Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Salsabilla dan ceritanya (Closed)

Status
Please reply by conversation.
Baddaaaaiiii mantabbbb suhuu
Post 13

Sudah dua hari ini papaku ada di rumah. Sengaja dia mempercepat waktu kepulangannya untuk membicarakan hari pernikahanku dengan orang tuanya Ikhsan. Meski kami tahu kalau semua acara sudah diatur oleh keluarganya pacarku tapi sebagai syarat wajib keluargaku harus mendatangi keluarga calon menantu laki-laki.

Acara itupun berlangsung sederhana namun penuh keakraban. Apalagi mamaku sudah mengenal om Dedy selama ini sebagai mitra bisnis kantornya. Kebetulan juga semua keluarga Ikhsan bisa berkumpul jadi sekalian kami bisa saling mengenal dan mengakrabkan diri.

Dalam acara itupun terlihat sekali papa dan mamaku sangat bangga sekali aku bisa menikah dengan Ikhsan. Sebaliknya keluarganya Ikhsan juga senang anaknya bisa mempersunting diriku. Meski ada hal-hal lain yang tak terlihat belum diketahui keluargaku tapi sebaiknya aku simpan semuanya dalam diriku saja. Namun aku mulai berpikiran kalau ternyata keluargaku dan keluarganya Ikhsan punya perilaku yang sama masalah seks. Bukan satu kebetulan menurutku saat aku dan Ikhsan berjodoh, karena kami berdua berasal dari keluarga yang punya prinsip seks bebas sekeluarga. Untuk sementara waktu biarlah aku simpan semuanya dulu, tak perlu keluargaku tahu yang sebenarnya.

Acaranya selesai sekitar pukul 9 malam. Kedua orang tuaku dan juga adikku langsung pamit pulang. Aku sebenarnya ditahan oleh Ikhsan supaya menginap di rumahnya, tapi aku beralasan ingin bersama papaku membuatku bisa ikut pulang juga bersama keluargaku.

Setibanya di rumah aku langsung masuk ke dalam kamarku untuk mengganti bajuku. Rasanya tubuhku berkeringat banyak karena baju yang aku pakai tadi adalah pakaian model kebaya berbahan agak tebal dan ada dua lapis. Lega banget rasanya saat semua pakaian di tubuhku terlepas. Hawanya jadi sejuk saat hembusan angin menerpa tubuhku.

“Kak, dipanggil sama papa tuh di bawah...” ujar Farid yang kepalanya melongok melihatku di dalam kamar.

“Iya.. bentar... kakak hapus dulu riasan di wajah nihh..” balasku tanpa melihat ke arah Farid.

Duduk di depan meja rias, aku pelan-pelan mengusapkan kapas untuk menghapus make-up yang berlebihan di wajahku. Sebenarnya Ikhsan tak minta aku memakai riasan yang berlebihan karena itu cuma acara keluarga. Hanya saja mamaku memaksa aku harus terlihat cantik saat ketemu dengan keluarganya Ikhsan. Beberapa saat kemudian riasan di wajahku mulai terhapus dan tersisa tipis saja. Menurutku cukup sampai begini saja sudah bagus.

Sebelum keluar kamar, aku lepas dulu Bh yang kupakai dan kuganti dengan kaos putih seperti biasa kalau aku ada di rumah. Kaos longgar dan celana dalam aku rasa sudah cukup pantas untuk kembali ngobrol bersama keluargaku.

“Ada apa sih pah? Kayaknya penting banget” tanyaku begitu kutemui papa dan Farid tengah duduk di ruang tengah.

“Gapapa kok.. cuma mau ngobrolin masalah rumah baru kamu.. katanya Ikhsan udah ngajakin pindah ke sana yah?” balas papa.

Baik papa dan Farid terlihat duduk santai hanya mengenakan celana pendek saja. Tubuh-tubuh berotot yang mereka miliki kembali terpampang dengan bebas di depanku. Rasanya aku jadi aman dan diayomi duduk diantara pria-pria perkasa seperti mereka.

“Iya bener sih pah.. udah seminggu yang lalu aku pindah ke rumah barunya Ikhsan”

“Ohh.. yaudah.. masih kurang apalagi emang rumahnya?” tanya papa lebih lanjut.

“Gak kok pahh.. udah lengkap semua.. tinggal nunggu yang nempatin aja”

“Hemm.. ya nanti kalo kurang apanya gitu kamu jangan ragu minta ke papa”

“Hihihi.. iya deh pahh.. makasih” balasku sambil memeluk tubuh papa penuh rasa sayang.

“yahhh.. kak Sasa jadi pindah deh.. tambah sepi nih rumah..” celetuk Farid dengan muka juteknya.

“Lohh.. ya enggak gitu dong adekk..” balasku.

“Sepi? Bukannya kamu malah seneng ya dek? bisa bebas mo ngapain sama mama.. hahaha...” kelakar papa membuat Farid jadi bermuka kecut. Tembakan papa tepat mengenai jantung adikku.

“Ehh.. ya.. yaa.. bukan gitu pah.. maksudnya adek tuh..”

“Udahh... gapapa.. papa udah tau kok” potong papa pada omongan Farid.

“Hihihihi.. rasain lu dek...” ejekku.

“yang penting jaga baik-baik semuanya.. apapun kejadian yang ada di rumah jangan sampai tersebar ke orang lain.. terutama kamu Farid.. jangan suka datengin teman yang ga jelas ke sini” tutur papa kemudian.

“Iya pahh.. baik..” balas Farid menunduk.

“Eh, mama mana nih.. kok cuma kita bertiga aja?” tanyaku melihat ke sekitar ruangan.

“Lagi di kamar... biarin mama kamu istirahat.. besok ada kerjaan penting di kantornya” ujar papa memberi penjelasan.

“Ohhh.. kirain pergi lagi..”

Aku kemudian duduk sambil mengangkat kedua kakiku seperti posisi meringkuk. Pahaku yang putih mulus ini jadi terpampang dengan jelas karena aku cuma pake celana dalam saja. Papa dan Farid sama-sama memandangi pahaku yang terbuka, tapi mereka santai saja.

“Kak.. udah gak mens yah? kok pake celana dalam doang sik?” tanya Farid mulai usil.

“Udah habis dong.. kenapa emang?”

“ya gapapa.. makanya kakak udah berani pamer paha lagi, hehe..” balasnya tersenyum tapi kesannya mengejek.

“Yeee.. paha sama datang bulan tuh ga ada hubungannya.. kalo sama pangkal paha sih iya..” ucapku menimpali.

“Lahh.. emang apa hubungannya?”

“ya ada.. kalo pas lagi mens trus cuma pake celana dalam doang.. yahh, jadi keliatan dong pembalutnya.. emang kamu mau lihat?” tawarku dengan nada yang kubuat serius.

“Hehe.. ya enggak... bikin ilang mood aja jadinya”

“Makanya lu jangan sok nanyain yang aneh-aneh..”

“Hhhh.. udah.. udah.. jangan ribut lagi.. ntar kalian papa telanjangin lagi mau?” papa mulai ikutan menengahi perseteruan kami.

“Kalo aku sih mau aja pah.. kak Sasa tuhh yang harusnya papa tanya” balas adikku berusaha membuatku semakin jengkel.

“Waaahh.. emang dasar cowo mesum lu dekk..”

“Emang kakak berani? Cemen lu kak..” ejeknya padaku.

“Ayoh.. kita buktiin mana yang beneran cemen.. buka!” balasku menantang Farid secara langsung.

Papa jadi bingung sendiri melihat kelakuan kami. Dia hanya bisa diam sambil melihat ke arahku dan adikku bergantian. Ancamannya tadi malah jadi bahan saling mengolok antara kedua anaknya. Mungkin ada baiknya papa mengganti ancamannya dengan yang lebih menakutkan.

“Oke! Nih aku bukain biar kakak puas” balas Farid yang kini mulai berdiri.

“Iya.. ini kaka juga buka..” aku langsung melepas kaos yang aku pakai.

“Lahh.. masih pake celana dalam? Katanya mo bukain semua? Hahaha..” ejeknya lagi.

“Siaapp... nih lu pelototin baek-baek..”

Kutarik kain segitiga itu dari pangkal pahaku lalu kuletakkan di atas meja. Jadilah aku dan Farid sudah sama-sama berdiri di depan papa dengan kondisi telanjang bulat. Baik Farid maupun aku sama-sama memamerkan lekuk tubuh kami tanpa ada pakaian yang menghalangi. Bahkan kemaluan kami sama-sama terlihat jelas tanpa berusaha kami tutupi lagi dengan telapak tangan atau dengan benda lainnya.

“Oke...oke.. gini.. papa yang akan menentukan siapa yang menang, biar kalian ga ribut terus..” ucap papa kemudian.

“Silahkan pahh.. kami ikut aja” balas Farid.

“Iya pahh.. sama.. Sasa juga ikutan” kataku.

“hemm.. biar adil.. kita ke luar rumah.. sekarang!” kali ini papa bicara dengan nada semakin serius.

Aku dan adikku sama-sama saling memandang. Agaknya dia juga merasa ragu kalau kita telanjang trus keluar rumah. Akupun sama, tak kukira papa akan bicara seperti itu.

“Ehh.. katanya kalian berani? Yaudah.. kalian sama-sama cemen kalo gitu.. ga ada yang menang yahh..” papa memberi kesimpulan.

“Gakk.. aku ga mau kalah sama kak Sasa.. kita tentukan disini untuk selamanya” ujar Farid pongah.

“Okeeh.. siapa juga yang mau kalah sama elu dekk..”

Tanpa bicara lagi papa langsung jalan ke depan dan membuka pintu utama rumah kami. Ternyata papa memang serius mengajak kami keluar rumah. Aku dengan tenang ikut ke depan karena kupikir malam-malam begini tetanggaku sudah pada tidur semua. Moga saja benar apa yang aku pikirkan.

“Sini kalian.. berdiri di depan pagar” suruh papa pada kami berdua.

“Eh, ii..iya pahh..” balasku mulai gugup. Kulihat Farid juga sama, tapi dia pinter banget menyembunyikan keraguannya.

Aku dan adikku mulai berdiri berjajar di depan pintu pagar seperti lagi upacara. Kedua tubuh kami yang telanjang bulat membuat dinginnya malam semakin terasa di permukaan tubuh kami. Rasanya aku ingin sekali membatalkan keputusanku ini tapi rasa tak mau menyerah pada Farid membuatku semakin tertantang untuk berbuat lebih.

Aku saat itu dalam keadaan telanjang bulat berada depan rumahku. Seorang gadis cantik dengan tubuh yang akan menarik minat lelaki manapun ketika melihatku dengan kondisi telanjang di depan rumah saat ini. Aku sudah membayangkan apa yang akan terjadi bila aku sendirian disini. Berdiri bugil dan tak bisa berbuat apa-apa. Trus ada lelaki yang lewat dan melihatku seperti ini, pasti aku akan diperkosa habis-habisan.

“Nahh.. sekarang tantangannya adalah kalian papa suruh jalan lewat gang depan rumah itu lalu memutar dan kembali ke sini lewat gang sebelah sana itu.. tidak jauh kalau menurut papa..”

“Iya sih pahh.. ga jauh memang.. tapi kita kan lagi bugil pahh” protes Farid.

“Wah, gila sih idenya papa.. ogah ahh.. ntar kalo ada tetangga yang masih bangun terus keluar gimana?“ balasku makin merinding dengan pikiranku sendiri.

“Ga da urusan.. yang menyerah duluan dan ketakutan itulah yang kalah.. setuju?”

“Setuju pahh..” jawab Farid langsung.

“i-iya.. setuju..” balasku malah jadi ragu.

Duh, gimana nih? Enakan si Farid dong, dia laki-laki, larinya cepet pula, lahh gimana kabar gua?

Papa lalu membuka pagar rumahku dan memastikan bahwa keadaan sekitar sudah aman. Bagian depan rumah kami adalah balai petemuan masyarakat yang kalau malam sepi dan tidak ada aktivitas. Selain balai pertemuan, terdapat lapangan dan pos ronda pada sudut area yang letaknya cukup jauh dari rumahku sehingga aku merasa aman. Kami mulai keluar pagar dengan jalan mengendap-ngendap. Sengaja kami tak memakai sandal karena dirasa langkah kami akan terdengar oleh orang lain ketika kami menggunakan sandal. Aku pun mengajak Farid untuk berjalan menuju ujung gang dengan perlahan dan berdekatan dengan tepi jalan sehingga bisa bersembunyi apabila merasa ada orang yang akan lewat.

“Dek.. serius nih? Gilakk.. kita bugil di jalan begini“ bisikku ke Farid.

“Lah.. lu tuh yang nantangin tadi kak.. papa jadi tega benerean sama kita.. sialan lu kak” balas Farid masih menyalahkanku.

“Diihh, siapa juga yang nantangin? Elu tuh yang bicara aneh-aneh..”

“Ahh.. udah deh kak.. jalan aja yukkk... lumayan bikin adrenalin naik, hehehe...”

“ya elu enak bilang gitu.. lha gua?? ga enak banget taukk..!! memek gua udah mulai basah nih dekk“

“Yaaah.. sange juga kan lu bugil di tempat terbuka kek begini, hahaha...” balas Farid tertawa tertahan.

“pokoknya lu harus tanggung jawab kalo gua diperkosa orang..”

“Lahh.. gitu aja sih gampang..” ucap Farid sambil celingukan melihat situasi.

Aku tahu ini sudah mendekati tengah malam. Suasana kompleks perumahan rumahku sudah terlalu sepi. Bahkan tak ada satupun pedagang yang menjajakan dagangannya lagi. Biasanya sih kalau masih belum terlalu malam ada pedagang nasi goreng keliling. Kadang ada juga penjual bakso dan sate yang ikut keliling.

Tetanggaku yang rata-rata adalah pegawai kantoran tentu saja sudah terlelap dalam tidur mereka karena esok pagi mereka sudah harus berangkat kerja. Cuma biasanya ada satpam perumahan yang biasa keliling jam 1 malam. Sebenarnya itu yang aku khawatirkan.

“Kak.. balapan lari yuk kak.. biar cepet nyampe rumah lagi, berani gak?” ajak Farid kemudian.

“Oke.. berani dong..”

“hehe... siap ya kak.. ntar kalo ada orang cepetan sembunyi aja” ingatnya lagi.

“Siap!”

“Satu.. duaa.. tigaaa!!”

Aku dan Farid pun mulai berlari lari-lari kecil. Toketku saat kami berlari jadi ikut berguncang naik turun di dadaku. Memekku juga sudah basah, kurasakan ada lelehan cairan yang mengalir membasahi pangkal pahaku saat aku berlari. Darahku berdesir. Sensasi ini membuat libidoku semakin naik namun menegangkan kurasakan. Berdua bersama dengan adikku memamerkan badan kami yang tidak tertutup sehelai benangpun di tempat terbuka dimana bisa saja setiap saat ada orang yang mengawasi kami.

Rupanya Farid juga mengalami hal yang sama, hanya saja yang berguncang bukan dadanya tapi batang kemaluannya. Penisnya jadi lompat-lompat tak karuan saat dia berlari bersamaku. Aku malah tertawa melihatnya. Pemandangan yang aneh dan janggal ini malah jadi lucu menurutku.

“Dekk.. bentar.. hhh.. hhh.. hhh... istirahar bentar dekk..” pintaku sambil mengatur nafas.

“Duhh.. cepetan kak... ini baru separuh jalan, mana deket sama pos ronda lagi..”

“Iya sih.. hhh.. hhh.. gapapa kita disini aja bentar”

Aku dan Farid sama-sama berhenti tepat di samping bak sampah yang kurasa bisa melindungi keberadaan kami dari pandangan orang. Kuatur nafasku yang mulai terengah-engah saat aku lari tadi. Sedangkan Farid tetap tenang sambil mengawasi situasi sekitar.

“Kak.. ada orang tuh di pos ronda... kayaknya kita ga bakalan bisa lanjut deh..” tutur Farid kemudian.

“Masak sih dek? duhh.. malu dong sama papa kalo kita balik.. tapi coba lu perhatiin lagi.. itu orang apa bukan”

“Hemm.. oke bentar kak..”

Farid kemudian meninggalkanku lalu berlari dengan mengendap-endap coba mendekati pos ronda yang letaknya cukup dekat dengan kami. Aku melihat terus pergerakan Farid. Dia dengan beraninya terus mendekati pos ronda itu. Akhirnya dia memberiku tanda aman dan aku bisa lanjut jalan lagi.

“Aaaawww ...” jeritku menahan sakit pada kaki kiriku.

“Heh.. lu teriak-teriak kalo kedengeran orang gimana kak?“ sungut Farid padaku.

“Iya sory dek... sakit nih kena batu”

“Berdarah gak kak?”

“Enggak.. cuma perih aja rasanya” jelasku padanya.

Kembali aku pakai waktu berhenti kami untuk mengatur nafasku. Semakin lama belahan memekku juga semakin basah dengan merembesnya cairan dari dalam liang vaginaku. Duhh, bisa-bisanya pas situasi macam gini libidoku malah naik. Sial!.

“Dekk.. cepetan aja kita lari.. udah deket nih” ajakku kemudian.

“Lahh.. katanya kaki lu sakit kak? malah ngajakin lari lagi..”

“udah gapapa.. nanggung nih tinggal satu belokan lagi jalannya”

“Oke...”

Kami kembali lari mengendap-endap sambil melihat situasi sekitar. Namun hanya beberapa puluh meter kami berhenti lagi. Kali ini ada sebuah mobil yang parkir di pinggir jalan, jadi bisa kami jadikan tempat bersembunyi.

“Kak.. memek lu basah banget tuhh.. lendirnya udah nyampe paha tuh kak” ucap Farid melirik ke arah paha dalamku.

“Hihihi.. ga tau juga sih dek.. malah jadi horny banget nih jadinya” balasku terkikik lucu.

“Mampus lu kakk.. sange juga kan luuu.. hahaha..” balas Farid ikutan tertawa.

“Emang lu gak sange juga? Liatin aja tuhh.. kontol lu ikutan ngaceng kan? Hihihihi....” balasku.

“Ehhh.. sialan..” Farid melirik ke arah batang kemaluannya sendiri.

Kami berdua jongkok di balik mobil dalam posisi saling berhadapan. Aku bisa melihat batang kemaluannya dan Farid bisa melihat lobang kemaluanku. Tanpa kami sadari ternyata kemaluan kami sudah bereaksi pada situasi menegangkan seperti ini. Liang memekku jadi becek dan batang penis Farid sudah tegak mengacung dengan gagahnya.

Teng.. teng.. teeenggg....!!

Tiba-tiba aku dan Farid mendengar suara tiang kabel telepon dipukul menggunakan batang besi. Aku tahu itu tiang penyangga kabel telepon karena tiang listrik sekarang ini sudah terbuat dari beton.

“Ehh.. itu.. itu satpam perumahan dekk.. duhh... gawat nihh” kataku mulai panik.

“tenang kak.. disini kita aman.. untung ada mobil ini” balas Farid coba meyakinkan diriku.

Kami bersembunyi di belakang mobil milik tetanggaku yang tak punya garasi itu. Baik aku maupun Farid sama-sama terdiam sambil mengamati seseorang yang jalan menuju arah kami. Kulihat dari ujung gang ada satu orang yang sedang berjalan, sepertinya ia adalah orang yang tadi membunyikan tiang kabel telepon.

Farid terlihat semakin waspada dan bersiap untuk menghadapi hal terburuk yang mungkin terjadi. Aku juga sangat takut apabila orang tersebut melihat kita berdua yang sedang bertelanjang bulat di luar rumah. Bisa-bisa dia lapor polisi dan menangkap kami dengan tuduhan melakukan perbuatan tak senonoh di tempat umum.

Perlahan orang tadi berjalan semakin mendekat ke arah kami. Aku langsung jongkok setengah menungging berusaha menyembunyikan keberadaanku di balik ban mobil. Aku rasa posisiku cukup aman sekarang ini. Di tengah rasa panikku takut ketahuan, tiba-tiba saja kurasakan ada sebuah benda tumpul mulai menempel di belahan vaginaku. Aku terkejut bukan main karena aku tahu itu adalah batang kemaluan Farid.

Aku tak mengeluarkan suara sedikitpun karena orang yang jalan tadi semakin mendekati posisi kami. Jaraknya hanya beberapa langkah saja dariku. Namun rupanya Farid punya pikiran lain, dia menggunakan kesempatan ini untuk menusukkan penisnya ke dalam liang vaginaku. Kurang ajar banget tuh anak.

“Ehhggghhhh..” lenguhku tertahan, meski kurasakan belahan memekku mulai terganjal penis milik Farid tapi aku berusaha tak mengeluarkan suara.

Satpam yang meronda tadi makin dekat dengan tempat kami berdua. Hingga akhirnya posisinya tepat berada sangat dekat dengan mobil tempat aku dan Farid bersembunyi. Jantungku semakin berdegub kencang. Kurang ajarnya si Farid malah mulai mengayunkan penisnya keluar masuk lobang memekku. Rasanya jadi tak karuan antara enak, takut, bingung, sekaligus horny berat.

“Eemmmhhhh... emmhhh...” mulutku kubekap dengan telapak tanganku sendiri biar desahanku tak keluar.

Perlahan tapi pasti, suara langkah satpam yang sedang meronda tadi semakin menjauh. Aku mulai lega, namun kekhawatiranku belum sepenuhnya hilang sebelum satpam itu benar-benar sudah melewati belokan di ujung gang.

“Hampir aja kak.. uhhh..”

“Pala lu tuh..!! emmhh.. lu bisa.. bisanya.. malah ngentotin memek.. emmhh.. gua” ucapku terbata-bata karena rasa nikmat mulai meracuni pikiranku.

“Hehe.. bentar deh kak.. biar.. ahhh.. ga terlalu sange”

Bukannya kami lekas pergi dari tempat itu, kami malah ngentot di balik mobil tempat kami bersembunyi ini. Rasanya memang lain dari yang sudah-sudah aku alami. Tiap tusukan penis Farid rasanya membuat tubuhku merinding. Selain karena rasa nikmat, juga karena takut dipergoki oleh orang lain.

“Ahh.. udah dekk.. stopp.. ntar lanjutin aja di rumah..” pintaku kemudian.

“Wuihh.. iya deh kak.. beneran yah? jangan boong”

“Iya.. iya..” mau tak mau aku setuju.

Plop! Farid mencabut penisnya dari liang senggamaku. Aku kemudian berdiri dan membersihkan tubuhku dari sisa pasir yang menempel di kulitku..

“kak... lari!!” ucap Farid lalu berlari meninggalkan aku sendiri.

“Bangsaadhhh..!!” umpatku tapi tak terlalu keras suaranya.

Mau tak mau akupun ikut lari di belakangnya. Meski akhirnya aku tak bisa mengejarnya tapi aku lega karena bisa kembali ke rumah dengan selamat. Papaku yang sedang duduk di teras malah tertawa ngakak melihat ke arah kami berdua.

“Hahahaa.. duhhh.. beneran kalian ini nekat banget.. hahahahaha..”

“Yeeee.. papa tuh yang suruh kita begini.. ahh.. hampir aja tadi ketauan satpam yang lagi ngeronda” balasku cemberut.

“Hahaha.. tapi gak ketauan kan? Berarti pinter dong kalian ini.. mau lagi gak?” tanya papa kemudian.

“ya bisa aja sihh.. tapi gak sekarang kaleee..” tolakku mencibir omongan papaku.

“Oke.. sudah jelas kan sekarang.. pemenangnya adalah Farid.. tapi sekali lagi.. kalian berdua emang nekat banget dan sama-sama hebatnya buat papa.. jadi kalian jangan debat lagi masalah ini..” ujar papa kemudian mengajak kami masuk ke dalam rumah.

Papa masuk ke dalam rumah duluan, sedangkan aku dan Farid di belakangnya berjalan beriringan. Tubuh kami berdua masih telanjang dan tak sedikitpun berusaha kami tutupi. Sepertinya ketelanjangan kami ini malah membuatku dan Farid merasa nyaman. Entahlah, memang semuanya telah berubah, termasuk diri kami berdua bersama keluargaku.

“Kak.. mana janjinya tadi?” Farid mencolek pinggangku.

“Paan sih dek? emang kakak janji apa?”

“Lhoh, tadi katanya mo lanjut di rumah? ayo dong.. lagi nanggung banget tadi” pintanya lebih ke arah merengek bagiku.

“Ohh.. itu... kan kakak ga bilang sekarang, hihihi...” balasku beralasan.

“yaahhh.. beneran kan apa yang gua pikirin dari tadi.. kakak pasti ngeles deh”

“Makanya kalo orang bicara tuh dengerin baik-baik.. biar ga sampe gagal paham kamunya, hiihi...” lanjutku memberi alasan, padahal sebenernya aku memang lagi males ngentot.

“Hhhh.. apalagi sih ini? ribut terus aja sih kalian ini..” tiba-tiba papa datang lagi bersama kami. Kulihat dia baru keluar dari kamar mandi dan sekarang papa sudah ikut telanjang juga seperti kami.

“Ini nih paah.. kak Sasa tadi janji kalo Farid menang bakalan kasih memeknya lagi” ucap adikku minta dukungan papa.

“Lohh.. siapa juga yang janji? Gak gitu deh pa.. adek bohong tuhh..” balasku membela diri.

“Ohh.. jadi Sasa tadi janji begitu?”

“Iya pahh..” sahut Farid sebelum aku bisa bicara.

“dan kamu menang kan? Yaudah Sa.. kamu harus penuhi janji kamu.. ayo dong..” ujar papaku kemudian. Aku merasa mulai dipojokkan diantara keduanya.

“Bukan gitu tadi pahh.. aku.. aku.. ga bilang kek gitu..” sergahku.

“Udah gini aja Sa.. sekarang kamu coba berlutut di depan papa.. ayoo..” suruh papaku.

“Buat apa sih pah? Kok jadi aku yang disuruh berlutu sih?”

“Kan kamu yang kalah tadi sayang.. ayo dong..”

Pelan bergerak aku kemudian berlutut di depan papaku. Aku tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun aku mulai paham apa yang papaku mau setelah dia maju ke depan dan menyodorkan penisnya ke mulutku.

“Ayo Sa.. pemanasan dulu gihh..” ujar papa menatap wajahku dengan sebuah senyuman bahagia.

Aku dibuat kaget dengan kelakuan papa yang menyodoriku batang penisnya. Tapi tanganku malah mulai memegang batang kemaluan itu dan mulai mengarahkannya masuk ke dalam mulutku. Tanpa basa-basi lagi aku langsung mengulum penis papaku sendiri.

“Euummhhh.. slurrphhh... sluuurrrpphh.. emmhh.. ahhh...” suara seruputanku menikmati penis papa.

“Nahh.. gitu dong Sa.. jadi anak baik dong kamunya..” ucap papa berwibawa seperti biasanya.

“Eemhhh.. ahh.. slurrpphh.. cuphhh.. aahh... eeuummhhh... sluurrpp.. ahhh..”

Lagi enak-enaknya menikmati batang besar milik papaku, tiba-tiba kurasakan ada orang lain yang memelukku dari belakang. Aku bisa pastikan kalau itu Farid, emang siapa lagi yang ada didekatku sekarang ini. Dia ikut berlutut sejajar denganku namun kali ini tangannya mulai menggapai payudaraku dari belakang.

“Eemmhhhhhh...!!” desahku tertahan ketika kurasakan tangan Farid menggerayangi payudaraku.

Farid terus meraba-raba kedua payudaraku secara bergantian. Kedua putingku tidak luput dari tangannya. Jari-jari adikku itu mengelus-elus putingku sambil sesekali menjepitnya diantara jari-jari tangannya. Ternyata papa dan anak laki-lakinya ini sama-sama pinter merangsang tubuh perempuan. Aku jadi semakin menggelinjang geli-geli nikmat dibuatnya.

“Uhhh.. kalo kakak beneran pindah.. ahh.. bakal kangen saat seperti ini” bisik Farid di telingaku.

“Emmhhhh.. iyaahhhh..” balasku spontan.

Adikku itu selain meraba putingku, dia juga mulai mencumbui leher dan pundakku kiri-kanan bergantian. Rasanya aku semakin terbakar dalam birahiku yang mulai meninggi. Memekku kurasakan ikut berdenyut-denyut dan jadi gatel banget. Ugh, jadi pengen cepet-cepet ada kontol yang menggaruk dinding vaginaku lagi nih.

Farid melepaskan tangannya dari kedua bukit kembarku. Kurasakan dia sedikit menjauh dariku. Entah apa yang dilakukannya aku belum tahu karena penis papa masih terus menjejali mulutku dengan beringas. Seakan aku tak diberi kesempatan bernafas olehnya.

“tahan ya sayang.. papa mundurin kamu sedikit..” ucap papaku.

Kedua tangan kekar papaku mulai memegang bawah ketiakku lalu tubuhku diangkat untuk geser agak mundur ke belakang. Aku ikut saja apa maunya papa. Namun begitu aku mulai menurunkan pantatku lagi tiba-tiba kurasakan ada sebuah benda sudah mulai masuk ke dalam liang vaginaku.

“Aaaaahhhhhhh....!” jeritku tak tertahan lagi ketika batang penis itu kembali bersarang di dalam liang senggamaku.

“Udah pahh.. udah masuk nih” terdengar suara Farid memberi kode pada papaku.

Rupanya adikku sudah terbaring telentang di belakangku dengan penis siap tempur. Papaku ternyata mengangkat tubuhku supaya Farid ada kesempatan memposisikan tubuhnya tepat di bawahku. Rencana yang busuk tapi berhasil membuat Farid bisa ngentot denganku lagi.

“Ayo sayang.. goyang pinggangmu dong.. biar adekmu enak” suruh papa padaku lagi.

Kuturiuti saja perintah papaku. Aku menggoyangkan pinggulku dengan penuh semangat. Memang jadi tampak liar dan ganas, tetapi kuusahakan goyanganku masih memiliki ritme dan tempo yang seolah terus berusaha menggoda Farid. Entah jika ini hanya imajinasiku saja atau memang aku betul-betul melakukannya.

“Oughhh.. aah.. k-kalo diremas dan goyang gini.. mana tahan juga kak... aaah..” lenguh Farid dari bawah tubuhku.

Aku tak peduli lagi pada lenguhan atau rengekan adikku. Sambil terus menggoyangkan pinggulku, kunikmati penis papaku dengan jilatan lidahku sepuas mungkin. Kuemut, kujilati dan kadang kukocok penis gede milik papaku itu dengan penuh semangat. Tak kuhiraukan lagi semisal mama bangun dari tidurnya dan menemukan kami bertiga sudah seperti ini. Dalam pikiranku yang ada hanyalah bagaimana caranya supa dua lelaki yang bersamaku ini mendapatkan kepuasan.

“Uuggghhh.. sepongan kamu tambah nikmat aja sayang... hemmhh.. Ikhsan ngajarin kamu tiap hari yah? hehehee..” ucap papa padaku.

“Emhhh.. aahh... ahhh.. aahhh... emmhhh.. euumhhh..” balasku terus mendesah.

“Sudah cukup.. gantian papa yah sayang..”

Papa kemudian mengangkat tubuhku lagi. Penis Farid otomatis ikut tercabut secara paksa dari dalam liang vaginaku. Aku yakin dia belum puas, aku dan papa juga belum puas. Kita masih sama-sama jauh dari kata puas.

“udah.. gini aja.. kamu nungging, kasih memek kamu ke papa sayang..” pinta papaku lagi.

Masih dalam libido tinggi, aku ikuti perintah papaku. Kurubah posisiku jadi menungging dengan belahan pantat menghadap ke arah papaku. Sebentar kemudian tangan papa mulai memegang bongkahan pantatku sambil menusukkan penisnya ke dalam lobang memekku.

“Aaauuhhhhhhhhkkk...!!” jeritku lagi.

Meski penis Farid sudah sempat mengocok liang memekku, tapi saat penis papa yang gantian masuk rasanya masih agak ngilu juga. Mungkin benar kalau ukuran penis papa lebih besar dari ukuran penis adikku.

“Aaahh... terus.. gerakin aja paahh.. aaah... kon-tol.. ahhh.. papa.. enaak.. aah ..” desahku.

“Emhh.. oke.. oke sayang..”

Tanpa ampun papa mulai memompa vaginaku dengan cepat. Sampai-sampai kedua bulatan payudaraku ikut bergoyang-goyang dengan bebasnya. Rasanya sodokan papa terus menerus menghantam mulut rahimku. Inilah kelemahanku sebenarnya. Kalau lagi ngentot trus ujung penisnya menyundul rahimku jadi bikin aku cepat keluar.

"Enak yah kak? hhmm.. gua juga mau dong dienakin, hehehe..." ujar Farid sambil kedua tangannya meremas-remas bagian samping payudaraku.

Selepas itu Farid geser ke depanku dan segera menjejalkan penisnya ke dalam mulutku. Lagi-lagi aku harus menerima dua batang kejantanan laki-laki menerobos lobang di tubuhku. Dua orang lelaki yang tak lain adalah papa dan adikku sendiri.

“Eemmhhh... emmhh.. heemmhhh.. heehgghh..”

Dengan penis Farid berada di mulutku, tiap desahan akibat sodokan penis papa jadi tak bisa keluar. Tapi aku tetap berusaha memberi yang terbaik buat mereka. Kusambut tiap sodokan penis papa dengan goyangan pinggulku. Belum lagi saat kujilati penis Farid, aku sengaja mencucup bagian bawah kepala penisnya lalu menggerakkan bibirku seperti sedang mengusap. Tentu saja Farid semakin belingsatan dalam rasa nikmat yang memuncak.

“Gilaaakkk..!! pinter banget kak Sasaaa.. huaahhhh..” ucap Farid memujiku.

“Hooooohhh.. iya bener, makin hari makin pinter aja nih kakak kamu.. uuhhhh... mana memeknya tetap sempit rasanya... ahhh..” imbuh papaku sambil terus menyodokkan penisnya.

Lagi enak-enaknya mengimbangi permainan mereka. Kurasakan mulai ada denyutan nikmat muncul dari dalam rongga kemaluanku. Disertai dengan getaran halus di tubuhku yang semakin lama semakin terasa kuat. Kulepas penis Farid dari mulutku supaya aku bisa teriak memperingatkan papaku.

“Ouuhhhh.. paahh.. papahhh.. mau.. mauu..ahhh..” kataku terpotong dorongan dari dalam liang senggamaku yang semakin kuat terasa.

Papa mengerti apa yang aku inginkan. Tusukan penisnya kemudian berubah jadi lambat tapi dalam. Setiap hentakan tubuhnya membuat kepala penisnya menonjok mulut rahimku. Kalau sudah begini pasti aku tak bisa lagi menahan orgasmeku.

"Hhhh.. hhhh.. hhhh.. Farid, hisap puting kakakmu.. cepetan!" kata papaku sambil terengah-engah.

Tanpa berkata apa-apa, kepala Farid langsung merayap di bawah payudara kananku dan langsung menghisap putingku sambil tangannya meremas-remas payudara kiriku.

"Aaahhh.. aaaahh.. haaahhh..." desahku menikmati sodokan, hisapan dan remasan di setiap bagian sensitifku.

Melihat Farid ikut merangsang tubuhku, papaku semakin bersemangat memompa vaginaku. Papa kemudian membungkukkan badannya sampai tangannya berhasil mengenai klitorisku dan langsung digesek-gesekan dengan cepat.

Tiba-tiba saja...

“Ahh.. ohh.. Myyy.. God... hhaaaaahhh.. aaaakuu.. kkeellluuaaaaarrr..." jeritku agak kencang diikuti dengan semburan cairanku yang sangat banyak sampai sepertinya aku squirt lagi.

Crrr... crrr... crrrr.. crrrr... desiran cairan yang keluar kurasakan jadi nikmat banget.

Badanku tidak berhenti mengejang selama beberapa detik. Ini orgasme yang paling nikmat dan panjang selama aku ngentot dengan papa dan adikku.

Setelah badanku selesai mengejang aku langsung ambruk ke depan dengan penis papaku masih ada di dalam vaginaku. untungnya tubuhku tak sampai menindih kepala Farid karena dia dengan sigap langsung menyangga tubuhku dengan kedua tangannya.

"Aaahh.. aaahh.. hhhh.. hhhh..." desahku dengan napas tersengal-sengal.

Papa masih tetap membenamkan penisnya di dalam vaginaku selama beberapa detik sampai remasan dan denyutan vaginaku selesai. Selepas itu papa kemudian menarik penisnya dari lobang memekku.

“Ayo sayang.. kamu duduk aja.. papa tau kamu udah lemes..” pinta papa kemudian.

Dengan susah payah dan dengan mengumpulkan sisa tenagaku, kupaksakan diriku untuk duduk di atas lantai. Kurasakan cairan yang keluar dari memekku kini mulai membuat pantatku becek.

“Sekarang papa mau lihat gimana kemampuan anak papa yang cantik ini mengocok kontol laki-laki.. ayo sayang...”

Tiba-tiba papa dan Farid sudah sama-sama kompak berdiri di sampingku. Papa di kiri dan Farid di kananku. Kedua penis mereka yang tegak mengacung dan berkedut-kedut itu tersaji tepat di depan wajahku.

“Hihihi.. oke deh paahh.. lihat yahh..” ucapku sambil menatap kedua pria di sampingku dengan pandangan mata sebinal mungkin.

Kuraih penis papa lalu kukocok dengan tangan kiriku. Berikutnya penis Farid juga kupegang lalu aku kocok dengan tangan kananku. Semuanya aku kocok dengan cepat dan ritmenya kubuat bergantian.

“Huuoohhh.. enak banget kaaakkk.. ahhh..” desah Farid.

“Uuhhh.. iya nih.. ahhh.. anak papa emang jagoan.. aahh.. ayo sayang.. bikin papa muncrat sayang.. ahh.. bikin papa keluarr..” sambung papaku.

Aku cuma bisa tersenyum melihat ekspresi mereka yang tengah sange berat. Mereka berdiri di sampingku menyerahkan penis ngaceng milik mereka padaku. Aku merasa seksi saat ini. Aku merasa hebat karena bisa menguasai dua penis besar sekaligus. Kedua penis itu aku kocok dengan cepat sambil sesekali aku jilati ujungnya. Perlakukanku itu semakin membuat mereka belingsatan menahan birahi yang terus menyerang kesadaran.

“Aaahhh.. kak Sasaaa... aaaaahhhhh” lenguhan panjang keluar dari mulut adikku. Sambil meneriakkan namaku cairan maninya menyembur keluar dengan kuat.

Crott... crottt.. croott.. croott..

Semburan sperma Farid tepat mengenai permukaan wajahku, memang aku sengaja memposisikan kepalaku supaya muncratan sperma adikku bisa menyiram mukaku. Ugh, sungguh sensasi yang luar biasa saat cairan putih kental itu memenuhi wajahku. Rasanya begitu hangat namun lengket. Membuat mataku susah terbuka.

Kulepaskan genggaman tangan kananku pada penis Farid. Kuusap lelehan spermanya dengan telapak tanganku, terutama yang mengenai mataku. Tanganku yang belepotan sperma Farid kini aku gunakan untuk mengocok penis papaku. Cairan kental itu membuat kocokanku jadi licin dan pasti nikmat rasanya.

“Ouugghh.. pinter banget kamu sayang.. ahh.. pinterrrr..” puji papaku lagi.

Aku tak mau terlena dengan pujian dari papa. Kuteruskan saja kocokanku pada penisnya dengan tempo cepat. Alhasil papaku semakin melenguh dan badannya mengejang-kejang liar. Sepertinya sebentar lagi giliran papa menyiram tubuhku dengan semburan spermanya.

“Ooooohhhh...!!" tiba-tiba papa melenguh kencang.

Aku langsung mengarahkan ujung penis papaku ke dalam mulutku. Kuhisap kuat kepala kontolnya dan kukocok batangnya dengan cepat.

Crott... crottt.. croott.. croott.. keluarlah air mani papaku.

Cairan hangat itu masuk semuanya ke dalam rongga mulutku. Tak kusia-siakan lagi sperma yang muncrat itu dan aku coba menelan semuanya.

“Glekk.. cuphhh.. glekk.. glekk..” kuminum air kenikmatan papaku tanpa ragu.

“Haaahhh.. ahhh.. ahh.. hhh.. hhh..” desah papa sambil nafasnya ngos-ngosan.

“Hihihi.. enak kan pahh?” ujarku menatap wajah papa sambil tersenyum semanis mungkin.

“Hadeeuuhh.. kami pinter banget sayang.. ahhh.. ga rugi selama ini papa sama mama ngelatih kamu.. ahhh.. kamu udah beneran lulus jadi istri yang binal sayang” ucap papa lagi.

Selesai aku memeras penis papa, kupastikan tak ada lagi cairan yang keluar dari lobang di ujung penisnya. Kulepaskan saja penis papa yang sudah mulai lemas itu lalu kujilati jari-jariku yang masih ada sisa spermanya. Aku jadi rakus banget pada air mani laki-laki. Rasanya bikin nagih banget, jadi pengen terus minum cairan putih kental itu sampai aku puas.

“Lhoh..!! ini apa-apaan sih kalian? Bisa-bisanya kalian ngentot gak ngajakin mama” tiba-tiba mama keluar dari kamar. Kami bertiga langsung menoleh ke arah mama.

“Hehehe.. maaf mahh.. soalnya tadi mama tidur nyenyak banget sih” ucap papa memberi alasan.

“Ohh.. jadi gitu yah sekarang caranya? Udah tega ninggalin mama..”

Mama mendekati kami. Semakin jelas kulihat mama sudah tak memakai apa-apa lagi. Akhirnya kami berempat sama-sama telanjang semuanya di ruangan tengah ini. Aku hanya bisa tersenyum melihat mama datang, padahal wajahku masih belepotan spermanya Farid yang belum sempat aku bersihkan.

“Hehe.. yaudah.. sekarang giliran mama kalo gitu.. Farid, masih bisa bikin mama lemes kan?” tanya papa ke adikku.

“Ohh.. tenang pahh.. masih full dong tenaga Farid”

“Bagus.. kita keroyok saja mama kamu.. Serbuu!! Hahahahaa...”

***

Bersambung untuk last post ...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd