Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT SERTIFIKASI BIRAHI

Selamat Pagi teman-teman

Bagaimana kabarnya? Maaf ya sudah membuat lama menunggu. Sebelumnya, izinkan saya mengucapkan selamat berpuasa bagi yang menjalankan. Bagi yang tidak, ya selamat menikmati diskon menuju lebaran.

Setelag diserang banyak kegiatan, akhirnya bisa update sedikit. Update kali ini tak panjang, mudah-mudahan saja masih berkenan.

Jadi, selamat menikmati.
 
EPISODE 4
TURUN MINUM


Senin pagi datang dengan angkuh. Memasuki pekan ke dua, materi makin padat, tugas makin banyak. Aku sedikit mendapatkan hiburan akhir pekan dari dua wanita yang bertolak belakang. Laura yang kalem namun menyimpan birahi, juga Mbak Karina yang binal dan agresif. Ternyata perjalananku tak jauh-jauh dari wanita dan vagina. Entah ini kusebut rezeki atau musibah.

Badanku masih kelelahan setelah melayani dua wanita habis-habisan. Untung saja Laura dan Mbak Karina tak minta tambahan tadi malam, jadi bisa kugunakan untuk memulihkan tenaga. Siapa tahu ada rezeki lagi, atau musibah barangkali.

"Weekend nggak nyobain cewek sini, Wang?" tanya Tommy saat makin makan siang

"Aku mah nggak ahli gituan, Tom," balasku sambil tertawa

"Nggak usah merendah gitu. Atau mau sepik para peserta?" tanyanya lagi setengah berbisik

Sialan. Aku harus pandai-pandai agar belangku tak ketahuan. Bisa saja ini hanya cara Tommy untuk memancingku jujur.

Kami memang akrab semenjak pertemuan kami di Bandara saat pertama kali datang. Sikapnya yang supel dan humoris membuat kami mudah klop. Dan kurasa, hanya Ia laki-laki yang banyak berbincang denganku. Sedari awal, meski baru kenal dengan santai cerita bahwa Ia adalah seorang petualang. Aku tak meragukan itu. Dengan wajah tampan dan tubuh tinggi atletis, tak sulit menarik wanita untuk sekadar melepaskan birahi. Aku tak pernah bertanya soal kemampuan seksnya. Geli juga.

Tommy belum menikah, usianya dua tahun di atasku. Katanya, Ia masih menikmati masa lajang dengan segala jenis kebabasan. Lagian, Ia tak mau terikat dengan wanita. Meski tentu, Ia memiliki seorang kekasih saat ini. Kekasihnya mungkin hanya satu, tapi teman tidur pasti banyak. Kami sering bergurau soal itu. Tommy berusaha terus mengorek kisahku yang kujawab dengan ala kadarnya, dan cenderung menghindar. Untung sifat periang dan mudah bercerita membuatnya sering lupa akan usahanya mengorek kehidupanku. Ia selalu kembali pada cerita tentang dirinya sendiri. Entah sampai kapan pertahananku ini berhasil.

"Tapi cuy, sebenernya dari kemarin-kemarin itu aku lagi perhatiin Mbak Karina. Insting bajinganku bilang dia ini menyimpan birahi," Tommy kembali berbisik kepadaku

Aku sedikit tersedak. Aku makin tak meragukan kemampuannya. Dia hanya tak tahu kalau aku lebih dulu menikmati perempuan yang sedang diincarnya.

"Santai dong. Bilang aja kalau punya pendapat sama," Ia tertawa, kuikuti saja

Aku yakin, Tommy pasti akan mencari cara untuk bisa menikmati tubuh Mbak Karina. Dia selalu pantang menyerah soal ini. Dan aku yakin, kalau momennya pas, Mbak Karina tak akan menolaknya. Kita lihat saja.

"Pegang omonganku, sebelum pelatihan ini selesai aku pasti bisa menikmati tubuhnya," katanya dengan yakin

"Perlu direkam?" aku menantangnya

"Gentleman Promise" Ia berkata mantap

Kami merekamnya. Tentu dengan nada suara yang tak keras. Masih banyak orang di sekitar sini. Kita lihat saja seberapa jauh Ia bisa bergerak. Aku ingin tertawa saja rasanya.

Tiga hari berlalu tanpa sesuatu yang patut diceritakan. Aku juga tak memiliki kesempatan untuk bercinta dengan Laura atau Mbak Karina. Materi dan tugas pelatihan sudah cukup melelahkan. Bahkan aku jarang melihat Mbak Karina tiga hari ini. Sementara komunikasiku dengan Laura juga biasa saja. Ia pandai sekali menyembunyikan sesuatu. Kami tak pernah membahas kejadian akhir pekan lalu, sekali pun. Dan hubungan kami juga masih sama seperti sebelum ada persetubuhan itu. Perempuan ini memang bikin penasaran.

"Catat ya, aku malam ini mau keluar sama Mbak Karina"

Pesan masuk di ponselku dari Tommy. Sialan. Aku harus tepuk tangan untuk laki-laki ini. Cepat atau lambat, Ia akan mendapatkannya. Aku jadi membayangkan teriakan Mbak Karina kemarin. Perempuan yang menyimpan birahi sangat liar. Juga teknik bercinta yang brilian. Gerakan tubuhnya, sedotan vaginanya, juga permainan lidahnya. Ah. Birahiku jadi naik. Gara-gara Tommy sialan. Membayangkan Ia akan menikmati tubuh Mbak Karina bikin pengin juga. Aku gengsi kalau harus menghubungi Laura terlebih dulu.

Aku terbangun pagi sekali, kulihat jam masih pukul 3.30. Gara-gara Tommy aku jadi tidur menahan birahi. Apalagi pagi-pagi begini, Si Johny sedang tegang-tegangnya. Tak bisa tidur, aku memutuskan keluar cari angin. Tentu dengan menidurkan Si Johny terlebih dulu.

"Eh, Awang," seorang perempuan menyapaku saat keluar dari sebuah kamar

Ia nampak gugup. Seingatku, yang menempati kamar itu bukan dia. Aku hanya beberapa kali sempat berbincang dengan perempuan ini. Ia keluar dengan pakaian dan wajah agak lusuh. Tak perlu kujelaskan, kalian pasti memiliki pemikiran yang sama denganku.

"Duluan ya, Wang," Ia pamit, melewatiku dengan tergopoh-gopoh

Aku hanya tersenyum dan mengucapkan hati-hati sambil berusaha mengingat siapa yang menempati kamar itu. Dan, ya. Itu kamar milik Ihsan, peserta laki-laki dari Cilegon yang pendiam dan selalu memimpin salat berjamaah. Gila. Meski kita tak pernah tahu apa yang terjadi di dalam, ini sungguh kejutan. Pemenuhan nafsu birahi rasanya memang kebutuhan. Aku jadi makin penasaran.

Mungkin kalian sudah menduga, kegiatan sarapanku diisi oleh cerita Tommy yang berhasil menaklukkan Mbak Karina. Seperti yang kubilang, karisma Tommy lebih dari cukup untuk itu, apalagi Mbak Karina memang perempuan yang terbuka dengan hal beginian. Menurut cerita Tommy, tadi malam mereka bercinta beberapa kali di kamar Mbak Karina. Sebelum subuh Ia baru kembali ke kamarnya. Aku harus beberapa kali mengingatkan volume suaranya untuk tak terlalu kencang.

"Tampang sama fisik boleh 9, tapi kemampuannya cuma 6. Rata-rata."

Aku menahan tawa. Pesan masuk dari Mbak Karina kusembunyikan dari Tommy. Bisa turun pamornya kalau tahu. Aku tetap mendengarkan cerita keberhasilan Tommy sambil mencari di mana keberadaan Mbak Karina. Pandangan kami bertemu, dan Ia tersenyum. Kubalas dengan sangat manis. Tapi, yang paling menarik bukan itu. Dari posisi dudukku, terlihat Mbak Karina sedang berbincang dengan Dewi, perempuan yang berpapasan denganku tadi subuh. Sejujurnya, tadi aku tak begitu mengenalinya. Aku baru ingat. Karena selama ini Ia tertutup oleh Jilbab lebar dan pakaian longgar. Tadi malam, Ia hanya mengenakan terusan untuk tidur, dan tentu tak memakai jilbab. Pelatihan ini memang menarik.

Dewi memalingkan wajahnya dariku saat mencoba melirik siapa yang sedang beradu pandang dengan Mbak Karina. Kuputuskan untuk mengetahui lebih lanjut perempuan ini. Aku baru sadar kalau Ia juga menarik. Kulit putih, postur mungil menggoda, dan sepertinya besar, buah dadanya.

"Nanti malam sibuk nggak?"

Ada pesan masuk dari Mbak Aisyah.

"Nyantai kok, Mbak. Ada yang bisa dibantu?"

"Aku sama Laura mau nyari sesuatu, takutnya kemaleman dan perlu pengawalan. Jadi bodyguard ya?"

"Bodyguard kok cungkring gini, preman Bandung nggak bakal takut"

"Kalau gitu, pengasuh deh hahaha"

"Siap Nyonya. Mau berangkat jam berapa?"

"Jam 7 tet nggak pakai telat"

"Laksanakan"

"See you"

Tidak kubalas. Aku akan menemani Mbak Aisyah dan Laura nanti malam. Entah apa yang akan dilakukan, semoga tak menimbulkan suasana canggung. Tapi, aku sedang ingin mendekati Si Dewi. Tertunda lagi sepertinya.

Malamnya, aku keluar menemani Mbak Aisyah dan Laura berkeliling ke beberapa pusat perbelanjaan di Bandung. Aku tak tahu benar apa yang sedang mereka cari. Percaya atau tidak, sepanjang perjalanan aku dan masih Laura masih belum membahas apapun tentang hubungan kami, bahkan saat tak ada Mbak Aisyah.

"Weekend suamiku ke sini kayaknya" Laura membuka pembicaraan saat kami sedang menunggu makanan di sebuah restoran

"Wah asyik dong bisa melepas rindu," aku mulai menggoda

"Mbak Aisyah juga balik kayaknya, iya Mbak?" tanya Laura

"Iya balik Surabaya, kangen suami," Ia berkata sambil menggoda

"Gini ini dikeliling wanita bersuami," aku menggerutu

"Makanya nikah, jangan main mulu," Mbak Aisyah menoyor kepalaku

Aku hanya memoncongkan bibir, tak menjawab ejekan Mbak Aisyah. Laura hanya tertawa. Kami memang cukup akrab, maka guyonan seperti tadi adalah hal biasa.

Perbincangan kami berlanjut hingga makanan tiba dan kami melahapnya dengan cepat. Mbak Aisyah bercerita bagaimana Ia mengeluh akan hubungan jarak jauh yang selain bikin kangen juga kantong sering jebol. Laura mengiyakan. Meski tak sejauh Mbak Aisyah, Ia juga menjalani hal serupa. Aku hanya mendengarkan sambil sesekali meluncurkan guyonan. Menghibur mereka agar menerima pilihan masing-masing.

"Ya itu yang bikin aku mikir beberapa kali waktu mau nikah," aku kembali menggoda mereka

"Kamu mah emang masih suka main-main, iya kan? jujur?" Mbak Aisyah mencubit lenganku

Aku tertawa. Tak kujawab pertanyaannya. Laura ikut menertawakanku. Sesekali, mata kami bertemu. Kusadari bahwa wanita ini cukup cantik dan menarik. Sayang sudah menjadi milik orang lain.

Kami menyudahi acara malam itu dengan kaki yang cukup pegal. Menemani wanita berbelanja adalah sebuah keberanian tingkat tinggi. Selain tak bisa diprediksi, pasti akan menguras tenaga, pikiran, dan materi. Untung kali ini tak ada materi yang dikeluarkan. Minimal mengurangi lah.

Kami sampai di hotel dan saling berpamitan untuk kembali ke kamar masing-masing. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.12. Mereka mengucapkan terima kasih sebelum berpisah.

Aku berjalan menuju kamar dengan rasa kantuk yang cukup menyiksa. Melewati kamar Ihsan, aku mendengar suara yang nampaknya familiar. Meski tak terlalu jelas, aku yakin betul itu suara manusia yang sedang bersetubuh. Nampaknya ini episode berikutnya dari kemarin di mana aku memergoki Dewi keluar dari kamar ini. Aku tak tahu siapa yang kali ini berada di dalam. Satu yang jelas, Ihsan lihai juga menyembunyikan identitasnya. Aku jadi kepikiran ide menarik.

Karena letak kamar kami yang hanya jeda 1 kamar, aku memutuskan untuk membuka pintu kamarku. Aku tak tahu kapan wanita itu akan keluar dari kamar Ihsan. Kalau aku tak tertidur, berarti aku bisa memergoki lagi. Sebaliknya jika aku tak kuat menahan kantuk, gagal sudah kesempatan berbuat lebih jauh.

Setengah jam kemudian, mataku mulai berontak ingin terpejam. Aku hanya mengandalkan segelas kopi yang hampir tandas. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku yakin itu dari kamar Ihsan. Karena jalan menuju lift harus melewati kamarku, maka siapapun itu akan kupergoki. Mataku juga sehat lagi ternyata. Aku pelan-pelan berjalan ke luar kamar.

Brak.

Kami tersungkur. Perempuan itu mengenakan pakaian lengkap dengan jilbab cukup lebar. Aku berada di atas, Ia telungkup di bawah. Kami saling berpandangan beberapa detik.

"Sorry. Sorry," aku mengucapkan maaf tanpa berusaha berdiri.

Ia masih diam. Kami berpandangan. Aku beranjak. Ia mengikuti. Perempuan itu tiba-tiba masuk kamarku, ditariknya tubuhku, dan menutup pintu.
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
makasih suhu atas update terbaru. siapakah wanita yang bertemu dengan awang. wajib untuk dipantau kelanjutan cerita ini
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd