pak Muslim turun naik memandangi betis menantunya yang mulus menggoda dan nampak menggairahkan licin terkena minyak. Telaten sekali si Abah melakukan pijatan pada betis Yanah, bergantian antara kiri dan kanan, setelah sekian lama tangan si Abah mulai merayap kearah paha.

Yanah sedikit berjengkit ketika tangan kasar itu merayapi pahanya, si Abah dengan sengaja menaikan kain jarik yang menutupi paha Yanah sedikit keatas. Otomatis saat ini kedua paha Yanah terpampang nyata didepan dua lelaki tua dibelakangnya. Perlahan bagian depan celana Pak Muslim menggembung, kejantanannya mulai bangkit, si Abah masih asyik saja memijat dan mengurut paha Yanah. Terlihat seperti mengusap namun Yanah merasakan tekanan yang cukup kuat pada pahanya, aliran darah di tubuhnya mulai terasa lancar. Pijatan si Abah memang membuat Yanah merem melek, dibilang sakit tapi tidak, dibilang tidak sakit juga tidak.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd