Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT SI RAMBUT MERAH (by Arczre)

Apakah perlu melanjutkan cerita ini dengan tokoh utamanya Han-Jeong?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
suhu satu ini TOP bgt dah!produktif bingit!
btw,"seorang ayah"-nya gak dilanjutin suhu?

Blm ada ide. Soalnya datanya ilang. Padahal buat nulis itu aku sudah ada banyak data mulai dari sejarah Shogun Tokugawa, Majapahit, dan lain-lain.
 
Wah, produktif ya suhu ini. Baru kelar langsung bikin cerita baru lagi :). Kalo ada Faiz, berarti bakal ada Iskha dong.. Semoga Iskha tetep protagonis...

Ada sedikit saran suhu... Kan tadi kalo gak salah di prolog dikatakan PBB mengumpulkan agen rahasia seluruh dunia kan? Untuk MI5, sebaiknya diganti MI6 suhu. Karena MI6, selain lingkup tugasnya yang emang untuk tingkat internasional, kabarnya field agent-nya MI6 juga lebih baik dari MI5, yang lingkup tugasnya cuma domestik Inggris Raya. :p
 
baru kemaren tamat langsung dibuat kelanjutanya aja :D emang suhu ini bener2 punya bakat penulis sejati. :jempol: ajarin dong suhu bagaimana caranya kok bisa sealami dan secepat itu suhu nulis & gimana cara dapetin inspirasi nulis kaya gini??? :alamak: :ngeteh: sambil :baca:
 
baru kemaren tamat langsung dibuat kelanjutanya aja :D emang suhu ini bener2 punya bakat penulis sejati. :jempol: ajarin dong suhu bagaimana caranya kok bisa sealami dan secepat itu suhu nulis & gimana cara dapetin inspirasi nulis kaya gini??? :alamak: :ngeteh: sambil :baca:

intinya nulis aja dan banyak berimajinasi. Setiap imajinasi ditulis. Rincikan imajianismu ke dalam tulisan.

Contoh kecilnya buat latihan adalah coba pandang sebuah cangkir. Bagaimana perasaan cangkir itu ketika diisi oleh air dingin, air panas ataupun air anget. Bagaimana perasaannya ketika diisi oleh susu, atau air gula, air asin, oralit dan lain-lain.

Latihan saja mengekspresikan benda mati. Ntar kalau sudah bisa. Maka nulis apapun bakal mudah.
 
mau posting ..... tapi masih mau lihat JKT48 duluw.
sadar diri klo wota :p
 
Lanjut suhu
tunjukan kemal ehh kemampuanmu

:mabuk: :mabuk: :mabuk:
 
BAB I

The First Stage

NARASI MOON


Aku berkumur-kumur. Hari ini aku akan langsung kembali ke Seoul. Aku baru saja membunuh Low, sekaligus memotong kemaluannya. Dasar penjahat kelamin. Aku memang suka sekali menghajar penjahat-penjahat semacam dia. Low sudah menjadi target operasi selama beberapa bulan ini. Semua ini karena S-Formula. Semenjak isu tentang Genesis tercium oleh beberapa dinas intelejen dunia, semuanya bersatu berusaha untuk mendapatkannya.

Namaku Jung Ji Moon, panggilanku Moon dari NIS, Dinas Intelejen Korea Selatan. Kode Rahasiaku Si Rambut Merah. Julukan Si Rambut Merah adalah karena rambutku yang memang berwarna merah. Ini semua karena turunan dari ibuku seorang wanita Hungaria, ayahku orang Korea. Aku sudah setahun ini berada di Indonesia. Semua itu hanya karena satu hal. Bekas anggota Genesis memberitahu kalau S-Formula ada di Indonesia. Aku tak menyangka bahwa benda seberharga itu berada di tangan penjahat kelamin semacam Low. Aku sudah berkali-kali melakukan hal ini. Menggoda target, kemudian menghabisinya. Entah sudah berapa nyawa yang aku cabut. Apalagi aku punya lisensi untuk membunuh. Aku seorang profesional, maka dari itu tidak sembarangan membunuh orang.

Aku di Indonesia ini bersama empat agen lainnya. Mereka adalah Peter dari CIA, Nikolai dari SVR, John dari MI6 dan Devita dari BIN. Kami berlima bekerja sama dan ditugaskan oleh PBB. Tugasku untuk mencari informasi keberadaan S-Formula telah selesai. Ternyata dibawa oleh Dr. Edward.

Sebuah panggilan masuk. Dari Peter. Aku kemudian menekan ponselku, "Yes? Is this line secure?"

"Just relax, I'm sure of it. This line is secure. How is it?" tanya Peter.

"He mention Dr. Edward. He said this doctor know this shit," jawabku.

Aku melepas semua bajuku. Dari atasan, braku, lingerieku. Aku ingin mandi setidaknya biar bau amis darah ini tidak melekat di badanku. Aku kemudian berjalan ke kamar mandi sembari membiarkan ponselku berada di meja dengan handsfree.

"Dr. Edward? Wait a sec!" kata Peter. Dia terdiam cukup lama sampai kemudian yang berbicara orang lain.

"Moon, Dr. Edward was work at M-Tech. But now he was missing," ujar seseorang bersuara wanita. Dia pasti Devita. "And that was the bad news. He just like disapear. The good news is we know where is the S-Formula. And its positive."

"Devita? Are you four in there?" tanyaku.

"Yes we are," jawabnya.

"Okay, we wait order from commander. We will catch you up later," kata Devita. "Happy shower."

"OK, thanks," kataku sambil membasuh tubuhku. Air dingin yang mengguyur tubuhku serasa nikmat sekali. Melepaskan seluruh rasa kelelahan yang melekat pada tubuhku. Darah Low pun perlahan-lahan mulai melepaskan diri dari tubuhku.

Setelah mandi, aku mengeringkan diriku dengan handuk dan hair driyer. Setelah itu aku mengambil ponselku lagi. Aku kemudian membuka file. Di sana ada banyak gambar. Aku melihat foto ibuku di sana. Ohh...aku jadi kangen beliau. Pekerjaan sebagai agen rahasia membuatku jauh dari dia. Bahkan sekedar menelponnya pun aku tidak bisa. Terkadang aku hanya bisa melihat beliau dari jauh saja sudah beruntung.

Ayahku adalah seorang tentara. Beliau adalah pahlawan bagi Korea. Beliau meninggal ketika aku masih berusia lima tahun. Pengorbanannya dalam membela negara adalah sebuah kebanggaan bagi keluarga kami. Semenjak itu aku pun ingin mengorbankan diriku untuk negaraku. Berjuang dari bawah, ikut ujian negara, ikut wajib militer, kemudian menjadi agen rahasia termuda pada jamanku. Menyelesaikan banyak misi dan meraih 5 medali penghargaan. Aku akan melakukan apapun untuk negaraku, sekalipun itu bertentangan dengan prinsip hidupku.

Tapi entah kenapa misi yang sekarang ini rasanya tidak begitu mudah. Perasaanku tak enak. Itu saja. Bagaimana tidak, target tidak jelas, dan kita sudah menghabiskan waktu selama bertahun-tahun tapi belum ada hasilnya. Sebelum aku sebenarnya ada seorang agen yang ditugaskan. Dan dia adalah cinta pertamaku. Sayangnya cinta kami cuma sesaat, sebelum kejadian itu menimpa dia.

Ceritanya adalah beberapa tahun yang lalu.

Nama dia adalah Park Sun Il. Aku biasa memanggilnya Suni. Pertama kali bertemu dengan dia saat mengikuti tes sebagai agen rahasia NIS. Suni orangnya menyenangkan. Dan kemampuannya sangat terampil dalam senjata, sandi dan dia termasuk agen yang mendapatkan nilai test tertinggi di kesatuan kami.

"Hai," sapanya. Dia duduk di sebelahku.

"Hai," jawabku.

Kami sedang berada di sebuah aula. Dikumpulkan oleh komandan tertinggi NIS. Hari ini adalah hari di mana kami menerima predikat lulus. Dan besok pasti langsung bertugas untuk negara.

"Namamu Moon bukan?" tanya Suni.

"Kenapa?" tanyaku.

"Dari semua agen rahasia, cuma kamu yang punya wajah seperti girlband," guraunya.

Aku tersenyum. Aku tahu dia menggodaku akhir-akhir ini, tapi aku yang terlalu cuek kepadanya.

"Ssshhtt...kita sedang dibriefing," kataku.

"Ada acara besok?" tanyaku.

Aku mengangkat bahu.

"Baiklah, bagaimana kalau makan malam?"

"Silakan berusaha keras, aku tetap tidak mau," kataku.

Dia menghela nafas. "OK."

Setelah briefing dan pidato dari komandan NIS itu. Semua anggota NIS yang baru dilantik pun bubar. Tapi tidak denganku dan Suni. Kami dipanggil oleh atasan. Ketika berjalan melalui lorong yang panjang tempat di mana aku harus menemui komandan kami, Suni lagi-lagi menggodaku.

"Moon, sekali saja?" kata dia sambil mengacungkan jarinya.

"No!" jawabku singkat.

Ia menunjukkan muka tidak senang. Aku tertawa geli. Tingkahnya seperti anak kecil. Ini salah satu yang aku suka dari Suni. Dia juga easy going. Tak berapa lama kemudian aku dan Suni sudah masuk ke ruang komandan. Komandan sudah menunggu di sana.

"Bagus kalian datang. Ini tugas pertama kalian," kata komandan.

Kami seolah-olah tidak diberi waktu istirahat. Ia segera mengajak kami ke sebuah ruangan yang dipenuhi oleh para agen lainnya. Mereka semua tampak sedang menunggu instruksi komandan di meja mereka masing-masing. Ruangan ini belum pernah aku sentuh dan bisa jadi setelah ini ruangan ini akan kerap kali aku kunjungi. Ketika berada di ruangan itu wajah Suni yang tadinya sedikit cengengesan sekarang berubah serius. Berbeda 180 derajat.

Di layar monitor aku diperlihatkan sebuah gambar wajah.

"Namanya Roger Baltrow. Orang Georgia. Dia ditengarai telah membawa file rahasia negara. Orang yang menyerahkannya adalah Mayor Park Myun Bing. Orangnya telah ditangkap, tapi tidak dengan Roger. Misi kalian cukup menghabisi orang ini sebelum menyerahkan file yang dibawanya ke tangan pemerintah Rusia. Aku menugaskan kalian berdua karena kalian dua orang yang paling baik di dinas ini. Tactical Mission akan aku kirimkan ke email kalian. Ada pertanyaan?" kata Komandan.

"Kemampuan orang ini?" tanya Suni.

"Orang ini ahli beladiri, dia juga pernah mengenyam pendidikan militer. Mantan Anggota Spetnaz. Dia juga terlibat pemberontakan di Ukraina. Dia ahli senjata, bom dan juga ahli dalam menggunakan pisau. Pertarungan jarak dekat dengan dia tidak disarankan. Cukup tembak dia dari jarak jauh. Ambil filenya dan selesai," kata komandan.

"Dimana dia sekarang?" tanyaku.

"Kabar terakhir, dia berada di sebuah hotel di Seoul. Sepertinya ia akan bertemu dengan sang pembeli di sana," kata komandan.

"Hotel?" gumamku.

"Jangan kira dia tidak mempersiapkan semuanya. Anak buahnya mungkin saja sudah disebar di sekitar tempat itu," kata komandan. "Ini simulasinya."

Layar monitor berubah. Kami melihat bangunan Hotel Seoul. Kami juga melihat titik-titik lain yang kemungkinan itu adalah tempat anak buah Roger berada. Komandan membriefing kami bagaimana caranya untuk mendapatkan file itu dari tangan Roger. Tak berapa lama kemudian kami sudah harus bergerak.

***

Aku sudah berada di hotel dengan pakaian seksi, gaun dengan panjang sepaha. Aku tak membawa senjata apapun untuk bisa masuk ke hotel. Tujuanku hanya satu, tahu di mana file itu berada, setelah itu menghabisi Roger dan selesai. Hari ini aku menyamar menjadi wanita panggilan. Huh...sebel, kenapa selalu wanita panggilan? Mungkin karena aku begitu menggoda sampai hampir tiap misiku selalu seperti ini.

Roger berada di kamar 311. Aku sudah berada di ruang resepsionis saat dua orang berpakaian hitam langsung menyambutku. Mereka ini adalah anak buah dari Roger.

"Red?" tanya salah seorang dari mereka.

Dengan sedikit bergaya binal aku mengangguk. Mereka saling berpandangan dan tersenyum.

"Ayo ikut!" kata salah satu dari mereka.

Aku kemudian dibawa ke lantai 311. Aku memakai codec yang aku pasang di telinga. Agar bisa berkomunikasi dengan Suni. Dia adalah bertugas melindungiku. Dan juga sebagai penjemput.

"Moon, kenapa kamu tidak mau jalan denganku?" tanya Suni. Lagi-lagi dia bertanya soal itu. "Ayolah, kamukan masih sendiri, belum ada siapa-siapa yang bakal sewot kalau aku jalan denganmu. Kalau kamu mau garuk-garuklah kepala, kalau tidak garuklah lenganmu."

Aku menggaruk lenganku. Dia melihatku dari jauh dengan sniper riflenya dari gedung seberang.

"Ayolah, Moon!" aku tahu Suni kesal. Aku sebenarnya lebih kesal. Hampir selalu digoda oleh dia. Sebenarnya entah kenapa aku tidak mau. Mungkin karena aku terlalu takut untuk menjalin hubungan dengan pekerjaan seperti ini.

Setelah berada di depn kamar 311 kedua orang itu meremas pantatku. Sialan. Pengen kutonjok saja mereka.

"Masuk saja, si boss menunggu," kata mereka. Kemudian mereka meninggalkanku.

Aku berbisik kepada Suni, "Bisa nggak, kita bicarakan ini setelah pekerjaan?"

"Kalau tidak sempat?"

"Hhhhh...," aku menggeram.

"Habis misi ini? Bagaimana? Ayolah, dari dulu kau selalu menolak, sekali-kali mau dong," katanya.

"Fine, setelah misi," kataku.

"Kalian bisa bicarakan kencan kalian lain waktu?" celetuk seseorang di frekuensi kami. Operator An Li.

"Sorry, frekuensi dikembalikan seperti semula," kata Suni.

"Baiklah, Moon. Bergerak!" kata An Li.

Aku segera membuka pintu kamar 311. Di dalamnya ada seorang berpawakan kaukasia. Badannya tegap, dia memakai kimono. Dia cukup tinggi. Aku bisa melihat otot kekarnya di lengan. Mungkin dengan sekali pukul orang bisa KO. Well, paling tidak aku akan mencoba cara yang lebih lembut.

"Oh...masuk, siapa nama kamu? Moon? Kamu memang secantik rembulan," kata Roger.

Aku menutup pintu.

"Dia sudah masuk," kata Suni di codec.

Aku kemudian berjalan dengan langkah menggoda. Sambil kuarahkan pandanganku menyapu seluruh ruangan, mengingat-ingat semua benda yang ada di kamar ini. Ruangan yang cukup luas. Ada sebuah lemari baju, apakah file itu di sana? Tidak, terlalu mudah. Di bawah tempat tidur? Itu juga terlalu mudah. Aku juga melihat sebuah pistol Nighthawk Desert Eagle berwarna perak berada di meja dekat ranjang. Hingga aku melihat sebuah koper kecil. Apakah itu? Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.

Aku kemudian mendekat ke arah koper itu sambil berjoget erotis. Tak perlu ditanya kapan aku belajar. Yang jelas aku sudah memakai cara seperti ini cukup lama. Roger sepertinya suka sekali, bahkan sekarang ia bangkit dari tempat tidurnya menuju ke arahku. Aku kemudian mulai menyentuh koper itu sambil merangkak. Tangan Roger langsung menampikku. Ia menarikku dan memeluk tubuhku. Aku diciumnya, bibirku dihisapnya.

Aku bisa merasakan sesuatu benda yang sangat panjang mengeras di bawah sana. Baiklah, dia sudah horni. Dari sikapnya jelas sekali koper itu sangat penting. Ia menciumku sambil meremas pantatku. Vaginaku digesek-gesek oleh tonjolan di kimononya. Ciumannya bergeser ke leher, dihisapnya leherku. Kemudian aku ditarik olehnya. Aku kemudian dilempar ke atas ranjang. Aku cuma tertawa melihat tingkahnya.

"Aku tak tahu kalau kamu begitu menggairahkan sayang," pujinya.

"Kenapa kamu tadi melarangku menyentuh koper itu?" tanyaku.

"Sebab isinya terlalu berharga sayang, itu sebabnya aku tak mau kamu mengotorinya," ujarnya.

Kimono Roger sudah dilepas. Kini ia telanjang.

"Ok, kita sudah dikonfirmasi. Benda itu ada di koper. Moon, habisi dia!" kata An Li.

Aku tersenyum, kemudian kuarahkan kakiku melingkar ke lehernya seolah-olah memberikan vaginaku ke mulutnya, namun dengan cepat kutarik sebuah kawat di kuku jempolku. Kawat itu tipis namun sanggup memotong apapun. Aku lingkarkan ke batang penis Roger dan dengan cepat seperti ular aku melompat dan berada di pundaknya, mengunci lehernya. Ia lalu ambruk terlentang dengan aku mengunci leher dan menjerat penisnya.

"FUCK!" umpatnya.

"Kamu ingin penismu utuh atau nyawamu?" ancamku.

"Oh Moon, habisi saja langsung jangan dianggap terlalu personal!" kata An Li di radio.

"Biarkan dia An Li, orang itu perlu diberi pelajaran," balas Suni.

"Kau tak akan keluar hidup-hidup dari tempat ini!" kata Roger.

"Kepada siapa kau akan jual file itu?" tanyaku.

"Bukan urusanmu," jawab Roger.

"Baiklah, kau ingin kehilangan masa depanmu ternyata," kataku. Aku sedikit menarik kawat itu dengan kedua tanganku.

"Tt...tu..tttunggu dulu!" katanya.

"Katakan!" ancamku.

"L..Lucifer...kepada Lucifer," katanya.

"Siapa dia?"

"Aku tak tahu. Dia mengaku namanya Lucifer. Dia membayarku mahal untuk mendapatkan file itu."

"OK Moon, ini baru. Coba korek lagi!" kata An Li.

"Hei, bukankah misinya agar menghabisi Roger?" kata Suni.

"Tapi setidaknya ini juga penting," ujar An Li.

"Di mana dia sekarang?" tanyaku.

"Kamu tidak bisa mencarinya, dia yang akan mencarimu. Kamu kira dia tidak melihatmu sekarang? Hahahahahaha."

Aku melirik ke seluruh ruangan. Tak ada yang mencurigakan, tak ada kamera pengintai...oh tunggu, kecuali....

"Benar, kamu baru mengetahuinya sekarang. Kegagalan tidak bisa diterima oleh Lucifer. Dia benar-benar akan mengambil file itu dan memastikannya selamat sampai di tangannya. Aku hanya sebagai perantara saja. Sudah kubilang, dia tidak bisa dicari tapi dia akan mencarimu," kata Roger.

Keparat. Aku menarik kawat itu. SCRAAATT! CUUURRR! Darah langsung mengucur deras dari selakangannya. Roger menjerit kerass. Kemudian dengan memutar tubuhku kupatahkah lehernya. CRAK! Suara patahnya leher Roger, terdengar. Aku kemudian memeriksa denyut nadinya. Dia sudah mati.

"Target eleminated!" kataku.

"Brace yourself, dua bandit akan masuk ke kamar!" kata Suni.

"Kau bisa membersihkannya?" tanyaku.

"Tidak bisa, aku terhalang!" kata Suni.

AKu kemudian mengambil pistol yang ada di atas meja. Begitu dua orang anak buah Roger masuk aku langsung menembak keduanya tanpa mereka siap sama sekali. Dua tembakan tepat mengenai kepala mereka. Semuanya terkapar. Aku memeriksa magazinenya. Cuma ada lima peluru lagi. Aku kemudian melangkah mengambil koper yang ada di atas meja.

"Berapa kodenya?" tanyaku.

"701", jawab Suni.

Kubuka koper itu. Di dalamnya ada berkas-berkas. Tampak lambang negara Korea ada di sana. Tak salah lagi ini adalah file yang dimaksud. Aku tutup lagi koper itu.

"Suni, penjemputan!" kataku.

"OK! kamu berjalan saja lurus kemudian lompat dari lantai itu," kata Suni.

Dengan percaya diri aku keluar dari kamar 311. Dari luar ternyata sudah ada beberapa orang yang menghadangku dengan senapan uzi. Mereka memberondongiku dengan peluru. Aku menghindar dan berlindung di balik tembok. Setelah mereka tenang dan tidak menembak aku kemudian keluar. Orang-orang itu aku balas dengan tembakan. Satu, dua, tiga, empat, lima. Peluruku habis. Kubuang senjataku. Lima orang terkapar di lantai. Aku masih berjalan dengan tenang. Kuambil senapan uzi yang tergeletak di atas mayat anak buah Roger. Ada orang datang lagi, langsung aku berondong dengan uzi. Dia terpental ke belakang. Ku tembak kaca yang ada di hadapanku. Sebuah pesawat helikopter tiba-tiba sudah berada di luar sana.

Aku bisa melihat Suni sedang membidik dan membersihkan jalan untukku. Aku lalu berlari secepatnya dan melompat ke helikopter itu. Aku seperti membelah angin. Kubisa merasakan bagaimana adrenalin memacu jantungku. Tanganku digapai oleh Suni. Aku sedikit hilang keseimbangan tapi aku sudah berada di dalam heli.

"Si Rambut Merah sudah ada di tangan, paket terselamatkan. Kita pergi," kata An Li.
 
Terakhir diubah:
BAB II

First Date


Keberhasilanku hari itu tak lepas dari usaha Suni. Setidaknya dia sedikit cemburu ketika Roger menciumku. Dia selalu bertanya, "Siapa ciuman pertamamu?" Dan aku tak pernah menjawabnya.

Hari ini aku penuhi janjiku untuk kencan dengan Suni. Betapa senangnya dia. Paling tidak misi berikutnya belum ada dan komandan sangat puas dengan hasil kerjaku. Nama Lucifer pun sekarang menjadi nama yang misterius, dia tidak diketahui wajahnya, siapa dia, maupun apa motifnya.

Ini pertama kali aku kencan dengan seorang lelaki. Sejak aku sekolah, aku tidak pernah kencan dengan cowok. Tak pernah pacaran dengan lelaki. Aku terlalu sadis bagi mereka. Tidak pernah satupun dari cowok-cowok di sekolahku berusaha mendekatiku. Mereka terlalu takut. Ada banyak alasan.

Pertama aku selalu menjadi juara satu kejuaraan beladiri taekwondo. Kedua, aku pernah menghajar klompotan gang yang menggangguku seorang diri. Ketiga, aku tak pernah menundukkan pandanganku terhadap siapapun. Mungkin karena itulah tak ada orang yang berani mendekatiku. Dalam usia yang relatif muda aku sudah lulus akedemi, menjadi agen rahasia dalam usia 22 tahun. Ini adalah sebuah rekor. Rata-rata agen rahasia berusia 25 tahun ke atas. Tapi tidak untukku. Walaupun usiaku sudah 22 tahun, aku masih kelihatan seperti anak SMA. Pantas semua orang menyangka aku lebih mirip personil girlband daripada seorang agen rahasia.

Aku memakai gaun hitam. Aku tutup tubuhku bagian atas dengan blazer. Sepatu hak tinggi berwarna hitam kupakai. Pistol kecil Socom aku taruh di tas merah. Dompet dan ponselku kutaruh juga di sana. Setelah itu aku berangkat. Tak lupa aku memakai parfum. Sialan Suni, benar-benar membuatku feminim.

Ketika aku keluar apertemenku, dia sudah ada di sana. Di halaman apartemen dengan mobilnya. Dia terlihat sangat necis. Kemeja putih dengan jas abu-abu.

"Hai?!" sapanya.

Aku tersenyum, "Hai"

"Makasih mau keluar bersamaku malam ini," katanya.

"Sejujurnya, aku tak pernah kencan dan aku tak tahu apakah bajuku ini pas," kataku.

"Tidak, tidak, tidak. Itu sudah cukup. Kamu terlihat mempesona malam ini."

Tiba-tiba dadaku berdesir. Entah kenapa aku sepertinya suka dipuji olehnya. Dia kemudian memberikanku sesuatu. Bunga mawar??

"Moon, aku suka kamu," katanya.

"Apaan sih?" kataku.

"Aku tahu hidup sebagai seorang agen rahasia sangat berat. Tapi, bukan berarti kamu tak bisa mencintai seseorang. Dengan segala resikonya, aku ingin menjadi orang pertama yang mencintai dirimu," kata Suni. Lagi-lagi dadaku berdesir. Wajahnya entah kenapa malam itu menjadi wajah yang paling tampan yang pernah aku lihat seumur hidupku. Senyumnya.....oh, kenapa aku ini?

Aku hanya bisa tersenyum. Sebenarnya aku bingung. Memang aku tak pernah didekati oleh lelaki sebelumnya. Tapi...dia cukup berani. Ia tahu resiko menjadi seorang agen rahasia. Ia juga tahu, nyawa kami sewaktu-waktu akan melayang karena itu. Namun aku harus bisa membuka diriku kepada orang lain. Tak mungkin selamanya aku seperti ini. Aku bisa harus meneruskan kehidupanku, aku juga ingin bisa merasakan bagaimana rasanya mencintai seseorang.

"Aa..ak...aku...," aku terbata-bata.

Suni tiba-tiba memelukku. Hei, tunggu dulu aku belum bicara.

"Kau tak perlu menjawabnya. Jawab saja dengan pelukanmu," kata Suni.

Aku kemudian memeluk erat dirinya. Inilah untuk pertama kalinya aku memeluk seorang laki-laki. Dan laki-laki itu adalah Suni.

Malam itu aku habiskan makan malam bersama dia. Kami berbicara banyak hal. Mulai dari masa laluku, masa lalu dia, kesukaan kami. Dan sebagainya. Entah juga kenapa aku makin nyaman bersama Suni. Selesai makan malam, ia mengantarkanku pulang. Di halaman apartemen aku hanya bisa berdiri saja. Tak berani untuk naik ke atas. Suni masih di luar mobilnya. Rasanya momen-momen ini tak bisa aku usir begitu saja. Terlalu romantis. Oh tidak, kenapa aku jadi feminim seperti ini?

"Mau aku antar?" tanyanya menawarkan diri.

"Aku bisa sendiri," jawabku.

"Aku tahu itu, paling tidak. Itu akan membuatmu nyaman," katanya.

Aku menoleh ke arahnya. Aku mengangguk.

Aku kemudian di antar olehnya hingga sampai di depan kamar apartemenku. Tapi entah kenapa aku tak ingin masuk. Suni, jangan pergi! Aduh....apa yang terjadi denganku??

"Sampai di sini?" tanya Suni.

Aku tak menjawab.

"Moon?" panggilnya

Aku berbalik langsung saja aku menciumnya. Aku ingin menciumnya, kucium Suni. Kulumat bibirnya. Dia menerima keagresifanku. Aku mencari kunci apartemenku, lalu aku buka sambil terus berciuman dengan Suni. Lalu kubuka apartemenku dan masuk. Malam ini, iya, malam ini aku disentuh laki-laki. Aku terus menarik Suni hingga sampai di sofa. Aku lalu merebahkan diri di sana. Dia ambruk di atas tubuhku.

"Moon? kamu yakin?" tanyanya.

"Jangan sampai aku berubah pikiran!" jawabku.

Akhirnya ia menciumku lagi, aku bantu dia melepas bajunya. Kini dalam hitungan detik ia sudah tak memakai baju atas. Ohh...tubuhnya sangat atletis. Tampak beberapa bekas luka di dadanya. Tapi walaupun ada bekas luka, justru hal itu membuat ia lebih macho. Dia menciumi leherku dan ohh...tangannya yang kekar itu kini meremas dengan lembut payudara 34c-ku. Aku lalu duduk. Dia membantuku melepaskan resleting gaunku yang ada di punggungku.

Gaunku perlahan-lahan dilepas. Ia sudah menemukan kaitan braku. Dilepasnya juga itu. Kini tubuhku bagian atas sudah terekspos. Ia tak perlu menunggu lama untuk bisa menikmatinya. Aku arahkan dadaku ke mulutnya. Ia menghisap putingku, ohh...geli. Inikah rasanya dihisap oleh lelaki? Aku mendesah, melenguh, kuremas rambut Suni. Dia menikmati payudaraku. Bergantian ia menciumi kiri dan kanan. Dijilatinya puting susuku dengan lembut. Dihisapnya dan diremasnya.

Aku makin bergairah. Vaginaku benar-benar sudah becek. Kubisa rasakan gatal di sana. Suni mengetahui aku menggeliatkan pinggangku. Ia lalu membantuku melepaskan seluruh gaunku yang masih menutupi tubuhku bagian bawah. Ia juga melepaskan celana dalamku sehingga kini dia bisa melihat kemaluanku yang berbulu pendek dan rapi. Aku selalu rajin mencukurnya. Biasanya aku habiskan rambut-rambut itu, kini sedikit tumbuh.

Suni pun melepaskan celananya dan celana dalamnya. Sebuah tongkat kecil mengacung di antara kedua pahanya. Aku memang sering melihat penis laki-laki, entah kenapa melihat penisnya serasa lain. Serasa penis itu ingin aku sayangi. Aku segera bangkit dan menangkap benda berurat yang mengeras itu.

"Ohh...Mooon," katanya.

Aku ciumi kemaluannya. Kepalanya aku jilati. Suni meremas rambutku. Dia kustimulus dengan gerakan erotis lidahku, lalu kumasukkan kepala penisnya ke mulutku. Kuhisap dan kukulum. Suniku...ohh..aku inginkan dirimu. Aku kemudian mengocoknya dengan mulutku. Suni pasti sekarang ini benar-benar tak kuasa menahan diri. Aku ingin memberikan kenikmatan kepadamu. Ayo Suni, ayo! Katakanlah kalau kamu nikmat.

"Ahhh...Moon, nikmat sekali," katanya.

Aku makin bersemangat menggelitiki kepala penisnya yang makin mengeras itu. Suni lalu mendorongku. Aku melepaskan oralnya.

"Kalau kamu lakukan itu terus, aku bisa lemes," kata Suni.

Aku tersenyum. Dia lalu menubrukku lagi. Dia kemudian menciumi perutku. Ohh...tidak, geliiii...Kini dia menciumi selakanganku. Ohh...ia pasti sekarang sudah melihat kemaluanku. Kubisa rasakan hembusan nafasnya yang panas di bibir vaginaku. Dia pun mulai menggelitiki klitorisku dengan lidahnya. AAAAHHHKKK....aku tak pernah diperlakukan seperti ini. Lidahnya menari-nari di bibir vaginaku yang merah. Jangan Suni, jangan...aku tak kuat...jangan lakukan itu.

"Suni...ohhh!" keluhku.

Dia tak peduli. Dia terus mencolok-colok, menghisap seluruh cairan yang keluar dari kemaluanku. Ia menggelitiki bibir vaginaku hingga aku mulai merasa akan ada sesuatu yang meledak di bawah sana. Rasanya menggetarkan seluruh persendianku, pantatku mulai terangkat dengan sendirinya dan Suni makin menggila.

"Aaaahhhhkkkk...Suunnniii!" jeritku.

Gelombang orgasme dahsyat itu pun menyerangku. Tidak..tidak...aku orgasme...baru kali ini aku orgasme sedahsyat ini. Walaupun aku pernah mastrubasi, tapi tidak sedahsyat ini. Aku lelah. Pantatku gemetar. Entah berapa cairan yang keluar di bawah sana. Suni sekarang sudah beranjak menindihku. AKu tahu yang akan ia lakukan.

Ditatapnya wajahku. Aku pasrah. Lakukan Suni, lakukan! Masukkan! Dia tahu aku menginginkannya. Perlahan-lahan dimasukkannya batang itu. Sakiitt...ini pertama kali aku melakukannya. Oowww..aaawww....Daaaan...penuh. Penuh, iya penuh. Kemaluannya masuk semua. Sakit, perih, pedih. Tapi ini tak seberapa daripada aku terkena peluru. Rasa sakit ini berbeda. Rasa sakit yang ingin dinikmati. Makin lama-makin menghilang seiring goyangan pantat Suni.

"Suni...ohh...aku cinta kamu," kataku. Aku bisa mengatakannya? Benarkah? Benarkah ini? AKu bisa mengatakan cinta kepada seseorang.

"Aku juga Moon, aku cinta kamu," katanya.

"Ohhh...aaahh...terus Suni, terus...berikan kenikmatan kepadaku," kataku.

Suni makin bersemangat menggenjotku. Bunyi suara becek terus-menerus terdengar tanpa henti. Ruangan apartemenku semakin panas dengan perbuatan erotis kami. Tanganku terbuka ke atas. Ketiaku dihisap oleh Suni. Ohh...geli tapi nikmat. Aku terus menerus digenjotnya. Makin lama makin kencang. Penisnya mengeras, mengobok-obok memekku. Aku rasakan sebentar lagi aku sepertinya keluar juga.

"Sunii....aku ...aku...aku keluar...aku keluar!" kataku.

"Aku juga Moon, aku juga. Aku cinta kamu," katanya.

Aku pun keluar akhirnya. Pantatku mengejang dan mendorong penisnya makin masuk ke dalam. Dan penisnya yang perkasa itu juga menyemprotkan cairan kentalnya di dalam memekku. Hangat rasanya. Suni memelukku dengan erat. Aku juga memeluknya. Aku mengambil selimut yang ada di dekat sofa lalu kuselimuti kami berdua. Aku mencium Suni sekali lagi.

"Terima kasih Moon," katanya.

Aku menggeleng, "Aku yang harusnya berterima kasih. Aku sadar sekarang, aku mencintaimu Suni."

Aku peluk Suni erat. Hingga kemudian aku terlelap. Entah kenapa rasanya aku seperti dipeluk oleh ayahku. Mungkin kerinduanku kepada ayahku yang telah meninggal membuatku nyaman bersama Suni. Aku membutuhkan sesosok lelaki yang memang memperhatikanku.
 
kenapa Lucifer bisa mengetahui mereka padahal tak ada kamera pengintai? next chapter yah. ;)
 
Iyalah, ini aja cerita masa lalunya sampe 5 Chapter. :D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd