Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Secret and Desire
Chapter 14

Sang Model dan Juru Foto


Chapter-14.jpg





PoV Galih

Selalu ada hikmah dibalik sebuah tragedi. Selasa malam kemarin mama gak sengaja menggunakan lem super untuk mengocok kontolku. Niat mama memang baik dan seharusnya menghasilkan kenikmatan, andai saja mama tidak menggunakan lem yang biasa aku gunakan untuk merakit model kit sebagai pelumas–sebenarnya salahku sendiri sih memasukkan lem super itu kedalam botol pelumas yang kosong, hingga batang kejantananku melekat erat pada genggaman mama. Sakit, perih dan panik.

Tetapi karena itu aku jadi bisa nyetir mobil–paling tidak malam itu adalah jarak terjauh dan terlama aku mengemudikan mobil. Walaupun pada akhirnya aku sadar kemampuan itu tidaklah permanen, ketika aku mencoba keesokan hari, tiba-tiba aku lupa pelajaran mengemudi. Jangankan keluar garasi, yang ada hanya menimbulkan raungan mesin yang membuat aku kena jitak mas Roni.

Rabu sore mama berangkat ke Singapura untuk menjalani pemotretan untuk sebuah pakaian dalam. Sudah lebih 2 tahun mama menjadi brand ambasador Alexa, yang membuat mama sering keluar negeri hanya untuk melakukan sesi foto, Aku tidak masalah, lagian mama maupun papa sudah sering keluar kota meninggalkan aku seorang diri dirumah. Tapi tidak pernah dalam kondisi seperti ini, penis bengkak terbungkus kain kasa.

Meski jaman sudah modern keluargaku selalu mengandalkan pengobatan tradisional. Sebelum berangkat mama mengingatkan aku untuk meminum jamu, kata mama itu jamu sangat ampun untuk memulihkan bengkak. Dan benar saja kamis pagi, penisku sudah tidak bengkak bahkan sudah tidak nyeri. Hanya tersisa sisa lem dan sedikit kulit yang lecet. “Ya besok atau lusa paling sembuh” kata mama melalui telephone.

Aku sengaja gak masuk sekolah, karena memang sudah tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar usai ujian akhir semester, dan mama juga sudah mengirim surat izin ke sekolah untuk lebih meyakinkan. Satu harian itu aku hanya mondar-mandir gak tahu harus ngapain. Aku sedang malas membaca buku, malas juga baca artikel diinternet. Sejak pagi aku hanya duduk santai didepan tv, mengganti-ganti chanel yang semuanya membosankan. Sesekali aku menyibakkan sarungku yang kugunakan agar tidak menyentuh batang kejantananku yang masih terbungkus perban. Aku merasa seperti penganten sunat.

Sore harinya aku dibangunkan teh Asih karena ada seseorang mencariku. Beberapa tahun belakangan aku jarang menerima tahu terlebih teman-teman sekolahku. Aku kedepan untuk mengetahui siapa yang membuat teh Asih tega membangunkan tidur siangku. Rupanya seorang wanita yang dari pakaiannya saja–Balutan kebaya, lilitan jarit dan pikulan berisi botol–aku tahu ia seorang tukang jamu.

Ternyata mama menghubungi mbak Jum, tukang jamu yang kutemui. Mbak Jum memberikanku sebotol jamu. Katanya untuk mempercepat penyembuhan ‘tongkat sakti’, entah mbak Jum asal menebak atau mama yang dengan teganya memberitahu kondisiku kepada orang asing. Ya orang asing, walau ternyata mama dan papa merupakan pelanggan tetap jamu mbak Jum, aku sama sekali belum pernah ketemu orangnya yang katanya merupakan tukan jamu terkenal. Bahkan saking terkenalnya dia orang harus membuat janji untuk membeli jamu yang katanya ’mujarab’ untuk segala keluhan.

Setelah mbak Jum pamit, aku membawa masuk botol jamu belabel The Juminten since 1989. Melihat labelnya saja aku yakin ini memang bukan sembarang jamu gendong. Sebelum aku memasukkannya ke kulkas aku mencicipi satu seloki. Aku sangat familiar dengan rasanya, ini memang jamu yang sering mama berikan kepadaku sejak aku masih duduk di bangku SMP.

Selain sebotol jamu, mbak Jum juga memberikanku sebuah ramuan, jamu oles ia menyebutnya. Aku diminta untuk membalut penisku dengan ramuan yang sangat semerbak aroma rempah dan akar-akaran. Aku gak sempat bertanya apa manfaat serta efek sampingnya. Yang jelas, jum’at sore penisku sudah sembuh total. Bye bye titit mumi.

Siapakah mbak Jum? nantikan One Shot #5

Chapter-14-3.jpg



~~~ Secret and Desire ~~~

Pagi-pagi betul Galih sudah bersiap.Ini adalah pengalam pertama Galih menjadi seorang model tentunya ia tidak mau membuat orang kecewa dengan datang terlambat. Terlebih lagi, Marissa merupakan seorang yang profesional, terlihat dari seberapa seriusnya ketika ia membuat jadwal konsep serta kontrak yang sudah ditanda tangani oleh Galih.

Galih hanya membawa satu tas gendong, berisi beberapa pakaian ganti, dan buku A Song of Ice and Fire terjemahan yang baru ia beli. Galih menggunakan taxi menuju sebuah alamat yang ternyata merupakan sebuah banguna 3 lantai dengan papan nama bertuliskan ‘Studio 46’. Studio 46 merupakan studio foto milik Ibrahim Purnama, seorang seniman foto kenamaan dengan karyanya yang sangat membekas berjudul ‘the one’. Galih sempat mengikuti workshop-nya ketika SMP, itu kenapa ia merasa tidak asing dengan orang-orang disini.

Setelah bertanya pada seseorang diruang tunggu. Galih masuk untuk menemui Marissa yang sudah menunggu bersama tim dan tentu saja Hesti, guru sejarahnya. Hari ini Hesti terpaksa membawa serta anaknya karena kebetulan tidak ada yang menjaga dirumah. Wajah anaknya mirip sekali dengan Hesti, lucu , manis dan imut. Hesti meyakin kan anaknya tidak akan rewel dan benar saja kehadiran buah hati Hesti justru meriahkan suasana studio karena anaknya periang dan mau digendong oleh siapa saja.

“Anak teh Hesti lucu ya, sudah begitu mau lagi diajak main sama siapa saja..” Galih bertanya saat wajahnya dirias.

Hesti sedikit melirik kearah Galih, sembari menyeruput lemon tea, ia menjawab,”Ya begitulah, laki-laki, kalau sudah kena susu formula pasti lupa sama wanita.” Seraya tersenyum penuh makna

“Maksud teh Hesti?”

“Ya, anak teteh kan sudah jarang minum ASI jadi ya kadang suka lupa sama ibunya sendiri.. hihi, ya mungkin karena sejak kecil dia sering ditinggal kerja juga sih.”

“Ohh...”

Lima belas menit kemudian Galih dan Hesti selesai dirias, hanya riasan natural yang membuat kecantikan Hesti tidak luntur. Marissa kembali memberi arahan kepada Galih yang terlihat gugup. Meski sudah sering menemani Patricia, Galih tetap tidak terbiasa bila berhadapan dengan lampu dan beberapa kru. Hesti mencoba membantu muridnya itu, ia yang sudah lebih berpengalaman dalam menjalani photoshoot, membagikan sedikit trik untuk menghadapi pemotretan perdana. Walaupun agak kaku diawal, akhirnya Galih bisa menyesuaikan diri.

Dengan cepat ia belajar dari arahan Marissa dan seorang asistennya tentu dengan dipandu oleh gurunya. Hesti bahkan tidak ragu, meminta Galih untuk merangkul pinggulnya. “Ini kan semacam foto couple , jadi kamu harus terlihat mesra dong rangkul teteh” Sahut Hesti meyakinkan Galih untuk tak perlu sungkan merangkul dan memeluknya. Berkali-kali Hesti meyakinkan tidak perlu merasa khawatir, ini hanyalah pemotretan biasa.

Akhirnya Galih paham kenapa mamanya sering mengeluh setiap menjalani sesi foto. Pakaian yang saat ini dikenakan Galih merupakan pakaian yang ke-20. Dan ia harus menjalani 3 kali sesi dengan puluhan pakaian yang berbeda lagi. Pantas saja foto model itu bayarannya mahal, karena pekerjaan mereka memang melelahkan dan memakan waktu.

Tak sampai tengah hari Galih sudah selesai dengan sesinya. Sembari menunggu beberapa sesi yang masih harus dijalani Hesti, Galih diminta untuk menemani putranya bermain. Dengan senang hati Galih pun mengajak bermain karena memang sudah lama ia menginginkan seorang adik.

Layaknya seorang kakak, Galih menuruti segala kemauan balita cerdas itu yang terus-terusan memintanya untuk digendong. Meski lumayan berat karena anak bu Hesti itu gemuk, namun Galih tetap menggendongnya dan mengajaknya bermain ditaman belakang studio.

“Berat ya?” Tanya Hesti tiba-tiba, membangunkan Galih yang sempat tertidur karena lelah menggendong Arian.

Galih mengucek matanya sembari menjaga Arian yang tidur didadanya.” Eh nggak kok teh, pecuma dong Galih fitnes kalau gendong Arian saja udahmerasa berat.” Jawabnya mengilah.

Hesti duduk disamping Galih dan segera mengeluarkan smartphone-nya. Ia mulai mengbadikan dirinya mengenakan balutan busana muslim yang terlihat mewah ini.

“Teteh lihat kamu kayaknya seneng banget tadi main sama Arian.?

“Ya ... Galih kan sebenernya kepengen juga punya adik. Cuma ya gak bisa..”

Sudah cukup lama Galih menginginkan kehadiran seorang adik, terutama adik laki-laki. Galih adalah lelaki satu-satunya dan ia selalu ditindas oleh kedua kakak perempuannya. Itu kenapa ia selalu meminta mama dan papanya membuat adik. Namun jawaban Patricia selalu sama, “Im Forty-Eight darlin, mana mungkin mama bisa hamil lagi” Kata Patricia suatu hari sembari mencubit hidung anaknya yang menginginkan hal yang tidak mungkin.

“Galih, habis ini nongkrong yuk, kan malam minggu. Kamu gak ngapel kan?”

“Boleh teh, kebetulan dirumah juga sepi, jadi males pulang.” Ungkap Galih meberikan Arian kembali ke pelukan Hesti.

“Kamu ikutan mau ikutan gak Cha?” Tanya Hesti kepada Marissa yang melangkah kearah mereka.

“Hmm.... kayaknya gak bisa deh. Aku ada urusan..” Jawab Marissa sambil mengambil duduk di bangku kayu depan Galih dan Hesti. “ Oh iya, besok agak siangan saja ya, soalnya kan cukma satu sesi dan satu pakaian saja.” Lanjut Marissa menjelaskan persiapan pemotretan besok minggu.

“Oke, beres... eh gimana tadi, si Galih oke gak...”

“Hmmm..... Oke sih.... ya meski banyak yang kaku sih, tapi gak begitu kelihatan kok dikamera.”

“Hehe.. makasih mba Rissa..”


~~~ Secret and Desire ~~~


Chapter-142.jpg


Disebuah cafe tak jauh dari studio 46, Hesti memilih vip lounge karena tak ingin anaknya terbangun dari bisingnya suasana cafe yang kebanyakan dihadiri muda-mudi. Hesti membaringkan anaknya di atas sofa, sementara ia dan Galih menyantap hidangan yang mereka pesan.

“Teh, ternyata jadi model itu capek juga yaah.”

“Ya capek lah, tapi kalau di nikmatin ya capeknya gak berasa.” Terang Hesti dengan mulutnya yang setengah mengunyah.

“Eh , teh boleh tanya gak?”

“Tanya apaan?”

Galih menyudahi makannya dan menyingkirkan piring kosongnya. “ Selama teteh jadi model, pernah gak hmmm ... di godain photograpernya ... ?”

Wanita pemilik tahu lalat itu melayangkan tatapan tajamnya. “Hmmm.... ya pernah sih .. tapi .... Alhamdulillah gak pernah yang bagaimana-gimana, ya cuma godaan wajar kok, kadang mereka juga curi-ciri megang pas arahin pose ... tapi teteh mah gak ngaruh sama sentuhan kayak begitu...” Jelasnya menyeka bibir merahnya.

“ohh begitu... Kalau di goda dan pegang cowo gak masalah ya? hmmmm“ Telisik Galih “ tapi tadi waktu disentuh mbak Rissa, teh Hesti kayaknya risih begitu?”

“Ehhh..... “ Terlihat wajah Hesti berubah tegang kala Galih bertanya tentang Hesti yang risih setriap kali disentuh oleh Marissa selama pemotretan.” Ya wajar atuh, teteh kan normal, ya risih lah dipegang kaya gitu, si Icha itu kan lesbian.”

“Tahu dari mana, Teh?”

“Dari suami aku, suamiku sama si Icha itu kan satu kostan di Jogja.” Ungkap Hesti lagi.

Maa maa maaa....

Tak lama terdengar suara rintihan Arian ia terbangun dan lekas memanggil mamanya. Meski Arian terbiasa ditinggal oleh Hesti ketika bekerja dan sering kali nyaman dengan siapa saja yang merawatnya, tetapi seorang anak akan tetap memanggil sang ibu kala ia membutuhkan. Hesti mengangkat anaknya dan menaruhnya di pangkuan. Tanpa ragu guru berparas cantik itu membuka kancing depan gamisnya dan mengeluarkan sebelah payudaranya. Hesti mengarahkan puting besarnya ke bibir mungil itu, membiarkan sang bayi menghisap untuk menghilangkan lapar dahaganya.

Galih sedikit menyingkir untuk memberi ruang bu Hesti melakukan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Meski ia pernah melihat bentuk payudara bu Hesti secara langsung, Galih tetap merasa risih dan canggung melihat seorang wanita tengah menyusui.

“Jangan canggung begitu atuh, kamu kan waktu itu sudah lihat susunya teteh... hihi” Sahut Hesti seolah cuek membiarkan muridnya kembali melihat dadanya yang sedikit terbuka meski sedikit terhalang jilbab.

“Enggak kok teh, ini Galih mau pesen kopi... aku tinggal dulu yaa teh.” Galih mencoba berkilah, ia beranjak dari duduknya dan menuuju meja order.



~~~ Secret and Desire ~~~

PoV Galih

Bukannya aku canggung apalagi risih. Tapi aku takut nafsu bila terlalu lama melihat bu Hesti menyusui anaknya. Jujur saja, aku tidak akan mudah nafsu melihat 10 orang model telanjang dihadapanku, bahkan godaan mama yang begitu liar kala ia meminta aku menyetubuhinya kadang tak aku balas. Apalagi sekedar rayuan miss Anna yang dapat dengan mudah aku tepis.

Tetapi aku baru pertama kali melihat air susu keluar dari pori-pori puting secara langsung. Waktu itu diruang UKS, saat bu Hesti tiba-tiba memintaku membantunya untuk memompa air susunya, aku hampir saja terpancing nafsu. Hanya saja imanku masih cukup kuat. Mama selalu bilang setelah aku pertama kali merasakan kenikmatan bercinta, aku akan dihadapkan dengan banyaknya godaan di luar sana. Itu kenapa mama selalu mengajariku mengontrol hawa nafsu. Salah satunya dengan yoga. Salah satu latihan pernafasan yang aku pelajari selama ini, nyatanya terbukti menurunkan nafsuku yang terkadang menghampiri. Namaste.

Aku selalu berjanji pada mama serta pada diriku untuk tidak menjadi lelaki yang murahan yang hanya akan memalukan diriku sendiri. Meski janji itu terkadang sulit aku lakukan, tetapi aku adalah lelaki.

Tak lama pesananku jadi, kopi hitam untukku dan frappuccino untuk bu Hesti. Saat aku kembali ke meja, aku melihat bu Hesti tengah meletakan Arian kembali keatas sofa. Aku meletakan minuman pesanan bu Hesti dihadapannya setelah kusingkirkan piring kosong bekasnya. Kemudian aku kembali duduk dan menyadari satu hal. Bu Hesti belum memasukan kembali payudaranya kedalam baju gamis warna peach yang ia kenakan.

Payudara mengkal dengan air susu yang menetes diujung puting itu terlihat menggantung indah. Beruntung saja kursi yang kita pilih merupakan vip lounge, sehingga sedikit terhalang oleh sekat disekitarnya. Tak ingin susu itu terlalu lama ‘gondal-gandul’, aku mendekat dan menutupi payudara bu Hesti dengan jilbab warna senada yang ia kenakan.

“Aduh teh, nanti kelihatan orang loh” Hardikku menutupi bagian terindah dari tubuh bu Hesti.

“EH... iya” Hesti tersadar dan ia lekas memasukkan payudaranya ke dalam gamis. Ia tersenyum melihat tindakanku barusan.”So sweet banget sih kamu...” ujarnya seketika menoel hidungku.

“Kan ini tempat umum teh, nanti kalau ada yang lihat kan gak sopan” Ku coba beralasan.

Tindakanku barusan sepertinya disalah artikan oleh bu Hesti. Ia terus menatap tajam kedua mataku, seolah yang ia pandang adalah kekasih yang lama tidak ia jumpai. Aku berusaha berpaling dari tatapannya namun bu Hesti tetap saja memandangiku, mengamatiku dan berusaha mengartikan semua tingkahku saat ini.

Suasana seperti ini sudah pernah aku alami sebelumnya. Saat miss Anna tiba-tiba menatapku dengan tatapan menelanjangi. Namun kala itu aku sangat mudah menampisnya karena aku tahu miss Anna memiliki suami. Tetapi apa bedanya dengan bu Hesti, ia juga memiliki suami.

Tetapi kenyataan itu seperti dihilangkan oleh bu Hesti yang semakin dekat memandangku. Wajahnya semakin ia dekatkan kearahku, entah ia sengaja atau hanya terbawa suasana. Sepertinya itu memang pengaruh suasana sore ini, yang kebetulan langit sedang memendarkan jingga indahnya.

“Eh teh, udah sore nih... pulang yuk....”

“Ehhh.....” bu Hesti nampaknya tersadar dari suasana yang hampir saja mempengaruhinya keimanannya. Wajahnya lekas memerah padam saat ia sadar apa yang barusan saja hendak ia lakukan–tentu tanpa kesadaran, aku yakin itu.

Ya, wanita seperti bu Hesti tentunya wanita terhormat. Yang tak akan mau menodai kepercayaan sang suami dengan terlibat perasaan dengan anak didiknya. Setidaknya itu yang aku ketahui selama beberapa minggu ini aku intens berkomunikasi dengan bu Hesti diluar jam sekolah.

Akhirnya yang aku takutkan tak terjadi, kami tak jadi berciuman. Ya, itu pasti yang akan terjadi kalau saja tadi aku tidak menghardik bu Hesti. Kami pulang dengan taxi yang sama. Sepanjang perjalanan aku dan bu Hesti sama sekali tidak berbicara, hanya saling menebar senyum, malu canggung dan entah apa lagi yang kita pikirkan saat ini.



~~~ Secret and Desire ~~~


Chapter-14-2.jpg

Minggu pagi di jalanan kota, semua orang terlihat tengah bersiap untuk sebuah perayaan besar. Besok adalah hari jadi kota ini. Itu kenapa sepanjang perjalanan, Galih disuguhkan dengan rombongan ondel-ondel yang tengah memberi sebuah hiburan disudut kota. Disudut yang lain Galih menemukan para lelaki tua yang masih memiliki tenaga meniup terompet besar. rombongan ‘tanjidor’ itu seketika membuat kemacetan. Namun Galih tak keberatan, kalau bisa ia lebih memilih seharian di dalam taksi, asalkan kebudayaan yang hampir punah itu tetap terjaga dan teruskan.

Tak lama taksi yang ditumpangi Galih sampai di pelataran studio 46. Tidak seperti sabtu kemarin, hari ini suasana studio sangat sepi. Bahkan hanya dua mobil yang terparkir didepan. Sama seperti hari sebelumnya, hari ini Galih juga hanya membawa satu tas. Ia mengenakan kaos lengan panjang warna hitam dengan kerah v serta celana jeans hitam, yang merupakan kostum andalannya di semua kesempatan. Galih segera masuk ke dalam saat mengetahui pintu kaca itu tidak terkunci. Iapun segera menuju studio yang digunakan Marissa sabtu kemarin. Namun...



Beberapa saat sebelumnya ...

Minggu pagi ada sebuah tradisi yang selalu dilakukan studio 46. Lari pagi sembari hunting foto. Itu kenapa suasana studio sangat sepi tanpa seorang pun tertinggal. Tetapi itulah suasana yang dibutuhkan saat ini. Di ruangan yang serba putih itu, dua orang manusia tengah sibuk menikmati suasana. Dua manusia dengan paras yang sama-sama cantik. Dua manusia yang sama-sama mengeluarkan suara yang senada.

Mucccchhhh

Achhhhh....

“Tante ih, kan nanti sore bisa kalau aku udah selesai motret.” Rajuk Marissa kepada wanita tua yang sedari tadi mencumbu dirinya.

“Tapi tante sudah gak tahaaan.... ayo laah, lagian gak ono orang juga kann... wes tooh, tante dipuasin dulu...” Pinta wanita yang mengenakan balutan gamis warna hitam dengan jilbab warna coklat.

“Tante Ocha, Achhhh ... M-memang semalem gak ngenthu sama Bastian? Tante kan semalem nginep dirumahnya?” Marissa berusaha bertanya ditengah payudaranya dijamah oleh tangan sang tante.

“Yo ngawur, moso tante gituan sama Bastian sih ... “ Ujar wanita setengah baya itu sembari meremas payudara kecil dihadapannya, “gimanapun juga mamanya Bastian itu kan sahabat baik tante. Moso, tante ngenthu sama anaknya . didalam rumahnya lagi... Yo rak mungkin, Cha... huuuh” Lanjut Tante Rossa mencubit hidung Marissa dengan gemas.

“Yo wees, tapi tante aja yaach, Icha lagi gak pengen!!”

Wanita yang dipanggil tante oleh Marissa hanya mengangguk karena memang dia yang ingin dicumbu saat ini. Marissa segera berjongkok dihadapan Rossa yang duduk bersandar diatas sofa putih. Lututnya yang terpampang dari sobekan celana jeans hitamnya itu ia letakan diatas lantai, saat ia menarik gamis panjang itu keatas.

Dengan cepat Marissa menarik celana dalam hitam itu hingga bulu lebat yang menutupi kewanitaan sang tante terpampang indah dan menggemaskan. Wanita berambut panjang itu mendekatkan wajahnya dan mengecupkan bibirnya ke bibir kewanitaan tante Rossa yang bersembunyi di dalam hutan belantara.

Dengan lihainya Marissa menyibak bulu yang menyemak itu hingga ia menemukan ceruk merah kewanitaan sang tante. Dikecup dan dihisap gelambir indah yang menggelap, namun tetap terasa sedap. Marissa meneguk habis setiap lendir yang keluar dari dalam lembah. Hingga lembah itu kian membuka dan menampakan dasarannya. Tak cukup bibir vagina itu jadi menu sarapan Marissa pagi ini. Lidahnya kian merayap menyerbu santapan selanjutnya.

Wanita yang memiliki tato kecil dilengan atasnya itu, tanpa merasa jijik menyibak dan menusuk lubang anus sang tante dengan lidah.

Claap claaappp callaaaaappp Sruuuupppssttt

Puas menikmati sajian pembuka. Marissa mengambil sebuah dildo besar double ended dan mengarahkan setiap ujungnya kedalam dua lubang yang berbeda, Ujung yang lebih besar ia masukan kedalam memek besar tante ocha, sementara ujung kecilnya ia lesakkan kedalam dubur dengan mudahnya.

Wanita 27 tahun itu kembali duduk disamping wanita 46 tahun yang terus ‘megap-megap’ karena Marissa tak hentinya menggerakkan dildo didalam dua lubang kenikmatannya. Keduanya kembali memagut mengulum sembari saling melancarkan remasan kearah gundukan kembar.

Marissa meremas kencang payudara besar ‘ngondoy’ tante Ocha dibalik gamis hitamnya. Remasan yang sama sekali tidak lembut, namun selalu disuka. Cengkeraman itu terhenti saat Rossa kembali meminta Marissa memainkan memeknya lagi.

CLOPP CLOOP CLOP

Leeellllll leeleeelllll...


Cumbuan itu kian menjadi basah dan membanjiri sekujur tubuh mereka. Meski bermandikan keringat meraka sama sekali tak ingin menanggalkan pakaian masing-masing. Karena sensasi kepanasan seperti ini selalu membuat mereka kian membara.
Marissa merebahkan tubuh Rossa diatas sofa. Lalu ia menindih tubuh lemas itu dengan tubuh langsing semampainya. Ia menekan selangkangannya agar dildo yang tertancap didalam memek dan anus Rossa itu tetap terjaga disana. Marissa menggerakan pinggulnya sembari terus menyambar bibir tante Ocha yang tangannya terus berusaha merogoh jeans ketat untuk menjamah pantat Marissa.

ACHHHH

STTTTT...


Cukup lama Marissa membiarkan tubuhnya diatas wanita yang beberapa tahun ini menjadi kekasihnya itu. Bahkan Marissa tetap menindis tubuh Rossa yang tengah bergelinjang ketika orgasme menerjang bagai badai. Marissa sengaja agar air kenikmatan itu membasahi baju gamis tante Ocha.

AChhhhhhhhhh ACCchhhhhhhhhhh

Tanpa bermaksud sedikitpun merendahkan martabat Rossa. Marissa kembali memakaikan celana renda hitam itu seperti semula. Hanya saja dildo panjang itu masih tetap tertancap pada lubang vagina serta lubang dibelakangnya. Perlakuan seperti itu sebenarnya melecehkan, namun wanita dengan status janda itu selalu suka bahkan kerap memohon.

Marissa menarik tubuh tante Rossa untuk kembali berdiri. Dengan santainya wanita berhijab itu berdiri seolah diselangkangannya tidak ada apa-apa. Jangankan berdiri, bahkan Rossa pernah berbelanja disupermarket dengan kondisi seperti ini.

Tek Tek Tek

“Permisi, mba Rissa...mbaak”

Galih mengetuk pintu kaca studio C yang membuat Rossa dan Marissa menengok serempak.

“Siapa itu Cha?” Tanya Rossa merapihkan pakaiannya.

Marissa berusaha mengenali suara itu, dan ia menyadari siapa pemilik suara diluar sana. “Masuk saja Galih.!!” Seru Marissa mempersilahkan.

Galihpun masuk dengan wajah santai seolah ia tidak sempat melihat pergumulan terlarang barusan.

Marissa memperkenalkan Rossa kepada lelaki yang mengenakan baju sewarna dengan dia. “Galih, kenalin ini, tante Ocha. Dia yang punya butik.”

Dengan penuh rasa hormat Galih menyalami Rossa. Cukup lama wanita itu menjabat lengan sang pemuda sampai Marissa memisahkannya seolah sewot, “Salamannya gak usah kelamaan bisa kali?” hihi

Tatapan menelisik dipancarkan Rossa kepada pemuda yang melepas genggamannya. Petualangnya dengan banyak lelaki membuatnya bisa membaca aura seseorang. Terutama aura hasrat. Meski tak terpancar, Rossa dapat membaca aura itu yang sengaja disembunyikan oleh sang pemuda

“jangan nakal, dia itu masih SMA tahu!!” Bisik Marissa saat ia mengetahui gelagat kekasihnya itu.

“Oh ya Galih, sebelumnya makasih ya sudah mau jadi model tante. Kayaknya butik tante bakalan laris nih karena kamu yang jadi model ambasadornya”

“Iya tante, sama-sama. “

“Ya sudah kalau begitu, Tante gak bisa nemenin nih, masih ada keperluan “ Ujar Rossa berpamitan.

Usai mengantar tante Rossa kedepan, Marissa kembali menghampiri Galih yang duduk ditaman belakang. “Kamu ih, kan mba kemarin sudah bilang jam 10, jam 8 sudah sampai sini!!” sungut Marissa kesal.

“Maaf mba, aku kan gak tahu mba Risaa lagi.. hehehe”

“Jadi kamu lihat tadi?”

“Lihat sih, meski gak dari awal. Jadi itu pasangan lesbi mba Rissa?”

“Jadi kamu tahu gue ini lesbi?” Marissa melototi Galih dan merebut tumbler berisi kopi yang hendak diteguk Galih, “ Tahu dari mana?”

Kemudian Galih menjelaskan kenapa ia tahu Marissa adalah seorang lesbian. Sejak awal bertemu ia sudah tahu, itu kenapa Galih selalu menjaga jarak dengan Marissa selama pemotretan. Pemuda itu tak ingin membuat Marissa merasa risih, walaupun seharusnya Galih tidak perlu demikian.

Galih juga menceritakan kejadian kemarin dimana Hesti, gurunya dibuat risih oleh perbuatan Marissa yang seolah mencari kesempatan menyentuh tubuh molek itu dengan dalih mengarahkan pose.

Meski tidak diungkapkan, Marissa tahu bukan hanya tante Rossa saja yang barusan memandang Galih dengan tatapan menelisik penuh nafsu. Galih sebenarnya juga demikian, hanya saja ia selalu pandai menutup reaksinya itu.

“Kamu mirip cowo gue deh, sukanya cewe berumur” Sahut Marissa tiba-tiba yang membuat Galih agak terkejut.

“Cowo? Jadi mba Rissa gak sepenuhnya lesbi?”

“Ya kurang lebih deh. Gara-gara ini cowo gue mulai bisa membuka hati gue lagi”Terang Marissa tanpa keraguan.

“Wah pasti laki-laki itu sosok yang sempurna, ganteng, tinggi dan kekar ... hmmm.... mungkin wajahnya seperti pangeran Arab yang penuh je....”

Marissa memotong Galih dan melempar wajah cemberut yang jarang ia tampilkan kebanyak orang, “SALAH!!, tebakan lo salah besar ... hmm ... ganteng sih, tapi dia gak tinggi ... bahkan, lebih pendek deh dari elo....”

“Ohhh... jadi bukan karena fisik mbak Rissa bisa berubah... berarti, karena cinta?”

“Hmm, meybe. Meski gue sempet nolak dia, tapi gue gak bisa bohong kalau gue cinta sama dia. Hmmmm ... Udah deh.... kenapa jadinya ngegosipin gue sih!!”


~~~ Secret and Desire ~~~


Pemotretan hari ini hanya menggunakan satu pakaian saja. Yang mana merupakan signature dari butik pakaian muslim milik Rossa. Sesi foto kali ini pun tidak seribet kemarin karena dilakukan disebuah taman kota tak jauh dari studio. Bahkan Marissa tak harus membawa kru untuk membantunya, karena Galih menawarkan sendiri bantuannya tanpa meminta bayaran double.

Usai pemotretan mereka kembali ke studio 46. Marissa mengajak Galih dan Hesti bersantai diatap gedung studio ini yang cukup asri karena memang digunakan untuk spot foto Sambil menunggu pizza pesanan, mereka saling bercengkerama, mengobrol santai dan sesekali membahas hasil foto kemarin.

“Ya, tahu pemotretannya cuma bentar, Arian tak bawa tadi...”

“Memang anakmu kamu tinggal sama siapa?” Tanya Marissa sembari memeriksa hasil foto dikameranya.

“Ya sama neneknya ...” Jawab Hesti singkat, Ia mengeluarkan hp dan membuka mode kamera, “ Galih selfie yukk.??”

“Ahhh gak mau aahh.”

“Ya, kan cuma selfie”

Galih berusaha menolak ajakan selfie dari gurunya itu karena ia merasa tidak enak bila foto itu dilihat oleh orang lain terutama suaminya. Rasanya semua orang akan beranggapan sama bila melihat Hesti berfoto cukup dekat dengan Galih. Bahkan Hesti tidak ragu menempelkan pipinya kewajah Galih, meski sadar Galih adalah muridnya sendiri.

Setelah cukup puas mengabadikan momen, Hesti berganti pakaian yang ia bawa, celana panjang warna putih, atasan motif rumbai serta jilbab warna peach terlihat santai namun juga anggun. Melihat gurunya mengganti pakaian, Galih juga kebawah untuk mengganti pakaian karena tidak tahan dengan balutan baju berbahan satin itu.

Saat Galih turun, Marissa duduk mendekati Hesti yang masih saja berselfie karena tempat ini memang bagus untuk diabadikan.

“Hes... kata sih Galih, lo kameren risih ya ... waktu gue ... hmmm pegang....”

Hesti terdiam sejenak, tak tahu harus menanggapi apa. “ Eh iya gak apa-apa, aku tahu dari suamiku kalau kamu itu lesbi. Hihi .... makannya aku agak risih pas kamu pegang tetek aku kemaren..”

“Hmmm .... Hes... maaf ini... tapi kamu jangan marah yaah”

“Kenapa Riss?”

“Ehhh sebenernya gue malu sih mintanya ... tapii.... hmmmm”

Wajah Marissa memerah tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Namun ia harus ungkapkan ini, karena ia tahu ia tidak akan memiliki kesempatan seperti ini lagi.

“Gue boleh gak minum air susu lo?”

Pertanyaan itu sontak membuat Hesti terkejut. Bagaimana tidak, ia wanita normal dan mendapat pertanyaan macam itu dari seorang wanita tentu batinnya menolak.

“Pleasee.... gue cuma ingin tahu rasanya doang kok... gue .... ehhhh ... gak bakal ngelakuin hal lain... please!!...”

Melihat Marissa yang terus memohon membuat Hesti justru merasa iba. Namun ia tak tahu harus menjawab apa. Saat dirinya bimbang untuk menjawab Galih datang dengan sebuah tatapan aneh. Galih memandang wajah Hesti dan Marissa secara seksama.

“Eh... ngomong-ngongong .. mba Rissa sama teh Hesti... ternyata punya tahi lalat ditempat yang sama ya.”

“Oh ya masa sih?” Marissa segera menjauhkan wajahnya yang sedari tadi mendekat kearah Hesti. Ia memstikan omongan Galih barusan dan benar saja Hesti memang memiliki tahi lalat di pipi kanan sama dengannya.

“Oh iyaaa...” Seru Hesti yang menyadari.

“Eh dari tadi pada ngobrolin apa sih? Galih lihat kayaknya serius amaat...”

Sejenak Hesti memandang muridnya itu yang telah berganti pakaian dengan kaos dan celana hitam, “Kamu sama Icha juga sama.. pakai item2” Hesti menimpal yang justru menimbulkan suasana kikuk.

HAHAHA

Ketiganya tertawa bersamaan karena tidak ada yang nyambung sama sekali dari onrolan mereka barusan. Namun sejurus kemudian mereka terdiam dan saling menatap.

“Ya sudah... kamu boleh minum deh Cha ... asalkan Galih juga minum...!!”

Galih kembali terdiam tidak tahu arah pembicaraan gurunya itu. “Maksud teh Hesti apa ya? Minum?”

Kedua mata Marissa membelalak seolah baru saja menemukan ide brilian. Ia teringat hari ini tanggal berapa.” Iya, hari ini kan ... kebetulan ultah lo yang ke 19. Jadi bu guru Hesti ingin kasih kamu hadiah...”

Hesti terkejut dengan perkataan Marissa barusan, padahal wanita itu yang memohon ingin nenen di payudaranya, Tetapi malah dirinya yang dianggap ingin memberikan hadiah “tapi sepertinya memang harus pakai alasan seperti itu, aku yakin Galih tidak akan menolak kali ini.” Gumam Hesti dalam hati

“Iya Galih kan ulang tahun hari ini, sebagai hadiah “ Hesti mencoba memilih kalimat, “Galih mau gak nenen di payudara bu Guru?”

Galih terperanjat hingga berdiri dari duduknya. Ia terkejut mendengar perkataan dari gurunya itu. Selama ini ia memang membayangkan menenen dari wanita menyusui. Tetapi bukan seperti ini, dan bukan dengan cara seperti ini. Maksud hari ingin menolak, namun Galih hanya mengangguk untuk menjawab bahwa ia mau menenen dari puting susu gurunya itu.

Selama ini Galih selalu jual mahal dan selalu bisa menolak godaan banyak wanita. Bahkan gadis populer di sekolah seperti Danilla saja ia tolak mentah-mentah tanpa alasan jelas. Namun saat ini, tubuhnya seperti terhipnotis, bahkan ia tidak menolak saat Marissa mengajaknya berjongkok dihadapan Hesti yang duduk dipijakan tangga kayu..

Sejenak mengumpulkan keyakinan, Hesti akhirnya menanggalkan satu persatu kancing bajunya. Ia memuka atasanya itu hingga hanya BH putih yang menutupi payudara montoknya. Ia sekilas melihat wajah gembira Marissa yang mengucapkan terima kasih tanpa bersuara.



~~~ Secret and Desire ~~~


PoV Galih

Sepertinya aku sedang dijebak oleh dua wanita ini, terutama bu Hesti. Sepertinya bu Hesti baru saja menemukan cara agar meluluhkan hati dan keyakinanku. Jujur saja cara itu berhasil. Aku bahkan seperti seekor bayi kedelai yang mau saja di suruh berlutut oleh wanita lesbi ‘kampret’ itu. Kulirik wajah mba Rissa yang seolah berkata wee... sudah nikmatin saja!!

Bu Hesti mulai membuka kait putihnya hingga aku dan mba Rissa dapat melihat bentuk jelas dari payudara ibu menyusui. Puting besar kecoklatan dengan areola lebar dengan banyak pori-porinya. Seketika aku mulai merasa aneh dengan pemandangan ini.Bu Hesti sudah bertelanjang dada dihadapanku namun selembar kain berwarna peach itu masih melekat di kepalanya.

Guru sejarahku disekolah memegangi kepalaku, seolah memberikanku kesempatan yang pertama ia berkata, “ Ayo aa Galih... di hisap saja...!! jangan malu kitu atuh!!”

Mendengar perkataan itu membuat hatiku tergherak. Aku mulai memberanikan diri mendekatkan bibirku dihadapan puting yang terlihat mencuat karena sering di hisap dan diperah. Sedetik kemudian aku merasakan hangat dan lembut ketika puting susu itu menyentuh bibirku. Perlahan aku masukan kedalam mulurku dan kupilin perlahan hingga air susu itu mulai keluar kedalam mulutu. Manis dan gurih, atau entah apa rasa yang bisa tergambar. Yang jelas aku mulai menikmati hisapan ini.

Stttttt....

Kudengar bu Hesti mendesis setiap kali lidahku menggelitik puting susunya. Ia kembali meringis saat aku kembali menghisap dan menelan carian paling bernutrisi didunia. Bu Hesti masih memegani kepalaku, seolah aku ini adalah bayinya yang tak pernah ia lahirkan. Kulirik bu Hesti memjamkan matanya ketika mba Rissa mulai mengulum puting kanannya.
Meski awalnya kulihat ia risih, namun akhirnya bu Hesti mulai terbiasa ketika ada seorang wanita menghisap puting susunya. Bahkan bu Hesti juga memegangi kepala mba Rissa selembut sentuhannya pada rambutku.

Claaap claap claapp

Suara mengecap mulai terdengar bising. Terutama mba Rissa yang mulai rakus menghisap sembari tangannya sedikit merema payudara bu Hesti. Tanganku diraih oleh bu Hesti seolah menginginkan aku melakukan hal yang sama seperti mba Rissa.

Nyuusss

Kurasakan tubuh bu Hesti mulai gelisah, sedikit bergoyang dan terkadang menggelinjang. Wajar saja, bagaimana tidak tubuh bu Hesti akan menggelinjang saat ada dua manusia dengan gigi lengkap melakukan stimulus pada putingnya secara bersamaan. Semua wanita pasti akan merintih dan mendesah

ACHGHHHHH

“Pelan-pelan dong, bunda gak kemana-mana kok... “ Bu Hesti meracau bahkan menganngap dirinya sebagai bunda.
Hihihihi

“Ini malah rebutan sihhh!!. Hihihi” Bu Hesti makin terkekeh ketika melihat aku dan mba Rissa berusa berebut untuk menguasai kedua puting. Padahal bu Hesti ingin semuanya mendapat jatah yang sama.



~~~ Secret and Desire ~~~

Chapter-143.jpg


“Iya, Bunda...maaf”

Marissa dan Galih kompak menjawab ketika Hesti menghardik mereka berdua. Merasa tidak nyaman dengan posisi ia duduk. Hesti berdiri untuk kemudian membaringkan tubuhnya diatas lounge chair beralas bantalan putih, seputih calana yang Hesti kenakan dan secerah tubuh Hesti yang terkena sinar matahari yang menembus melalui kisi-kisi dedaunan.

Galih berganti menghisap puting sebelah kanan, sementara Marissa bergegas berjongkok di sisi kiri Hesti. Keduanya kembali memilin menghisap dan terkadang mengigit, tentu perlakuan seperti itu tidak akan pernah Hesti dapat dari Arian putranya.

Seperti pakaian serba hitam yang mereka kenakan, mereka seolah dua iblis yang tengah mengerjai malaikat yang terjatuh dari surga. Baik Marissa maupun Galih sama-sama terbuai dengan kenikmatan yang tersaji dihadapan mereka.

Tak lama keduanya kompak merasa kenyang dan berhenti mengulum puting yang kian mengeras. Mereka berdua kemudian mengarahkan hisapan itu pada area yang berbeda. Seolah dibisiki hal yang sama, baik Galih maupun Marissa, keduanya menjadikan ketiak Hesti sebagi cumbuan selanjutnya.

Bagaimanapun cara hesti menolak, tetapi wanita itu tak berdaya mendapat perlakuan seperti ini. Bahkan Hesti membiarkan Marissa yang mulai meraba vaginanya dari luar celana. Hesti menikmati itu hingga sampai ia mulai merasa risih.

“Stop!!... Cha, katanya kamu cuma mau nenen!! .... gak usah ngeraba memek aku begitu dong!!” Hesti terdengar marah akan perlakuan Marissa barusan. Namun, vaginannya sudah terlanjur basah, nafsunya sudah keburu tersulut. “Ya sudah lah.... Tapi Galih tolong awasin kakak kamu ini ya, biar dia gak berbuat lebih nakal ke Bunda”

Mendapat persetujuan dari sang model, sang juru foto itu kembali melancarkan cumbuannya. Kembali Marissa melahap puting besar kecokelatan itu sembari jemarinya tak henti menggelitik vagina Hesti yang terasa lembab dibalik celana sana. Cumbuan itu kian beralih kewabah, Marissa perlahan menjilati perut Hesti yang terdapat tato bergambar bunga teratai itu. Hanya sebentar lidah panas itu membasahi tato yang Hesti buat saat ia masih remaja. Hingga wanita itu merasakan sebuah kenikmatan saat Marissa mulai menjilati pusarnya dan bekas luka sesar diperutnya. Gelitikan itu bahkan membuat Hesti orgasme.

ACHHHHH

Hesti merasa ada yang salah dengan orgasme yang barusan ia dapat. Buka karena ia mendapat orgasme itu dari sebuah jilatan, melainkan jilatan itu ia dapat dari seorang wanita. Walau menyesal namun Hesti tetap menikmati orgasme itu hingga tuntas.

Melihat gelinjang tubuh Hesti membuat Marissa makin berani. Meski sebelumnya ia mendapat hardikan dari modelnya itu. Namun Marissa seperti seorang kakak yang tak pernah mendengar nasihat sang ibu. Wanita itu beranjak dan membenamkan wajahnya diselangkangan Hesti yang basah oleh cairan maninya. Tak sanggup untuk melarang Hesti membiarkan Marissa bermain dengan vaginanya itu, toh, Marissa hanya mengendus dari luaran celananya saja.

“Maaf teh Hesti, Galih gak bisa menjaga teh Hesti dari kenakalan mba Rissa.” Sahut lirih Galih ditelinga Hesti yang tertutup jilbab.

“Gak apa-apa, yang penting Galih disini nemenin teteh.. bunda...”

“Sekarang, teh Hesti mau Galih panggil bunda?” bisiknya lagi.

“Ya kamu kan barusan sudah minum air susu teteh, jadi secara gak langsung, kamu sekarang anak bunda. Hihihi....” Meski terdengar geli dan klise, Galih rupanya menyukai gagasan itu.

Tidak seperti miss Anna yang harus memohon berulang kali. Saat ini Galihlah yang berinisiatif mencium bibir gurunya itu yang diminta ia panggil dengan sapaan bunda.

Hesti sama sekali tidak menolak ciuman itu, bahkan ia menyambutnya dengan sebuah pagutan. Dengan kuat Hesti menghisap lidah Galih, sekuat saat Galih mengisap puting susunya. Lilitan lidah Galih diselingi dengan sebuah remasan lembut dikedua payudara Hesti secara bergantian.

Sementara itu Marissa masih asyik mengigiti vagina Hesti dari luar celana, sembari tangannya mulai meraba kemaluannya sendiri.

Galih semakin terbuai ketika ia berciuman dengan gurunya, tangan kananya membelai kepala bu Hesti sementara tangan lainnya masih saja membelai dan terkadang memilin puting susu Hesti. Hal itu dianggap sebagai sebuah kelengahan, hingga akhirnya Hesti berhasil memasukan lengan kirinya kecelan celana jeans Galih dan meraih batang panjang itu.

“Rupanya ini yang Galih sembunyikan selama ini?” bisik Hesti ditengah permainan lidah yang ia lakukan...

Hesti merangkul kepala Galih dengan tangan kanan dan membaui wajah tampan itu,” kok besar banget sih, tangan bunda saja sampai gak bisa megang penuh.” Bisiknya lagi

“Boleh kan bunda ngocokin kontol kamu?”Hesti kembali berbisik saat ia berusaha meremas dan mengeluarkan burung itu dari dalam sangkar.

“Sepertinya gak boleh deh”

“Kenapa?”

“Itu ada telepone dari tadi” Galih menunjuk dengan bibir kearah handphone Hesti yang ia letakan diatas bajunya.

“Ehh.... Cha bentar Cha...”

Hesti tak mungkin menolak panggilan itu, karena yang ia ajak bicara dibalik saluran telephone adalah mertuanya, yang menanyakan kapan Hesti pulang. Sore ini mertuanya ada acara mendadak sehingga ia meminta Hesti untuk segera pulang.
Ya, memang seharusnya ia hanya memenuhi keinginan Marissa untuk ‘menenen’ payudaranya, tanpa perlu cumbuan lanjutan, tanpa perlu membelai penis Galih, dan seharusnya tidak ada selanjutnya lagi.

“Aduh sorry, aku pulang duluan yahh, gak enak sama mertuaku kan memang janjinya pulang ga sampai sore...

“Iya gak apa2 ... gue lagi yang makasih sudah diizinin minum air susu lo” Jawab Marissa terlihat malu.

“Galih, teteh duluan yaaah...”

“Mau dianter kebawah gak?”

“Gak usah...... teteh,,,, bunda bisa kok Cuma turun kan. Hihi...”

Hesti buru-buru merapihkan dirinya. Iapun membasuh tubuh dan wajahnya agar tidak menimbulkan tanya dari mana asal bibir memar itu. Setelah Hesti pulang Marissa berbaring diatas lounge chair dan tanpa merasa sungkan ia masturbasi dihadapan Galih, meski tidak sampai membuka celana jeansnya.

“haaah gara-gara mba Rissa ini...!!” Galih duduk disebuah kursi sambil menggerutu

“Kok,,,a chhhh gara-gara gueee,,,, acgggggg”

“Iya gara-gara mbak Rissa aku sampai.....”

ACHHHHHHHHHHHH

Kalimat Galih terputus karena suara erangan Marissa yang memekikan telinga. Meski studio 46 saat ini tidak ada orang sama sekali, bukan berarti Marissa seenak hari mendesah dengan kecang.

“Kenapa sih.” Marissa kembali bertanya sesaat ia mengeluarkan lengannya dari dalam celana, “kan, lo juga nikmatin tadi....??”

“Ya, jujur saja aku nikmatin sih yang barusan, tapi gara-gara itu aku jadi ngaceng....”

“Gitu saja ribet sih Lo..?” tukas Marissa sambil memeper lengannya yang penuh cairan kewanitaan di kaos hitam Galih, “ ngaceng mah tinggal coli aja kali!!... ribet amat..!!”

“Ehh wooyy.... mba Rissa, cantik-cantik jorok ih... masa lepetin bekas memeknya di baju aku sihh....!!”

“Ya biarin, kan sekarang lo dah jadi adek gue...” Ujar Marissa dengan manisnya.

“Dari mana ceritanya mbah Rissa jadi kakak aku??”

“Ya, kita kan barusan minum air susunya Hesti... secara gak langsung kita kakak adik-an dong.,. hihihi” Marissa tertawa geli menjelaskan itu..

“Haaah.,, ya ya ya....”

Haaaaahhhhh


Meski Galih juga merasa geli dengan istilah ‘kakak-adik’ yang barusan diungkapkan Hesti dan juga Marissa. Namun hal itu justru membuat Galih tak segan menjelaskan kenapa ia tidak suka beronani. Walaupun Marissa lah yang memaksa Galih bercertia.

“Jadi lo gak pernah coli, karena setiap coli butuh setidaknya sejam biar ngecrot?”

“Iya”

“Boong ahh...”

“Yee yang punya kontol siapa coba...??” gerutu Galih meninggalkan Marissa. Ia pun menuju pantry dilantai dua untuk mencari minuman untuk menghilangkan dahaganya. Namun saat hendak membuka kulkas, Galih mendapat sebuah pesan di handphonenya. Pesan dari seorang wanita yang saat ini tidak ingin Galih jumpai.

Bu Arum :
Mas Galih, bisa ketemuan nanti malam?

Galih tak ingin membalas pesan itu. Bahkan Galih sudah memutuskan tidak menemui wanita itu dalam waktu dekat. Tetapi kondisinya saat ini membuat Galih jutru berpikir sebaliknya.

I Am Galih :
Mau ketemuan dimana bu?



STILL CONTINUDES

 
Terakhir diubah:
Bangsaadddd si Galih bruntung bener bisa dapet nenen yang kluar asinya...... dasar titid mumi. Dadi pingin metengi bojoku meneh brad ben metu nenen e metu asi ne......... BTW makasih Om Ucil buat updatenya yang sungguh luar byasaahh.. .....:tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan:
 
Bangsaadddd si Galih bruntung bener bisa dapet nenen yang kluar asinya...... dasar titid mumi. Dadi pingin metengi bojoku meneh brad ben metu nenen e metu asi ne......... BTW makasih Om Ucil buat updatenya yang sungguh luar byasaahh.. .....:tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan::tepuktangan:
kasian dech:pandaketawa: itu anaknya nanti terpaksa mengalah pada bapaknya akibat :nenen: nenennya bau rokok​
 
Bimabet
Ternyata ada irisanya sama cerita bastian hehehe mantap suhu
Btw semoga bunda hesti cepet dapet yg mama patricia juga dapet dari galih suhu 😁😁
Semoga gan, tapi gak yakin juga bakal di kasih. Mau gimanapun juga Galih imronnya kuat ternyata.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd