Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SALAH SASARAN - Ipar-Iparku yang Ahhh... Sudahlah (NO SARA!)

Phat-Phat

Semprot Lover
Daftar
23 Apr 2020
Post
214
Like diterima
14.778
Bimabet
Selingan saja, sambil menunggu Nadia Safira update ya...
Cerita ini, pun telah saya posting di ....... cari tahu sendiri ae. hahay



MER3EAX_t.jpg



INDEX :

CHAPTER 1 - CHAPTER 11 : Scroll Kebawah...
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
 
Terakhir diubah:
CHAPTER 1



Rangkaian acara meeting di Jakarta baru saja selesai, dan selama seminggu itu juga aku merindukan istriku yang telah lama, tak ku senggamai karena adanya larangan tak tertulis yang menyatakan - di larang keras menyetubuhi istri di saat lagi Haid. Haha, aku yakin bagi kalian yang sudah menjadi suami, pasti paham bagaimana rasanya apabila lagi pengen-pengennya, tiba-tiba istri kena palang merah.

Seperti itulah yang ku rasakan 20 hari lamanya.

Jadi hari ini, genap hari ke 21 aku tidak bersenggama dengan istri, tidak memanjakan si otong borokokok ini di liang kewanitaan istri tercintaku.

Tiga hari sebelum keberangkatanku, aku sudah menerima email tiket pulang pergi yang di kirim oleh kantor pusat untukku, di saat itu juga, setiap malamnya aku uring-uringan ingin menuntaskan hasrat seksualku pada Azita istriku. Tapi sekali lagi ia mengatakan, “Ihhh ayah, masih haid ih, masa maksain gituan di saat istri sedang haid.”

“Hadeh bun… kalo gitu pake tangan aja” pintaku penuh permohonan.

“Emoh. Masa hanya ayah doang yang dapat enak, sedangkan bunda gak…. hihiihi, udah ah, di tahan aja dulu”

“Masalahnya, 3 hari lagi ayah harus ke Jakarta…. tuh tiketnya” ku tunjukkan selembar tiket yang juga habis ku print out di kantor sore tadi.

“Trus kenapa?” tanya istriku sambil mengulum mulutnya sendiri.

“Masalahnya, bakal nambah durasi ayah menahan siksaan bertubi-tubi si syahwat sialan ini tau”

“Udah, makanya belajar menahan diri…. hihiihi”

Dan malam itu, akhirnya aku pun meninggalkan istriku dengan kedongkolan yang menyiksa. Bukan hanya malam itu saja, dua malam berikutnya, pun sama. Alhasil, aku pun berangkat ke Jakarta dengan penuh kekentangan, kawan! Haha…

Aku memang agak sedikit heran, tumben-tumbenan istriku durasi haidnya agak lama, tidak seperti biasanya. Kejadian ini memang sih, kerap terjadi setelah ia melahirkan anak pertama kami, setahun yang lalu. Meski memang tidak tiap bulan terjadi, mungkin 2 atau 3 bulan sekali kejadian ini terjadi pada ritunitas haidnya tiap bulan.



Yang sialnya….



Waktu baru hari pertama aku di Jakarta, yang akan mengharuskanku stay selama 8 hari di sini, karena serangkaian meeting dan konsulidasi serta training yang di adakan kantor pusat ini, mengharuskanku menyapu dada di hari pertama yang ku maksud, di saat istriku menelfon.

“Ayah…. hihihi” begitu ujarnya malam itu, saat di hari pertama aku berada di Jakarta dan masih belum melaksanakan meeting, karena aku berangkatnya di hari minggu pagi. Sekalian bisa bertemu dengan teman-teman lain dari area lain.

“Kenapa bun?”

“Bunda udah bersih. Hihihi”

“Ahhh sue” gerutuku karena langsung menyadari kata ‘bersih’ itu, adalah gawang serambinya udah siap di jejalin penisku kembali.

“Sabar ya ayah. Hihihi, mending ayah fokus ama acara di Jakarta aja. Haha”

“Tau ah, gelap!” ujarku.

“Ingat jangan jajan sembarang”

“Hush, ngawur kamu” bantahku pada istriku.







Bercerita tentangku.

Namaku Ardan Widjaya. Telah menikahi istriku yang bernama Azita Saraswati, asal kota parahyangan. Umur pernikahanku pun terhitung masih seumur jagung, baru berjalan 2 tahun lebih, dan telah di karuniai seorang putri cantik yang kami beri nama, Intan Arzita Widjaya. Arzita itu adalah gabungan namaku dan istri - Ardan dan Azita.

Dua tahun lalu, baru berjalan 6 bulan pernikahanku dengan Azita istriku, aku pun di promosikan untuk naik jabatan, dari Sales Supervisor menjadi Sales Manager namun harus rela meninggalkan kota kelahiran istriku, Bandung ke Surabaya.

Aku bukan asli asal parahyangan. Sebetulnya aku aslinya berasal dari Jakarta. Tapi, waktu aku terangkat dari sales menjadi Sales Supervisor, aku malah tidak mendapatkan tempat di wilayah homebaseku, melainkan harus rela di mutasi ke Bandung, dan bekerja di bawah pimpinan Pak Rusli - Sales Managerku di Bandung.

Dan karena Pak Rusli-lah, sedikit banyaknya telah memberiku ilmu yang di milikinya hingga dapat ku buktikan jika di umurku yang hampir menuju ke angka 30, sudah pantas untuk menjadi sepertinya. Terbukti, setelah ku tunjukkan pada manajemen, area yang ku handle - Bandung selatan yang pertumbuhannya sangat signifikan, alhasil perusahaan pun memberiku tantangan baru dengan menjadi Sales Manager.

Waktu aku pindah, istriku belum hamil. Nanti saat kami telah dua bulan di Surabaya, barulah istriku berhasil ku buntingi setelah beberapa bulan kami bekerja keras untuk membuktikan kelelakianku yang sesungguhnya. Kata orang sih, pria jantan itu adalah pria yang berhasil menghamili rahim wanita.

Sekarang aku berusia genap 30 tahun.

Aku bertemu dengan istri tentu saja saat aku bertugas di Bandung. Aku juga bukanlah seorang pria yang baik, meski semua orang di sekelilingku mengenalku sebagai pria yang baik, penyayang serta sering membantu ke siapa saja tanpa melihat status sosial. Tapi setidaknya, setelah Intan putriku lahir, aku pun benar-benar berubah signifikan menjadi seorang ayah yang akan menjadi panutan putriku, serta menjadi kepala rumah tangga yang setia pada keluarga dan benar-benar bertanggung jawab penuh terhadap kebahagiaan keluarga kecilku ini.

Bercerita tentang Azita istriku, dia ku pilih menjadi pendampingku karena bukan hanya karena kecantikannya yang masya Allah, tapi dia memiliki hati yang teramat sangat baik, serta menyayangi keluarga. Tak lupa juga, dia adalah wanita yang sangat alim menurut kaca mataku selama mengenal istriku. Yah! Meski tak ‘sealim’ dua saudari perempuannya.



================================================


CHAPTER 2





Azita istriku adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Kakaknya bernama Nira, sedangkan adiknya - yang kebetulan kembar dengannya bernama Azizah Larasati. Yah! Mereka bertiga adalah perempuan, dan semuanya adalah wanita yang sangat amat cantik, dan soleha. Baca wanita berhijab yang lahir dari keluarga ustad.

Tapi bedanya dengan Zizah adik kembarnya, istriku tak mengenakan khimar alias cadar, sedangkan adiknya mengenakan cadar - setelah ia di nikahi oleh salah satu anak dari sahabat papa mertuaku yang sesama ustad - setahun yang lalu. Aku juga hadir di acara pernikahan mereka, kok.

Azita dan Azizah berumur 27 tahun, sedangkan Asnira Anastasya, umurnya hanya selisih 2 bulan denganku. Aku lebih tua darinya. Nira kakak iparku sendiri sudah menikah 7 tahun yang lalu dengan Bang Anton. Tapi sayang sekali, mereka sampai sekarang belum di karuniai anak, mungkin belum rezkynya kali. Ups! Aku ralat sedikit kalimat yang ku terangkan pada kalian sebelumnya, yang mengatakan ‘jika pria jantan sesungguhnya adalah pria yang bisa menghamili rahim wanita’ - maaf, itu salah kawan. Karena perawakan Bang Anton yang asli Makassar itu, amat sangat jantan. Karena sebagai seorang perwira ABRI, tentulah kejantanannya pun tak perlu di ragukan, bro!

Yap! Nira saat ini ikut bersama suaminya yang di tugaskan di Banjarmasin, Kalimantan sana. Kami juga amat sangat jarang bertemu, kecuali pas lebaran atau pas waktu nikahan adik bungsu mereka, si Azizah.

Dari ketiganya….

Yang tentu saja, mempunyai kecantikan yang berbeda-beda ini, memang selalu dan selalu saling berkomunikasi satu sama lainnya. Yahhh! Kalo Azizah sih, nyaris sama dengan wajah istriku, wong mereka kembaran kok. Real kembar bro, tapi memang sih, kalo di lihat dengan jelas, wajahnya, tentu saja ada perbedaan di antara mereka berdua. Apalagi, setelah istriku melahirkan, bodynya agak lebih bertambah di banding Azizah yang masih belum brojolin anak dari rahimnya - baca : masih belum hamil sama seperti Nira, kakak pertamanya.

Nira sendiri, hmm sebetulnya gak pantas bagiku mengatakan jika ‘bodynya bahenol khas banget dengan wanita dewasa yang berhijab besar’ - ups! Tapi, aku sudah ngucapin ya! Tepok jidat. Haha!

Meski demikian, ketika berada di rumah atau bertemu dengan kami pihak keluarga, ia biasa saja, memakai hijab tapi tidak selebar hijab yang biasa ia kenakan ketika di luar atau bertemu dengan orang lain selain keluarga.

Aku cukup akrab dengan suami-suami mereka, juga.

Ok, kita skip saja detail tentang ipar-iparku ini beserta para suaminya yah. Kan ini gak ada hubungannya dengan mereka. Ini kisahku bersama Azita, istriku. Yang entah, apa yang patut ku ceritakan sebenarnya, tapi sudahlah, namanya juga pengen bercerita apapun itu yang akan terjadi ke depannya. Karena sesungguhnya aku juga tak mengetahui bagaimana kehidupanku setelah hari ini.









Kembali ke masa sekarang……….

“Thanks yah Pak Pardi.” ujarku pada salah satu supervisorku di surabaya ini, karena ku pinta ia menjemputku di Bandara Juanda tadi karena kebetulan dari ke 5 Supervisorku di grup, hanya dia yang posisinya paling terdekat dari bandara tadi.

“Sama-sama Pak Ar.” balasnya.

Setelah itu akhirnya ia pun berpamitan pulang dan mengatakan jika ia tak mampir ke rumah, takut terjebak macet karena ia harus kembali ke kantor Distributor karena masih ada urusan beberapa administrasi di sana.

Aku sendiri karena sudah jam 5 kurang, aku pun memutuskan untuk tidak mampir ke kantor lagi. Hari ini adalah hari senin, jadi aku sepertinya langsung pulang saja dan besok baru kan ku lanjutkan kerjaanku di sini.

Di garasi rumah kontrakanku ini, rumah yang di kontrakkan perusahaan buatku, tampak mobil Innova Rebornku terparkir di sana. Yah! Saat aku pergi keluar kota, maka mobil operasionalku hanya akan nangkring disana, karena kebetulan istriku tak bisa menyetir. Jadi selama aku tak ada di sini, kemana-mana ia akan menggunakan jasa taksi online yang di jaman sekarang akan mudah di dapatkan. Sedangkan semua Supervisorku mendapatkan mobil operasional Avanza terbaru, seperti yang di gunakan Pak Supardi tadi untuk menjemputku.

Pak Pardi pun telah pergi meninggalkanku di depan rumah.

Aku pun melangkah masuk. Saat baru ingin memberi salam saat sudah berada di teras rumah, aku melihat adanya sendal di depan pintu, yang daun pintu kebetulan tengah tertutup. Yah! Kebiasaan istriku apabila waktu akan memasuki magrib, maka ia akan menutup pintu rumah kami. Well! Apakah istriku baru saja membeli sendal baru? Pikirku dalam hati. Karena sendal ini cukup asing bagiku. Karena menurutku, semua sendal istriku sangat aku kenal. Tapi yah! Setelah seminggu ku tinggalkan, mungkin saja dia membeli sendal baru.

Aku membuka pintu. Rupanya memang sedang tidak terkunci.

“Assalamualaikum…” ku beri salam sesaat, di saat kedua kakiku melangkah masuk ke dalam rumah. Aku sengaja tidak memberi tahu istriku jika aku pulang lebih awal dari jadwal, karena sebelumnya aku mengatakan jika tiketku nanti besok. Haha, padahal hari ini. Jujur, aku tak sabar ingin menyetubuhinya semalam penuh.

Sumpah bro! Nih sperma mungkin sudah membeku jadi keju, saking lamanya gak aku cairin. Hahahaha!



Namun…



Semua gairah yang ku pendam sejak tadi, dan ingin langsung menuntaskannya begitu tiba di rumah, malah urung terjadi begitu terdengar suara yang membalas salamku dari ruang tengah sana. Bukan hanya satu orang yang menyahut salamku, melainkan dua orang.

“Wa’alaikumsalam….”

“Wa’alaikumsalam….”

“Loh ayah… katanya pulangnya besok. Ihhhh bo’ong banget ih” itu istriku, dan langsung berlari dan mendekatiku. Hampir saja aku kelepasan, mau langsung nguyel-nguyel tubuhnya, namun lagi-lagi aku jadi menyadari kehadiran orang lain yang kini berdiri di belakang sana.

“Ahh… ternyata” bisikku ke istriku. Dia hanya senyam-senyum gak jelas gitu, dan sepertinya memahami kekesalanku kala ini.

“Ada Azizah ternyata” ujarku kembali. Lantas, aku sadar yang langsung spontan membuaku melepaskan istriku dari pelukan. “Kapan datang Zah?” tanyaku pada Azizah, adik iparku, kembaran istriku. Ku kernyitkan juga sedikit keningku, karena lumayan mikir, kenapa adik iparku ini jauh-jauh dari Bandung datang ke Surabaya?

Yah! Karena memang, dari tiga bersaudara, hanya adik iparku ini saja yang tinggal bersama kedua mertuaku di Bandung.

“Hehe barusan, kak Ar” balasnya.

Aku kemudian bersalaman dengan Azizah. Tentu saja, ia tak lagi mengenakan cadarnya karena menurut keyakinannya dari cerita istri, ia tak akan menutup wajahnya di hadapan pria yang telah menjadi keluarganya. Begitulah intinya, aku juga tak bertanya detail lagi mengenai hal ini. Tapi, kerudungnya tentu saja tetap ia kenakan, dan akan membukanya hanya untuk sang suami saja. Tapi tidak dengan istriku, dia tak lagi mengenakan hijab apabila di rumah, dan kini, hanya mengenakan daster rumahan saja.

“Mana Intan, bun?” aku lantas mencari keberadaan putriku saat ini.

“Tuh di kamar, lagi bobo” balas istriku.

Dan pada akhirnya istriku mulai membereskan barang bawaanku. Sedangkan aku memutuskan untuk bersih-bersih sekalian di kamar, karena kebetulan waktu magrib sebentar lagi kan tiba. Aku pun memutuskan untuk sholat berjamaah dengan istriku, sebelum kembali menemui adik iparku di luar. Diingat-ingat lagi, nyaris setahun berlalu dari terakhir aku bertemu dengan Azizah saat acara pernikahannya dulu, di Bandung.







“Ah iya… ada acara apa nih tiba-tiba datang ke Surabaya, Zah? Dan sendirian pula, mana Rafiq?” tanyaku di saat kami semua berkumpul di meja makan, untuk menikmati makan malam bersama. Aku tak perlu menanyakan apakah ia akan menginap atau tidak di rumah, karena sudah malam banget dan aku yakin, hal ini telah ia putuskan bersama istriku tadi saat aku belum pulang ke rumah.

“Bang Rafiq gak ikut kak, kebetulan hanya Zizah yang kebetulan ada acara seminar seminggu di sini.” terang Azizah. Oh iya, aku lupa menceritakan pada kalian, jika adik iparku ini bekerja sebaai PNS di salah satu intansi pemerintahan, sama seperti suaminya, tapi tak satu instansi.

“Ohhh gitu. Jadi bakal nginap di rumah atau?”tanyaku.

“Bunda paksa ia nginap di sini aja, yah. Hihihi, ngapain nginap di hotel, meski kebetulan Zizah dapat jatah nginap di hotel, tapi pokoknya dia harus nginap di sini, apalagi pengen lepas kangen. Hihihi” itu balas istriku.

“Ohh ya sudah, gak apa-apa.” cetusku.

Dan yah! Kami pun melanjutkan acara santap makan malam kami berempat, karena Intan sudah bangun, dan ikut makan bersama kami, tapi tentu saja di bantu istriku untuk menyuapinya. Ramah tamah pun terjadi, obrolan mengenai ini itupun tak terelakkan lagi.

Hingga kami pun menyudahi acara makan malam dan aku pun memutuskan untuk sekedar menikmati sebatang dua batang rokok di teras rumah, dan mungkin saja, akan kami lanjutkan obrolan tadi di ruang tengah, sembari menunggu istriku untuk menina bobokan kembali Intan, sedangkan Azizah adiknya, membantu istriku membereskan semua sisa makanan kami di meja makan.



BERSAMBUNG CHAPTER 3
 
CHAPTER 3



Sisa malam ini kami habiskan dengan mengobrol dan bercanda bersama istri dan adiknya di ruang tengah. Karena putriku sudah tertidur, alhasil akupun bisa menikmati ‘udud’ dan secangkir kopi serta cemilan di atas meja, bersama dua kakak beradik ini. Yang juga hanya menikmati secangkir teh. Selama mengobrol itulah, tanpa sengaja mataku sesekali memandangi Azizah yang duduk di samping istriku.

Paras Azizah dan Azita sangat mirip. Jika saja tak mengenal keduanya, orang lain tentu akan sulit membedakan mana Azizah dan mana istriku, apalagi saat keduanya duduk berdampingan seperti ini. Bedanya tentu satunya masih mengenakan hijab, satunya lagi sudah tidak di kenakan.

Nyaris tak ada yang berubah pada diri Azizah meski telah berusia 27 tahun.

Berkerudung yang sama penampilannya dengan istriku sehari-harinya, yang membedakan hanya selembar khimar saja pada wajah mereka. Penampilan yang cukup simpel.

Entah mengapa, secuil kekagumanku pada Azizah yang masih terlihat cantik.

Meski, istriku juga tak kalah cantiknya dengannya, wong kembar kok. Haha! Tapi entah yah, aku juga sulit menjelaskan dengan narasi pada kalian. Tapi, intinya aku sesekali masih sering menatap wajahnya yang cantiknya sama maysa Allahnya sama istriku.

Yang bedanya sih, tentu saja tubuh Azita istriku, cenderung kendur dan perutnya tampak lebih berlemak, wong sudah pernah melahirkan, jadi hal wajar juga menurutku. Berbeda dengan fisik Azizah yang tentu saja masih amat sangat terlihat kencang dengan sepasang payudara montok yang memang berukuran, agak lebih besar dari Azita istriku. Mungkin karena Azizah bekerja sebaga PNS, sedangkan istriku hanya di rumah saja. Jadi, wanita ini harus menjaga penampilannya lebih segar, jadi menurutku, Azizah ini seperti ku lihat sama pas ia masih gadis alias belum menikah dengan suaminya si Rafiq itu.

“Ngomong-ngomong. Ayah, hmm bunda boleh mintol gak?” ujar istriku, sedikit mengejutkanku yang sedang asik menjelalati Azizah.

Aku pun menatap istriku, “Mintol apa nih bun?”

Sebenarnya rumahku ini memiliki tiga kamar tidur, satu untuk aku dan istri serta putriku yang memang masih harus tidur bersama kami, satunya lagi berada di lantai dua. Sedangkan kamar satunya yang berada di lantai satu sama dengan kamar pribadiku, ku jadikan ruang kerja untukku, biar bebas ngudud dan bekerja berhadapan dengan laptopku. Serta banyak barang-barang material promosi yang sengaja ku bawa pulang dari kantor. Baca : numpang nitip barang-barang.

“Ayah malam ini boleh bobonya di kamar atas aja, gak?” ahh! Aku seharusnya tak ikhlas, karena aku memang benar-benar harus sesegera mungkin menuntaskan hasratku pada istri malam ini, kalo tidak, maka besok aku bakal uring-uringan di kantor.

“Hmm…” aku berdehem, berfikir sejenak. Tak sampai lama, hanya dua atau tiga detik saja, aku pun melanjutkan, “Iya bunda. Pasti kalian pengen tidur bareng kaya kemarin-kemarin, kan? Ayah biar nanti tidurnya di kamar yang di atas aja”

“Makasih ayah… makasih” balas istriku. Aku hanya senyum, meski di bawah sana sudah berontak untuk sesegera mungkin di manjakan oleh jepitan hangat istriku nanti malam.

“Lah, gak usah kak. Biarin Zizah bobo di atas aja” Azizah menolak.

“Gak ah, kakak pengen bobo bareng kamu, dek” itu istriku.

Dan yah, pada akhirnya perdebatanpun usai. Istriku dan adiknya tidur di kamar pribadi kami, bersama Intan putriku. Sedangkan aku, pun memutuskan untuk naik ke lantai dua, meski di kamar ini tak memiliki AC seperti di kamar pribadiku, tapi, karena lelah oleh perjalanan pulang, aku langsung terlelap tanpa memperdulikan kondisi kamar yang cukup panas karena kebetulan udara kota Surabaya juga lumayan panas kali ini.



Gagal deh bersenggama malam ini bersama istri. Haha!





===================================





“Kak Ar, makasih ya udah nganterin”

Pagi ini, aku tentu saja yang memiliki kendaraan, harus mau mengiyakan keinginan istriku untuk mengantar adiknya ke tempat di adakannya seminar dari kantor intansinya itu.

Lagian juga memang sudah seharusnya ku antarkan ia, karena apabila berharap menggunakan jasa angkutan umur atau ojek, adik iparku ini mungkin akan terlambat. Alhasil akulah pada akhirnya mengantarnya, serta harus ikhlas meninggalkan istri dan putriku pagi-pagi buta. Jam setengah 7 bro! Tepok jidat…

Penampilan Azizah pagi ini, seperti penampilan-penampilan ibu muda berseragam coklat ‘PNS’ lengkap dengah hijab dan khimar, tapi tetap tak menghilangkan pesonanya.

“Iya sama-sama, Zah” balasku padanya.

Sejurus kemudian, adik iparku ini meminta tanganku untuk ia salim. Maka ku biarkan ia melakukannya, keningnya ia tempelkan pada punggung tanganku, seraya berucap. “Hati-hati ya kak nyetirnya, Assalamualaikum….”

“Wa’alaikumsalam”

Setelahnya, adik iparku pun membuka pintu, tapi sebelum ia menutup, aku teringat sesuatu. “Oh iya, kamu pulang jam berapa? Biar sekalian aku jemput nanti”

“Oh belum tau sih kak, nanti deh, Zizah kabari kalo pulangnya cepat, tapi kalo lama, kakak pulang aja duluan, biar nanti aku nyari grab atau gocar, atau kali aja ada teman yang searah bisa numpang. Hehe”

“Oh ya udah deh. Nanti bagaimananya kamu kabarin kakak aja”

“Baik kak.”

Dan yah! Setelah itu, ku tinggalkan adik iparku, dan memutuskan untuk menjalankan kembali mobil, dan segera ke kantor.







Malam pun tiba.

Rupanya adik iparku pulangnya agak lambat, karena sebelum aku pulang, aku sempat mengiriminya pesan WhatsApp menanyakan kapan dia pulang, tapi ia membalas untuk menyuruhku pulang lebih dulu karena ia juga belum tahu pulang kapan.

Alhasil, aku tiba di rumah sejam lebih dulu, barulah ia ke rumah selepas magrib, pun di saat aku baru ingin menyerang istriku di kamar. Tiba-tiba saja, baru ingin menyentuh payudara istri, pintu depan udah di ketuk. Sial! Gagal maning, gagal maning, bro.

Aku pun harus mau gak mau, menahan lagi hasrat yang sedang tinggi-tingginya karena gagal menyetubuhi istriku.



Seusai makan malam, istriku kembali bersikeras agar Azizah tetap tidur bersamanya. Sekali lagi Azizah pun terpaksa mengikuti keinginan kakaknya itu.

Huft….

Jangan bilang, memang istriku sengaja menyiksaku? Aku menarik nafas panjang, sedikit menyesal karena mengalah pada Azizah, untuk tidur di kamar atas lagi malam ini, bro!







Jadi bisa kalian bayangkan bagaimana tersiksanya batin ini bukan?

Sudah genap hari ke 22, aku tak menyalurkan kebutuhan biologis. Aku memang tak seperti anak-anak lain di kantor, yang biasa bebas menyalurkan hasrat seksual mereka pada wanita-wanita malam, saat jauh dari istri kami. Lagipula, beban pekerjaan yang menyita pikiranku mampu mengalihkan keinginan itu.

Kemarin pun, saat tiba di rumah, aku masih bisa menahannya karena rasa lelah setelah semingguan mengikuti serangkaian acara di kantor pusat. Tapi tidak malam ini, hasrat seksualku tak lagi mampu terbendung.

Aku menyerah, kawan…..

Sejam lebih aku berusaha melampiaskan diri dengan bermasturbasi namun gagal. Hingga tanganku terasa pegal, aku tak juga mampu mencapai orgasme, bahkan meski aku melakukannya sembari menonton bokep.

Setelah menimbang-nimbang dengan seksama dan penuh kehati-hatian, akhirnya akupun nekat, bangkit dari ranjang lalu keluar kamar.

Berjalan menuju anak tangga satu persatu dengan perasaan yang menahan hasrat seksualku yang lagi terbakar-bakarnya.

Ku putuskan nekad ke kamar pribadiku di bawah, kamar dimana istriku dan Azizah sedang tertidur dengan satu niat, malam ini aku harus bisa menuntaskan birahiku.

Aku beruntung, kedua wanita kakak beradik itu tak mengunci pintu kamar pribadiku.

“Bun…” aku berbisik amat sangat pelan, sembari pelan-pelan juga aku membuka pintu kamar, agar tak menimbulkan suara. Begitu pintu terbuka, aku pun memutuskan untuk masuk ke dalam dengan mengendap-endap.

Sesaat aku bergeming, menyesuaikan mata dalam kamar yang gelap. Tak lama, samar-samar aku melihat sosok istri dan adik iparku yang tampak terlelap dengan nafas teratur.

Awalnya aku ragu, mana istriku, mana adiknya.

Meski suasana cukup gelap, tapi aku tentu langsung menyadari mana istriku, Azita. Karena tentu, ia tidurnya di samping keranjang tidur mungil putriku.

Akhirnya aku bergeser ke sisi ranjang sebelah kiri, ke samping wanita yang tampak berbaring terlentang itu, yang juga di samping putriku. Apalagi, satu petunjuk lagi yang semakin menjelaskanku, jika wanita ini adalah istriku, dengan kimono tidur satin berwarna softpink yang di kenakannya itu, karena aku amat sangat jelas mengenalinya sebagai salah satu hadiah ultah pernikahanku beberapa bulan lalu.

Melihat posisi tidur istriku itu….

Ahh sialan, membuat penisku semakin menegang keras, dan menuntut untuk segera di tuntaskan.

Namun…

Perasaanku mulai berkecamuk.

Bagaimana kalo Azizah terbangun nantinya?

Masa iya, aku harus main di kamar ini?

Aku kembali melihat kimono istriku yang hanya terikat pita di dada, bagian depan kimono istriku nyaris tak tertutup membuat belahan payudara, perut, hingga bagian paha mulusnya terlihat jelas serta memamerkan kemaluannya yang ditutup sebuah g-string mini.

Aku tersenyum memandangi istriku. Aku memang telah beberapa kali melihat istriku mengenakan kimono itu, namun malam ini istriku tampak berbeda, kedua payudaranya lebih montok membusung, dan perut lebih rata. Aku berpikir, mungkin efek video-video porno yang sempat ku tonton tadi, pada akhirnya aku malah berfikir, istriku terlihat berbeda.

“Nda... Bunda…” bisikku berusaha membangunkan istriku dalam keadaan berlutut di lantai.



“Nda…. ssst, bunda?”

Beberapa kali aku berbisik, sayang istriku tak juga terbangun.

Ah sialan, aku semakin bergairah nih. Kebayang film yang juga kebetulan banget tadi habis ku tonton pas proses bermarturbasi sendiran di kamar atas, yang dimana adegannya tengah menggerayangi pasangannya di saat sedang tertidur nyenyak.

Yah beginilah istriku. Memang istriku termasuk wanita yang sulit dibangunkan jika sudah terlelap. Aku tak berani untuk lebih mengeraskan suara karena khawatir Azizah, adik iparku yang tidur di sampingnya, ikut terbangun.

Aku sadar, akan lebih leluasa jika aku mengajak istriku pindah kamar, namun membayangkan menyetubuhi istriku di sebelah Azizah justru semakin membuatku bernafsu.

Dengan pemikiran seperti itu, aku pun menelanjangi diriku sendiri lalu naik ke atas ranjang dan berbaring miring menghadap istriku, kali ini berusaha agar ia tak terbangun.

Aku meraih tangan kiri istriku lalu menggenggamkan di penisku yang mengacung keras, kemudian tangan kanan ku menarik ikatan kimono di bagian dada hingga terlepas, dan menggeser bagian depan kimono hingga dada sampai paha istriku terpapar untuk ku nikmati.

Aku menelan ludah….

Sejurus kemudian, karena sudah tak tahan lagi, segera saja ku julurkan tangan kiriku untuk meraih bulatan payudara istriku, menyentuh lingkaran di sekeliling puting, lalu menggerakkan telunjukku melingkari putingnya dengan lembut.

Bangsad! Kenapa aku jadi semakin terangsang kayak gini?

Apalagi aku merasa payudara istriku semakin kencang saja. Atau jangan-jangan selama semingguan ini, dia melakukan perawatan dan sengaja tidak memberitahuku agar aku suprise gitu?

Tak lama Aku mulai meraba payudara itu dengan sangat lembut dari yang satu berpindah ke payudara yang lain, istriku masih tak bergerak dalam tidurnya walau terlihat nafasnya menjadi lebih cepat.

Tanganku terus bergerak, turun ke bawah menyusuri perut istriku hingga ke arah kemaluan, dan menyentuh lalu membelai belahan vaginanya dari luar g-string dengan perlahan. Bersamaan pula, lidahku pun mulai menggelitik ujung puting istriku, menyusul kemudian kuluman lembut pada payudara istri tercintaku ini.

Aku terus merangsang istriku, yang mulai mengeluarkan desahan pelan dan sedikit tersentak saat aku menggeser g-string ke samping, lalu menyentuh langsung klitoris nya dengan ujung telunjukku.

Terkejut, aku pun refleks menarik tanganku dan bergeming, lalu mengangkat sedikit tubuh bagian atasku untuk menatap wajah istriku, dan tersenyum geli menyadari istriku tak juga terjaga.

Ah rupanya istriku malah mimpi lagi ku setubuhi kayaknya.

Tak mau mengambil jeda, aku pun melanjutkan lagi. Tangan kiriku kembali beraksi, membuka belahan vagina istriku dengan telunjuk dan jari manisku, disusul jari tengahku yang mulai menyusup pelan ke dalam liang vagina istriku.

“Hheeemmhh... hhhh…” istriku kian mendesah dan bergelinjang oleh rangsangan itu. Kelopak matanya bergetar lalu pelan-pelan membuka, rupanya ia mulai terjaga.



“Eh!! Ka… Ngapa… hemph” Kata-kata istriku yang terkejut menyadari kehadiranku di sebelahnya terhenti oleh ku, yang menarik tangan kiri dari kemaluannya yang sempat menguyel-nguyelnya, untuk membekap mulutnya.

“Sshhh… Jangan berisik nda... nanti Azizah bangun. Maaf ya sayang, ayah bener-bener gak tahan lagi nih pengen ngentotin bunda sejak kemarin” bisikku menenangkannya.

“Hmmmmfhm” istriku masih berusaha untuk mengeluarkan suara saat bekapan tanganku makin kuat di mulutnya, kemudian, istriku pun mengangkat tubuhnya sedikit, membelalak menyadari kondisi ku yang sudah telanjang bulat dan penisku mengacung keras.

“Maap gak tahan atu sayang” cengirku pada istriku. Aku juga sampai geli sendiri melihat ekspresi istriku ini.

Apalagi saat matanya malah melirik ke bawah, dan ia makin membelalak terkejut melihat kondisinya yang tak jauh berbeda denganku.



Aku tersenyum menatapnya…

Dan berharap dari tatapanku ini, dia sadar jika aku terangsang banget dan ingin segera menuntaskan dengannya. Dari pada aku sakit kepala nantinya. Istriku lalu melirik ke samping, melihat sosok wanita berdaster yang terlelap dengan posisi miring menghadap kami.

“Ayah akan lepasin tapi bunda jangan berisik ya” aku menyadari tatapan istriku yang kini, seakan-akan memohon untuk ku lepaskan bekapan tanganku di mulutnya itu.

“Ta... tapi… ini… mhmmmffmm” bisik istriku saat aku melepas bekapanku. Namun untuk kedua kali istriku tak dapat melanjutkan kalimatnya karena aku langsung memagut bibirnya dan mendesaknya kembali berbaring dengan menindih separuh tubuhnya.

Istriku berusaha melepas pagutan ku dengan menggelengkan kepala namun tak berhasil karena aku kemudian menyusupkan tangan kanan di kepala dan menahannya. Namun istriku berusaha bertahan dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat.



Anjir…

Ada apa dengan istriku?

Kenapa dia menolakku? Atau karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan inilah, dia akhirnya menolakku?

Tapi mau gimana lagi, aku sudah sange berat pake banget, dan pengen segera nuntasin. Minimal, aku harus croot sekali saja sekarang.



===================================



CHAPTER 4





Seharusnya sebagai istri, Zita tak boleh menolak suami yang lagi sange berat, bukan? Haha! Dan seharusnya juga ia membiarkan apa yang di lakukan suami nya sekarang ini, bukan dengan menunjukkan tatapan menolak, dan gesture yang mencoba untuk menjauhkanku dari tubuhnya.

Kalo kata ustad, dosa bagi istri yang menolak berhubungan intim dengan suami. Haha! Maklum sedikit pembelaan, kawan. Bukan maksud menggurui.

Jenak berikutnya, di saat Zita masih saja menunjukkan gesture menolak, lebih kepada, ingin seberusaha mungkin menjauhkanku dari tubuhnya. Belum lagi tatapannya itu, yang membelalak, meski mulutnya masih ku bungkam, dan dalam penguasaan bibirku, tapi aku tetap saja merasa ini kurang fair sebagai suami, meski, memang situasi dan kondisi sekarang amat sangat tidak memungkinkan, karena adanya Azizah di sampingnya.

Karena masih saja istriku berontak di bawah tindihanku, maka aku pun memutuskan untuk menyudahi ciumanku pada bibirnya, menggantinya dengan tangan kanan untuk membekap mulutnya biar gak bersuara. Biar adik iparku yang tertidur di sampingnya tidak terbangun.

“Nda…. sssttt, ayah pengen banget sumpah. Bentar doang ya sayang”

“Mmfhhhmmmm” istriku masih berontak di bawah tindihanku. Tapi tentu saja rontakannya tak seperti adegan-adegan dalam film porn, yang menampilkan adegan pemerkosaan. Karena ini bukan niat memerkosa, tapi beneran lagi sange berat.

Lagian kan, dia istriku. Sah secara hukum dan agama. Berontak istriku juga sedikit terjaga dan tidak terlihat sangat memaksa dengan membuat gerakan yang signifikan yang mungkin saja ia pun khawatir apabila ia bergerak beronta-ronta keras, adiknya di samping bakal bangun, dan melihat jelas suaminya yang sudah bugil. Kan sama saja, dia membagi terong suaminya pada wanita lain. Haha! Meski masih sebatas melihat saja.

Aku lagi-lagi menatapnya dengan pandangan memohon.

“Please….” gumamku padanya. Matanya masih menatapku. Tergambar jelas, ketidakpercayaannya pada suaminya yang dengan nekad ingin menyetubuhinya sekarang juga. Malam ini juga.

Tak ingin membuang waktu, aku pun lantas mulai kembali melanjutkan aktivitasku. Setidaknya aku harus membangkitkan gairah istriku semakin tinggi, hingga melambung ke angkasa. Dengan begitu, aku yakin istriku tak akan lagi menolak dan pasrah untuk menerima tusukan penis bertopi baja ku ini ke dalam liang senggamanya.

Ku mulai dengan mengecup, leher, tengkuk dan telinganya di bagian kiri yang kebetulan dekat dari jangkauan mulutku. Sedangkan tangan kananku masih membekap mulutnya. Tangannya juga masih memaksa mendorong-dorong tubuhku agar menjauh, tapi tenanganya tentu saja tak sekuat tenagaku. Makanya dorongannya tak berarti bagiku. Semakin ia mendorong, semakin nafsuku meninggi, semakin intens pula gelitikan rangsanganku pada titik-titik sensitifnya itu.

Matanya langsung menyala menatapku saat tangan kiriku yang sempat nganggur, mulai menyentuh kembali payudaranya yang kenyal, lebih membesar. Ahhh! Indahnya tetekmu sayang. Gumamku dalam hati. Aku semakin mempermainkan putingnya dengan penuh gairah, dengan menggunakan jari-jari tanganku ini.

Aku sedikit geli melihat tatapan menyala istriku ini. Bukan hanya itu saja, suara istriku masih seolah merintih saat berada dalam kecupan penuh gairahku ini pada leher dan telinganya, serta tanganku yang menyiksa payudaranya baik kanan maupun yang sebelah kiri.

“Aaahhh… heemmmpphhh” rintihan penuh gemas terdengar dari istriku yang teredam oleh bekapan telapak tangan kananku.

Aku sudah tak lagi ingin mundur. Maju tak gentar membela syahwat yang benar.

Begitu seterusnya. Semakin ku serang semakin menyala mata istriku, semakin terdengar rintihan teredamnya juga. Bukan hanya itu saja, seakan-akan tubuhnya mulai mengendur gerakan ronta’aannya.

Itu artinya….

Pertahanan istriku gagal.

Setelah menyadari gerakan istriku tak sehebat tadi, aku kembali mengulurkan tangan kiriku pada kemaluannya. Bukan hanya itu saja, g-string yang di gunakannya langsung ku tarik ke bawah. Tapi tangannya menahan, namun semua tak berarti bagiku. Karena kini, g-stringnya hanya tertahan di bagian betisnya saja tidak sampai terlepas dari kedua tungkai kakinya itu.

Meski demikian, tanganku sudah terbebas dari halangan kain berbentuk segitiga tipis nan menggoda tersebut.

Ku jalankan niatku kembali untuk bergerilya di bawah sana.

Begitu tiba di vagina istriku, jariku langsung bergerak liar bak ular-ular kecil yang ingin menerobos masuk ke dalam sebuah gua sempit nan berlendir di bawah sana. Tapi, tentu saja hal itu juga tak langsung terjadi, karena agak sedikit mendapatkan kesulitan karena jepitan paha istriku yang mencoba menahannya.

Tak kalah cerdik, tangan kananku ku lepas.

“Ahhhhh ka…” belum juga ia menyelesaikan ucapannya, dengan cepat bibirnya ku sambar, ku bungkam kembali dengan bibirku. Sedangkan tangan kananku yang sudah terbebas, kini mengganti tugas tangan kiri pada payudara istriku. Sedangkan tangan kiriku mulai menyiksa di bagian terintim di bawah sana.

Gak lama, pertahanan sepasang paha istriku pun mulai mengendur. Terbebaslah tangan kiriku untuk menerobos masuk ke jalan liang terdalamnya.

Begitu sudah tiba….

Aku langsung menyolokkan jari pada liang vaginanya, membuatnya membuka mulut untuk mendesah. Saat itulah dengan cepat aku menyusupkan lidahku dalam mulut istriku.

Kini setelah lidahku berhasil menyusup dalam rongga mulut istriku, pagutanku pun semakin liar, bersamaan dengan kocokan jariku pada vagina istriku yang membuat pinggul dan pantat istriku bergelinjang dan berputar merasakan nikmat. Awalnya memang ku akui, istriku masih berusaha menolak, namun seiring rangsangan pada kemaluannya yang kian nikmat, istriku pun kini mulai berusaha mengimbangi pagutanku.

“Nda… maafkan ayah” aku sempat bersuara saat bibir kami terlepas. Tapi begitu ia ingin membalas, aku segera memagut bibirnya kembali. Kini lidahku dengan mudah menerobos, menggelitik di dalam mulutnya. Lama kelamaan, lidahku mendapatkan perlawanan juga dari lidah istriku. Alhasil kami pun saling melumat saling membagi air liur penuh gelora dalam penguasaan penuh gairah kami berdua yang benar-benar ingin di tuntaskan.

Beberapa jenak puas dengan aktivitas ku ini. Ku ambil sedikit nafas dengan melepas pagutanku pada bibir mungil istriku. “Fuahhh…” istriku juga ikutan menghembuskan nafas kuat-kuat saat pagutanku terlepas. Tapi tentu saja kedua tanganku baik di payudaranya maupun di vaginanya masih bekerja dengan baik dan intens. Itu sebabnya, istriku dii dera gelinjang penuh nikmat menahan desakan gelombang birahi yang akan menyeruak keluar dari dalam tubuhnya.

“Aaahhh… Aku nggak tahan... haahhh…” erangnya berbisik sembari menatapku sayu. “Aku gak tahan…. hiks… hiks” sambil menangis istriku seakan memohon untuk sesegera mungkin ku hujamkan penisku pada vaginanya. “Cukup… sudah cukup hiks!”

Yes!

Itu sebabnya aku bersorak penuh kemenangan saat ini…..

Aku sungguh, benar-benar senang sekali mendengarnya. Setidaknya istriku kini telah bertekuk kepadaku, dan tak lagi menolakku untuk menyetubuhinya. Ada sensasi gimana gitu rasanya, dan takut jika Azizah, adik iparku terbangun dan melihatku bersama istriku ngentot di sampingnya.



Hahahaha! Seru seru disko rasanya bro!

Cobalah, pasti kalian akan merasakan sensasinya seperti yang ku rasakan saat ini.

Yah ada sedikit harapan juga dalam hati, apabila adik iparku terbangun dan melihat persetubuhanku dengan istriku, tiba-tiba saja dia langsung meminta pada kami untuk join. Huahaha, treesome bro! Upsss! Tepok jidat. Gak mungkin itu terjadi, karena kalo terjadi, istriku bakal sunatin penisku hingga aku menjadi kasim. Hahaha.

Perlahan, tapi pasti, tubuhnya yang sudah nyaris bugil ini, yang masih dalam penguasaan penuhku, tiba-tiba ku rasakan ada sentuhan yang menjalar pada batang penisku di bawah sana. Saat aku sedikit melihat ke bawah, rupanya itu adalah tangan istriku.

Aku merasa seperti teraliri aliran listrik yang cukup deras saat tangannya tiba-tiba sudah menggenggam penisku, dan tanpa sadar bergerak meremas dan memijit dengan lembut. Segera saja aku membalas dengan semakin mempercepat gerakan tanganku.

“Ahhh... hahhh... hahhh... sshhhh…uuhh… Aku mau keluaarrr... hheegghhh..” Sesaat istriku memperingatkan dengan berbisik pelan padaku, tubuhnya tiba-tiba mengejang lalu menyentak-nyantak liar.



Bukan hanya itu saja….

Matanya membelalak, mulutnya membuka lebar tanpa suara yang keluar, hanya megap-megap seakan kehabisan udara saat orgasme melandanya dengan dahsyat.

Di saat yang sama juga, tiba-tiba saja ku rasakan pada jariku di bawah sana, agak di desak untuk terlepas, dan benar saja, kini aku melihat cairan cinta istriku dengan terpancar hebat laksana sedang kencing. ‘Luar biasa’ benakku berujar. Ini lah kali pertama aku membuat istriku mengalami squirt. Ada rasa bangga dalam hatiku karena telah mampu memberikan kenikmatan luar biasa pada istriku.

Sekarang giliranku, putusku dalam hati.

Saat istriku masih menikmati ekstasi sisa-sisa orgasme yang melandanya tadi, aku pun memutuskan untuk segera bangkit, lalu bergerak perlahan memposisikan diri di antara paha istriku yang sebelumnya aku kangkangkan lebar-lebar.

Masih belum sadar atas apa yang akan di lakukan suaminya, istriku memejamkan mata, nafasnya naik turun, dadanya bergerak begitu indah, laksana pemandangan yang begitu sempurna di hadapanku saat ini, menaikkan serta merta birahiku kembali ke puncak tertinggi sebuah birahi dalam persetubuhan yang halal.

Tak ingin mengambil waktu lagi, dengan kaki menyiku dan lutut menghadap atas, aku lantas menggenggam batang penisku sendiri kemudian mulai mengarahkannya ke belahan vagina istriku.



Slepptt..



Kepala penisku menyeruak masuk dengan mudah karena kondisi kemaluan istriku yang telah sangat basah dan licin. Tak ada reaksi dari istriku yang masih memejamkan mata dengan nafas terengah-engah, maka aku pun kian mendorong masuk lebih dalam lagi. Mungkin istriku mengira, penisku ini masih jari-jariku yang masih aktif mengoyel-oyel vaginanya. Pikirku.

Aku bahkan sampai menahan nafas menikmati sensasi proses masuknya batang kemaluanku yang di mulai dari di telannya kepala bertopi bajanya, kemudian mulai perlahan, menggesek lebih dalam lagi dari batangnya. Senti demi senti mulai menerobos masuk. Tapi yang herannya, ketika baru kurasakan sedikit saja bagian ujung penisku yang masuk, tiba-tiba jalan lorongnya agak menyulitkanku mendorong lebih lagi ke dalam sana.

Masa sih, kemaluan istriku sesempit ini?

Aku seakan gak percaya dengan nikmat vagina istriku yang ku rasakan saat ini. Ini, rasanya seperti saat aku mengambil keperawanannya kala kami berdua masih berpacaran dulu. Fufufufu! Biasalah yah, jaman sekarang berpacaran dan mengambil DO di awal, udah biasa terjadi. Udah lumrah jadi tak perlu di debatkan.

Perlahan…

Amat sangat perlahan, ku naikkan kembali bokongku, dan ku tekan lebih dalam, hingga membuat penisku semakin melesak menembus liang terdalam istriku. Ada 3 kali aku melakukan hal yang sama, hingga sekitar seperempat batang kemaluanku kini melesak dalam vagina istriku….

Tiba-tiba saja……..

Istriku membuka mata, dan membelalak.

“Kak Ar... kakak ngapain... Tu-tunggu... cabut kak... Aku... Aku... aaakkhhhh…” Kata-kata panik istriku yang berusaha memberitahu sesuatu untuk kesekian kalinya terhenti. Salah satu pembangkit gairahku setinggi-tingginya adalah, ia tak lagi memanggilku ayah seperti biasa. Panggilannya ini sama seperti waktu kami masih berpacaran. Masih sama seperti saat ku perawani dia di kosanku di Bandung.

‘Kak Ar’….

Nyaris serupa.

Itu sebabnya aku sangat menikmatinya.

Itu sebabnya, membuatku lantas dengan semangat juang yang teramat penuh, dengan keras menyantakkan pinggul hingga batang penisku kini melesak penuh disambut dinding-dinding vagina istriku yang berkedut cepat.

Ahhh nikmatnya memekmu yang sekarang sayang! Begitu batinku. Karena aku benar-benar seperti berada pada titik, kembali pada masa lalu, bro! Sumpah, aku tak membohongi betapa nikmat vagina istriku yang sekarang. Yang juga ku rasakan seperti baru kali pertama aku menyetubuhinya.

Apapun protes istriku dengan berbagai cara yang ia lakukan, ini bukanlah dosa. Ini sah dan halal ku lakukan, karena kami sepasang suami istri. Itulah yang ku tanamkan dalam otakku, jadi aku tetap saja ingin menuntaskan persetubuhan ini hingga ke babak akhir, ke babak keluarnya larva putihku di dalam liang vaginanya. Itulah niatku yang penuh keteguhan dan semangat juang 45.

Karena hal itu pula, aku kini tak ingin membuang waktu, pinggul dan pantatku segera bergerak cepat, menarik lalu menghentak melesakkan. Kemudian tubuhku menindih istriku yang tengah mengerang, masih berusaha mengatakan sesuatu, tapi mulutnya terbungkam kembali dengan telapak tangan kananku.

“Mmmfhhhh…. mmfhhhhh!” apalah daya, aku sudah menindihnya, tanganku sudah membekapnya, penisku sudah mulai bergerak keluar masuk di dalam vaginanya. Alhasil, istriku kembali tak berdaya.

Sekali lagi, hal ini terjadi cukup cepat. Lesakan penisku keluar masuk di dalam liang vaginanya, juga ritmenya masih ku jaga, slow but sure.



Tapi….

Istriku tiba-tiba saja……………………



“Ekkshhh sakit!” karena tanganku agak tergeser, alhasil kini bagian sisi samping telapak tanganku langsung di gigit istriku.

Aku spontan melepaskan tanganku dari mulutnya.

Detik berikutnya, istriku berbicara seperti berbisik di telingaku sembari kedua tangannya berusaha mendorong tubuh ku. “Kak Ar…. ku mohon cabut kak…. ku mohon jangaaaaaannnn……….. hahh… hahh... hahh... a-akuu Azizah... kak…. bukan istri kakak, bukan kak Azita... uuuhhh…”



DEGH!



Seakan-akan seperti tersambar petir, tubuhku terasa kaku.

Aku betul-betul terkejut mendengar kata-kata istriku, yang mengaku jika dia bukanlah istriku, melainkan Azizah, adik iparku.

Masih seakan tak percaya dengan kenyataan pahit ini, aku pun mengangkat sedikit bagian atas tubuhku dengan topangan dua tanganku yang bertumpu pada dua sisi kepala istriku, lalu menatap wajah yang membalas tatapanku ini dengan sangat sayu.

Aku masih berusaha mencari tanda-tanda jika dia, yang vaginanya masih mencengkeram penisku itu, serius atau hanya bercanda saja.

Namun tak ada ekspresi bercanda di sana.

Aku menoleh ke wanita yang berbaring di samping kami lalu kembali menatap wajah wanita di bawahku dengan panik.

BANGKEEEEE!

Ternyata benar, dia Azizah.

Panik bro!

Amat sangat panik ku dera saat ini.

Aku kini mengenali wajahnya yang memang lebih lonjong dan tak se-chubby istriku.



MODYARRR!!!



Bagaimana ini…

Mana penisku masih nancap di vagina Azizah.

Ahhhh sialan, mana di bawah sana, vaginanya nyedat-nyedot penisku yang amat sangat menegang di dalam liangnya.



===========================================


CHAPTER 5





Anjir bagaimana ini?

Perlahan, amat sangat perlahan, aku pun memutuskan untuk menarik keluar penisku dengan perasaan - yang ahhh! Sulit, amat sangat sulit untuk ku jelaskan lagi pada kalian, kawan.

Aku benar-benar di landa bukan hanya rasa penyesalan yang teramat sangat besar, melainkan, birahi yang meletup-letupku masih saja menyiksa, bisikan setan di sepasang telinga ini, pun masih menguatkan diriku agar ku teruskan persetubuhan yang tak halal lagi bersama wanita ini.

Tapi….

Maaf kawan. Aku tak ingin mengambil resiko lagi. Aku harus, dan sesegera mungkin mencabut penisku dari liang vagina adik iparku ini.

Yang lucunya.

“Ahhh!” seakan seperti paduan suara, suara kami nyaris serempak seperti ‘Ko’or, sama-sama mendesah saat gesekan penisku yang ku tarik keluar pada dinding liang kenikmatan adik iparku ini, rasanya teramat sangat nikmat pake sekali.

Mungkin hal itu juga di rasakan adik iparku ini.

Jadi kalian bisa bayangkan bukan, bagaimana kini yang kami rasakan. Nyaris sama. Sama-sama sudah berdosa, sama-sama sudah bersetubuh meski tidak tuntas. Tapi setidaknya, dosa yang telah kami perbuat sudah di catat dengan hikmat oleh malaikat.



Jenak berikutnya. Penisku benar-benar sudah terlepas. Aku pun lantas beranjak dari atas tubuh adik iparku ini, yang tak lagi ku sebut dalam narasi sebagai istri. Karena memang, secara sadar se-sadar-sadarnya jika wanita ini, memang bukan istriku.

Aku langsung berdiri di tepi ranjang, meraih seluruh pakaianku yang berserakan di lantai. Aku memakai pakaianku sejenak, tanpa menoleh padanya. Aku malah merasa malu untuk bersitatap dengannya lagi. Jadi alhasil aku pun membuang pandanganku darinya. Aku tak tahu apa yang di lakukannya saat ini, karena aku sudah tak lagi melihat kepadanya. Yang ku dengar, suara agak bergeresek, yang ku yakini jika wanita itu juga tengah memperbaiki posisi celana dalamnya, serta membenahi posisi kimononya yang sempat ku buka dengan lebar.

Beres berpakaian….

Aku menarik nafas dalam-dalam, meredakan gejolak birahiku yang menyiksa. Setelahnya, aku pun tanpa melirik, mengucapkan padanya, “Maaf, kakak tidak sengaja melakukannya,” amat pelan ucapanku padanya tanpa menoleh padanya, tanpa melihat ke arahnya.

Selanjutnya….

Aku memutuskan untuk sesegera mungkin keluar dari kamar pribadiku ini, yang sempat, beberapa menit - ada kali 10 menit kejadiannya - aku dan adik iparku ini sempat bersetubuh, benar-benar melakukan seks yang tanpa sama sekali ku sadari sebelumnya, jika wanita itu, bukanlah istriku, dan juga tak sepantasnya ku perlakukan seperti itu, karena itu sama saja akan membuat semuanya jadi hancur.

Yah, ku yakin jika setelah hari ini, hubungan kami akan berbeda. Tak sama lagi seperti sebelumnya. Dan mungkin saja, adik iparku ini akan amat sangat membenciku di kemudian hari. Mungkin saja juga, dia akan mencoba untuk memberikan bisik-bisik pada istriku jika aku bukanlah suami yang tepat untuknya.

Apapun itu, aku memang sudah seharusnya mempersiapkan diri dengan segala resiko yang ada nantinya. Bahkan yang terparah, aku harus di tinggal pergi istriku.



Begitu aku telah tiba di pintu kamar, “Sekali lagi, maafkan kakak. Kakak tidak sengaja, Assalamualaikum.” ujarku sekali lagi, tanpa berpaling ke arahnya. Selanjutnya ku tutup pintu kamar rapat-rapat. Dan segera berjalan dengan nafas tertahan sesekali menuju ke kamar di lantai dua.









“Arghhhhh sial-sial….. sialannnnn” sesampainya di kamar, barulah aku menyadari sebenar-benarnya apa yang sudah ku lakukan. Aku benar-benar mengutuk diri ini karena terlambat menyadarinya. Menyadari jika wanita yang ku setubuhi tadi bukanlah istriku.

Aku benar-benar sangat menyesal.

Amat sangat menyesali perbuatan terkutukku pada wanita yang amat sangat ku hormati sebelumnya. Yang amat sangat tertutup dan penuh kesantunan, penuh kesempurnaan bahkan lebih jauh sempurna ketimbang istriku. Aku sudah mempermalukannya, aku sudah merusak kehormatannya.

Tekutuklah engkau bajingan syahwat yang sejak tadi menguasai diri ini.

Bajingan….

Yah! Aku memang laki-laki bajingan yang telah menodai kehormatan adik iparku.

Aku duduk di tepi ranjang, sambil memukul-mukul jidatku sendiri. Bodoh dan tolollah aku yang di kuasai kesangean sejak tadi. Andai saja, yah! Hanya kata andai itulah yang kini menderaku. Andai saja aku tak di kuasai penuh oleh birahi dan bisa berfikir lebih rileks tadi, mungkin saja aku bisa menahan diri agar tak sampai memutuskan untuk menyetubuhi wanita yang awalnya ku kira istriku itu.

Tapi….

Nasi sudah membubur.

Penisku pun sudah masuk dan melesak beberapa kali di liang vagina adik iparku. Aku juga sudah menikmati setiap inci tubuhnya dengan penuh kesadaran. Kalo sudah begitu, apakah pantas aku bertemu muka dengannya lagi?

“Arghhhhhh annjing…..”

Aku kembali mengerang penuh keputus-asaan.

Karena rasa sakit kepala ini menyiksa, maka ku putuskan untuk segera ke kamar mandi untuk membasuh kepala dan tubuhku, biar bisa sedikit rileks, biar bisa sedikit tenang.



================================





Pagi tiba.

Selesai sholat subuh berjamaah dengan istriku di kamar atas, yang juga sebelumnya, ia sendiri yang membangunkanku - masih pagi-pagi buta aku bercerita pada istriku - lebih ke kebohongan sih - jika aku harus ke kantor pagi-pagi sekali karena harus keluar kota sepagi ini, untuk mengecheck beberapa masalah distributor di luar kota.

Yah, inilah keputusanku saat ini. Sejak semalam aku tak bisa di buat tidur nyenyak karena berbagai pikiran-pikiran menyeramkan yang menguasai otak ini, atas kejadian salah sasaran tembak semalam di kamar pribadiku, di samping istri dan anakku. Sial!

Jadi selama Azizah, adik iparku berada di kota ini, menginap di rumahku, maka aku harus pergi jauh-jauh darinya. Maka, aku pun memutuskan untuk segera pergi dari rumah sepagi ini, biar aku tak bertatap muka dengan wanita itu, dan keluar kota beberapa hari sampai wanita itu kembali ke Bandung.

Entah nanti apa yang terjadi, aku juga telah memasrahkan diri pada sang takdir yang dengan mudahnya mempermainkanku semalam. Yang jelas untuk saat ini, ketidak sanggupanku untuk bersitatap langsung dengan Azizah membuatku memutuskan untuk pergi jauh-jauh darinya.

Mau tak mau istriku juga mempercayai ucapanku, dan segera menyiapkan perlengkapanku sepagi buta ini untuk keluar kota seperti biasanya.







Tepat jam 6 lewat 15 menit, aku pun sudah siap berangkat.

“Bun…. ayah harus berangkat sekarang!” begitu ujarku, bukan karena apa - aku tak ingin melihat Azizah yang sepertinya juga masih berada di kamar.

“Loh ayah gak sarapan dulu, tuh, bunda lagi pengen siapin…. sekalian mau bangunkan Zizah juga karena tadi dia gak sholat alasannya lagi dapet katanya. Makanya dia belum bangun lagi sekarang” Ohhh. Gitu. Haha! Bukan lagi dapet bun, tapi adikmu belum bersih-bersih sehabis di setubuhi suamimu. Batinku.

“Nanti sarapannya bareng Pak Syarif aja” ujarku, menyebut nama Supervisorku yang juga menjadi alasanku sebelumnya pada istri, jika aku, akan keluar kota bersama Pak Syarif.

“Rencana emangnya mau kemana- mana aja, yah?” tanya istriku.

“Hmm keliling sih bun. Makanya mungkin semingguan ayah di luar kota”

“Fiuhh, baru juga datang, udah harus pergi lagi” gerutu istriku. Aku pun mengusap lembut pipinya, dan meminta maaf sedalam-dalamnya dalam hati ini, jika dengan tega membohonginya. Andai saja, dia mau melayani birahiku sejak kepulanganku dari meeting di Jakarta, mungkin tak bakal kejadian semalam dan juga tak bakal ku tinggalkan ia kembali seperti pagi ini.

“Hehe sabar bun. Kan lagian, ada Azizah juga yang nemenin” balasku padanya.

“Ya udah deh”

Selanjutnya, istriku pun meminta tanganku untuk ia salim, setelah itu, aku berpamitan pada istriku dengan berucap salam, “Assalamualaikum bun, ayah berangkat yah sayang”

“Wa’alaikumsalam, hati-hati ayah.”

“Iya sayang”

Aku pun melangkah menuju ke mobil setelah sebelumnya ku panaskan, dan serta membuka pintu garasi lebar-lebar.

Beres….

Kini, aku pun telah pergi meninggalkan rumah dengan di iringi doa dan lambaian tangan istriku.



Maaf, sayang! Perginya suamimu ini, lebih kepada - ketidak sanggupanku untuk bertemu muka lagi dengan adikmu.

Sekali lagi, maafkan suami mu ini.



BERSAMBUNG CHAPTER 6
 
CHAPTER 6



Setelah kejadian itu, kejadian yang bisa ku sebut sebagai ‘SALAH SASARAN’, entah kenapa aku mempunyai perasaan yang lain terhadap Azizah, adik iparku ini. Aku tidak mengerti perasaan dalam hatiku ini. Yang pasti ini bukan cinta, karena perasaan ini tidak sama ketika aku baru pertama kali jatuh cinta kepada istriku, dan sampai sekarangpun, aku tidak merasakan perasaan yang sama dengan perasaanku kepada Azizah. Tetapi maaf, kawan. Ini juga bukan tentang birahi, karena setelah kejadian itu, aku benar-benar mengubur dalam-dalam dorongan birahi untuk bisa melakukan yang benar-benar bersamanya hingga klimaks, juga bersamaan.

Selama seminggu ini juga, aku memang benar-benar mengajak salah satu Supervisorku untuk keluar kota, daripada hanya di Surabaya saja bingung mau ngapain. Masa mau nginap di hotel terus tanggung biayanya secara pribadi, mending sekalian aja ku putuskan untuk benar-benar berkunjung ke beberapa kota - tempat distributorku berada sekalian melakukan review kecil-kecilan selama di sana.

Seminggu ini juga hari-hariku pun ku sibukkan dengan pekerjaan, alhasil, bekerja dengan baik untuk menghilangkan bayang-bayang kejadian malam itu. Bayang-bayang ekspresi penuh kenikmatan serta ketakutan Azizah di bawah penguasaanku, di bawah tindihanku. Serta, bagaimana lezat dan legit vaginanya saat penisku berhasil menerobos masuk hingga ke bagian terdalamnya. Yes! Ini real kawan. Aku benar-benar melakukan hubungan seks dengannya. Meski tidak sampai klimaks. Alias menggantung.

Satu hal yang sempat ku simpulkan, jika sepertinya Azizah jarang di belai, jarang di pakai sebagai istri oleh sang suami. Buktinya, masa iya, sudah setahun menikah vaginanya masih sempit serasa seperti lagi bersenggama dengan gadis yang masih perawan. Bedanya tentu saja tak ada lagi ku dapatkan selaput penghalangnya di sana.

Ada beberapa kemungkinan, hipotesa yang ku pikirkan.

Pertama, mungkin memang jarang di terobos masuk oleh penis suaminya. Kedua, atau mungkin memang penis suaminya berukuran lebih kecil dariku, atau yang ketiga, yang jauh lebih biadab, yang adalah, suaminya gak bisa ereksi. Hahaha! Tapi sepertinya yang ketiga ini tak mungkin kejadian. Gak mungkin kan, Azizah bertahan selama setahun ini dengan pria itu?

Semoga saja, hipotesaku tidak kejadian pada poin ketiga. Tepok Jidat!

Intinya, aku berusaha untuk tidak lagi memikirkannya.



Yang anehnya juga, selama seminggu ini, Azizah tak ada kabar apapun padaku. Hanya istriku saja yang setiap hari melakukan panggilan video padaku. Selama itu juga aku tentu saja menyinggung hal biasa saja dengannya mengenai adiknya itu. Tidak sampai menyinggung kejadian malam itu, bisa pecah perang dunia selanjutnya kalo beneran aku tanyakan padanya.

Intinya, kejadian aku bersama Azizah habis perkara.

Tak ada yang tertinggal….

Aku juga yakin, wanita itu akan berusaha mencoba melupakan kekhilafan dan ketidak sengajaanku padanya malam itu, karena memang, ia pasti paham dan mengerti akan keadaanku malam itu, karena aku sering memanggilnya dengan panggilan pada istriku.

Apalagi memang kondisi di kamar malam itu cukup gelap, jadi aku tak mampu untuk menebak mana sebenarnya istriku, mana si Azizah. Yang sialnya pula, dan yang menjadi satu-satunya sumber bagiku untuk menyetubuhinya karena posisinya tertidur tepat di samping anakku, dan bukan hanya itu saja, kimono yang ia kenakan, pula adalah kimono istriku, hadiah dariku.

Jadi, jika mau di tarik kesimpulan, di sini, posisiku tidak bisa di persalahkan sepenuhnya juga, bukan?









Kembali pada masalah rasa ini yang terjadi padaku. Memang betul, aku memiliki perasaan yang lain pada Azizah, tapi bukan cinta, bukan juga birahi.

Tapi apa ya...

Pokoknya sulit untuk aku jelaskan dengan memakai kalimat. Aku juga gak perlu ceritain kejadian di saat aku sedang video call-an dengan istriku, di saat kebetulan juga, Azizah sedang berada di dekatnya, di rumah kami.

Karena gak ada kejadian yang menarik, serta komunikasi yang terjadi antara aku dengan Azizah. Azizah benar-benar bersikap seperti semula lagi, meski beberapa kali saat istri menghadapkan layar ponselnya pada adiknya, kami terlibat bertatapan beberapa detik lamanya, tatapan tanpa ucapan. Hanya sekedar lambaian tangan semata. Tapi, terbersik memang, sekilas ekspresi Azizah agak berubah dari sebelum-sebelumnya. Intinya begitu.



Well! Akhirnya Azizah kembali pulang ke Bandung. Akhirnya pula ku putuskan untuk pulang kembali ke rumah.





=========================





Setibanya di rumah…..

Jangan di tanya bagaimana geloranya proses ku setubuhi istriku dengan penuh semangat juang 45.

Selesai istriku meninaboboin putriku si Intan, maka kami pun lantas melaksanakan proses pembuatan adik buat si Intan lagi. Hahay!



Aku dan istri secara tergesa-gesa, khususnya aku, melepaskan seluruh pakaian kami yang melekat di badan, dan kini tanpa babibubebo, saat kami sudah telanjang, aku lantas menyerangnya dengan penuh semangat.

Kami berciuman, istriku rupanya membalas ciumanku dengan sangat ganas dan bernafsu. Hal wajar juga sih, karena bukan hanya aku saja yang kekeringan selama nyaris sebulan ini, istriku juga tak mendapatkan belaian dariku. Ditambah lagi bahwa dirinya memang sudah terbakar nafsu berahi.

Ciumannya padaku berubah semakin panas dan menggairahkan, bahkan tangan istriku sudah meremas dan mengocok penisku yang sudah sangat tegang.

Kami langsung saling berguling di atas ranjang, saling berbagi kenikmatan dengan sentuhan-sentuhan yang sangat intens pada titik-titik yang bisa kami gapai.



Sejurus kemudian….

Akhirnya badanku kuputar 180 derajat, sehingga kepalaku yang berada di atas menghadap vaginanya.

Sementara wajahnya yang berada di bawah menghadap penisku.

Kurengkuh pantatnya yang montok lalu di mulailah lidah dan bibirku mempermainkan vaginanya. Istriku langsung melenguh, “Ouh.. ouh.. ayah…. ahhhhh enakkkk,” erangnya.

Tak kupedulikan erangannya, aku terus menjilati dan mengisap vagina istriku. Terkadang aku tusukkan lidahku ke dalam liang vaginanya yang beraroma khas. Gerakan pantatnya semakin menjadi. Dan tiba-tiba aku merasa bibirnya mulai melumat penisku dengan penuh nafsu.

Aku.. melayang..

Ku pejamkan mata ini sembari menikmati kuluman istriku pada penisku di bawah sana. Saat ku pejamkan mata, tiba-tiba saja, aku terbayang akan tubuh sintal dan nikmat bukan milik istriku, melainkan Azizah, adiknya. Ah Sial. Kenapa aku malah memikirkan wanita lain saat ini?

Tidak…. tidak.

Aku harus melenyapkan bayang-bayang wanita itu.

Aku lantas berusaha untuk membuka mata. Dan mencoba untuk terus memikirkan istriku saja, bukan Azizah. Bukan Azizah yang mengulum penisku melainkan istriku. Titik!

Jilatan dan isapan pada penisku semakin bervariasi.

“Ouhh” Akupun melenguh nikmat.

Aku khawatir pertahananku akan bobol, maka aku konsentrasikan mengoral kembali vagina istriku dengan ganas dan cepat.

Dia menjerit.. “Aaah.. ayaahhh.. bunda gak tahan.. aku gak tahan lagi….. masukin sekarang.. Sekarang auh..!”

Tak kupedulikan permintaannya, aku semakin bersemangat mengoral vagina indah istriku ini. Namun tiba-tiba badannya menghentak menggulingkan tubuhku, kemudian dia bangun, memutarkan badannya.

Selanjutnya, dalam posisi menungging dia mengarahkan penisku yang sedang berdiri tegak ke arah liang vaginanya yang sudah sangat basah. Perlahan istriku lalu menekan pantatnya ke bawah dan……

Bless.. slebhh..!!!

“Ahhhh akhirnya ngewe juga” desisku benar-benar menikmati proses penisku ini yang mulai memasuki liang vagina istriku perlahan-lahan.

Ughh..

Mataku nanar, berkunang-kunang merasakan kenikmatan yang sukar ‘tuk dibayangkan.



Sejurus kemudian…..

Perlahan-lahan pantat istriku mulai turun-naik, sementara kedua tangannya merengkuh pundakku dari belakang, sambil bibirnya dengan penuh nafsu menciumi dan mengisap bibirku.

Gerakan pantatnya semakin cepat, kepalanya sudah mulai terdongak, sambil mengeluarkan nafas mendengus seperti orang orang yang sedang ‘pushu’.

“Ehh..euh.. hekks.. hekss.. euh..” Dengusan itu terus menerus keluar seiring dengan hempasan pantatnya menekan selangkanganku. Sehingga penisku seperti dikocok-kocok, dipelintir dan diisap-isap dengan sangat nikmat.

Mataku terbeliak-beliak menahan nikmat yang tak terperi yang kurasakan.

Merasa kakinya kurang nyaman, akhirnya istriku itu meluruskan kakinya sehingga dia telungkup menindih tubuhku. Tangannya masih meraih pundakku sebagai pegangan, dan buah dadanya ditempelkan pada dadaku.

Kemudian ia kembali memaju-mundurkan pantatnya agar vaginanya dapat bergesekan dengan penisku dan penisku dapat keluar-masuk hingga sampai ke pangkalnya.

Gerakanya semakin cepat, kedua kaki istriku mulai kejang-kejang lurus, erangannya juga semakin memburu.

“Ouh.. hekss.. heks.. heks..” hingga akhirnya dia kembali menjerit panjang.

“Aaaaaahhhhkkkks..!”

Badannya kembali melenting terdiam kaku, mulutnya menggigit pundakku. Sedangkan kedua tangannya menarik pundakku dengan sangat keras dan kaku. Beberapa detik kemudian keluar helaan nafas panjang darinya, seperti melepas sesuatu yang sangat nikmat..

“Oughhhhhh..”

Pantatnya berkedut-kedut, dan terjadi konstraksi yang sangat hebat di dalam vaginanya.

Ughh.. kedutan dinding itu kurasakan sangat mencengkram kuat-kuat seluruh batang penisku yang tengah terbenam di sana. Hingga diakhiri dengan kedutan-kedutan dinding vagina yang memijit penisku. Ini membuatku melenguh, menerima sensasi yang sangat nikmat dari vagina istriku.

“Ooghh..” Keluhku.

Kedutan pantatnya makin lama makin melemah, hingga akhirnya tubuhnya ambruk menindih tubuhku.



Cukup lama istriku menikmati sensasi orgasme sambil telungkup lemas di atas tubuhku.

Kemudian matanya terbuka menatapku sambil berkata..

“Ahh ayah enak banget. Lama banget bunda gak rasain lagi nikmatnya kontol ayah. Sebulan kali hehe” katanya sambil mengecup bibirku.

Aku hanya tersenyum manis pada istriku sambil membalas kecupannya dengan mengisap bibirnya dalam-dalam. Kedua tanganku memeluknya dan meletakkan telapak tanganku pada kedua pundaknya yang masih telungkup menindih tubuhku.

Lalu perlahan pantatku kugerakkan ke atas dan ke bawah, sambil kedua tanganku menarik pundaknya ke bawah, membuat penisku yang masih tegang meradang menggesek dinding-dinding liang vaginanya. Memberikan kenikmatan padaku dan padanya.

Penisku dengan lancar keluar-masuk liang vaginanya yang masih tetap sempit menjepit dan meremas-remas penisku dengan ketat.

Sensasi kenikmatan mulai kembali menjalari seluruh urat syarafku dan akupun mulai mendengus nikmat. “Ouhhh.. ouhh..”

Akibat gerakanku ini, membangkitkan kembali gairah istriku yang baru saja mendapatkan orgasme. Dan gesekan-gesekan ini memberikan kenikmatan-kenikmatan padanya. Hingga akhirnya pantatnya kembali bergerak maju-mundur ke atas ke bawah, kembali berusaha meraih kenikmatan yang lebih.

Istriku kembali memompakan tubuhnya di atas tubuhku, gerakanya itu makin lama semakin cepat.

Tak lama. Kembali erangan nikmatnya yang khas keluar dari mulutnya. “Ehh..euh.. hekks.. hekss.. euh..”

Dengusan itu terus-menerus keluar, seiring dengan hempasan pantatnya menekan selangkanganku. Sehingga penisku seperti dikocok-kocok, dipelintir dan diisap-isap dengan sangat nikmat. Dan kembali mataku terbeliak-beliak menahan nikmat.

Gerakannya semakin cepat, tak lama kemudian kembali kedua kakinya kejang-kejang lurus. Rintihan serta erangannya semakin memburu. “Oughh.. hekss.. heks.. heks..”

Dan akhirnya..

Istriku kembali menjerit panjang…..

“Aaaaaahhhhkkkks..!”

Tubuh indahnya kembali melenting terdiam kaku. Mulutnya menggigit pundakku. Kedua tangannya menarik pundakku dengan sangat keras dan kaku. Hingga beberapa detik kemudian, keluar helaan nafas panjang darinya seperti melepas sesuatu yang sangat nikmat.

“Ouhhhhhh.. ayaaaahhhhhshhh” Pantatnya berkedut-kedut, dan terjadi konstraksi yang sangat hebat di dalam vaginanya. Kedutan dan kontraksi di liang vagina istriku kurasakan sangat mencengkram kuat-kuat seluruh batang penisku. Lalu diakhiri dengan kedutan-kedutan dinding vagina yang memijit penisku membuatku melenguh kembali menerima sensasi yang sangat nikmat dari vagina istriku ini.

“Oughh..” lenguhku.

Kedutan pantatnya makin lama makin melemah. Lalu akhirnya tubuhnya kembali ambruk menindih tubuhku untuk kesekiankalinya.







Pencapaian orgasme yang ia dapatkan di atas tubuhku terus dilakukannya berulang-ulang hingga akhirnya untuk yang kesekiankalinya dia benar-benar ambruk di atas tubuhku, tak lagi bisa bergerak akibat kehabisan tenaga.

Dia menggelosorkan tubuhnya di samping tubuhku, sambil berbaring miring saling berhadapan dan berpelukan.

Istriku berkata padaku dengan tersengal-sengal kehabisan napas, mengaturnya.

“Ayah.. hosh…. hosh…. bunda capek. Bunda lelah…. tapi puas banget. Tapi ayah masih belum keluar” Katanya sambil meraih penisku yang masih tegang menantang membasah oleh cairan nikmat vaginanya.

Aku yang memang belum mencapai puncak, tidak ingin berlama-lama istirahat takut nafsuku surut dan penisku melemah. Maka aku mulai menindihnya, tanganku kembali meremas-remas buah dada indah miliknya, serta memilin-milin putting susunya yang menjulang menantang.

Kemudian kembali bibirku menciumi bibirnya dengan penuh nafsu. Nafsunya terbangkit kembali. Walaupun dengan tenaga yang masih lemah, tangannya meraih penisku dan kembali dia arahkan ke depan liang vaginanya.

Pahanya terbuka lebar memberi jalan pada penisku untuk segera menelusuri liang nikmat vaginanya. Kudorong pantatku begitu kepala penisku tepat berada di liang vaginanya.

Dan.. Blessepph..!

Penisku kembali menjelajahi liang sempit yang sudah sangat basah milik istriku.

“Ooughh..” lenguh kami berbarengan menahan nikmat.

Pantatku mulai mengayuhkan penisku agar lancar keluar-masuk menggesek-gesek dinding vagina yang selalu memberikan sensasi nikmat.

Gerakanku makin lama makin cepat dan berirama. Pinggulnya mulai bergerak membalas setiap gerakanku, sehingga lenguhanku dan erangan nikmat dari kami berdua terdengar saling bersahutan.

“Ouh.. ohhh.. enak.. banget.. ohhhh..” dengusku.

“Auh.. auh.. ouh.. ayahh…. nikmat.. oh..” erang istriku juga.

Gerakanku makin lama makin cepat dan keras tak beraturan. Sehingga terdengar bunyi yang cukup keras dari beradunya dua selangkangan.

Plok.. plok.. plok..!

Demikian pula dengan gerakan pinggulnya semakin keras menyambut setiap gerakan pantatku. Sehingga bunyi beradunya selangkangan semakin keras..

Plok.. plok.. plok.. plokk..!

Tak pelak, akhirnya mulutku mulai meracau.. “Ouh.. Bun.. ayah.. mau.. keluar, ayah mau.. keluar ouh..”

Begitupun yang terjadi pada istriku, juga meracau sambil menarik-narik tubuhku dengan keras. “Ayo.. yahhhh.. bareng.. bareng..”

Hingga akhirnya…….

Secara bersamaan kami menjerit bersahutan melepas nikmat mencapai orgasme.

Badanku dan badan istriku melenting dan menjerit.

“Aaarrgghhhh..!”

Croottt! Croot!

Sperma kentalku terpancar beberapakali membasahi seluruh rongga vagina istriku ini.



Hingga setelah beberapa saat, kami pun langsung tepar dan mulai memejamkan mata. Menanti apa yang terjadi selanjutnya, dalam kehidupan rumah tangga kami berdua.




=============================



CHAPTER 7



Hari berganti minggu, minggu berganti bulan….

Sudah sebulan terlewati, dari kejadian insiden kala itu. Dan kini aku mulai kembali ke rutinitasku semula. Yah! Gak mungkin ku ceritakan hari demi hari apa yang terjadi dalam hidup rumah tanggaku bersama Azita, istriku, serta putriku yang cantik yang kini mulai bisa berjalan serta mulai bisa berbicara tapi masih beberapa penggal kata saja yang bisa ia ucapkan. Termasuk memanggil papa sama mama pada kami berdua. Karena memang gak ada yang patut ku ceritakan pada kalian, tak ada kejadian yang aneh-aneh, aku juga memang selalu menjaga kesetiaanku pada istri, pada keluarga kecilku ini.

Apalagi kejadian bersama Azizah adik iparku itu. Tidak ada sama sekali kawan. Justru kami benar-benar kembali pada situasi dimana belum terjadi kejadian ‘insiden salah sasaran’ malam itu. Yah, bukan berarti komunikasi antara istriku dan adiknya tidak terjalin.

Mereka masih sering melakukan video call atau telfon-telfonan, saling melepas rindu, begitu alasan istriku. Kerap kali juga aku menyapa di saat mereka saling video call dan kebetulan aku berada di samping istri. Aku hanya menyapa sekedarnya saja, tapi anehnya, ekspresi Azizah seakan-akan sarat akan sesuatu yang - seharusnya bisa menganggu pikiranku, tapi sungguh, aku malah yang berusaha untuk tidak memikirkannya.

Karena aku memang sudah niatkan, biarlah kejadian kala itu hanya sebagai kekhilafan kami yang tak di sengaja.

Jangan tanyakan juga bagaimana berusahanya aku untuk melupakan kejadian malam itu, melupakan bagaimana dahsyatnya efek jepitan kemaluan wanita itu pada batang kemaluanku. Sulit kawan, amat sangat sulit untuk ku lupakan. Dan terima kasih buat istriku yang selalu ada di saat aku teringat kembali pada adiknya. Selalu tak memberi penolakan di saat aku lagi meminta untuk menyetubuhinya.

Apalagi yah yang terlupa, untuk ku ceritakan pada kalian?

Hmm, tentu saja karena memang kami ada hubungan keluarga, kami masih berada pada satu grup ‘Family’ yang dimana isinya tentulah kami bertiga para suami, serta istri dan kedua sudarinya itu, serta kedua orang tuanya tentu saja.

Aku memang sih, menyadari ada keanehan yang terjadi. Memang ku akui, sedikit saja adanya perbedaan dari sebelum kejadian insiden itu. Yang adalah, kini Azizah tak pernah lagi membalas chatku yang masuk di grup. Padahal biasanya, dia yang paling aktif meng-quote chatku secara langsung di saat aku bertanya, atau mungkin melempar candaan ringan di grup.

Tapi sebulan ini, hal itu tak terjadi lagi….

Selalu saja ia melewati chatku apabila ingin membalas chat yang lain.



That’s it.

Hanya itu saja. Jadi, pada tahu kan apa yang terjadi selama sebulan ini?

Hmm, ada sih satu kejadian yang penting, yaitu setelah ku setubuhi istriku nyaris setiap hari pada akhirnya kebobolan juga.

Di suatu malam, istriku tiba-tiba mengatakan jika ia lagi telat datang bulan. Tapi sampai sekarang kami belum memastikan kebenaran apakah ia telat karena memang siklus haidnya yang terlambat, atau memang lagi berisi. Alias lagi hamil.

Hingga tibalah waktu untuk meeting bulanan yang juga, untuk Meeting para ASM tempat meetingnya selalu bergilir. Alias tiap bulan selalu berganti kota, berganti area. Dan kali ini, meeting akan di adakan di Kota Semarang.

Acara meeting ku ketahui karena adanya email notifikasi yang masuk pada smartphoneku. Sebuah email invite meeting yang langsung di kirim oleh pimpinan tertinggi di sales & marketing di perusahaan, malam itu.

Kesepakatan pun terjadi di antara aku dan istri, dimana aku berjanji akan mengajaknya ke dokter kandungan setelah aku pulang dari meeting di Semarang nanti. Karena kebetulan juga belum genap sebulan haid nya terlambat. Bahkan ketika aku pulang dari meeting pun, masih belum genap sebulan, tapi istriku tetap memaksa untuk memeriksakan ke dokter aja langsung setelah aku kembali ke rumah.

Ya sudahlah, ikuti saja apa mau istriku dari pada panjang.









H - 2

Sebelum meeting terjadi.

Aku menatap layar laptopku yang menampilkan bagan presentasiku mengenai pencapaianku selama sebulan ini, yang nanti kan ku persentasikan di depan semua para ASM yang hadir.

Keberangkatanku nanti di hari minggu, dan kebetulan hari ini adalah hari Jumat, dengan menggunakan pesawat sore.

Kualihkan pandanganku pada angka-angka dan tabel di dalam monitor laptop di mejaku. Lumayan pening juga seharian buat bahan presentasi dari beberapa sumber data yang juga ku dapatkan dari bantuan para timku disini.

Memang penat dan melelahkan, tetapi aku bersyukur dengan pekerjaanku, karena aku sadar banyak orang yang tidak beruntung mendapatkan kesempatan yang sama denganku. Ku simpan file power point yang telah selesai ku edit sana-sini itu ke dalam folder khusus yang ku beri judul MOM (Monthly Of Meeting).

Karena waktu pulang kerja masih dua jam lagi, jadi masih ada waktu santai di kantor.

Mungkin menikmati secangkir kopi dan sebatang dua batang rokok di pantry, keputusan yang baik dan menyenangkan bagiku sembari menunggu waktu pulang tiba.

Belum juga ku beranjak dari kursi kerjaku, tiba-tiba saja sebuah pesan masuk pada ponselku, yang ku sadari dari bunyi notifikasinya adalah pesan dari applikasi WhatsApp.

Aku lantas meraih ponselku….

Dan seketika itu juga, jantungku nyaris berhenti berdetak.

Pesan tersebut, datang dari pemilik nama yang telah lama ku save pada kontak ponselku.



Pesan dari Azizah?

What a supprise?

“Kak Ar jahat…” hanya itu pesan yang masuk saat aku membuka applikasinya.

Aku sempat mengernyitkan keningku, karena masih berfikir keras, apa maksud dari pesannya tersebut. Pesan yang singkat dan agak ambigu jika mau di pikirkan maknanya, kawan.

Karena penasaran, aku pun lantas membalas pesan japriannya itu dengan memberikan salam di awal, “Assalamualaikum, dek!”

Lalu ku ketik kembali dan mengirim pesan lanjutan, “Maksud kamu apaan dek? Kok bilang kakak jahat?”

“Kak Ar jahat. Pokoknya jahat banget ke Zizah”

Fiuh! Lah kan, ambigu banget makna pesannya itu. Baiklah, ku akui memang kata jahat itu memang pantaslah ku dapatkan setelah apa yang ku lakukan padanya malam itu. Tapi kan, dia juga tahu jika kejadian itu memang tanpa kesengajaan. Wong, dia juga mendengar kok, kalo saat itu aku menyebut nama istriku, bukan namanya. Lagian apabila memang tak ku hormati dia sebagai adik iparku, maka aku pasti akan meneruskan persetubuhan kami hingga tuntas, hingga ku semprotkan spermaku ke rahimnya. Tapi kan, kejadian nyatanya aku malah langsung melepaskannya dan memutuskan untuk segera keluar kamar.

Ya sudahlah, aku pun membalasnya lagi. “Kalo memang jahatnya kakak karena kejadian kala itu, maka kakak minta maaf. Kakak tidak sengaja, sungguh, dek”

Send!

Beberapa jenak aku menunggu balasan darinya, tapi tetap saja aku tak mendapatkan balasan lagi. Berpuluh-puluh menitpun terlewati, bahkan aku malah urung menikmati udud dan kopi di pantry saking seriusnya aku dengan pesan yang datang tiba-tiba dari adik iparku ini.

Setelah sekian menit ku menunggu, akhirnya penantianku terbayarkan dengan di tunjukkannya pada layar atas, keterangan ‘Azizah is writing’ itu artinya dia lagi mengetik. Yang mengherankannya lama amat mengetiknya? Sepertinya pesan yang ia ketik cukup panjang.

Aku pun dengan sabar lagi menanti.



Namun….

Nyatanya, pesan yang ku terima tak sepanjang yang ku kira, “Kak Ar jahat. Kak Ar dengan begitu saja melupakan apa yang telah terjadi. (Emoticon nangis!)”

Apa sih maksudnya dia?

Karena tak ingin mati penasaran, maka ku putuskan langsung menelfonnya saja.

Sekali percobaan, gagal! Ternyata telfonku tak di jawab. Percobaan kedua pun tetap gagal.

Hingga percobaan ketiga…………..



Tut! Tut! Tut!

Bukan gagal sih, melainkan kena reject, bro. Haha! Ya sudah, aku pun membalas pesannya saja. Sepertinya adik iparku memang tak ingin di telfon, tak ingin berbicara langsung denganku.

“Maafkan kakak jika memang kamu masih marah karena kejadian malam itu. Kakak juga gak tahu, cara yang tepat untuk bisa kamu maafkan. Tapi, yang perlu kamu ketahui, kakak juga menyesal sekali atas insiden yang tak di sengaja itu, dek. Sumpah Demi Allah!”

Balasan yang ku dapatkan, hanya emoticon nangis.

Hadeh! Makin penasaran aku di buatnya kalo sudah begini. Mana ia tak ingin menerima telfonku saat aku mencoba untuk menelfon ke empat kalinya.

“Jangan telfon, lagi gak bisa terima telfon”

Ya sudahlah, apakah itu hanya alasannya saja, atau memang kondisinya benar tak bisa menerima panggilan telfon. Maka, aku pun sekali lagi mengirimkannya pesan dengan permintaan maaf yang sungguh-sungguh.

“Iya kak. Azizah maafkan. Tapi… tetap saja, kak Ar pria yang jahat. Pria yang benar-benar mudah melupakan, padahal tidak dengan yang lain. Di saat kakak mudah melupakan, tapi satu sisi, ada seseorang juga yang sampai saat ini, masih sulit untuk melupakan”

Errrrrr! Aku sampai menahan gerangku saking bingungnya aku dengan pesannya itu.

Tapi karena aku memang tak ingin jauh memikirkannya, karena aku memang telah meniatkan sejak lama untuk melupakan, maka aku pun hanya membalas dengan kata maaf lagi padanya. Hanya itu saja, dan setelah itu, tak adalagi pesan yang masuk dari adik iparku ini.

Ya sudahlah….

Sepertinya memang sudah seharusnya begini, bukan? Seharusnya memang hubungan kami tetap berlangsung seperti biasanya tanpa ada embel-embel kebaperan di dalamnya.



=============================



Tibalah hari keberangkatanku ke Semarang.

Aku pun di antar istriku keluar dari rumah bersama putriku yang lucu dan menggemaskan itu.

“Ayah, ingat hati-hati di sana” begitu ujar istriku yang tak pernah lelah memberikanku nasihat agar selalu dan selalu menjaga diri, menjaga mata agar tidak keliaran kemana-mana.

“Iya bun, ayah akan selalu menjaga pesan dan amanah darimu, dari kalian, keluarga kecil ayah”

Di depan, pun telah menunggu Pak Dodi salah satu supervisorku yang kebetulan tinggalnya se kompleks perumahan denganku di sini, tapi memang clusternya yang berbeda. Kebetulan rumah dia berada di cluster yang lebih kecil. Makanya, hanya dia yang bisa mengantarkanku ke bandara hari ini, karena kebetulan hari minggu dan hari libur, dan kebetulan juga, dia lagi tak ada kegiatan sama sekali.

Setelah berbasa-basi, mendengarkan nasihat istri, pada akhirnya aku pun berpamitan padanya, tak lupa mengecup keningnya, kening anakku, kemudian ku beri salam sembari memberikan punggung tanganku untuk istriku salim.

“Assalamualaikum, bun. Ayah berangkat dulu”

“Wa’alaikumsalam, hati-hati ayah.”

Aku pun melempar senyum pada kedua perempuan yang ku cintai ini.

Dan yah, akhirnya aku dan Pak Dodi meninggalkan rumah menuju ke Bandara yang tentu saja, menggunakan mobil Pak Dodi dan ia sendiri yang menyupiriku.



==============================================



CHAPTER 8




Singkat cerita, akhirnya aku tiba di Bandara.

Aku sengaja duduk di coffeshop di atas, yang juga dekat dari gate tempatku berangkat nantinya dengan pesawat yang ku tumpangi, sembari menunggu panggilan boarding tiba.

Sembari menikmati secangkir cappucino, ku buka bungkusan rokok dan meminjam korek gas pada pegawai coffeshop ini, karena sebelumnya, milikku di tahan di pintu masuk tadi saat proses pemeriksaan menggunakan alat detector.

Yah, kalian pasti paham yang sering melakukan perjalanan menggunakan pesawat, mengenai aturan yang ku maksud ini. Serta proses ini itunya juga, jadi tak akan ku jelaskan detailnya lagi pada kalian.

Sembari menunggu, ku buka ponselku untuk sekedar mengecheck email lanjutan dari email invite meeting sebelumnya. Di sana, terdapat file microsof excel yang juga bisa ku buka dari ponselku, yang adalah file keterangan mengenai random acara, serta detail alamat hotel dan juga, list kamar para peserta meeting, yang dimana, untuk para ASM kamarnya akan di sharing dua orang. Saat ku lihat listnya, ternyata aku sekamar dengan Pak Yogi, ASM Medan yang kebetulan memang, asalnya dari Semarang. Dan kebetulan setahun lalu dia di mutasi ke Medan sana. Oh iya, pada tahu kan kepanjangan ASM? Yang belum tahu, baiklah, akan ku beri tahu. Jadi ASM itu kepanjangan dari Area Sales Manager. That’s it. Hahaha!

Ya sudahlah, meski aku memang kurang akrab dengan Pak Yogi karena memang kami jarang bertemu, juga jarang berada dalam satu grup area, tapi, setidaknya, setiap beberapa kesempatan kami bertemu dan mengobrol, orangnya lumayan ramah. Memang beliau lebih tua jauh dariku. Dan dia adalah salah satu ASM senior di perusahaan ini, sedangkan aku, masih terhitung ASM junior lah.

Jadi tak masalah bagiku di sandingkan sekamar dengan Pak Yogi. Mungkin saja nanti aku bisa mendapatkan ilmu baru darinya, kiat dan cara apa yang ia gunakan untuk mengembangkan area Medan yang ia handle selama ini.

Apa lagi yah yang ingin ku lakukan sekarang?

Mana waktu boarding belum juga tiba. Hadeh! Kayak gini nih yang aku paling males kalo berangkat dengan menggunakan pesawat berlogi singa. Karena memang, seharusnya setiap ASM di perusahaan ini, fasilitasnya menggunakan pesawat garuda. Tapi karena kebetulan juga dari Surabaya ke Semarang, hanya ada pesawat berlambang singa serta hanya pesawat kecil pula, alhasil, delay pun hal biasa terjadi.

Untung berangkatku hari minggu, jadi masih bisa santai dan gak buru-buru. Karena meeting akan berlangsung besok senin.

Well!

Mungkin sebaiknya aku buka-buka instagram aja kali di ponsel buat ngecek timeline.

Oh iya, salah satu hobbiku adalah fotografer meskipun sangat jarang dilakukan. Terakhir kali hunting bareng komunitas mungkin sudah sekitar enam bulanan dan kini kamera DSLR ku hanya terdiam di dalam cabinet di rumah.

Ya sudahlah memang aku masih harus bersabar menanti delay yang baru saja terjadi.

Ku buka timeline instagramku dan melihat beberapa postingan dari fotografer favoritku. Kadang-kadang aku kagum dengan cara mereka mengatur komposisi pengambilan gambar. Kombinasi eksposure yang menakjubkan.

Ku scroll-scroll lagi, terus menerus sambil sesekali mengagumi beberapa foto hasil jepretan beberapa kawanku maupun yang se hobby denganku atas rekomendasi dari applikasi tanpa harus memfollow instagramnya. Scroll ke bawah lagi dan lagi, hingga aku menemukan postingan foto sosok wanita berkerudung dan berkhimar. Yes! Aku tentu saja sudah saling ‘follow’ di instagram sejak lama dengan wanita itu.

Dia tampak sangat cantik dan modis duduk di sebuah bangku kayu dengan latar belakang sebuah gedung yang tampak tak asing bagiku. Tapi, sejauh ini, aku masih belum terpikirkan, dimana aku pernah melihat tempat dan gedung tersebut.

Foto yang menunjukkan suasana sore yang elegan, itu menambah kesempurnaan sosok yang berada di foto. Dengan pose memiringkan sedikit kepalanya ke kiri, meski wajah cantiknya itu masih tertutupkan selembar khimar yang warnanya senada dengan hijabnya, tapi, estetika dan kesempurnaan dalam foto tersebut tak berkurang sedikitpun.

Wanita itu, meski berkerdung, meski bercadar, tapi tetap saja, di mataku kini, kelihatan amat sangat cantik.

Paras yang cantik, yang di sembunyikan di balik khimarnya itu, ku sadari jika ekspresi di dalamnya tengah melemparkan senyumnya yang menawan, yang nyaris serupa dengan istriku, tengah menghadap lensa yang menangkap gambarnya itu.

Matanya berbinar dan lembut menatap, kulitnya yang putih yang terlihat dari bagian yang tertutupkan khimar. Serta jilbabnya tampak sedikit berkibar menyiratkan tanda bahwa ketika foto itu diambil, angin sore sedang bertiup.

“Aku memang tak sesempurna yang engkau kira, tapi, aku berusaha untuk menyempurnakan diri ini karenamu….”

Aku tersenyum membaca caption itu.

Aku pun pada akhirnya membuka akun instagramnya. Dan baru saja ku buka, tiba-tiba muncul sebuah postingan baru, dengan gambar yang hanya menunjukkan sepasang mata miliknya saja. Dengan caption di bawahnya berbunyi, “Aku memang bukanlah wanita sempurna, wanita yang bahkan kadang melupakan jika pernah melakukan sebuah kesalahan. Tapi, aku akan selalu berusaha untuk terus dekat padamu, pada pencipta kehidupan ini.”

Dan yang membuatku mengernyit, saat ku lihat waktunya baru beberapa detik saja. Juga, kain khimar yang sedikit terlihat itu, sama seperti khimar yang ia gunakan di foto sebelumnya, yang sempat ku lihat yang sedang duduk di bangku kayu itu, berlatar belakang sebuah gedung, yang juga sempat ku jelaskan, jika gedung itu tampak tak asing bagiku. Sepertinya aku pernah lihat tempat itu, bahkan pernah berfoto. Tapi kok aku malah lupa dimananya yah?

Lantas aku pun menyadari jika foto sebelumnya juga baru di posting beberapa menit yang lalu. Itu artinya, ini adalah dua foto yang sama latar dan waktunya. Serta pakaian yang di kenakannya.

Hmm, aku mencoba untuk menebak makna kata demi kata yang tertulis di caption dua postingannya itu.

Begitu seterusnya hingga keningku kembali mengernyit, karena putus asa tidak juga menemukan makna sesungguhnya. Memang sih, aku sedikit menebak, apakah ini ada hubungannya dengan kejadian insiden malam itu bersamanya? Makanya dia bilang, dia tak sempurna, dan sempat melakukan kesalahan. Bukankah, semua orang pernah melakukan kesalahan? Bukankah masa lalu adalah guru terbaik buat kita melakukan sebuah perubahan yang besar di kehidupan kita di masa akan datang?

Lantas, apakah wanita ini, yang adalah adik iparku saat ini sedang galau?



Aku yang masih di pusingkan dengan kata-kata dari wanita itu, suara panggilan boarding pun terdengar dari alat pengeras suara dalam bandara ini. Pada akhirnya, aku pun menuntaskan acara mikir-memikirku ini, dan memasukkan kembali ponselku pada tas kecil yang ku bawa, tak lupa pula ku bayar pesananku ke kasir di depan.

Beres semuanya….

Aku pun keluar dari coffeeshop dan melangkahkan kaki menuju ke gate yang dimana, di sana adalah tempatku akan boarding bersama para penumpang lain, yang kini saling berjejer, saling mengantri dengan sabar untuk masuk ke dalam ruangan di dalam sana. Serta, tak lupa juga di depan sana, petugas maskapai mengadakan proses peng-checkan tiket seperti biasanya.







Dan di sinilah aku berada.

Di dalam pesawat sembari menunggu beberapa penumpang lainnya yang lagi proses masuk ke dalam. Aku sendiri sudah duduk di bangku yang sesuai tertera pada tiket pesawatku ini.

Aku memilih duduk tepat di dekat jendela biar aku bisa santai dan tidur sejenak sampai tiba nanti di tujuan. Memang, aku memiliki kebiasaan tidur saat berada di pesawat. Gak tahu kenapa, rasanya asyik aja kalo tidur tanpa harus menikmati proses penerbangannya ini. Apalagi waktu jarak tempuh dari Surabaya ke Semarang gak lama, hanya 45 menitan saja sepertinya.

Ku keluarkan kaca mata hitamku untuk menutup mataku, memakai sabuk pengaman, dan aku pun mulai menyandarkan tubuhku dengan nyaman sembari menanti proses terbangnya pesawat.



Beberapa jenak, rupanya aku malah sulit untuk tertidur. Busyet, gak biasanya. Mana, pikiranku kembali terganggu oleh sesosok wanita berkerung dan berkhimar yang tadi, sempat ku lihat fotonya di instagram serta, dua hari yang lalu, juga mengirimkanku beberapa pesan yang isinya, bikin aku nyaris penasaran setiap saat setelah nya. Bahkan sampai hari ini sih. Tapi, aku mash mencoba untuk berusaha untuk melupakan, menghilangkan dari pikiran ini.

Beberapa menitpun kembali berlalu.

Aku masih sulit untuk terpejam. Pintu pesawat pun sudah tertutup. Suara awak kabin pesawat pun sudah mengumumkan pengumuman seperti biasanya, bagi para penumpang.

Dan setelahnya, tak begitu lama, ku rasakan pesawat pun mulai bergerak pergi dari posisi sebelumnya untuk melakukan take off, alias terbang dari bandara Juanda menuju ke tujuan kami nantinya, di Semarang.









Pesawat telah terbang.

Tapi sekali lagi, kebiasaanku yang biasa terjadi, pasti aku langsung tertidur, tapi tidak untuk hari ini. Aku masih sulit untuk memejamkan mata.

Mana bapak di sebelahku duduk, udah ngorok pula. Alhasil, aku pun mengeluarkan headset dari tas kecilku dan mulai menggunakannya di kedua telingaku untuk menyamarkan suara ngorok si bapak masuk ke telinga.

Bingung mau ngapain….

Akhirnya ku putuskan untuk mengambil majalah di depanku, dan mulai membukanya. Yah! Yang biasa menggunakan pesawat, pasti paham majalah apa yang ku maksud. Majalah yang di terbitkan oleh pihak maskapai lengkap dengan logonya, serta menampilkan beberapa halamannya dengan informasi beberapa media bisnis, media iklan, serta informasi beberapa tempat wisata yang ada di kota-kota besar.

Salah satunya kota yang akan ku tuju saat ini.

Semarang………………………….

Di halaman ini, akhirnya ku baca tulisan yang ada di dalamnya. Informasinya cukup banyak dan simple, serta mudah di mengerti bagi pembacanya.

Awalnya ku baca pelan beberapa informasi, beberapa tempat wisata yang juga sudah ku rencanakan, apabila ada waktu yang cukup, mungkin akan ku datangi beberapa tempat terdekat saja dari tempatku menginap.



Hingga……………



Sebuah gambar menghentikanku membaca. Membuat keningku ikut mengernyit, membuat mataku sedikit membelalak. Karena, foto yang kini ku lihat, adalah sebuah foto informasi salah satu tempat wisata di Semarang.

Foto sebuah gedung.

Gedung yang juga pernah ku kunjungi bersama beberapa teman saat meeting di adakan di kota tersebut.

Gedung yang sama…………



Yang juga di jadikan latar belakang pada salah satu foto yang ku lihat di instagram tadi. Gedung Lawang Sewu. Serta, latar belakang yang sama, waktupun juga di tunjukkan waktu hari ini.

What The? Apakah Azizah lagi di Semarang juga hari ini?



Gusti. Jangan bilang sang takdir kali ini mencoba untuk mempermainkanku lagi?




================================





CHAPTER 9



Setibanya di hotel tempatku akan melaksanakan meeting, juga tempat yang akan kami inapin selama beberapa hari disini, rupanya beberapa ASM dari area berbeda sudah lebih dulu tiba dariku.

Maka aku segera mengurus proses administrasinya di bantu dengan Ibu Felicia dari Kantor pusat untuk mendata serta membantu penge-check-an list di resepsionis.

“Pak Ardan jagoannya suroboyo” Pak Ferdy ASM dari Makassar baru saja menyapa. Kami berdua saling berjabat tangan lalu di lanjutkan pada beberapa ASM lainnya yang tak perlu ku sebutkan nama-namanya.

“Sehat ya pak?”

“Sehat donk”

“Bagaimana nih area baru yang sekarang di handle?”

Dan terjadilah obrolan-obrolan singkat di antara kami, sembari menunggu proses ibu Felicia dan resepsionis pihak hotel untuk membantu kami semua untuk proses check in.



“Eh pak Ar sekamar sama Pak Yogi ya?” Ibu Felicia baru saja bertanya padaku.

“Iya bu Fel.” balasku, “Emangnya Pak Yoginya udah datang dari Medan ya?”

“Udah sih dari kemarin malahan, cuma kayaknya malam ini dia masih pengen nginap di rumahnya saja, biasalah. Bapak-bapak yang lagi pengen berkunjung ke keluarganya. Hehehe”

“Iya tuh Ar, apalagi si Yogi bujangan selama di Medan” celetuk salah satu ASM.

“Oh iyakah? Dia gak ngajak nyonyanya ke sana ya?” tanyaku.

“Iya haha”

“Berarti malam ini Pak Ardan bakal nginap sendiri nih?”

“Wah bisa ngajekin temen lain nih. Hahahaha” kelakar salah satu ASM yang lain. Dan yah! Terjadilah kembali obrolan-obrolan bapak-bapak yang pasti kalian paham apa yang kami obrolin selanjutnya. Tak perlu lah aku jelaskan detailnya.

Mereka, khususnya kami, karena aku juga ikut di dalamnya, tanpa merasa malu berbicara seperti itu padahal ada ibu Felicia di sini. Dasar!



SIngkat cerita, beres pengurusan administrasinya, kami pun telah mendapatkan kunci kamar masing-masing, maka kami pun telah bersiap-siap untuk naik ke kamar masing-masing. Namun sebelumnya ibu Felicia sempat menerangkan jika malam ini, atau hari ini, untuk makan buat kami semua bisa sendiri-sendiri, tinggal nota makan kami - bisa kami klaim sebagai biaya operasional seperti biasanya.

Ya sudahlah. Aku juga kebetulan belum lapar, paling bentar aja baru nyari makannya.







Setiba di kamar, aku rebahkan tubuhku sembari membuka ponselku untuk menelfon istri, sekedar untuk memberitahukan padanya jika aku telah tiba, sudah berada di hotel.

Di layar ponselku, kini tampak wajah istri dan putriku yang lagi menerima panggilan video call dariku.

“Assalamualaikum, hi bun. Hi sayangnya ayah”

“Wa’alaikumsalam, halo ayah…. ayah udah sampai ya?”

“Alhamdulillah udah sayang”

“Alhamdulillah, trus ayah sekamar ama siapa?” tanya istriku.

“Sama Pak Yogi, tapi orangnya belum tiba” aku sedikit menyesali mengapa aku malah berbohong pada istriku. Sebetulnya sih tujuannya biar gak bahas lanjutannya lagi, karena memang tak penting bahas orang lain saat ini.

“Ohhh. Jangan lupa makan, jangan kemalaman, dan bobonya cepetan biar besok bisa fresh saat meeting”

“Iya sayangku”



“Eh iya sampai lupa”

“Apa sayang?” tanyaku pada istriku kembali.

“Azizah di Semarang juga tuh dari kemarin, ada acara seminar gitu katanya”

Degh!

Jantungku langsung berdegub kencang saat mendengar informasi tersebut dari istriku. Sudah benar sesuai tebakan dan analisaku tadi saat masih berada di pesawat.

“Ohhh gitu”

“Iya, cuma kalo ayah mau ajakin ketemuan, pas ayah lagi santai aja” ujar istriku selanjutnya.

“Iya. Nanti di lihat aja, yang jelas tidak malam ini,” begitu balasku padanya.

“Iya, gak apa-apa”

“Paling nanti bunda infoin ke dia juga, lupa juga sih kemarin ngasih tau ke dia kalo ayah juga mau meeting di sana” ujar istriku kembali.

“Hehe ya terserah kamu” balasku.

Setelah beberapa lamanya aku dan istri saling melepas rindu, akhirnya ku akhiri panggilan video call bersama nya dengan mengucapkan salam padanya.

Sekarang, apa yang harus ku lakukan?

Istri juga tadi sempat mengatakan ia akan menginfokan ke adiknya jika aku juga berada di Semarang. Dan pasti, namanya wanita pasti langsung bergerak cepat, jadi saat ia memutuskan komunikasi denganku, aku yakin istriku langsung memberikan kabar pada adiknya itu.

Jadi, ada baiknya aku menunggu saja kabar dari wanita itu.





Baru saja ingin rebahan kembali, ponselku berdering.

Ahhh! Semoga bukan Azizah yang menelfon.

Benar saja, bukan dia melainkan Pak Ricky ASM jogja.

“Pak Ar, nyari makan yuk, tuh anak-anak ajakin makan bareng”

“Oh boleh deh, dari pada bengong di kamar sendirian, mending join aja” balasku kemudian.

Dan pada akhirnya kami pun berkumpul di bawah, ada 5 orang ASM yang akan makan malam bersama-sama. Kebetulan Pak Ricky pernah jadi ASM di sini, makanya ia sempat meminjam mobil salah satu SPV di sini untuk kami gunakan malam ini.









Kami tiba di tempat makan.

Acara makan malam pun di selingi dengan obrolan-obrolan singkat. Serta di selingi juga rencana bagi para penjajak hiburan malam, setelah makan malam mereka akan cabut bersama.

Mereka juga sempat mengajakku tapi aku dengan halus menolaknya dengan mengatakan lagi capek, lagi pengen istirahat saja.

Sambil makan malam, sambil ngobrol juga, aku tentu saja menyelingi aktivitasku dengan membuka-buka Wa, dan melihat-lihat status semua orang yang berada di kontak Wa yang juga baru memasang statusnya.

Kembali mataku tertuju ke status Azizah dengan menampakkan fotonya yang sama yang ia posting di instagramnya tadi sore. Foto yang sangat cantik. Posenya yang tersenyum tetapi menatap ke samping seperti model professional. Dia seperti seorang model berhijab dan berkhimar, bukan seorang PNS.

“Dilema...”

Detik kemudian, adanya penambahan story WA dari Azizah. Dengan satu kata tersebut. Aku pun bertanya-tanya dalam hati, apa maksud dari statusnya tersebut.

“Di saat rindu memberat, di saat itu juga keyakinan terujikan” kembali adik iparku itu membuat status.

Aku semakin bertanya-tanya dalam hati, namun dari pada aku malah semakin penasaran, maka ku putuskan untuk mengomentarinya.

“Assalamualaikum, Kenapa dek? Lagi galau ya?”

Send...

Ku tatap layar ponsel pintarku. Petunjuknya menandakan Azizah telah membaca statusku, tetapi sepertinya dia enggan membalas.

Aku mengirim pesan kembali, “Kata kak Azita, kamu lagi di Semarang juga ya?”

Di baca lagi, tapi tak di balas.

Ya sudahlah...

Seharusnya memang sudah seperti ini hubunganku dengannya.

Ku masukkan ponselku ke dalam saku celana, dan kembali melanjutkan menyantap makan malamku sembari sesekali mengomentari obrolan ringan yang terjadi di antara kami berlima di meja ini.



Drrrttt…

Ponsel pintarku bergetar pertanda ada notifikasi yang masuk. Ketika ku buka, ternyata balasan pesan WA dari adik iparku ini. Entah apa harus senang atau apa, ku rasakan darahku berdesir.

“Wa’alaikumsalam, iya kak, Azizah udah tahu dari kak Zita barusan” begitu balasnya.

Aku segera membalasnya.

“Iya. Kakak lagi ada acara meeting bulanan gitu di sini, katanya kamu juga lagi ada seminar ya di sini?”

“Iya kak”

Singkat bener balasnya.

Aku lantas kembali di dera rasa penasaran, serta perasaan yang agak sulit ku narasikan pada kalian. Yang intinya, aku sedikit berfikir, apakah ini faktor kebetulan atau tidak, aku berada di Semarang dan dia juga berada di sini? Dan baru juga dua hari yang lalu, wanita ini mengirimiku pesan melalui applikasi WhatsApp. Untuk kali pertama selama sebulan, dari terakhir kejadian ‘insiden’ malam itu.

Bukan hanya itu juga, dari statusnya barusan seakan-akan itu menunjukkan adanya hubungan mutualisme tentang kejadian insiden malam itu. Wait! Apakah statusnya yang mengatakan ‘rindu’ itu tertuju padaku? Apakah ia merindukanku? Merindukanku atau merindukan yang lain?

Ahhhh! Perasaanku semakin berkecamuk saja di dalam sana.

Apalagi balasan Azizah tadi yang singkat yang seakan-akan malas berkomunikasi denganku, ataukah ada hal lain yang menjadi penyebabnya ia membalas sesingkat itu?

Begitulah wanita, aku sedikit banyaknya mengetahui karena pengalamanku dengan berbagai wanita di saat bujang dulu. Itu artinya, wanita tersebut mungkin saja sedang menahan kecamuk rasa dalam hatinya terhadap pria yang tengah mengirimnya pesan.

Mungkin saja seperti itu, atau mungkin saja tidak. Itu hanya tebakan receh ku saja terhadap apa yang terjadi saat ini.

Dari pada penasaran, aku pun lantas menelfonnya saja. Tapi sebelum menelfon, aku tentu saja beranjak dari dudukku, dan mengatakan pada kawananku jika aku ingin mengangkat telfon dari istri. Yah! Mereka tentu paham, karena mereka juga sering seperti ini. Apabila ingin menjawab telfon, pasti akan berusaha untuk menjauh dari kumpulan.

Baru juga beberapa kali terdengar suara nada sambung pada nomor yang ku telfon, tiba-tiba di jawab oleh sang empunya nomor.

“Assalamualaikum, iya kak?” ah! Itu suara Azizah.

Jantungku kembali bergerumuh kawan. Sumpah, bahkan aku sampai menahan nafas saat mendengar ucapan salam darinya barusan.

“Wa’alaikumsalam dek. Kakak ganggu gak?” tanyaku sembari mengucap salam balasan padanya di awal.

“Hmm gak sih kak, kebetulan Azizah juga lagi di luar ama temen”

“Oh ya? Kakak juga kebetulan lagi di luar bareng temen, kebetulan lagi makan bareng” begitu balasku padanya.

“Hehehe kok bisa barengan gitu ya?”

“Mungkin udah jodoh kali, ups!” candaku, tapi rupanya candaanku mendapat respon biasa aja.

“Dasar kak Ar.”

Tapi aku tak habis akal, aku kembali memberi serangan coba-coba tapi tentu saja dengan cara tersirat. “Ya kan bisa saja, buktinya kakak dan kamu bisa berada di Semarang hari ini, kan?”

“I… iya sih” yes! Sedikit berhasil serangan ku kali ini, karena terbukti, terdengar suara adik iparku ini kayak yang lagi gugup gitu.

“Hmm….” aku sengaja berdehem. Sengaja membiarkan dirinya menebak, jika aku lagi berfikir untuk mengatakan sesuatu padanya. Beberapa jenak aku sengaja tak bersuara, hingga Azizah bertanya.

“A… ada apa kak?” begitu tanyanya, masih dengan suaranya yang kembali gugup saat ini. Terdengar jelas nadanya itu terbata-bata.

“Gak ada apa-apa sih, cuma….” sekali lagi aku mencoba menggantung ucapanku. Semoga dengan cara ini, aku berhasil memancing umpan, berhasil memancing rasa penasaran wanita itu.

“Cuma apa kak? Kak Ar, ih kok malah gak langsung ngomong. Bikin orang penasaran aja” yes! Sekali lagi ku sorakkan hati ini, karena umanku berhasil di kunyah oleh target.

Yang jadi pertanyaan sekarang, apa maksudku melakukan ini semua? Sejujurnya, aku belum, atau tak ada rencana saat ini untuk melakukan apa nantinya. Setidaknya, aku hanya ingin menggodanya saja. Karena, sebelumnya, dua hari yang lalu ia mengirimiku pesan dengan mengatakan jika aku jahat. Serta, ia juga tak mengangkat telfonku kala aku lagi di dera rasa penasaran tinggi karenanya.

“Kak…. kok malah diem?” Azizah mengejarku.

“Hmm, kakak cuma pengen ngobrol ama kamu, sekalian biar perasaan kakak gak berkarat kayak gini.”

“Maksud kakak?”

“Kakak cuma pengen…. hmm, maaf jika kakak salah, cuma pengen ketemu ama kamu, terus meluruskan kesalahpahaman yang pernah terjadi di antara kita.”

“Ohhh”

Hanya itu balasannya. Bukan aku kecewa dengan balasannya yang super singkat itu, melainkan, ada senyum dalam ekspresiku saat ini, karena, itu tandanya, kalimat panjang yang ku ucapkan, sedikit banyaknya kembali mengganggu pikirannya. Aku yakin, perasaan adik iparku pun terganggu, perasaannya mungkin saja kini tengah berkecamuk.

“Emangnya kamu lagi dimana sekarang?” aku kembali bersuara.

“Ka… kan la… lagi makan kak” sekali lagi, ia terbata-bata menjawab, dan kini, kadar kegugupannya semakin berat ku dengar.

“Boleh ketemuan, gak dek?”

“Hmm. Gi… gimana ya kak?” ia malah bertanya balik.

“Kalo gak boleh gak apa-apa, tapi, itu sama saja, kamu akan selalu dan selalu menggantung masalah yang terjadi di antara kita. Aku sejujurnya sudah tak bisa menahan lagi, ingin rasanya kakak mengobrol langsung denganmu, bercerita banyak hal mengenai kesalahpahaman malam itu. Kakak yakin, kamu juga paham apa yang kakak maksudkan ini. Kakak berharap, setelah pertemuan kita nanti semuanya akan menjadi clear, semuanya menjadi seperti semula, dan kita akan kembali saling menjalani kehidupan kita dengan baik-baik saja”

“Kan memang baik-baik saja kak, gak ada yang aneh-aneh kan?”

Aku menyeringai mendengar jawaban adik iparku ini. Tidak mungkin baik-baik dek, apalagi, kita sudah pernah bersetubuh meski secara tak sengaja. Bohong, jika hanya aku yang memikirkan kejadian itu, sedangkan kamu tidak. Apalagi kamu di sini adalah pihak wanita. Wanita itu, akan sulit melupakan di bandingkan seorang pria.

Karena berdasarkan pemikiran itulah, aku lantas menembaknya, “Kalo baik-baik saja, tidak mungkin kamu memasang status barusan, di story WA bukan?”

Yes. Sekali lagi, kena kamu dek. Karena, diamnya dia sama halnya perasaannya tiba-tiba di dera rasa yang campur aduk di dalam sana.

Aku yakin, amat sangat yakin, kini, adik iparku ini sedang bergejolak hatinya.

“Dek, kakak tidak akan memaksa. Kakak hanya akan bilang, kakak hanya ingin bertemu dengan kamu, mencoba untuk memperbaiki hubungan kita yang bohong jika hubungan kita baik-baik saja, tidak perlu kakak jelaskan kenapa kakak bisa paham hal itu, karena kamu, sikapmu pada kakak, serta kebiasaanmu selama ini, semuanya berubah dek. Terutama pada kakak.”

“Tapi sekali lagi, jika kamu memang tidak ingin bertemu dengan kakak saat ini, itu artinya memang, sedang tidak baik-baik saja, karena apabila baik-baik saja, bukankah kakak dan adik yang ingin bertemu, hal biasa terjadi bukan? Apalagi, ini, kita berdua tinggal tak sekota, jadi hal wajar apabila seorang kakak merindukan adiknya, dan ingin mengajak adiknya untuk bertemu bukan?” Aku masih menyerangnya, berusaha untuk meruntuhkan pertahanannya.

“Jadi, semuanya kakak serahkan ke kamu. Kalo kamu setuju kita bertemu, artinya kita akan jauh lebih cepat menyelesaikan masalah di antara kita berdua, jika kamu tetap bersikeras menolak terjadi pertemuan, maka… kakak bisa pastikan, masalah ini akan semakin keruh, akan semakin membuat hubungan kita berdua tidak baik-baik saja, dan juga, akan membuat, kakak akan terus dan terus menerus memikirkan dua wanita sekaligus dalam hati kakak. Bukan hanya Azita istri kakak, melainkan, kamu, juga ada di hati dan pikiran kakak sejak kejadian kala itu.”

Aku mengambil nafas, kemudian melanjutkan ucapan terakhirku padanya melalui telfon malam ini. “Jadi begitulah, kakak permisi ya mau lanjut makan…. Assalamualaikum” Dan yah! Tanpa menunggu jawaban balasan darinya, aku segera mengakhiri panggilan telfonku bersamanya.



Baru juga ingin ku kantongi HP ku, ada pesan masuk di WhatsApp.

Dari Azizah?

Aku lantas menyeringai, dan membatalkan niatku untuk kembali duduk di tempatku semula.

“Kak Ar jahat…. kak Ar dengan tega selalu dan selalu membuat adek seperti ini”



Aku tak membalas. Aku hanya senyum saja membacanya.



Pesan berikutnya pun datang lagi, “Kak…. kakak sudah berhasil membuat adek nangis sejadi-jadinya sekarang. Kakak Ardan memang tega. Kakak tegaaaaaaaaaaaaaaaaa…………………………….. (Emoticon Nangis yang jumlahnya banyak bener)”



Sekali lagi, aku cuek dan tidak membalas pesannya.

“Pokoknya, malam ini kakak harus menemui Azizah. Titik! Awas kalo tidak, Azizah bakal laporin ke kak Zita nanti…….”



Degh!

Dan seketika itu juga, aku pun tersenyum penuh kemenangan setelah membaca pesan terakhir dari adik iparku ini.



================================




CHAPTER 10





“Kak Ar yang jemput, atau Azizah yang datang sendiri menemui kakak?” sekali lagi, pesan kembali masuk pada ponselku saat aku telah menghabiskan makan malamkku bersama kawananku ini.

Pesan dari Azizah karena aku masih saja mendiamkannya. Jadi percayalah kawan, kalian bisa mencoba caraku ini, apabila kamu sedang mengejar mangsa betina, maka patut kalian coba biar mereka bisa sepensaran ini.

Karena sudah sesuai rencana, maka aku pun mengiriminya pesan, “Terserah kamu aja dek, kakak ikut aja bagaimana baiknya”

“Kakak share loc aja hotel tempat kakak menginap”

Eh? Jangan bilang dia mau ke hotel? Waduh, mana banyak banget anak-anak disana, kan bisa berabe kalo ketahuan jika aku tengah menerima tamu di malam hari. Tapi, bukankah, kalo bersikap wajar dan tak ada niatan aneh-aneh, hal wajar jika bertemu dengan adik meski hanya sekedar adik ipar saja, bukan?

Karena di dasari hal itulah, aku pun akhirnya membalas pesan Azizah dengan menyebut nama hotel tempatku menginap saat ini.

Pesan selanjutnya pun kembali datang, dengan mengatakan, setengah jam lagi ia akan ke sana naik grab. Waduh! Mana aku masih disini, masih ingin ngobrol dengan kawan-kawan.

Tapi, dasar logika mengalahkan rasa di dalam sana, pada akhirnya aku memutuskan untuk lebih dulu berpamitan pada mereka dengan mengatakan aku akan naik ojek saja karena kebetulan ada saudara yang mau bertemu denganku di hotel.

Yah! Setidaknya memang benar terjadi seperti itu, jadi di saat ada yang sempat melihatku bersama adik iparku ini, tak ada ruang pemikiran aneh-aneh yang akan terjadi nantinya.









Singkatnya, dengan menggunakan jasa gojek motor aku akhirnya tiba di hotel hanya dengan waktu 15 menitan saja. Setidaknya aku lebih cepat tiba di bandingkan dengan rencana Azizah yang datang ke hotel.

Aku pun lantas mengirimkannya pesan, “Kakak udah di hotel. Kalo mau mending ketemunya langsung di kamar kakak aja, setidaknya biar gak ada yang lihat dan bakal mikir yang enggak-enggak dek. Jadi kamar kakak 244 ya, nanti kakak akan nitip satu kunci buat akses lift di resepsionis. Kamu tinggal sebutin nama saja dan bilang kamu adik kakak aja yang tinggal disini, oke?”

Tak ada balasan.

Intinya, tugasku disini hanya menunggu. Bukan menunggu di sini, melainkan menunggu di kamar. Toh! Jika memang sudah sesuai rencana maka Azizah akan langsung naik ke kamar, karena barusan juga aku sudah menitipkan ke pihak resepsionis dan cukup menyebut nama yang akan menemuiku yang juga telah ku titipkan satu smartcard buat mengakses lift nantinya, sudah sesuai juga dengan yang ku katakan pada adik iparku tadi melalui pesan WhatsApp.

Sedikit batinku pun ikut bertanya-tanya, apa yang bakal terjadi nantinya di saat aku bertemu dengan adik iparku ini.

Apakah malam ini kejadian di antara kita berdua akan terulang pada kejadian insiden malam itu?

Entahlah.

Jangankan berharap, memikirkannya saja aku masih ragu, aku agak takut apabila keinginanku ini terlalu besar dan malah akan jadi kenyataan. Itu artinya, aku benar-benar akan berselingkuh? Hadeh! Pusing bro!

Sesampainya di kamar, ku rebahkan tubuhku di kasur sambil sibuk pada ponsel pintarku ini. Dan begitu ku tengok jam pada dinding, rupanya sudah lewat jam 9 malam. Artinya sedikit lagi, jika sesuai dengan pernyataannya setengah jam, maka mungkin sekarang ia sudah berada di bawah.

Entahlah, sekali lagi, aku tak mau berfikir lebih jauh. Tugasku hanya menunggu, dan menunggu apa yang bakal terjadi selanjutnya.

Rupanya aku gagal menyibukkan diri pada ponselku ini, karena sejak masuk ke kamar, pikiranku masih melayang-layang tentang kejadian malam itu di rumahku bersama Azizah, serta segala kebetulan yang kami alami saat ini.

Berada di kota Semarang bersama Azizah.

Siapa yang akan mengira kejadian ini bakal terjadi.

Hadeh!

Tapi, kok dia malah belum datang? Haha! Ngarep dot com, bro!



10 menit berlalu...

20 menit lagi, akan memasuki pukul 10 malam.

Hingga kemudian aku dikejutkan dengan………………………..





Tok! Tok! Tok!



Aku hampir saja terlonjak kaget serta kegirangan karena mendengar suara ketukan pada pintu kamarku ini. Aku yakin, itu pasti Azizah meski sampai sekarang ia tak mengabariku baik melalui pesan atau menelfon langsung.

Tanpa pikir panjang lagi, aku pun segera melangkah membukakan pintu buat wanita yang tengah menunggu di depan.

Begitu pintu ku buka, tampaklah sosok adik iparku ini yang tengah mengenakan khimar penutup wajahnya, yang juga membedakan dia dengan istriku, yang adalah saudari kembarnya sendiri.

“Assalamualaikum, kak Ar” sapanya.

“Wa’alaikumsalam, dek” balasku dengan salam yang hikmat. “Yuk, masuk aja dek. Gak enak kalo ada temen kakak yang liat nantinya”

Azizah lantas mengangguk.

Begitu ia melewatiku, semerbak aroma parfum yang berkelas langsung menyeruak masuk ke indera penciumanku, menambah kegaduhan jantungku di dalam sana.

Begitu kami sudah didalam, begitu aku sudah menutup pintu, aku lantas menyuruhnya untuk duduk di sofa yang kebetulan berada di kamar ini. Meski, hanya satu dan cukup satu orang yang bisa mendudukinya.

“I… iya kak” terdengar jawaban adik iparku ini agak sedikit gugup. Tanpa ia sadari, aku senyum di belakangnya yang tengah berjalan menuju ke sofa yang ku maksudkan itu.

Lantas, sekarang apa yang mesti ku lakukan?

Ahh! Gak tahu, gak ngerti lagi apa yang mesti ku lakukan, kawan. Aku hanya mengikuti arus saja, kemana akan tertuju jalan kami nantinya.

“Mau minum?” tanyaku.

Dia menggeleng, lantas ia membuka khimarnya, karena memang, sudah biasa ia lakukan menunjukkan wajahnya padaku.

“Gak usah kak,” balasnya. Tapi aku tetap mengambilkan sebotol air mineral dan menyodorkan padanya.

Aku kini duduk di tepi ranjang. Hanya berjarak semeter aja dengannya, karena yah, kamar ini tidak luas-luas amat. Menatapnya, dan wanita itu balas menatapku.

“Aneh yah?” gumamku.

Dia mengangguk.

“Baiklah, apa yang ingin kita obrolin sekarang?” begitu tanyaku.

Dia malah menggeleng. “Gak ngerti kak”

Aku menarik nafas dalam-dalam.

“Zah…. sebelumnya, kakak ingin memohon maaf atas apa yang terjadi kala itu ya, jujur, kakak bener-bener khilaf apalagi kakak memang gak tahu kalo itu kamu, karena sebelumnya kakak mikir kamu itu adalah Azita. Hadeh, malah kamu gak ngomong pas kita baru akan memulai” mendengar itu, aku melihat wajah adik iparku ini agak memerah. Apalagi kulitnya yang putih, semakin jelas terlihat paras cantiknya di hiasi dengan rona merah tersebut.

“Karena, kakak hampir sebulan gak…” aku menahan sedetik omonganku, hanya untuk sekedar berfikir kata yang pas yang ku gunakan buat menyampaikan hal ini padanya, “Gak ngeseks ama istri karena kakak habis meeting di Jakarta kala itu”

Splash…..

Sekali lagi, adik iparku ini memerah.

“Ya sudah, karena itulah, karena nafsu kakak lagi menggebu-gebu banget alhasil. Salah sasaran deh! Fiuh, untung kita gak sampai ngewe ya dek” aku memang sengaja berkata vulgar karena ingin melihat bagaimana reaksi wanita ini.

“A… apaan gak sampai. Ki… kita udah be… bersetubuh kak”

Yeah!

Aku girang di dalam sana, karena mendengar jawabannya.

Tapi tentu saja, aku tak menunjukkan bagaimana girangnya aku di hadapannya, aku malah bergumam, “Masa sih? Padahal kakak kira kita gak sampai gituan”

“A… apaan gak s… sampai kak. Pu… punya kakak sudah ma… masuk dan bahkan su… su… ahhh!” adik iparku tak melanjutkan. Suaranya amat sangat pelan ku dengar. Sepertinya ia berusaha untuk mengatur nafasnya yang kini amat sangat sulit ia tarik hembuskan. Entah apa yang di rasakan dan di pikirkan adik iparku ini.

Tapi setidaknya, aku hanya ingin memancing sejauh apa sih permainan ini akan terjadi. Dan seperti apa sih endingnya nanti. Selanjutnya, aku sengaja menarik nafas, menunjukkan jika aku sama menyesalnya dengan yang ia rasakan. “Maafkan kakak”

“I… iya kak”

“Tapi, boleh kakak membela diri gak?”

“Iy… iya kak”

“Di sini, kamu juga patut di salahkan loh, kamu kenapa sebelum kita ngewe itu, kamu malah gak ingetin ke kakak jika kakak salah orang”

Azizah malah menunduk.

“Su… sudah kak” jawabnya masih dengan kegugupannya.

“Sudah?” aku mengernyit, meski saat ku ingat kejadian itu, memang ia sempat mencoba untuk menjelaskan tapi aku malah yang tak memberinya ruang untuk menjelaskan.

“I… iya, tapi….”

“Tapi apa dek?”

“Tapi, kakak malah yang gak ngasih kesempatan buat adek untuk ngejelasinnya”

Aku sedikit mencondongkan tubuhku ke depan, hanya untuk sekedar menyentuh pergelangan tangannya. “Maafkan kakak dek” Anehnya, adik iparku ini tidak menepis tanganku yang sudah memegang pergelangannya.



Dan beberapa jenak berikutnya, kami hanya duduk terdiam dalam lamunan masing-masing. Sedangkan tanganku, seakan di biarkan memegang pergelangannya.

Pikiranku sudah mulai liar ke mana-mana. Entah, apa yang kini adik iparku ini pikirin. Sejujurnya, baru kali ini aku di hadapkan dalam situasi hanya berdua saja dengan iparku.

Hingga akhirnya ia mulai bersuara kembali.

“Ju… jujur, sa… sampai sekarang, a… aku sulit un… untuk melupakan ke… kejadian malam itu, kak” sembari menjelaskan, sembari wajahnya tertunduk.

“Bah… bahkan, a… aku sangat berdosa se… sekarang, karena sudah… sudah sering membandingkannya dengan…. dengan”

Aku mengejar, “Dengan apa dek?”

Dia menggeleng.



“Maafkan kakak dek, sungguh”

“G.. gak apa-apa kak”

“Boleh kakak nanya lagi gak?”

Dia mengangkat wajahnya, menatapku dengan ekspresi ahhh! Sulit aku jelaskan pada kalian, bro.

“Kamu…. menyukai kejadian malam itu?” biarlah kalimat itu terucap begitu saja, melangkah ke step yang lebih nekad lagi menurutku. Dan itulah yang akan ku lakukan sekarang….

“Karena jujur, kalo kakak, kakak menyukainya. Kakak suka dengan yang terjadi malam itu, kakak menyukai, menikmatinya… amat sangat menikmatinya, hingga sampai saat ini jujur, kakak masih sulit untuk melupakan, bahkan bersetubuh dengan kakakmu Azita saja, dalam pikiran kakak, adalah melakukan hubungan seks tersebut bersamamu, sumpah… sungguh kakak tidak bohong”

Selanjutnya, ku kecilkan suaraku dengan di iringi desahan, “Karena, tubuhmu benar-benar sempurna, benar-benar membuatku amat sangat bergairah. Sumpah,”

Adik iparku tidak menjawab, dia malah menatapku.

Dalam….

Amat sangat dalam tatapannya saat ini.

Dalam diam kami yang entah berapa lama itu aku serasa mendengar dengusan nafasnya yang berat. Namun meski demikian, aku tak boleh sembarang bertindak. Selain menjaga image ku, aku juga tidak tau kemungkinan apa yang akan terjadi.

Adik iparku masih saja menatapku amat sangat dalam dan penuh makna.

Aku merasakan dadaku mau meledak ketika aku mencoba menaikkan tensi sentuhanku, bukan hanya di pergelangannya saja, tapi kini, sedikit merosot ke bawah, meraih telapak tangannya untuk ku…………

Ahhhh! Rasanya, bener-bener bergelora bro, di saat, telapak tanganku berhasil bertempelan dengan telapak tangan adik iparku ini.

Kami bergenggaman.

“Maaf” kataku meski dia telah membalas genggaman tanganku. “Maaf jika kakak sudah sempat membuatmu menunggu sebulan ini, kakak…. maafkan kakak jika kita…..”

Aku tak melanjutkan, hanya sekedar bergumam mengikuti keinginan hati yang bergejolak di dalam sana.

Kini matanya terpejam.

Hanya sebentar terpejam, kemudian kembali membuka. Dan kini, adik iparku ini, hanya terdiam dan menatapku tajam. Alhasil, yang terjadi, kami kembali terdiam saling menatap.

Pada tahap ini aku merasa dadaku semakin menggemuruh apalagi ketika ku condongkan wajahku ke mukanya.



Ini hanya sebagai pancingan semata. Aku ingin melihat respon wanita ini seperti apa.

Dan...

Akhirnya umpanku termakan olehnya.

Di saat aku mulai melihat bibirnya yang merekah basah mulai agak terbuka, pada saat itu loyalitas pernikahan dan kesetiaan berkelebat memenuhi rongga-rongga otakku dan serasa semakin ingin memecahkan kepalaku. Matanya memejam dan dengusan nafasnya yang berat semakin dekat.





BERSAMBUNG CHAPTER 11
 
CHAPTER 11





Cup….

Sebuah kecupan ringan mempertemukan bibir kami untuk pertama kalinya, secara sadar, secara sama-sama saling menyadari jika ini nyata. Bukan lagi kejadian yang sama di kamar pribadiku malam itu. Gemuruh di dadaku juga kurasakan mulai memperberat nafasku.

Sumpah….

Aku terangsang. Amat sangat terangsang, kawan.

Bagaimana tidak. Kami sekarang duduk berhadapan di dalam kamar hotel, di malam hari. Serta pernah punya pengalaman, bersetubuh meski hal itu terjadi karena sebuah insiden ketidaksengajaan. Namun apapun itu, tetap saja kami sudah melakukan penyatuan kelamin kami yang jika ku ingat lagi, rasanya asoy pake banget. Paket komplit banget.

Sungguh, rasa nikmatnya berbeda dari rasa nikmat jika aku bersama istriku. Mungkin memang benar pepatah orang di luar sana, rumput tetangga jauh lebih hijau, apalagi rumput adik ipar, tentu saja jauh lebih nikmat dibanding rumput di rumah sendiri. Hahay!

Dan dengan bersatunya bibir kami saat ini, detik ini, secara sadar dan nyata secara harfiah, serta tak ada embel-embel tidak sengaja lagi, atau salah sasaran seperti malam itu, maka kami berdua baru saja memulai petualangan baru kami, meski di awali hanya dengan kecupan yang bahkan sejam yang lalu belum pernah kami bayangkan akan begini jadinya, tapi tetap saja, kami berdua telah mengkhianati pasangan kami masing-masing.

Jika sudah begini, sepertinya mubassir jika ku sudahi sekarang, bukan?

Maka dari itu, karena mendapatkan lampu hijau dari adik iparku ini, maka aku pun menariknya berdiri, dan membawanya serta untuk duduk di tepi ranjang. Adik iparku bagai kerbau yang di cocok hidungnya, mengikuti keinginanku ini. Dan di saat ia telah duduk di tepi ranjang bersamaku, semakin memudahkanku beraksi lebih jauh. Maka dari itu, aku pun memutuskan untuk segera kembali menjalankan aksiku dengan mengecup bibirnya dan yang membuat hatiku bersorak mesum di dalam sana, karena kecupanku mendapatkan balasan.

Alhasil, kini kami berdua saling kecup-mengecup dalam desah nafas yang memburu kemudian meningkat menjadi saling melumat bibir. Liur yang bercampur justru meningkatkan gairahku. Begitupun bibirnya yang ranum dan mungil begitu hangat ku lumat. Sejurus kemudian aku mencoba menjulurkan lidahku ke dalam mulutnya. Dan ternyata dia menyambutnya.

“Ssshhhhh… hhmm…”

Desah dan hembusan nafas kami saling bertaut seiring semakin liar dan panasnya adegan berciuman kami. Lidahku menjulur ke dalam mulutnya demikian juga lidahnya ke dalam mulutku. Menjlat dan memilin lidahku dengan buasnya.

“Shhh… kamu nakal juga rupanya Zah” Bisikku pelan ke telinganya.

“Innii… sssalaahhhmmuu, kak… salah kak Ar…. hhhh…” jawabnya tidak kalah liar.

Kecipak bunyi liur dan bibir menjadi musik merdu kami malam ini. Desah dan gairah kami semakin memuncak hingga kami tidak sadar siapa yang memulai ternyata jilbab dan sweaternya sudah tidak berada pada tempatnya lagi.

Kedua tanganku memegang pinggangnya dan Azizah merangkul pundakku.

Entah mengapa belum ada rasa enggan untuk berhenti, atau sekalian melanjutkan ke tahap berikutnya. Aroma parfum mahal di tengkuknya yang halus semakin membakar gairahku. Sesekali ku gigit bibir bawahnya yang seksi dengan lembut sehingga desahannya semakin menjadi.

Azizah rupanya tidak mau kalah. Sesekali disela acara saling melumat dia juga menggigit hidungku lalu kembali menyusupkan lidahnya ke dalam mulutku. Sungguh kegiatan berciuman ini benar-benar menghipnotis kami berdua sehingga entah berapa lama waktu berlalu kami masih saling asyik melumat.

Tanganku yang awalnya masih dipinggangnya mulai kupindahkan ke daerah lain meskipun agak canggung. Aku takut dia terganggu dengan aktifitas jamahan tanganku.

Tapi, Ah.. masa bodoh. Ku arahkan tanganku ke dadanya yang sejak tadi mengganggu pikiranku ini.

Azizah tersentak seperti terkejut hingga dia melepaskan bibirnya dari bibirku.

“Sshhh…. kakak… ahhh kak Ar kurang ajarrrr… aagghhhh……” ujarnya lalu kembali menyosor bibirku dengan ganasnya. Mendapatkan lampu hijau seperti itu, kuputuskan untuk mulai meremas dadanya dari luar pakaiannya dengan lembut.

“Ohhhh… Adekkk bencihhh kak Ar. Aku benciiihhhhh” ujarnya ketika tanganku menyelusup ke dalam gamisnya dan mengelus dadanya dari luar bh nya. Usai berkata demikian, Azizah kembali melumat bibirku dan kini tangannya menjambak rambutku dengan gemas.

Entah apa yang membuat kami begitu betah berciuman. Meski ini bukanlah pengalaman pertamaku mencium wanita, namun ku akui berciuman dengan adik iparku ini membuatku begitu betah dan berasa seperti menemukan air di padang pasir sana. Sensasinya sangat terasa berbeda sehingga syahwatku dalam melumat bibirnya tidak ada habisnya.

Sambil masih saling melumat, aku mencoba membuka kancing atas gamis Azizah. Tak perlu kalian tanyakan lagi bagaimana yang ku rasakan saat ini, kawan. Ahhh, rasanya sangat susah kugambarkan. Serasa baru pertama kali melakukannya, padahal adegan ini sudah sangat sering kulakukan dengan istriku.

“Mmmmpp…. ahhhh”

Akhirnya sesi ciuman ini kami akhiri bertepatan dengan terbukanya seluruh kancing gamis adik iparku ini. Meski, pernah ku lihat sebelumnya, tapi tetap saja efek gregetnya amat sangat dahsyat saat ini.

Alhasil, aku hanya menelan ludah saat melihat, kulitnya yang putih dan bening serta kembali mendongkrak libidoku. Rasa sesak di celana semakin menyiksa karena pemandangan yang sangat indah di depan mata. Tanpa banyak cing-cong aku membaringkan Azizah di atas ranjang.

Dia membuka kedua kakinya sehingga aku lebih mudah menempatkan diriku di antara kedua pahanya.

“Ahhhhhh….” Hanya itu gumaman yang aku ucapkan ketika dengan gemetar, tanganku mulai meraba dadanya dan menyelusup ke balik bh-nya.

“Uhhhhggghhh” Azizah menggelinjang.

Matanya terpejam dan dia menggigit bibir bawahnya. Ketika tangaku menyentuh puting di balik bh-nya, kurasakan tubuh adik iparku ini sedikit bergetar.

“Uuhhhhh…… kakak… jahhhtttt… hhhhhh……” katanya sambil memegang tanganku yang masih sibuk dengan gerilyanya di dadanya.

Dada adik iparku ini lebih besar dan sekal serta ranum di banding dada istriku. Dadanya ini seperti dada seorang remaja. Begitu kencang dan mulus.

Sepertinya adik iparku ini tidak tahan lagi.

Dan, setelah kejadian ini, aku lantas menyimpulkan jika adik iparku ini rupanya selama ini di buat merana akibat kejadian malam itu bersamaku. Dan statusnya yang mengatakan merindu, sepertinya ia merindukan sentuhanku lagi. Dan juga, satu lagi, ucapannya tadi yang mengatakan membandingkan itu, sepertinya membandingkan penisku dengan penis suaminya yang setiap saat memasukinya.

Ahh! Itu artinya, penisku jauh lebih unggul donk? Entah ukurannya atau apalah, aku juga malas untuk menanyakan padanya.

Ayo kita Lanjut.

Saat ini, aku masih sibuk memilin kedua putingnya dengan jari-jari tanganku ketika kurasakan tangannya menarik bajuku ke atas. Ku biarkan dia melepas bajuku dan kubalikkan dia sehingga dia menunggangi tubuhku.

Dari bawah aku juga melucuti gamisnya, lalu lanjut dengan bh-nya.

Begitu kami berdua setengah telanjang, ku tarik tubuhnya merapat di tubuhku. Ada sensasi yang luar biasa ketika kedua tubuh kami saling merapat dan berpelukan. Kembali kami saling melumat dengan buas. Tanganku mengelus-elus punggungnya dari bawah. Mulus tak terkira.

“Kakak jahat, ahhhh kak Ar…… Kakak udah bikin aku selingkuh…” katanya setelah melepas ciumannya. Dia duduk tegak menunggangi tubuhku. Kedua pahaku berada di pahanya yang masih tertutup celana leging hitamnya.

“Aku juga gak nyangka….. gak ada rencana. Kok tiba-tiba udah begini, dek” aku membela diri.

Azizah menyeka liurnya yang meleleh dari sudut bibirnya karena ganasnya ciuman kami. Nafas kami masih saling memburu. Aku menatap dada yang begitu memabukkan ini, besar, ranum dan dua putting indah yang mengacung itu. Putingnya terlalu menggoda untuk ku pegang. Hingga kemudian tanganku merambat dari pahanya naik ke perutnya.

“Ahhh… kak Arrrr…… sshh….. kakak menyentuhku lagi. Ohhhh” desahnya penuh gelora.

Tanganku tiba di dadanya dan langsung menengkupnya dengan telapak tanganku. Terasa pas. Ku remas pelan hingga Azizah seperti kejang-kejang, apalagi ketika jariku menyentil putingnya yang berwarna pink. Ia kenlojotan.

Dia menunggangiku tetapi pinggulnya bergerak maju mundur tetapi gemetar. Aku berkonsentrasi pada putingnya karena aku merasa gerakannya semakin kacau. Sepertinya dia mau orgasme.

Benar saja.



Tidak beberapa lama, tubuhnya melengking ke belakang dan bergetar hebat.

“Aaahhhhhhh…….. Aku datangghhhhh……. akhirnyaaaaaa setelah sekian lamaaaaa aku merasakannya tanpa menggunakan tangankuuuu sendiriiiiiiiiihhhhh” erangnya yang seketika itu juga membuatku terkejut.

Itu artinya?

Ahhh, aku malas memikirkan lanjutan kalimat yang ingin ku katakan barusan.

Kalian pasti bisa paham apa yang ingin ku ucapkan itu bukan? Haha! Bagaimana mungkin kalimat itu tercipta tanpa pengalaman darinya. Jadi hipotesaku pun semakin kuat mengenai kekuatan suaminya selama ini di ranjang.

Setelah mengatakan kalimat panjang lebih ke erangan itu, tubuh adik iparku pun melemas dan rebah kembali di atas tubuhku. Kepalanya bersandar di atas dadaku dan kedua tangannya meremas tanganku.

Nafasnya yang memburu menandakan orgasme yang hebat baru saja lewat seusai menghampirinya. Aku memeluk punggungnya yang mulai lembab.

“Kak Ar… sshhh……..” panggilnya di sertai desahan pelan.

“Ya… dek?”

“Gimana nih…. adek udah nyampe…… cepet banget lagi” ucapnya.

Azizah belum mengubah posisi tubuhnya di atas tubuhku.

Aku terdiam. Di sisi lain aku sudah puas melihatnya seperti ini, di sisi lain egoku berkata aku harus mendapatkan kepuasan yang sama. Azizah mengangkat wajahnya dan menatapku.

Tatapan yang sangat damai. Matanya yang indah dan senyumnya yang mengembang.

Sebetulnya apa yang nampak di hadapanku, nyaris sama seperti yang tiap malam ku lihat. Karena memang, wajah ini, sama seperti wajah istriku. Tapi, gak tau kenapa, aku merasa agak berbeda. Sensasinya itu loh, yang membuatku semakin ingin memberinya kenikmatan yang tak pernah kan ia lupakan nantinya.

Selanjutnya….

Adik iparku ini masih tersenyum menatapku dan akupun tersenyum menatapnya. Kami diam tanpa kata, larut dalam dilema masing-masing.

Aku ingin sekali menancapkan keperkasaanku di dalamnya, sama seperti malam insiden kala itu, hingga dia bisa merasakan keahlianku memuaskan istriku.

Sejujurnya, aku masih seakan tak percaya, jika aku dan adik iparku ini bisa sejauh ini melakukannya.

Yang jelas, adik iparku ini orangnya alim pake banget. Seperti yang pernah ku jelaskan, di antara tiga bersaudara, adik iparku inilah yang paling taat dalam menjalankan agama.

Maka, jika tak ada jawaban yang pasti, mungkin saja ada sesuatu yang ia lihat special dariku, apalagi di tunjang dari postur badanku yang hmm, yang notabenenya sering berolah raga, jadi kalian bisa ngerti maksudku ini bukan?

Apalagi, penisku pernah memasuki kedalaman vaginanya hingga mentok. Dan hal itu, akan meninggalkan rasa penasaran tinggi karena tak sampai tuntas persetubuhan kami malam itu. Jadi, buat kalian para kaum pria, percayalah, apabila sekali keperkasaanmu di rasakan oleh seorang wanita, dan kamu memiliki kespecialan dalam bercinta maka, ia akan kembali menagih di kemudian hari, akan kembali ingin di penetrasikan penis perkasamu karena ketagihan. Mungkin seperti yang terjadi pada adik iparku ini.

Dan di saat kami masih saja terdiam ini, tiba-tiba saja ponsel adik iparku berdering.

“Tunggu kak”

Azizah bangkit dan berdiri meninggalkanku yang masih berbaring dalam dunia khayal yang mengambang. Ku tatap adik iparku yang dengan cueknya mengambil hp nya tanpa memakai bajunya.

Sepertinya memang benar suaminya yang menelfon.

“Assalamualaikum, bang”

“Iya bang, udah di hotel, udah mau istirahat nih”

Bohong banget. Batinku.

“Iya bang… abang mau VC? Tapi gak enak nih, temenku belum tidur”

Waduh, mau Video call ya?

Wah….ternyata harus berhenti sampai di sini. Aku menghela nafas dan mengambil sisi positif dari peristiwa kami malam ini. Setidaknya aku sudah menikmati setengah tubuhnya. Setidaknya aku sudah pernah membuatnya puas.

Aku memperhatikan tubuh Azizah dengan saksama. Aku ingin menikmati setiap lekuk tubuhnya sebelum ia meninggalkanku dan kembali ke tempatnya menginap.

“Ohh…. gitu”

“Ya udah kalo gitu, adek bobo aja deh” sambil berucap, Azizah tersenyum nakal ke arahku.

Tak lama kemudian Azizah sudah menutup ponselnya. Dan mengedipkan mata kepadaku.

Sejenak kemudian, Azizah berjalan ke arahku, masih membiarkan tubuh atasnya telanjang menunjukkan sepasang payudaranya yang begitu memabukkan itu.

Setelah ia mendekat, ia berbisik padaku……

“Sepertinya, memang kita harus berselingkuh malam ini kak…. adek beneran pengen mengulang kejadian malam itu, boleh kan?”

“Boleh banget dek”

Sejurus kemudian, aku menarik tubuhnya untuk terjatuh di atas ranjang, dan setelah itu, aku pun mulai menyerang kembali dengan semangat juang 45. Semangat penuh kemenangan.

“Auuwww…. kak Ar, adek ingin di puasin. Adek pengen merasakan orgasme yang sesungguhnya dengan menggunakan penis, bukan dengan tangan…. ohhhh”





Baiklah Azizah, kan ku ajak engkau menuju ke nirwana yang sesungguhnya, untuk meraih kenikmatan yang belum pernah engkau rasakan selama ini. Kan ku jejalkan penisku dalam-dalam di liang kewanitaanmu sampai kamu kelonjotan, sampai kamu menerima orgasme bertubi-tubi karena kepiawaian dan keperkasaan penisku di bawah sana, yang sebentar lagi, akan ku buka dengan sendirinya dan menunjukkan di hadapanmu, biar kamu memohon padaku untuk ku tancapkan sesegera mungkin ke kedalaman rahimmu, bahkan mungkin juga, aku akan menghamilimu seperti kakakmu yang juga saat ini tengah mengandung anak kedua kami.

Hohohohoho!





BERSAMBUNG CHAPTER 12





Kalo Rame ane update secepatnya.... Hohoho!!!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd