Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sinta, Kakak Iparku

Mbahghepenk

Semprot Kecil
Daftar
4 Jan 2020
Post
74
Like diterima
1.179
Lokasi
Tambun
Bimabet
Wassap semproters. Kali ini Mbah datang membawa hasil karya sendiri. So tanpa panjang lebar, silahkan menikmati.

***​
“KAPAN datang Sin?” tanya Romlas pada Sinta, kakak iparnya, usai membereskan barang bawaannya di kamar atas lalu kembali ke ruang keluarga untuk bergabung bersamanya dan Ratni, sang istri, serta anak-anak.

Setelah dua bulan berada di pulau seberang demi mengawal proyek kantor, Romlas akhirnya bisa kembali ke rumahnya petang itu. Tanpa diduga rupanya ada tamu istimewa yang berkunjung.

Diingat-ingat lagi, nyaris dua tahun berlalu terakhir dia bertemu Sinta dan suami serta anaknya saat dia sekeluarga pulang kampung ke Kota Bandung.

“Dua hari lalu,” jawab Sinta.

“Ada angin apa nih tiba-tiba datang? Koq sendirian?” tanya Romlas lagi.

“Disuruh ikut seminar seminggu. Suamiku nggak bisa ninggalin kerjaan, anak mo ujian. Jadi yah aku sendirian aja,” beber ibu satu anak yang bekerja sebagai PNS itu menjelaskan.

Sisa sore itu pun Romlas habiskan dengan mengobrol dan bercanda bersama kakak ipar dan istrinya, menemani dua anaknya yang asik menonton. Selama itulah mata Romlas sesekali memandangi Sinta yang duduk di samping istrinya.

Paras Sinta dan Ratni sangat mirip. Jika saja tak mengenal keduanya, orang lain tentu akan mengira keduanya saudara kembar, apalagi saat keduanya duduk berdampingan seperti ini.

Nyaris tak ada yang berubah pada diri Sinta meski telah berusia 37 tahun, terpaut 2 tahun di atas Ratni dan setahun dibawah Romlas.

Berkerudung simpel dipadukan dengan kaus lengan panjang yang melekat ketat di tubuhnya serta legging yang sama ketatnya, Sinta masih terlihat cantik dan seksi layaknya wanita usia 25 tahun, tak tampak seperti seorang ibu satu anak.

Romlas akui, tubuh Ratni cenderung kendur dan perutnya tampak lebih berlemak, berbeda dengan fisik Sinta yang masih terlihat kencang dengan sepasang payudara montok yang memang berukuran lebih besar dari istrinya itu.

Ngomong-ngomong. Nanti teteh tidur di mana nih?” tanya Ratni sedikit mengejutkan Romlas, sang suami, yang asik menjelalati Sinta.

Betul juga, batin Romlas.

Sebenarnya rumah itu memiliki tiga kamar tidur, satu untuk dia dan istri dan dua untuk tiap anak-anaknya. Hanya saja karena si bontot belum berani tidur sendiri maka sekarang dia berbagi kamar dengan kakaknya.

Sayangnya, meski kamar tersedia tempat tidur namun notabenenya kamar itu kini difungsikan sebagai gudang sehingga penuh barang. Tak tega rasanya membiarkan kakak iparnya tidur di kamar yang tak nyaman itu.

“Gampang. Biar Sinta tidur sama kamu aja kaya kemarin-kemarin. Aku nanti bisa pake kamar dede,” jawab Romlas memutuskan.

Awalnya Sinta menolak keras usul Romlas, namun karena adik dan iparnya memaksa dengan berat hati akhirnya dia pun menerima.

Lelah oleh perjalanan pulang, Romlas langsung terlelap tanpa memperdulikan kondisi kamar yang berantakan dan sumpek. Setidaknya kasur tempatnya berbaring terasa nyaman, pikirnya sembari berencana akan membereskan kamar itu nanti, dan pagi pun menjelang.

Usai mengantar kedua anaknya sekolah serta kakak iparnya ke tempat seminar, Romlas pun segera melakukan rencananya untuk membereskan kamar.

Sudah menjadi kebijakan di kantor tempat Romlas bekerja untuk memberikan hari libur selama dua hari bagi karyawan mereka yang baru melakukan perjalanan dinas. Karena itu dia akan memanfaatkan hari itu untuk berbenah.

“Lumayan lah,” ujar Romlas pada Ratni yang seharian membantunya, menyusul anak-anak mereka yang bergabung sepulang sekolah.

“Ayah sih. Bolak-balik ngomong mo beresin nggak jalan-jalan. Kalo teteh nggak nongol belum tentu nih kamar beres,” sindir Ratni menggoda suaminya yang direspon Romlas dengan tertawa.

Seusai makan malam, Romlas kembali bersikeras agar Sinta tetap tidur bersama Ratni dengan alasan kamar itu belum terlalu rapi dan menyarankan agar iparnya itu baru bisa pindah kamar malam berikutnya. Sekali lagi Sinta pun terpaksa mengalah dengan desakan Romlas dan Ratni.

Huft. Romlas menarik nafas panjang, sedikit menyesal karena mengalah pada Sinta untuk tidur di kamar itu.

Sudah dua bulan lamanya dia tak menyalurkan kebutuhan biologis. Romlas memang tak seperti rekan sekantornya, yang biasa bebas menyalurkan hasrat seksual mereka pada wanita-wanita malam, saat jauh dari istri mereka. Lagipula, beban pekerjaan yang menyita pikirannya mampu mengalihkan keinginan itu.

Kemarin pun dia masih bisa menahannya karena rasa lelah dan pagi sampai siang hari menyibukan diri dengan membereskan kamar. Tapi malam ini, hasrat seksualnya tak lagi terbendung.

Romlas menyerah. Sejam lebih dia berusaha melampiaskan diri dengan bermansturbasi namun gagal. Hingga tangannya terasa pegal, dia tak juga mampu mencapai orgasme, bahkan meski dia melakukannya sembari menonton bokep.

Akhirnya pria itu pun nekat, bangkit dari ranjang lalu keluar kamar menuju kamar dimana Ratni sedang Sinta dengan satu niat, malam ini dia harus bisa menuntaskan birahinya.

Romlas beruntung, kedua wanita kakak beradik itu tak mengunci pintu yang kemudian pelan-pelan dia buka pelan-pelan agar tak menimbulkan suara lalu masuk ke dalam dengan mengendap-endap.

Sesaat Romlas bergeming, menyesuaikan mata dalam kamar yang gelap. Tak lama, samar-samar dia melihat sosok istri dan kakak iparnya yang tampak terlelap dengan nafas teratur.

Romlas ragu, sedikit bingung menebak mana di antara dua wanita itu yang merupakan istrinya. Akhirnya dia bergeser ke sisi ranjang sebelah kiri, ke samping wanita yang tampak berbaring terlentang mengenakan kimono tidur satin berwarna softpink, mengenalinya sebagai hadiah ultah pernikahan beberapa bulan lalu.

Hanya terikat pita di dada, bagian depan kimono Ratni nyaris tak tertutup membuat belahan payudara, perut, hingga bagian paha mulusnya terlihat jelas serta memamerkan kemaluannya yang ditutup sebuah g-string mini.

Romlas tersenyum memandangi sang istri. Dia memang telah beberapa kali melihat Ratni mengenakan kimono itu, namun malam itu istrinya tampak berbeda, kedua payudaranya lebih montok membusung, dan perut lebih rata. Dia berpikir nafsunya lah yang membuat istrinya terlihat berbeda.

“Nda... Bunda...” bisik Romlas berusaha membangunkan Ratni dalam keadaan berlutut di lantai.

Beberapa kali Romlas berbisik, sayang Ratni tak juga terbangun. Memang Ratni termasuk wanita yang sulit dibangunkan jika sudah terlelap. Dia tak berani untuk lebih mengeraskan suara karena khawatir Sinta ikut terbangun.

Dia sadar, akan lebih leluasa jika dia mengajak Ratni pindah kamar, namun membayangkan menyetubuhi istrinya di sebelah Sinta justru semakin membuatnya bernafsu.

Dengan pemikiran seperti itu, Romlas pun menelanjangi dirinya sendiri lalu naik ke atas ranjang dan berbaring miring menghadap Ratni, kali ini berusaha agar dia tak terbangun.

Romlas meraih tangan kiri Ratni lalu menggenggamkan di kontolnya yang mengacung keras, kemudian tangan kanan pria itu menarik ikatan kimono di dada terlepas, dan menggeser bagian depan kimono hingga dada sampai paha Ratni terpapar untuk dia nikmati.

Segera Romlas menjulurkan tangan kirinya untuk meraih bulatan payudara Ratni, menyentuh lingkaran di sekeliling puting, lalu menggerakkan telunjuknya melingkari puting dengan lembut.

Tak lama dia mulai meraba payudara itu dengan sangat lembut dari yang satu berpindah ke payudara yang lain. Ratni masih tak bergerak dalam tidurnya walau terlihat nafasnya menjadi lebih cepat.

Tangan Romlas terus bergerak, turun ke bawah menyusuri perut Ratni hingga ke arah kemaluan, dan menyentuh lalu membelai belahan memeknya dari luar g-string dengan perlahan. Bersamaan lidah Romlas pun mulai menggelitik ujung puting Ratni, menyusul kemudian kuluman lembutnya pada payudara sang istri.

Romlas terus merangsang Ratni, yang mulai mengeluarkan desahan pelan dan sedikit tersentak saat pria itu menggeser g-string ke samping, lalu menyentuh langsung klitoris sang istri dengan ujung telunjuknya.

Terkejut, Romlas refleks menarik tangannya dan bergeming, lalu mengangkat sedikit tubuh bagian atasnya untuk menatap wajah Ratni, dan tersenyum geli menyadari Ratni tak juga terjaga.

Tangan kiri Romlas kembali beraksi, membuka belahan memek Ratni dengan telunjuk dan jari manisnya, disusul jari tengahnya yang mulai menyusup pelan ke dalam liang vagina Ratni.

“Hheeemmhh... hhhh…” Ratni kian mendesah dan bergelinjang oleh rangsangan itu. Kelopak matanya bergetar lalu pelan-pelan membuka, rupanya dia mulai terjaga.

“Eh!! Kamu?! Ngapa… hemph…”
Kata-kata Ratni yang terkejut menyadari kehadiran Romlas di sebelahnya terhenti oleh pria itu, yang menarik tangan kiri dari kemaluannya, untuk membekapnya.

“Sshhh... Jangan berisik nda... nanti Sinta bangun... maaf ya Ayah nggak tahan... udah dua bulan nih...” bisik Romlas menenangkan.

Ratni mengangkat tubuhnya sedikit dengan tangan Romlas masih membekap mulutnya, membelalak menyadari kondisi sang suami yang sudah telanjang bulat dan kontol mengacung keras. Terkejut menyadari kondisinya yang tak berbeda jauh.

Ratni lalu melirik ke samping, melihat sosok wanita berdaster yang terlelap dengan posisi miring menghadap mereka.

“Ta... tapi Rom... aku…” bisik Ratni saat Romlas melepas bekapannya.

Namun untuk kedua kali Ratni tak dapat melanjutkan kalimatnya karena pria itu langsung memagut bibirnya dan mendesaknya kembali berbaring dengan menindih separuh tubuhnya.

Ratni berusaha melepas pagutan Romlas dengan menggelengkan kepala namun tak berhasil karena sang suami kemudian menyusupkan tangan kanan di kepala dan menahannya. Namun Ratni berusaha bertahan dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

“Aaahhh… heemmmpphhh…”

Pertahanan Ratni gagal. Tak kalah cerdik, Romlas kembali mengulurkan tangan pada kemaluannya dan langsung menyolokan jari pada liang vaginanya, membuatnya membuka mulut untuk mendesah. Saat itulah dengan cepat Romlas menyusupkan lidahnya dalam mulut Ratni.

Kini setelah lidahnya berhasil menyusup dalam rongga mulut Ratni, pagutan Romlas pun semakin liar, bersamaan dengan kocokan jarinya pada vagina wanita itu yang membuat pinggul dan pantat Ratni bergelinjang dan berputar merasakan nikmat.

Awalnya Ratni masih berusaha menolak, namun seiring rangsangan pada kemaluannya yang kian nikmat Ratni pun kino mulai berusaha mengimbangi pagutan Romlas.

“Fuahhh…” Ratni menghembuskan nafas kuat-kuat ketika akhirnya Romlas melepas pagutannya.

“Roomm... udaah Rom... aaahhh…aku nggak tahan... haahhh…” erangnya berbisik sembari menatap Romlas sayu.

Meski begitu, Ratni tak sediki pun berusaha melepaskan diri. Tangan kirinya yang masih menggenggam kontol pria itu tanpa sadar bergerak meremas dan memijit dengan lembut. Segera Romlas membalas dengan semakin mempercepat gerakan tangannya.

“Ahhh... hahhh... hahhh... sshhhh…uuhhh… Roommm… aku mau keluaarrr... hheegghhh...”

Sesaat Ratni memperingatkan, tubuhnya tiba-tiba mengejang lalu menyentak-nyantak liar. Matanya membelalak, mulutnya membuka lebar tanpa suara yang keluar, hanya megap-megap seakan kehabisan udara saat orgasme melandanya dengan dahsyat. Disaat yang sama cairan cinta Ratni dengan terpancar hebat laksana sedang kencing.

‘Luar biasa,’ benak Romlas berujar. Ini lah kali pertama dia membuat Ratni mengalami squirt. Ada rasa bangga dalam hatinya karena telah mampu memberikan kebikmatan luar biasa pada sang istri.

‘Sekatang giliranku,’ putus Romlas dalam hati. Segera dia bangkit lalu bergerak perlahan memposisikan diri di antara paha Ratni yang sebelumnya dia kangkangkan lebar-lebar, dengan kaki menyiku dan lutut menghadap atas. Tangannya kemudian menggenggam batang kontolnya sendiri kemudian mulai mengarahkannya ke belahan memek sang istri.

Slepptt..

Kepala kontol Romlas menyeruak masuk dengan mudah karena kondisi kemaluan Ratni yang telah sangat basah dan licin. Tak ada reaksi dari sang istri yang masih memejamkan mata dengan nafas terengah-engah, maka dia pun kian mendorong masuk hingga sekitar seperempat batang kemaluannya kini melesak dalam vagina Ratni.

“Rooomm... kamu ngapain... Tu-tunggu... cabut Rom... aku... aku... aaakkhhhh…”

Kata-kata panik Ratni yang berusaha memberitahu sesuatu untuk kesekian kalinya terhenti. Romlas dengan dengan keras menyantakkan pinggul hingga batang kontolnya kini melesak penuh disambut dinding-dinding vagina Ratni yang berkedut cepat.

Romlas tak membuang waktu, pinggul dan pantatnya segera bergerak cepat, menarik lalu menghentak melesakkan. Kemudian tubuhnya menindih Ratni yang tengah mengerang, masih berusaha mengatakan sesuatu.

“Roommm... cabut Roomm... jangaaaannn… hahh… hahh... hahh... a-akuu Sinta... bukan Ratni... uuuhhh…” bisiknya di telinga Romlas sembari berusaha mendorong tubuh pria itu.

Terkejut dengan kata-kata wanita itu, yang ternyata Sinta sang kakak ipar, Romlas pun mengangkat tubuhnya, lalu menatap wajah yang membalas tatapannya sayu, berusaha mencari tanda-tanda jika wanita, yang vaginanya masih mencengkeram kontolnya itu, hanya bercanda. Namun tak ada ekspresi becanda di sana.

Romlas menoleh ke wanita yang berbaring di samping mereka lalu kembali menatap wajah wanita di bawahnya dengan panik.

Oh my God, ternyata benar Sinta. Dia kini mengenali wajahnya yang memang lebih lonjong dan tak se-chubby Ratni, istrinya.

Beberapa waktu Romlas bergeming dengan kedua tangannya bertumpu di sisi Sinta, yang tengah berusaha mendorongnya dan bergeser ke atas melepaskan kontolnya, bingung apa yang harus dilakukannya. Tak lama senyum nakal tersungging di bibirnya dan Romlas kembali bergerak mengocok vagina Dinta dengan kontolnya, lalu kembali menindih kakak iparnya itu.

“Aahhhh… Lho Rom?! Koq nggak dicabut?! hahhh…” tanya Sinta berbisik berusaha memberontak.

“Tanggung Sin... udah masuk... aku nggak tahan... maafin aku...” bisik Romlas di telinga Sinta.

“Ta-tapi kali nanti Ratni bangun gimana?” tanya Sinta khawatir.

Romlas tak memberi jawaban. Pinggulnya malah menghentak semakin cepat disusul bibirnya yang kembali memagut bibir Sinta. Di luar dugaan sang kakak ipar justru menyambutnya, segera saja lidah keduanya saling berkejaran, dan mulut saling menghisap.

“Uugghhh... Siinnn... aku mo keluar…” bisik Romlas mengingatkan Sinta yang tak lagi memintanya mencabut batang kontolnya, bahkan kini memeluk punggungnya erat, sedang pinggul dan pantatnya bergerak erotis mengikuti irama kocokan kontolnya.

“Iya Rom... keluarin aja… aku juga mo sampe lagi…” jawab Sinta.

Mendengar bisikan itu, Romlas pun kian bersemangat memacu, tak peduli jika suara selangkangannya yang beradu dengan Sinta dapat membangunkan Ratni.

“Aaakkhhhh… aku keluar Rom... uuahhhh...” erang Sinta lalu menggigit bibirnya menahan jeritan yang mungkin keluar saat orgasme kembali melandanya untuk kedua kalinya.

Namun Romlas terus memacu batang kontolnya tanpa ampun, berusaha mencapai orgasmenya sendiri yang kian mendesak keluar hingga akhirnya… croot... croot... croott!!

“Uuuggghh… aku juga keluar Sin... haahhhh…”

Untuk beberapa saat, keduanya tak bergerak sembari saling memagut bibir, menuntaskan orgasme mereka yang tiba hampir bersamaan.

Beberapa saat kemudian Romlas pun melepas pagutannya lalu mengangkat tubuhnya yang menindih Sinta dan menatap sang kakak ipar dengan senyum puas di wajah. Ragu, Sinta pun membalas senyuman Romlas dan mengerang kecil merasakan gesekan kontol yang mulai melemas saat pria itu mencabutnya.

“Makasih ya Sin,” bisik Romlas usai meliril sejenak pada istrinya yang masih pulas menghadap mereka.

Tanpa menunggu jawaban, Romlas
kemudian turun dari ranjang meraih pakaiannya di lantai lalu mengelap cairan cinta keduanya yang mengalir keluar dari liang vagina Sinta dengan celana dalamnya.

Usai itu, sedikit tergesa-gesa Romlas mengenakan pakaiannya kembali lalu membungkuk untuk kembali memagut bibir Sinta sejenak sebelum akhirnya mengendap-endap keluar kamar.

***Bersambung***
“KAMU jahat,” sembur Sinta pelan pada Romlas yang tengah mengemudi di sebelahnya setelah sekian lama keduanya saling diam.

“Iya maaf. Aku kan nggak sengaja. Abisnya kalian mirip sih. Lagian kamu pake kimono Ratni, jadi aku ngirain kamu dia,” jawab Romlas berusaha memberi alasan.

Pagi harinya, kedua ipar itu mau tak mau kembali bertatap muka, salah tingkah berusaha bersikap seakan-akan semalam mereka tak melakukan persetubuhan terlarang, di sebelah Ratni. Meski demikian, Sinta tak mampu menutupi rasa malu yang membuat wajahnya merona saat Romlas tersenyum nakal padanya. Hanya bisa menunduk dalam diam saat bersama-sama mereka sarapan di ruang makan.

Usai sarapan, Romlas yang memang telah siap berangkat kerja bersikeras mengantar Sinta ke seminar. Meski berusaha menolak keras namun akhirnya dia pun menerima tawaran itu hingga kini keduanya tengah melaju di dalam mobil.

Kan aku udah ngasih tau. Kamu bukannya berenti malah lanjut aja,” ujar Sinta lagi sembari cemberut dan menatap Romlas dengan melotot.

Romlas tertawa, tangan kirinya yang bebas meraih jemari Sinta dalam genggaman lalu meremasnya lembut tanpa sang kakak ipar berusaha melepaskan diri.

Abis tanggung. kontolku udah masuk memek kamu. Skalian aja. Lagian kamu juga suka kan?” goda Romlas, dibalas Sinta dengan mencubit punggung tangan pria itu, yang masih menggenggamnya, menggunakan tangan kiri. Romlas mengaduh namun kembali tertawa.

Sisa perjalanan itu, Romlas dan Sinta kembali terdiam. Namun kali ini dalam suasana nyaman sembari saling meremas jemari masing-masing. Beruntung mobil yang Romlas kemudikan tipe matic sehingga dia tak perlu melepaskan genggamannya pada Sinta.

Tak sampai satu jam, Romlas akhirnya melepaskan genggamannya pada Sinta dan menepikan mobilnya ke tepi jalan kecil, di belakang Pemkot Bekasi untuk menurunkan wanita itu.

Tanpa diduga Romlas meraih kepala wanita itu yang berbalutkan jilbab dan menariknya mendekat lalu memberinya pagutan mesra. Gelagapan Sinta akhirnya membalas pagutan itu sebelum akhirnya mendorong Romlas menjauh, buru-buru turun dengan wajah merona malu dan mereka pun berpisah.

Sepanjang hari itu, Sinta tak dapat fokus pada materi seminar yang diikutinya. Pikirannya terus kembali pada bayangan persetubuhannya dengan sang adik ipar yang notabene memang setahun lebih tua dibandingkan dirinya.

Meski malu dia mengakui, dia memang menikmati persetubuhan itu. Bahkan kini seakan dia masih merasakan bagaimana batang kontol Romlas memenuhi relung vaginanya yang kini membuatnya gelisah merindukan keperkasaan pria itu.

Tapi itu tak boleh, Romlas adalah suami adiknya. Yang terjadi semalas hanyaah sebuah kecelakaan tak terelakkan. Tak mungkin Santi tega mengkhianati adiknya untuk kedua kalinya, namun rasa rindu pada Romlas begitu kuat menyiksanya.

Menjelang sore Sinta pun pulang ke rumah Romlas-Ratni, sedikit khawatir untuk kembali berhadapan dengan sang adik ipar. Sempat dia berencana untuk tak lagi menginap disana dan memilih hotel, namun itu pun tak mungkin. Tentu Ratni akan bertanya-tanya dan menimbulkan kecurigaan dalam diri sang adik. Akhirnya dia pun mengurungkan niatnya.

“Setidaknya malam ini aku harus pindah kamar supaya tak terjadi salah orang lagi,” bisik Sinta memutuskan.

Malam itu Sinta tak dapat tidur. Bayang-bayang kontol perkasa Romlas yang mengobok-obok memeknya terus menghantui dan membangkitkan birahinya. Tak tahan akhirnya dia memutuskan keluar dari kamar si bontot yang kini dia tempati untuk mengambil minum.

Sayup-sayup Sinta mendengar suara erangan Ratni saat dia melintas di depab kamar suami istri itu. Awalnya dia berniat tak memperdulikannya, namun erangan yang kini berubah menjadi jeritan kecil itu telah menggelitik nafsunya, dan Sinta pun berhenti untuk menguping.

Sudah pasti Romlas dan Ratni pasti sekarang tengah bergumul. Namun pemikiran itu tak menyingkirkan rasa cemburu yang tiba-tiba muncul membayangkan Romlas sedang menikmati tubuh wanita lain meski itu istri pria itu sendiri sekaligus adik kandungnya.

Lho? Wajar kan, toh mereka suami istri,’ batinnya berusaha menepis perasaannya.

Namun Sinta tak mampu menepis rasa penasaran yang membuatnya semakin mendekati pintu kamar itu. Secara kebetulan, rupanya Romlas dan Ratni ceroboh lupa merapatkan pintu dan menguncinya. Gemetar, Sinta pun mendorong pelan, semakin melebarkan celah pintu itu untuk mengintip.

“Aahhhh…terus Yah..uuhhh kontol Ayah enak banget..terus sayang... sodok memekku yang kenceng... haahhhh...” racau Ratni.

Dari posisinya berdiri mengintip, Sinta dapat melihat kontol keras Romlas yang berkilat licin keluar masuk dalam liang kemaluan Ratni dengan cepat. ‘Seperti inikah pemandangan saat kontol Romlas mengobok-obok memeknya semalam?” tanyanya dalam hati.

Setelah beberapa lama mengintip, ditambah membayangkan jika saat itu dialah yang tengah menikmati kontol Romlas, Sinta yang sejak awal memang merasakan birahi kian bernafsu. Tanpa sadar tangan kanannya telah menyentuh serta mempermainkan putingnya sendiri dari luar daster tipis dan tak mengenakan BH, berusaha memuaskan rasa gatal di ujung putingnya yang justru kian terasa gatal oleh sentuhannya sendiri.

Adegan di kamar telah berganti, Ratni kini membungkuk menghadap pintu dengan pantat dan pinggulnya sedikit terangkat menerima sodokan Romlas dari belakang, posisi doggy. Untungnya kepala Ratni menunduk dan bersandar di ranjang sehingga tak melihat ke arah pintu dimana Sinta masih berdiri mengintip sembari bermansturbasi menyolok-nyolok memeknya dengan jarinya sendiri.

Plak... plak... plak!!

Suara selangkangan Romlas yang beradu dengan pantat Ratni bergema, memberi rasa erotisme dalam pergumulan keduanya. Sinta pun kian belingsatan oleh rangsangannya sendiri, tanpa sadar mulai mengeluarakan desahan pelan.

“Yaahhh... terus Yah… yang cepet sayang... aku mau sampe...” Ratni kembali memohon pada suaminya. Disaat yang sama Sinta berdesis sedikit kencang menyadari orgasmenya sendiri pun akan menjelang.

Ups. Sinta telah melakukan kesalahan. Suara desisannya tertangkap oleh Romlas yang langsung menoleh pada celah pintu, menemukan sosoknya yang berdiri di antara celah sembari tangan kanan meremas payudara sedang tangan kiri mengobel memeknya sendiri.

Pandangan mereka pun bertemu. Romlas tersenyum pada Sinta yang membuatnya merona malu karena dipergoki sang adik ipar tengah mengintip dan bermansturbasi. Panik Sinta merapikan dasternya dan cepat-cepat balik badan kembali ke kamarnya sendiri.

“Hahhh... hahh... hahhh...” terengah-engah, Sinta kini duduk di tepi ranjangnya, merasa malu akan kejadian itu. Masih sangat terasa degub jantungnya oleh kaget dan birahi.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Sinta memutuskan kembali berbaring dan mencoba untuk tidur. Biarlah bagaimana besok saja dia akan menghadapi Romlas yang sudah pasti akan menggodanya.

Kleck... kriettt...

Hampir seperempat jam berselang. Sinta baru saja akan terlelap dalam posisi berbaring miring menghadap dinding saat dia mendengar suara pintu kamarnya berderit membuka yang membuat matanya seketika membuka.

Oh my God. Mungkinkah Romlas menyusulnya?’ tanya Sinta dalam hati.

Sinta panik. Jika benar itu Romlas, dia dapat menduga apa niatnya. Bukan munafik, dia pun masih merasakan nafsunya belum mereda dan dia juga menginginkan Romlas. Tapi tak mungkin. Jika persetubuhannya kembali terjadi, itu artinya mereka benar-benar mengkhianati Ratni.

Mungkin jika dia pura-pura tertidur Romlas akan pergi, pikirnya kemudian memejamkan mata rapat-rapat.

Ranjang bergerak, Sinta yakin kini Romlas telah duduk di tepi pembaringan single size itu. Jantungnya semakin berdebar kencang ditambah kemaluannya yang berdenyut pelan. Nyaris saja tubuhnya tersentak saat ujung jemari pria itu membelai lengannya yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Sinta menahan nafas.

Harusnya dia tau Romlas tak akan berhenti meski dia tertidur, bukankan itu yang terjadi malam sebelumnya. Semakin panik, Sinta hanya bisa pasrah menunggu apa yang akan dilakukan adik iparnya itu.

Sinta menahan nafas. Rupanya Romlas tak menyia-nyiakan waktu. Daster terusan yang dia kenakan memang tak berlengan, hanya ditahan oleh pita yang terikat di masing-masing pundak, yang kini sisi kanannya ditarik terlepas oleh pria itu, disusul tangannya yang perlahan menarik bagian dada kanan daster ke bawah hingga payudaranya yang tak berBH kini terpampang dengan puting yang telah mengeras.

Awalnya Sinta mengira Romlas akan langsung merangsang payudara dan puting kanannya namun ternyata tidak. Sang adik ipar kini menyasarkan targetnya pada rok daster yang memang sedikit mini, hanya sekitar 2-3 cm dari selangkangannya jika dia berdiri. Dengan posisinya yang tidur miring tentu bagian belakangnya tertarik hingga sebagian pantatnya yang terbuka karena dia hanya mengenakan g-string terlihat jelas.

“Hhhhh...” tanpa sadar Sinta menarik nafas lalu menahannya mengetahui Romlas tentu dapat mendengarnya.

Sinta menunggu. Romlas kini pelan-pelan menarik rok dasternya hingga ke pinggang, disusul tangannya yang mulai meraba pinggung hingga pantatnya lalu menyusuri belahan pantatnya. Rasa geli dan nikmat seketika menyerangnya yang membuat wanita itu bergelinjang pelan.

“Aa-aahhh…” keluh Sinta lalu berbalik badan terlentang. Sengaja mengejutkan, berharap Romlas akan menyudahi kenakalannya dan keluar kamar. Kembali Sinta salah taktik. Posisinya sekarang justru semakin merangsang suami adiknya itu.

Sekarang kedua payudara Sinta telah terpampang. Romlas dengan cepat berhasil melepas ikatan pundak kiri dan menarik seluruh bagian dadanya hingga perut. Tak lama bagian bawah rok dasternya menyusul ditarik ke atas pinggang.

Begitu gesit tiap aksi Romlas yang dengan lembut bergerak menarik g-stringnya dan meloloskannya dari kaki, yang anehnya Sinta bantu dengan mengangkat pantatnya sedikit meski masih pura-pura tertidur.

Romlas telah naik ke atas ranjang, menarik tangan kanannya dan menyentuhkannya ke batang kontolnya yang keras. Sinta masih bisa merasakan sisa cairan percintaan Romlas-Ratni di telapak tangannya.

“Hheemmmhhh… hahhh...” keluh Sinta karena Sang adik ipar segera menyerang payudaranya, memberi kuluman lembut dengan mulutnya sedang lidah pria itu menggelitik puting kecilnya.

Disaat yang sama, tangan kanan pria itu menyusuri belahan kemaluannya yang telah basah lalu menemukan kelentitnya dan menekannya pelan dengan jemarinya dan memutarnya.

Refleks tangan kanan Sinta menggenggam dan meremas lembut batang kontol Romlas, tanpa sadar memberi isyarat bahwa dia hanya berpura-pura tidur, dan membuat rangsangan yang diberikan Romlas kian intens dan nikmat dengan dua jari pria itu kini telah menyusup dalam liang vaginanya.

“Hheeggghhh... heemmmphhh...” erangan Sinta terhenti.

Romlas telah mengalihkan kuluman pada payudaranya menjadi pagutan tiba-tiba di bibir dan mulutnya.

Berakhir sudah kepura-puraan Sinta. Sesaat bibir Romlas menyentuhnya, dia segera menyambut dengan perlawanan yang imbang. Desah nafas dan erangan mereka saling menerpa wajah. Sinta pun bergelinjang erotis menikmati jemari Romlas yang mengobok-oboknya.

“Fuuaahhh!! Udah Roommm... kita nggak boleh melakukan ini lagi… uuaaahhh… gi-gimana kalau Ratni banguunn... hegghhh...” dengan suara tercekat Sinta mengiba. Meski begitu, tak sedikit pun dia berusaha melepaskan diri dari Romlas. Bahkan tangannya mulai bergerak mengelus lembut batang kontol sang adik ipar .

“Aku nggak peduli... aku mau kamu... aku tau kamu juga menginginkan aku,” jawab Romlas dengan bisikan lalu kembali memagut bibir Sinta.

“Heemmmpphh... huaahhh... tu-tunggu... ka-kamu bukannya udah dipuasin Ratni?” tanya Sinta ketus setelah berhasil melepas pagutan Romlas.

“Belum. Aku berhenti abis Ratni keluar,” jelas Romlas. “Aku pengen ngeluarin di memek kamu.”

“Ja-jadi aku cuma pelampiasan terakhir? Haahhh…” tanya Sinta lagi lalu mendesah.

“Mungkin. Yang jelas aku lebih menginginkan kamu dibanding Ratni. Kaya kamu sekarang menginginkan aku dibanding suami kamu.”

Argumen yang tak terbantahkan. Sinta pun tau itu. Tak peduli entah sekedar pelampiasan nafsu atau dia telah jatuh cinta pada suami adiknya, malam itu dia ingin dipuaskan Romlas. Namun Sinta tak akan mengatakan itu. Cukuplah kini dia melingkarkan tangan kirinya di leher Romlas lalu menarik pria itu agar menindihnya dan memberi pagutan liar untuk sang adik ipar sebagai jawaban.

Malam itu persetubuhan mereka berlangsung liar dan erotis. Berkali-kali Romlas berhasil membuat Sinta orgasme dalam berbagai posisi sebelum akhirnya pria itu menyemprotkan spermanya dalam vagina Sinta dalam posisi menindihnya dan perselingkuhan mereka pun berakhir saat Romlas keluar dari kamar yang dia tempati, meninggalkan rasa puas yang terbawa ke alam mimpi.

Usai itu, tiap malam Romlas kembali mengunjungi kamarnya dan persetubuhan terlarang keduanya terus berlanjut hingga akhirnya seminar yang Sinta ikuti berakhir dan dia terpaksa kembali ke Bandung.

***Tamat***
[\spoiler]
 
Terakhir diubah:
Wassap semproters. Kali ini Mbah datang membawa hasil karya sendiri. So tanpa panjang lebar, silahkan menikmati.

***​
“KAPAN datang Sin?” tanya Romlas pada Sinta, kakak iparnya, usai membereskan barang bawaannya di kamar atas lalu kembali ke ruang keluarga untuk bergabung bersamanya dan Ratni, sang istri, serta anak-anak.

Setelah dua bulan berada di pulau seberang demi mengawal proyek kantor, Romlas akhirnya bisa kembali ke rumahnya petang itu. Tanpa diduga rupanya ada tamu istimewa yang berkunjung.

Diingat-ingat lagi, nyaris dua tahun berlalu terakhir dia bertemu Sinta dan suami serta anaknya saat dia sekeluarga pulang kampung ke Kota Bandung.

“Dua hari lalu,” jawab Sinta.

“Ada angin apa nih tiba-tiba datang? Koq sendirian?” tanya Romlas lagi.

“Disuruh ikut seminar seminggu. Suamiku nggak bisa ninggalin kerjaan, anak mo ujian. Jadi yah aku sendirian aja,” beber ibu satu anak yang bekerja sebagai PNS itu menjelaskan.

Sisa sore itu pun Romlas habiskan dengan mengobrol dan bercanda bersama kakak ipar dan istrinya, menemani dua anaknya yang asik menonton. Selama itulah mata Romlas sesekali memandangi Sinta yang duduk di samping istrinya.

Paras Sinta dan Ratni sangat mirip. Jika saja tak mengenal keduanya, orang lain tentu akan mengira keduanya saudara kembar, apalagi saat keduanya duduk berdampingan seperti ini.

Nyaris tak ada yang berubah pada diri Sinta meski telah berusia 37 tahun, terpaut 2 tahun di atas Ratni dan setahun dibawah Romlas.

Berkerudung simpel dipadukan dengan kaus lengan panjang yang melekat ketat di tubuhnya serta legging yang sama ketatnya, Sinta masih terlihat cantik dan seksi layaknya wanita usia 25 tahun, tak tampak seperti seorang ibu satu anak.

Romlas akui, tubuh Ratni cenderung kendur dan perutnya tampak lebih berlemak, berbeda dengan fisik Sinta yang masih terlihat kencang dengan sepasang payudara montok yang memang berukuran lebih besar dari istrinya itu.

Ngomong-ngomong. Nanti teteh tidur di mana nih?” tanya Ratni sedikit mengejutkan Romlas, sang suami, yang asik menjelalati Sinta.

Betul juga, batin Romlas.

Sebenarnya rumah itu memiliki tiga kamar tidur, satu untuk dia dan istri dan dua untuk tiap anak-anaknya. Hanya saja karena si bontot belum berani tidur sendiri maka sekarang dia berbagi kamar dengan kakaknya.

Sayangnya, meski kamar tersedia tempat tidur namun notabenenya kamar itu kini difungsikan sebagai gudang sehingga penuh barang. Tak tega rasanya membiarkan kakak iparnya tidur di kamar yang tak nyaman itu.

“Gampang. Biar Sinta tidur sama kamu aja kaya kemarin-kemarin. Aku nanti bisa pake kamar dede,” jawab Romlas memutuskan.

Awalnya Sinta menolak keras usul Romlas, namun karena adik dan iparnya memaksa dengan berat hati akhirnya dia pun menerima.

Lelah oleh perjalanan pulang, Romlas langsung terlelap tanpa memperdulikan kondisi kamar yang berantakan dan sumpek. Setidaknya kasur tempatnya berbaring terasa nyaman, pikirnya sembari berencana akan membereskan kamar itu nanti, dan pagi pun menjelang.

Usai mengantar kedua anaknya sekolah serta kakak iparnya ke tempat seminar, Romlas pun segera melakukan rencananya untuk membereskan kamar.

Sudah menjadi kebijakan di kantor tempat Romlas bekerja untuk memberikan hari libur selama dua hari bagi karyawan mereka yang baru melakukan perjalanan dinas. Karena itu dia akan memanfaatkan hari itu untuk berbenah.

“Lumayan lah,” ujar Romlas pada Ratni yang seharian membantunya, menyusul anak-anak mereka yang bergabung sepulang sekolah.

“Ayah sih. Bolak-balik ngomong mo beresin nggak jalan-jalan. Kalo teteh nggak nongol belum tentu nih kamar beres,” sindir Ratni menggoda suaminya yang direspon Romlas dengan tertawa.

Seusai makan malam, Romlas kembali bersikeras agar Sinta tetap tidur bersama Ratni dengan alasan kamar itu belum terlalu rapi dan menyarankan agar iparnya itu baru bisa pindah kamar malam berikutnya. Sekali lagi Sinta pun terpaksa mengalah dengan desakan Romlas dan Ratni.

Huft. Romlas menarik nafas panjang, sedikit menyesal karena mengalah pada Sinta untuk tidur di kamar itu.

Sudah dua bulan lamanya dia tak menyalurkan kebutuhan biologis. Romlas memang tak seperti rekan sekantornya, yang biasa bebas menyalurkan hasrat seksual mereka pada wanita-wanita malam, saat jauh dari istri mereka. Lagipula, beban pekerjaan yang menyita pikirannya mampu mengalihkan keinginan itu.

Kemarin pun dia masih bisa menahannya karena rasa lelah dan pagi sampai siang hari menyibukan diri dengan membereskan kamar. Tapi malam ini, hasrat seksualnya tak lagi terbendung.

Romlas menyerah. Sejam lebih dia berusaha melampiaskan diri dengan bermansturbasi namun gagal. Hingga tangannya terasa pegal, dia tak juga mampu mencapai orgasme, bahkan meski dia melakukannya sembari menonton bokep.

Akhirnya pria itu pun nekat, bangkit dari ranjang lalu keluar kamar menuju kamar dimana Ratni sedang Sinta dengan satu niat, malam ini dia harus bisa menuntaskan birahinya.

Romlas beruntung, kedua wanita kakak beradik itu tak mengunci pintu yang kemudian pelan-pelan dia buka pelan-pelan agar tak menimbulkan suara lalu masuk ke dalam dengan mengendap-endap.

Sesaat Romlas bergeming, menyesuaikan mata dalam kamar yang gelap. Tak lama, samar-samar dia melihat sosok istri dan kakak iparnya yang tampak terlelap dengan nafas teratur.

Romlas ragu, sedikit bingung menebak mana di antara dua wanita itu yang merupakan istrinya. Akhirnya dia bergeser ke sisi ranjang sebelah kiri, ke samping wanita yang tampak berbaring terlentang mengenakan kimono tidur satin berwarna softpink, mengenalinya sebagai hadiah ultah pernikahan beberapa bulan lalu.

Hanya terikat pita di dada, bagian depan kimono Ratni nyaris tak tertutup membuat belahan payudara, perut, hingga bagian paha mulusnya terlihat jelas serta memamerkan kemaluannya yang ditutup sebuah g-string mini.

Romlas tersenyum memandangi sang istri. Dia memang telah beberapa kali melihat Ratni mengenakan kimono itu, namun malam itu istrinya tampak berbeda, kedua payudaranya lebih montok membusung, dan perut lebih rata. Dia berpikir nafsunya lah yang membuat istrinya terlihat berbeda.

“Nda... Bunda...” bisik Romlas berusaha membangunkan Ratni dalam keadaan berlutut di lantai.

Beberapa kali Romlas berbisik, sayang Ratni tak juga terbangun. Memang Ratni termasuk wanita yang sulit dibangunkan jika sudah terlelap. Dia tak berani untuk lebih mengeraskan suara karena khawatir Sinta ikut terbangun.

Dia sadar, akan lebih leluasa jika dia mengajak Ratni pindah kamar, namun membayangkan menyetubuhi istrinya di sebelah Sinta justru semakin membuatnya bernafsu.

Dengan pemikiran seperti itu, Romlas pun menelanjangi dirinya sendiri lalu naik ke atas ranjang dan berbaring miring menghadap Ratni, kali ini berusaha agar dia tak terbangun.

Romlas meraih tangan kiri Ratni lalu menggenggamkan di kontolnya yang mengacung keras, kemudian tangan kanan pria itu menarik ikatan kimono di dada terlepas, dan menggeser bagian depan kimono hingga dada sampai paha Ratni terpapar untuk dia nikmati.

Segera Romlas menjulurkan tangan kirinya untuk meraih bulatan payudara Ratni, menyentuh lingkaran di sekeliling puting, lalu menggerakkan telunjuknya melingkari puting dengan lembut.

Tak lama dia mulai meraba payudara itu dengan sangat lembut dari yang satu berpindah ke payudara yang lain. Ratni masih tak bergerak dalam tidurnya walau terlihat nafasnya menjadi lebih cepat.

Tangan Romlas terus bergerak, turun ke bawah menyusuri perut Ratni hingga ke arah kemaluan, dan menyentuh lalu membelai belahan memeknya dari luar g-string dengan perlahan. Bersamaan lidah Romlas pun mulai menggelitik ujung puting Ratni, menyusul kemudian kuluman lembutnya pada payudara sang istri.

Romlas terus merangsang Ratni, yang mulai mengeluarkan desahan pelan dan sedikit tersentak saat pria itu menggeser g-string ke samping, lalu menyentuh langsung klitoris sang istri dengan ujung telunjuknya.

Terkejut, Romlas refleks menarik tangannya dan bergeming, lalu mengangkat sedikit tubuh bagian atasnya untuk menatap wajah Ratni, dan tersenyum geli menyadari Ratni tak juga terjaga.

Tangan kiri Romlas kembali beraksi, membuka belahan memek Ratni dengan telunjuk dan jari manisnya, disusul jari tengahnya yang mulai menyusup pelan ke dalam liang vagina Ratni.

“Hheeemmhh... hhhh…” Ratni kian mendesah dan bergelinjang oleh rangsangan itu. Kelopak matanya bergetar lalu pelan-pelan membuka, rupanya dia mulai terjaga.

“Eh!! Kamu?! Ngapa… hemph…”
Kata-kata Ratni yang terkejut menyadari kehadiran Romlas di sebelahnya terhenti oleh pria itu, yang menarik tangan kiri dari kemaluannya, untuk membekapnya.

“Sshhh... Jangan berisik nda... nanti Sinta bangun... maaf ya Ayah nggak tahan... udah dua bulan nih...” bisik Romlas menenangkan.

Ratni mengangkat tubuhnya sedikit dengan tangan Romlas masih membekap mulutnya, membelalak menyadari kondisi sang suami yang sudah telanjang bulat dan kontol mengacung keras. Terkejut menyadari kondisinya yang tak berbeda jauh.

Ratni lalu melirik ke samping, melihat sosok wanita berdaster yang terlelap dengan posisi miring menghadap mereka.

“Ta... tapi Rom... aku…” bisik Ratni saat Romlas melepas bekapannya.

Namun untuk kedua kali Ratni tak dapat melanjutkan kalimatnya karena pria itu langsung memagut bibirnya dan mendesaknya kembali berbaring dengan menindih separuh tubuhnya.

Ratni berusaha melepas pagutan Romlas dengan menggelengkan kepala namun tak berhasil karena sang suami kemudian menyusupkan tangan kanan di kepala dan menahannya. Namun Ratni berusaha bertahan dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

“Aaahhh… heemmmpphhh…”

Pertahanan Ratni gagal. Tak kalah cerdik, Romlas kembali mengulurkan tangan pada kemaluannya dan langsung menyolokan jari pada liang vaginanya, membuatnya membuka mulut untuk mendesah. Saat itulah dengan cepat Romlas menyusupkan lidahnya dalam mulut Ratni.

Kini setelah lidahnya berhasil menyusup dalam rongga mulut Ratni, pagutan Romlas pun semakin liar, bersamaan dengan kocokan jarinya pada vagina wanita itu yang membuat pinggul dan pantat Ratni bergelinjang dan berputar merasakan nikmat.

Awalnya Ratni masih berusaha menolak, namun seiring rangsangan pada kemaluannya yang kian nikmat Ratni pun kino mulai berusaha mengimbangi pagutan Romlas.

“Fuahhh…” Ratni menghembuskan nafas kuat-kuat ketika akhirnya Romlas melepas pagutannya.

“Roomm... udaah Rom... aaahhh…aku nggak tahan... haahhh…” erangnya berbisik sembari menatap Romlas sayu.

Meski begitu, Ratni tak sediki pun berusaha melepaskan diri. Tangan kirinya yang masih menggenggam kontol pria itu tanpa sadar bergerak meremas dan memijit dengan lembut. Segera Romlas membalas dengan semakin mempercepat gerakan tangannya.

“Ahhh... hahhh... hahhh... sshhhh…uuhhh… Roommm… aku mau keluaarrr... hheegghhh...”

Sesaat Ratni memperingatkan, tubuhnya tiba-tiba mengejang lalu menyentak-nyantak liar. Matanya membelalak, mulutnya membuka lebar tanpa suara yang keluar, hanya megap-megap seakan kehabisan udara saat orgasme melandanya dengan dahsyat. Disaat yang sama cairan cinta Ratni dengan terpancar hebat laksana sedang kencing.

‘Luar biasa,’ benak Romlas berujar. Ini lah kali pertama dia membuat Ratni mengalami squirt. Ada rasa bangga dalam hatinya karena telah mampu memberikan kebikmatan luar biasa pada sang istri.

‘Sekatang giliranku,’ putus Romlas dalam hati. Segera dia bangkit lalu bergerak perlahan memposisikan diri di antara paha Ratni yang sebelumnya dia kangkangkan lebar-lebar, dengan kaki menyiku dan lutut menghadap atas. Tangannya kemudian menggenggam batang kontolnya sendiri kemudian mulai mengarahkannya ke belahan memek sang istri.

Slepptt..

Kepala kontol Romlas menyeruak masuk dengan mudah karena kondisi kemaluan Ratni yang telah sangat basah dan licin. Tak ada reaksi dari sang istri yang masih memejamkan mata dengan nafas terengah-engah, maka dia pun kian mendorong masuk hingga sekitar seperempat batang kemaluannya kini melesak dalam vagina Ratni.

“Rooomm... kamu ngapain... Tu-tunggu... cabut Rom... aku... aku... aaakkhhhh…”

Kata-kata panik Ratni yang berusaha memberitahu sesuatu untuk kesekian kalinya terhenti. Romlas dengan dengan keras menyantakkan pinggul hingga batang kontolnya kini melesak penuh disambut dinding-dinding vagina Ratni yang berkedut cepat.

Romlas tak membuang waktu, pinggul dan pantatnya segera bergerak cepat, menarik lalu menghentak melesakkan. Kemudian tubuhnya menindih Ratni yang tengah mengerang, masih berusaha mengatakan sesuatu.

“Roommm... cabut Roomm... jangaaaannn… hahh… hahh... hahh... a-akuu Sinta... bukan Ratni... uuuhhh…” bisiknya di telinga Romlas sembari berusaha mendorong tubuh pria itu.

Terkejut dengan kata-kata wanita itu, yang ternyata Sinta sang kakak ipar, Romlas pun mengangkat tubuhnya, lalu menatap wajah yang membalas tatapannya sayu, berusaha mencari tanda-tanda jika wanita, yang vaginanya masih mencengkeram kontolnya itu, hanya bercanda. Namun tak ada ekspresi becanda di sana.

Romlas menoleh ke wanita yang berbaring di samping mereka lalu kembali menatap wajah wanita di bawahnya dengan panik.

Oh my God, ternyata benar Sinta. Dia kini mengenali wajahnya yang memang lebih lonjong dan tak se-chubby Ratni, istrinya.

Beberapa waktu Romlas bergeming dengan kedua tangannya bertumpu di sisi Sinta, yang tengah berusaha mendorongnya dan bergeser ke atas melepaskan kontolnya, bingung apa yang harus dilakukannya. Tak lama senyum nakal tersungging di bibirnya dan Romlas kembali bergerak mengocok vagina Dinta dengan kontolnya, lalu kembali menindih kakak iparnya itu.

“Aahhhh… Lho Rom?! Koq nggak dicabut?! hahhh…” tanya Sinta berbisik berusaha memberontak.

“Tanggung Sin... udah masuk... aku nggak tahan... maafin aku...” bisik Romlas di telinga Sinta.

“Ta-tapi kali nanti Ratni bangun gimana?” tanya Sinta khawatir.

Romlas tak memberi jawaban. Pinggulnya malah menghentak semakin cepat disusul bibirnya yang kembali memagut bibir Sinta. Di luar dugaan sang kakak ipar justru menyambutnya, segera saja lidah keduanya saling berkejaran, dan mulut saling menghisap.

“Uugghhh... Siinnn... aku mo keluar…” bisik Romlas mengingatkan Sinta yang tak lagi memintanya mencabut batang kontolnya, bahkan kini memeluk punggungnya erat, sedang pinggul dan pantatnya bergerak erotis mengikuti irama kocokan kontolnya.

“Iya Rom... keluarin aja… aku juga mo sampe lagi…” jawab Sinta.

Mendengar bisikan itu, Romlas pun kian bersemangat memacu, tak peduli jika suara selangkangannya yang beradu dengan Sinta dapat membangunkan Ratni.

“Aaakkhhhh… aku keluar Rom... uuahhhh...” erang Sinta lalu menggigit bibirnya menahan jeritan yang mungkin keluar saat orgasme kembali melandanya untuk kedua kalinya.

Namun Romlas terus memacu batang kontolnya tanpa ampun, berusaha mencapai orgasmenya sendiri yang kian mendesak keluar hingga akhirnya… croot... croot... croott!!

“Uuuggghh… aku juga keluar Sin... haahhhh…”

Untuk beberapa saat, keduanya tak bergerak sembari saling memagut bibir, menuntaskan orgasme mereka yang tiba hampir bersamaan.

Beberapa saat kemudian Romlas pun melepas pagutannya lalu mengangkat tubuhnya yang menindih Sinta dan menatap sang kakak ipar dengan senyum puas di wajah. Ragu, Sinta pun membalas senyuman Romlas dan mengerang kecil merasakan gesekan kontol yang mulai melemas saat pria itu mencabutnya.

“Makasih ya Sin,” bisik Romlas usai meliril sejenak pada istrinya yang masih pulas menghadap mereka.

Tanpa menunggu jawaban, Romlas
kemudian turun dari ranjang meraih pakaiannya di lantai lalu mengelap cairan cinta keduanya yang mengalir keluar dari liang vagina Sinta dengan celana dalamnya.

Usai itu, sedikit tergesa-gesa Romlas mengenakan pakaiannya kembali lalu membungkuk untuk kembali memagut bibir Sinta sejenak sebelum akhirnya mengendap-endap keluar kamar.

***Bersambung***
“KAMU jahat,” sembur Sinta pelan pada Romlas yang tengah mengemudi di sebelahnya setelah sekian lama keduanya saling diam.

“Iya maaf. Aku kan nggak sengaja. Abisnya kalian mirip sih. Lagian kamu pake kimono Ratni, jadi aku ngirain kamu dia,” jawab Romlas berusaha memberi alasan.

Pagi harinya, kedua ipar itu mau tak mau kembali bertatap muka, salah tingkah berusaha bersikap seakan-akan semalam mereka tak melakukan persetubuhan terlarang, di sebelah Ratni. Meski demikian, Sinta tak mampu menutupi rasa malu yang membuat wajahnya merona saat Romlas tersenyum nakal padanya. Hanya bisa menunduk dalam diam saat bersama-sama mereka sarapan di ruang makan.

Usai sarapan, Romlas yang memang telah siap berangkat kerja bersikeras mengantar Sinta ke seminar. Meski berusaha menolak keras namun akhirnya dia pun menerima tawaran itu hingga kini keduanya tengah melaju di dalam mobil.

Kan aku udah ngasih tau. Kamu bukannya berenti malah lanjut aja,” ujar Sinta lagi sembari cemberut dan menatap Romlas dengan melotot.

Romlas tertawa, tangan kirinya yang bebas meraih jemari Sinta dalam genggaman lalu meremasnya lembut tanpa sang kakak ipar berusaha melepaskan diri.

Abis tanggung. kontolku udah masuk memek kamu. Skalian aja. Lagian kamu juga suka kan?” goda Romlas, dibalas Sinta dengan mencubit punggung tangan pria itu, yang masih menggenggamnya, menggunakan tangan kiri. Romlas mengaduh namun kembali tertawa.

Sisa perjalanan itu, Romlas dan Sinta kembali terdiam. Namun kali ini dalam suasana nyaman sembari saling meremas jemari masing-masing. Beruntung mobil yang Romlas kemudikan tipe matic sehingga dia tak perlu melepaskan genggamannya pada Sinta.

Tak sampai satu jam, Romlas akhirnya melepaskan genggamannya pada Sinta dan menepikan mobilnya ke tepi jalan kecil, di belakang Pemkot Bekasi untuk menurunkan wanita itu.

Tanpa diduga Romlas meraih kepala wanita itu yang berbalutkan jilbab dan menariknya mendekat lalu memberinya pagutan mesra. Gelagapan Sinta akhirnya membalas pagutan itu sebelum akhirnya mendorong Romlas menjauh, buru-buru turun dengan wajah merona malu dan mereka pun berpisah.

Sepanjang hari itu, Sinta tak dapat fokus pada materi seminar yang diikutinya. Pikirannya terus kembali pada bayangan persetubuhannya dengan sang adik ipar yang notabene memang setahun lebih tua dibandingkan dirinya.

Meski malu dia mengakui, dia memang menikmati persetubuhan itu. Bahkan kini seakan dia masih merasakan bagaimana batang kontol Romlas memenuhi relung vaginanya yang kini membuatnya gelisah merindukan keperkasaan pria itu.

Tapi itu tak boleh, Romlas adalah suami adiknya. Yang terjadi semalas hanyaah sebuah kecelakaan tak terelakkan. Tak mungkin Santi tega mengkhianati adiknya untuk kedua kalinya, namun rasa rindu pada Romlas begitu kuat menyiksanya.

Menjelang sore Sinta pun pulang ke rumah Romlas-Ratni, sedikit khawatir untuk kembali berhadapan dengan sang adik ipar. Sempat dia berencana untuk tak lagi menginap disana dan memilih hotel, namun itu pun tak mungkin. Tentu Ratni akan bertanya-tanya dan menimbulkan kecurigaan dalam diri sang adik. Akhirnya dia pun mengurungkan niatnya.

“Setidaknya malam ini aku harus pindah kamar supaya tak terjadi salah orang lagi,” bisik Sinta memutuskan.

Malam itu Sinta tak dapat tidur. Bayang-bayang kontol perkasa Romlas yang mengobok-obok memeknya terus menghantui dan membangkitkan birahinya. Tak tahan akhirnya dia memutuskan keluar dari kamar si bontot yang kini dia tempati untuk mengambil minum.

Sayup-sayup Sinta mendengar suara erangan Ratni saat dia melintas di depab kamar suami istri itu. Awalnya dia berniat tak memperdulikannya, namun erangan yang kini berubah menjadi jeritan kecil itu telah menggelitik nafsunya, dan Sinta pun berhenti untuk menguping.

Sudah pasti Romlas dan Ratni pasti sekarang tengah bergumul. Namun pemikiran itu tak menyingkirkan rasa cemburu yang tiba-tiba muncul membayangkan Romlas sedang menikmati tubuh wanita lain meski itu istri pria itu sendiri sekaligus adik kandungnya.

Lho? Wajar kan, toh mereka suami istri,’ batinnya berusaha menepis perasaannya.

Namun Sinta tak mampu menepis rasa penasaran yang membuatnya semakin mendekati pintu kamar itu. Secara kebetulan, rupanya Romlas dan Ratni ceroboh lupa merapatkan pintu dan menguncinya. Gemetar, Sinta pun mendorong pelan, semakin melebarkan celah pintu itu untuk mengintip.

“Aahhhh…terus Yah..uuhhh kontol Ayah enak banget..terus sayang... sodok memekku yang kenceng... haahhhh...” racau Ratni.

Dari posisinya berdiri mengintip, Sinta dapat melihat kontol keras Romlas yang berkilat licin keluar masuk dalam liang kemaluan Ratni dengan cepat. ‘Seperti inikah pemandangan saat kontol Romlas mengobok-obok memeknya semalam?” tanyanya dalam hati.

Setelah beberapa lama mengintip, ditambah membayangkan jika saat itu dialah yang tengah menikmati kontol Romlas, Sinta yang sejak awal memang merasakan birahi kian bernafsu. Tanpa sadar tangan kanannya telah menyentuh serta mempermainkan putingnya sendiri dari luar daster tipis dan tak mengenakan BH, berusaha memuaskan rasa gatal di ujung putingnya yang justru kian terasa gatal oleh sentuhannya sendiri.

Adegan di kamar telah berganti, Ratni kini membungkuk menghadap pintu dengan pantat dan pinggulnya sedikit terangkat menerima sodokan Romlas dari belakang, posisi doggy. Untungnya kepala Ratni menunduk dan bersandar di ranjang sehingga tak melihat ke arah pintu dimana Sinta masih berdiri mengintip sembari bermansturbasi menyolok-nyolok memeknya dengan jarinya sendiri.

Plak... plak... plak!!

Suara selangkangan Romlas yang beradu dengan pantat Ratni bergema, memberi rasa erotisme dalam pergumulan keduanya. Sinta pun kian belingsatan oleh rangsangannya sendiri, tanpa sadar mulai mengeluarakan desahan pelan.

“Yaahhh... terus Yah… yang cepet sayang... aku mau sampe...” Ratni kembali memohon pada suaminya. Disaat yang sama Sinta berdesis sedikit kencang menyadari orgasmenya sendiri pun akan menjelang.

Ups. Sinta telah melakukan kesalahan. Suara desisannya tertangkap oleh Romlas yang langsung menoleh pada celah pintu, menemukan sosoknya yang berdiri di antara celah sembari tangan kanan meremas payudara sedang tangan kiri mengobel memeknya sendiri.

Pandangan mereka pun bertemu. Romlas tersenyum pada Sinta yang membuatnya merona malu karena dipergoki sang adik ipar tengah mengintip dan bermansturbasi. Panik Sinta merapikan dasternya dan cepat-cepat balik badan kembali ke kamarnya sendiri.

“Hahhh... hahh... hahhh...” terengah-engah, Sinta kini duduk di tepi ranjangnya, merasa malu akan kejadian itu. Masih sangat terasa degub jantungnya oleh kaget dan birahi.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Sinta memutuskan kembali berbaring dan mencoba untuk tidur. Biarlah bagaimana besok saja dia akan menghadapi Romlas yang sudah pasti akan menggodanya.

Kleck... kriettt...

Hampir seperempat jam berselang. Sinta baru saja akan terlelap dalam posisi berbaring miring menghadap dinding saat dia mendengar suara pintu kamarnya berderit membuka yang membuat matanya seketika membuka.

Oh my God. Mungkinkah Romlas menyusulnya?’ tanya Sinta dalam hati.

Sinta panik. Jika benar itu Romlas, dia dapat menduga apa niatnya. Bukan munafik, dia pun masih merasakan nafsunya belum mereda dan dia juga menginginkan Romlas. Tapi tak mungkin. Jika persetubuhannya kembali terjadi, itu artinya mereka benar-benar mengkhianati Ratni.

Mungkin jika dia pura-pura tertidur Romlas akan pergi, pikirnya kemudian memejamkan mata rapat-rapat.

Ranjang bergerak, Sinta yakin kini Romlas telah duduk di tepi pembaringan single size itu. Jantungnya semakin berdebar kencang ditambah kemaluannya yang berdenyut pelan. Nyaris saja tubuhnya tersentak saat ujung jemari pria itu membelai lengannya yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Sinta menahan nafas.

Harusnya dia tau Romlas tak akan berhenti meski dia tertidur, bukankan itu yang terjadi malam sebelumnya. Semakin panik, Sinta hanya bisa pasrah menunggu apa yang akan dilakukan adik iparnya itu.

Sinta menahan nafas. Rupanya Romlas tak menyia-nyiakan waktu. Daster terusan yang dia kenakan memang tak berlengan, hanya ditahan oleh pita yang terikat di masing-masing pundak, yang kini sisi kanannya ditarik terlepas oleh pria itu, disusul tangannya yang perlahan menarik bagian dada kanan daster ke bawah hingga payudaranya yang tak berBH kini terpampang dengan puting yang telah mengeras.

Awalnya Sinta mengira Romlas akan langsung merangsang payudara dan puting kanannya namun ternyata tidak. Sang adik ipar kini menyasarkan targetnya pada rok daster yang memang sedikit mini, hanya sekitar 2-3 cm dari selangkangannya jika dia berdiri. Dengan posisinya yang tidur miring tentu bagian belakangnya tertarik hingga sebagian pantatnya yang terbuka karena dia hanya mengenakan g-string terlihat jelas.

“Hhhhh...” tanpa sadar Sinta menarik nafas lalu menahannya mengetahui Romlas tentu dapat mendengarnya.

Sinta menunggu. Romlas kini pelan-pelan menarik rok dasternya hingga ke pinggang, disusul tangannya yang mulai meraba pinggung hingga pantatnya lalu menyusuri belahan pantatnya. Rasa geli dan nikmat seketika menyerangnya yang membuat wanita itu bergelinjang pelan.

“Aa-aahhh…” keluh Sinta lalu berbalik badan terlentang. Sengaja mengejutkan, berharap Romlas akan menyudahi kenakalannya dan keluar kamar. Kembali Sinta salah taktik. Posisinya sekarang justru semakin merangsang suami adiknya itu.

Sekarang kedua payudara Sinta telah terpampang. Romlas dengan cepat berhasil melepas ikatan pundak kiri dan menarik seluruh bagian dadanya hingga perut. Tak lama bagian bawah rok dasternya menyusul ditarik ke atas pinggang.

Begitu gesit tiap aksi Romlas yang dengan lembut bergerak menarik g-stringnya dan meloloskannya dari kaki, yang anehnya Sinta bantu dengan mengangkat pantatnya sedikit meski masih pura-pura tertidur.

Romlas telah naik ke atas ranjang, menarik tangan kanannya dan menyentuhkannya ke batang kontolnya yang keras. Sinta masih bisa merasakan sisa cairan percintaan Romlas-Ratni di telapak tangannya.

“Hheemmmhhh… hahhh...” keluh Sinta karena Sang adik ipar segera menyerang payudaranya, memberi kuluman lembut dengan mulutnya sedang lidah pria itu menggelitik puting kecilnya.

Disaat yang sama, tangan kanan pria itu menyusuri belahan kemaluannya yang telah basah lalu menemukan kelentitnya dan menekannya pelan dengan jemarinya dan memutarnya.

Refleks tangan kanan Sinta menggenggam dan meremas lembut batang kontol Romlas, tanpa sadar memberi isyarat bahwa dia hanya berpura-pura tidur, dan membuat rangsangan yang diberikan Romlas kian intens dan nikmat dengan dua jari pria itu kini telah menyusup dalam liang vaginanya.

“Hheeggghhh... heemmmphhh...” erangan Sinta terhenti.

Romlas telah mengalihkan kuluman pada payudaranya menjadi pagutan tiba-tiba di bibir dan mulutnya.

Berakhir sudah kepura-puraan Sinta. Sesaat bibir Romlas menyentuhnya, dia segera menyambut dengan perlawanan yang imbang. Desah nafas dan erangan mereka saling menerpa wajah. Sinta pun bergelinjang erotis menikmati jemari Romlas yang mengobok-oboknya.

“Fuuaahhh!! Udah Roommm... kita nggak boleh melakukan ini lagi… uuaaahhh… gi-gimana kalau Ratni banguunn... hegghhh...” dengan suara tercekat Sinta mengiba. Meski begitu, tak sedikit pun dia berusaha melepaskan diri dari Romlas. Bahkan tangannya mulai bergerak mengelus lembut batang kontol sang adik ipar .

“Aku nggak peduli... aku mau kamu... aku tau kamu juga menginginkan aku,” jawab Romlas dengan bisikan lalu kembali memagut bibir Sinta.

“Heemmmpphh... huaahhh... tu-tunggu... ka-kamu bukannya udah dipuasin Ratni?” tanya Sinta ketus setelah berhasil melepas pagutan Romlas.

“Belum. Aku berhenti abis Ratni keluar,” jelas Romlas. “Aku pengen ngeluarin di memek kamu.”

“Ja-jadi aku cuma pelampiasan terakhir? Haahhh…” tanya Sinta lagi lalu mendesah.

“Mungkin. Yang jelas aku lebih menginginkan kamu dibanding Ratni. Kaya kamu sekarang menginginkan aku dibanding suami kamu.”

Argumen yang tak terbantahkan. Sinta pun tau itu. Tak peduli entah sekedar pelampiasan nafsu atau dia telah jatuh cinta pada suami adiknya, malam itu dia ingin dipuaskan Romlas. Namun Sinta tak akan mengatakan itu. Cukuplah kini dia melingkarkan tangan kirinya di leher Romlas lalu menarik pria itu agar menindihnya dan memberi pagutan liar untuk sang adik ipar sebagai jawaban.

Malam itu persetubuhan mereka berlangsung liar dan erotis. Berkali-kali Romlas berhasil membuat Sinta orgasme dalam berbagai posisi sebelum akhirnya pria itu menyemprotkan spermanya dalam vagina Sinta dalam posisi menindihnya dan perselingkuhan mereka pun berakhir saat Romlas keluar dari kamar yang dia tempati, meninggalkan rasa puas yang terbawa ke alam mimpi.

Usai itu, tiap malam Romlas kembali mengunjungi kamarnya dan persetubuhan terlarang keduanya terus berlanjut hingga akhirnya seminar yang Sinta ikuti berakhir dan dia terpaksa kembali ke Bandung.

***Tamat***
[\spoiler]


Lanjutkan hu... Cerita yg top... :tegang::nenen::nenen::coli::coli:
 
k
Wassap semproters. Kali ini Mbah datang membawa hasil karya sendiri. So tanpa panjang lebar, silahkan menikmati.

***​
“KAPAN datang Sin?” tanya Romlas pada Sinta, kakak iparnya, usai membereskan barang bawaannya di kamar atas lalu kembali ke ruang keluarga untuk bergabung bersamanya dan Ratni, sang istri, serta anak-anak.

Setelah dua bulan berada di pulau seberang demi mengawal proyek kantor, Romlas akhirnya bisa kembali ke rumahnya petang itu. Tanpa diduga rupanya ada tamu istimewa yang berkunjung.

Diingat-ingat lagi, nyaris dua tahun berlalu terakhir dia bertemu Sinta dan suami serta anaknya saat dia sekeluarga pulang kampung ke Kota Bandung.

“Dua hari lalu,” jawab Sinta.

“Ada angin apa nih tiba-tiba datang? Koq sendirian?” tanya Romlas lagi.

“Disuruh ikut seminar seminggu. Suamiku nggak bisa ninggalin kerjaan, anak mo ujian. Jadi yah aku sendirian aja,” beber ibu satu anak yang bekerja sebagai PNS itu menjelaskan.

Sisa sore itu pun Romlas habiskan dengan mengobrol dan bercanda bersama kakak ipar dan istrinya, menemani dua anaknya yang asik menonton. Selama itulah mata Romlas sesekali memandangi Sinta yang duduk di samping istrinya.

Paras Sinta dan Ratni sangat mirip. Jika saja tak mengenal keduanya, orang lain tentu akan mengira keduanya saudara kembar, apalagi saat keduanya duduk berdampingan seperti ini.

Nyaris tak ada yang berubah pada diri Sinta meski telah berusia 37 tahun, terpaut 2 tahun di atas Ratni dan setahun dibawah Romlas.

Berkerudung simpel dipadukan dengan kaus lengan panjang yang melekat ketat di tubuhnya serta legging yang sama ketatnya, Sinta masih terlihat cantik dan seksi layaknya wanita usia 25 tahun, tak tampak seperti seorang ibu satu anak.

Romlas akui, tubuh Ratni cenderung kendur dan perutnya tampak lebih berlemak, berbeda dengan fisik Sinta yang masih terlihat kencang dengan sepasang payudara montok yang memang berukuran lebih besar dari istrinya itu.

Ngomong-ngomong. Nanti teteh tidur di mana nih?” tanya Ratni sedikit mengejutkan Romlas, sang suami, yang asik menjelalati Sinta.

Betul juga, batin Romlas.

Sebenarnya rumah itu memiliki tiga kamar tidur, satu untuk dia dan istri dan dua untuk tiap anak-anaknya. Hanya saja karena si bontot belum berani tidur sendiri maka sekarang dia berbagi kamar dengan kakaknya.

Sayangnya, meski kamar tersedia tempat tidur namun notabenenya kamar itu kini difungsikan sebagai gudang sehingga penuh barang. Tak tega rasanya membiarkan kakak iparnya tidur di kamar yang tak nyaman itu.

“Gampang. Biar Sinta tidur sama kamu aja kaya kemarin-kemarin. Aku nanti bisa pake kamar dede,” jawab Romlas memutuskan.

Awalnya Sinta menolak keras usul Romlas, namun karena adik dan iparnya memaksa dengan berat hati akhirnya dia pun menerima.

Lelah oleh perjalanan pulang, Romlas langsung terlelap tanpa memperdulikan kondisi kamar yang berantakan dan sumpek. Setidaknya kasur tempatnya berbaring terasa nyaman, pikirnya sembari berencana akan membereskan kamar itu nanti, dan pagi pun menjelang.

Usai mengantar kedua anaknya sekolah serta kakak iparnya ke tempat seminar, Romlas pun segera melakukan rencananya untuk membereskan kamar.

Sudah menjadi kebijakan di kantor tempat Romlas bekerja untuk memberikan hari libur selama dua hari bagi karyawan mereka yang baru melakukan perjalanan dinas. Karena itu dia akan memanfaatkan hari itu untuk berbenah.

“Lumayan lah,” ujar Romlas pada Ratni yang seharian membantunya, menyusul anak-anak mereka yang bergabung sepulang sekolah.

“Ayah sih. Bolak-balik ngomong mo beresin nggak jalan-jalan. Kalo teteh nggak nongol belum tentu nih kamar beres,” sindir Ratni menggoda suaminya yang direspon Romlas dengan tertawa.

Seusai makan malam, Romlas kembali bersikeras agar Sinta tetap tidur bersama Ratni dengan alasan kamar itu belum terlalu rapi dan menyarankan agar iparnya itu baru bisa pindah kamar malam berikutnya. Sekali lagi Sinta pun terpaksa mengalah dengan desakan Romlas dan Ratni.

Huft. Romlas menarik nafas panjang, sedikit menyesal karena mengalah pada Sinta untuk tidur di kamar itu.

Sudah dua bulan lamanya dia tak menyalurkan kebutuhan biologis. Romlas memang tak seperti rekan sekantornya, yang biasa bebas menyalurkan hasrat seksual mereka pada wanita-wanita malam, saat jauh dari istri mereka. Lagipula, beban pekerjaan yang menyita pikirannya mampu mengalihkan keinginan itu.

Kemarin pun dia masih bisa menahannya karena rasa lelah dan pagi sampai siang hari menyibukan diri dengan membereskan kamar. Tapi malam ini, hasrat seksualnya tak lagi terbendung.

Romlas menyerah. Sejam lebih dia berusaha melampiaskan diri dengan bermansturbasi namun gagal. Hingga tangannya terasa pegal, dia tak juga mampu mencapai orgasme, bahkan meski dia melakukannya sembari menonton bokep.

Akhirnya pria itu pun nekat, bangkit dari ranjang lalu keluar kamar menuju kamar dimana Ratni sedang Sinta dengan satu niat, malam ini dia harus bisa menuntaskan birahinya.

Romlas beruntung, kedua wanita kakak beradik itu tak mengunci pintu yang kemudian pelan-pelan dia buka pelan-pelan agar tak menimbulkan suara lalu masuk ke dalam dengan mengendap-endap.

Sesaat Romlas bergeming, menyesuaikan mata dalam kamar yang gelap. Tak lama, samar-samar dia melihat sosok istri dan kakak iparnya yang tampak terlelap dengan nafas teratur.

Romlas ragu, sedikit bingung menebak mana di antara dua wanita itu yang merupakan istrinya. Akhirnya dia bergeser ke sisi ranjang sebelah kiri, ke samping wanita yang tampak berbaring terlentang mengenakan kimono tidur satin berwarna softpink, mengenalinya sebagai hadiah ultah pernikahan beberapa bulan lalu.

Hanya terikat pita di dada, bagian depan kimono Ratni nyaris tak tertutup membuat belahan payudara, perut, hingga bagian paha mulusnya terlihat jelas serta memamerkan kemaluannya yang ditutup sebuah g-string mini.

Romlas tersenyum memandangi sang istri. Dia memang telah beberapa kali melihat Ratni mengenakan kimono itu, namun malam itu istrinya tampak berbeda, kedua payudaranya lebih montok membusung, dan perut lebih rata. Dia berpikir nafsunya lah yang membuat istrinya terlihat berbeda.

“Nda... Bunda...” bisik Romlas berusaha membangunkan Ratni dalam keadaan berlutut di lantai.

Beberapa kali Romlas berbisik, sayang Ratni tak juga terbangun. Memang Ratni termasuk wanita yang sulit dibangunkan jika sudah terlelap. Dia tak berani untuk lebih mengeraskan suara karena khawatir Sinta ikut terbangun.

Dia sadar, akan lebih leluasa jika dia mengajak Ratni pindah kamar, namun membayangkan menyetubuhi istrinya di sebelah Sinta justru semakin membuatnya bernafsu.

Dengan pemikiran seperti itu, Romlas pun menelanjangi dirinya sendiri lalu naik ke atas ranjang dan berbaring miring menghadap Ratni, kali ini berusaha agar dia tak terbangun.

Romlas meraih tangan kiri Ratni lalu menggenggamkan di kontolnya yang mengacung keras, kemudian tangan kanan pria itu menarik ikatan kimono di dada terlepas, dan menggeser bagian depan kimono hingga dada sampai paha Ratni terpapar untuk dia nikmati.

Segera Romlas menjulurkan tangan kirinya untuk meraih bulatan payudara Ratni, menyentuh lingkaran di sekeliling puting, lalu menggerakkan telunjuknya melingkari puting dengan lembut.

Tak lama dia mulai meraba payudara itu dengan sangat lembut dari yang satu berpindah ke payudara yang lain. Ratni masih tak bergerak dalam tidurnya walau terlihat nafasnya menjadi lebih cepat.

Tangan Romlas terus bergerak, turun ke bawah menyusuri perut Ratni hingga ke arah kemaluan, dan menyentuh lalu membelai belahan memeknya dari luar g-string dengan perlahan. Bersamaan lidah Romlas pun mulai menggelitik ujung puting Ratni, menyusul kemudian kuluman lembutnya pada payudara sang istri.

Romlas terus merangsang Ratni, yang mulai mengeluarkan desahan pelan dan sedikit tersentak saat pria itu menggeser g-string ke samping, lalu menyentuh langsung klitoris sang istri dengan ujung telunjuknya.

Terkejut, Romlas refleks menarik tangannya dan bergeming, lalu mengangkat sedikit tubuh bagian atasnya untuk menatap wajah Ratni, dan tersenyum geli menyadari Ratni tak juga terjaga.

Tangan kiri Romlas kembali beraksi, membuka belahan memek Ratni dengan telunjuk dan jari manisnya, disusul jari tengahnya yang mulai menyusup pelan ke dalam liang vagina Ratni.

“Hheeemmhh... hhhh…” Ratni kian mendesah dan bergelinjang oleh rangsangan itu. Kelopak matanya bergetar lalu pelan-pelan membuka, rupanya dia mulai terjaga.

“Eh!! Kamu?! Ngapa… hemph…”
Kata-kata Ratni yang terkejut menyadari kehadiran Romlas di sebelahnya terhenti oleh pria itu, yang menarik tangan kiri dari kemaluannya, untuk membekapnya.

“Sshhh... Jangan berisik nda... nanti Sinta bangun... maaf ya Ayah nggak tahan... udah dua bulan nih...” bisik Romlas menenangkan.

Ratni mengangkat tubuhnya sedikit dengan tangan Romlas masih membekap mulutnya, membelalak menyadari kondisi sang suami yang sudah telanjang bulat dan kontol mengacung keras. Terkejut menyadari kondisinya yang tak berbeda jauh.

Ratni lalu melirik ke samping, melihat sosok wanita berdaster yang terlelap dengan posisi miring menghadap mereka.

“Ta... tapi Rom... aku…” bisik Ratni saat Romlas melepas bekapannya.

Namun untuk kedua kali Ratni tak dapat melanjutkan kalimatnya karena pria itu langsung memagut bibirnya dan mendesaknya kembali berbaring dengan menindih separuh tubuhnya.

Ratni berusaha melepas pagutan Romlas dengan menggelengkan kepala namun tak berhasil karena sang suami kemudian menyusupkan tangan kanan di kepala dan menahannya. Namun Ratni berusaha bertahan dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

“Aaahhh… heemmmpphhh…”

Pertahanan Ratni gagal. Tak kalah cerdik, Romlas kembali mengulurkan tangan pada kemaluannya dan langsung menyolokan jari pada liang vaginanya, membuatnya membuka mulut untuk mendesah. Saat itulah dengan cepat Romlas menyusupkan lidahnya dalam mulut Ratni.

Kini setelah lidahnya berhasil menyusup dalam rongga mulut Ratni, pagutan Romlas pun semakin liar, bersamaan dengan kocokan jarinya pada vagina wanita itu yang membuat pinggul dan pantat Ratni bergelinjang dan berputar merasakan nikmat.

Awalnya Ratni masih berusaha menolak, namun seiring rangsangan pada kemaluannya yang kian nikmat Ratni pun kino mulai berusaha mengimbangi pagutan Romlas.

“Fuahhh…” Ratni menghembuskan nafas kuat-kuat ketika akhirnya Romlas melepas pagutannya.

“Roomm... udaah Rom... aaahhh…aku nggak tahan... haahhh…” erangnya berbisik sembari menatap Romlas sayu.

Meski begitu, Ratni tak sediki pun berusaha melepaskan diri. Tangan kirinya yang masih menggenggam kontol pria itu tanpa sadar bergerak meremas dan memijit dengan lembut. Segera Romlas membalas dengan semakin mempercepat gerakan tangannya.

“Ahhh... hahhh... hahhh... sshhhh…uuhhh… Roommm… aku mau keluaarrr... hheegghhh...”

Sesaat Ratni memperingatkan, tubuhnya tiba-tiba mengejang lalu menyentak-nyantak liar. Matanya membelalak, mulutnya membuka lebar tanpa suara yang keluar, hanya megap-megap seakan kehabisan udara saat orgasme melandanya dengan dahsyat. Disaat yang sama cairan cinta Ratni dengan terpancar hebat laksana sedang kencing.

‘Luar biasa,’ benak Romlas berujar. Ini lah kali pertama dia membuat Ratni mengalami squirt. Ada rasa bangga dalam hatinya karena telah mampu memberikan kebikmatan luar biasa pada sang istri.

‘Sekatang giliranku,’ putus Romlas dalam hati. Segera dia bangkit lalu bergerak perlahan memposisikan diri di antara paha Ratni yang sebelumnya dia kangkangkan lebar-lebar, dengan kaki menyiku dan lutut menghadap atas. Tangannya kemudian menggenggam batang kontolnya sendiri kemudian mulai mengarahkannya ke belahan memek sang istri.

Slepptt..

Kepala kontol Romlas menyeruak masuk dengan mudah karena kondisi kemaluan Ratni yang telah sangat basah dan licin. Tak ada reaksi dari sang istri yang masih memejamkan mata dengan nafas terengah-engah, maka dia pun kian mendorong masuk hingga sekitar seperempat batang kemaluannya kini melesak dalam vagina Ratni.

“Rooomm... kamu ngapain... Tu-tunggu... cabut Rom... aku... aku... aaakkhhhh…”

Kata-kata panik Ratni yang berusaha memberitahu sesuatu untuk kesekian kalinya terhenti. Romlas dengan dengan keras menyantakkan pinggul hingga batang kontolnya kini melesak penuh disambut dinding-dinding vagina Ratni yang berkedut cepat.

Romlas tak membuang waktu, pinggul dan pantatnya segera bergerak cepat, menarik lalu menghentak melesakkan. Kemudian tubuhnya menindih Ratni yang tengah mengerang, masih berusaha mengatakan sesuatu.

“Roommm... cabut Roomm... jangaaaannn… hahh… hahh... hahh... a-akuu Sinta... bukan Ratni... uuuhhh…” bisiknya di telinga Romlas sembari berusaha mendorong tubuh pria itu.

Terkejut dengan kata-kata wanita itu, yang ternyata Sinta sang kakak ipar, Romlas pun mengangkat tubuhnya, lalu menatap wajah yang membalas tatapannya sayu, berusaha mencari tanda-tanda jika wanita, yang vaginanya masih mencengkeram kontolnya itu, hanya bercanda. Namun tak ada ekspresi becanda di sana.

Romlas menoleh ke wanita yang berbaring di samping mereka lalu kembali menatap wajah wanita di bawahnya dengan panik.

Oh my God, ternyata benar Sinta. Dia kini mengenali wajahnya yang memang lebih lonjong dan tak se-chubby Ratni, istrinya.

Beberapa waktu Romlas bergeming dengan kedua tangannya bertumpu di sisi Sinta, yang tengah berusaha mendorongnya dan bergeser ke atas melepaskan kontolnya, bingung apa yang harus dilakukannya. Tak lama senyum nakal tersungging di bibirnya dan Romlas kembali bergerak mengocok vagina Dinta dengan kontolnya, lalu kembali menindih kakak iparnya itu.

“Aahhhh… Lho Rom?! Koq nggak dicabut?! hahhh…” tanya Sinta berbisik berusaha memberontak.

“Tanggung Sin... udah masuk... aku nggak tahan... maafin aku...” bisik Romlas di telinga Sinta.

“Ta-tapi kali nanti Ratni bangun gimana?” tanya Sinta khawatir.

Romlas tak memberi jawaban. Pinggulnya malah menghentak semakin cepat disusul bibirnya yang kembali memagut bibir Sinta. Di luar dugaan sang kakak ipar justru menyambutnya, segera saja lidah keduanya saling berkejaran, dan mulut saling menghisap.

“Uugghhh... Siinnn... aku mo keluar…” bisik Romlas mengingatkan Sinta yang tak lagi memintanya mencabut batang kontolnya, bahkan kini memeluk punggungnya erat, sedang pinggul dan pantatnya bergerak erotis mengikuti irama kocokan kontolnya.

“Iya Rom... keluarin aja… aku juga mo sampe lagi…” jawab Sinta.

Mendengar bisikan itu, Romlas pun kian bersemangat memacu, tak peduli jika suara selangkangannya yang beradu dengan Sinta dapat membangunkan Ratni.

“Aaakkhhhh… aku keluar Rom... uuahhhh...” erang Sinta lalu menggigit bibirnya menahan jeritan yang mungkin keluar saat orgasme kembali melandanya untuk kedua kalinya.

Namun Romlas terus memacu batang kontolnya tanpa ampun, berusaha mencapai orgasmenya sendiri yang kian mendesak keluar hingga akhirnya… croot... croot... croott!!

“Uuuggghh… aku juga keluar Sin... haahhhh…”

Untuk beberapa saat, keduanya tak bergerak sembari saling memagut bibir, menuntaskan orgasme mereka yang tiba hampir bersamaan.

Beberapa saat kemudian Romlas pun melepas pagutannya lalu mengangkat tubuhnya yang menindih Sinta dan menatap sang kakak ipar dengan senyum puas di wajah. Ragu, Sinta pun membalas senyuman Romlas dan mengerang kecil merasakan gesekan kontol yang mulai melemas saat pria itu mencabutnya.

“Makasih ya Sin,” bisik Romlas usai meliril sejenak pada istrinya yang masih pulas menghadap mereka.

Tanpa menunggu jawaban, Romlas
kemudian turun dari ranjang meraih pakaiannya di lantai lalu mengelap cairan cinta keduanya yang mengalir keluar dari liang vagina Sinta dengan celana dalamnya.

Usai itu, sedikit tergesa-gesa Romlas mengenakan pakaiannya kembali lalu membungkuk untuk kembali memagut bibir Sinta sejenak sebelum akhirnya mengendap-endap keluar kamar.

***Bersambung***
“KAMU jahat,” sembur Sinta pelan pada Romlas yang tengah mengemudi di sebelahnya setelah sekian lama keduanya saling diam.

“Iya maaf. Aku kan nggak sengaja. Abisnya kalian mirip sih. Lagian kamu pake kimono Ratni, jadi aku ngirain kamu dia,” jawab Romlas berusaha memberi alasan.

Pagi harinya, kedua ipar itu mau tak mau kembali bertatap muka, salah tingkah berusaha bersikap seakan-akan semalam mereka tak melakukan persetubuhan terlarang, di sebelah Ratni. Meski demikian, Sinta tak mampu menutupi rasa malu yang membuat wajahnya merona saat Romlas tersenyum nakal padanya. Hanya bisa menunduk dalam diam saat bersama-sama mereka sarapan di ruang makan.

Usai sarapan, Romlas yang memang telah siap berangkat kerja bersikeras mengantar Sinta ke seminar. Meski berusaha menolak keras namun akhirnya dia pun menerima tawaran itu hingga kini keduanya tengah melaju di dalam mobil.

Kan aku udah ngasih tau. Kamu bukannya berenti malah lanjut aja,” ujar Sinta lagi sembari cemberut dan menatap Romlas dengan melotot.

Romlas tertawa, tangan kirinya yang bebas meraih jemari Sinta dalam genggaman lalu meremasnya lembut tanpa sang kakak ipar berusaha melepaskan diri.

Abis tanggung. kontolku udah masuk memek kamu. Skalian aja. Lagian kamu juga suka kan?” goda Romlas, dibalas Sinta dengan mencubit punggung tangan pria itu, yang masih menggenggamnya, menggunakan tangan kiri. Romlas mengaduh namun kembali tertawa.

Sisa perjalanan itu, Romlas dan Sinta kembali terdiam. Namun kali ini dalam suasana nyaman sembari saling meremas jemari masing-masing. Beruntung mobil yang Romlas kemudikan tipe matic sehingga dia tak perlu melepaskan genggamannya pada Sinta.

Tak sampai satu jam, Romlas akhirnya melepaskan genggamannya pada Sinta dan menepikan mobilnya ke tepi jalan kecil, di belakang Pemkot Bekasi untuk menurunkan wanita itu.

Tanpa diduga Romlas meraih kepala wanita itu yang berbalutkan jilbab dan menariknya mendekat lalu memberinya pagutan mesra. Gelagapan Sinta akhirnya membalas pagutan itu sebelum akhirnya mendorong Romlas menjauh, buru-buru turun dengan wajah merona malu dan mereka pun berpisah.

Sepanjang hari itu, Sinta tak dapat fokus pada materi seminar yang diikutinya. Pikirannya terus kembali pada bayangan persetubuhannya dengan sang adik ipar yang notabene memang setahun lebih tua dibandingkan dirinya.

Meski malu dia mengakui, dia memang menikmati persetubuhan itu. Bahkan kini seakan dia masih merasakan bagaimana batang kontol Romlas memenuhi relung vaginanya yang kini membuatnya gelisah merindukan keperkasaan pria itu.

Tapi itu tak boleh, Romlas adalah suami adiknya. Yang terjadi semalas hanyaah sebuah kecelakaan tak terelakkan. Tak mungkin Santi tega mengkhianati adiknya untuk kedua kalinya, namun rasa rindu pada Romlas begitu kuat menyiksanya.

Menjelang sore Sinta pun pulang ke rumah Romlas-Ratni, sedikit khawatir untuk kembali berhadapan dengan sang adik ipar. Sempat dia berencana untuk tak lagi menginap disana dan memilih hotel, namun itu pun tak mungkin. Tentu Ratni akan bertanya-tanya dan menimbulkan kecurigaan dalam diri sang adik. Akhirnya dia pun mengurungkan niatnya.

“Setidaknya malam ini aku harus pindah kamar supaya tak terjadi salah orang lagi,” bisik Sinta memutuskan.

Malam itu Sinta tak dapat tidur. Bayang-bayang kontol perkasa Romlas yang mengobok-obok memeknya terus menghantui dan membangkitkan birahinya. Tak tahan akhirnya dia memutuskan keluar dari kamar si bontot yang kini dia tempati untuk mengambil minum.

Sayup-sayup Sinta mendengar suara erangan Ratni saat dia melintas di depab kamar suami istri itu. Awalnya dia berniat tak memperdulikannya, namun erangan yang kini berubah menjadi jeritan kecil itu telah menggelitik nafsunya, dan Sinta pun berhenti untuk menguping.

Sudah pasti Romlas dan Ratni pasti sekarang tengah bergumul. Namun pemikiran itu tak menyingkirkan rasa cemburu yang tiba-tiba muncul membayangkan Romlas sedang menikmati tubuh wanita lain meski itu istri pria itu sendiri sekaligus adik kandungnya.

Lho? Wajar kan, toh mereka suami istri,’ batinnya berusaha menepis perasaannya.

Namun Sinta tak mampu menepis rasa penasaran yang membuatnya semakin mendekati pintu kamar itu. Secara kebetulan, rupanya Romlas dan Ratni ceroboh lupa merapatkan pintu dan menguncinya. Gemetar, Sinta pun mendorong pelan, semakin melebarkan celah pintu itu untuk mengintip.

“Aahhhh…terus Yah..uuhhh kontol Ayah enak banget..terus sayang... sodok memekku yang kenceng... haahhhh...” racau Ratni.

Dari posisinya berdiri mengintip, Sinta dapat melihat kontol keras Romlas yang berkilat licin keluar masuk dalam liang kemaluan Ratni dengan cepat. ‘Seperti inikah pemandangan saat kontol Romlas mengobok-obok memeknya semalam?” tanyanya dalam hati.

Setelah beberapa lama mengintip, ditambah membayangkan jika saat itu dialah yang tengah menikmati kontol Romlas, Sinta yang sejak awal memang merasakan birahi kian bernafsu. Tanpa sadar tangan kanannya telah menyentuh serta mempermainkan putingnya sendiri dari luar daster tipis dan tak mengenakan BH, berusaha memuaskan rasa gatal di ujung putingnya yang justru kian terasa gatal oleh sentuhannya sendiri.

Adegan di kamar telah berganti, Ratni kini membungkuk menghadap pintu dengan pantat dan pinggulnya sedikit terangkat menerima sodokan Romlas dari belakang, posisi doggy. Untungnya kepala Ratni menunduk dan bersandar di ranjang sehingga tak melihat ke arah pintu dimana Sinta masih berdiri mengintip sembari bermansturbasi menyolok-nyolok memeknya dengan jarinya sendiri.

Plak... plak... plak!!

Suara selangkangan Romlas yang beradu dengan pantat Ratni bergema, memberi rasa erotisme dalam pergumulan keduanya. Sinta pun kian belingsatan oleh rangsangannya sendiri, tanpa sadar mulai mengeluarakan desahan pelan.

“Yaahhh... terus Yah… yang cepet sayang... aku mau sampe...” Ratni kembali memohon pada suaminya. Disaat yang sama Sinta berdesis sedikit kencang menyadari orgasmenya sendiri pun akan menjelang.

Ups. Sinta telah melakukan kesalahan. Suara desisannya tertangkap oleh Romlas yang langsung menoleh pada celah pintu, menemukan sosoknya yang berdiri di antara celah sembari tangan kanan meremas payudara sedang tangan kiri mengobel memeknya sendiri.

Pandangan mereka pun bertemu. Romlas tersenyum pada Sinta yang membuatnya merona malu karena dipergoki sang adik ipar tengah mengintip dan bermansturbasi. Panik Sinta merapikan dasternya dan cepat-cepat balik badan kembali ke kamarnya sendiri.

“Hahhh... hahh... hahhh...” terengah-engah, Sinta kini duduk di tepi ranjangnya, merasa malu akan kejadian itu. Masih sangat terasa degub jantungnya oleh kaget dan birahi.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Sinta memutuskan kembali berbaring dan mencoba untuk tidur. Biarlah bagaimana besok saja dia akan menghadapi Romlas yang sudah pasti akan menggodanya.

Kleck... kriettt...

Hampir seperempat jam berselang. Sinta baru saja akan terlelap dalam posisi berbaring miring menghadap dinding saat dia mendengar suara pintu kamarnya berderit membuka yang membuat matanya seketika membuka.

Oh my God. Mungkinkah Romlas menyusulnya?’ tanya Sinta dalam hati.

Sinta panik. Jika benar itu Romlas, dia dapat menduga apa niatnya. Bukan munafik, dia pun masih merasakan nafsunya belum mereda dan dia juga menginginkan Romlas. Tapi tak mungkin. Jika persetubuhannya kembali terjadi, itu artinya mereka benar-benar mengkhianati Ratni.

Mungkin jika dia pura-pura tertidur Romlas akan pergi, pikirnya kemudian memejamkan mata rapat-rapat.

Ranjang bergerak, Sinta yakin kini Romlas telah duduk di tepi pembaringan single size itu. Jantungnya semakin berdebar kencang ditambah kemaluannya yang berdenyut pelan. Nyaris saja tubuhnya tersentak saat ujung jemari pria itu membelai lengannya yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Sinta menahan nafas.

Harusnya dia tau Romlas tak akan berhenti meski dia tertidur, bukankan itu yang terjadi malam sebelumnya. Semakin panik, Sinta hanya bisa pasrah menunggu apa yang akan dilakukan adik iparnya itu.

Sinta menahan nafas. Rupanya Romlas tak menyia-nyiakan waktu. Daster terusan yang dia kenakan memang tak berlengan, hanya ditahan oleh pita yang terikat di masing-masing pundak, yang kini sisi kanannya ditarik terlepas oleh pria itu, disusul tangannya yang perlahan menarik bagian dada kanan daster ke bawah hingga payudaranya yang tak berBH kini terpampang dengan puting yang telah mengeras.

Awalnya Sinta mengira Romlas akan langsung merangsang payudara dan puting kanannya namun ternyata tidak. Sang adik ipar kini menyasarkan targetnya pada rok daster yang memang sedikit mini, hanya sekitar 2-3 cm dari selangkangannya jika dia berdiri. Dengan posisinya yang tidur miring tentu bagian belakangnya tertarik hingga sebagian pantatnya yang terbuka karena dia hanya mengenakan g-string terlihat jelas.

“Hhhhh...” tanpa sadar Sinta menarik nafas lalu menahannya mengetahui Romlas tentu dapat mendengarnya.

Sinta menunggu. Romlas kini pelan-pelan menarik rok dasternya hingga ke pinggang, disusul tangannya yang mulai meraba pinggung hingga pantatnya lalu menyusuri belahan pantatnya. Rasa geli dan nikmat seketika menyerangnya yang membuat wanita itu bergelinjang pelan.

“Aa-aahhh…” keluh Sinta lalu berbalik badan terlentang. Sengaja mengejutkan, berharap Romlas akan menyudahi kenakalannya dan keluar kamar. Kembali Sinta salah taktik. Posisinya sekarang justru semakin merangsang suami adiknya itu.

Sekarang kedua payudara Sinta telah terpampang. Romlas dengan cepat berhasil melepas ikatan pundak kiri dan menarik seluruh bagian dadanya hingga perut. Tak lama bagian bawah rok dasternya menyusul ditarik ke atas pinggang.

Begitu gesit tiap aksi Romlas yang dengan lembut bergerak menarik g-stringnya dan meloloskannya dari kaki, yang anehnya Sinta bantu dengan mengangkat pantatnya sedikit meski masih pura-pura tertidur.

Romlas telah naik ke atas ranjang, menarik tangan kanannya dan menyentuhkannya ke batang kontolnya yang keras. Sinta masih bisa merasakan sisa cairan percintaan Romlas-Ratni di telapak tangannya.

“Hheemmmhhh… hahhh...” keluh Sinta karena Sang adik ipar segera menyerang payudaranya, memberi kuluman lembut dengan mulutnya sedang lidah pria itu menggelitik puting kecilnya.

Disaat yang sama, tangan kanan pria itu menyusuri belahan kemaluannya yang telah basah lalu menemukan kelentitnya dan menekannya pelan dengan jemarinya dan memutarnya.

Refleks tangan kanan Sinta menggenggam dan meremas lembut batang kontol Romlas, tanpa sadar memberi isyarat bahwa dia hanya berpura-pura tidur, dan membuat rangsangan yang diberikan Romlas kian intens dan nikmat dengan dua jari pria itu kini telah menyusup dalam liang vaginanya.

“Hheeggghhh... heemmmphhh...” erangan Sinta terhenti.

Romlas telah mengalihkan kuluman pada payudaranya menjadi pagutan tiba-tiba di bibir dan mulutnya.

Berakhir sudah kepura-puraan Sinta. Sesaat bibir Romlas menyentuhnya, dia segera menyambut dengan perlawanan yang imbang. Desah nafas dan erangan mereka saling menerpa wajah. Sinta pun bergelinjang erotis menikmati jemari Romlas yang mengobok-oboknya.

“Fuuaahhh!! Udah Roommm... kita nggak boleh melakukan ini lagi… uuaaahhh… gi-gimana kalau Ratni banguunn... hegghhh...” dengan suara tercekat Sinta mengiba. Meski begitu, tak sedikit pun dia berusaha melepaskan diri dari Romlas. Bahkan tangannya mulai bergerak mengelus lembut batang kontol sang adik ipar .

“Aku nggak peduli... aku mau kamu... aku tau kamu juga menginginkan aku,” jawab Romlas dengan bisikan lalu kembali memagut bibir Sinta.

“Heemmmpphh... huaahhh... tu-tunggu... ka-kamu bukannya udah dipuasin Ratni?” tanya Sinta ketus setelah berhasil melepas pagutan Romlas.

“Belum. Aku berhenti abis Ratni keluar,” jelas Romlas. “Aku pengen ngeluarin di memek kamu.”

“Ja-jadi aku cuma pelampiasan terakhir? Haahhh…” tanya Sinta lagi lalu mendesah.

“Mungkin. Yang jelas aku lebih menginginkan kamu dibanding Ratni. Kaya kamu sekarang menginginkan aku dibanding suami kamu.”

Argumen yang tak terbantahkan. Sinta pun tau itu. Tak peduli entah sekedar pelampiasan nafsu atau dia telah jatuh cinta pada suami adiknya, malam itu dia ingin dipuaskan Romlas. Namun Sinta tak akan mengatakan itu. Cukuplah kini dia melingkarkan tangan kirinya di leher Romlas lalu menarik pria itu agar menindihnya dan memberi pagutan liar untuk sang adik ipar sebagai jawaban.

Malam itu persetubuhan mereka berlangsung liar dan erotis. Berkali-kali Romlas berhasil membuat Sinta orgasme dalam berbagai posisi sebelum akhirnya pria itu menyemprotkan spermanya dalam vagina Sinta dalam posisi menindihnya dan perselingkuhan mereka pun berakhir saat Romlas keluar dari kamar yang dia tempati, meninggalkan rasa puas yang terbawa ke alam mimpi.

Usai itu, tiap malam Romlas kembali mengunjungi kamarnya dan persetubuhan terlarang keduanya terus berlanjut hingga akhirnya seminar yang Sinta ikuti berakhir dan dia terpaksa kembali ke Bandung.

***Tamat***
[\spoiler]
keereen banget gkda terusannya batal dah puasa uweh
 
Wassap semproters. Kali ini Mbah datang membawa hasil karya sendiri. So tanpa panjang lebar, silahkan menikmati.

***​
“KAPAN datang Sin?” tanya Romlas pada Sinta, kakak iparnya, usai membereskan barang bawaannya di kamar atas lalu kembali ke ruang keluarga untuk bergabung bersamanya dan Ratni, sang istri, serta anak-anak.

Setelah dua bulan berada di pulau seberang demi mengawal proyek kantor, Romlas akhirnya bisa kembali ke rumahnya petang itu. Tanpa diduga rupanya ada tamu istimewa yang berkunjung.

Diingat-ingat lagi, nyaris dua tahun berlalu terakhir dia bertemu Sinta dan suami serta anaknya saat dia sekeluarga pulang kampung ke Kota Bandung.

“Dua hari lalu,” jawab Sinta.

“Ada angin apa nih tiba-tiba datang? Koq sendirian?” tanya Romlas lagi.

“Disuruh ikut seminar seminggu. Suamiku nggak bisa ninggalin kerjaan, anak mo ujian. Jadi yah aku sendirian aja,” beber ibu satu anak yang bekerja sebagai PNS itu menjelaskan.

Sisa sore itu pun Romlas habiskan dengan mengobrol dan bercanda bersama kakak ipar dan istrinya, menemani dua anaknya yang asik menonton. Selama itulah mata Romlas sesekali memandangi Sinta yang duduk di samping istrinya.

Paras Sinta dan Ratni sangat mirip. Jika saja tak mengenal keduanya, orang lain tentu akan mengira keduanya saudara kembar, apalagi saat keduanya duduk berdampingan seperti ini.

Nyaris tak ada yang berubah pada diri Sinta meski telah berusia 37 tahun, terpaut 2 tahun di atas Ratni dan setahun dibawah Romlas.

Berkerudung simpel dipadukan dengan kaus lengan panjang yang melekat ketat di tubuhnya serta legging yang sama ketatnya, Sinta masih terlihat cantik dan seksi layaknya wanita usia 25 tahun, tak tampak seperti seorang ibu satu anak.

Romlas akui, tubuh Ratni cenderung kendur dan perutnya tampak lebih berlemak, berbeda dengan fisik Sinta yang masih terlihat kencang dengan sepasang payudara montok yang memang berukuran lebih besar dari istrinya itu.

Ngomong-ngomong. Nanti teteh tidur di mana nih?” tanya Ratni sedikit mengejutkan Romlas, sang suami, yang asik menjelalati Sinta.

Betul juga, batin Romlas.

Sebenarnya rumah itu memiliki tiga kamar tidur, satu untuk dia dan istri dan dua untuk tiap anak-anaknya. Hanya saja karena si bontot belum berani tidur sendiri maka sekarang dia berbagi kamar dengan kakaknya.

Sayangnya, meski kamar tersedia tempat tidur namun notabenenya kamar itu kini difungsikan sebagai gudang sehingga penuh barang. Tak tega rasanya membiarkan kakak iparnya tidur di kamar yang tak nyaman itu.

“Gampang. Biar Sinta tidur sama kamu aja kaya kemarin-kemarin. Aku nanti bisa pake kamar dede,” jawab Romlas memutuskan.

Awalnya Sinta menolak keras usul Romlas, namun karena adik dan iparnya memaksa dengan berat hati akhirnya dia pun menerima.

Lelah oleh perjalanan pulang, Romlas langsung terlelap tanpa memperdulikan kondisi kamar yang berantakan dan sumpek. Setidaknya kasur tempatnya berbaring terasa nyaman, pikirnya sembari berencana akan membereskan kamar itu nanti, dan pagi pun menjelang.

Usai mengantar kedua anaknya sekolah serta kakak iparnya ke tempat seminar, Romlas pun segera melakukan rencananya untuk membereskan kamar.

Sudah menjadi kebijakan di kantor tempat Romlas bekerja untuk memberikan hari libur selama dua hari bagi karyawan mereka yang baru melakukan perjalanan dinas. Karena itu dia akan memanfaatkan hari itu untuk berbenah.

“Lumayan lah,” ujar Romlas pada Ratni yang seharian membantunya, menyusul anak-anak mereka yang bergabung sepulang sekolah.

“Ayah sih. Bolak-balik ngomong mo beresin nggak jalan-jalan. Kalo teteh nggak nongol belum tentu nih kamar beres,” sindir Ratni menggoda suaminya yang direspon Romlas dengan tertawa.

Seusai makan malam, Romlas kembali bersikeras agar Sinta tetap tidur bersama Ratni dengan alasan kamar itu belum terlalu rapi dan menyarankan agar iparnya itu baru bisa pindah kamar malam berikutnya. Sekali lagi Sinta pun terpaksa mengalah dengan desakan Romlas dan Ratni.

Huft. Romlas menarik nafas panjang, sedikit menyesal karena mengalah pada Sinta untuk tidur di kamar itu.

Sudah dua bulan lamanya dia tak menyalurkan kebutuhan biologis. Romlas memang tak seperti rekan sekantornya, yang biasa bebas menyalurkan hasrat seksual mereka pada wanita-wanita malam, saat jauh dari istri mereka. Lagipula, beban pekerjaan yang menyita pikirannya mampu mengalihkan keinginan itu.

Kemarin pun dia masih bisa menahannya karena rasa lelah dan pagi sampai siang hari menyibukan diri dengan membereskan kamar. Tapi malam ini, hasrat seksualnya tak lagi terbendung.

Romlas menyerah. Sejam lebih dia berusaha melampiaskan diri dengan bermansturbasi namun gagal. Hingga tangannya terasa pegal, dia tak juga mampu mencapai orgasme, bahkan meski dia melakukannya sembari menonton bokep.

Akhirnya pria itu pun nekat, bangkit dari ranjang lalu keluar kamar menuju kamar dimana Ratni sedang Sinta dengan satu niat, malam ini dia harus bisa menuntaskan birahinya.

Romlas beruntung, kedua wanita kakak beradik itu tak mengunci pintu yang kemudian pelan-pelan dia buka pelan-pelan agar tak menimbulkan suara lalu masuk ke dalam dengan mengendap-endap.

Sesaat Romlas bergeming, menyesuaikan mata dalam kamar yang gelap. Tak lama, samar-samar dia melihat sosok istri dan kakak iparnya yang tampak terlelap dengan nafas teratur.

Romlas ragu, sedikit bingung menebak mana di antara dua wanita itu yang merupakan istrinya. Akhirnya dia bergeser ke sisi ranjang sebelah kiri, ke samping wanita yang tampak berbaring terlentang mengenakan kimono tidur satin berwarna softpink, mengenalinya sebagai hadiah ultah pernikahan beberapa bulan lalu.

Hanya terikat pita di dada, bagian depan kimono Ratni nyaris tak tertutup membuat belahan payudara, perut, hingga bagian paha mulusnya terlihat jelas serta memamerkan kemaluannya yang ditutup sebuah g-string mini.

Romlas tersenyum memandangi sang istri. Dia memang telah beberapa kali melihat Ratni mengenakan kimono itu, namun malam itu istrinya tampak berbeda, kedua payudaranya lebih montok membusung, dan perut lebih rata. Dia berpikir nafsunya lah yang membuat istrinya terlihat berbeda.

“Nda... Bunda...” bisik Romlas berusaha membangunkan Ratni dalam keadaan berlutut di lantai.

Beberapa kali Romlas berbisik, sayang Ratni tak juga terbangun. Memang Ratni termasuk wanita yang sulit dibangunkan jika sudah terlelap. Dia tak berani untuk lebih mengeraskan suara karena khawatir Sinta ikut terbangun.

Dia sadar, akan lebih leluasa jika dia mengajak Ratni pindah kamar, namun membayangkan menyetubuhi istrinya di sebelah Sinta justru semakin membuatnya bernafsu.

Dengan pemikiran seperti itu, Romlas pun menelanjangi dirinya sendiri lalu naik ke atas ranjang dan berbaring miring menghadap Ratni, kali ini berusaha agar dia tak terbangun.

Romlas meraih tangan kiri Ratni lalu menggenggamkan di kontolnya yang mengacung keras, kemudian tangan kanan pria itu menarik ikatan kimono di dada terlepas, dan menggeser bagian depan kimono hingga dada sampai paha Ratni terpapar untuk dia nikmati.

Segera Romlas menjulurkan tangan kirinya untuk meraih bulatan payudara Ratni, menyentuh lingkaran di sekeliling puting, lalu menggerakkan telunjuknya melingkari puting dengan lembut.

Tak lama dia mulai meraba payudara itu dengan sangat lembut dari yang satu berpindah ke payudara yang lain. Ratni masih tak bergerak dalam tidurnya walau terlihat nafasnya menjadi lebih cepat.

Tangan Romlas terus bergerak, turun ke bawah menyusuri perut Ratni hingga ke arah kemaluan, dan menyentuh lalu membelai belahan memeknya dari luar g-string dengan perlahan. Bersamaan lidah Romlas pun mulai menggelitik ujung puting Ratni, menyusul kemudian kuluman lembutnya pada payudara sang istri.

Romlas terus merangsang Ratni, yang mulai mengeluarkan desahan pelan dan sedikit tersentak saat pria itu menggeser g-string ke samping, lalu menyentuh langsung klitoris sang istri dengan ujung telunjuknya.

Terkejut, Romlas refleks menarik tangannya dan bergeming, lalu mengangkat sedikit tubuh bagian atasnya untuk menatap wajah Ratni, dan tersenyum geli menyadari Ratni tak juga terjaga.

Tangan kiri Romlas kembali beraksi, membuka belahan memek Ratni dengan telunjuk dan jari manisnya, disusul jari tengahnya yang mulai menyusup pelan ke dalam liang vagina Ratni.

“Hheeemmhh... hhhh…” Ratni kian mendesah dan bergelinjang oleh rangsangan itu. Kelopak matanya bergetar lalu pelan-pelan membuka, rupanya dia mulai terjaga.

“Eh!! Kamu?! Ngapa… hemph…”
Kata-kata Ratni yang terkejut menyadari kehadiran Romlas di sebelahnya terhenti oleh pria itu, yang menarik tangan kiri dari kemaluannya, untuk membekapnya.

“Sshhh... Jangan berisik nda... nanti Sinta bangun... maaf ya Ayah nggak tahan... udah dua bulan nih...” bisik Romlas menenangkan.

Ratni mengangkat tubuhnya sedikit dengan tangan Romlas masih membekap mulutnya, membelalak menyadari kondisi sang suami yang sudah telanjang bulat dan kontol mengacung keras. Terkejut menyadari kondisinya yang tak berbeda jauh.

Ratni lalu melirik ke samping, melihat sosok wanita berdaster yang terlelap dengan posisi miring menghadap mereka.

“Ta... tapi Rom... aku…” bisik Ratni saat Romlas melepas bekapannya.

Namun untuk kedua kali Ratni tak dapat melanjutkan kalimatnya karena pria itu langsung memagut bibirnya dan mendesaknya kembali berbaring dengan menindih separuh tubuhnya.

Ratni berusaha melepas pagutan Romlas dengan menggelengkan kepala namun tak berhasil karena sang suami kemudian menyusupkan tangan kanan di kepala dan menahannya. Namun Ratni berusaha bertahan dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

“Aaahhh… heemmmpphhh…”

Pertahanan Ratni gagal. Tak kalah cerdik, Romlas kembali mengulurkan tangan pada kemaluannya dan langsung menyolokan jari pada liang vaginanya, membuatnya membuka mulut untuk mendesah. Saat itulah dengan cepat Romlas menyusupkan lidahnya dalam mulut Ratni.

Kini setelah lidahnya berhasil menyusup dalam rongga mulut Ratni, pagutan Romlas pun semakin liar, bersamaan dengan kocokan jarinya pada vagina wanita itu yang membuat pinggul dan pantat Ratni bergelinjang dan berputar merasakan nikmat.

Awalnya Ratni masih berusaha menolak, namun seiring rangsangan pada kemaluannya yang kian nikmat Ratni pun kino mulai berusaha mengimbangi pagutan Romlas.

“Fuahhh…” Ratni menghembuskan nafas kuat-kuat ketika akhirnya Romlas melepas pagutannya.

“Roomm... udaah Rom... aaahhh…aku nggak tahan... haahhh…” erangnya berbisik sembari menatap Romlas sayu.

Meski begitu, Ratni tak sediki pun berusaha melepaskan diri. Tangan kirinya yang masih menggenggam kontol pria itu tanpa sadar bergerak meremas dan memijit dengan lembut. Segera Romlas membalas dengan semakin mempercepat gerakan tangannya.

“Ahhh... hahhh... hahhh... sshhhh…uuhhh… Roommm… aku mau keluaarrr... hheegghhh...”

Sesaat Ratni memperingatkan, tubuhnya tiba-tiba mengejang lalu menyentak-nyantak liar. Matanya membelalak, mulutnya membuka lebar tanpa suara yang keluar, hanya megap-megap seakan kehabisan udara saat orgasme melandanya dengan dahsyat. Disaat yang sama cairan cinta Ratni dengan terpancar hebat laksana sedang kencing.

‘Luar biasa,’ benak Romlas berujar. Ini lah kali pertama dia membuat Ratni mengalami squirt. Ada rasa bangga dalam hatinya karena telah mampu memberikan kebikmatan luar biasa pada sang istri.

‘Sekatang giliranku,’ putus Romlas dalam hati. Segera dia bangkit lalu bergerak perlahan memposisikan diri di antara paha Ratni yang sebelumnya dia kangkangkan lebar-lebar, dengan kaki menyiku dan lutut menghadap atas. Tangannya kemudian menggenggam batang kontolnya sendiri kemudian mulai mengarahkannya ke belahan memek sang istri.

Slepptt..

Kepala kontol Romlas menyeruak masuk dengan mudah karena kondisi kemaluan Ratni yang telah sangat basah dan licin. Tak ada reaksi dari sang istri yang masih memejamkan mata dengan nafas terengah-engah, maka dia pun kian mendorong masuk hingga sekitar seperempat batang kemaluannya kini melesak dalam vagina Ratni.

“Rooomm... kamu ngapain... Tu-tunggu... cabut Rom... aku... aku... aaakkhhhh…”

Kata-kata panik Ratni yang berusaha memberitahu sesuatu untuk kesekian kalinya terhenti. Romlas dengan dengan keras menyantakkan pinggul hingga batang kontolnya kini melesak penuh disambut dinding-dinding vagina Ratni yang berkedut cepat.

Romlas tak membuang waktu, pinggul dan pantatnya segera bergerak cepat, menarik lalu menghentak melesakkan. Kemudian tubuhnya menindih Ratni yang tengah mengerang, masih berusaha mengatakan sesuatu.

“Roommm... cabut Roomm... jangaaaannn… hahh… hahh... hahh... a-akuu Sinta... bukan Ratni... uuuhhh…” bisiknya di telinga Romlas sembari berusaha mendorong tubuh pria itu.

Terkejut dengan kata-kata wanita itu, yang ternyata Sinta sang kakak ipar, Romlas pun mengangkat tubuhnya, lalu menatap wajah yang membalas tatapannya sayu, berusaha mencari tanda-tanda jika wanita, yang vaginanya masih mencengkeram kontolnya itu, hanya bercanda. Namun tak ada ekspresi becanda di sana.

Romlas menoleh ke wanita yang berbaring di samping mereka lalu kembali menatap wajah wanita di bawahnya dengan panik.

Oh my God, ternyata benar Sinta. Dia kini mengenali wajahnya yang memang lebih lonjong dan tak se-chubby Ratni, istrinya.

Beberapa waktu Romlas bergeming dengan kedua tangannya bertumpu di sisi Sinta, yang tengah berusaha mendorongnya dan bergeser ke atas melepaskan kontolnya, bingung apa yang harus dilakukannya. Tak lama senyum nakal tersungging di bibirnya dan Romlas kembali bergerak mengocok vagina Dinta dengan kontolnya, lalu kembali menindih kakak iparnya itu.

“Aahhhh… Lho Rom?! Koq nggak dicabut?! hahhh…” tanya Sinta berbisik berusaha memberontak.

“Tanggung Sin... udah masuk... aku nggak tahan... maafin aku...” bisik Romlas di telinga Sinta.

“Ta-tapi kali nanti Ratni bangun gimana?” tanya Sinta khawatir.

Romlas tak memberi jawaban. Pinggulnya malah menghentak semakin cepat disusul bibirnya yang kembali memagut bibir Sinta. Di luar dugaan sang kakak ipar justru menyambutnya, segera saja lidah keduanya saling berkejaran, dan mulut saling menghisap.

“Uugghhh... Siinnn... aku mo keluar…” bisik Romlas mengingatkan Sinta yang tak lagi memintanya mencabut batang kontolnya, bahkan kini memeluk punggungnya erat, sedang pinggul dan pantatnya bergerak erotis mengikuti irama kocokan kontolnya.

“Iya Rom... keluarin aja… aku juga mo sampe lagi…” jawab Sinta.

Mendengar bisikan itu, Romlas pun kian bersemangat memacu, tak peduli jika suara selangkangannya yang beradu dengan Sinta dapat membangunkan Ratni.

“Aaakkhhhh… aku keluar Rom... uuahhhh...” erang Sinta lalu menggigit bibirnya menahan jeritan yang mungkin keluar saat orgasme kembali melandanya untuk kedua kalinya.

Namun Romlas terus memacu batang kontolnya tanpa ampun, berusaha mencapai orgasmenya sendiri yang kian mendesak keluar hingga akhirnya… croot... croot... croott!!

“Uuuggghh… aku juga keluar Sin... haahhhh…”

Untuk beberapa saat, keduanya tak bergerak sembari saling memagut bibir, menuntaskan orgasme mereka yang tiba hampir bersamaan.

Beberapa saat kemudian Romlas pun melepas pagutannya lalu mengangkat tubuhnya yang menindih Sinta dan menatap sang kakak ipar dengan senyum puas di wajah. Ragu, Sinta pun membalas senyuman Romlas dan mengerang kecil merasakan gesekan kontol yang mulai melemas saat pria itu mencabutnya.

“Makasih ya Sin,” bisik Romlas usai meliril sejenak pada istrinya yang masih pulas menghadap mereka.

Tanpa menunggu jawaban, Romlas
kemudian turun dari ranjang meraih pakaiannya di lantai lalu mengelap cairan cinta keduanya yang mengalir keluar dari liang vagina Sinta dengan celana dalamnya.

Usai itu, sedikit tergesa-gesa Romlas mengenakan pakaiannya kembali lalu membungkuk untuk kembali memagut bibir Sinta sejenak sebelum akhirnya mengendap-endap keluar kamar.

***Bersambung***
“KAMU jahat,” sembur Sinta pelan pada Romlas yang tengah mengemudi di sebelahnya setelah sekian lama keduanya saling diam.

“Iya maaf. Aku kan nggak sengaja. Abisnya kalian mirip sih. Lagian kamu pake kimono Ratni, jadi aku ngirain kamu dia,” jawab Romlas berusaha memberi alasan.

Pagi harinya, kedua ipar itu mau tak mau kembali bertatap muka, salah tingkah berusaha bersikap seakan-akan semalam mereka tak melakukan persetubuhan terlarang, di sebelah Ratni. Meski demikian, Sinta tak mampu menutupi rasa malu yang membuat wajahnya merona saat Romlas tersenyum nakal padanya. Hanya bisa menunduk dalam diam saat bersama-sama mereka sarapan di ruang makan.

Usai sarapan, Romlas yang memang telah siap berangkat kerja bersikeras mengantar Sinta ke seminar. Meski berusaha menolak keras namun akhirnya dia pun menerima tawaran itu hingga kini keduanya tengah melaju di dalam mobil.

Kan aku udah ngasih tau. Kamu bukannya berenti malah lanjut aja,” ujar Sinta lagi sembari cemberut dan menatap Romlas dengan melotot.

Romlas tertawa, tangan kirinya yang bebas meraih jemari Sinta dalam genggaman lalu meremasnya lembut tanpa sang kakak ipar berusaha melepaskan diri.

Abis tanggung. kontolku udah masuk memek kamu. Skalian aja. Lagian kamu juga suka kan?” goda Romlas, dibalas Sinta dengan mencubit punggung tangan pria itu, yang masih menggenggamnya, menggunakan tangan kiri. Romlas mengaduh namun kembali tertawa.

Sisa perjalanan itu, Romlas dan Sinta kembali terdiam. Namun kali ini dalam suasana nyaman sembari saling meremas jemari masing-masing. Beruntung mobil yang Romlas kemudikan tipe matic sehingga dia tak perlu melepaskan genggamannya pada Sinta.

Tak sampai satu jam, Romlas akhirnya melepaskan genggamannya pada Sinta dan menepikan mobilnya ke tepi jalan kecil, di belakang Pemkot Bekasi untuk menurunkan wanita itu.

Tanpa diduga Romlas meraih kepala wanita itu yang berbalutkan jilbab dan menariknya mendekat lalu memberinya pagutan mesra. Gelagapan Sinta akhirnya membalas pagutan itu sebelum akhirnya mendorong Romlas menjauh, buru-buru turun dengan wajah merona malu dan mereka pun berpisah.

Sepanjang hari itu, Sinta tak dapat fokus pada materi seminar yang diikutinya. Pikirannya terus kembali pada bayangan persetubuhannya dengan sang adik ipar yang notabene memang setahun lebih tua dibandingkan dirinya.

Meski malu dia mengakui, dia memang menikmati persetubuhan itu. Bahkan kini seakan dia masih merasakan bagaimana batang kontol Romlas memenuhi relung vaginanya yang kini membuatnya gelisah merindukan keperkasaan pria itu.

Tapi itu tak boleh, Romlas adalah suami adiknya. Yang terjadi semalas hanyaah sebuah kecelakaan tak terelakkan. Tak mungkin Santi tega mengkhianati adiknya untuk kedua kalinya, namun rasa rindu pada Romlas begitu kuat menyiksanya.

Menjelang sore Sinta pun pulang ke rumah Romlas-Ratni, sedikit khawatir untuk kembali berhadapan dengan sang adik ipar. Sempat dia berencana untuk tak lagi menginap disana dan memilih hotel, namun itu pun tak mungkin. Tentu Ratni akan bertanya-tanya dan menimbulkan kecurigaan dalam diri sang adik. Akhirnya dia pun mengurungkan niatnya.

“Setidaknya malam ini aku harus pindah kamar supaya tak terjadi salah orang lagi,” bisik Sinta memutuskan.

Malam itu Sinta tak dapat tidur. Bayang-bayang kontol perkasa Romlas yang mengobok-obok memeknya terus menghantui dan membangkitkan birahinya. Tak tahan akhirnya dia memutuskan keluar dari kamar si bontot yang kini dia tempati untuk mengambil minum.

Sayup-sayup Sinta mendengar suara erangan Ratni saat dia melintas di depab kamar suami istri itu. Awalnya dia berniat tak memperdulikannya, namun erangan yang kini berubah menjadi jeritan kecil itu telah menggelitik nafsunya, dan Sinta pun berhenti untuk menguping.

Sudah pasti Romlas dan Ratni pasti sekarang tengah bergumul. Namun pemikiran itu tak menyingkirkan rasa cemburu yang tiba-tiba muncul membayangkan Romlas sedang menikmati tubuh wanita lain meski itu istri pria itu sendiri sekaligus adik kandungnya.

Lho? Wajar kan, toh mereka suami istri,’ batinnya berusaha menepis perasaannya.

Namun Sinta tak mampu menepis rasa penasaran yang membuatnya semakin mendekati pintu kamar itu. Secara kebetulan, rupanya Romlas dan Ratni ceroboh lupa merapatkan pintu dan menguncinya. Gemetar, Sinta pun mendorong pelan, semakin melebarkan celah pintu itu untuk mengintip.

“Aahhhh…terus Yah..uuhhh kontol Ayah enak banget..terus sayang... sodok memekku yang kenceng... haahhhh...” racau Ratni.

Dari posisinya berdiri mengintip, Sinta dapat melihat kontol keras Romlas yang berkilat licin keluar masuk dalam liang kemaluan Ratni dengan cepat. ‘Seperti inikah pemandangan saat kontol Romlas mengobok-obok memeknya semalam?” tanyanya dalam hati.

Setelah beberapa lama mengintip, ditambah membayangkan jika saat itu dialah yang tengah menikmati kontol Romlas, Sinta yang sejak awal memang merasakan birahi kian bernafsu. Tanpa sadar tangan kanannya telah menyentuh serta mempermainkan putingnya sendiri dari luar daster tipis dan tak mengenakan BH, berusaha memuaskan rasa gatal di ujung putingnya yang justru kian terasa gatal oleh sentuhannya sendiri.

Adegan di kamar telah berganti, Ratni kini membungkuk menghadap pintu dengan pantat dan pinggulnya sedikit terangkat menerima sodokan Romlas dari belakang, posisi doggy. Untungnya kepala Ratni menunduk dan bersandar di ranjang sehingga tak melihat ke arah pintu dimana Sinta masih berdiri mengintip sembari bermansturbasi menyolok-nyolok memeknya dengan jarinya sendiri.

Plak... plak... plak!!

Suara selangkangan Romlas yang beradu dengan pantat Ratni bergema, memberi rasa erotisme dalam pergumulan keduanya. Sinta pun kian belingsatan oleh rangsangannya sendiri, tanpa sadar mulai mengeluarakan desahan pelan.

“Yaahhh... terus Yah… yang cepet sayang... aku mau sampe...” Ratni kembali memohon pada suaminya. Disaat yang sama Sinta berdesis sedikit kencang menyadari orgasmenya sendiri pun akan menjelang.

Ups. Sinta telah melakukan kesalahan. Suara desisannya tertangkap oleh Romlas yang langsung menoleh pada celah pintu, menemukan sosoknya yang berdiri di antara celah sembari tangan kanan meremas payudara sedang tangan kiri mengobel memeknya sendiri.

Pandangan mereka pun bertemu. Romlas tersenyum pada Sinta yang membuatnya merona malu karena dipergoki sang adik ipar tengah mengintip dan bermansturbasi. Panik Sinta merapikan dasternya dan cepat-cepat balik badan kembali ke kamarnya sendiri.

“Hahhh... hahh... hahhh...” terengah-engah, Sinta kini duduk di tepi ranjangnya, merasa malu akan kejadian itu. Masih sangat terasa degub jantungnya oleh kaget dan birahi.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Sinta memutuskan kembali berbaring dan mencoba untuk tidur. Biarlah bagaimana besok saja dia akan menghadapi Romlas yang sudah pasti akan menggodanya.

Kleck... kriettt...

Hampir seperempat jam berselang. Sinta baru saja akan terlelap dalam posisi berbaring miring menghadap dinding saat dia mendengar suara pintu kamarnya berderit membuka yang membuat matanya seketika membuka.

Oh my God. Mungkinkah Romlas menyusulnya?’ tanya Sinta dalam hati.

Sinta panik. Jika benar itu Romlas, dia dapat menduga apa niatnya. Bukan munafik, dia pun masih merasakan nafsunya belum mereda dan dia juga menginginkan Romlas. Tapi tak mungkin. Jika persetubuhannya kembali terjadi, itu artinya mereka benar-benar mengkhianati Ratni.

Mungkin jika dia pura-pura tertidur Romlas akan pergi, pikirnya kemudian memejamkan mata rapat-rapat.

Ranjang bergerak, Sinta yakin kini Romlas telah duduk di tepi pembaringan single size itu. Jantungnya semakin berdebar kencang ditambah kemaluannya yang berdenyut pelan. Nyaris saja tubuhnya tersentak saat ujung jemari pria itu membelai lengannya yang ditumbuhi rambut-rambut halus. Sinta menahan nafas.

Harusnya dia tau Romlas tak akan berhenti meski dia tertidur, bukankan itu yang terjadi malam sebelumnya. Semakin panik, Sinta hanya bisa pasrah menunggu apa yang akan dilakukan adik iparnya itu.

Sinta menahan nafas. Rupanya Romlas tak menyia-nyiakan waktu. Daster terusan yang dia kenakan memang tak berlengan, hanya ditahan oleh pita yang terikat di masing-masing pundak, yang kini sisi kanannya ditarik terlepas oleh pria itu, disusul tangannya yang perlahan menarik bagian dada kanan daster ke bawah hingga payudaranya yang tak berBH kini terpampang dengan puting yang telah mengeras.

Awalnya Sinta mengira Romlas akan langsung merangsang payudara dan puting kanannya namun ternyata tidak. Sang adik ipar kini menyasarkan targetnya pada rok daster yang memang sedikit mini, hanya sekitar 2-3 cm dari selangkangannya jika dia berdiri. Dengan posisinya yang tidur miring tentu bagian belakangnya tertarik hingga sebagian pantatnya yang terbuka karena dia hanya mengenakan g-string terlihat jelas.

“Hhhhh...” tanpa sadar Sinta menarik nafas lalu menahannya mengetahui Romlas tentu dapat mendengarnya.

Sinta menunggu. Romlas kini pelan-pelan menarik rok dasternya hingga ke pinggang, disusul tangannya yang mulai meraba pinggung hingga pantatnya lalu menyusuri belahan pantatnya. Rasa geli dan nikmat seketika menyerangnya yang membuat wanita itu bergelinjang pelan.

“Aa-aahhh…” keluh Sinta lalu berbalik badan terlentang. Sengaja mengejutkan, berharap Romlas akan menyudahi kenakalannya dan keluar kamar. Kembali Sinta salah taktik. Posisinya sekarang justru semakin merangsang suami adiknya itu.

Sekarang kedua payudara Sinta telah terpampang. Romlas dengan cepat berhasil melepas ikatan pundak kiri dan menarik seluruh bagian dadanya hingga perut. Tak lama bagian bawah rok dasternya menyusul ditarik ke atas pinggang.

Begitu gesit tiap aksi Romlas yang dengan lembut bergerak menarik g-stringnya dan meloloskannya dari kaki, yang anehnya Sinta bantu dengan mengangkat pantatnya sedikit meski masih pura-pura tertidur.

Romlas telah naik ke atas ranjang, menarik tangan kanannya dan menyentuhkannya ke batang kontolnya yang keras. Sinta masih bisa merasakan sisa cairan percintaan Romlas-Ratni di telapak tangannya.

“Hheemmmhhh… hahhh...” keluh Sinta karena Sang adik ipar segera menyerang payudaranya, memberi kuluman lembut dengan mulutnya sedang lidah pria itu menggelitik puting kecilnya.

Disaat yang sama, tangan kanan pria itu menyusuri belahan kemaluannya yang telah basah lalu menemukan kelentitnya dan menekannya pelan dengan jemarinya dan memutarnya.

Refleks tangan kanan Sinta menggenggam dan meremas lembut batang kontol Romlas, tanpa sadar memberi isyarat bahwa dia hanya berpura-pura tidur, dan membuat rangsangan yang diberikan Romlas kian intens dan nikmat dengan dua jari pria itu kini telah menyusup dalam liang vaginanya.

“Hheeggghhh... heemmmphhh...” erangan Sinta terhenti.

Romlas telah mengalihkan kuluman pada payudaranya menjadi pagutan tiba-tiba di bibir dan mulutnya.

Berakhir sudah kepura-puraan Sinta. Sesaat bibir Romlas menyentuhnya, dia segera menyambut dengan perlawanan yang imbang. Desah nafas dan erangan mereka saling menerpa wajah. Sinta pun bergelinjang erotis menikmati jemari Romlas yang mengobok-oboknya.

“Fuuaahhh!! Udah Roommm... kita nggak boleh melakukan ini lagi… uuaaahhh… gi-gimana kalau Ratni banguunn... hegghhh...” dengan suara tercekat Sinta mengiba. Meski begitu, tak sedikit pun dia berusaha melepaskan diri dari Romlas. Bahkan tangannya mulai bergerak mengelus lembut batang kontol sang adik ipar .

“Aku nggak peduli... aku mau kamu... aku tau kamu juga menginginkan aku,” jawab Romlas dengan bisikan lalu kembali memagut bibir Sinta.

“Heemmmpphh... huaahhh... tu-tunggu... ka-kamu bukannya udah dipuasin Ratni?” tanya Sinta ketus setelah berhasil melepas pagutan Romlas.

“Belum. Aku berhenti abis Ratni keluar,” jelas Romlas. “Aku pengen ngeluarin di memek kamu.”

“Ja-jadi aku cuma pelampiasan terakhir? Haahhh…” tanya Sinta lagi lalu mendesah.

“Mungkin. Yang jelas aku lebih menginginkan kamu dibanding Ratni. Kaya kamu sekarang menginginkan aku dibanding suami kamu.”

Argumen yang tak terbantahkan. Sinta pun tau itu. Tak peduli entah sekedar pelampiasan nafsu atau dia telah jatuh cinta pada suami adiknya, malam itu dia ingin dipuaskan Romlas. Namun Sinta tak akan mengatakan itu. Cukuplah kini dia melingkarkan tangan kirinya di leher Romlas lalu menarik pria itu agar menindihnya dan memberi pagutan liar untuk sang adik ipar sebagai jawaban.

Malam itu persetubuhan mereka berlangsung liar dan erotis. Berkali-kali Romlas berhasil membuat Sinta orgasme dalam berbagai posisi sebelum akhirnya pria itu menyemprotkan spermanya dalam vagina Sinta dalam posisi menindihnya dan perselingkuhan mereka pun berakhir saat Romlas keluar dari kamar yang dia tempati, meninggalkan rasa puas yang terbawa ke alam mimpi.

Usai itu, tiap malam Romlas kembali mengunjungi kamarnya dan persetubuhan terlarang keduanya terus berlanjut hingga akhirnya seminar yang Sinta ikuti berakhir dan dia terpaksa kembali ke Bandung.

***Tamat***
[\spoiler]
Ceritanya keren...
 
sinta balik ke bandung dgn benih romlas dirahimnya ya mbah.....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd