Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT SERTIFIKASI BIRAHI

Bimabet
PART 4
TURUN MINUM


Senin pagi datang dengan angkuh. Memasuki pekan ke dua, materi makin padat, tugas makin banyak. Aku sedikit mendapatkan hiburan akhir pekan dari dua wanita yang bertolak belakang. Laura yang kalem namun menyimpan birahi, juga Mbak Karina yang binal dan agresif. Ternyata perjalananku tak jauh-jauh dari wanita dan vagina. Entah ini kusebut rezeki atau musibah.

Badanku masih kelelahan setelah melayani dua wanita habis-habisan. Untung saja Laura dan Mbak Karina tak minta tambahan tadi malam, jadi bisa kugunakan untuk memulihkan tenaga. Siapa tahu ada rezeki lagi, atau musibah barangkali.

"Weekend nggak nyobain cewek sini, Wang?" tanya Tommy saat makin makan siang

"Aku mah nggak ahli gituan, Tom," balasku sambil tertawa

"Nggak usah merendah gitu. Atau mau sepik para peserta?" tanyanya lagi setengah berbisik

Sialan. Aku harus pandai-pandai agar belangku tak ketahuan. Bisa saja ini hanya cara Tommy untuk memancingku jujur.

Kami memang akrab semenjak pertemuan kami di Bandara saat pertama kali datang. Sikapnya yang supel dan humoris membuat kami mudah klop. Dan kurasa, hanya Ia laki-laki yang banyak berbincang denganku. Sedari awal, meski baru kenal dengan santai cerita bahwa Ia adalah seorang petualang. Aku tak meragukan itu. Dengan wajah tampan dan tubuh tinggi atletis, tak sulit menarik wanita untuk sekadar melepaskan birahi. Aku tak pernah bertanya soal kemampuan seksnya. Geli juga.

Tommy belum menikah, usianya dua tahun di atasku. Katanya, Ia masih menikmati masa lajang dengan segala jenis kebabasan. Lagian, Ia tak mau terikat dengan wanita. Meski tentu, Ia memiliki seorang kekasih saat ini. Kekasihnya mungkin hanya satu, tapi teman tidur pasti banyak. Kami sering bergurau soal itu. Tommy berusaha terus mengorek kisahku yang kujawab dengan ala kadarnya, dan cenderung menghindar. Untung sifat periang dan mudah bercerita membuatnya sering lupa akan usahanya mengorek kehidupanku. Ia selalu kembali pada cerita tentang dirinya sendiri. Entah sampai kapan pertahananku ini berhasil.

"Tapi cuy, sebenernya dari kemarin-kemarin itu aku lagi perhatiin Mbak Karina. Insting bajinganku bilang dia ini menyimpan birahi," Tommy kembali berbisik kepadaku

Aku sedikit tersedak. Aku makin tak meragukan kemampuannya. Dia hanya tak tahu kalau aku lebih dulu menikmati perempuan yang sedang diincarnya.

"Santai dong. Bilang aja kalau punya pendapat sama," Ia tertawa, kuikuti saja

Aku yakin, Tommy pasti akan mencari cara untuk bisa menikmati tubuh Mbak Karina. Dia selalu pantang menyerah soal ini. Dan aku yakin, kalau momennya pas, Mbak Karina tak akan menolaknya. Kita lihat saja.

"Pegang omonganku, sebelum pelatihan ini selesai aku pasti bisa menikmati tubuhnya," katanya dengan yakin

"Perlu direkam?" aku menantangnya

"Gentleman Promise" Ia berkata mantap

Kami merekamnya. Tentu dengan nada suara yang tak keras. Masih banyak orang di sekitar sini. Kita lihat saja seberapa jauh Ia bisa bergerak. Aku ingin tertawa saja rasanya.

Tiga hari berlalu tanpa sesuatu yang patut diceritakan. Aku juga tak memiliki kesempatan untuk bercinta dengan Laura atau Mbak Karina. Materi dan tugas pelatihan sudah cukup melelahkan. Bahkan aku jarang melihat Mbak Karina tiga hari ini. Sementara komunikasiku dengan Laura juga biasa saja. Ia pandai sekali menyembunyikan sesuatu. Kami tak pernah membahas kejadian akhir pekan lalu, sekali pun. Dan hubungan kami juga masih sama seperti sebelum ada persetubuhan itu. Perempuan ini memang bikin penasaran.

"Catat ya, aku malam ini mau keluar sama Mbak Karina"

Pesan masuk di ponselku dari Tommy. Sialan. Aku harus tepuk tangan untuk laki-laki ini. Cepat atau lambat, Ia akan mendapatkannya. Aku jadi membayangkan teriakan Mbak Karina kemarin. Perempuan yang menyimpan birahi sangat liar. Juga teknik bercinta yang brilian. Gerakan tubuhnya, sedotan vaginanya, juga permainan lidahnya. Ah. Birahiku jadi naik. Gara-gara Tommy sialan. Membayangkan Ia akan menikmati tubuh Mbak Karina bikin pengin juga. Aku gengsi kalau harus menghubungi Laura terlebih dulu.

Aku terbangun pagi sekali, kulihat jam masih pukul 3.30. Gara-gara Tommy aku jadi tidur menahan birahi. Apalagi pagi-pagi begini, Si Johny sedang tegang-tegangnya. Tak bisa tidur, aku memutuskan keluar cari angin. Tentu dengan menidurkan Si Johny terlebih dulu.

"Eh, Awang," seorang perempuan menyapaku saat keluar dari sebuah kamar

Ia nampak gugup. Seingatku, yang menempati kamar itu bukan dia. Aku hanya beberapa kali sempat berbincang dengan perempuan ini. Ia keluar dengan pakaian dan wajah agak lusuh. Tak perlu kujelaskan, kalian pasti memiliki pemikiran yang sama denganku.

"Duluan ya, Wang," Ia pamit, melewatiku dengan tergopoh-gopoh

Aku hanya tersenyum dan mengucapkan hati-hati sambil berusaha mengingat siapa yang menempati kamar itu. Dan, ya. Itu kamar milik Ihsan, peserta laki-laki dari Cilegon yang pendiam dan selalu memimpin salat berjamaah. Gila. Meski kita tak pernah tahu apa yang terjadi di dalam, ini sungguh kejutan. Pemenuhan nafsu birahi rasanya memang kebutuhan. Aku jadi makin penasaran.

Mungkin kalian sudah menduga, kegiatan sarapanku diisi oleh cerita Tommy yang berhasil menaklukkan Mbak Karina. Seperti yang kubilang, karisma Tommy lebih dari cukup untuk itu, apalagi Mbak Karina memang perempuan yang terbuka dengan hal beginian. Menurut cerita Tommy, tadi malam mereka bercinta beberapa kali di kamar Mbak Karina. Sebelum subuh Ia baru kembali ke kamarnya. Aku harus beberapa kali mengingatkan volume suaranya untuk tak terlalu kencang.

"Tampang sama fisik boleh 9, tapi kemampuannya cuma 6. Rata-rata."

Aku menahan tawa. Pesan masuk dari Mbak Karina kusembunyikan dari Tommy. Bisa turun pamornya kalau tahu. Aku tetap mendengarkan cerita keberhasilan Tommy sambil mencari di mana keberadaan Mbak Karina. Pandangan kami bertemu, dan Ia tersenyum. Kubalas dengan sangat manis. Tapi, yang paling menarik bukan itu. Dari posisi dudukku, terlihat Mbak Karina sedang berbincang dengan Dewi, perempuan yang berpapasan denganku tadi subuh. Sejujurnya, tadi aku tak begitu mengenalinya. Aku baru ingat. Karena selama ini Ia tertutup oleh Jilbab lebar dan pakaian longgar. Tadi malam, Ia hanya mengenakan terusan untuk tidur, dan tentu tak memakai jilbab. Pelatihan ini memang menarik.

Dewi memalingkan wajahnya dariku saat mencoba melirik siapa yang sedang beradu pandang dengan Mbak Karina. Kuputuskan untuk mengetahui lebih lanjut perempuan ini. Aku baru sadar kalau Ia juga menarik. Kulit putih, postur mungil menggoda, dan sepertinya besar, buah dadanya.

"Nanti malam sibuk nggak?"

Ada pesan masuk dari Mbak Aisyah.

"Nyantai kok, Mbak. Ada yang bisa dibantu?"

"Aku sama Laura mau nyari sesuatu, takutnya kemaleman dan perlu pengawalan. Jadi bodyguard ya?"

"Bodyguard kok cungkring gini, preman Bandung nggak bakal takut"

"Kalau gitu, pengasuh deh hahaha"

"Siap Nyonya. Mau berangkat jam berapa?"

"Jam 7 tet nggak pakai telat"

"Laksanakan"

"See you"

Tidak kubalas. Aku akan menemani Mbak Aisyah dan Laura nanti malam. Entah apa yang akan dilakukan, semoga tak menimbulkan suasana canggung. Tapi, aku sedang ingin mendekati Si Dewi. Tertunda lagi sepertinya.

Malamnya, aku keluar menemani Mbak Aisyah dan Laura berkeliling ke beberapa pusat perbelanjaan di Bandung. Aku tak tahu benar apa yang sedang mereka cari. Percaya atau tidak, sepanjang perjalanan aku dan masih Laura masih belum membahas apapun tentang hubungan kami, bahkan saat tak ada Mbak Aisyah.

"Weekend suamiku ke sini kayaknya" Laura membuka pembicaraan saat kami sedang menunggu makanan di sebuah restoran

"Wah asyik dong bisa melepas rindu," aku mulai menggoda

"Mbak Aisyah juga balik kayaknya, iya Mbak?" tanya Laura

"Iya balik Surabaya, kangen suami," Ia berkata sambil menggoda

"Gini ini dikeliling wanita bersuami," aku menggerutu

"Makanya nikah, jangan main mulu," Mbak Aisyah menoyor kepalaku

Aku hanya memoncongkan bibir, tak menjawab ejekan Mbak Aisyah. Laura hanya tertawa. Kami memang cukup akrab, maka guyonan seperti tadi adalah hal biasa.

Perbincangan kami berlanjut hingga makanan tiba dan kami melahapnya dengan cepat. Mbak Aisyah bercerita bagaimana Ia mengeluh akan hubungan jarak jauh yang selain bikin kangen juga kantong sering jebol. Laura mengiyakan. Meski tak sejauh Mbak Aisyah, Ia juga menjalani hal serupa. Aku hanya mendengarkan sambil sesekali meluncurkan guyonan. Menghibur mereka agar menerima pilihan masing-masing.

"Ya itu yang bikin aku mikir beberapa kali waktu mau nikah," aku kembali menggoda mereka

"Kamu mah emang masih suka main-main, iya kan? jujur?" Mbak Aisyah mencubit lenganku

Aku tertawa. Tak kujawab pertanyaannya. Laura ikut menertawakanku. Sesekali, mata kami bertemu. Kusadari bahwa wanita ini cukup cantik dan menarik. Sayang sudah menjadi milik orang lain.

Kami menyudahi acara malam itu dengan kaki yang cukup pegal. Menemani wanita berbelanja adalah sebuah keberanian tingkat tinggi. Selain tak bisa diprediksi, pasti akan menguras tenaga, pikiran, dan materi. Untung kali ini tak ada materi yang dikeluarkan. Minimal mengurangi lah.

Kami sampai di hotel dan saling berpamitan untuk kembali ke kamar masing-masing. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.12. Mereka mengucapkan terima kasih sebelum berpisah.

Aku berjalan menuju kamar dengan rasa kantuk yang cukup menyiksa. Melewati kamar Ihsan, aku mendengar suara yang nampaknya familiar. Meski tak terlalu jelas, aku yakin betul itu suara manusia yang sedang bersetubuh. Nampaknya ini episode berikutnya dari kemarin di mana aku memergoki Dewi keluar dari kamar ini. Aku tak tahu siapa yang kali ini berada di dalam. Satu yang jelas, Ihsan lihai juga menyembunyikan identitasnya. Aku jadi kepikiran ide menarik.

Karena letak kamar kami yang hanya jeda 1 kamar, aku memutuskan untuk membuka pintu kamarku. Aku tak tahu kapan wanita itu akan keluar dari kamar Ihsan. Kalau aku tak tertidur, berarti aku bisa memergoki lagi. Sebaliknya jika aku tak kuat menahan kantuk, gagal sudah kesempatan berbuat lebih jauh.

Setengah jam kemudian, mataku mulai berontak ingin terpejam. Aku hanya mengandalkan segelas kopi yang hampir tandas. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku yakin itu dari kamar Ihsan. Karena jalan menuju lift harus melewati kamarku, maka siapapun itu akan kupergoki. Mataku juga sehat lagi ternyata. Aku pelan-pelan berjalan ke luar kamar.

Brak.

Kami tersungkur. Perempuan itu mengenakan pakaian lengkap dengan jilbab cukup lebar. Aku berada di atas, Ia telungkup di bawah. Kami saling berpandangan beberapa detik.

"Sorry. Sorry," aku mengucapkan maaf tanpa berusaha berdiri.

Ia masih diam. Kami berpandangan. Aku beranjak. Ia mengikuti. Perempuan itu tiba-tiba masuk kamarku, ditariknya tubuhku, dan menutup pintu.
Nanggung banget om
 
PART 4
TURUN MINUM


Senin pagi datang dengan angkuh. Memasuki pekan ke dua, materi makin padat, tugas makin banyak. Aku sedikit mendapatkan hiburan akhir pekan dari dua wanita yang bertolak belakang. Laura yang kalem namun menyimpan birahi, juga Mbak Karina yang binal dan agresif. Ternyata perjalananku tak jauh-jauh dari wanita dan vagina. Entah ini kusebut rezeki atau musibah.

Badanku masih kelelahan setelah melayani dua wanita habis-habisan. Untung saja Laura dan Mbak Karina tak minta tambahan tadi malam, jadi bisa kugunakan untuk memulihkan tenaga. Siapa tahu ada rezeki lagi, atau musibah barangkali.

"Weekend nggak nyobain cewek sini, Wang?" tanya Tommy saat makin makan siang

"Aku mah nggak ahli gituan, Tom," balasku sambil tertawa

"Nggak usah merendah gitu. Atau mau sepik para peserta?" tanyanya lagi setengah berbisik

Sialan. Aku harus pandai-pandai agar belangku tak ketahuan. Bisa saja ini hanya cara Tommy untuk memancingku jujur.

Kami memang akrab semenjak pertemuan kami di Bandara saat pertama kali datang. Sikapnya yang supel dan humoris membuat kami mudah klop. Dan kurasa, hanya Ia laki-laki yang banyak berbincang denganku. Sedari awal, meski baru kenal dengan santai cerita bahwa Ia adalah seorang petualang. Aku tak meragukan itu. Dengan wajah tampan dan tubuh tinggi atletis, tak sulit menarik wanita untuk sekadar melepaskan birahi. Aku tak pernah bertanya soal kemampuan seksnya. Geli juga.

Tommy belum menikah, usianya dua tahun di atasku. Katanya, Ia masih menikmati masa lajang dengan segala jenis kebabasan. Lagian, Ia tak mau terikat dengan wanita. Meski tentu, Ia memiliki seorang kekasih saat ini. Kekasihnya mungkin hanya satu, tapi teman tidur pasti banyak. Kami sering bergurau soal itu. Tommy berusaha terus mengorek kisahku yang kujawab dengan ala kadarnya, dan cenderung menghindar. Untung sifat periang dan mudah bercerita membuatnya sering lupa akan usahanya mengorek kehidupanku. Ia selalu kembali pada cerita tentang dirinya sendiri. Entah sampai kapan pertahananku ini berhasil.

"Tapi cuy, sebenernya dari kemarin-kemarin itu aku lagi perhatiin Mbak Karina. Insting bajinganku bilang dia ini menyimpan birahi," Tommy kembali berbisik kepadaku

Aku sedikit tersedak. Aku makin tak meragukan kemampuannya. Dia hanya tak tahu kalau aku lebih dulu menikmati perempuan yang sedang diincarnya.

"Santai dong. Bilang aja kalau punya pendapat sama," Ia tertawa, kuikuti saja

Aku yakin, Tommy pasti akan mencari cara untuk bisa menikmati tubuh Mbak Karina. Dia selalu pantang menyerah soal ini. Dan aku yakin, kalau momennya pas, Mbak Karina tak akan menolaknya. Kita lihat saja.

"Pegang omonganku, sebelum pelatihan ini selesai aku pasti bisa menikmati tubuhnya," katanya dengan yakin

"Perlu direkam?" aku menantangnya

"Gentleman Promise" Ia berkata mantap

Kami merekamnya. Tentu dengan nada suara yang tak keras. Masih banyak orang di sekitar sini. Kita lihat saja seberapa jauh Ia bisa bergerak. Aku ingin tertawa saja rasanya.

Tiga hari berlalu tanpa sesuatu yang patut diceritakan. Aku juga tak memiliki kesempatan untuk bercinta dengan Laura atau Mbak Karina. Materi dan tugas pelatihan sudah cukup melelahkan. Bahkan aku jarang melihat Mbak Karina tiga hari ini. Sementara komunikasiku dengan Laura juga biasa saja. Ia pandai sekali menyembunyikan sesuatu. Kami tak pernah membahas kejadian akhir pekan lalu, sekali pun. Dan hubungan kami juga masih sama seperti sebelum ada persetubuhan itu. Perempuan ini memang bikin penasaran.

"Catat ya, aku malam ini mau keluar sama Mbak Karina"

Pesan masuk di ponselku dari Tommy. Sialan. Aku harus tepuk tangan untuk laki-laki ini. Cepat atau lambat, Ia akan mendapatkannya. Aku jadi membayangkan teriakan Mbak Karina kemarin. Perempuan yang menyimpan birahi sangat liar. Juga teknik bercinta yang brilian. Gerakan tubuhnya, sedotan vaginanya, juga permainan lidahnya. Ah. Birahiku jadi naik. Gara-gara Tommy sialan. Membayangkan Ia akan menikmati tubuh Mbak Karina bikin pengin juga. Aku gengsi kalau harus menghubungi Laura terlebih dulu.

Aku terbangun pagi sekali, kulihat jam masih pukul 3.30. Gara-gara Tommy aku jadi tidur menahan birahi. Apalagi pagi-pagi begini, Si Johny sedang tegang-tegangnya. Tak bisa tidur, aku memutuskan keluar cari angin. Tentu dengan menidurkan Si Johny terlebih dulu.

"Eh, Awang," seorang perempuan menyapaku saat keluar dari sebuah kamar

Ia nampak gugup. Seingatku, yang menempati kamar itu bukan dia. Aku hanya beberapa kali sempat berbincang dengan perempuan ini. Ia keluar dengan pakaian dan wajah agak lusuh. Tak perlu kujelaskan, kalian pasti memiliki pemikiran yang sama denganku.

"Duluan ya, Wang," Ia pamit, melewatiku dengan tergopoh-gopoh

Aku hanya tersenyum dan mengucapkan hati-hati sambil berusaha mengingat siapa yang menempati kamar itu. Dan, ya. Itu kamar milik Ihsan, peserta laki-laki dari Cilegon yang pendiam dan selalu memimpin salat berjamaah. Gila. Meski kita tak pernah tahu apa yang terjadi di dalam, ini sungguh kejutan. Pemenuhan nafsu birahi rasanya memang kebutuhan. Aku jadi makin penasaran.

Mungkin kalian sudah menduga, kegiatan sarapanku diisi oleh cerita Tommy yang berhasil menaklukkan Mbak Karina. Seperti yang kubilang, karisma Tommy lebih dari cukup untuk itu, apalagi Mbak Karina memang perempuan yang terbuka dengan hal beginian. Menurut cerita Tommy, tadi malam mereka bercinta beberapa kali di kamar Mbak Karina. Sebelum subuh Ia baru kembali ke kamarnya. Aku harus beberapa kali mengingatkan volume suaranya untuk tak terlalu kencang.

"Tampang sama fisik boleh 9, tapi kemampuannya cuma 6. Rata-rata."

Aku menahan tawa. Pesan masuk dari Mbak Karina kusembunyikan dari Tommy. Bisa turun pamornya kalau tahu. Aku tetap mendengarkan cerita keberhasilan Tommy sambil mencari di mana keberadaan Mbak Karina. Pandangan kami bertemu, dan Ia tersenyum. Kubalas dengan sangat manis. Tapi, yang paling menarik bukan itu. Dari posisi dudukku, terlihat Mbak Karina sedang berbincang dengan Dewi, perempuan yang berpapasan denganku tadi subuh. Sejujurnya, tadi aku tak begitu mengenalinya. Aku baru ingat. Karena selama ini Ia tertutup oleh Jilbab lebar dan pakaian longgar. Tadi malam, Ia hanya mengenakan terusan untuk tidur, dan tentu tak memakai jilbab. Pelatihan ini memang menarik.

Dewi memalingkan wajahnya dariku saat mencoba melirik siapa yang sedang beradu pandang dengan Mbak Karina. Kuputuskan untuk mengetahui lebih lanjut perempuan ini. Aku baru sadar kalau Ia juga menarik. Kulit putih, postur mungil menggoda, dan sepertinya besar, buah dadanya.

"Nanti malam sibuk nggak?"

Ada pesan masuk dari Mbak Aisyah.

"Nyantai kok, Mbak. Ada yang bisa dibantu?"

"Aku sama Laura mau nyari sesuatu, takutnya kemaleman dan perlu pengawalan. Jadi bodyguard ya?"

"Bodyguard kok cungkring gini, preman Bandung nggak bakal takut"

"Kalau gitu, pengasuh deh hahaha"

"Siap Nyonya. Mau berangkat jam berapa?"

"Jam 7 tet nggak pakai telat"

"Laksanakan"

"See you"

Tidak kubalas. Aku akan menemani Mbak Aisyah dan Laura nanti malam. Entah apa yang akan dilakukan, semoga tak menimbulkan suasana canggung. Tapi, aku sedang ingin mendekati Si Dewi. Tertunda lagi sepertinya.

Malamnya, aku keluar menemani Mbak Aisyah dan Laura berkeliling ke beberapa pusat perbelanjaan di Bandung. Aku tak tahu benar apa yang sedang mereka cari. Percaya atau tidak, sepanjang perjalanan aku dan masih Laura masih belum membahas apapun tentang hubungan kami, bahkan saat tak ada Mbak Aisyah.

"Weekend suamiku ke sini kayaknya" Laura membuka pembicaraan saat kami sedang menunggu makanan di sebuah restoran

"Wah asyik dong bisa melepas rindu," aku mulai menggoda

"Mbak Aisyah juga balik kayaknya, iya Mbak?" tanya Laura

"Iya balik Surabaya, kangen suami," Ia berkata sambil menggoda

"Gini ini dikeliling wanita bersuami," aku menggerutu

"Makanya nikah, jangan main mulu," Mbak Aisyah menoyor kepalaku

Aku hanya memoncongkan bibir, tak menjawab ejekan Mbak Aisyah. Laura hanya tertawa. Kami memang cukup akrab, maka guyonan seperti tadi adalah hal biasa.

Perbincangan kami berlanjut hingga makanan tiba dan kami melahapnya dengan cepat. Mbak Aisyah bercerita bagaimana Ia mengeluh akan hubungan jarak jauh yang selain bikin kangen juga kantong sering jebol. Laura mengiyakan. Meski tak sejauh Mbak Aisyah, Ia juga menjalani hal serupa. Aku hanya mendengarkan sambil sesekali meluncurkan guyonan. Menghibur mereka agar menerima pilihan masing-masing.

"Ya itu yang bikin aku mikir beberapa kali waktu mau nikah," aku kembali menggoda mereka

"Kamu mah emang masih suka main-main, iya kan? jujur?" Mbak Aisyah mencubit lenganku

Aku tertawa. Tak kujawab pertanyaannya. Laura ikut menertawakanku. Sesekali, mata kami bertemu. Kusadari bahwa wanita ini cukup cantik dan menarik. Sayang sudah menjadi milik orang lain.

Kami menyudahi acara malam itu dengan kaki yang cukup pegal. Menemani wanita berbelanja adalah sebuah keberanian tingkat tinggi. Selain tak bisa diprediksi, pasti akan menguras tenaga, pikiran, dan materi. Untung kali ini tak ada materi yang dikeluarkan. Minimal mengurangi lah.

Kami sampai di hotel dan saling berpamitan untuk kembali ke kamar masing-masing. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.12. Mereka mengucapkan terima kasih sebelum berpisah.

Aku berjalan menuju kamar dengan rasa kantuk yang cukup menyiksa. Melewati kamar Ihsan, aku mendengar suara yang nampaknya familiar. Meski tak terlalu jelas, aku yakin betul itu suara manusia yang sedang bersetubuh. Nampaknya ini episode berikutnya dari kemarin di mana aku memergoki Dewi keluar dari kamar ini. Aku tak tahu siapa yang kali ini berada di dalam. Satu yang jelas, Ihsan lihai juga menyembunyikan identitasnya. Aku jadi kepikiran ide menarik.

Karena letak kamar kami yang hanya jeda 1 kamar, aku memutuskan untuk membuka pintu kamarku. Aku tak tahu kapan wanita itu akan keluar dari kamar Ihsan. Kalau aku tak tertidur, berarti aku bisa memergoki lagi. Sebaliknya jika aku tak kuat menahan kantuk, gagal sudah kesempatan berbuat lebih jauh.

Setengah jam kemudian, mataku mulai berontak ingin terpejam. Aku hanya mengandalkan segelas kopi yang hampir tandas. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku yakin itu dari kamar Ihsan. Karena jalan menuju lift harus melewati kamarku, maka siapapun itu akan kupergoki. Mataku juga sehat lagi ternyata. Aku pelan-pelan berjalan ke luar kamar.

Brak.

Kami tersungkur. Perempuan itu mengenakan pakaian lengkap dengan jilbab cukup lebar. Aku berada di atas, Ia telungkup di bawah. Kami saling berpandangan beberapa detik.

"Sorry. Sorry," aku mengucapkan maaf tanpa berusaha berdiri.

Ia masih diam. Kami berpandangan. Aku beranjak. Ia mengikuti. Perempuan itu tiba-tiba masuk kamarku, ditariknya tubuhku, dan menutup pintu.

Aduuuuuhhh... Lama gak update, ditungguin episodenya, ehhh.. Kentaaaang lagi..
Lanjutin song suhu awaaaang... Pliiiss
 
Terimakasih updatenya suhu .. sukses RL nya.. lancar updatenya.. :semangat: tapi jangan :kentang:lagi ya suhu... :wow:🤭
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Selamat Sore semuanya.

Maaf kalau ceritanya terpotong di tengah jalan. Sekalian menguji ketertarikan teman-teman dengan cerita ini. Dan ternyata masih luar biasa. Terima kasih banyak untuk yang masih setia membaca dan menunggu kelanjutannya.

Berhubung ceritanya sudah ada. Mari kita lanjutkan lagi. Selamat membaca.
 
EPISODE 5
BABAK KETIGA

Kami berciuman cukup lekat. Masih dengan memakai pakaian lengkap, kami sudah bergumul di ranjang. Ia berada di atasku. Tanganku sudah kemana-mana meski awalnya tak menyangka akan terjadi seperti ini. Kuraba pantatnya, ternyata besar juga. Mungkin pakaian yang Ia kenakan cukup berhasil menutupi. Apalagi dengan kondisi seperti ini, Ia sedang telungkup dan menjelajahi mulutku. Yang mengejutkan, tak ada celana dalam ketika aku menelusurinya. Entah di mana barang itu, yang pasti ini membuatku yakin Ia baru saja memacu birahi. Anehnya, dengusan nafasnya tak menandakan itu. Ia terasa masih lapar. Terbukti tak sedikit pun bibirnya terlepas dari pagutan. Sampai aku hampir kehabisan nafas, Ia baru melepaskannya. Kami terengah-engah. Matanya sayu, mulutnya belepotan air liur. Dikecupnya lagi bibirku. Aku tahu ini bekas laki-laki lain, tapi ciumannya membuatku tak menghiraukan. Ia ganas, bagai singa betina kelaparan. Kami memulai percumbuan lagi. Ia nampak masih belum puas.

Tak ada kata yang terucap selama kami bertukar air liur. Tangannya mulai menjelajah. Ia lepasi kaosku. Aku yang hanya mengenakan celana pendek tak dapat menyembunyikan kerasnya Si Johny. Dengan posisi di tindih begini, Ia tahu ada benda keras mengganjal di tubuhnya. Pelan-pelan, Ia melepaskan ciumannya. Ditelusuri tubuhnya yang sudah bertelanjang dada. Ia terus menjelajah dengan aksi lidahnya yang cukup mengagumkan. Susuku diputari dengan tekun, tangannya ikut menggerayangi bagian tubuh lainnya. Aku merinding, bulu romaku berdiri. Aku hanya tak menyangkan mendapatkan serangan seperti ini. Padahal, niatku tadi hanya untuk mengerjainya, membuat Ia takut karena aku berhasil mendapatkan kartu as. Namanya rezeki, datangnya selalu tak terduga. Kadang tak sesuai harapan, tapi dapatnya lebih dari cukup.

Ia masih terus saja membasahi tubuhku dengan air liurnya. Tangannya sudah mendarat lebih dulu di penisku. Ia mengurut si Johny dari luar celana kain yang kukenakan. Tak ada celana dalam di sana. Sengaja memang, namanya juga mau tidur. Mata kami bertemu, makin sayu, makin menggairahkan. Ia mulai membukanya perlahan. Tak butuh waktu lama, jari-jarinya mulai bermain. Dengan dibantu ludah yang Ia semburkan terlebih dahulu, tangannya bermain dengan lincah. Menelusuri tiap jengkal penisku. Permainannya membuatku makin melayang. Aku sedang tak ingin membandingkannya dengan siapapun. Kenikmatan ini harus dirasakan dengan utuh.

Tak butug waktu lama, Ia sudah menambah serangan dengan memainkan lidahnya. Penisku basah, Ia makin lancar mengerjainya. Aku hanya bisa meringis keenakan. Sesekali, Ia kombinasikan permainannya dengan menjilati buah zakarku, lalu turun ke sekitar lubang anusku. Perempuan ini binal juga. Entah setan apa yang sedang merasukinya. Nafasnya kian memburu. Nafsunya nampak tak tertahankan. Dengan sigap, penis sudah ditelannya mentah-mentah.

"Uuuhhhh" aku hanya bisa melenguh sambil memegangi kepalanya

Mulutnya maju mundur sempurna mengikuti bentuk penisku. Tak lupa, lidahnya menari mencari titik-titik sensitifku. Dengan ukuran penis normal dan hanya sedikit gemuk, Ia mudah saja menelan semuanya.

"Ssshhhhh" mulutku mulai mendesis tak terkontrol

Reflek, tanganku memandu kepalanya untuk naik turun lebih cepat. Juga memajumundurkan penisku. Bentuk mulutnya yang agak lebar dan bibirnya yang tebal membuat semuanya lebih lancar. Lubang ini saja begitu nikmat, apalagi yang bawah. Fantasiku mulai tak karuan. Aku tak sabar menikmatinya.

"Oaaaahhh hueeekkk aaaauuuh" Ia nampak hampir muntah, penisku menyentuk kerongkongannya

Matanya memandangku sayu. Nafsu sudah menguasainya penuh. Meski pakaiannya masih lengkap, plus jilbab lebar yang sama sekali tak berubah bentuk, birahinya tak dapat disembunyikan. Setelah istirahat sejenak, Ia lanjut mengerjai penisku dengan semangat.

Aku tak ingin mengeluarkan kata-kata apapun selain lenguhan dan desisan kenikmatan. Ia begitu menikmati mengoral penisku seperti anak kecil mendapatkan lolipop kesenangannya. Sampai kemudia tiba-tiba ia bangkit dan jongkok di atasku. Diangkat pakaiannya ke atas, terpampang pantat semok yang tak terbungkus apa pun. Juga rambut vaginya yang begitu rimbun hingga menutupi bentuk lubang nikmat itu. Aku ingin berontak karena seharusnya giliranku memainkan peran. Ia tahu dan langsung mencegahku. Matanya melotot, mengisyaratkanku untuk diam dan mengikuti permainannya.

Perlahan diturunkan tubuhnya hingga penisku menyentuk sebuah lubang hangat yang sangat basah. Aku tak percaya liang kenikmatannya sudah sebasah itu, padahal sama sekali belum kusentuh. Perempuan ini cepat sekali panas, atau sebenarnya birahinya belum benar-benar terpuaskan. Digesekkan vaginanya ke penisku yang sudah tegang sempurna. Ia mendesis keenakan, satu tangannya memegangi gaunnya agar tetap terangkat, tangan lainnya meremasi payudaranya sendiri. Pemandangan yang menakjubkan. Perempuan berpakaian muslimah lengkap sedang keenakan menggesekka vaginanya di penisku. Aku sengaja hanya memandangi, karena tahu Ia sedang ingin memuaskan dirinya sendiri.

"OOHHHHHHHHH"

Tak kuduga, Ia tiba-tiba memasukkan penisku ke vaginanya dengan hentakan yang kuat. Tanpa sadar aku ikut melenguh. Perempuan ini penuh kejutan. Dengan satu tangan tetap memegangi bajunya, Ia terus bergoyang ke sana ke mari menikmati penisku. Matanya terpejam sempurna. Bibirnya digigit mengikuti irama. Aku memilih diam dengan sesekali menggerakkan otot pangkal pahaku. Ia masih diam, masih dengan ritme sedang. Sedotan vaginanya lumayan juga. Dindingnya terasa mengapit penisku dengan lekat. Belum lagi efek goyangan yang ditimbulkan, Si Johny serasa ditelan lalj dimuntahkan lagi.

Tak tahan diam saja, tanganku berusaha meraih payudaranya. Awalnya aku ditolak mentah-mentah karena Ia begitu asyik memuaskan diri sendiri. Tapi aku tak menyerah. Ia kemudian membiarkan dua tanganku mendarat di sana. Matanya masih terpejam, pinggulnya terus bergoyang. Aku tak puas memainkan payudaranya dari luar, kumasukkan tangaku dari bawah bajunya. Gundukan itu masih terbungkus bra tipis. Kulepaskan kaitannya terlebih dulu baru memainkannya dengan bebas.

""Ohhhhh uhhhhh terusssss ohhhhh" mulutnya mulai mengeluarkan kata

Merasa terpacu, kumainkan lebih cepat. Juga pinggulku ikut bergerak. Ia makin liar. Gerakannya makin cepat, goyangannya makin gemulai.

"Ahhhh ahhhh ahhhh" hanya itu yang keluar dari mulutnya berulang kali

Kami terus memacu. Ia menurunkan tubuhnya, dibiarkan pakaiannya jatuh. Bibirnya mencari lawan main dan kutangkap dengan baik. Kami berpagutan sembari alat kelamin terus beradu cepat. Matanya terbuka sesekali, seperti memohon untuk tak mengakhiri.

Kupercepat tempo gerakanku, Ia melambat, menikmati sodokan penisku yang sudah sangat panas. Darahku rasanya mendidih menikmati vagina perempuan satu ini.

"Ahhhh ahhhh ahhhh aku mauhh sampaaii ohhhh" gerakan tubuhnya naik lagi

Timbul niat isengku. Tiba-tiba, kulepas penisku dan menggulingkan tubuhnya. Matanya melotot karena hilang sudah kesempatannya untuk segera orgasmu. Kurespon dengan cepat, kuposisikan Ia menungging, dan kumasukkan penisku segera

"AAAAAUUUUWWW" Ia sedikit berteriak

Kupacu Si Johny dengan kecepatan tinggi. Vaginya sudah basah sekali. Tapi dengan posisi seperti ini, jepitannya masih mumpuni. Ia justru merapatkan kakinya yang membuatku makin tak kuasa menahan nikmat. Sesekali melirik ke belakang, wajahnya sangat bergairah. Ditelungkupkan wajahnya di ranjang untuk menghindari teriakan. Aku sama sekali tak menurunkan intensitas pompaanku.

"Aduuuuh ohhhhhhh aku mau sampaaai pleaseee jangan dicabut lagi ohhhhhh"

Ia memohon. Tangannya memainkan sebelah payudaranya lalu bergerak ke vagina. Digosok klitorisnya untuk menambah rangsangan. Aku makin kacau, gerakanku juga makin cepat cenderung kasar. Beberapa hari tak mendapat penyaluran, rasanya aku juga sudah tak tahan lagi. Kupercepat lagi, kupompa lagi.

"AAAAAAHHHHHHHHH OOOOHHHHH"

"EEHHHHHHH OOOOHHHHH"

Kami melolong, bersamaan. Penisku dijepit dengan maksimal lalu disiram sekuat-kuatnya. Nampaknya ada cairan lebih banyak yang keluar.

Kami terengah-engah berusaha menyangga tubuh untuk tetap pada posisinya. Usaha itu gagal, kami ambruk. Kutindih sebentar lalu aku ringsek di sampingnya. Nafasnya masih tak karuan, begitu pun aku. Sebenarnya vaginya perempuan ini standar, tapi karena nafsu yang sudah memuncak, rasanya luar biasa. Permainannya juga tak bisa dibilang biasa. Mataku menengadah ke langit-langit. Satu lagi liang kenikmatan kumasuki. Dengan kejadian yang cukup lucu dan tak kuduga. Perempuan itu masih membenamkan wajahnya pada bantal yang Ia tarik saat bercinta tadi. Ia belum pulih benar atau sebenarnya malu untuk menatapku.

Mungkin sekitar 15 menit kami sama-sama terdiam. Aku memutuskan bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan kelaminku. Kembali ke kamar, kulihat Ia sudah berselimut rapat.

"Plis, yang tahu ini cuma kita berdua" Ia membuka pembicaraan setelah dalam persetubuhan tadi hanya lenguhan yang keluar

Aku hanya tersenyum dan menganggukan kepala. Kupakai baju dan celana pendekku lalu beringsut di sampingnya. Kini, kami berada dI ranjang yang sama setelah sesi birahi yang cukup memuaskan. Tak ada dalam pikiranku untuk melakukan ini sebelumnya. Kemarin, setelah memergoki Dewi keluar dari kamar Ihsan, aku berharap bisa menikmatinya dalam waktu dekat. Dua jam lalu, aku yakin semakin dekat dengan harapanku. Tapi ternyata kejutan bisa terjadi kapan saja. Tak ada Dewi yang keluar dari kamar Ihsan malam ini. Desahan yang kudengar tadi adalah perempuan lain. Perempuan yang secara tiba-tiba menarikku untuk bersetubuh setelah trik yang kujalankan untuk menubruknya berhasil. Pikiranku makin liar tentang Ihsan. Laki-laki yang terlihat alim itu ternyata sudah menyetubuhi 2 perempuan selama pelatihan ini berlangsung. Setelah Dewi, kini Nadia. Ia adalah perempuan saat aku bertemu di bandara, bersama Mbak Aisyah. Aku tak tahu pasti usianya berapa. Tapi nampaknya lebih tua dariku. Sejak pertama kali bertemu, Ia memang terlihat pendiam. Apalagi dengan pakaiannya yang cenderung tertutup. Meski sama-sama memakai jilbab, tapi Mbak Aisyah nampak lebih modis. Dengan jilbab yang lebih lebar, aku tak berani membayangkan menjahili perempuan ini. Tapi kenyataan seringkali tak sesuai harapan. Aku malah menemukannya mendesah di atas tubuhku, dan tentu di kamar Ihsan. Baru kusadari setelah bercinta tadi, Nadia memiliki tubuh yang menarik. Tubuhnya memang cenderung kecil, tapi payudaranya bulat sempurna dan cenderung besar untuk ukuran tubuhnya. Baju longgarnya mampu menutupi kelebihan ini dengan sempurna. Aku sempat kaget ketika merabanya tadi. Juga pinggulnya yang ternyata menggoda. Perempuan ini pintar menyembunyikan daya tarik seksualnya.

Kami masih terdiam hingga membuatku malah membayangkan keindahan tubuhnya yang baru saja kunikmati. Nadia terpejam, entah tidur atau hanya sedang merenungkan kejadian yang baru saja menimpanya. Dalan waktu singkat, dua laki-laki telah menikmati tubuhnya. Alu tak tahu apakah ini yang pertama Ia lakukan dengan Ihsan atau tidak. Diamnya menyimpan banyak sekali misteri. Tanpa sadar, aku terlelap memikirkan perempuan yang sedang berada seranjang denganku ini.
 
Terakhir diubah:
Selamat Sore semuanya.

Maaf kalau ceritanya terpotong di tengah jalan. Sekalian menguji ketertarikan teman-teman dengan cerita ini. Dan ternyata masih luar biasa. Terima kasih banyak untuk yang masih setia membaca dan menunggu kelanjutannya.

Berhubung ceritanya sudah ada. Mari kita lanjutkan lagi. Selamat membaca.
lanjutkan hu
bejibun neh yg ngantri sembako
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd