Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The GODFATHER - original by Mario Puzo

Bimabet
Weeww benar2 dimanjakan dengan updetnya Om

:jempol:
 
Seperti pembandingan antara johny fontane sang hollywood, yg nyaris terpuruk d usia 35 tahun. Dengan pegawai kasar yg mulai menapaki kejayaan d usia 25tahun. Sungguh mantap alurnya,.:jempol:

#terimakasih banyak atas apdetannya ganRock..:kk:
tetep semangat n sukses selalu :semangat::banzai:
 
Makasih apdetnya bro, bener-bener mantep.

Tampaknya si sony mewarisi sifat kakeknya yang mudah marah,,

Nunggu lanjutannya kisaah si michael menjemput takdirnya,,sambil :mancing: sapa tau masbro apdet lagi, ;)
 
Seperti pembandingan antara johny fontane sang hollywood, yg nyaris terpuruk d usia 35 tahun. Dengan pegawai kasar yg mulai menapaki kejayaan d usia 25tahun. Sungguh mantap alurnya,.:jempol:

#terimakasih banyak atas apdetannya ganRock..:kk:
tetep semangat n sukses selalu :semangat::banzai:


Bro caezar,tipe pembaca yang saya suka.
Lumayan jeli juga buat baca cerita2 panjang gini.

Ane semangat kalo gini updatenya.semoga gadget butut ane ga sakit2an lagi
 
Makasih apdetnya bro, bener-bener mantep.

Tampaknya si sony mewarisi sifat kakeknya yang mudah marah,,

Nunggu lanjutannya kisaah si michael menjemput takdirnya,,sambil :mancing: sapa tau masbro apdet lagi, ;)

Emang digambarin keluarga corleone ini punya sifat yang beda2 bro.
Cuma tetep aja,cara2 mainnya luar biasa.banyak yang ga terduga ide2nya.
Stay tune bro kopred.ane pasti tamatin ini Godfather
 
●● BUKU 4 ●●

BAB 15


Di New Hampshire, setiap fenomena asing selalu diperhatikan dengan cermat oleh para ibu rumah tangga yang mengintip dari balik jendela, para pemilik toko yang bersantai di balik pintu. Jadi sewaktu sebuah mobil hitam dengan pelat New York berhenti di depan rumah keluarga Adams, setiap warga di sana mengetahuinya hanya dalam waktu beberapa menit.

Kay Adams, tetap gadis kota kecil sekalipun berpendidikan perguruan tinggi, juga mengintip dari balik jendela kamar tidurnya. Ia tengah belajar untuk menghadapi ujian dan bersiap-siap turun makan siang sewaktu melihat kedatangan mobil itu dari ujung jalan, dan entah mengapa tidak heran melihat mobil itu berhenti di depan rumahnya. Dua pria turun, pria-pria tinggi besar yang menurutnya bertampang seperti gangster dalam film, dan ia berlari menuruni tangga agar bisa mencapai pintu terlebih dulu. Ia yakin mereka datang mewakili Michael atau keluarganya, dan ia tidak ingin mereka berbicara dengan ayah atau ibunya tanpa diperkenalkan sebelumnya. Bukan karena ia malu pada salah satu teman Mike, pikirnya. Ini hanya karena ayah dan ibunya orang New England yang kuno. Mereka orang Yankee yang tidak akan mengerti kenapa dirinya bisa kenal dengan orang-orang seperti itu.

Kay dalam perjalanan ke pintu sewaktu bel berdering. Ia berseru kepada ibunya, "Akan kubukakan!"

Ia membuka pintu dan melihat dua pria tinggi besar berdiri di hadapannya. Salah seorang di antara mereka memasukkan tangan ke balik jas seperti gangster dalam film yang akan mengambil pistol. Gerakan itu begitu mengejutkan Kay sehingga ia terkesiap, tapi pria itu mengeluarkan dompet kulit kecil yang dibukanya untuk menunjukkan tanda pengenal.

"Saya Detektif John Phillips dari Dinas Kepolisian New York," katanya. Ia menunjuk pria yang satu lagi, pria yang kulitnya gelap dengan alis mata hitam yang sangat lebat. "Dan ini partner saya, Detektif Siriani. Anda Miss Kay Adams?"

Kay mengangguk.

Phillips berkata, "Bisa kami masuk dan berbicara dengan Anda beberapa menit?. Ini mengenai Michael Corleone."

Kay melangkah ke samping agar mereka bisa masuk. Pada saat itu ayahnya muncul di lorong kecil yang menuju ruang kerjanya. "Kay, ada apa?"

Ayahnya tampak berwibawa, ramping, dengan rambut ubanan, yang bukan hanya pastor gereja Baptis di kota itu tapi juga memiliki reputasi di kalangan keagamaan sebagai cendekiawan. Kay sebenarnya tidak terlalu mengenal ayahnya. Ayahnya membuatnya bingung, tapi ia mengetahui ayahnya menyayanginya sekalipun ada kesan ia tidak menarik bagi ayahnya sebagai pribadi. Walau hubungan mereka tidak pernah dekat, ia mempercayai ayahnya. Jadi ia hanya berkata, "Mereka detektif dari New York. Mereka ingin bertanya mengenai pemuda kenalanku."

Mr. Adams tidak tampak terkejut. "Bagaimana kalau kita ke ruang kerja saya?" ia mengusulkan.

Detektif Phillips berkata lembut, "Lebih baik kami berbicara hanya dengan putri Anda, Mr. Adams."

Mr. Adams berkata sopan, "Saya rasa itu tergantung pada Kay. Sayang, apa kau lebih suka berbicara dengan mereka sendiri saja atau ingin kutemani? Atau mungkin ibumu?"

Kay menggeleng. "Aku akan berbicara dengan mereka sendirian saja."

Mr. Adams berkata pada Phillips, "Kalian boleh menggunakan ruang kerja saya. Anda mau makan siang bersama kami?"

Kedua detektif itu menggeleng.

Kay mengajak mereka ke ruang kerja. Mereka duduk gelisah di tepi sofa sementara Kay duduk di kursi besar berlapis kulit milik ayahnya.

Detektif Phillips membuka pembicaraan dengan bertanya, "Miss Adams, apakah Anda bertemu atau mendengar kabar dari Michael Corleone selama tiga minggu terakhir ini?"

Satu pertanyaan itu sudah cukup sebagai peringatan bagi Kay. Tiga minggu yang lalu ia membaca berita utama di koran Boston mengenai pembunuhan kapten polisi New York dan penyelundup narkotika bernama Virgil Sollozzo. Koran menyatakan pembunuhan itu merupakan bagian perang antargeng yang melibatkan Keluarga Corleone.

Kay menggeleng. "Tidak. Terakhir kali saya bertemu dengannya sewaktu ia pergi menjenguk ayahnya di rumah sakit. Kira-kira sebulan yang lalu."

Detektif yang satu lagi berbicara dengan suara serak, "Kami mengetahui segala hal tentang pertemuan itu. Anda pernah bertemu atau mendengar kabar darinya sejak itu?"

"Tidak," jawab Kay.

Detektif Phillips berkata sopan, "Kalau ia menghubungi Anda lagi, kami ingin Anda memberitahu kami. Kami harus berbicara dengan Michael Corleone. Saya harus memperingatkan Anda bahwa kalau ia menghubungi Anda lagi, mungkin Anda akan terlibat dalam keadaan yang sangat berbahaya. Kalau Anda menolongnya entah dengan cara bagaimana, Anda akan terjerumus ke dalam masalah yang sangat serius."

Kay duduk sangat tegak di kursi. "Kenapa saya tidak boleh menolongnya?" tanyanya. "Kami akan menikah, dan orang yang akan menikah kan saling menolong."

Sekarang Detektif Siriani yang menjawab pertanyaannya. "Kalau Anda menolongnya, Anda bisa menjadi kaki-tangan dalam pembunuhan. Kami mencari kekasih Anda karena ia membunuh kapten polisi di New York dan informan yang sedang dihubungi petugas kepolisian itu. Kami tahu Michael Corleone-lah yang melakukan penembakan tersebut."

Kay tertawa. Suara tawanya begitu tidak terpengaruh, begitu takjub, sehingga kedua polisi itu terkesan. "Mike tidak akan berbuat begitu," katanya. "Ia tidak pernah berurusan dengan keluarganya. Sewaktu kami menghadiri pesta pernikahan adiknya, jelas sekali bahwa ia diperlakukan seperti orang asing, nyaris seperti perlakuan mereka pada saya. Kalau ia bersembunyi sekarang, itu karena ia tidak ingin mendapat publikasi buruk, agar namanya tidak terseret dalam semua masalah ini. Mike bukan gangster. Saya lebih mengenalnya daripada Anda atau siapa pun yang mengenalnya. Ia orang yang begitu baik hingga tidak mungkin melakukan tindakan tercela seperti pembunuhan. Ia orang yang paling mematuhi hukum yang pernah saya kenal, dan saya sangat tahu ia tidak pernah berbohong."

Detektif Phillips bertanya lembut, "Sudah berapa lama Anda mengenalnya?"

"Lebih dari setahun," jawab Kay, dan heran sewaktu kedua polisi itu tersenyum.

"Saya rasa ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui," kata Detektif Phillips. "Pada malam ia meninggalkan Anda, ia pergi ke rumah sakit. Sewaktu keluar ia bertengkar dengan kapten polisi yang datang ke rumah sakit untuk urusan resmi. Ia menyerang kapten polisi itu tapi lalu dihajar. Rahangnya patah dan beberapa giginya copot. Teman-temannya membawanya ke rumah Keluarga Corleone di Long Beach. Keesokan malamnya kapten polisi yang bertengkar dengannya ditembak mati dan Michael Corleone menghilang. Lenyap. Kami memiliki kontak, informan. Mereka semua menunjuk Michael Corleone, tapi kami tidak memiliki bukti yang cukup untuk menyeretnya ke pengadilan. Pelayan yang menyaksikan penembakan tidak mengenali foto Mike, tapi mungkin mereka akan mengenali orangnya langsung. Dan kami sudah menahan sopir Sollozzo, yang tidak mau bicara, tapi mungkin kami bisa membuatnya bicara kalau kami sudah menangkap Michael Corleone. Jadi kami mencarinya, FBI mencarinya, semua orang mencarinya. Sejauh ini belum berhasil, jadi kami pikir Anda bisa memberi kami petunjuk."

Kay berkata dingin. "Aku tidak percaya sedikit pun."

Tapi ia agak mual karena tahu cerita tentang patahnya rahang Mike pasti benar. Tapi itu tidak akan menyebabkan Mike membunuh.

"Maukah Anda memberitahu kami kalau Mike menghubungi Anda?" tanya Phillips.

Kay menggeleng. Detektif yang satu lagi, Siriani, berkata kasar, "Kami mengetahui kalian sudah tidur bersama. Kami memiliki catatan dan saksi di hotel. Kalau kami teruskan informasi ini ke koran, ayah dan ibu Anda akan sangat tidak senang. Orang terhormat seperti mereka pasti akan tidak senang kalau mengetahui anaknya tidur dengan gangster. Kalau Anda tidak mau berterus terang, saya akan memanggil ayah Anda kemari dan langsung mengungkapkan semuanya."

Kay memandangnya takjub. Lalu ia berdiri dan melangkah ke pintu ruang kerja, membukanya. Ia bisa melihat ayahnya berdiri di depan jendela ruang duduk sambil mengisap pipa. Ia berseru, "Dad, bisa kemari sebentar?"

Ayahnya berpaling, tersenyum padanya, dan masuk ke ruang kerja. Sewaktu melewati pintu ia memeluk pinggang anaknya, menghadapi kedua detektif itu, dan berkata, "Ya, Tuan-tuan?"

Sewaktu mereka tidak menjawab, Kay berkata dingin pada Detektif Siriani, "Katakan langsung padanya, officer."

Wajah Siriani memerah. "Mr. Adams, saya mengatakan ini pada Anda demi kebaikan putri Anda sendiri. Ia bergaul dengan penjahat yang kami yakini telah membunuh seorang kapten polisi. Saya hanya mengatakan padanya ia bisa menghadapi masalah serius kalau tidak mau bekerja sama dengan kami. Tapi tampaknya putri Anda tidak menyadari betapa seriusnya persoalan ini. Mungkin Anda bisa berbicara padanya."

"Luar biasa," kata Mr. Adams sopan.

Siriani mengentakkan gigi. "Putri Anda dan Michael Corleone berhubungan selama lebih dari setahun. Mereka bermalam di hotel dengan mendaftarkan diri sebagai suami-istri. Michael Corleone dicari polisi untuk ditanyai soal pembunuhan polisi. Putri Anda tidak mau memberi informasi yang dapat membantu kami. Itu fakta-faktanya. Anda boleh bilang itu luar biasa, tapi saya bisa membuktikan setiap faktanya."

"Saya tidak meragukan kata-kata Anda, Suit" kata Mt Adams lembut. "Yang menurut saya luar biasa adalah bahwa anak saya bisa terlibat masalah serius. Kecuali kalau Anda menyatakan ia..." Disini wajahnya memancarkan keraguan cendekiawan, "cewek gangster, saya rasa begitulah istilahnya."

Kay memandang ayahnya dengan keheranan. Ia mengetahui ayahnya bermain-main dan takjub ayahnya bisa begitu ringan menerima seluruh masalah ini.

Mr. Adams berkata tegas, "Namun, percayalah, kalau anak muda itu memperlihatkan wajahnya di sini, saya akan langsung melaporkan kehadirannya pada pihak berwajib. Anak saya juga akan berbuat begitu. Nah, sekarang permisi, makan siang kami mulai dingin."

Ia mengantar kedua detektif itu keluar rumah dengan penuh kesopanan dan menutup pintu di belakang mereka dengan lembut tapi tegas. Ia meraih lengan Kay dan membimbingnya ke dapur, jauh di bagian belakang rumah. "Ayo, Sayang, ibumu sudah menunggu kita makan siang."

Saat mereka tiba di dapur, Kay menangis tanpa suara karena lega setelah lepas dari ketegangan, karena merasakan kasih sayang ayahnya yang tidak perlu diragukan lagi.

Di dapur ibunya tidak mengomentari tangisannya, dan Kay menyadari ayahnya pasti memberitahu ibunya mengenai kedua detektif tadi. Ia duduk di tempatnya dan ibunya melayaninya sambil berdiam diri.

Sesudah ketiganya duduk menghadapi meja makan, ayahnya menunduk dan berdoa.

Mrs. Adams wanita pendek tegap yang pakaiannya selalu rapi, rambut selalu ditata. Kay tak pernah melihat ibunya dalam keadaan kusut. Ibunya juga agak kurang tertarik padanya, selalu menjaga jarak. Dan ia berbuat begitu sekarang.

"Kay, hentikan sikap dramatismu. Aku yakin semua tadi cuma keributan tak perlu tentang hal-hal yang sama sekali tidak penting. Bagaimanapun, pemuda itu mahasiswa Dartmouth, tidak mungkin terlibat kejadian seburuk itu."

Kay menengadah dan memandang ibunya dengan kaget. "Bagaimana Ibu bisa mengetahui Mike mahasiswa Dartmouth?"

Ibunya berkata puas, "Kalian anak muda selalu berahasia, mengira kalian begitu pandai. Selama ini kami tahu tentang dirinya, tapi tentu saja kami tidak bisa mengungkit-ungkitnya sampai kau sendiri membicarakannya."

"Tapi bagaimana kalian bisa mengetahuinya?" tanya Kay.

Ia masih belum berani memandang wajah ayahnya setelah ayahnya mengetahui ia dan Mike tidur bersama. Jadi ia tidak melihat senyum di wajah ayahnya waktu pria itu berkata, "Kami membuka surat-suratmu, tentu saja."

Kay ngeri dan marah. Sekarang ia bisa memandang ayahnya. Yang dilakukan ayahnya lebih memalukan daripada dosanya sendiri. Ia tidak bisa percaya ayahnya berbuat begitu. "Ayah, kau tidak boleh berbuat begitu, tidak mungkin."

Mr. Adams tersenyum padanya. "Aku berdebat sendiri dosa mana yang lebih besar, membuka surat-suratmu atau tidak menyadari bahaya besar yang mungkin mengancam satu-satunya anakku. Pilihannya sederhana sekali, dan mengandung kebajikan."

Mrs. Adams berbicara sambil mengunyah ayam rebus, "Bagaimanapun, Sayang, kau sangat polos untuk usiamu. Kami harus berhati-hati. Dan kau tidak pernah membicarakan dirinya."

Untuk pertama kalinya Kay bersyukur Michael tidak pernah menyatakan kasih sayang dalam surat-suratnya. Ia bersyukur orangtuanya tidak pernah membaca surat-suratnya sendiri.

"Aku tidak pernah bercerita mengenai dirinya karena kalian mungkin akan ngeri kalau mengetahui siapa keluarganya."

"Memang," kata Mr. Adams riang. "O ya, apakah Michael menghubungimu?"

Kay menggeleng. "Aku tidak percaya ia bersalah."

Ia melihat kedua orangtuanya berpandangan di meja. Lalu Mr. Adams berkata lembut, "Kalau ia tidak bersalah dan menghilang, mungkin ada kejadian lain yang menimpa dirinya."

Mula-mula Kay tidak paham. Lalu ia bangkit dari kursinya dan lari ke kamar.

Tiga hari kemudian Kay turun dari taksi di depan kompleks rumah Keluarga Corleone di Long Beach. Ia menelepon dulu, jadi kedatangannya sudah ditunggu. Tom Hagen menyambutnya di pintu dan Kay kecewa karena Tom yang menyambutnya. Ia mengetahui Tom tidak akan mengatakan apa pun padanya.

Di ruang duduk Tom memberinya segelas minuman. Kay melihat dua pria lain berkeliaran di rumah, tapi ia tidak melihat Sonny. Ia bertanya kepada Tom, "Kau tahu di mana Mike? Kau tahu di mana aku bisa menghubungi dirinya?"

Hagen menjawab tenang, "Kami mengetahui ia baik-baik saja, tapi tidak tahu di mana ia sekarang. Sewaktu kami mendengar kapten polisi itu ditembak, ia takut mereka akan menuduh dirinya. Jadi ia memutuskan menghilang. Ia mengatakan padaku, ia akan memberi kami kabar beberapa bulan lagi."

Cerita itu bukan hanya palsu tapi juga dibuat agar kebohongannya terlihat jelas, hanya itulah yang bisa dilakukan Tom untuk menolong Kay.

"Benarkah kapten polisi itu mematahkan rahangnya?" tanya Kay.

"Aku khawatir benar," jawab Tom. "Tapi Mike bukan pendendam. Aku yakin masalah itu tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi."

Kay membuka tas dan mengeluarkan sepucuk surat. "Kau mau memberikan surat ini padanya kalau ia menghubungimu nanti?"

Hagen menggeleng. "Kalau kuterima surat itu dan kau mengatakan di pengadilan bahwa aku menerimanya, mungkin itu akan ditafsirkan bahwa aku mengetahui di mana Mike berada. Bagaimana kalau kau menunggu saja sebentar? Aku yakin Mike akan menghubungi kami."

Kay menghabiskan minuman dan berdiri untuk pergi. Hagen mengantarnya ke serambi, tapi sewaktu ia membuka pintu, seorang wanita datang dari luar. Wanita pendek gemuk, mengenakan gaun hitam. Kay mengenalinya sebagai ibu Michael. Ia mengulurkan tangan dan berkata, "Apa kabar, Mrs. Corleone?"
Mata wanita itu, hitam dan kecil, sejenak menatapnya, lalu di wajahnya yang keriput dan berwarna zaitun merekah senyuman sebagai sambutan ramah pada Kay. "Ah, kau gadis kecil Mikey," kata Mrs. Corleone. Ia memiliki aksen Italia yang kental dan Kay nyaris tidak memahami kata-katanya. "Kau mau makan?"

Kay mengatakan tidak, maksudnya ia tidak ingin makan apa pun, tapi Mrs. Corleone berpaling marah pada Tom Hagen dan menegurnya dalam bahasa Italia, diakhiri dengan, "Kau bahkan tidak menghidangkan kopi pada gadis ini, disgrazia?"

Mrs. Corleone memegang tangan Kay, tangan wanita itu terasa hangat dan hidup, lalu mengajaknya ke dapur. "Ayo minum kopi dan makanlah dulu, lalu akan ada yang mengantarmu pulang dengan mobil. Gadis manis seperti kau, aku tidak ingin kau naik kereta api." Ia menyuruh Kay duduk lalu menyibukkan diri di dapur, menanggalkan mantel dan topi serta meletakkannya di kursi.

Beberapa detik kemudian roti dengan keju dan salami terhidang di meja sementara kopi mendidih di kompor.

Kay berkata malu-malu, "Saya datang untuk menanyakan Mike, sudah lama saya tidak mendengar kabar darinya. Kata Mr. Hagen, tidak ada yang mengetahui di mana Mike berada, tapi ia akan muncul tidak lama lagi."

Hagen berkata tergesa-gesa, "Hanya itu yang bisa kita katakan padanya sekarang, Ma."

Mrs. Corleone menatapnya dengan ekspresi jengkel. "Sekarang kau akan mendiktekan apa yang harus kulakukan? Suamiku sendiri tidak pernah mendikteku, semoga Tuhan mengasihaninya." Ia membuat tanda salib.

"Apakah Mr. Corleone baik-baik saja?" tanya Kay.

"Baik," jawab Mrs. Corleone. "Baik. Ia semakin tua, menjadi bodoh karena membiarkan hal seperti itu terjadi." Ia mengetuk-ngetuk kepalanya tanpa rasa hormat. Lalu menuangkan kopi dan memaksa Kay makan roti dan keju.

Sesudah mereka minum kopi, Mrs. Corleone memegang tangan Kay dengan kedua tangannya yang kecokelatan. Ia berkata dengan suara pelan, "Mikey tidak akan menulis surat padamu, kau tidak akan mendengar kabar dari Mikey. Ia bersembunyi dua-tiga tahun. Mungkin lebih, mungkin jauh lebih lama lagi. Pulanglah ke keluargamu dan cari pemuda yang baik, menikahlah dengannya."

Kay mengeluarkan surat dari tas. "Anda mau mengirimkan ini padanya?"

Wanita tua itu mengambil suratnya dan menepuk-nepuk pipi Kay. "Baik, baik," katanya.

Hagen hendak memprotes tapi Mrs. Corleone berteriak padanya dalam bahasa Italia. Lalu ia membimbing Kay ke pintu. Di sana ia mencium pipi Kay sekilas dan berkata, "Lupakan saja Mikey, ia bukan lagi pria untukmu."

Ada mobil yang menunggu dirinya, dengan dua pria di kursi depan. Mereka mengantarnya ke hotelnya di New York dan sepanjang perjalanan tidak pernah mengatakan apa-apa. Begitu pula Kay. Ia berusaha membiasakan diri dengan kenyataan bahwa pemuda yang dicintainya adalah pembunuh berdarah dingin. Dan itulah yang dikatakan sumber yang paling bisa dipercayanya: ibu Michael sendiri.

***
 
BAB 16

Carlo Rizzi sangat jengkel kepada seluruh dunia. Begitu menikah dengan putri Keluarga Corleone, ia disingkirkan dengan diberi bisnis kecil penjualan kupon taruhan di Upper East Side, Manhattan. Tadinya ia mengira akan menempati salah satu rumah dalam kompleks, ia tahu Don bisa memerintahkan keluarga yang menempati rumah itu untuk pindah kapan saja ia menginginkannya. Carlo yakin itulah yang akan terjadi dan ia akan berada di tengah segalanya. Tapi Don tidak memperlakukan dirinya dengan selayaknya. "Don yang Agung," pikirnya kesal. Orang tua yang disergap di jalan oleh sekelompok penembak seperti penjahat kelas teri tua yang tolol. Ia berharap keparat tua itu tewas. Sonny dulu sahabatnya dan kalau Sonny menjadi kepala keluarga, ia mungkin akan mendapat peluang masuk.

Ia mengawasi istrinya menuangkan kopi. Ya Tuhan, istrinya sekarang benar-benar berantakan. Baru menikah lima bulan dan istrinya telah membesar, membengkak. Semua perempuan Italia di Pantai Timur benar-benar sundal.

Ia mengulurkan tangan dan mengelus pantat Conny yang melebar dan lunak. Connie tersenyum padanya. Carlo berkata jengkel, "Kau lebih berdaging daripada babi." Ia puas melihat ekspresi sakit hati di wajah istrinya, melihat air matanya berlinang.

Connie memang putri Don yang agung, tapi ia istrinya, sekarang Connie miliknya dan ia bisa memperlakukan Connie sesuka hati. Ia merasa dirinya berkuasa dengan menjadikan salah satu anggota keluarga Corleone sebagai alas kakinya. Ia memperlakukan istrinya dengan sewenang-wenang sejak awal. Connie berusaha mempertahankan tas penuh uang hadiah pernikahan untuk dirinya sendiri tapi Carlo membuat matanya bengkak dan merampas uangnya. Ia juga tidak pernah mengatakan untuk apa uang itu.

Mungkin tindakan tersebut bisa menimbulkan masalah. Tapi sekarang pun ia hanya merasakan sedikit penyesalan. Ya Tuhan, ia menghabiskan hampir lima belas ribu dolar di lintasan pacuan kuda dan membayar sundal-sundal gadis panggung.

Ia bisa merasakan Connie mengawasinya dari belakang, jadi ia menggerakkan otot-ototnya sewaktu mengambil piring roti manis di ujung meja. Ia sudah melahap ham dan telur, tapi ia pria bertubuh besar yang membutuhkan sarapan banyak. Ia puas dengan gambaran yang ditampilkannya pada istrinya. Bukan suami berkulit hitam dan berambut berminyak seperti yang biasa, tapi pria berambut pirang pendek, dengan lengan berotot besar yang berbulu keemasan, serta bahu yang bidang dan pinggang yang ramping. Dan ia tahu secara fisik ia lebih kuat daripada pria-pria yang katanya tangguh yang bekerja untuk Keluarga. Pria seperti Clemenza, Tessio, Rocco Lampone, dan Paulie, yang sudah dihabisi entah oleh siapa. Ia bertanya-tanya dalam hati bagaimana ceritanya. Lalu entah kenapa ia memikirkan Sonny. Kalau satu lawan satu ia bisa mengalahkan Sonny, pikirnya, sekalipun Sonny sedikit lebih besar dan lebih berat. Tapi yang membuatnya takut adalah kemarahan Sonny, walau ia sendiri biasa melihat Sonny berbaik hati dan bergurau. Yeah, Sonny memang sahabatnya. Mungkin sesudah Don tua mati, segalanya akan terbuka.

Ia minum kopi sambil merenung-renung. Ia membenci apartemen yang dihuninya. Ia terbiasa dengan tempat tinggal yang lebih besar di Pantai Barat dan tidak lama lagi akan melintasi kota ke bisnis penjualan kuponnya untuk pacuan tengah hari. Hari ini Minggu, pertandingan yang paling ramai selama seminggu.

Pertandingan bisbol berakhir dan pertandingan basket malam hari dimulai. Perlahan-lahan ia menyadari Connie sibuk di belakangnya dan ia berpaling untuk melihatnya.

Connie berdandan dengan gaya New York City yang dibencinya. Gaun sutra bermotif bunga dengan sabuk, gelang dan anting-anting yang mencolok, serta lengan yang menggembung. Ia tampak dua puluh tahun lebih tua. "Mau ke mana kau?" tanyanya.

Connie menjawab dingin, "Menjenguk ayahku di Long Beach. Ia belum bisa turun dari ranjang dan perlu ditemani."

Carlo tertarik. "Sonny masih memimpin pertunjukan?"

Connie menatapnya dengan pandangan kosong. "Pertunjukan apa?"

Carlo marah. "Dasar sundal tolol, jangan berbicara seperti itu padaku kalau tidak ingin kuhajar hingga anak di perutmu keluar."

Connie tampak ketakutan dan ini menyebabkan kemarahan Carlo meningkat. Ia melompat dari kursi dan menampar wajah Connie, meninggalkan bekas merah. Dengan ketepatan yang cepat ia menampar istrinya tiga kali lagi. Ia melihat bibir istrinya pecah, berdarah dan bengkak. Ini menghentikannya. Ia tidak ingin meninggalkan bekas.

Connie lari ke kamar tidur dan membanting pintu. Carlo mendengar suara anak kunci diputar. Ia tertawa dan kembali menikmati kopi.

Carlo mengisap rokok hingga tiba waktu berganti pakaian. Ia mengetuk pintu dan berkata, "Buka sebelum kutendang pintu ini hingga rusak."

Tidak ada jawaban.

"Ayo, aku harus ganti pakaian," kata Carlo dengan suara keras.

Ia bisa mendengar suara istrinya bangkit dari ranjang dan berjalan ke pintu, lalu suara anak kunci diputar. Sewaktu ia masuk, Connie memunggunginya, berjalan ke ranjang, dan berbaring dengan wajah menghadap ke dinding. Ia berpakaian dengan cepat, kemudian melihat istrinya hanya memakai pakaian dalam. Ia ingin istrinya menjenguk ayahnya, ia berharap istrinya kembali dengan membawa informasi. "Ada apa, beberapa tamparan membuatmu kehilangan semua tenaga?"

Perempuan itu memang malas. "Aku tidak mau pergi." Suaranya diiringi air mata, kata-katanya tidak jelas.

Carlo mengulurkan tangan dengan tidak sabar dan menarik istrinya sampai menghadapnya. Lalu ia melihat mengapa istrinya tidak mau pergi dan berpikir mungkin sebaiknya begitu. Ia pasti menampar istrinya lebih keras daripada yang dimaksudkannya. Pipi Connie bengkak, bibir atasnya yang pecah membengkak besar dan putih di bawah hidungnya.

"Oke," katanya, "tapi aku baru pulang setelah larut malam. Hari Minggu hari yang sangat sibuk."

Carlo meninggalkan apartemen dan mendapati ada surat tilang di mobilnya, surat berwarna hijau yang berarti denda lima belas dolar. Ia memasukkannya ke laci mobil bersama tumpukan surat lain. Ia sedang senang. Menampar sundal yang manja itu selalu membuatnya senang. Itu menghilangkan sebagian frustrasi yang dirasakannya karena mendapat perlakuan buruk dari Keluarga Corleone.

Pertama kali ia memukul istrinya sampai membekas, ia agak khawatir. Connie langsung pergi ke Long Beach untuk mengadu pada ayah dan ibunya serta memperlihatkan matanya yang lebam. Carlo benar-benar berkeringat dingin. Tapi ketika Connie kembali ke rumah, ia berubah jadi begitu penurut sampai mengherankan dirinya, jadi istri Italia yang berbakti. Carlo sengaja menjadi suami yang sempurna selama dua minggu berikutnya, memperlakukan istrinya dengan baik dalam segala hal, bersikap manis dan menyenangkan padanya, mengajaknya bercinta setiap hari, pagi dan malam. Akhirnya Connie menceritakan apa yang terjadi, karena mengira suaminya tidak akan bersikap kasar lagi pada dirinya.

Connie mendapati kedua orangtuanya bersikap dingin dan tidak simpatik, serta geli. Ibunya agak kasihan padanya dan meminta ayahnya berbicara pada Carlo Rizzi. Ayahnya menolak. "Ia anakku," katanya, "tapi sekarang menjadi milik suaminya. Suaminya tahu tugas-tugasnya. Bahkan Raja Italia tidak berani ikut campur dalam urusan antara suami-istri. Pulanglah dan belajarlah berperilaku sebagai istri yang baik sehingga suamimu tidak memukulmu lagi."

Connie berkata marah pada ayahnya, "Kau pernah memukul istrimu?"

Ia anak kesayangan dan berani bicara begitu lancang pada ayahnya. Ayahnya menjawab, "Ibumu tidak pernah memberiku alasan untuk memukulnya."

Dan ibunya mengganguk sambil tersenyum.

Ia bercerita bagaimana suaminya mengambil uang hadiah perkawinan dan tidak pernah mengatakan padanya uang itu diapakan. Ayahnya mengangkat bahu dan berkata, "Aku akan melakukan hal yang sama seandainya istriku curiga seperti kau."

Maka Connie pulang ke rumah, agak kesal, sedikit takut. Selama ini ia kesayangan ayahnya dan sekarang ia tidak bisa memahami sikap dinginnya.

Tapi Don tidaklah tanpa simpati seperti yang pura-pura dilakukannya. Ia melakukan penyelidikan dan mengetahui apa yang dilakukan Carlo Rizzi dengan uang hadiah perkawinan. Ia menempatkan orang-orang dalam operasi kupon taruhan Carlo Rizzi yang melaporkan pada Tom Hagen semua yang dilakukan Carlo Rizzi dalam tugasnya. Tapi Don tidak bisa campur tangan. Bagaimana ia bisa mengharapkan laki-laki meninggalkan tugasnya sebagai suami terhadap istrinya yang keluarganya ditakutinya? Itu situasi yang sulit dan ia tidak berani ikut campur. Lalu ketika Connie hamil, ia yakin keputusannya bijaksana dan merasa tidak bisa ikut campur walaupun Connie mengadu pada ibunya tentang beberapa pemukulan lagi dan akhirnya ibunya cukup prihatin sehingga menyampaikannya pada Don. Connie bahkan bilang ia mungkin akan minta cerai. Untuk pertama kalinya dalam hidup Connie, ayahnya sangat marah padanya. "Ia ayah anakmu. Bagaimana anak bisa lahir ke dunia kalau ia tidak punya ayah?" katanya pada Connie.

Setelah mengetahui semua ini, Carlo Rizzi semakin yakin. Ia benar-benar aman. Bahkan ia bercerita pada kedua "penulis" kupon, Sally Rags dan Coach, bahwa ia menampari istrinya kalau sedang kesal, dan melihat ekspresi hormat mereka karena ia berani menganiaya putri Don Corleone yang agung.

Tapi Rizzi tidak akan merasa begitu aman seandainya tahu bahwa ketika Sonny Corleone mengetahui tentang pemukulan yang dilakukannya, pria itu marah bukan kepalang dan hanya bisa ditahan larangan paling tegas dan paling keras dari Don sendiri, larangan yang tidak berani dilanggar Sonny sekalipun. Itulah sebabnya Sonny selalu menghindari Rizzi, takut ia tidak bisa menahan kemarahan.

Jadi, karena merasa sangat aman, pada Minggu pagi yang indah itu Carlo Rizzi ngebut melintasi kota dari 96th Street ke East Side. Ia tidak melihat mobil Sonny datang dari arah yang berlawanan menuju rumahnya.

Sonny Corleone meninggalkan perlindungan kompleks dan menginap di tempat Lucy Mancini di kota. Kini dalam perjalanan pulang, ia ditemani empat pengawal pribadi, dua di depan dan dua di belakang. Ia tidak memerlukan pengawal di sisinya, ia masih sanggup mengatasi serangan langsung. Para pengawal lain menggunakan mobil mereka sendiri dan menempati apartemen di kiri dan kanan apartemen Lucy. Cukup aman mengunjungi Lucy asal ia tidak terlalu sering melakukannya. Mumpung berada di kota, ia mempertimbangkan menjemput adiknya Connie dan mengajaknya ke Long Beach. Ia tahu Carlo pasti sudah bekerja di tempat penjualan kupon dan bangsat kikir itu tidak akan membiarkan istrinya memakai mobil. Maka ia akan mengajak adiknya menumpang.

Ia menunggu sampai dua laki-laki yang di depan masuk ke apartemen, baru kemudian ia menyusul. Ia melihat dua orang yang di belakang berhenti di belakang mobilnya dan keluar untuk mengawasi jalan. Ia tetap membuka mata. Kemungkinan musuh tahu ia ada di kota sejuta banding satu, tapi ia selalu berhati-hati. Ia belajar dari perang tahun 1930-an.

Sonny tidak pernah menggunakan lift. Lift bagai perangkap maut. Ia naik tangga delapan tingkat ke apartemen Connie dengan cepat. Diketuknya pintu. Ia tadi melihat mobil Carlo lewat dan adiknya pasti sendirian. Tidak ada jawaban. Ia mengetuk pintu sekali lagi, kemudian mendengar adiknya, ketakutan, lemah, bertanya, "Siapa itu?"

Ketakutan dalam suara Connie membuatnya tertegun. Adiknya selalu segar dan bersemangat, tangguh seperti para anggota Keluarga lainnya. Sialan, apa yang terjadi pada dirinya? Ia berkata, "Ini aku, Sonny."

Gerendel di dalam ditarik dan pintu terbuka, dan Connie langsung lari ke dalam pelukan Sonny serta menangis tersedu-sedu. Sonny begitu terkejut sehingga hanya berdiri dan kebingungan. Ia mendorong adiknya menjauhinya dan melihat wajahnya yang bengkak, lalu mengerti apa yang terjadi.

Sonny melepaskan diri dari pelukan adiknya dan akan lari menuruni tangga untuk mengejar suami adiknya. Kemarahannya berkobar-kobar, membuat wajahnya berkerut. Connie melihat kemarahan kakaknya dan memeganginya erat-erat, tidak mau melepaskannya, memaksanya masuk ke apartemen. Connie menangis karena takut. Ia tahu perangai kakaknya dan ngeri karenanya. Ia tidak pernah mengadu pada kakaknya tentang Carlo karena alasan itu. Sekarang ia memaksa kakaknya masuk ke apartemennya.

"Ini kesalahanku," kata Connie. "Aku yang memulai pertengkaran dengannya dan aku mencoba memukulnya hingga ia memukulku. Sebenarnya ia tidak bermaksud memukulku sekeras itu. Aku yang bikin gara-gara."

Wajah Sonny yang berisi seperti wajah Cupido sekarang tampak tenang. "Kau akan menjenguk Ayah hari ini?"

Connie tidak menjawab, jadi ia melanjutkan, "Kupikir kau akan ke sana, jadi aku mampir untuk memberimu tumpangan. Lagi pula aku kebetulan ada di kota."

Connie menggeleng. "Aku tidak ingin mereka melihatku dalam keadaan seperti ini. Aku akan datang minggu depan."

"Oke," kata Sonny. Ia mengangkat telepon di dapur dan memutar nomornya. "Akan kupanggilkan dokter untuk merawatmu. Dalam keadaan seperti ini kau harus berhati-hati. Berapa bulan lagi anakmu lahir?"

"Dua bulan," jawab Connie. "Sonny, tolong jangan melakukan apa pun. Kumohon, jangan."

Sonny tertawa. Wajahnya tampak keras dan kejam sewaktu ia berkata, "Jangan khawatir. Aku tidak ingin membuat anakmu yatim sebelum dilahirkan."

Ia meninggalkan apartemen sesudah mencium pipi adiknya yang tidak luka.

***

Di East 112th Street, deretan panjang mobil diparkir berjajar dua-dua di depan toko permen yang menjadi kantor penjualan kupon taruhan Carlo Rizzi. Di trotoar depan toko, para ayah bermain tangkap bola dengan anak-anak kecil yang mereka ajak berjalan-jalan di hari Minggu pagi dan menemani mereka memasang taruhan.

Sewaktu melihat Carlo Rizzi datang, mereka berhenti bermain bola dan membelikan anak-anak es krim agar mereka diam. Lalu mereka mulai memeriksa koran yang memuat berita tentang pelempar bola terbaik, berusaha menentukan regu bisbol yang diperkirakan akan menang hari itu.

Carlo pergi ke ruangan besar di belakang toko. Kedua "penulisnya", pria kurus bernama Sally Rags dan pria bertubuh besar bernama Coach, sudah menunggunya untuk memulai kegiatan. Buku taruhan besar sudah disiapkan di hadapan mereka untuk ditulisi. Di kuda-kuda kayu terdapat papan tulis berisi nama enam belas regu bisbol liga utama yang ditulis dengan kapur, disusun berpasangan untuk menunjukkan siapa yang bertanding melawan siapa. Di sebelah setiap pasangan ada kotak untuk menuliskan taruhan.

Carlo bertanya pada Coach, "Apa telepon toko disadap hari ini?"

Coach menggeleng. "Sadapan masih dilepas."

Carlo melangkah ke telepon dinding dan memutar nomornya. Sally Rags dan Coach mengawasinya dengan pasif sementara ia mencatat "line", taruhan untuk seluruh pertandingan bisbol hari itu. Mereka mengawasinya sewaktu ia berjalan ke papan tulis dan mengisikan sedap taruhan. Walau Carlo tidak mengetahuinya, mereka sudah mendapatkan line itu dan memeriksa pekerjaannya. Pada minggu pertama bekerja, Carlo melakukan kesalahan dengan memindahkan taruhan ke papan tulis dan menciptakan impian semua penjudi, membuat "middle". Yaitu, memasang taruhan padanya kemudian bertaruh melawan tim yang sama pada penjual kupon lain dengan taruhan yang benar, dan penjudi itu tidak akan pernah kalah. Satu-satunya yang bisa kalah hanyalah penjualan Carlo. Kesalahan itu menyebabkan kerugian enam ribu dolar seminggu dan mengukuhkan penilaian Don tentang menantunya tersebut. Ia memerintahkan semua pekerjaan Carlo harus diperiksa.

Biasanya para anggota Keluarga Corleone yang berkedudukan tinggi tidak pernah memedulikan rincian operasional seperti itu. Sedikitnya ada lima lapis penyekat untuk mencapai tingkat mereka. Tapi karena penjualan kupon itu digunakan sebagai ujian bagi menantunya, kegiatan tersebut langsung berada di bawah pengawasan Tom Hagen, dan kepadanyalah laporan dikirim setiap hari.

Sekarang sesudah line dipasang, para penjudi menyerbu masuk ke ruangan di belakang toko permen untuk memasang taruhan. Beberapa di antara mereka menggandeng tangan anak-anak yang masih kecil sambil memandang ke papan tulis.

Seorang pria yang memasang taruhan besar menunduk memandang gadis kecil yang digandengnya, dan bertanya sekadar bergurau, "Mana yang kaupilih hari ini, Sayang, Giants atau Pirates?"

Si gadis kecil, terpesona pada nama-nama bagus itu, balas bertanya, "Apa Raksasa lebih kuat dari Bajak Laut?"

Ayahnya tertawa.

Antrean mulai terbentuk di depan kedua penulis. Sesudah penulis mengisi formulir, ia merobeknya, membungkus uang yang diterimanya dengan lembaran itu, dan memberikannya kepada Carlo.

Carlo pergi ke pintu belakang ruangan dan naik tangga ke apartemen yang dihuni keluarga pemilik toko permen. Ia menelepon untuk menyampaikan taruhan ke pusat dan menyimpan uangnya dalam lemari besi kecil di dinding yang tersembunyi di balik tirai jendela. Lalu ia turun kembali ke toko permen sesudah membakar lembar taruhan dan membuang abunya di toilet.

Pertandingan hari Minggu baru dimulai pukul 14.00, sesuai peraturan yang berlaku. Jadi sesudah kelompok penjudi pertama, para kepala keluarga yang setelah memasang taruhan bergegas pulang untuk mengajak keluarganya ke pantai, datanglah para penjudi bujangan atau kepala keluarga kejam yang membiarkan keluarganya terpanggang dalam apartemen kota yang panas di hari Minggu. Petaruh bujangan itu semuanya penjudi kelas berat, mereka bertaruh lebih banyak dan kembali lagi sekitar pukul 16.00 untuk bertaruh pada pertandingan kedua. Merekalah yang menyebabkan kegiatan Carlo di hari Minggu begitu padat hingga harus lembur, ditambah orang-orang yang menelepon dari pantai untuk berusaha membatalkan kekalahan mereka.

Pada pukul 13.30 kedatangan para penjudi mulai berkurang, sehingga Carlo dan Sally Rags bisa duduk-duduk di luar toko permen dan menghirup udara segar. Mereka menonton permainan stickball yang dilakukan anak-anak. Mobil polisi melintas. Mereka mengabaikannya. Penjualan kupon ini mendapat perlindungan besar di daerah ini dan tidak bisa diganggu polisi tingkat lokal. Penggerebekan hanya bisa diperintahkan dari puncak, dan peringatannya bisa disampaikan cukup lama sebelumnya.

Coach keluar dan duduk di samping mereka. Mereka mengobrol tentang bisbol dan perempuan. Carlo berkata sambil tertawa, "Aku terpaksa menggampar istriku lagi hari ini, memberinya pelajaran tentang siapa yang menjadi bos."

Coach berkata sambil lalu, "Ia besar sekali sekarang, kan?"

"Ahh, aku hanya menampar mukanya beberapa kali," kata Carlo. "Aku tidak sampai menyakitinya." Ia murung sebentar. "Ia mengira bisa memerintahku, aku tidak tahan itu."

Masih ada beberapa petaruh di sekitar situ, mencari angin, mengobrol tentang bisbol, dan beberapa di antara mereka duduk-duduk di tangga di atas kedua penulis dan Carlo.

Mendadak anak-anak yang bermain stickball di jalan bubar. Mobil datang dan berdecit berhenti di depan toko permen. Mobil itu mengerem begitu tiba-tiba sehingga bannya menjerit dan sebelum mobil itu berhenti, ada laki-laki menghambur ke luar dari tempat pengemudi, bergerak begitu cepat sehingga setiap orang terpaku di tempat. Laki-laki itu Sonny Corleone. Mukanya yang bulat seperti muka Cupido, dengan bibir tebal melengkung, bagai topeng kemarahan yang buruk. Dalam waktu sedetik ia sampai di tangga dan mencengkeram leher Carlo Rizzi. Ia menyeret Carlo dari teman-temannya, berusaha menyeretnya terus ke jalan, tapi Carlo mengaitkan lengannya yang besar berotot ke pagar besi dan bertahan. Ia merunduk, berusaha menyembunyikan kepala dan mukanya ke dalam lekukan bahu. Kemejanya robek di tangan Sonny. Yang menyusul kemudian sangat mengerikan. Sonny mulai memukuli Carlo yang menunduk takut dengan tinjunya, mengutuknya dengan suara yang tercekik amarah. Carlo, walaupun badannya besar, tidak memberikan perlawanan, tidak menjerit minta ampun atau protes. Coach dan Sally Rags tidak berani menengahi. Mereka mengira Sonny bermaksud membunuh adik iparnya dan tidak ingin mengalami nasib yang sama.

Anak-anak yang tadinya main stickball berkerumun untuk memaki pengemudi yang membuat mereka bubar, tapi sekarang mereka melihat kejadian itu dengan penuh perhatian dan ngeri. Mereka anak-anak yang tangguh, tapi melihat kemarahan Sonny seperti itu, mereka terdiam.

Sementara itu mobil lain berhenti di belakang mobil Sonny dan dua pengawal pribadinya melompat turun. Setelah melihat apa yang terjadi, mereka pun tidak berani ikut campur. Mereka hanya berdiri waspada, siap melindungi majikannya kalau-kalau ada penonton yang cukup tolol untuk mencoba menolong Carlo.

Yang membuat pemandangan itu sangat mengerikan adalah Carlo yang menyerah sepenuhnya, tapi mungkin itulah yang menyelamatkan jiwanya. Ia terus berpegangan pada pagar besi dengan lengannya sehingga Sonny tidak bisa menyeretnya ke jalan. Dan walaupun jelas sekali bahwa kekuatan mereka seimbang, Carlo tetap tidak mau melawan. Ia membiarkan hujan tinju mengenai kepala dan lehernya yang tidak terlindung sampai kemarahan Sonny mereda.

Akhirnya, dengan suara tersengal-sengal, Sonny menunduk memandang Carlo dan berkata, "Dasar bangsat busuk, sekali lagi kau memukul adikku, kubunuh kau."

Kata-kata itu meredakan ketegangan. Sebab tentu saja kalau Sonny bermaksud membunuh Carlo, ia tidak akan mengucapkan ancaman itu. Ia mengatakannya karena frustrasi sebab ia tidak bisa melakukannya. Carlo tidak mau melihat Sonny. Ia tetap menunduk dan lengannya masih dikaitkan pada pagar besi. Ia terus dalam keadaan demikian sampai mobil menderu pergi dan mendengar Coach berkata dengan suara kebapakan, "Oke, Carlo, ayo ke dalam. Ayo kita tinggalkan orang banyak yang menonton ini."

Baru setelah itulah Carlo berani meninggalkan tempatnya di tangga batu dan melepaskan pegangan dari pagar besi. Ketika berdiri, ia melihat anak-anak menatap dirinya dengan pucat pasi, ekspresi orang yang menyaksikan kebiadaban sesama manusia. Ia agak pusing tapi itu lebih karena guncangan jiwa, rasa takut yang menguasai dirinya. Ia tidak mengalami luka parah walaupun dihujani pukulan sangat gencar tadi. Carlo membiarkan dirinya dituntun Coach menuju ruang belakang toko permen dan mengompres mukanya dengan es, yang meskipun tidak luka atau berdarah tapi penuh memar yang bengkak.

Kini rasa takutnya sudah reda dan perasaan terhina yang dirasakannya membuat perutnya mual sehingga ia ingin muntah. Coach memegangi kepalanya di atas wastafel, menahan tubuhnya seakan-akan ia mabuk. Lalu ia membantu Carlo menaiki tangga apartemen dan membaringkannya di salah satu kamar tidur. Carlo tidak pernah menyadari Sally Rags telah menghilang.

***

Sally Rags berjalan ke Third Avenue dan menelepon Rocco Lampone, melaporkan apa yang terjadi. Rocco menerima berita itu dengan tenang lalu menghubungi caporegime, Pete Clemenza.

Clemenza menggeram dan berkata, "Ya Tuhan, terkutuklah si Sonny dengan sifat pemarahnya," tapi jarinya sudah menekan tuas telepon hingga Rocco tidak mendengar komentarnya.

Clemenza menelepon rumah di Long Beach dan diterima Tom Hagen. Hagen terdiam sejenak dan berkata, "Kirimkan beberapa anak buahmu dan mobil ke jalan menuju Long Beach secepat mungkin, kalau-kalau Sonny tertahan kemacetan lalu lintas atau mengalami kecelakaan. Kalau sedang marah seperti itu, ia tidak berpikir jernih. Mungkin beberapa lawan kita akan mendengar ia ada di kota. Kita tidak tahu apa saja yang bisa terjadi."

Clemenza berkata ragu, "Waktu aku akhirnya bisa mengirim anak buahku ke jalan, Sonny pasti sudah tiba di rumah. Itu juga berlaku bagi Tattaglia."

"Aku tahu," kata Hagen sabar. "Tapi kalau ada kejadian yang tidak wajar, Sonny bisa tertahan. Usahakan sebisamu, Pete."

Dengan jengkel Clemenza menghubungi Rocco Lampone dan memerintahkan ia menyebar beberapa orang dan mobil di jalan menuju Long Beach. Ia sendiri keluar menuju Cadillac yang sangat disayanginya, dan bersama tiga pengawal yang sekarang bermarkas di rumahnya, ia meluncur ke Jembatan Atlantic Beach, terus ke arah New York City.

Salah seorang yang berada di sekitar toko permen, penjudi kecil yang dibayar Keluarga Tattaglia sebagai informan, menelepon kontaknya. Tapi Keluarga Tattaglia tidak siap menghadapi perang, kontak itu harus melalui jalan yang panjang untuk menembus banyak lapisan penyekat sebelum akhirnya bisa menghubungi caporegime yang akan menyampaikan berita itu kepada kepala Keluarga Tattaglia. Pada saat itu Sonny Corleone sudah tiba dengan selamat di kompleks, di rumah ayahnya di Long Beach, dan akan menghadapi kemurkaan ayahnya.

***
 
BAB 17


Perang tahun 1947 antara Keluarga Corleone dan Lima Keluarga yang bergabung melawan mereka terbukti harus dibayar mahal oleh kedua belah pihak. Perang menjadi semakin rumit akibat tekanan polisi pada setiap orang untuk mengungkap pembunuhan Kapten McCluskey. Para pejabat operasional Departemen Kepolisian sangat jarang mengabaikan kekuasaan politik yang melindungi operasi perjudian dan obat bius, tapi dalam persoalan ini para politisi sama tidak berdayanya dengan pemimpin pasukan yang mengamuk dan menjarah, yang para perwira lapangannya tidak mau mengikuti perintah.

Kurangnya perlindungan ini tidak merugikan Keluarga Corleone separah musuh-musuhnya. Pendapatan Keluarga Corleone sebagian besar bergantung pada perjudian, dan mereka mendapat pukulan keras pada cabang operasi "nomor" atau penjualan kupon taruhan. Para kurir yang mengambil uang hasil operasi disapu bersih polisi dan biasanya disuruh membayar denda dulu sebelum dimasukkan ke penjara. Bahkan beberapa "bank" didatangi dan digerebek sehingga mengalami kerugian finansial yang sangat besar. Para "bankir", kaliber kakap, mengeluh kepada caporegime, yang meneruskan keluhan mereka kepada dewan Keluarga. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Para bankir disuruh menghentikan bisnis. Orang-orang Negro pekerja lepas setempat diperbolehkan mengambil alih operasi di Harlem, wilayah yang paling makmur. Mereka beroperasi begitu tersebar sehingga polisi sulit menemukan mereka.

Setelah kematian Kapten McCluskey, beberapa surat kabar memuat cerita yang melibatkannya dengan Sollozzo. Surat-surat kabar itu memuat berbagai berita bahwa McCluskey menerima sejumlah besar uang tunai tidak lama sebelum kematiannya. Berita-berita itu dipasok Tom Hagen, ia yang memberikan informasinya. Departemen Kepolisian tidak mau mengonfirmasi atau membantah berita-berita tersebut, tapi semua berita itu ada pengaruhnya. Dinas kepolisian menerima kabar melalui informan, melalui polisi yang disuap Keluarga, bahwa McCluskey penjahat. Bukan karena ia menerima uang atau upeti yang bersih, itu sama sekali tidak disalahkan. Tapi karena ia menerima uang kotor yang paling kotor, yaitu uang dari pembunuhan dan obat bius. Dan menurut moralitas kepolisian, itu tidak dapat dimaafkan.

Hagen mengerti bahwa polisi percaya pada hukum dan ketertiban dengan cara yang sangat polos. Polisi lebih mempercayai hukum dan ketertiban daripada publik yang menerima pengabdiannya. Hukum dan ketertiban, bagaimanapun, merupakan keajaiban yang memberinya kekuatan, kekuataan individu yang disukainya sebagaimana hampir setiap orang menyukai kekuatan individu.

Sekalipun begitu, selalu ada kebencian berkobar-kobar terhadap publik yang di abdinya. Mereka dilindunginya tapi sekaligus juga merupakan mangsanya. Sebagai pihak yang dilindunginya, mereka tidak tahu berterima kasih, merusak, dan banyak tuntutan. Sedangkan sebagai mangsa, mereka licin dan berbahaya, penuh tipu muslihat. Begitu seseorang berada dalam cengkeraman polisi, mekanisme masyarakat yang dibela polisi mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya untuk merampas hadiahnya. Politisi ikut campur. Hakim menjatuhkan hukuman ringan yang ditangguhkan pelaksanaannya kepada para bajingan yang paling buruk. Gubernur Negara Bagian dan Presiden Amerika Serikat sendiri memberikan pengampunan penuh, itu pun kalau para ahli hukum yang terhormat belum memenangkan pembebasan baginya. Sesudah beberapa waktu polisi pun belajar. Kenapa ia tidak menerima saja upah yang dibayarkan penjahat? Ia lebih membutuhkannya. Anak-anaknya, kenapa mereka tidak boleh masuk perguruan tinggi? Kenapa istrinya tidak bisa berbelanja di tempat-tempat yang lebih mahal? Kenapa ia sendiri tidak boleh berjemur di Florida selama liburan musim dingin? Bagaimana pun, ia yang mempertaruhkan nyawa dan itu bukanlah lelucon.

Tapi biasanya polisi punya batas terhadap penerimaan uang kotor. Ia mau menerima uang untuk membiarkan penjual kupon taruhan menjalankan operasi. Ia mau menerima uang dari orang yang tidak ingin ditilang karena salah parkir atau ngebut. Ia akan mengizinkan gadis panggilan dan pelacur bekerja dengan syarat. Semua itu kelemahan wajar orang. Tapi biasanya ia tidak mau menerima uang suap untuk narkotika, perampokan bersenjata, perkosaan, pembunuhan, dan berbagai kekejaman lain. Menurutnya, semua itu menyerang inti otoritas pribadinya dan tidak bisa ditolerir.

Pembunuhan kapten polisi bisa disamakan dengan pembunuhan raja. Tapi sesudah ketahuan bahwa McCluskey terbunuh sewaktu bersama pengedar narkotika yang terkenal busuk, sesudah ia dicurigai berkomplot untuk melakukan pembunuhan, keinginan polisi untuk membalas dendam mulai pudar. Bagaimanapun, masih ada angsuran rumah yang harus dibayar, mobil yang harus dilunasi, anak-anak yang harus dilepas ke dunia. Tanpa upeti, polisi harus jungkir balik untuk bisa memenuhi semua kebutuhan hidup. Penjual tanpa izin bisa memberinya uang makan siang. Denda damai karena salah parkir digunakan untuk membeli barang-barang kecil. Beberapa polisi yang lebih membutuhkan uang bahkan memeras para tersangka (kaum homoseks, penyerang, dan penodong) di ruang periksa kantor polisi. Akhirnya para perwira pun mengendurkan peraturan. Mereka menaikkan harga dan membiarkan Keluarga-Keluarga beroperasi kembali. Sekali lagi daftar pembayaran diketik agen penghubung di kantor polisi, mencatat setiap orang yang bertugas dan berapa bagiannya setiap bulan. Sesuatu yang mirip ketertiban sosial telah dipulihkan.

Hagen-lah yang mengusulkan penggunaan detektif swasta untuk menjaga kamar rumah sakit Don Corleone. Tentu saja mereka dibantu prajurit-prajurit regime Tessio yang jauh lebih andal. Tapi Sonny belum puas bahkan dengan semua ini. Pada pertengahan bulan Februari, sesudah Don bisa dipindahkan tanpa bahaya apa pun, ia diantar ambulans pulang ke rumahnya di kompleks milik keluarga. Rumahnya direnovasi sehingga kamar tidurnya sekarang lebih mirip kamar rumah sakit dengan semua peralatan yang dibutuhkan untuk menghadapi keadaan darurat. Perawat direkrut khusus dan diperiksa lebih dulu, baru setelah itu dipekerjakan dua puluh empat jam sehari. Dan Dokter Kennedy, dengan dibayar sangat mahal, bersedia dibujuk untuk menjadi dokter di rumah sakit pribadi ini. Paling tidak hingga Don bisa ditangani perawat saja.

Kompleks itu sendiri sudah diperkuat sehingga sulit ditembus. Para prajurit ditempatkan di rumah-rumah lain, penyewanya disuruh berlibur panjang ke kampung halaman di Italia, semua biaya ditanggung.

Freddie Corleone dikirim ke Las Vegas untuk memulihkan kesehatannya sekaligus menjajaki lahan operasi Keluarga di kompleks hotel-kasino mewah yang bermunculan. Las Vegas bagian dari kerajaan Pantai Barat yang masih netral dan Don yang menguasai kerajaan itu menjamin keselamatan Freddie di sana. Lima Keluarga New York tidak berniat menambah musuh dengan pergi ke Las Vegas untuk memburu Freddie Corleone. Mereka sudah menghadapi cukup banyak kesulitan di New York.

Dr. Kennedy melarang pembicaraan bisnis apa pun di hadapan Don. Tapi larangan ini sama sekali tidak dipatuhi. Don berkeras rapat dewan perang diselenggarakan di kamarnya. Sonny, Tom Hagen, Pete Clemenza, dan Tessio berkumpul di sana tepat pada malam pertama kepulangan Don.

Don Corleone masih terlalu lemah untuk bicara banyak, tapi ia ingin mendengarkan dan menggunakan hak vetonya. Setelah dijelaskan bahwa Freddie dikirim ke Las Vegas untuk mempelajari bisnis judi kasino, ia mengangguk setuju. Lalu ia mengetahui Bruno Tattaglia dibunuh orang kunci keluarga Corleone, dan ia pun menggeleng sambil menghela napas. Tapi yang paling membuatnya tertekan adalah mengetahui Michael membunuh Sollozzo dan Kapten McCluskey, lalu terpaksa dilarikan ke Sisilia. Begitu mendengarnya, ia memberi isyarat agar mereka keluar dan melanjutkan konferensi di ruang sudut yang dijadikan perpustakaan hukum.

Sonny Corleone duduk santai di kursi besar berlengan dibelakang meja tulis. "Kurasa sebaiknya kita biarkan ayahku tenang dulu selama dua minggu, sampai dokter mengatakan ia boleh menjalankan bisnis." Ia terdiam sejenak. "Aku ingin semua lancar lagi sebelum kondisinya membaik. Kita sudah mendapat lampu hijau dari polisi untuk beroperasi. Yang pertama harus kita jalankan adalah bank-bank di Harlem. Bocah-bocah kulit hitam di sana sudah berpesta pora, sekarang kita harus mengambil alih kembali. Mereka mengacaukan pekerjaan tapi tidak apa, mereka biasa begitu kalau melakukan apa saja. Banyak agen mereka yang tidak mau membayar pemenang. Mereka mengendarai Cadillac dan mengatakan pada para pemain bahwa mereka harus menunggu uang mereka atau mungkin hanya membayar separo kemenangan mereka. Kuminta tidak ada agen yang tampak kaya di mata para pemain. Aku tidak ingin mereka berpakaian terlalu mewah. Aku tidak ingin mereka naik mobil baru. Aku tidak ingin mereka ingkar membayar pemenang. Dan aku tidak ingin para tenaga lepas terus menangani bisnis ini, mereka membuat nama kita buruk. Tom, segera lakukan proyek itu. Segala yang lainnya akan mengikuti begitu kau mengirim berita bahwa sudah tidak ada lagi rintangan."

Hagen berkata, "Ada beberapa bocah yang sangat tangguh di Harlem. Mereka sudah mencicipi rasa uang banyak. Mereka tidak mau kembali menjadi pesuruh atau pembantu bankir lagi."

Sonny mengangkat bahu. "Serahkan saja mereka pada Clemenza. Itu tugasnya, membereskan mereka."

Clemenza berkata pada Hagen, "Tidak masalah."

Tessio-lah yang mengemukakan masalah paling penting. "Begitu kita mulai beroperasi, kelima Keluarga akan mulai menyerbu. Mereka akan menyerang bankir kita di Harlem dan penjual kupon kita di East Side. Mereka mungkin bahkan akan berusaha menimbulkan kesulitan di pusat industri pakaian jadi yang kita dukung. Perang ini akan memakan biaya sangat banyak."

"Mereka mungkin tidak akan berbuat begitu," Sonny menukas. "Mereka tahu kita akan langsung balas menyerang. Aku sudah mengirim orang untuk menjajaki kemungkinan perdamaian dan mungkin kita bisa menyelesaikan segala sesuatunya dengan membayar ganti rugi atas putra Tattaglia."

Hagen berkata, "Kau tidak akan dipedulikan dalam perundingan itu. Mereka kehilangan banyak uang selama beberapa bulan terakhir dan mereka menimpakan kesalahan pada kita. Dan itu memang sudah selayaknya. Kurasa yang mereka inginkan sekarang hanyalah agar kita menyetujui ikut dalam perdagangan narkotika, menggunakan pengaruh keluarga kita di bidang politik. Dengan kata lain, transaksi Sollozzo tanpa Sollozzo. Tapi mereka tidak akan menyinggung masalah itu sebelum menyakiti kita dengan pertempuran. Lalu sesudah kita melunak, mereka pasti menganggap kita akan mau mendengarkan usul mereka mengenai narkotika."

Sonny berkata ketus, "Tidak ada pembahasan soal narkotika. Don mengatakan tidak dan akan tetap tidak sampai ia sendiri mengubahnya."

Hagen menimpali dengan cepat, "Kalau begitu kita menghadapi masalah taktis. Uang kita ada di luar sana. Di bidang penjualan kupon taruhan dan usaha peminjaman. Kita bisa kena pukulan telak. Tapi Keluarga Tattaglia menguasai pelacuran dan gadis panggilan selain serikat buruh pelabuhan. Bagaimana kita memukul mereka? Keluarga-keluarga lain mengelola beberapa tempat judi. Tapi sebagian besar dari mereka bergerak di bidang konstruksi, lintah darat, pengendalian serikat buruh, mendapatkan kontrak pemerintah. Mereka memiliki pendapatan besar dari kekerasan dan usaha lain yang melibatkan orang-orang yang tidak berdosa. Uang mereka tidak berada di jalan. Kelab malam Tattaglia begitu terkenal hingga tidak bisa diusik, sebab akan menimbulkan akibat yang terlalu buruk. Dan karena Don masih lumpuh, pengaruh politik mereka bisa menandingi pengaruh politik kita. Jadi kita benar-benar punya masalah di sini."

"Itu masalahku, Tom," kata Sonny. "Aku akan mencari pemecahannya. Tetap usahakan negosiasi dan ikuti terus perkembangan lain. Kita kembali ke bisnis dan lihat saja apa yang terjadi. Lalu kita akan bertindak dari sana. Clemenza dan Tessio memiliki banyak prajurit, kita bisa menandingi lima Keluarga kalau itu yang mereka inginkan. Kita hanya perlu bertindak."

***

Tidak ada masalah dalam menyingkirkan bankir Negro dari bisnis. Polisi diberitahu dan mereka pun menggerebek. Dengan operasi khusus. Pada masa itu mustahil bagi orang kulit hitam untuk menyuap perwira tinggi kepolisian atau pejabat politik agar bisa terus mempertahankan operasi seperti itu. Ini karena adanya prasangka dan ketidakpercayaan rasial yang melebihi semua faktor lain. Tapi Harlem sejak dulu dianggap masalah kecil dan dianggap pasti akan bisa dibereskan.

Lima Keluarga menyerang di tempat yang tidak terduga. Dua pejabat yang berkuasa di serikat buruh pakaian jadi, pejabat yang menjadi anggota Keluarga Corleone, dibunuh. Lalu lintah darat Keluarga Corleone dihalangi agar tidak bisa memasuki kawasan pelabuhan, begitu juga para penjual kupon taruhan Keluarga Corleone. Para pejabat setempat serikat buruh pelabuhan beralih ke Lima Keluarga. Penjual kupon taruhan Corleone di seluruh kota diancam agar pindah. Bankir terbesar di Harlem, teman lama dan sekutu Keluarga Corleone, dibunuh dengan brutal. Tidak ada pilihan lain. Sonny memerintahkan para caporegime "buka kamar".

Dua apartemen di kota disewa dan dilengkapi kasur-kasur yang dibentangkan di lantai untuk tempat tidur para prajurit, lemari es untuk menyimpan makanan, serta senjata dan amunisi. Clemenza menghuni salah satu apartemen bersama anak-anak buahnya dan Tessio menghuni apartemen yang lain. Semua penjual kupon taruhan Keluarga didampingi regu pengawal. Sekalipun begitu, para rentenir di Harlem beralih ke pihak musuh dan pada saat itu tidak ada yang bisa dilakukan. Semua ini menyebabkan Keluarga Corleone kehilangan sejumlah besar uang, sementara pemasukan sangat sedikit.

Beberapa bulan berlalu, dan hal-hal lain pun menjadi jelas. Yang paling penting adalah bahwa Keluarga Corleone kalah. Ada alasan-alasan untuk itu. Karena Don masih terlalu lemah untuk bisa terlibat aktif, banyak kekuatan politik Keluarga yang ternetralisir. Selain itu, masa damai selama sepuluh tahun terakhir telah menurunkan kemampuan tempur kedua caporegime, Clemenza dan Tessio. Clemenza tetap algojo dan administrator yang cakap, tapi tidak lagi memiliki energi atau kekuatan anak muda untuk memimpin pasukan. Tessio melunak dengan bertambahnya usia dan tidak lagi cukup kejam. Tom Hagen, walau memiliki kemampuan besar, tidak cocok menjadi consigliori di masa perang. Kesalahan utamanya terletak pada fakta bahwa ia bukan orang Sisilia.

Sonny Corleone menyadari semua kelemahan dalam struktur Keluarga di masa perang ini, tapi tidak bisa mengambil tindakan apa pun untuk memperbaikinya. Ia bukan don dan hanya don yang bisa mengganti caporegime dan consigliori. Dan penggantian itu sendiri bisa menyebabkan situasi semakin berbahaya, bisa memicu pengkhianatan.

Mula-mula Sonny mempertimbangkan menunda pertempuran hingga kesehatan Don cukup pulih untuk memimpin, tapi dengan adanya pembelotan yang dilakukan para rentenir, teror terhadap para penjual kupon taruhan, kedudukan Keluarga seperti telur di ujung tanduk. Ia memutuskan balas menyerang.

Tapi ia memutuskan menyerang langsung ke jantung musuh. Ia merencanakan mengeksekusi kepala Lima Keluarga dalam satu manuver taktis yang besar. Untuk itu ia menggunakan sistem pengintaian cermat terhadap para pemimpin tersebut.

Tapi sesudah seminggu, para pemimpin musuh justru semakin masuk ke bawah tanah dan tidak terlihat lagi di depan umum. Lima Keluarga dan Kerajaan Corleone menemui jalan buntu.

***
 
BAB 18

Amerigo Bonasera tinggal hanya beberapa blok dari tempat usahanya mengurus mayat di Mulberry Street dan karena itu selalu pulang untuk makan. Setiap sore ia kembali ke tempat usahanya, memenuhi kewajibannya bergabung dengan orang-orang yang berkabung untuk menyampaikan penghormatan terakhir kepada orang mati yang dibaringkan dengan penuh kebesaran dalam ruangan yang suram. Ia selalu membenci lelucon mengenai profesinya, detail-detail teknis mengerikan yang begitu tidak penting. Tentu saja teman-teman, keluarga, atau tetangganya tak ada yang melontarkan lelucon seperti itu. Bagi orang-orang yang berabad-abad mencari nafkah dengan memeras keringat, profesi apa pun harus dihormati.

Sekarang setelah makan malam bersama istrinya di apartemen berperabotan besar-besar, berbagai patung Bunda Maria berkilauan ditimpa cahaya lilin yang bergoyang-goyang di meja samping, Bonasera menyulut sebatang rokok Camel dan meneguk segelas wiski Amerika yang membuatnya rileks. Istrinya menghidangkan sup yang masih mengepul. Mereka sekarang tinggal berdua saja; ia mengirim putrinya ke Boston, tinggal bersama bibi dari pihak ibunya, tempat putrinya akan melupakan pengalaman mengerikan dan luka-luka akibat kedua bajingan yang sudah dihukum Don Corleone.

Sewaktu mereka menikmati sup, istrinya bertanya, "Kau akan kembali bekerja malam ini?"

Amerigo Bonasera mengangguk. Istrinya menghargai pekerjaannya tapi tidak bisa memahaminya. Ia tidak mengerti bahwa bagian teknis profesinya adalah bagian yang paling tidak penting. Seperti orang lain, ia menganggap suaminya dibayar untuk keahliannya menjadikan orang mati tampak seperti masih hidup di dalam peti mati. Dan memang keahliannya dalam hal ini sudah legendaris. Tapi yang lebih penting lagi, bahkan yang lebih dibutuhkan, adalah kehadirannya secara fisik dalam acara persemayaman. Sewaktu keluarga yang berduka datang di malam hari untuk menerima para kerabat dan teman di sisi peti mati orang yang mereka sayangi, mereka membutuhkan kehadiran Amerigo Bonasera untuk mendampingi mereka. Sebab ia pendamping kematian yang tangguh. Wajahnya selalu muram, tapi kuat dan menghibur; suaranya tegas namun tetap rendah saat ia memimpin upacara berkabung. Ia bisa meredakan kesedihan yang melewati batas, ia bisa menegur anak-anak nakal yang orangtuanya tidak sampai hati memarahi. Ia tidak pernah berlebihan dalam menyampaikan belasungkawa, namun tidak pernah tampak tak acuh. Begitu suatu keluarga menggunakan Amerigo Bonasera untuk menangani orang yang mereka sayangi, mereka selalu kembali padanya. Dan ia tidak pernah, sama sekali, meninggalkan satu klien pun di malam terakhirnya di muka bumi.

Biasanya ia mengizinkan dirinya tidur sejenak sesudah makan malam. Lalu ia mandi dan bercukur, bedak talek ditaburkan banyak-banyak pada janggut hitamnya yang lebat. Ia selalu menggunakan obat kumur. Lalu ia berganti pakaian, mengenakan yang baru disetrika, kemeja putih bersih, dasi dan jas hitam, sepatu hitam kusam, dan kaus kaki hitam. Tapi pengaruhnya justru menenangkan, bukan sendu. Ia juga selalu mengecat hitam rambutnya, kebiasaan yang tidak umum bagi pria Italia generasinya. Tapi tindakan itu bukan demi harga dirinya. Itu semata-mata karena rambutnya sudah berubah kemerahan, warna yang tidak sesuai untuk profesinya.

Sesudah ia menghabiskan sup, istrinya meletakkan sepotong kecil bistik di hadapannya dengan beberapa sendok bayam hijau yang meneteskan minyak kekuningan. Ia hanya makan sedikit. Setelah menghabiskan makanan, ia minum secangkir kopi dan mengisap sebatang rokok Camel lagi. Sambil minum kopi ia memikirkan putrinya yang malang. Putrinya tidak akan seperti dulu lagi. Kecantikan lahiriahnya telah pulih, tapi ekspresinya selalu bagai hewan ketakutan yang menyebabkan Amerigo tidak tahan memandang putrinya. Jadi mereka mengirimkan putri mereka ke Boston, untuk tinggal di sana selama beberapa waktu. Waktu akan menyembuhkan luka-lukanya. Rasa sakit dan kengerian tidaklah bersifat final seperti kematian, yang diketahui Amerigo dengan baik. Pekerjaannya menjadikan Amerigo Bonasera orang yang optimistis.

Baru saja ia menghabiskan kopinya sewaktu telepon di ruang duduk berdering. Istrinya menjawab telepon hanya kalau ia tidak ada di rumah, jadi Amerigo Bonasera berdiri dan memadamkan rokok. Sambil berjalan ke telepon ia menanggalkan dasi dan mulai membuka kancing kemeja, bersiap-siap tidur sebentar. Lalu ia mengangkat telepon dan berbicara dengan sopan dan tenang. "Halo."

Suara dari seberang terdengar keras, tegang. "Ini Tom Hagen," katanya. "Aku menelepon atas nama Don Corleone, karena permintaannya."

Amerigo Bonasera merasakan kopinya bergolak di dalam perut, merasakan dirinya agak mulas. Sudah lebih dari setahun sejak ia berutang budi pada Don untuk menuntut keadilan bagi putrinya, dan selama ini kesadaran bahwa ia harus membalas budi mulai pudar. Ia merasa begitu berterima kasih sewaktu melihat wajah berlumuran darah kedua bajingan itu dan bersedia melakukan apa saja bagi Don. Tapi waktu menggerogoti rasa terima kasihnya lebih cepat daripada memudarkan kecantikan. Sekarang Bonasera mual seperti orang yang menghadapi bencana. Suaranya terbata-bata sewaktu ia menjawab, "Ya, aku mengerti. Aku mendengarkan."

Ia terkejut mendengar nada dingin dalam suara Hagen. Consigliori itu selama ini selalu sopan, walaupun bukan orang Italia, tapi sekarang ia terdengar kasar. "Kau berutang jasa pada Don," kata Hagen. "Ia tidak ragu kau akan membayarnya. Bahwa kau akan bahagia kalau mendapat kesempatan ini. Dalam waktu satu jam, tidak kurang dari itu, mungkin lebih, ia akan berada di rumah pemakamanmu untuk meminta bantuan. Tunggulah ia di sana. Jangan ada seorang pun karyawanmu. Perintahkan mereka pulang. Kalau kau keberatan dengan permintaan ini, katakanlah sekarang dan akan kuberitahu Don Corleone. Ia memiliki teman lain yang bisa memberinya layanan ini."

Amerigo Bonasera nyaris menangis ketakutan, "Bagaimana kau bisa mengira aku akan menolak permintaan Godfather? Tentu saja akan kulakukan semua permintaannya. Aku tidak melupakan utangku. Aku akan ke tempat usahaku segera, sekarang juga."

Suara Hagen sekarang terdengar lebih lembut, tapi masih mengandung nada yang aneh. "Terima kasih," katanya. "Don tidak pernah meragukan dirimu. Pertanyaan tadi aku yang mengajukan. Kabulkan permintaannya malam ini, maka kau bisa selalu kembali kalau punya masalah apa saja, kau akan mendapatkan persahabatanku."

Kata-kata ini menyebabkan Amerigo Bonasera lebih ketakutan lagi. Ia berkata gagap, "Don sendiri yang datang menemuiku malam ini?"

"Ya," jawab Hagen.

"Kalau begitu ia sudah pulih sepenuhnya dari luka-lukanya, syukurlah," sahut Bonasera. Suaranya mengandung pertanyaan.

Di ujung sana Hagen berhenti bicara, kemudian terdengar suaranya pelan sekali, "Ya." Terdengar bunyi klik dan telepon pun mati.

Bonasera berkeringat. Ia pergi ke kamar tidur dan berganti kemeja serta berkumur. Tapi ia tidak bercukur atau mengganti dasi. Ia memakai dasi yang dipakainya seharian. Lalu ia menelepon rumah pemakaman dan menyuruh asistennya mendampingi keluarga yang bersedih dengan menggunakan ruang depan untuk malam ini. Ia sendiri akan sibuk di bagian laboratorium gedung itu. Ketika asistennya mulai mengajukan pertanyaan, Bonasera menyelanya dengan ketus dan menyuruhnya mematuhi perintah dengan persis.

Ia mengenakan jas dan istrinya - yang masih makan- memandangnya heran. "Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan," katanya, dan istrinya tidak berani bertanya padanya karena ekspresi wajahnya.

Bonasera keluar dari rumah dan berjalan beberapa blok ke rumah pemakaman. Gedung itu berdiri terpencil di tanah luas dengan dikelilingi pagar kayu putih. Ada jalan sempit dari jalan raya menuju bagian belakang, sekadar cukup untuk dilalui ambulans dan mobil jenazah. Bonasera membuka kunci pintu pagar dan membiarkan pintu tetap terbuka. Kemudian ia berjalan ke belakang gedung dan masuk melalui pintu besar di situ. Saat masuk, ia bisa melihat orang-orang yang berkabung sudah masuk dari pintu depan rumah pemakaman untuk memberikan penghormatan pada jenazah yang disemayamkan.

Bertahun-tahun yang lalu ketika Bonasera membeli gedung itu dari pengurus jenazah yang merencanakan pensiun, ada tangga yang terdiri atas kira-kira sepuluh anak tangga yang harus dinaiki orang-orang yang berkabung sebelum masuk ke rumah pemakaman. Ini menimbulkan masalah. Para orang berusia lanjut dan penyandang cacat yang ingin memberikan penghormatan terakhir pada jenazah mendapati tangga ini nyaris tidak mungkin didaki. Maka pengurus mayat itu menggunakan lift barang bagi orang-orang ini, landasan logam kecil yang dipasang di tanah di sisi gedung. Lift itu untuk mengangkat peti mati dan jenazah. Lift bisa turun ke bawah tanah, lalu naik ke ruang pemakamannya sendiri, sehingga tamu atau keluarga yang cacat naik di sisi peti mati sementara yang lain meminggirkan kursi-kursi hitam mereka agar lift itu bisa melalui lubang di lantai. Lalu setelah kaum manula dan orang cacat yang berkabung selesai memberikan penghormatan terakhir pada jenazah, lift akan bergerak lagi melalui lantai yang mengilap untuk membawa mereka turun dan keluar lagi.

Amerigo Bonasera menganggap pemecahan masalah ini tidak praktis dan memakan biaya. Jadi ia mengubah bagian depan gedung, tangga dirombak dan diganti dengan jalan setapak yang menanjak. Tapi tentu saja liftnya masih digunakan untuk mengangkat peti mati dan jenazah. Di bagian belakang gedung, disekat dari ruang persemayaman dan ruang penerimaan dengan pintu besar yang kedap suara, terdapat kantor bisnisnya, ruang pembalseman, gudang peri mari, serta ruangan kecil yang selalu terkunci karena berisi bahan-bahan kimia dan alat-alat kerjanya yang mengerikan.

Bonasera pergi ke kantor, duduk menghadapi meja tulis, dan menyulut sebatang rokok Camel, salah satu dari sedikit kesempatan ia merokok di dalam gedung ini. Lalu ia menunggu Don Corleone. Ia menunggu dengan perasaan kalut sekali. Sebab ia tak ragu jasa apa yang harus diberikannya.

Selama setahun terakhir Keluarga Corleone mengobarkan perang terhadap lima Keluarga Mafia besar di New York dan berita tentang korban-korban tewas memenuhi media cetak. Banyak orang dari kedua belah pihak yang terbunuh. Kini Keluarga Corleone membunuh orang yang begitu penting sehingga mereka ingin menyembunyikan mayatnya, melenyapkannya, dan cara apa yang lebih baik daripada menguburnya secara resmi dengan menggunakan pengurus mayat yang sah? Dan Amerigo Bonasera sadar tindakan yang akan diambilnya. Ia bakal menjadi kaki-tangan pembunuhan. Kalau ini sampai terungkap, ia akan dipenjara bertahun-tahun. Anak dan istrinya akan dipermalukan, sementara nama baiknya sendiri, Amerigo Bonasera yang terhormat, akan ikut kecipratan lumpur berdarah perang Mafia.

Ia memanjakan diri dengan mengisap sebatang rokok Camel lagi. Lalu ia membayangkan yang lebih mengerikan lagi. Setelah keluarga-keluarga Mafia lain mengetahui dirinya membantu keluarga Corleone, mereka akan memperlakukannya sebagai musuh. Mereka akan membunuhnya. Dan sekarang ia menyesali hari ia menemui Godfather dan memohon agar bisa membalas dendam. Ia menyesali hari istrinya dan istri Don Corleone bersahabat. Ia menyesali putrinya, Amerika, dan keberhasilannya sendiri.

Lalu optimismenya pulih. Mungkin semuanya akan berjalan dengan baik. Don Corleone orang yang baik dan pintar. Pasti segala sesuatu sudah diatur agar rahasia ini tersimpan rapat. Ia hanya perlu mempertahankan keberanian. Sebab tentu saja yang lebih fatal adalah kalau sampai Don merasa tidak senang.

Ia mendengar bunyi ban mobil melindas kerikil. Telinganya yang terlatih memberitahunya mobil itu masuk melalui jalan sempit dan diparkir di halaman belakang. Ia membuka pintu belakang untuk mempersilakan mereka masuk. Si pria gemuk, Clemenza, masuk diikuti dua pemuda yang bertampang sangat kasar. Mereka memeriksa ruangan tanpa mengatakan apa-apa pada Bonasera. Lalu Clemenza keluar. Kedua pemuda kasar tadi tetap berada di dalam bersama si pengurus jenazah.

Beberapa saat kemudian Bonasera mengenali suara ambulans berat yang datang melalui jalan sempit. Lalu Clemenza muncul di ambang pintu diikuti dua pria yang membawa tandu. Dan ketakutan terbesar Amerigo Bonasera menjadi kenyataan. Di tandu terbaring sesosok mayat yang terbungkus selimut abu-abu, tapi kaki telanjangnya yang kekuningan mencuat di ujung.

Clemenza memberi isyarat kepada pembawa tandu agar masuk ke ruang pembalseman. Lalu dari kegelapan halaman, pria lain melangkah memasuki kantor yang terang. Pria itu Don Corleone!

Don kehilangan banyak berat badan sewaktu ia sakit dan berjalan dengan gerakan kaku yang aneh. Ia memegangi topi dan rambutnya tampak menipis di kepalanya yang besar. Ia tampak lebih tua, lebih keriput daripada sewaktu Bonasera bertemu dengannya di pesta pernikahan, tapi ia masih memancarkan kekuasaan. Sambil memegangi topi di dada, ia berkata pada Bonasera, "Well, sobat lama, kau siap memberiku jasa ini?"

Bonasera mengangguk. Don mengikuti tandu masuk ke ruang pembalseman dan Bonasera mengikuti di belakangnya. Mayat sudah diletakkan di salah satu meja. Don Corleone memberi isyarat dengan topi dan orang-orang lain meninggalkan ruangan.

Bonasera berbisik, "Apa yang harus saya lakukan?"

Don Corleone menatap meja. "Kuminta kau menggunakan semua kemampuanmu, keahlianmu, sebagaimana kau menyayangiku," katanya. "Aku tidak ingin ibunya melihatnya dalam keadaan seperti sekarang." Ia melangkah ke meja dan menyingkap selimut abu-abunya.

Bonasera, tanpa tertahankan, bertentangan dengan latihan dan pengalamannya selama bertahun-tahun, terkesiap ngeri. Di meja pembalseman tampak wajah Sonny Corleone yang hancur akibat peluru. Di bola mata kirinya yang tergenang darah, tertancap pecahan berbentuk bintang. Pangkal hidung dan pipi kirinya hancur menjadi bubur.

Sedetik Don mengulurkan tangan untuk bertumpu pada Bonasera. "Lihat bagaimana mereka membantai putraku," katanya.

***
 
BAB 19


Mungkin kebuntuan itulah yang mendorong Sonny Corleone mengikuti jalur kekerasan berdarah yang berakhir dengan kematiannya sendiri. Mungkin sifat kejamnya akhirnya mengendalikannya sepenuhnya. Apa pun, pada musim semi dan musim panas itu ia melancarkan serangan membabi buta terhadap kubu pertahanan musuh. Para germo Keluarga Tattaglia ditembak mati di Harlem, bajingan-bajingan pelabuhan dibantai. Pejabat serikat buruh yang bersekutu dengan Lima Keluarga diperingatkan agar tetap netral, dan sewaktu penjual kupon taruhan dan rentenir Keluarga Corleone tetap dihalangi masuk ke kawasan pelabuhan, Sonny mengirim Clemenza dan regime-nya untuk mengacau di daerah pantai.

Pembantaian ini tanpa dipikir masak-masak karena sebetulnya tidak dapat memengaruhi hasil peperangan. Sonny ahli taktik yang berhasil merebut banyak kemenangan gemilang. Tapi yang diperlukan adalah jenius strategi seperti Don Corleone. Situasi memburuk menjadi perang gerilya penuh pertumpahan darah yang menyebabkan kedua pihak kehilangan banyak pendapatan dan jiwa manusia dengan sia-sia.

Keluarga Corleone akhirnya terpaksa menutup beberapa pos penjualan kupon taruhan yang paling menguntungkan, termasuk yang diberikan kepada menantu Don, Carlo Rizzi, sebagai sumber nafkahnya. Carlo lalu menjadi pemabuk dan menyeleweng dengan gadis-gadis penyanyi latar serta menyengsarakan istrinya. Sejak ia dipukuli Sonny, Carlo tidak lagi berani menampar istrinya, tapi juga tidak pernah lagi tidur bersamanya. Connie memohon-mohon dan Carlo menolak, seperti, menurut pikirannya, yang dilakukan orang Romawi penting. Ia mengejek istrinya, "Pergi temui kakakmu dan katakan padanya aku tidak mau tidur denganmu. Mungkin ia akan memukuliku hingga aku berminat."

Tapi ia takut setengah mati terhadap Sonny walau pada satu sama lain mereka bersikap sopan yang dingin. Carlo merasa Sonny akan membunuhnya; Sonny seperti hewan, bisa membunuh orang lain, sementara ia sendiri harus mengerahkan segenap keberaniannya, seluruh tekadnya, untuk membunuh. Tidak pernah terlintas dalam benak Carlo bahwa karena ini ia lebih baik daripada Sonny Corleone, kalau istilah itu bisa digunakan. Ia iri pada Sonny yang memiliki kebiadaban menakjubkan, kebiadaban yang sekarang melegenda.

Tom Hagen, sebagai consigliori, tidak menyetujui taktik Sonny, tapi ia tidak memprotes kepada Don karena hingga batas tertentu taktik itu memang berhasil. Akhirnya, Lima Keluarga gentar juga, sementara kekejaman terus berlangsung dan serangan balasan mereka melemah, dan akhirnya berhenti sama sekali.

Hagen mula-mula tidak mempercayai sikap musuh yang lebih suka damai, tapi Sonny tampak gembira. "Aku akan terus mendesak," katanya pada Hagen, "lalu keparat-keparat itu akan mengemis-ngemis memohon perdamaian."

Sonny juga memikirkan hal-hal lain. Istrinya merecokinya karena mendengar gosip Lucy Mancini memikat suaminya. Dan walaupun di depan umum ia bergurau mengenai "alat tempur" dan teknik Sonny, Sonny sudah terlalu lama menjauhi dirinya dan ia merindukan Sonny di tempat tidur. Ia menyebabkan hidup Sonny sengsara dengan rengekannya.

Selain itu Sonny tegang luar biasa sebagai orang incaran. Ia harus sangat berhati-hati dalam semua tindakan dan mengetahui kunjungannya ke apartemen Lucy Mancini sudah diperhatikan musuhnya. Tapi di sini ia mengambil tindakan berjaga-jaga yang ekstra cermat karena menurut tradisi inilah titik paling rawan. Di sana ia aman. Sekalipun Lucy sama sekali tidak curiga, ia diawasi 24 jam sehari oleh orang-orang regime Santino. Dan begitu ada apartemen kosong di lantai gedung yang ditinggalinya, orang yang paling bisa diandalkan dari regime itu seketika menyewanya.

Don sudah pulih dan akan segera bisa memegang komando lagi. Pada waktu itu pasang naik dalam pertempuran pasti beralih ke Keluarga Corleone. Sonny yakin sekali mengenai hal itu. Sementara itu ia akan menjaga kerajaan Keluarganya, membuat ayahnya menghormatinya, dan karena kedudukan itu tidak harus diturunkan kepada putra sulung, dengan begitu ia akan memastikan posisinya sebagai ahli waris Kerajaan Corleone.

Tapi musuh juga menyusun rencana. Mereka juga menganalisis situasi dan menarik kesimpulan bahwa satu-satunya cara untuk menghindari kekalahan total adalah dengan membunuh Sonny Corleone. Mereka sekarang lebih memahami situasi dan merasa perundingan mungkin bisa dilakukan dengan Don, yang terkenal memiliki pikiran logis. Mereka sekarang membenci sifat haus darah Sonny, yang mereka anggap barbar. Mereka juga menganggap Sonny tidak memiliki insting bisnis yang baik. Tidak seorang pun menginginkan kembalinya masa lalu dengan semua gejolak dan kesulitannya.

Pada suatu sore Connie Corleone menerima telepon anonim, suara wanita, yang menanyakan Carlo.

"Ini siapa?" tanya Connie.

Gadis di ujung sana tertawa kecil dan berkata, "Aku teman Carlo. Aku hanya ingin mengatakan padanya tidak bisa menemuinya malam ini. Aku harus ke luar kota."

"Dasar sundal!" maki Connie Corleone. Ia meneriakkan kata-kata itu lagi ke telepon. "Dasar sundal keparat busuk!"

Terdengar bunyi klik dari seberang.

Carlo berangkat ke arena pacuan kuda sore itu dan ketika pulang malam harinya ia marah-marah karena kalah dan setengah mabuk akibat minum isi botol yang dibawanya ke mana pun ia pergi. Begitu ia melewati ambang pintu, Connie langsung memaki-makinya. Carlo tidak mempedulikannya dan langsung mandi. Ketika keluar dari kamar mandi ia mengeringkan tubuhnya yang telanjang di hadapan istrinya dan bersiap-siap pergi.

Connie berdiri berkacak pinggang, wajahnya keras dan pucat karena marah. "Kau tidak boleh pergi ke mana pun," katanya. "Pacarmu menelepon dan mengatakan ia tidak bisa pergi denganmu malam ini. Dasar keparat busuk, kau berani memberikan nomor teleponku pada pelacur itu. Kubunuh kau, keparat." Ia menyerang Carlo, menendang dan mencakarinya.

Carlo memegangi istrinya dengan tangan yang kekar berotot. "Kau sinting," katanya dingin.

Tapi Connie bisa melihat suaminya khawatir, seakan mengetahui wanita yang dikencaninya benar-benar akan nekat dengan menelepon ke rumah.

"Ia hanya bergurau, perempuan sinting," kata Carlo.

Connie melepaskan diri dari tangan Carlo dan mencakar wajah suaminya. Ia berhasil menggores pipi Carlo dengan kukunya. Dengan kesabaran yang mengherankan Carlo mendorongnya menjauh. Connie menyadari suaminya berhati-hati karena ia hamil dan itu memberinya keberanian untuk melampiaskan kemarahan. Ia juga merasa senang. Tidak lama lagi ia takkan bisa berbuat apa-apa. Dokter mengatakan ia tidak boleh berhubungan seks selama dua bulan terakhir dan ia menginginkannya, sebelum waktu dua bulan itu dimulai. Namun keinginannya untuk menyakiti Carlo juga nyata. Ia mengikuti suaminya ke kamar tidur.

Ia bisa melihat suaminya ketakutan dan ini menyebabkan ia gembira bercampur jengkel. "Kau tetap tinggal di rumah," katanya. "Kau tidak boleh keluar."

"Oke, oke," kata Carlo. Ia masih belum berpakaian, hanya mengenakan celana dalam. Ia senang berkeliaran di rumah dengan hanya mengenakan pakaian dalam, bangga akan tubuhnya yang berbentuk V dan kulitnya yang keemasan. Connie menatapnya penuh kerinduan. Carlo mencoba tertawa.

"Setidaknya kau mau memberiku makan, kan?"

Komentar itu meredakan kemarahan Connie, karena suaminya mengingatkannya akan tugasnya, salah satu di antaranya. Ia koki yang baik, ia belajar dari ibunya. Ia menumis daging sapi dan paprika, menyiapkan salad sementara minyak di penggorengan mendidih.

Sementara itu Carlo berbaring di tempat tidur untuk membaca formulir pacuan hari berikutnya. Di sisinya ada gelas penuh wiski yang terus disesapnya.

Connie masuk ke kamar tidur. Ia berdiri di ambang pintu seakan tidak bisa mendekati ranjang tanpa diundang. "Makanan sudah di meja," katanya.

"Aku belum lapar," kata Carlo, masih terus membaca formulir pacuan.

"Makanan sudah di meja," kata Connie keras kepala.

"Persetan," kata Carlo. Ia menenggak sisa wiski dan menjungkirkan botol untuk mengisi gelasnya. Ia tidak mempedulikan istrinya lagi.

Connie pergi ke dapur, mengambil piring-piring berisi makanan dan mengempaskannya ke tempat cuci piring.

Suara keras piring pecah memaksa Carlo keluar dari kamar tidur. Ia melihat daging yang berminyak dan paprika menciprati dinding dapur. Sifatnya yang menyukai kerapian memicu kemarahannya. "Dasar wanita manja busuk," katanya penuh kebencian. "Bersihkan sekarang juga, kalau tidak kuhajar kau sampai babak-belur."

"Tidak sudi," kata Connie. Ia mengangkat tangan bagai cakar yang siap digunakan untuk mencabik-cabik dada suaminya.

Carlo kembali ke kamar tidur dan sewaktu keluar lagi ia memegang sabuk yang dilipat. "Bersihkan," katanya, ancaman dalam suaranya terdengar jelas.

Connie berdiri tidak bergerak dan Carlo mengayunkan sabuk ke pinggulnya yang tebal, ikat pinggang kulit itu terasa pedas tapi tidak melukainya. Connie mundur ke lemari dapur dan tangannya masuk ke salah satu laci untuk mengambil sebilah pisau roti yang panjang. Ia menggenggamnya, siap menyerang.

Carlo tertawa. "Bahkan wanita Corleone juga pembunuh," katanya. Ia meletakkan sabuk di meja dapur dan melangkah maju mendekati istrinya.

Connie mencoba menyerang tiba-tiba tapi perutnya yang besar menyebabkan gerakannya lambat. Carlo menghindari tusukan yang diarahkan ke pangkal pahanya dengan niat membunuh sungguhan. Dengan mudah Carlo melucuti istrinya lalu menampar wajahnya dengan separo tenaga seakan tidak ingin melukai kulitnya.

Carlo menghajarnya lagi berulang-ulang dan Connie mundur mengitari meja dapur, berusaha melarikan diri dari suami, tapi Carlo terus mengejar hingga ke kamar tidur. Connie mencoba menggigit tangan suaminya dan Carlo menjambak rambutnya, mengangkat kepalanya. Carlo menampar wajah istrinya hingga Connie menangis seperti anak kecil karena kesakitan dan terhina. Lalu dengan jengkel Carlo melemparkan istrinya ke ranjang. Ia minum dari botol wiski yang masih berada di meja. Tampaknya ia sekarang sudah mabuk berat, matanya yang biru muda berkilat sinting dan akhirnya Connie benar-benar ketakutan.

Carlo berdiri mengangkang sambil minum dari botol. Ia mengulurkan tangan ke bawah dan mencengkeram paha istrinya yang tebal. Ia meremas paha si istri sangat keras, menyakiti Connie, dan menyebabkan Connie meminta ampun.

"Kau segemuk babi," kata Carlo jijik dan berjalan keluar dari kamar tidur.

Dengan sangat ketakutan Connie berbaring di ranjang, tidak berani melihat apa yang dilakukan suaminya di kamar lain. Akhirnya ia berdiri dan pergi ke pintu, mengintip ke ruang duduk. Carlo membuka botol baru dan berbaring di sofa. Tidak lama lagi ia akan meminum wiskinya hingga mabuk dan tertidur, dan Connie akan bisa menyelinap ke dapur untuk menelepon keluarganya di Long Beach. Ia akan meminta ibunya mengirim orang ke rumah untuk menjemputnya. Ia hanya berharap semoga bukan Sonny yang menerima telepon, sebab ia mengetahui paling baik kalau ia berbicara dengan Tom Hagen atau ibunya.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh sewaktu telepon di dapur rumah Don Corleone berdering. Telepon diterima salah seorang pengawal yang dengan patuh memberikan telepon kepada ibu Connie. Tapi Mrs. Corleone nyaris tidak mengerti apa yang dikatakan putrinya karena Connie begitu histeris tapi mencoba berbisik-bisik agar suaminya di kamar sebelah tidak mendengar. Selain itu wajahnya juga mulai membengkak karena pukulan suaminya, dan bibirnya yang menggembung menyebabkan kata-katanya tidak jelas.

Mrs. Corleone memberi isyarat kepada pengawal agar memanggil Sonny, yang berada di ruang duduk bersama Tom Hagen.

Sonny datang ke dapur dan mengambil telepon dari tangan ibunya. "Yeah, Connie," katanya.

Connie begitu ketakutan pada suaminya dan pada apa yang akan dilakukan kakaknya sehingga bicaranya makin tidak keruan. Ia berkata tergagap, "Sonny, kirim saja mobil untuk membawaku pulang, sesudah itu akan kuceritakan apa yang terjadi, ini bukan apa-apa, Sonny. Kau jangan datang. Tolong, kirimkan saja Tom, Sonny. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin pulang."

Waktu itu Tom Hagen masuk ke dapur. Don sudah tidur karena obat penenang di kamar atas dan Hagen ingin terus mengawasi Sonny dalam semua krisis. Kedua pengawal dalam rumah juga ada di dapur. Setiap orang mengawasi Sonny sementara ia mendengarkan di telepon.

Tidak ada keraguan lagi bahwa kekejaman dalam sifat Sonny Corleone berasal dari sumber fisik yang misterius. Saat mengawasi, mereka benar-benar bisa melihat darah naik ke leher Sonny yang berotot, bisa melihat matanya yang memancarkan kebencian, wajahnya yang kelabu sementara kerut-kerut wajahnya menegang seperti orang sakit berjuang melawan maut, adrenalin yang membanjiri tubuhnya menyebabkan tangannya gemetar. Tapi suaranya tetap terkendali, nadanya tetap rendah, sewaktu ia berbicara pada adiknya, "Kau tunggu di sana. Kau tunggu saja di sana." Ia meletakkan telepon.

Sejenak Sonny tetap berdiri di dapur, benar-benar terpaku oleh kemarahannya sendiri. Lalu ia berkata, "Keparat, keparat, keparat sialan." Ia berlari keluar rumah.

Tom Hagen mengenal ekspresi di wajah Sonny, yang berarti semua pertimbangan akal sehat telah meninggalkan dirinya. Pada saat itu Sonny bisa melakukan apa saja. Hagen juga mengetahui kepergiannya dengan mobil ke kota akan meredakan kemarahan Sonny, menjadikannya lebih rasional. Tapi rasionalitas itu akan menjadikan Sonny bahkan lebih berbahaya lagi, sekalipun rasionalitas itu juga bisa memungkinkannya melindungi diri sendiri dari konsekuensi kemarahannya.

Hagen mendengar suara mesin mobil menderum dan berkata pada kedua pengawal, "Ikuti dia."

Lalu ia melangkah ke telepon dan menelepon beberapa kali. Ia mengatur agar beberapa orang dari regime Sonny yang tinggal di kota pergi ke apartemen Carlo Rizzi dan memerintahkan Carlo meninggalkan tempat itu. Orang-orang lainnya akan menemani Connie hingga Sonny tiba.

Ia mengambil risiko menggagalkan niat Sonny, tapi ia mengetahui Don akan mendukung tindakannya. Ia takut Sonny membunuh Carlo di depan saksi mata. Ia menduga tidak akan ada kesulitan dari pihak musuh. Lima Keluarga sudah diam begitu lama dan jelas sekali mereka ingin berdamai.

Waktu Sonny melaju dengan kecepatan tinggi keluar kompleks dengan Buick, sebagian pikiran warasnya pulih. Ia memperhatikan dua pengawal masuk ke mobil untuk mengikutinya dan menyetujui tindakan mereka. Ia menduga takkan ada bahaya apa pun, Lima Keluarga sudah tidak lagi balas menyerang, tidak lagi bertempur sungguh-sungguh. Ia meraih jasnya di ruang depan dan ada pistol di laci mobil yang tersembunyi. Mobil itu sendiri terdaftar atas nama anggota regime-nya, jadi ia secara pribadi tidak akan terlibat dalam masalah hukum apa pun.

Tapi ia merasa takkan membutuhkan senjata. Ia bahkan tidak mengetahui apa yang akan dilakukannya pada Carlo Rizzi. Setelah mendapat kesempatan berpikir, Sonny tahu tidak akan bisa membunuh ayah dari anak yang belum dilahirkan, dan si ayah itu adalah suami adiknya. Ia tidak bisa membunuh orang karena pertengkaran rumah tangga. Kecuali kalau masalahnya bukan pertengkaran rumah tangga semata. Carlo orang jahat dan Sonny merasa bertanggung jawab sebab melalui dirinyalah adiknya bertemu bajingan keparat itu.

Paradoks dalam watak Sonny yang kejam adalah ia tidak bisa memukul wanita dan tidak pernah melakukannya. Ia juga tak bisa memukul anak kecil atau apa saja yang tidak berdaya. Sewaktu Carlo tidak mau melawannya pada hari ia memukulinya, tindakan itu mencegah Sonny membunuhnya; kepasrahan melenyapkan kekerasannya. Waktu masih kecil, ia benar-benar berhati lembut. Bahwa ia menjadi pembunuh sewaktu dewasa, itu hanyalah takdirnya.

"Tapi aku akan membereskan masalah ini dengan tuntas," pikir Sonny, sambil mengemudikan mobil Buick menuju jalan yang akan membawanya melintas di atas air dari Long Beach ke jalan bebas hambatan di seberang Jones Beach. Ia selalu menggunakan rute ini kalau pergi ke New York. Lalu lintas di sini tidak terlalu padat.

Ia memutuskan akan mengirim Connie pulang bersama pengawal, lalu ia akan menangani adik iparnya. Apa yang bakal terjadi sesudah itu, ia belum tahu. Kalau keparat itu benar-benar melukai Connie, ia akan membuatnya cacat.

Tapi angin yang berembus di jalan, udara segar yang mengandung garam, meredakan kemarahannya. Ia membuka kaca jendela sepenuhnya. Ia memilih melewati Jones Beach Causeway, seperti biasa, karena jalan itu biasanya sepi di malam hari seperti ini. Dan ia bisa melaju secepat yang diinginkannya hingga ke jalan di seberang. Dan bahkan di sana pun lalu lintas masih lengang.

Mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi akan membantunya meredakan apa yang diketahuinya merupakan ketegangan yang berbahaya. Ia meninggalkan mobil pengawal jauh di belakangnya. Penerangan jalan di atas air tidak begitu baik, dan tidak ada mobil lain satu pun. Jauh di depan ia melihat cungkup putih gardu pembayaran tol. Ada gardu-gardu kini tapi hanya dijaga pada siang hari, saat lalu lintas lebih padat.

Sonny mulai mengurangi kecepatan Buick dan pada saat yang sama mencari-cari uang receh di saku. Ia tidak membawa uang receh. Ia mengambil dompet, membukanya, dan dengan satu tangan mengambil selembar uang. Ia memasuki cahaya lampu gardu pembayaran tol dan agak terkejut melihat ada mobil yang menghambat jalannya, pengemudinya seperti sedang bertanya kepada petugas gardu tol. Sonny membunyikan klakson dan mobil lain itu meluncur maju, mobil Sonny bisa melaju ke sisi gardu pembayaran.

Sonny menyerahkan lembaran uang satu dolar kepada petugas tol dan menunggu kembalian. Ia sekarang buru-buru menutup jendela. Udara Lautan Atlantik mendinginkan seluruh bagian dalam mobil. Tapi petugas tol sibuk mencari kembalian; keparat tolol itu bahkan menjatuhkan uangnya. Kepala dan tubuhnya tidak terlihat lagi sewaktu si petugas membungkuk di dalam gardu untuk mengambil uang dari lantai.

Pada saat itu Sonny menyadari mobil yang satu lagi tadi tidak terus berjalan, tapi diparkir beberapa kaki di depannya, masih menghambat jalan. Pada saat yang bersamaan sudut matanya menangkap sosok orang dalam gardu tol yang gelap di sebelah kanan. Tapi ia tidak sempat memikirkannya karena dua pria turun dari mobil di depannya dan berjalan mendekatinya.

Petugas tol belum juga muncul. Lalu dalam waktu sepersekian detik sebelum terjadi apa pun, Sonny Corleone menyadari dirinya pasti akan mati. Dan pada saat itu pikirannya tenang, kosong dari semua kekejaman, seakan ketakutan tersembunyi yang akhirnya jadi nyata dan muncul itu membersihkan jiwanya.

Meskipun begitu, tubuhnya yang besar dalam gerak refleks untuk bertahan hidup menghantam pintu mobil Buick, menghancurkan kuncinya. Pria dalam gardu tol yang gelap mulai menembak dan peluru menghujani kepala dan leher Sonny Corleone sementara tubuhnya yang besar terpental keluar dari mobil. Kedua pria yang ada di depan sekarang mengacungkan senjata, pria di dalam gardu tol yang gelap berhenti menembak, dan tubuh Sonny terkapar di aspal dengan kedua kaki masih berada di dalam mobil. Kedua pria itu menembaki tubuh Sonny, lalu menendang wajahnya untuk semakin menghancurkannya, untuk menunjukkan tanda buatan manusia yang lebih pribadi.

Beberapa detik kemudian, keempat pria itu, tiga di antaranya benar-benar pembunuh dan yang satu lagi petugas tol palsu, telah berada dalam mobil dan melaju menuju Meadow-brook Parkway di sisi lain Jones Beach. Para pengejar mereka terhambat mobil dan mayat Sonny di jalan, tapi sewaktu para pengawal Sonny menghentikan mobil dan melihat mayat yang terkapar di sana, mereka tidak berniat mengejar. Mereka memutar mobil dan kembali ke Long Beach. Dari telepon umum pertama yang mereka temukan, salah seorang di antara mereka menghubungi Tom Hagen. Pesannya sangat singkat dan tergesa-gesa. "Sonny tewas, mereka menembaknya di tol Jones Beach."

Suara Hagen terdengar sangat tenang. "Oke," katanya. "Pergilah ke rumah Clemenza dan perintahkan ia datang kemari sekarang juga. Ia akan memberitahu kalian apa yang harus dilakukan."

Hagen menerima telepon itu di dapur, sementara Mama Corleone sibuk menyiapkan makanan kecil menjelang kedatangan putrinya. Hagen menjaga ekspresi wajahnya dan wanita tua itu tidak mengetahui bahwa ada yang tidak beres. Bukannya wanita itu tidak bisa menebak, kalau ia mau, tapi selama hidup dengan Don ia telah memetik pelajaran bahwa jauh lebih bijaksana untuk tidak menebak-nebak apa pun. Kalau memang ada yang perlu diketahuinya mengenai sesuatu yang menyakitkan, ia akan segera diberitahu. Dan kalau sesuatu yang menyakitkan itu tak perlu diberitahukan padanya, ia tidak keberatan jika tidak mengetahuinya. Mama Corleone cukup puas untuk tidak berbagi rasa sakit yang dirasakan kaum pria, lagi pula apakah mereka ikut berbagi rasa sakit para wanita?

Dengan tenang ia menyeduh kopi dan menghidangkan makanan di meja. Menurut pengalamannya, rasa sakit dan ketakutan tidak mengurangi kelaparan fisik; menurut pengalamannya, makanan bisa mengurangi rasa sakit. Ia marah kalau dokter berusaha menenangkan dirinya dengan obat, tapi kopi dan roti lain lagi. Ia, tentu saja, berasal dari kebudayaan yang lebih primitif. Jadi ia pun membiarkan Tom Hagen melarikan diri ke ruang rapat di sudut. Begitu berada di dalam ruangan itu, Hagen mulai gemetaran begitu hebat sehingga harus duduk dengan kedua kaki dirapatkan, kepala ditundukkan dengan bahu terlipat, tangan saling menggenggam di antara lutut seakan ia berdoa pada iblis.

Sekarang ia menyadari dirinya bukan consigliori yang andal dalam masa perang bagi Keluarga. Ia dibodohi, ditipu, oleh Lima Keluarga dan sikap mereka yang berpura-pura takut. Mereka diam-diam merencanakan serangan yang mengerikan. Mereka merencanakan dan menunggu, menahan tangan mereka yang berlumuran darah, tidak peduli provokasi apa pun yang mereka terima. Mereka menunggu untuk menyarangkan pukulan telak. Dan mereka berhasil. Genco Abbandando tua tidak akan terjebak dalam perangkap seperti itu, ia pasti akan mencium sesuatu yang mencurigakan, dan melipattigakan kewaspadaannya.

Dan sambil memikirkan semua ini Hagen merasa sangat sedih. Sonny saudaranya yang sejati, penyelamatnya; Sonny pahlawannya sewaktu mereka berdua masih kanak-kanak. Sonny tidak pernah nakal padanya atau menggertaknya, selalu memperlakukannya dengan kasih sayang, memeluknya sesudah Sollozzo membebaskan dirinya. Kegembiraan Sonny sewaktu mereka bertemu lagi bukanlah pura-pura. Bahwa Sonny tumbuh menjadi pria yang kejam, keras, dan haus darah, bagi Hagen tidak ada hubungannya.

Ia keluar dari dapur karena mengetahui tidak akan sanggup memberitahu Mama Corleone mengenai kematian putranya. Ia tak pernah menganggap Mama Corleone sebagai ibunya, sebagaimana ia tidak pernah menganggap Don Corleone ayahnya dan Sonny saudaranya. Perasaan sayangnya pada Mama Corleone sama seperti pada Freddie, Michael, dan Connie. Perasaan sayang pada orang yang baik hati, tapi bukan cinta. Tapi tidak bisa memberitahu Mama Corleone. Dalam beberapa bulan yang singkat, Mama Corleone telah kehilangan semua putranya; Freddie diasingkan di Nevada, Michael bersembunyi untuk menyelamatkan diri di Sisilia, dan sekarang Santino tewas. Siapa di antara mereka bertiga yang paling disayangi Mama Corleone? Wanita itu tidak pernah menunjukkannya.

Seluruh pikiran itu berlangsung tidak lebih dari beberapa menit. Hagen bisa menguasai diri kembali dan mengangkat telepon. Ia memutar nomor telepon Connie. Telepon berdering lama sekali sebelum Connie menjawab dengan suara berbisik.

Hagen berbicara lembut padanya. "Connie, ini Tom. Bangunkan suamimu, aku harus berbicara dengannya."

Connie berkata dengan suara rendah ketakutan, "Tom, Sonny akan kemari?"

"Tidak," jawab Hagen. "Sonny tidak akan ke sana. Jangan khawatir. Bangunkan saja Carlo dan katakan padanya ada masalah penting yang harus kubicarakan dengannya."

Suara Connie disertai tangis. "Tom, ia baru saja memukuli diriku, aku takut ia akan menyakiti aku lagi kalau tahu aku menelepon ke rumah."

Hagen berkata lemah lembut, "Ia tidak akan menyakitimu. Ia akan berbicara denganku dan aku akan membereskan masalahnya. Semua akan beres. Katakan padanya ini penting sekali, ia harus menerima telepon ini. Oke?"

Setelah hampir lima menit berlalu baru terdengar suara Carlo di telepon, melantur terpengaruh wiski dan kantuk. Hagen berbicara dengan tegas agar Carlo sadar sepenuhnya. "Dengar, Carlo," katanya. "Aku akan memberitahukan kabar yang sangat mengejutkan. Sekarang persiapkan dirimu sebab sesudah mengatakannya, aku ingin kau menjawab dengan tenang seakan masalahnya lebih ringan daripada yang sebenarnya. Aku tadi memberitahu Connie masalah ini penting sekali, jadi kau harus mengarang cerita untuknya. Katakan padanya bahwa Keluarga memutuskan memindahkan kalian berdua ke salah satu rumah di kompleks dan memberimu pekerjaan besar. Bahwa Don akhirnya memberimu kesempatan karena berharap kehidupan rumah tanggamu akan lebih baik. Kau mengerti?"

Ada nada penuh harapan dalam suara Carlo sewaktu ia menjawab, "Yeah, oke."

Hagen meneruskan, "Beberapa menit lagi dua anak buahku akan mengetuk pintu apartemenmu untuk mengajak kalian pergi. Katakan pada mereka bahwa aku meminta mereka meneleponku terlebih dulu. Katakan saja itu. Jangan mengatakan apa pun lagi. Aku akan memerintahkan mereka mengantarmu dan Connie kemari. Oke?"

"Yeah, yeah, aku mengerti," kata Carlo. Suaranya mengandung kegembiraan. Ketegangan dalam suara Hagen tampaknya berhasil membuatnya waspada dan paham bahwa berita yang akan diterimanya benar-benar penting.

Hagen memberitahunya tanpa tedeng aling-aling. "Mereka membunuh Sonny malam ini. Jangan katakan apa-apa. Connie meneleponnya sewaktu kau tidur dan Sonny dalam perjalanan ke sana. Tapi aku tidak ingin Connie tahu, bahkan biarpun ia sudah menduganya, aku benar-benar tidak ingin Connie tahu. Ia akan mulai berpikir kejadian itu salahnya. Sekarang kuminta kau tetap menemaninya malam ini dan jangan mengatakan apa pun padanya. Kuminta kau berbaik kembali dengannya. Kuminta kau menjadi suami yang sempurna dan penuh kasih sayang. Dan kuminta kau tetap begitu setidaknya hingga ia melahirkan. Besok pagi, seseorang, mungkin kau, mungkin Don, mungkin ibunya, akan memberitahu Connie bahwa kakaknya tewas dibunuh. Dan kuminta kau mendampinginya. Tolonglah aku dalam hal ini dan akan kutangani semua kebutuhanmu di hari-hari mendatang. Kau mengerti?"

Suara Carlo terdengar gemetar. "Baik, Tom, baik. Dengar, Tom, aku dan kau tidak pernah bermasalah. Aku berterima kasih. Mengerti?"

"Yeah," sahut Hagen. "Tidak seorang pun akan menganggap pertengkaranmu dengan Connie sebagai penyebab peristiwa ini. Jangan khawatir. Akan kubereskan masalah itu." Ia terdiam sejenak lalu melanjutkan dengan lembut, penuh dorongan, "Well, sekarang mulailah bertindak, jaga Connie baik-baik." Ia memutuskan hubungan.

Hagen sudah belajar untuk tidak pernah mengancam. Don yang mengajarkan hal itu padanya, tapi Carlo jelas bisa menerima pesannya: ia hanya sejauh sehelai rambut di-belah tujuh dari kematian.

Hagen menelepon Tessio, memerintahkannya datang ke kompleks di Long Beach segera. Ia tidak memberitahukan alasannya dan Tessio tidak menanyakannya.

Hagen menghela napas. Sekarang tiba bagian yang paling ditakutinya. Ia harus membangunkan Don dari tidurnya yang pulas karena obat bius. Ia harus memberitahu orang yang paling dicintainya di dunia ini bahwa ia telah mengecewakan orang itu, bahwa ia telah gagal menjaga kerajaannya dan menjaga jiwa putra sulungnya. Ia harus mengatakan pada Don bahwa segalanya akan hilang kalau si sakit sendiri tidak terjun ke medan pertempuran. Sebab Hagen tidak bisa menipu diri sendiri. Hanya Don yang hebat yang bisa menyelamatkan mereka dari kekalahan yang begitu mengerikan. Hagen bahkan tidak mau bersusah payah berkonsultasi dengan dokter yang merawat Don Corleone, tindakan itu tidak ada artinya. Tidak peduli apa pun yang diperintahkan dokter, bahkan seandainya mereka mengatakan Don tidak boleh bangun dari ranjangnya karena berisiko kematian, ia harus mengatakan pada ayah angkatnya apa yang telah terjadi lalu mengikuti perintahnya. Dan tentu saja tidak ada keraguan lagi mengenai apa yang akan dilakukan Don.

Pendapat medis sekarang tidak ada relevansinya, sekarang segalanya tidak relevan. Don harus di beri tahu dan ia harus mengambil komando atau memerintahkan Hagen menyerahkan kekuasaan Corleone kepada Lima Keluarga.

Walau begitu, Hagen sangat ketakutan menghadapi satu jam berikut. Ia berusaha merencanakan sikap. Ia harus tegas menghadapi kesalahannya sendiri. Mengutuk diri sendiri sebagai consigliori di masa perang hanya akan menyebabkan Don menyesali diri karena salah menilai ketika memilih orang seperti dirinya untuk kedudukan yang begitu penting.

Hagen tahu ia harus menyampaikan berita itu, memberitahukan analisisnya mengenai apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan, lalu menutup mulut. Reaksinya sesudah itu harus reaksi yang diinginkan Don. Kalau Don ingin ia memperlihatkan rasa bersalah, ia akan memperlihatkan rasa bersalah; kalau Don mengharuskan ia bersedih, ia bisa mengungkapkan kesedihan yang memang benar-benar dirasakannya.

Hagen mengangkat kepala saat mendengar suara mobil, dan mobil-mobil pun memasuki kompleks. Para caporegime datang. Mula-mula ia akan memberi mereka pengarahan, kemudian ia akan naik ke lantai atas untuk membangunkan Don Corleone. Ia bangkit dan melangkah ke lemari minuman keras di samping meja tulis, lalu mengeluarkan gelas dan botol. Sejenak ia berdiri di sana, khawatir tidak mampu menuang minuman dari botol ke gelas. Di belakangnya ia mendengar pintu ruangan perlahan-lahan ditutup, dan sewaktu berpaling, ia melihat Don Corleone berpakaian lengkap untuk pertama kalinya sejak ditembak.

Don menyeberangi ruangan ke kursi besar berlengan dari kulit dan duduk. Langkahnya agak kaku, pakaiannya tergantung kebesaran di tubuhnya, tapi di mata Hagen ia tampak seperti biasanya. Ada kesan, dengan semata-mata mengerahkan kemauannya sendiri, Don membuang semua bukti luar mengenai tubuhnya yang masih lemah. Wajahnya keras, dengan semua daya dan kekuatannya yang lama. Ia duduk tegak di kursi berlengan dan berkata pada Hagen, "Beri aku anisette."

Hagen mengganti botol dan menuang minuman keras yang manis dan panas itu untuk mereka berdua. Minuman itu buatan sendiri dan lezat, jauh lebih keras daripada yang dijual di toko-toko, hadiah dari teman lama yang setiap tahun mengirimkan satu truk kecil pada Don.

"Istriku menangis sebelum tertidur," kata Don Corleone. "Di luar jendela kulihat para caporegime berdatangan ke rumah padahal sekarang sudah tengah malam. Jadi, Consigliori-ku, kurasa kau harus memberitahu Don-mu apa yang sudah diketahui setiap orang."

Hagen berkata dengan suara pelan, "Aku tidak mengatakan apa pun pada Mama. Aku akan naik membangunkan dirimu dan menyampaikan sendiri beritanya. Sebentar lagi aku pasti ke atas untuk membangunkanmu."

Don Corleone berkata pasif, "Tapi kau perlu minum dulu."

"Ya," sahut Hagen.

"Sekarang kau sudah minum," kata Don. "Kau bisa mengatakannya padaku sekarang."

Teguran atas kelemahan Hagen sangat samar.

"Mereka menembak Sonny di Causeway" kata Hagen. "Ia tewas."

Don Corleone mengerjapkan mata. Hanya selama seper-sekian detik dinding kekuatan tekadnya runtuh dan terkurasnya tenaga fisik tampak jelas di wajahnya. Lalu ia pulih kembali. Kedua tangannya saling menggenggam di meja tulis di hadapannya dan ia memandang lurus ke mata Hagen.

"Ceritakan padaku semua yang terjadi," katanya. Ia mengangkat satu tangan. "Tidak, tunggu sampai Clemenza dan Tessio datang agar kau tidak perlu bercerita dua kali."

Hanya beberapa menit kemudian kedua caporegime itu memasuki ruangan disertai seorang pengawal. Mereka seketika melihat Don telah mengetahui kematian anaknya karena Don berdiri untuk menyambut mereka. Mereka memeluknya seperti yang biasa dilakukan teman lama. Mereka semua minum anisette yang dituangkan Hagen sebelum ia menceritakan apa yang terjadi malam itu.

Don Corleone hanya mengajukan satu pertanyaan sesudah Hagen selesai bercerita. "Apakah sudah pasti bahwa anakku tewas?"

Clemenza yang menjawab. "Ya," katanya. "Pengawalnya memang dari regime Santino, tapi aku yang memilih mereka. Kutanyai mereka setibanya di rumahku. Mereka melihat tubuhnya dengan diterangi lampu gardu tol. Ia tidak mungkin bisa hidup dengan luka-luka yang mereka lihat. Mereka bersedia mempertaruhkan nyawa untuk mendukung apa yang mereka katakan."

Don Corleone menerima keputusan terakhir itu tanpa memperlihatkan emosi, cuma berdiam diri beberapa saat. Lalu ia berkata, "Tidak satu pun dari kalian perlu merasa gelisah karena peristiwa ini. Tidak seorang pun dari kalian boleh membalas dendam, tidak seorang pun dari kalian perlu menyelidiki siapa pembunuh putraku tanpa perintah dariku. Tidak ada perang lebih lanjut terhadap Lima Keluarga tanpa perintah dan keinginan pribadiku. Keluarga kita akan menghentikan semua operasi bisnis dan berhenti melindungi operasi bisnis kita sampai sesudah pemakaman putraku. Setelah itu kita akan bertemu lagi di sini dan memutuskan apa yang harus dilakukan. Malam ini kita harus melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk Santino, kita harus memakamkannya sebagai orang Kristen. Aku punya teman-teman yang akan mengatur segala sesuatunya dengan polisi dan pihak berwenang. Clemenza, kau tetap tinggal bersamaku sepanjang waktu sebagai pengawal pribadiku, kau dan orang-orang regime-mu. Tessio, kau akan mengawal semua anggota keluarga lainnya. Tom, kuminta kau menelepon Amerigo Bonasera dan katakan padanya aku membutuhkan jasanya malam ini. Ia harus menungguku di kantornya. Mungkin satu, dua, atau tiga jam lagi. Kalian semua mengerti?"

Ketiga pria itu mengangguk. Don Corleone berkata, "Clemenza, siapkan beberapa orang dan mobil, lalu tunggu aku. Aku akan siap beberapa menit lagi. Tom, kau melakukan tugasmu dengan baik. Besok pagi aku ingin Constanzia bersama ibunya. Aturlah agar ia dan suaminya tinggal dalam kompleks. Minta para wanita teman Sandra pergi ke rumahnya dan tinggal bersamanya. Istriku akan menceritakan kemalangan ini padanya dan wanita-wanita itu akan mengatur agar gereja menyelenggarakan misa serta mendoakan arwah putraku."

Don bangkit dari kursi kulit. Yang lain ikut berdiri. Clemenza dan Tessio memeluknya sekali lagi. Hagen membukakan pintu bagi Don, yang berhenti untuk memandangnya sejenak. Lalu Don meletakkan tangannya pada pipi Hagen, memeluknya sekilas, kemudian berkata dalam bahasa Italia, "Kau anak yang baik. Kau menghibur hatiku." Don mengatakan pada Hagen bahwa ia telah bertindak sebagaimana mestinya dalam saat-saat yang penuh kesedihan dan mengerikan ini. Lalu Don pergi ke kamar untuk berbicara dengan istrinya. Saat itulah Hagen menelepon Amerigo Bonasera agar si pengurus jenazah membayar utang budinya pada keluarga Corleone.

***
 
Sonny tewas, sang Don pun turun tangan,,

Menanti update selanjutnya Suhu :beer:
 
Benar2 tenang nih c don Corleone.. Kayaknya 5 keluarga akan merasakan panasnya pembalasan dendam don, yg Bahkan tak perlu membakar 5 keluarga untuk membuat mereka merasakannya..

#poor Santino..RIP brother, kau adalah lambang persaudaraan sejati..:((
 
:sayonara: sony, amarahmu telah memakan dirimu.

Salut sama ketegaraan hati istri don vito, dia wanita hebat. Seorang istri idaman.

Menanti aksi dan sikap dari don vito, :mancing: lagi sambil :ngeteh:
 
hmmm akankah terjadi perang stelah masa berkabung usai mari kita tunggu bersama :)
 
BAB 20 a


Kematian Santino Corleone menimbulkan gelombang kejut di seluruh dunia bawah tanah Amerika. Dan sesudah tersebar berita bahwa Don Corleone telah bangkit dari ranjang sakitnya untuk menangani kembali seluruh masalah Keluarga, sesudah mata-mata dari pemakaman melaporkan bahwa Don tampak pulih sepenuhnya, kepala Lima Keluarga berusaha dengan panik menyiapkan pertahanan terhadap perang pembalasan berdarah yang pasti akan terjadi sesudah itu.

Tidak ada yang melakukan kesalahan dengan menduga Don Corleone bisa disepelekan karena kemalangan yang baru dialaminya. Ia pria yang melakukan hanya sedikit kesalahan dalam kariernya dan telah memetik pelajaran dari setiap kesalahannya.

Hanya Hagen yang bisa menduga maksud Don sesungguhnya dan tidak heran sewaktu utusan dikirim kepada Lima Keluarga untuk mengusulkan perdamaian. Bukan hanya mengusulkan perdamaian tapi juga pertemuan semua Keluarga di kota dan dengan undangan kepada semua Keluarga di Amerika Serikat agar ikut hadir. Karena Keluarga-Keluarga New York yang paling kuat di seluruh negeri, semua orang menyadari kesejahteraan mereka mempengaruhi kesejahteraan negara secara keseluruhan.

Pada awalnya ada kecurigaan. Apakah Don Corleone menyiapkan jebakan? Apa ia berusaha membuat musuh-musuhnya lengah? Apa ia mencoba mempersiapkan pembantaian besar-besaran untuk menuntut balas atas kematian putranya? Tapi Don Corleone segera menjelaskan semuanya, bahwa ia benar-benar tulus. Bukan hanya melibatkan semua Keluarga di Amerika dalam pertemuan itu, ia juga tidak menyuruh anak buahnya bersiap menghadapi perang atau mencari sekutu. Lalu ia mengambil langkah final yang tidak bisa dibatalkan lagi yang memastikan niat ini serta menjamin keamanan pertemuan besar yang diselenggarakannya. Ia meminta bantuan Keluarga Bocchicchio.

Keluarga Bocchicchio keluarga yang unik. Kalau dulunya keluarga ini merupakan cabang Mafia yang sangat kejam di Sisilia, sekarang mereka merupakan alat perdamaian di Amerika. Dulu mereka merupakan kelompok yang mencari nafkah dengan tindakan penuh kekerasan, tapi sekarang memperoleh pendapatan dari apa yang mungkin bisa disebut sebagai cara yang saleh. Salah satu aset Keluarga Bocchicchio adalah struktur hubungan darah yang sangat rapat, loyalitas keluarga yang sangat kokoh bahkan untuk ukuran masyarakat yang kesetiaan pada keluarga lebih penting daripada kesetiaan pada istri.

Keluarga Bocchicchio, yang meluas hingga saudara sepupu ketiga, jumlah anggotanya pernah mencapai hampir dua ratus orang sewaktu mereka menguasai perekonomian di suatu sektor kecil di Sisilia selatan. Pemasukan untuk seluruh keluarga waktu itu berasal dari empat atau lima penggilingan gandum, yang sama sekali tidak dimiliki secara komunal, tapi memastikan tenaga kerja dan nafkah serta kesejahteraan minimal bagi seluruh anggota keluarga. Hal itu, ditambah pernikahan antarmereka sendiri, sudah cukup bagi mereka untuk membentuk benteng terhadap musuh-musuh. Tidak ada penggilingan saingan, tidak ada bendungan untuk menyediakan air bagi pesaing atau merusak penjualan air mereka sendiri, yang boleh dibangun di wilayah mereka di Sisilia. Seorang baron pemilik tanah yang berkuasa pernah mencoba mendirikan penggilingan untuk digunakan sendiri. Pabrik itu habis terbakar. Ia melapor pada carabinieri dan pihak berwenang yang lebih tinggi, yang menangkap tiga anggota Keluarga Bocchicchio. Bahkan sebelum pengadilan dilangsungkan rumah sang baron telah habis dimakan api. Pengadilan dan tuntutan dicabut. Beberapa bulan kemudian seorang pejabat tinggi pemerintah Italia datang ke Sisilia dan berusaha memecahkan masalah kekurangan air yang kronis di pulau itu, dan mengusulkan didirikannya bendungan besar. Insinyur didatangkan dari Roma untuk melakukan survei sementara mereka diperhatikan para penduduk setempat yang marah, anggota Keluarga Bocchicchio. Polisi membanjiri daerah itu, menempati barak yang dibangun khusus.

Tampaknya tidak ada yang bisa mencegah pembangunan bendungan saat peralatan dan perlengkapan benar-benar didatangkan dari Palermo. Tapi semuanya hanya sampai sejauh itu. Keluarga Bocchicchio menghubungi teman-teman, para kepala Mafia yang lain, dan mengadakan persetujuan untuk meminta bantuan mereka. Alat-alat berat disabot dan peralatan yang lebih kecil dicuri. Wakil-wakil Mafia di parlemen Italia melancarkah serangan birokratis terhadap para perencana. Ini berlangsung beberapa tahun dan pada masa itu Mussolini naik takhta. Sang diktator mengeluarkan dekrit bahwa bendungan harus dibangun: Tapi dekrit itu gagal.

Sang diktator mengetahui Mafia akan menjadi ancaman bagi rezimnya, membentuk apa yang akhirnya menjadi otoritas terpisah dari pemerintahannya. Ia memberikan kuasa penuh pada seorang pejabat tinggi kepolisian, yang segera memecahkan masalah dengan memenjarakan setiap orang dan mengirim mereka ke pulau-pulau kerja paksa. Dalam beberapa tahun yang singkat ia berhasil mematahkan kekuatan Mafia, hanya dengan menangkap sewenang-wenang setiap orang yang dicurigai sebagai mafioso. Dan kerusakan besar pun menimpa banyak keluarga yang tidak berdosa.

Keluarga Bocchicchio cukup bodoh untuk menggunakan kekerasan terhadap kekuasaan yang tidak terbatas itu. Separo anak buah mereka tewas dalam pertempuran bersenjata, dan separo lainnya dikirim ke koloni-koloni kerja paksa. Hanya tersisa beberapa orang sewaktu pengaturan untuk mengirim mereka ke Amerika dilakukan melalui jalan bawah tanah rahasia dengan cara berganti-ganti kapal melalui Kanada. Jumlah imigrannya hampir dua puluh dan mereka menetap di kota kecil jauh dari New York City, di Hudson Valley. Di sana mereka memulai dari bawah sekali dan perlahan-lahan menanjak hingga memiliki sendiri perusahaan pembuangan sampah dan truknya. Mereka menjadi makmur karena tidak memiliki saingan. Dan mereka tidak memiliki saingan karena saingan mereka mendapati truk-truk mereka dibakar dan disabot. Seseorang yang gigih dan menurunkan harga ditemukan terkubur dalam sampah yang diangkatnya di siang hari, mati kehabisan napas.

Tapi sementara kaum pria menikah, dengan gadis-gadis Sisilia, bayi-bayi dilahirkan, bisnis pembuangan sampah, sekalipun bisa menunjang kehidupan, tidak mencukupi untuk membeli barang-barang mewah yang ditawarkan Amerika. Dan begitulah, sebagai diversifikasi, Keluarga Bocchicchio menjadi juru runding dan sandera dalam upaya damai di antara keluarga-keluarga Mafia yang berperang.

Kebodohan mengalir dalam Keluarga Bocchicchio, atau mungkin mereka hanya primitif. Dalam banyak hal mereka mengakui keterbatasan mereka dan menyadari tidak bisa bersaing dengan keluarga-keluarga Mafia lain dalam perjuangan mengorganisir dan mengendalikan struktur bisnis yang lebih rumit seperti pelacuran, perjudian, narkotika, dan penipuan. Mereka orang-orang jujur dan polos yang bisa menawarkan hadiah pada polisi patroli biasa tapi tidak mengetahui cara mendekati pembesar politik. Mereka hanya memiliki dua aset. Kehormatan dan kekejaman mereka.

Seorang Bocchicchio tidak pernah berbohong, tidak pernah berkhianat. Itu terlalu rumit bagi mereka. Seorang Bocchicchio juga tidak pernah melupakan luka dan membiarkan luka tidak terbalas, betapapun tinggi harga yang harus dibayar. Dan begitulah, tanpa sengaja mereka menemukan apa yang terbukti akan menjadi profesi yang paling menguntungkan bagi mereka.

Sewaktu keluarga-keluarga yang berperang ingin berdamai dan mengatur perundingan, Keluarga Bocchicchio dihubungi. Kepala keluarga akan menangani perundingan pendahuluan dan mengatur sandera yang diperlukan. Sebagai contoh, ketika Michael pergi menemui Sollozzo, seorang Bocchicchio ditinggalkan pada Keluarga Corleone sebagai jaminan keselamatan Michael, dan pelayanan itu dibayar Sollozzo.

Kalau Michael dibunuh Sollozzo, sandera laki-laki Bocchicchio yang ditahan akan dibunuh Keluarga Corleone. Dalam persoalan itu, Keluarga Bocchicchio akan membalas dendam kepada Sollozzo sebagai penyebab kematian anggota keluarga mereka. Karena Keluarga Bocchicchio sedemikian primitif, mereka tidak pernah membiarkan apa pun, hukum apa pun, menghalangi pembalasan dendam mereka. Mereka mau mengorbankan jiwa mereka sendiri dan tidak ada perlindungan terhadap mereka kalau mereka dikhianati. Seorang sandera Bocchicchio merupakan jaminan yang tidak ternilai harganya.

Jadi sekarang ketika Don Corleone menyewa Keluarga Bocchicchio sebagai juru runding dan mengatur agar mereka menyediakan sandera bagi semua Keluarga untuk datang ke pertemuan damai, tidak ada lagi keraguan terhadap ketulusannya. Tidak akan ada masalah pengkhianatan. Pertemuan seaman pesta perkawinan.

Setelah semua sandera beres, pertemuan dilangsungkan dalam ruang rapat direktur bank dagang kecil yang presidennya berutang budi pada Don Corleone dan sebagian sahamnya dimiliki Don Corleone walaupun atas nama presidennya. Presiden bank ini selalu mengingat saat ia menawarkan memberi Don Corleone dokumen tertulis yang membuktikan kepemilikannya atas saham-saham itu, untuk mencegah pengkhianatan. Don Corleone terpana. "Kupercayakan seluruh hartaku padamu," kata Don Corleone pada presiden bank itu. "Kupercayakan seluruh hidupku dan kesejahteraan anak-anakku padamu. Tidak pernah terlintas dalam benakku kau akan menipuku atau mengkhianati diriku. Seluruh duniaku, seluruh keyakinanku pada penilaianku mengenai sifat manusia akan runtuh. Tentu saja aku punya catatan tertulis sehingga kalau ada yang terjadi pada diriku, ahli warisku akan mengetahui kau memegang titipanku untuk mereka. Tapi aku tahu walaupun aku tidak ada lagi di dunia untuk menjaga kepentingan anak-anakku, kau akan memenuhi kebutuhan mereka dengan setia."

Presiden bank itu, meskipun bukan orang Sisilia, adalah orang yang berpikiran waras dan baik hati. Ia memahami sifat Don Corleone sepenuhnya. Sekarang permintaan Godfather merupakan komando bagi presiden tersebut, jadi pada suatu Sabtu, ruang eksekutif bank, ruang rapat yang dilengkapi kursi-kursi empuk berlapis kulit, privasi yang mudak, diserahkan untuk kebutuhan Keluarga-keluarga.

Keamanan bank diambil alih sepasukan kecil orang yang dipilih cermat dan mengenakan seragam satpam bank. Pada pukul sepuluh pagi hari Sabtu itu, ruang rapat mulai terisi. Di samping Lima Keluarga dari New York, ada wakil-wakil sepuluh Keluarga lain dari seluruh Amerika, dengan perkecualian Chicago, kambing hitam dunia mereka. Mereka sudah putus asa dalam usaha memberadabkan Chicago, dan memandang tidak ada gunanya mengikutsertakan anjing gila itu dalam rapat sepenting ini. Bar dan meja hidangan telah disiapkan. Setiap wakil yang menghadiri rapat diizinkan mengajak seorang asisten. Sebagian besar don mengajak consigliori mereka sebagai asisten, sehingga hanya sedikit pemuda yang ada dalam ruangan itu. Tom Hagen adalah salah satu dari sedikit orang itu, dan satu-satunya peserta yang bukan orang Sisilia. Ia menjadi sasaran rasa ingin tahu, dianggap "ajaib".

Hagen tahu harus bersikap bagaimana. Ia tidak bicara, tidak tersenyum. Ia hanya melayani bosnya, Don Corleone, dengan rasa hormat bangsawan kesayangan terhadap rajanya. Ia mengambilkan Don minuman dingin, menyalakan cerutu, meletakkan asbak. Ia melakukannya dengan penuh hormat tapi tidak mencolok.

Tom Hagen juga satu-satunya orang dalam ruang rapat yang mengetahui identitas foto-foto yang digantung di dinding berpanel hitam. Sebagian besar foto tokoh-tokoh keuangan yang memperoleh kekayaan dari minyak. Salah satunya adalah Menteri Keuangan Hamilton. Hagen mau tidak mau berpikir Hamilton mungkin menyetujui pertemuan perdamaian ini diselenggarakan di lembaga perbankan. Tidak ada yang lebih menenangkan, lebih kondusif untuk akal sehat, daripada atmosfer uang.

Waktu kedatangan peserta ditetapkan antara pukul setengah sepuluh hingga pukul sepuluh pagi. Don Corleone, karena merasa jadi tuan rumah sebab ia yang menyelenggarakan perundingan damai ini, adalah orang pertama yang tiba; salah satu kelebihannya adalah ketepatannya akan waktu. Yang datang berikutnya adalah Carlo Tramonti, yang menguasai wilayah selatan Amerika Serikat. Ia pria paro baya yang sangat tampan, tubuhnya jangkung untuk ukuran Sisilia, dengan kulit kecokelatan terbakar matahari, mengenakan setelan buatan penjahit, dan bercukur rapi. Carlo Tramonti tidak tampak seperti orang Italia. Ia lebih mirip salah satu foto dalam majalah yang menampilkan jutawan memancing di kapal pesiarnya. Keluarga Tramonti mencari nafkah dari perjudian, dan tidak seorang pun yang pernah bertemu dengannya bisa menduga dengan kekejaman seperti apa ia membangun kerajaannya. Sesudah beremigrasi dari Sisilia sewaktu masih kanak-kanak, ia menetap di Florida dan tumbuh dewasa di sana, dipekerjakan sindikat Amerika yang terdiri atas kelompok politisi kota kecil di Selatan yang menguasai perjudian. Mereka orang-orang tangguh yang didukung pejabat kepolisian yang jauh lebih tangguh lagi dan tidak pernah mengira akan dikalahkan seorang imigran yang masih hijau. Mereka tidak siap menghadapi kekejaman itu dan tidak bisa menandinginya hanya karena menurut pikiran mereka imbalan yang diperebutkan tidak layak untuk menumpahkan banyak darah. Tkamonti berhasil merekrut polisi dengan memberi mereka bagian keuntungan yang lebih besar; ia menghabisi bajingan-bajingan keras kepala yang menjalankan operasi tanpa imajinasi sama sekali. Tramonti pula yang memulai hubungan dengan Kuba dan rezim Batista, dan akhirnya mengalirkan uang ke tempat-tempat wisata di Havana yang menyediakan rumah judi dan pelacuran, untuk memikat para penjudi dari daratan Amerika. Tramonti sekarang menjadi multimiliarder dan memiliki salah satu hotel termewah di Miami Beach.

Ketika tiba di ruang rapat diikuti asistennya, consigliori yang kulitnya sama-sama terbakar matahari, Tramonti memeluk Don Corleone, ekspresi wajahnya memancarkan simpati untuk menunjukkan ia turut berduka cita atas kematian putra Don Corleone.

Don-don yang lain pun berdatangan. Mereka semua saling mengenal, sering bertemu selama bertahun-tahun, baik untuk acara sosial maupun saat menangani bisnis masing-masing. Mereka selalu memperlihatkan kesopanan profesional pada satu sama lain, dan waktu mereka masih muda dan keadaan lebih sulit, mereka saling membantu. Don kedua yang datang adalah Joseph Zaluchi dari Detroit. Keluarga Zaluchi, di bawah penyamaran dan kedok yang cocok, memiliki salah satu lintasan pacuan kuda di daerah Detroit. Mereka juga memiliki bagian yang besar dalam bisnis perjudian di sana. Zaluchi berwajah bulat, pria bertampang ramah yang tinggal di salah satu rumah seharga seratus ribu dolar di kawasan Grosse Point yang modern di Detroit. Salah seorang putranya menikah dengan putri keluarga Amerika tua yang terkenal. Seperti Don Corleone, Zaluchi berpikiran maju. Detroit mencatat angka kekerasan fisik paling rendah di antara kota-kota yang dikendalikan Keluarga-Keluarga; hanya ada dua eksekusi selama tiga tahun terakhir di kota itu. Ia tidak menyetujui peredaran narkotik.

Zaluchi mengajak consigliori-nya. dan keduanya menghampiri Don Corleone untuk memeluknya. Zaluchi memiliki suara Amerika yang menggelegar, dengan aksen asing yang sangat samar. Ia berpakaian secara konservatif, khas pengusaha, dan dengan had penuh niat baik. Ia berkata pada Don Corleone, "Hanya suaramu yang bisa mendatangkan diriku kemari." Don Corleone menunduk sebagai tanda terima kasih. Ia bisa mengandalkan dukungan Zaluchi.

Dua don yang datang sesudah itu berasal dari Pantai Barat, menggunakan mobil yang sama karena mereka bekerja sama dengan erat dalam semua masalah. Keduanya adalah Frank Fakone dan Anthony Molinari dan keduanya lebih muda daripada para don lain yang datang ke pertemuan -usia mereka masih empat puluhan. Mereka berpakaian agak kurang resmi dibandingkan yang lainnya, ada sentuhan Hollywood dalam gaya mereka, dan mereka sedikit terlalu ramah daripada yang sepantasnya. Frank Falcone menguasai serikat buruh perfilman dan perjudian di studio-studio, ditambah kompleks pelacuran yang menyediakan gadis-gadis untuk rumah bordil di Far West. Sedikit sekali kemungkinan bagi don mana pun untuk menjadi "show biz", tapi Falcone memiliki sentuhan itu. Karena itu don-don yang lain tidak mempercayainya.

Anthony Molinari mengendalikan pelabuhan San Francisco dan mendominasi kerajaan judi olahraga. Ia berasal dari keluarga nelayan Italia yang memiliki restoran hidangan laut terbaik di San Francisco, dan ia membanggakan legenda yang mengatakan usahanya rugi karena ia memberikan mutu yang baik dengan harga murah. Molinari memiliki wajah pasif penjudi profesional, dan ia dikenal sebagai orang yang terlibat penyelundupan narkotika dari perbatasan Meksiko dan dari kapal-kapal yang melayari samudra di Timur. Para pembantunya masih muda dan bertubuh kekar, jelas sekali bukan penasihat tapi pengawal pribadi, walau mereka tidak berani membawa senjata api ke pertemuan itu. Bukan rahasia lagi bahwa para pengawal pribadi ini mahir dalam seni bela diri karate. Itu hal yang menggelikan bagi para don lain tapi sama sekali tidak membuat mereka takut, sama seperti kalau para don dari California datang memakai jimat yang diberkati Paus. Walau perlu diketahui bahwa beberapa dari orang-orang ini religius dan percaya pada Tuhan.

Kemudian datang wakil dari Keluarga di Boston. Ia satu-satunya don yang tidak dihormati teman-temannya. Ia dikenal sebagai orang yang tidak memperlakukan "orang-orangnya" dengan baik, yang menipu mereka tanpa belas kasihan. Ini bisa dimaafkan, sebab setiap orang memiliki tingkat keserakahan masing-masing. Yang tidak bisa dimaafkan adalah ia tak bisa menjaga ketertiban dalam kerajaannya sendiri. Di Boston terlalu banyak terjadi pembunuhan, terlalu banyak perang kecil memperebutkan kekuasaan, terlalu banyak kegiatan freelance tanpa dukungan; daerah itu terang-terangan menyepelekan hukum. Kalau Mafia Chicago biadab, orang-orang Boston gavone, berandal tak terkendali -bajingan tengik. Nama don dari Boston ini adalah Domenick Panza. Ia bertubuh pendek gemuk; dan seperti kata seorang don, tampangnya seperti maling.

Sindikat Cleveland, mungkin yang paling kuat dalam bisnis khusus perjudian di Amerika Serikat, diwakili pria lanjut usia bertampang sensitif dengan wajah kurus dan rambut ubanan. Ia dikenal sebagai "si Yahudi" -tentu saja tidak ada yang berani mengatakan begitu di hadapannya- karena ia mengelilingi diri dengan asisten Yahudi, bukan Sisilia. Bahkan ada isu ia akan mengangkat Yahudi sebagai consigliori kalau ia berani. Begitulah, seperti keluarga Don Corleone dikenal sebagai Geng Irlandia karena keanggotaan Tom Hagen, begitu pula keluarga Don Vincent Forlenza dikenal sebagai keluarga Yahudi dengan akurasi yang lebih tepat. Tapi ia mengelola organisasi yang sangat efisien dan diketahui tidak pernah pingsan melihat darah, walaupun tampangnya sensitif. Ia memerintah dengan tangan besi yang terbungkus sarung tangan politik dari beludru.

Para wakil Lima Keluarga dari New York datang paling akhir dan Tom Hagen terkejut melihat betapa jauh lebih berwibawa, jauh lebih mengesankan kelima orang ini daripada para wakil luar kota, orang kampung. Salah satu sebabnya, kelima Don New York ini masih memegang teguh tradisi lama Sisilia. Mereka orang-orang yang "punya perut", artinya orang-orang yang memiliki kekuasaaan dan keberanian; dan secara fisik mereka memang agak buncit, kedua fakta itu berpadu serasi, seperti di Sisilia. Kelima don dari New York ini masih memegang teguh tradisi lama Sisilia. Mereka orang-orang yang "punya perut", artinya orang-orang yang memiliki kekuasaaan dan keberanian; dan secara fisik mereka memang agak buncit, kedua fakta itu berpadu serasi, seperti di Sisilia. Kelima don dari New York adalah orang-orang yang tinggi besar dengan kepala seperti singa, muka lebar, hidung ningrat yang besar, bibir tebal, dan pipi tembam berlipat-lipat. Pakaian mereka tidak begitu pas dan mereka juga tidak mencukur rapi kumis atau janggut mereka. Mereka tampak seperti orang-orang serius yang sibuk dan tidak mementingkan penampilan lahiriah.

Ada Anthony Stracci, yang mengontrol kawasan New Jersey dan perkapalan di galangan West Side, Manhattan. Ia mengelola perjudian di Jersey dan sangat kuat karena punya dukungan mesin politik Demokrat. Ia memiliki armada truk angkutan yang terutama menghasilkan kekayaan pribadi karena truk-truknya bisa mengangkut muatan berat tanpa dihentikan atau didenda pengawas berat kendaraan di jalan raya. Truk-truk ini ikut menghancurkan jalan raya, lalu perusahaan pembangunan jalan miliknya, dengan kontrak negara bagian yang menguntungkan, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya. Ini semacam operasi yang bisa menghangatkan hati setiap orang, bisnis yang menciptakan bisnis lain.

Stracci juga orang kuno yang tidak pernah berurusan dengan pelacuran, tapi karena bisnisnya berada di kawasan pelabuhan maka mustahil baginya untuk tidak terlibat dalam lalu lintas penyelundupan narkotika. Di antara Keluarga-Keluarga New York yang menentang Keluarga Corleone, keluarganya yang paling lemah, tapi memiliki perlengkapan terbaik. Keluarga yang mengendalikan negara bagian New York, yang mengatur penyelundupan imigran Italia dari Kanada, seluruh perjudian di negara bagian itu, dan memiliki hak veto atas pemberian izin negara bagian untuk lintasan pacuan kuda, dikepalai Ottilio Cuneo. Ia pria manis dengan wajah bulat khas tukang roti yang periang, yang kegiatan sahnya adalah salah satu perusahaan susu besar. Cuneo orang yang menyayangi anak-anak dan sakunya selalu penuh permen dengan harapan bisa selalu menyenangkan salah satu dari banyak cucunya atau anak kecil para rekannya. Ia mengenakan topi fedora bundar dengan tepi ditekuk ke bawah seluruhnya seperti topi wanita, menyebabkan wajahnya yang berbentuk bulan tampak semakin lucu. Ia salah satu dari sedikit don yang tidak pernah ditangkap atau dicurigai atas kegiatannya yang sebenarnya. Begitu hebat ia dalam melakukan kegiatan sosial hingga dipilih sebagai "Pengusaha Negara Bagian New York Tahun Ini" oleh Kamar Dagang.

Sekutu paling dekat Keluarga Tattaglia adalah Don Emilio Barzini. Ia memiliki beberapa tempat perjudian di Brooklyn dan beberapa lagi di Queens. Ia juga memiliki usaha pelacuran. Ia memiliki usaha pemerasan dan menguasai seluruh Staten Island. Barzini memiliki usaha taruhan olahraga di Bronx dan Westchester. Ia aktif dalam bisnis narkotika. Hubungannya dengan Cleveland dan Pantai Barat sangat erat, dan ia salah satu dari sedikit orang yang cukup cerdas untuk menanam saham di Las Vegas dan Reno, kota-kota yang masih terbuka di Nevada. Ia juga memiliki saham di Miami Beach dan Kuba. Sesudah Keluarga Corleone, mungkin keluarganya yang terkuat di New York, dan dengan begitu di seluruh Amerika. Pengaruhnya bahkan menjangkau hingga Sisilia. Tangannya mencengkeram setiap bisnis yang melanggar hukum. Ia bahkan diisukan memiliki kekuasaan di Wall Street. Emilio Barzini mendukung Keluarga Tattaglia dengan uang dan pengaruh sejak perang dimulai. Ia memiliki ambisi menyingkirkan Don Corleone sebagai pernimpin Mafia yang terkuat dan paling dihormati di Amerika, dan mengambil alih kerajaan Corleone. Ia sangat mirip Don Corleone, tapi lebih modern, lebih maju, lebih serius dalam bisnis. Ia tidak pernah disebut Pete Kumis tua dan memiliki keyakinan para pemimpin yang lebih muda dan lebih berani yang tengah menanjak. Ia orang yang memiliki kekuatan pribadi yang dingin, sama sekali tidak memiliki kehangatan Don Corleone, dan mungkin saat ini ia yang paling "dihormati" dalam kelompok ini.

Yang datang paling akhir adalah Don Phillip Tattaglia, kepala Keluarga Tattaglia yang menantang langsung kekuasaan Corleone dengan mendukung Sollozzo, dan nyaris berhasil Tapi anehnya ia dianggap agak remeh oleh yang lain. Salah satu alasannya adalah mereka tahu ia membiarkan dirinya dikuasai Sollozzo, malah seperti kerbau yang dicocok hidungnya oleh tangan si Turki cerdik tersebut. Ia dianggap bertanggung jawab atas semua kerusuhan yang terjadi, keributan yang begitu memengaruhi kegiatan sehari-hari semua Keluarga New York. Ia juga pesolek berusia enam puluh tahun yang suka mengejar wanita. Dan ia memiliki cukup banyak kesempatan untuk menuruti kelemahannya. Sebab Keluarga Tattaglia menangani bisnis wanita. Usaha utamanya adalah pelacuran. Keluarganya juga mengendalikan sebagian besar kelab malam di Amerika Serikat dan bisa menempatkan bakat apa saja di seluruh negara. Phillip Tattaglia juga tidak segan-segan menggunakan pemerasan agar bisa mengendalikan penyanyi dan pelawak yang memiliki masa depan, serta ancaman terhadap perusahaan rekaman. Tapi pelacuran merupakan sumber utama penghasilan Keluarga.
Kepribadiannya tidak menyenangkan bagi orang-orang ini. Ia bersuara melengking, selalu mengeluh tentang pengeluaran bisnis keluarganya. Tagihan binatu, segala macam handuk, semuanya menggerogoti keuntungan usaha (tapi binatu yang menangani masalah itu merupakan usahanya sendiri). Gadis-gadisnya malas dan tidak stabil, kabur, bunuh diri. Munci-karinya curang, tidak jujur, dan sama sekali tidak memiliki loyalitas. Pembantu yang baik sulit didapat sekarang ini. Anak-anak muda berdarah Sisilia menolak pekerjaan seperti itu, menganggap menyelundupkan dan memukuli wanita tidak sesuai dengan kehormatan mereka; keparat-keparat yang bisa menggorok leher orang sambil menyanyi dan mengenakan palem Paskah di kelepak jas. Jadi Phillip Tattaglia meratap di hadapan para pendengar yang tidak bersimpati dan jijik terhadapnya. Lolongannya yang paling keras dicadangkan untuk pihak berwenang yang memiliki kekuasaan untuk mengizinkan atau membatalkan penjualan minuman keras untuk semua kelab malam dan kabaret miliknya. Ia bersumpah telah menjadikan lebih banyak miliuner daripada Wall Street dengan uang yang dibayarkannya kepada maling-maling yang memegang stempel resmi.

Dengan cara yang aneh, perang yang hampir dimenangkannya dari Keluarga Corleone tidak menyebabkan ia dihormati sebagaimana layaknya. Mereka mengetahui kekuatannya berasal dari Sollozzo, lalu dari Keluarga Barzini. Juga kenyataan bahwa walaupun memiliki keunggulan kejutan, ia tidak bisa meraih kemenangan mutlak, bukti yang mengurangi nilai dirinya. Seandainya ia lebih efisien, pasti semua kesulitan ini bisa dihindari. Kematian Don Corleone akan mengakhiri peperangan.

Karena mereka sama-sama kehilangan putra dalam perang di antara mereka sendiri, cukup pantas kalau Don Corleone dan Phillip Tattaglia saling menyapa hanya dengan mengangguk. Don Corleone menjadi pusat perhatian. Orang-orang mengamatinya untuk mencari tanda-tanda kelemahan pada dirinya akibat luka-luka dan kekalahannya. Yang membingungkan adalah mengapa Don Corleone meminta perdamaian sesudah kematian putra kesayangannya. Itu merupakan pengakuan kekalahan dan hampir bisa dipastikan akan mengakibatkan berkurangnya kekuasaannya. Tapi mereka akan segera mengetahui penjelasannya.

Setelah bertukar salam, minuman disajikan, dan hampir setengah jam berlalu, baru Don Corleone duduk di balik meja kayu walnut yang mengilap. Tanpa mencolok, Tom Hagen duduk di kursi yang terletak agak di kiri belakang Don Corleone. Ini merupakan isyarat bagi para don lain untuk duduk di sekeliling meja perundingan. Para asisten duduk di belakang mereka, consigliori tidak boleh terlalu jauh agar bisa menawarkan nasihat kalau diperlukan.

Don Corleone yang pertama kali berbicara dan ia bersikap seakan tidak terjadi apa pun. Seolah hatinya tidak sangat terluka akibat pembunuhan putra sulungnya, kerajaannya yang berantakan, keluarga pribadinya yang tersebar -Freddie di Pantai Barat di bawah perlindungan Keluarga Molinari dan Michael disembunyikan di Sisilia yang gersang. Ia berbicara, seperti sudah sewajarnya, dalam dialek Sisilia. "Aku ingin mengucapkan terima kasih atas kedatangan kalian semua," katanya. "Aku menganggap ini sebagai penghormatan yang diberikan khusus kepadaku dan aku merasa berutang budi kepada setiap orang dari kalian. Jadi aku akan mengatakan di awal pertemuan ini bahwa aku berada di sini bukan untuk bertengkar atau meyakinkan, tapi hanya untuk berbicara baik-baik dan sebagai orang berpikiran waras yang ingin melakukan segala yang mungkin bagi kita semua agar berpisah sebagai sahabat di tempat ini juga. Aku berjanji mengenai hal itu, dan beberapa orang di antara kalian yang mengenalku dengan baik mengetahui aku tidak akan mengumbar janji seenaknya. Ah, baiklah kita segera membicarakan bisnis. Kita semua yang ada di sini adalah orang-orang terhormat, kita tidak perlu saling memberi jaminan seakan kita pengacara."

Ia diam sejenak. Tidak ada yang membuka mulut. Beberapa orang mengisap cerutu, lainnya meneguk minuman. Semua orang ini pendengar yang baik, orang-orang yang sabar. Mereka juga memiliki persamaan lain. Mereka orang-orang yang langka, yang tidak mau menerima perintah dari masyarakat terorganisir, tidak mau diperintah orang lain. Tidak ada kekuatan apa pun, tidak ada manusia yang bisa memaksa mereka menuruti perintah orang lain kalau mereka sendiri tidak menghendakinya. Mereka orang-orang yang mempertahankan kemauan bebas mereka dengan kelicikan dan pembunuhan. Kemauan mereka hanya bisa ditundukkan kematian. Atau pertimbangan akal sehat yang absolut.

Don Corleone menghela napas. "Bagaimana keadaan bisa berkembang hingga sejauh ini?" tanyanya retoris. "Well, itu tidak menjadi masalah. Banyak sekali kebodohan yang terjadi. Sayang sekali, sama sekali tidak kita butuhkan. Tapi baiklah kuceritakan apa yang terjadi, seperti yang kulihat."

Ia diam sejenak untuk melihat apakah ada yang keberatan kalau ia bercerita dari sudut pandangnya. "Aku bersyukur pada Tuhan karena kesehatanku sudah pulih dan mungkin aku bisa ikut meluruskan masalah ini. Mungkin anakku terlalu bodoh, terlalu keras kepala. Aku tidak akan mengingkari kenyataan itu. Yah, baiklah kukatakan saja bahwa Sollozzo menemuiku karena urusan bisnis yang menyebabkan ia perlu meminta bantuan keuangan dan pengaruh padaku. Ia mengatakan membawa kepentingan Keluarga Tattaglia. Bisnis ini menyangkut narkotika, dan aku tidak tertarik. Aku orang yang menyukai ketenangan dan usaha seperti itu terlalu merepotkan menurutku. Kujelaskan ini pada Sollozzo, dengan segala penghormatan padanya dan Keluarga Tattaglia. Aku memberinya jawaban 'tidak' dengan segala kesopanan. Kukatakan bisnisnya tidak mengganggu bisnisku, bahwa aku tidak keberatan kalau ia mencari nafkah dengan cara itu. Tapi ia menerimanya dengan perasaan tidak senang dan mendatangkan kesialan pada kita semua. Well, begitulah hidup. Setiap orang di sini bisa menceritakan kesedihan masing-masing. Tapi bukan itu tujuanku."

Don Corleone terdiam dan memberi isyarat pada Hagen, meminta minuman dingin. Hagen memberinya dengan cepat. Don Corleone membasahi bibir. "Aku ingin mengadakan perdamaian," katanya. "Tattaglia sudah kehilangan seorang putra, aku juga kehilangan seorang putra. Kami seimbang. Akan jadi apa dunia ini kalau setiap orang terus menyimpan dendam dengan alasan apa pun? Itu dulu adat Sisilia, tempat kaum pria sibuk melakukan vendetta -pembalasan dendam- hingga tidak memiliki waktu untuk mencari sesuap nasi bagi keluarganya. Itu kebodohan. Jadi kukatakan sekarang, biarlah keadaan kembali seperti semula. Aku belum mengambil langkah apa pun untuk menyelidiki siapa yang berkhianat dan membunuh putraku. Mengingat perdamaian, aku tidak akan melakukannya. Aku memiliki anak yang tidak bisa pulang dan aku harus mendapat jaminan bahwa sesudah aku mengatur segala sesuatu agar ia bisa pulang dengan selamat, selanjutnya tidak boleh ada gangguan, tidak boleh ada bahaya dari pihak berwajib. Begitu masalah ini selesai, mungkin kita bisa membicarakan masalah lain yang menyangkut kepentingan kita, dan memberi kita masing-masing keuntungan hari ini." Corleone memberi isyarat tangan yang jelas dan sopan. "Hanya itu yang kuinginkan."

Ia menyampaikannya dengan sangat baik. Itulah Don Corleone yang lama. Berakal sehat. Ulet. Berbicara lunak. Tapi setiap orang di sana menyadari bahwa ia sudah memperoleh kembali kesehatan fisiknya, yang berarti ia tidak boleh disepelekan walaupun kemalangan menimpa Keluarga Corleone. Orang-orang menyadari ia mengatakan bisnis lain tidak akan berjalan sebelum perdamaian yang dimintanya diberikan. Mereka menyadari ia meminta status quo yang lama, bahwa ia tidak kehilangan apa pun meski mengalami kesialan terburuk selama setahun terakhir.

Namun Emilio Barzini yang menjawab Don Corleone, bukan Tattaglia. Kata-katanya singkat dan langsung pada tujuan tanpa mengandung kekasaran atau menyinggung perasaan. "Semua ini mungkin benar," kata Barzini. "Tapi ada sedikit lagi. Don Corleone terlalu rendah hati. Kenyataannya adalah Sollozzo dan Keluarga Tattaglia tidak bisa memasuki bisnis baru ini tanpa bantuan Don Corleone. Pada kenyataannya, ketidaksetujuannya merugikan mereka. Tentu saja itu bukan kesalahannya. Kenyataannya tetap bahwa para hakim dan politisi yang mau menerima kebaikan Don Corleone, bahkan dalam hal obat bius, tidak akan membiarkan diri mereka dipengaruhi siapa pun kalau mengenai narkotika. Sollozzo tidak bisa beroperasi kalau tak mendapat jaminan bahwa anak buahnya akan diperlakukan dengan baik. Kita semua mengetahui hal itu. Kalau tidak begitu, kita semua bakal sengsara. Dan sekarang sesudah mereka memperberat hukuman, para hakim dan jaksa penuntut makin sulit diajak tawar-menawar kalau orang kita terlibat masalah narkotika. Bahkan orang Sisilia yang dijatuhi hukuman penjara dua puluh tahun bisa melanggar omerta dan mengungkapkan seluruh isi kepalanya. Itu tidak bisa dibiarkan terjadi. Don Corleone yang mengendalikan semua aparat itu. Penolakannya untuk mengizinkan kita memanfaatkan hal itu bukan tindakan sahabat. Ia merebut rod dari mulut keluarga kita. Zaman sudah berubah, sekarang tidak lagi seperti dulu sewaktu sedap orang bisa bertindak sesuka hati. Kalau Corleone menguasai semua hakim di New York, ia harus berbagi dengan kita atau membiarkan orang lain memanfaatkan mereka. Tentu saja ia boleh minta imbalan untuk jasa itu, bagaimanapun kita bukan komunis. Tapi ia harus mengizinkan kita menimba air dari sumurnya. Masalahnya sesederhana itu."

Sesudah Barzini selesai berbicara, semua orang terdiam. Garis batas sudah ditarik, tidak ada yang bisa kembali ke status quo lama. Yang lebih penting adalah dengan mengungkapkan pendapatnya, Barzini mengatakan kalau perdamaian tidak tercapai, ia akan terang-terangan berpihak pada Tattaglia dalam perang melawan Corleone. Dan ia telah jelas-jelas menyatakan alasannya. Hidup dan nasib mereka tergantung pada apakah mereka saling membantu, dan penolakan terhadap permintaan sahabat merupakan tindakan agresi. Permintaan bantuan tidak diajukan sambil lalu dan dengan begitu tidak boleh ditolak seenaknya.

Don Corleone akhirnya menjawab. "Sahabat-sahabatku," katanya, "aku menolak bukan karena iri. Kalian semua mengenalku. Kapan aku pernah menolak memberi bantuan? Itu sama sekali bukan sifatku. Tapi kali ini aku terpaksa menolak. Kenapa? Karena menurutku masalah narkotika ini akan menghancurkan kita semua di tahun-tahun mendatang. Terlalu banyak yang menentang keras peredaran narkotika di negara kita. Masalah itu tidak seperti wiski atau perjudian atau bahkan wanita, yang diinginkan sebagian besar orang dan dilarang pezzonovante gereja dan pemerintah. Tapi narkotika berbahaya bagi setiap orang yang berhubungan dengannya. Itu bisa membahayakan semua bisnis lain."

***
 
BAB 20 b


"Dan kukatakan aku merasa tersanjung oleh keyakinan bahwa aku begitu berkuasa atas para hakim dan pejabat hukum, aku ingin sekali hal itu benar. Aku memang memiliki sedikit pengaruh, tapi tidak banyak orang yang selama ini menghormati nasihatku akan tetap menghormati aku kalau melibatkan narkotika dalam hubungan kami. Mereka takut terlibat dalam bisnis seperti itu dan memiliki keyakinan teguh terhadap hal tersebut. Bahkan polisi yang membantu kita dalam perjudian dan hal-hal lain akan menolak membantu kita dalam narkotika. Jadi meminta bantuanku dalam masalah ini sama seperti meminta aku mengkhianati diri sendiri. Tapi aku akan melakukannya kalau memang kalian menganggap tindakan seperti itu seharusnya diambil untuk membereskan masalah-masalah lain."

Sesudah Don Corleone berbicara, suasana jadi agak rileks dan dipenuhi bisik-bisik serta percakapan. Ia telah menyampaikan segi yang paling penting. Ia mau menawarkan perlindungannya kepada upaya bisnis terorganisir narkotika. Jadi ia menyetujui hampir seluruh usul Sollozzo yang semula kalau usul itu didukung seluruh kelompok yang hadir. Mereka memahami bahwa ia tidak akan berperan aktif dalam tahap operasional, ia juga tidak akan menginvestasikan uangnya. Ia hanya akan menggunakan pengaruhnya untuk melindungi mereka dari aparat hukum. Tapi itu sudah merupakan konsesi yang luar biasa besar.

Don dari Los Angeles, Frank Falcone, berkata, "Tidak ada cara untuk menghentikan anak buah kami melakukan bisnis itu. Mereka melakukannya atas kemauan sendiri dan terlibat kesulitan. Terlalu banyak uang yang terlibat hingga orang sulit menolak Jadi akan lebih berbahaya lagi kalau kita tidak terlibat. Setidaknya kalau kita yang mengendalikan, kita bisa mengurusnya lebih baik, mengorganisir bisnis itu lebih baik, memastikan usaha itu tidak akan menimbulkan terlalu banyak masalah. Terlibat dalam bisnis itu tidaklah terlalu buruk, harus ada organisasi, harus ada kendali, harus ada perlindungan. Kita tidak boleh membiarkan setiap orang berkeliaran dan bertindak seenaknya seperti sekelompok anarkis."

Don dari Detroit, yang lebih bersikap ramah pada Corleone daripada yang lain, sekarang juga berbicara menentang sahabatnya, demi akal sehat. "Aku tidak menyukai narkotika," katanya. "Selama bertahun-tahun aku membayar ekstra anak buahku agar mereka tidak melakukan bisnis itu. Tapi tidak ada gunanya, tindakan tersebut tidak menghalangi mereka. Ada yang datang menemui mereka dan berkata, 'Aku punya bubuk, kalau kau menginvestasikan tiga, empat ribu dolar, kita bisa mendapat lima puluh ribu untuk dibagi-bagi.' Siapa yang bisa menolak keuntungan sebesar itu? Dan mereka begitu sibuk dengan bisnis sampingan sehingga mengabaikan pekerjaan yang seharusnya mereka lakukan dengan kubayar. Lebih banyak uang dalam narkotika. Dan makin lama uang itu makin banyak. Tidak ada cara untuk menghentikannya sehingga kita harus mengendalikan bisnis itu dan menjadikannya bisnis terhormat. Aku tidak ingin bisnis tersebut dilakukan dekat sekolah, aku tidak mau barang itu dijual kepada anak-anak. Itu infamita. Aku telah berusaha membatasi peredaran barang itu di kotaku, hanya di kalangan kulit hitam, kulit berwarna. Mereka pelanggan yang paling baik, tidak terlalu merepotkan, dan bagaimanapun memang seperti binatang. Mereka tidak menghormati istri, keluarga, atau diri sendiri. Biar saja mereka kehilangan jiwa karena narkotika. Tapi harus ada tindakan, kita tidak boleh membiarkan orang berbuat seenaknya dan menyulitkan."

Pidato don dari Detroit itu diterima dengan bisik-bisik menyetujui. Ia memukul paku tepat pada kepalanya. Orang bahkan tidak bisa membayar orang lain untuk mencegahnya terjun ke bisnis narkotika. Sedangkan komentar tentang anak-anak, itu merupakan pertimbangan akal sehatnya yang terkenal, hatinya yang penuh kasih sayang berbicara. Lagi pula, siapa yang mau menjual narkotika kepada anak-anak? Dari mana anak-anak mendapatkan uangnya? Komentarnya tentang orang-orang kulit berwarna, itu bahkan tidak didengar. Orang Negro sama sekali tidak penting, tak memiliki kekuatan apa pun. Bahwa mereka membiarkan masyarakat melindas mereka menjadi debu membuktikan mereka tidak penting, dan bahwa ia membicarakan mereka membuktikan don dari Detroit ini memiliki pikiran yang selalu cenderung ke hal-hal yang tidak relevan. Semua don berbicara. Semua menganggap peredaran narkotika buruk dan bisa menimbulkan kesulitan-kesulitan, tapi sependapat bahwa tidak ada cara untuk mengendalikannya. Tapi uang yang bisa dihasilkan dari bisnis ini begitu besar, dengan demikian akan selalu ada orang yang berani melakukan apa saja untuk melibatkan diri di dalamnya. Itulah sifat manusia.

Akhirnya kata sepakat tercapai. Peredaran narkotika diizinkan dan Don Corleone harus memberikan perlindungan hukum di Pantai Timur. Semua orang memahami bahwa Keluarga Barzini dan Keluarga Tattaglia akan melakukan hampir semua operasi berskala besar. Dengan diselesaikannya masalah ini, konferensi bisa dilanjutkan untuk membahas masalah-masalah lain dengan kepentingan lebih luas. Banyak masalah rumit yang harus dipecahkan. Disepakati bahwa Las Vegas dan Miami akan menjadi kota terbuka tempat Keluarga mana saja bisa beroperasi. Mereka semua mengakui keduanya merupakan kota masa depan. Juga disepakati bahwa kekerasan tidak boleh terjadi di kota-kota ini dan semua jenis penjahat kelas teri tidak boleh diberi kesempatan. Mereka sepakat bahwa pada saat-saat krisis, dalam eksekusi yang perlu dilakukan tapi mungkin akan menimbulkan kemarahan hebat masyarakat, eksekusi harus terlebih dulu disetujui dewan ini Semua orang setuju bahwa orang-orang kunci dan para prajurit harus dicegah melakukan kekerasan dan balas dendam terhadap sesamanya dalam masalah pribadi. Mereka juga sependapat bahwa Keluarga-Keluarga harus saling membantu kalau diminta, seperti menyediakan algojo, bantuan teknis dalam tindakan-tindakan tertentu seperti menyuap juri, yang dalam beberapa kasus sangat vital. Semua pembicaraan ini, yang dilakukan secara tidak formal, dengan penuh keramah-tamahan, dan pada tingkat tinggi, memakan waktu lama dan disela makan siang serta minuman dari bar.

Akhirnya Don Barzini berusaha mengakhiri pertemuan. "Jadi itulah seluruh masalahnya," katanya. "Kita sudah mencapai perdamaian dan izinkan aku menyampaikan rasa hormat kepada Don Corleone, yang kita semua kenal selama bertahun-tahun sebagai orang yang selalu menepati janji. Kalau ada perselisihan lain, kita bisa bertemu lagi, kita tidak perlu bertindak bodoh lagi. Menurutku jalannya baru dan mulus. Aku gembira semua sudah beres."

Hanya Phillip Tattaglia yang masih gelisah. Pembunuhan Santino Corleone menjadikan dirinya paling rawan dalam kelompok kalau perang pecah kembali. Ia berbicara panjang-lebar untuk pertama kalinya. "Aku sudah menyetujui segala sesuatunya di sini, dan bersedia melupakan musibah yang menimpaku. Tapi aku ingin mendengar jaminan yang mantap dari Corleone. Apakah ia akan berusaha membalas dendam? Sesudah waktu berlalu dan kedudukannya mungkin menjadi lebih kuat, apakah ia akan melupakan sumpah bahwa kami bersahabat? Bagaimana aku tahu bahwa dalam waktu tiga atau empat tahun lagi ia tidak akan merasa dirinya mendapat perlakuan tidak adil, terdorong untuk melupakan perjanjian ini dan merasa bebas untuk melanggarnya? Apakah kami harus saling berjaga-jaga sepanjang waktu? Ataukah kami benar-benar bisa bergerak leluasa dengan pikiran tenang? Bersediakah Corleone memberi kami jaminan sebagaimana sekarang aku memberi jaminanku sendiri?"

Pada waktu itulah Don Corleone menyampaikan pidato yang akan dikenang hingga lama sekali, dan sebagai negarawan paling berwawasan luas di antara mereka semua, begitu penuh akal sehat, begitu langsung dari hati nurani -dan langsung ke permasalahan. Dalam pidatonya ia mengabadikan ungkapan yang menjadi terkenal seperti istilah Tirai Besi bikinan Churchill, walau baru diketahui umum lebih dari sepuluh tahun kemudian.

Untuk pertama kalinya ia berdiri untuk berpidato di depan dewan. Tubuhnya pendek dan agak kurus karena "sakit". Usianya yang sudah enam puluh tahun lebih memang kelihatan, tapi tidak diragukan lagi bahwa ia sudah memperoleh kembali semua kekuatannya yang dulu, dan memiliki semua kecerdasannya. "Manusia macam apa kita ini, kalau kita tidak memiliki akal sehat," katanya. "Kita semua tidak lebih daripada hewan di hutan kalau kita bersifat seperti itu. Tapi kita memiliki akal sehat, kita bisa bertukar pikiran, dan bisa berpikir sendiri. Untuk apa aku memulai semua kesulitan lagi, semua kekejaman dan kerusuhan? Putraku sudah meninggal dan itu musibah yang harus kutanggung, tanpa memaksa dunia tidak bersalah di sekitarku ikut menderita karenanya. Jadi dengan ini kukatakan, demi kehormatanku, bahwa aku tidak akan berusaha membalas dendam, aku tidak akan menyelidiki apa yang terjadi. Aku akan pergi dari sini dengan hati tulus."

"Menurutku kita harus selalu mempertimbangkan kepentingan kita. Kita semua tidak mau menjadi orang bodoh, tidak mau menjadi boneka yang menari-nari di ujung tali yang ditarik orang yang ada di atas kita. Kita beruntung karena hidup di negara ini. Anak-anak kita mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Beberapa orang di antara kalian memiliki anak yang menjadi dosen, ilmuwan, musisi, dan kalian sekalian beruntung. Mungkin cucu kalian kelak akan menjadi pezzonovanti. Tidak ada seorang pun di antara kita di sini yang ingin melihat anak-anak kita mengikuti jejak kita, ini kehidupan yang terlalu keras. Mereka bisa menjadi seperti orang-orang lain, kedudukan dan kesejahteraan mereka diperoleh berkat keberanian kita. Sekarang aku sudah punya cucu dan kuharap anak-anak mereka pada suatu hari nanti, siapa tahu, ada yang menjadi gubernur, menjadi presiden, tidak ada yang mustahil di Amerika sini. Tapi kita harus maju seiring dengan waktu. Sudah berlalu masa untuk senjata, pembunuhan, dan pembantaian. Kita harus cerdik sebagaimana layaknya orang bisnis, uangnya lebih banyak dan lebih baik bagi anak-cucu kita."

"Sedangkan mengenai perbuatan kita sendiri, kita tidak bertanggung jawab pada kaliber .90, pezzonovanti yang menetapkan dirinya sebagai orang yang memutuskan apa yang harus kita lakukan dengan hidup kita, yang menyatakan perang yang harus kita jalani, dan memaksa kita melindungi apa yang menjadi milik mereka. Siapa yang mengatakan kita harus mematuhi hukum yang mereka buat untuk kepentingan mereka dan menyengsarakan kita? Jadi siapa mereka, mencampuri kita mengurus kepentingan kita sendiri? Sonna cosa nostra," kata Don Corleone, "ini urusan kita sendiri. Kita akan mengurus dunia kita untuk diri kita sendiri karena itu dunia kita, cosa nostra. Jadi kita harus bersatu padu untuk menjaga diri terhadap orang luar yang ingin campur tangan. Kalau tidak, mereka akan mencocok hidung kita seperti mereka mencocok hidung berjuta-juta orang Napoli dan orang Italia lain di negara ini."

"Karena alasan inilah aku melepaskan pembalasan dendam untuk anakku yang sudah mati, demi kebaikan bersama. Aku bersumpah sekarang bahwa selama aku bertanggung jawab atas tindakan keluargaku, tidak akan ada jari yang diangkat untuk mencelakakan siapa pun di sini tanpa penyebab yang adil dan provokasi yang maksimal. Aku bersedia mengorbankan kepentingan komersialku demi kebaikan bersama. Inilah janjiku, inilah kehormatanku, banyak di antara kalian yang mengetahui aku tidak pernah mengingkari janji dan mengkhianati kehormatanku.

"Tapi aku memiliki kepentingan pribadi. Putra bungsuku terpaksa melarikan diri, karena dituduh membunuh Sollozzo dan kapten polisi. Sekarang aku harus menyusun rencana agar ia bisa pulang dengan selamat, dan dibebaskan dari semua tuduhan palsu itu. Itu urusanku dan aku akan menyusun rencana tersebut. Mungkin aku harus menemukan siapa pelaku sesungguhnya, atau mungkin aku harus meyakinkan pihak berwajib bahwa putraku tidak bersalah, mungkin saksi dan informan harus mengakui kebohongan mereka. Tapi sekali lagi kukatakan ini merupakan urusanku sendiri dan aku yakin akan bisa membawa pulang putraku."

"Tapi kukatakan ini. Aku orang yang memercayai takhayul, kekurangan yang menggelikan tapi harus kuakui di sini. Dan begitulah, kalau ada kesialan yang menimpa putra bungsuku, kalau ada polisi yang kebetulan menembaknya, kalau ia gantung diri dalam sel tahanannya, kalau ada saksi baru yang tampil untuk menyatakan kesalahannya, takhayul yang kupercayai akan menyebabkan aku merasa kejadian itu merupakan akibat pikiran jahat yang masih dirasakan terhadapku oleh seseorang di sini. Kulanjutkan. Seandainya putraku disambar petir, aku akan menyalahkan seseorang di sini Kalau pesawatnya jatuh ke laut atau kapal yang ditumpanginya tenggelam ditelan ombak lautan, seandainya ia terserang demam yang mematikan, kalau mobil yang dikendarainya tertabrak kereta api, kepercayaanku pada takhayul begitu dalam sehingga aku akan menyalahkan pikiran jahat orang-orang yang ada di sini. Saudara-saudara sekalian, pikiran jahat itu, kesialan-kesialan itu, tidak bisa kumaafkan. Tapi lepas dari semua itu, aku bersumpah demi jiwa cucu-cucuku tidak akan merusak perdamaian yang sudah kita sepakati. Bagaimanapun, bukankah kita lebih baik daripada pezzonovanti yang membunuh jutaan orang hingga tak terhitung jumlahnya dalam hidup kita?"

Sesudah mengatakan semua ini Don Corleone beranjak dari kursinya dan melangkah ke tempat duduk Tattaglia. Don Phillip Tattaglia berdiri untuk menyambutnya dan kedua pria tersebut berpelukan, saling mencium pipi. Semua don lain dalam ruangan bertepuk tangan dan berdiri untuk berjabatan serta memberikan selamat kepada Don Corleone dan Don Tattaglia untuk persahabatan mereka yang baru. Mungkin persahabatan mereka bukanlah yang paling hangat di dunia, mereka tidak akan saling mengucapkan selamat atau mengirim hadiah Natal, tapi setidaknya mereka tidak akan saling membunuh. Itu sudah merupakan persahabatan yang cukup baik di dunia ini, sudah memenuhi apa yang dibutuhkan.

Karena putranya Freddie berada di bawah perlindungan Keluarga Molinari di Pantai Barat, Don Corleone bercakap-cakap dengan don San Francisco itu sesudah pertemuan berakhir, untuk berterima kasih padanya. Molinari berbicara cukup banyak sehingga Don Corleone dapat menarik kesimpulan bahwa Freddie kerasan di sana, cukup bahagia dan disayangi kaum wanita. Tampaknya ia juga memiliki keahlian mengelola hotel. Don Corleone menggeleng takjub, sebagaimana yang dilakukan banyak ayah kalau diberitahu mengenai bakat yang tidak pernah diimpikannya ada dalam diri anaknya. Bukankah benar bahwa musibah yang terburuk mendatangkan imbalan yang tidak terduga? Mereka berdua sependapat itu benar.

Sementara itu Corleone menyatakan dengan jelas kepada don San Francisco bahwa ia sangat berutang budi atas jasa yang diberikannya dengan melindungi Freddie. Ia memberitahu akan menggunakan pengaruhnya agar wikipedia hasil pacuan kuda selalu bisa diterima anak buahnya, tidak peduli apa pun perubahan dalam struktur kekuasaan di tahun-tahun mendatang. Itu merupakan jaminan yang sangat penting karena perebutan fasilitas itu merupakan luka terbuka yang timbul karena kenyataan bahwa orang-orang Chicago turut campur dalam hal itu. Tapi Don Corleone bukan tanpa pengaruh bahkan di wilayah biadab itu, dan janjinya merupakan hadiah emas.

Sesudah sore barulah Don Corleone, Tom Hagen, dan sopir sekaligus pengawal, yang kebetulan adalah Rocco Lampone, tiba di kompleks Long Beach.

Sewaktu mereka masuk ke rumah, Don berkata pada Hagen, "Sopir kita, orang yang bernama Lampone itu, sebaiknya kauawasi. Ia orang yang layak mendapat lebih baik, menurutku."

Hagen keheranan mendengar komentar itu. Lampone tidak mengucapkan sepatah kata pun sepanjang hari, bahkan tidak pernah melirik kedua orang yang duduk di kursi belakang. Ia membukakan pintu bagi Don, mobil sudah berada di depan bank sewaktu mereka keluar, melakukan segala sesuatu dengan benar, tapi tidak lebih daripada yang bisa dilakukan sopir terlatih mana pun.

Jelas sekali mata Don telah melihat apa yang tidak bisa dilihatnya sendiri.

Don mengizinkan Hagen pulang dan memerintahkannya kembali ke rumah sesudah makan malam. Tapi ia tak perlu buru-buru dan harus beristirahat dulu karena mereka akan melewatkan malam yang panjang dengan berbicara. Ia juga meminta Hagen memberitahu Clemenza dan Tessio agar datang. Mereka harus datang pukul sepuluh malam, jangan sebelumnya. Hagen harus memberikan pengarahan kepada Clemenza dan Tessio mengenai apa yang terjadi dalam pertemuan sore tadi.

Pada pukul sepuluh malam Don menunggu kedatangan ketiga orang itu di kantornya, di ruangan sudut rumah dengan perpustakaan hukum dan telepon khusus. Ada baki berisi botol-botol wiski, es, dan air soda. Don menyampaikan instruksinya. "Kita mencapai perdamaian tadi sore," katanya. "Aku memberikan janji dan kehormatanku, dan itu mestinya sudah cukup bagi kalian. Tapi teman-teman kita tidak terlalu bisa dipercaya, jadi kita harus tetap waspada. Kita tidak menginginkan kejutan-kejutan kecil lagi." Lalu Don berpaling pada Hagen. "Kau sudah membebaskan sandera Bocchicchio
itu?"

Hagen mengangguk. "Kutelepon Clemenza begitu tiba di rumah."

Corleone berpaling kepada Clemenza yang gendut. Caporegime itu mengangguk. "Mereka sudah kubebaskan. Katakan, Godfather, mungkinkah orang Sisilia bisa sebodoh yang pura-pura dilakukan Keluarga Bocchicchio?"

Don Corleone tersenyum tipis. "Mereka cukup pandai untuk memiliki kehidupan yang baik. Kenapa orang perlu lebih pandai dari itu? Bukan Keluarga Bocchicchio yang menyebabkan kesulitan di dunia ini. Tapi memang benar, mereka tidak memiliki otak Sisilia."

Mereka semua dalam suasana santai, perang telah berakhir. Don Corleone sendiri yang mencampur minuman dan memberi masing-masing orang segelas. Don menghirup minumannya perlahan-lahan dan menyulut cerutu.

"Aku tak ingin ada tindakan apa pun untuk menyelidiki apa yang terjadi pada Sonny, itu sudah terjadi dan harus dilupakan. Kuminta kerja sama dengan keluarga-keluarga lain, bahkan seandainya mereka menjadi agak serakah dan kita tidak mendapat bagian yang seharusnya dari semua kegiatan. Aku ingin tak ada yang merusak perdamaian biarpun ada yang memprovokasi, sampai kita dapat menemukan cara untuk membawa Michael pulang. Dan aku mau hal itu menjadi prioritas pertama dalam pikiran kalian. Ingat ini, saat ia pulang, ia harus pulang dengan keamanan mutlak. Yang kumaksud bukan gangguan Keluarga Tattaglia atau Keluarga Barzini. Yang mengganggu pikiranku adalah polisi. Tentu saja kita bisa menyingkirkan bukti sungguhan yang memberatkan dirinya; pelayan restoran itu tidak akan memberikan kesaksian, demikian juga orang yang melihat atau pengawal atau siapa pun. Yang paling tidak perlu kita khawatirkan adalah bukti sungguhan, karena kita mengetahuinya. Yang harus kita khawatirkan adalah kalau polisi menjebak kita dengan bukti palsu karena informan mereka memastikan bahwa Michael Corleone adalah orang yang membunuh kapten mereka. Baiklah. Kita harus menuntut Lima Keluarga melakukan apa saja dalam kekuasaan mereka untuk mengoreksi keyakinan kepolisian ini. Semua informan mereka yang bekerja sama dengan polisi harus mengarang cerita baru. Kurasa setelah pidatoku sore tadi, mereka akan mengerti bahwa mereka berkepentingan juga melakukan itu. Tapi itu saja tidak cukup. Kita harus melakukan sesuatu yang istimewa sehingga Michael tidak perlu meresahkan hal itu lagi. Kalau tidak, tak ada gunanya ia kembali ke negara ini. Jadi marilah kita semua memikirkan masalah ini. Inilah persoalan yang paling penting."

"Nah, setiap orang boleh melakukan satu kebodohan dalam hidupnya. Aku juga punya kebodohan. Aku ingin semua tanah di sekeliling kompleks dibeli, rumah-rumah juga. Aku tidak ingin ada orang yang bisa melihat halamanku dari jendelanya, dari tempat sejauh satu mil sekalipun. Aku mau ada pagar mengelilingi kompleks dan aku ingin kompleks terlindungi total sepanjang waktu. Aku ingin ada gerbang di pagar itu. Singkatnya, sekarang aku mau hidup dalam benteng. Aku ingin memberitahu kalian sekarang bahwa aku tidak akan pergi bekerja ke kota lagi. Aku akan setengah pensiun. Aku merasakan dorongan untuk bekerja di kebun, membuat anggur saat buahnya dipanen. Aku ingin hidup di dalam rumahku. Satu-satunya saat aku meninggalkan rumah adalah sewaktu berlibur atau menemui orang untuk bisnis yang sangat penting, dan pada waktu itu aku ingin diambil langkah-langkah penjagaan. Jangan salah menerima kata-kataku. Aku tidak mempersiapkan apa pun. Aku hanya bersikap bijaksana. Aku selamanya bijaksana, aku sama sekali tidak menyukai kecerobohan dalam hidup. Wanita dan anak-anak boleh ceroboh, tapi pria sama sekali tidak boleh. Santai saja dalam melaksanakan segala hal ini, jangan mengadakan persiapan dengan panik sehingga menakutkan teman-teman kita. Ini bisa dilakukan dengan cara yang tampak wajar.

"Mulai sekarang aku akan menyerahkan lebih banyak urusan ke kalian masing-masing. Aku ingin regime Santino dibubarkan dan anak buahnya ditempatkan dalam regime kalian. Itu akan meyakinkan teman-teman kita dan menunjukkan aku benar-benar menginginkan perdamaian. Tom, kuminta kau mengumpulkan orang untuk pergi ke Las Vegas dan memberi aku laporan penuh mengenai apa yang terjadi di sana. Ceritakan padaku tentang Fredo, apa sebenarnya yang terjadi di sana. Kudengar aku tidak akan bisa mengenali anakku lagi. Tampaknya ia sekarang suka bersenang-senang dengan gadis muda melebihi yang seharusnya dilakukan pria dewasa. Well, ia selalu terlalu serius sewaktu masih kecil dan tidak pernah cocok untuk bisnis Keluarga. Tapi kita selidiki apa yang benar-benar bisa kita lakukan di sana."

Hagen berkata pelan, "Boleh kita kirim menantumu? Lagi pula, Carlo asli dari Nevada, ia mengenal semua jalan di sana."

Don Corleone menggeleng. "Tidak, istriku akan kesepian di sini tanpa seorang pun anaknya. Aku ingin Constanzia dan suaminya pindah ke salah satu rumah di kompleks. Aku ingin Carlo diberi pekerjaan yang penuh tanggung jawab, mungkin selama ini aku terlalu keras padanya, dan..." Don Corleone meringis, "aku kekurangan anak laki-laki. Keluarkan ia dari perjudian dan tempatkan ia dalam serikat buruh agar bisa melakukan pekerjaan administrasi dan banyak omong. Ia pandai bicara." Ada sedikit nada jengkel dalam suara Don.

Hagen mengangguk. "Oke, aku dan Clemenza akan meneliti semua orang dan mengumpulkan mereka jadi kelompok untuk tugas Las Vegas. Kau ingin Freddie kupanggil pulang beberapa hari?"

Don menggeleng. Ia berkata tegas, "Untuk apa? Istriku masih mampu memasak untuk kami. Biar saja ia tetap di sana."

Ketiga pria itu gelisah di tempat duduk. Mereka baru menyadari Freddie begitu tidak disukai ayahnya dan mereka mencurigai sikap itu karena alasan yang tidak mereka ketahui.

Don Corleone menghela napas. "Aku berharap bisa menanam paprika hijau dan tomat yang bagus di kebunku tahun ini, lebih daripada yang bisa kami makan. Aku akan menghadiahkannya pada kalian. Aku ingin sedikit ketenangan, sedikit kedamaian dan ketentraman di usia tuaku. Well, hanya itu. Minumlah lagi kalau kalian mau."

Itu isyarat pengusiran. Mereka semua berdiri. Hagen menyertai Clemenza dan Tessio ke mobil dan mengatur pertemuan dengan mereka untuk menjajaki perincian operasional yang akan dilakukan agar sesuai keinginan Don. Lalu ia kembali ke rumah tempat ia tahu Don Corleone tengah menunggunya.

Don sudah menanggalkan jas dan membuka dasi serta berbaring di sofa. Wajahnya yang keras sekarang tampak mengendur menjadi kerut-kerut kelelahan. Ia melambai untuk menyuruh Hagen duduk di kursi dan berkata, "Well, Consigliori, adakah tindakanku yang tidak kausetujui hari ini?"

Hagen tidak segera menjawab. "Tidak," katanya. "Tapi aku menganggapnya tidak konsisten, atau tidak sesuai dengan sifatmu. Kau mengatakan tidak ingin menyelidiki bagaimana Santino dibunuh dan tidak menginginkan pembalasan. Aku tidak percaya. Kau memberikan janji perdamaian, jadi kau akan mempertahankan perdamaian, tapi aku tidak percaya kau rela memberikan kemenangan yang agaknya mereka peroleh hari ini kepada musuhmu. Kau membuat teka-teki besar yang tidak bisa kupecahkan, jadi bagaimana aku bisa menyetujui atau menolaknya?"

Ekspresi puas terpancar di wajah Don. "Well, kau mengenalku lebih baik daripada semua orang lainnya. Walau kau bukan orang Sisilia, aku sudah menjadikan dirimu orang Sisilia. Semua yang kaukatakan itu benar, tapi ada sebuah pemecahan dan kau akan memahaminya sebelum semuanya selesai. Kau sependapat bahwa setiap orang harus mempercayai kata-kataku dan aku akan menepati janjiku. Tapi, Tom, yang paling penting adalah kita harus mengusahakan kepulangan Michael secepat mungkin. Jadikan itu prioritas utama dalam pikiran dan pekerjaanmu. Jelajahi semua lorong hukum, aku tidak peduli berapa banyak uang yang akan kaukeluarkan. Semua harus aman saat ia pulang nanti. Hubungi pengacara pidana terbaik. Akan kuberi kau nama hakim-hakim yang akan berdiskusi denganmu secara pribadi. Sebelum itu kita harus menjaga diri dari semua pengkhianatan."

Hagen berkata, "Seperti dirimu, aku tidak terlalu mengkhawatirkan bukti-bukti sebenarnya dibandingkan bukti-bukti yang akan mereka ciptakan. Juga beberapa teman polisi itu bisa membunuh Michael sesudah ia ditangkap. Mereka bisa membunuhnya di dalam sel tahanan atau memerintahkan salah seorang narapidana melakukannya. Menurut pandanganku, kita bahkan tak boleh membiarkan ia sampai ditahan atau didakwa."

Don Corleone mendesah. "Aku tahu, aku tahu. Itu masalahnya. Tapi kita tidak boleh mengulur waktu terlalu lama. Ada masalah di Sisilia. Orang-orang muda di sana tidak lagi mendengar perkataan orang tua dan banyak pria yang dideportasi dari Amerika melampaui kemampuan para don kuno menanganinya. Michael bisa terjebak di antara pihak-pihak yang bertentangan. Aku sudah mengambil langkah jaga-jaga terhadap hal itu dan kamuflasenya masih cukup baik, tapi kamuflase tidak bisa bertahan selamanya. Itu salah satu alasanku mengadakan perdamaian. Barzini memiliki teman-teman di Sisilia dan mereka sudah mulai mengendus-endus jejak Michael. Itu memberimu salah satu jawaban teka-tekimu. Aku harus mengadakan perdamaian untuk memastikan keselamatan putraku. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan."

Hagen tidak membuang waktu bertanya pada Don bagaimana ia bisa mendapatkan informasi itu. Ia bahkan tidak merasa heran, dan memang benar bahwa penjelasan itu memecahkan sebagian teka-tekinya. "Kalau kelak aku bertemu orang-orang Tattaglia untuk memastikan rinciannya, haruskah aku mendesak agar semua perantara narkotika ini bersih? Hakim-hakim akan agak tidak enak memberikan hukuman ringan pada orang yang memiliki catatan kejahatan."

Don Corleone mengangkat bahu. "Mereka seharusnya cukup cerdas untuk memikirkan hal itu sendiri. Singgung saja, tapi jangan mendesak. Kita akan berusaha sebaik-baiknya, tapi kalau mereka menggunakan kriminal dan ia tertangkap, kita tidak akan mengambil tindakan apa pun. Kita hanya akan mengatakan tak ada yang bisa kita lakukan. Tapi Barzini tahu itu tanpa perlu diberitahu. Perhatikan bagaimana ia tidak pernah melibatkan diri dalam masalah ini. Orang mungkin mengira ia tak peduli. Ia orang yang tidak pernah terjebak di pihak yang kalah."

Hagen terkejut. "Maksudmu selama ini ia di belakang Sollozzo dan Tattaglia?"

Don Corleone menghela napas. "Tattaglia banci. Ia tidak akan bisa mengalahkan Santino. Itu sebabnya aku tidak perlu mengetahui apa yang terjadi. Sudah cukup kalau aku mengetahui Barzini turut campur dalam masalah itu."

Hagen merenungkan masalah itu. Don memberinya petunjuk, tapi ada bagian sangat penting yang dilewatkannya. Hagen mengetahui apa itu, tapi ia mengerti bahwa tidak pada tempatnya kalau ia bertanya. Ia mengucapkan selamat malam dan berbalik pergi. Tapi Don yang menutup pembicaraan.

"Ingat, gunakan seluruh kepandaianmu untuk merencanakan kepulangan Michael," kata Don. "Dan satu hal lagi. Aturlah dengan orang telepon supaya setiap bulan aku mendapat laporan mengenai semua hubungan telepon, yang dikirim dan diterima, oleh Clemenza dan Tessio. Aku sama sekali tidak mencurigai mereka. Aku berani bersumpah mereka tidak akan mengkhianati diriku. Tapi tidak ada ruginya mengetahui setiap hal kecil yang mungkin akan membantu kita sebelum terjadi apa-apa."

Hagen mengangguk dan keluar. Ia bertanya-tanya dalam hati apakah Don juga mengawasi dirinya dengan satu atau lain cara, lalu merasa malu dengan kecurigaannya. Tapi sekarang ia yakin bahwa dalam pikirannya yang tidak kentara dan rumit, Godfather memulai rencana jangka panjang yang menyebabkan kejadian hari ini tidak lebih daripada kemunduran taktis. Dan ada fakta kelam yang tidak disebut-sebut siapa pun, yang ia sendiri pun tidak berani menanyakannya, yang diabaikan Don Corleone. Semua menunjuk pada suatu hari di masa depan ketika perhitungan dilakukan.

***
 
BAB 21


Tapi hampir setahun kemudian barulah Don Corleone bisa mengatur agar Michael diselundupkan kembali ke Amerika Serikat. Selama itu seluruh Keluarga memeras otak untuk menyusun rencana yang sesuai. Bahkan Carlo pun didengar pendapatnya sekarang, sesudah ia tinggal di dalam kompleks bersama Connie. (Dalam waktu itu mereka mendapat anak kedua, laki-laki.) Tapi tidak satu pun dari semua rencana itu yang mendapat persetujuan Don.
Akhirnya Keluarga Bocchicchio, karena nasib sial, yang memecahkan masalah itu. Ada seorang Bocchicchio, sepupu muda yang berusia tidak lebih dari 25 tahun, bernama Felix, yang lahir di Amerika dan memiliki otak yang lebih cerdas daripada siapa pun dalam keluarga itu. Ia menolak ikut serta dalam bisnis Keluarga mengangkut sampah dan menikah dengan gadis manis Amerika keturunan Inggris untuk lebih memperlebar jurang dengan keluarganya. Ia bersekolah di malam hari untuk menjadi ahli hukum, dan bekerja di siang hari sebagai juru tulis di kantor pos. Selama waktu itu ia mendapat tiga anak, tapi istrinya ibu rumah tangga yang bijaksana sehingga mereka bisa hidup dari gajinya sampai ia mendapat gelar sarjana hukum.
Well, seperti anak muda pada umumnya, Felix Bocchicchio berpikir bahwa setelah berjuang untuk menyelesaikan pendidikan dan menguasai bidangnya, otomatis ia akan mendapat imbalan dan bisa hidup lebih layak. Tapi ternyata tidak begitu kenyataannya. Dengan sikap yang tetap tinggi hati, ia menolak semua bantuan keluarganya. Tapi temannya sesama ahli hukum, pemuda yang memiliki koneksi baik dan karier yang berkembang di biro hukum besar, membujuk Felix agar membantunya.

Masalahnya sangat rumit, tampak sah, dan ada hubungannya dengan penipuan kepailitan. Masalah seperti itu kemungkinan ketahuannya sejuta banding satu. Felix Bocchicchio mengambil risiko. Karena penipuan itu menggunakan ilmu hukum yang dipelajarinya di universitas, tampaknya tidak bercela, dan dengan cara yang aneh bahkan tidak seperti tindak kejahatan.
Untuk menyingkat kisah tolol ini, ternyata penipuan itu terungkap. Ahli hukum teman Felix tidak mau menolongnya dengan cara apa pun, bahkan tidak sudi menerima teleponnya. Kedua pelaku utama dalam penipuan ini, para pengusaha paro baya yang cerdik, menimpakan kesalahan pada Felix yang dianggap bodoh sehingga rencana mereka gagal. Mereka mengaku bersalah dan bekerja sama dengan pemerintah, menyebut Felix Bocchicchio sebagai pemimpin penipuan dan menyatakan ia menggunakan kekerasan untuk mengendalikan bisnisnya serta memaksa mereka bekerja sama dengannya dalam rencana busuknya. Kesaksian pun diberikan, menghubungkan Felix dengan para paman dan sepupu dalam Keluarga Bocchicchio yang memiliki catatan kejahatan untuk pemerasan, dan bukti ini sangat memberatkan. Kedua pengusaha itu bebas dengan penangguhan hukuman. Felix Bocchicchio dijatuhi hukuman satu hingga lima tahun penjara dan menjalani tiga tahun di antaranya. Keluarganya tidak meminta bantuan salah satu Keluarga atau Don Corleone karena Felix tidak bersedia meminta bantuan mereka dan karena itu harus diberi pelajaran: pengampunan hanya berasal dari Keluarga, bahwa Keluarga lebih setia dan lebih bisa dipercaya daripada masyarakat.

Masalahnya sangat rumit, tampak sah, dan ada hubungannya dengan penipuan kepailitan. Masalah seperti itu kemungkinan ketahuannya sejuta banding satu. Felix Bocchicchio mengambil risiko. Karena penipuan itu menggunakan ilmu hukum yang dipelajarinya di universitas, tampaknya tidak bercela, dan dengan cara yang aneh bahkan tidak seperti tindak kejahatan.

Untuk menyingkat kisah tolol ini, ternyata penipuan itu terungkap. Ahli hukum teman Felix tidak mau menolongnya dengan cara apa pun, bahkan tidak sudi menerima teleponnya. Kedua pelaku utama dalam penipuan ini, para pengusaha paro baya yang cerdik, menimpakan kesalahan pada Felix yang dianggap bodoh sehingga rencana mereka gagal. Mereka mengaku bersalah dan bekerja sama dengan pemerintah, menyebut Felix Bocchicchio sebagai pemimpin penipuan dan menyatakan ia menggunakan kekerasan untuk mengendalikan bisnisnya serta memaksa mereka bekerja sama dengannya dalam rencana busuknya. Kesaksian pun diberikan, menghubungkan Felix dengan para paman dan sepupu dalam Keluarga Bocchicchio yang memiliki catatan kejahatan untuk pemerasan, dan bukti ini sangat memberatkan. Kedua pengusaha itu bebas dengan penangguhan hukuman. Felix Bocchicchio dijatuhi hukuman satu hingga lima tahun penjara dan menjalani tiga tahun di antaranya. Keluarganya tidak meminta bantuan salah satu Keluarga atau Don Corleone karena Felix tidak bersedia meminta bantuan mereka dan karena itu harus diberi pelajaran: pengampunan hanya berasal dari Keluarga, bahwa Keluarga lebih setia dan lebih bisa dipercaya daripada masyarakat.

Begitulah, Felix Bocchicchio baru dibebaskan dari penjara setelah mendekam selama tiga tahun. Ia pulang ke rumah, mencium istri dan anak-anaknya, dan hidup tenang selama setahun. Lalu ia menunjukkan bahwa bagaimanapun ia salah satu anggota Keluarga Bocchicchio. Tanpa berusaha menyembunyikan perasaan bersalahnya, ia membeli senjata, sepucuk pistol, dan menembak mati temannya yang ahli hukum itu. Lalu ia mencari kedua pengusaha itu dan dengan tenang menembak kepala mereka sewaktu mereka keluar dari restoran sesudah makan siang. Ia membiarkan mayat mereka tergeletak di jalan dan masuk ke restoran, memesan secangkir kopi yang diminumnya sambil menunggu kedatangan polisi untuk menangkapnya.

Pengadilannya cepat dan keputusan dijatuhkan tanpa kenal ampun. Seorang anggota dunia kejahatan dengan darah dingin membunuh saksi pemerintah yang menjebloskannya ke penjara untuk menjalani hukuman yang layak diterimanya. Itu merupakan penghinaan terang-terangan kepada masyarakat dan kali ini publik, pers, struktur masyarakat, bahkan para humanitarian yang berhati lembut bersatu dalam keinginan melihat Felix Bocchicchio dijatuhi hukuman mati di kursi listrik. Gubernur negara bagian tidak mau memberinya pengampunan, sebagaimana petugas penitipan hewan tidak bersedia mengampuni anjing gila, dan itulah ungkapan yang digunakan salah satu pembantu politik Gubernur yang paling dekat.

Keluarga Bocchicchio tentu saja bersedia mengeluarkan uang sebanyak apa pun yang diperlukan untuk mengajukan permohonan banding kepada pengadilan yang lebih tinggi. Sekarang mereka bangga akan dirinya, tapi keputusan sudah diambil. Setelah melewati segala kerumitan hukum, yang makan waktu, Felix Bocchicchio akan dijatuhi hukuman mati di kursi listrik. Hagen-lah yang membawa kasus itu kepada Don atas permintaan salah seorang anggota Keluarga Bocchicchio yang berharap bisa diambil tindakan bagi pemuda itu. Don Corleone dengan tegas menolak. Ia bukan tukang sulap. Orang selalu memintanya melakukan hal yang mustahil.

Tapi keesokan harinya Don memanggil Hagen ke kantor dan memerintahkan Hagen menjelaskan perkara itu hingga rincian yang sekecil-kecilnya. Sesudah Hagen selesai bercerita, Don Corleone memerintahkannya memanggil kepala Keluarga Bocchicchio ke kompleks untuk mengadakan pertemuan.

Yang terjadi selanjutnya sederhana tapi jenius. Don Corleone memberikan jaminan kepada kepala Keluarga Bocchicchio bahwa istri dan anak-anak Felix Bocchicchio akan mendapat tunjangan yang cukup besar. Uang itu akan segera diserahkan kepada Keluarga Bocchicchio. Sebagai gantinya, Felix harus mengakui bahwa ia yang membunuh Sollozzo dan Kapten Polisi McCluskey!

Banyak rincian yang harus dibereskan. Felix Bocchicchio harus mengaku dengan meyakinkan, artinya ia harus mengetahui sebagian dari rincian yang sesungguhnya, yang akan diakuinya. Begitu juga ia harus mengaitkan si kapten polisi dengan narkotika. Lalu pelayan di Luna Restaurant harus dibujuk untuk mengenali Felix Bocchicchio sebagai si pembunuh. Ini membutuhkan sedikit keberanian, sebab rinciannya berubah drastis -Felix Bocchicchio jauh lebih pendek dan lebih gemuk. Tapi Don Corleone akan membereskan semua itu. Alasan lainnya adalah bahwa si terhukum orang yang mempercayai pendidikan tinggi dan lulusan universitas, ia juga menginginkan anak-anaknya kuliah. Jadi uang yang harus dibayar Don mencakup biaya kuliah anak-anaknya. Lalu Keluarga Bocchicchio harus diyakinkan bahwa tidak ada harapan lagi bagi Felix untuk mendapatkan pengampunan atas pembunuhan yang memang benar-benar dilakukannya.

Pengakuan yang baru tentu saja akan menentukan nasib Felix yang sudah jelas.

Segala sesuatunya diatur, uang dibayarkan, dan kontrak yang sesuai dilakukan dengan si terhukum agar ia bisa diberi instruksi dan nasihat. Akhirnya rencana dilaksanakan dan pengakuannya menjadi berita utama koran-koran. Semua sukses besar. Tapi Don Corleone, tetap berhati-hati seperti biasa, menunggu hingga Felix Bocchicchio benar-benar sudah menjalani hukuman mati empat bulan kemudian sebelum akhirnya mengatakan Michael Corleone boleh pulang.

***
 
Bimabet
Cerdas, mengalah namun belum kalah. Demi keamanan anak-anaknya rela mengalah. Gk sabar menanti c keras hati, melakukan pembalasan dendamnya dngan cara yang manis.. A sweet revenge :papi:

#terimakasih apdetannya ganRock..:jempol:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd