BAB 19
Mungkin kebuntuan itulah yang mendorong Sonny Corleone mengikuti jalur kekerasan berdarah yang berakhir dengan kematiannya sendiri. Mungkin sifat kejamnya akhirnya mengendalikannya sepenuhnya. Apa pun, pada musim semi dan musim panas itu ia melancarkan serangan membabi buta terhadap kubu pertahanan musuh. Para germo Keluarga Tattaglia ditembak mati di Harlem, bajingan-bajingan pelabuhan dibantai. Pejabat serikat buruh yang bersekutu dengan Lima Keluarga diperingatkan agar tetap netral, dan sewaktu penjual kupon taruhan dan rentenir Keluarga Corleone tetap dihalangi masuk ke kawasan pelabuhan, Sonny mengirim Clemenza dan regime-nya untuk mengacau di daerah pantai.
Pembantaian ini tanpa dipikir masak-masak karena sebetulnya tidak dapat memengaruhi hasil peperangan. Sonny ahli taktik yang berhasil merebut banyak kemenangan gemilang. Tapi yang diperlukan adalah jenius strategi seperti Don Corleone. Situasi memburuk menjadi perang gerilya penuh pertumpahan darah yang menyebabkan kedua pihak kehilangan banyak pendapatan dan jiwa manusia dengan sia-sia.
Keluarga Corleone akhirnya terpaksa menutup beberapa pos penjualan kupon taruhan yang paling menguntungkan, termasuk yang diberikan kepada menantu Don, Carlo Rizzi, sebagai sumber nafkahnya. Carlo lalu menjadi pemabuk dan menyeleweng dengan gadis-gadis penyanyi latar serta menyengsarakan istrinya. Sejak ia dipukuli Sonny, Carlo tidak lagi berani menampar istrinya, tapi juga tidak pernah lagi tidur bersamanya. Connie memohon-mohon dan Carlo menolak, seperti, menurut pikirannya, yang dilakukan orang Romawi penting. Ia mengejek istrinya, "Pergi temui kakakmu dan katakan padanya aku tidak mau tidur denganmu. Mungkin ia akan memukuliku hingga aku berminat."
Tapi ia takut setengah mati terhadap Sonny walau pada satu sama lain mereka bersikap sopan yang dingin. Carlo merasa Sonny akan membunuhnya; Sonny seperti hewan, bisa membunuh orang lain, sementara ia sendiri harus mengerahkan segenap keberaniannya, seluruh tekadnya, untuk membunuh. Tidak pernah terlintas dalam benak Carlo bahwa karena ini ia lebih baik daripada Sonny Corleone, kalau istilah itu bisa digunakan. Ia iri pada Sonny yang memiliki kebiadaban menakjubkan, kebiadaban yang sekarang melegenda.
Tom Hagen, sebagai consigliori, tidak menyetujui taktik Sonny, tapi ia tidak memprotes kepada Don karena hingga batas tertentu taktik itu memang berhasil. Akhirnya, Lima Keluarga gentar juga, sementara kekejaman terus berlangsung dan serangan balasan mereka melemah, dan akhirnya berhenti sama sekali.
Hagen mula-mula tidak mempercayai sikap musuh yang lebih suka damai, tapi Sonny tampak gembira. "Aku akan terus mendesak," katanya pada Hagen, "lalu keparat-keparat itu akan mengemis-ngemis memohon perdamaian."
Sonny juga memikirkan hal-hal lain. Istrinya merecokinya karena mendengar gosip Lucy Mancini memikat suaminya. Dan walaupun di depan umum ia bergurau mengenai "alat tempur" dan teknik Sonny, Sonny sudah terlalu lama menjauhi dirinya dan ia merindukan Sonny di tempat tidur. Ia menyebabkan hidup Sonny sengsara dengan rengekannya.
Selain itu Sonny tegang luar biasa sebagai orang incaran. Ia harus sangat berhati-hati dalam semua tindakan dan mengetahui kunjungannya ke apartemen Lucy Mancini sudah diperhatikan musuhnya. Tapi di sini ia mengambil tindakan berjaga-jaga yang ekstra cermat karena menurut tradisi inilah titik paling rawan. Di sana ia aman. Sekalipun Lucy sama sekali tidak curiga, ia diawasi 24 jam sehari oleh orang-orang regime Santino. Dan begitu ada apartemen kosong di lantai gedung yang ditinggalinya, orang yang paling bisa diandalkan dari regime itu seketika menyewanya.
Don sudah pulih dan akan segera bisa memegang komando lagi. Pada waktu itu pasang naik dalam pertempuran pasti beralih ke Keluarga Corleone. Sonny yakin sekali mengenai hal itu. Sementara itu ia akan menjaga kerajaan Keluarganya, membuat ayahnya menghormatinya, dan karena kedudukan itu tidak harus diturunkan kepada putra sulung, dengan begitu ia akan memastikan posisinya sebagai ahli waris Kerajaan Corleone.
Tapi musuh juga menyusun rencana. Mereka juga menganalisis situasi dan menarik kesimpulan bahwa satu-satunya cara untuk menghindari kekalahan total adalah dengan membunuh Sonny Corleone. Mereka sekarang lebih memahami situasi dan merasa perundingan mungkin bisa dilakukan dengan Don, yang terkenal memiliki pikiran logis. Mereka sekarang membenci sifat haus darah Sonny, yang mereka anggap barbar. Mereka juga menganggap Sonny tidak memiliki insting bisnis yang baik. Tidak seorang pun menginginkan kembalinya masa lalu dengan semua gejolak dan kesulitannya.
Pada suatu sore Connie Corleone menerima telepon anonim, suara wanita, yang menanyakan Carlo.
"Ini siapa?" tanya Connie.
Gadis di ujung sana tertawa kecil dan berkata, "Aku teman Carlo. Aku hanya ingin mengatakan padanya tidak bisa menemuinya malam ini. Aku harus ke luar kota."
"Dasar sundal!" maki Connie Corleone. Ia meneriakkan kata-kata itu lagi ke telepon. "Dasar sundal keparat busuk!"
Terdengar bunyi klik dari seberang.
Carlo berangkat ke arena pacuan kuda sore itu dan ketika pulang malam harinya ia marah-marah karena kalah dan setengah mabuk akibat minum isi botol yang dibawanya ke mana pun ia pergi. Begitu ia melewati ambang pintu, Connie langsung memaki-makinya. Carlo tidak mempedulikannya dan langsung mandi. Ketika keluar dari kamar mandi ia mengeringkan tubuhnya yang telanjang di hadapan istrinya dan bersiap-siap pergi.
Connie berdiri berkacak pinggang, wajahnya keras dan pucat karena marah. "Kau tidak boleh pergi ke mana pun," katanya. "Pacarmu menelepon dan mengatakan ia tidak bisa pergi denganmu malam ini. Dasar keparat busuk, kau berani memberikan nomor teleponku pada pelacur itu. Kubunuh kau, keparat." Ia menyerang Carlo, menendang dan mencakarinya.
Carlo memegangi istrinya dengan tangan yang kekar berotot. "Kau sinting," katanya dingin.
Tapi Connie bisa melihat suaminya khawatir, seakan mengetahui wanita yang dikencaninya benar-benar akan nekat dengan menelepon ke rumah.
"Ia hanya bergurau, perempuan sinting," kata Carlo.
Connie melepaskan diri dari tangan Carlo dan mencakar wajah suaminya. Ia berhasil menggores pipi Carlo dengan kukunya. Dengan kesabaran yang mengherankan Carlo mendorongnya menjauh. Connie menyadari suaminya berhati-hati karena ia hamil dan itu memberinya keberanian untuk melampiaskan kemarahan. Ia juga merasa senang. Tidak lama lagi ia takkan bisa berbuat apa-apa. Dokter mengatakan ia tidak boleh berhubungan seks selama dua bulan terakhir dan ia menginginkannya, sebelum waktu dua bulan itu dimulai. Namun keinginannya untuk menyakiti Carlo juga nyata. Ia mengikuti suaminya ke kamar tidur.
Ia bisa melihat suaminya ketakutan dan ini menyebabkan ia gembira bercampur jengkel. "Kau tetap tinggal di rumah," katanya. "Kau tidak boleh keluar."
"Oke, oke," kata Carlo. Ia masih belum berpakaian, hanya mengenakan celana dalam. Ia senang berkeliaran di rumah dengan hanya mengenakan pakaian dalam, bangga akan tubuhnya yang berbentuk V dan kulitnya yang keemasan. Connie menatapnya penuh kerinduan. Carlo mencoba tertawa.
"Setidaknya kau mau memberiku makan, kan?"
Komentar itu meredakan kemarahan Connie, karena suaminya mengingatkannya akan tugasnya, salah satu di antaranya. Ia koki yang baik, ia belajar dari ibunya. Ia menumis daging sapi dan paprika, menyiapkan salad sementara minyak di penggorengan mendidih.
Sementara itu Carlo berbaring di tempat tidur untuk membaca formulir pacuan hari berikutnya. Di sisinya ada gelas penuh wiski yang terus disesapnya.
Connie masuk ke kamar tidur. Ia berdiri di ambang pintu seakan tidak bisa mendekati ranjang tanpa diundang. "Makanan sudah di meja," katanya.
"Aku belum lapar," kata Carlo, masih terus membaca formulir pacuan.
"Makanan sudah di meja," kata Connie keras kepala.
"Persetan," kata Carlo. Ia menenggak sisa wiski dan menjungkirkan botol untuk mengisi gelasnya. Ia tidak mempedulikan istrinya lagi.
Connie pergi ke dapur, mengambil piring-piring berisi makanan dan mengempaskannya ke tempat cuci piring.
Suara keras piring pecah memaksa Carlo keluar dari kamar tidur. Ia melihat daging yang berminyak dan paprika menciprati dinding dapur. Sifatnya yang menyukai kerapian memicu kemarahannya. "Dasar wanita manja busuk," katanya penuh kebencian. "Bersihkan sekarang juga, kalau tidak kuhajar kau sampai babak-belur."
"Tidak sudi," kata Connie. Ia mengangkat tangan bagai cakar yang siap digunakan untuk mencabik-cabik dada suaminya.
Carlo kembali ke kamar tidur dan sewaktu keluar lagi ia memegang sabuk yang dilipat. "Bersihkan," katanya, ancaman dalam suaranya terdengar jelas.
Connie berdiri tidak bergerak dan Carlo mengayunkan sabuk ke pinggulnya yang tebal, ikat pinggang kulit itu terasa pedas tapi tidak melukainya. Connie mundur ke lemari dapur dan tangannya masuk ke salah satu laci untuk mengambil sebilah pisau roti yang panjang. Ia menggenggamnya, siap menyerang.
Carlo tertawa. "Bahkan wanita Corleone juga pembunuh," katanya. Ia meletakkan sabuk di meja dapur dan melangkah maju mendekati istrinya.
Connie mencoba menyerang tiba-tiba tapi perutnya yang besar menyebabkan gerakannya lambat. Carlo menghindari tusukan yang diarahkan ke pangkal pahanya dengan niat membunuh sungguhan. Dengan mudah Carlo melucuti istrinya lalu menampar wajahnya dengan separo tenaga seakan tidak ingin melukai kulitnya.
Carlo menghajarnya lagi berulang-ulang dan Connie mundur mengitari meja dapur, berusaha melarikan diri dari suami, tapi Carlo terus mengejar hingga ke kamar tidur. Connie mencoba menggigit tangan suaminya dan Carlo menjambak rambutnya, mengangkat kepalanya. Carlo menampar wajah istrinya hingga Connie menangis seperti anak kecil karena kesakitan dan terhina. Lalu dengan jengkel Carlo melemparkan istrinya ke ranjang. Ia minum dari botol wiski yang masih berada di meja. Tampaknya ia sekarang sudah mabuk berat, matanya yang biru muda berkilat sinting dan akhirnya Connie benar-benar ketakutan.
Carlo berdiri mengangkang sambil minum dari botol. Ia mengulurkan tangan ke bawah dan mencengkeram paha istrinya yang tebal. Ia meremas paha si istri sangat keras, menyakiti Connie, dan menyebabkan Connie meminta ampun.
"Kau segemuk babi," kata Carlo jijik dan berjalan keluar dari kamar tidur.
Dengan sangat ketakutan Connie berbaring di ranjang, tidak berani melihat apa yang dilakukan suaminya di kamar lain. Akhirnya ia berdiri dan pergi ke pintu, mengintip ke ruang duduk. Carlo membuka botol baru dan berbaring di sofa. Tidak lama lagi ia akan meminum wiskinya hingga mabuk dan tertidur, dan Connie akan bisa menyelinap ke dapur untuk menelepon keluarganya di Long Beach. Ia akan meminta ibunya mengirim orang ke rumah untuk menjemputnya. Ia hanya berharap semoga bukan Sonny yang menerima telepon, sebab ia mengetahui paling baik kalau ia berbicara dengan Tom Hagen atau ibunya.
Waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh sewaktu telepon di dapur rumah Don Corleone berdering. Telepon diterima salah seorang pengawal yang dengan patuh memberikan telepon kepada ibu Connie. Tapi Mrs. Corleone nyaris tidak mengerti apa yang dikatakan putrinya karena Connie begitu histeris tapi mencoba berbisik-bisik agar suaminya di kamar sebelah tidak mendengar. Selain itu wajahnya juga mulai membengkak karena pukulan suaminya, dan bibirnya yang menggembung menyebabkan kata-katanya tidak jelas.
Mrs. Corleone memberi isyarat kepada pengawal agar memanggil Sonny, yang berada di ruang duduk bersama Tom Hagen.
Sonny datang ke dapur dan mengambil telepon dari tangan ibunya. "Yeah, Connie," katanya.
Connie begitu ketakutan pada suaminya dan pada apa yang akan dilakukan kakaknya sehingga bicaranya makin tidak keruan. Ia berkata tergagap, "Sonny, kirim saja mobil untuk membawaku pulang, sesudah itu akan kuceritakan apa yang terjadi, ini bukan apa-apa, Sonny. Kau jangan datang. Tolong, kirimkan saja Tom, Sonny. Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin pulang."
Waktu itu Tom Hagen masuk ke dapur. Don sudah tidur karena obat penenang di kamar atas dan Hagen ingin terus mengawasi Sonny dalam semua krisis. Kedua pengawal dalam rumah juga ada di dapur. Setiap orang mengawasi Sonny sementara ia mendengarkan di telepon.
Tidak ada keraguan lagi bahwa kekejaman dalam sifat Sonny Corleone berasal dari sumber fisik yang misterius. Saat mengawasi, mereka benar-benar bisa melihat darah naik ke leher Sonny yang berotot, bisa melihat matanya yang memancarkan kebencian, wajahnya yang kelabu sementara kerut-kerut wajahnya menegang seperti orang sakit berjuang melawan maut, adrenalin yang membanjiri tubuhnya menyebabkan tangannya gemetar. Tapi suaranya tetap terkendali, nadanya tetap rendah, sewaktu ia berbicara pada adiknya, "Kau tunggu di sana. Kau tunggu saja di sana." Ia meletakkan telepon.
Sejenak Sonny tetap berdiri di dapur, benar-benar terpaku oleh kemarahannya sendiri. Lalu ia berkata, "Keparat, keparat, keparat sialan." Ia berlari keluar rumah.
Tom Hagen mengenal ekspresi di wajah Sonny, yang berarti semua pertimbangan akal sehat telah meninggalkan dirinya. Pada saat itu Sonny bisa melakukan apa saja. Hagen juga mengetahui kepergiannya dengan mobil ke kota akan meredakan kemarahan Sonny, menjadikannya lebih rasional. Tapi rasionalitas itu akan menjadikan Sonny bahkan lebih berbahaya lagi, sekalipun rasionalitas itu juga bisa memungkinkannya melindungi diri sendiri dari konsekuensi kemarahannya.
Hagen mendengar suara mesin mobil menderum dan berkata pada kedua pengawal, "Ikuti dia."
Lalu ia melangkah ke telepon dan menelepon beberapa kali. Ia mengatur agar beberapa orang dari regime Sonny yang tinggal di kota pergi ke apartemen Carlo Rizzi dan memerintahkan Carlo meninggalkan tempat itu. Orang-orang lainnya akan menemani Connie hingga Sonny tiba.
Ia mengambil risiko menggagalkan niat Sonny, tapi ia mengetahui Don akan mendukung tindakannya. Ia takut Sonny membunuh Carlo di depan saksi mata. Ia menduga tidak akan ada kesulitan dari pihak musuh. Lima Keluarga sudah diam begitu lama dan jelas sekali mereka ingin berdamai.
Waktu Sonny melaju dengan kecepatan tinggi keluar kompleks dengan Buick, sebagian pikiran warasnya pulih. Ia memperhatikan dua pengawal masuk ke mobil untuk mengikutinya dan menyetujui tindakan mereka. Ia menduga takkan ada bahaya apa pun, Lima Keluarga sudah tidak lagi balas menyerang, tidak lagi bertempur sungguh-sungguh. Ia meraih jasnya di ruang depan dan ada pistol di laci mobil yang tersembunyi. Mobil itu sendiri terdaftar atas nama anggota regime-nya, jadi ia secara pribadi tidak akan terlibat dalam masalah hukum apa pun.
Tapi ia merasa takkan membutuhkan senjata. Ia bahkan tidak mengetahui apa yang akan dilakukannya pada Carlo Rizzi. Setelah mendapat kesempatan berpikir, Sonny tahu tidak akan bisa membunuh ayah dari anak yang belum dilahirkan, dan si ayah itu adalah suami adiknya. Ia tidak bisa membunuh orang karena pertengkaran rumah tangga. Kecuali kalau masalahnya bukan pertengkaran rumah tangga semata. Carlo orang jahat dan Sonny merasa bertanggung jawab sebab melalui dirinyalah adiknya bertemu bajingan keparat itu.
Paradoks dalam watak Sonny yang kejam adalah ia tidak bisa memukul wanita dan tidak pernah melakukannya. Ia juga tak bisa memukul anak kecil atau apa saja yang tidak berdaya. Sewaktu Carlo tidak mau melawannya pada hari ia memukulinya, tindakan itu mencegah Sonny membunuhnya; kepasrahan melenyapkan kekerasannya. Waktu masih kecil, ia benar-benar berhati lembut. Bahwa ia menjadi pembunuh sewaktu dewasa, itu hanyalah takdirnya.
"Tapi aku akan membereskan masalah ini dengan tuntas," pikir Sonny, sambil mengemudikan mobil Buick menuju jalan yang akan membawanya melintas di atas air dari Long Beach ke jalan bebas hambatan di seberang Jones Beach. Ia selalu menggunakan rute ini kalau pergi ke New York. Lalu lintas di sini tidak terlalu padat.
Ia memutuskan akan mengirim Connie pulang bersama pengawal, lalu ia akan menangani adik iparnya. Apa yang bakal terjadi sesudah itu, ia belum tahu. Kalau keparat itu benar-benar melukai Connie, ia akan membuatnya cacat.
Tapi angin yang berembus di jalan, udara segar yang mengandung garam, meredakan kemarahannya. Ia membuka kaca jendela sepenuhnya. Ia memilih melewati Jones Beach Causeway, seperti biasa, karena jalan itu biasanya sepi di malam hari seperti ini. Dan ia bisa melaju secepat yang diinginkannya hingga ke jalan di seberang. Dan bahkan di sana pun lalu lintas masih lengang.
Mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi akan membantunya meredakan apa yang diketahuinya merupakan ketegangan yang berbahaya. Ia meninggalkan mobil pengawal jauh di belakangnya. Penerangan jalan di atas air tidak begitu baik, dan tidak ada mobil lain satu pun. Jauh di depan ia melihat cungkup putih gardu pembayaran tol. Ada gardu-gardu kini tapi hanya dijaga pada siang hari, saat lalu lintas lebih padat.
Sonny mulai mengurangi kecepatan Buick dan pada saat yang sama mencari-cari uang receh di saku. Ia tidak membawa uang receh. Ia mengambil dompet, membukanya, dan dengan satu tangan mengambil selembar uang. Ia memasuki cahaya lampu gardu pembayaran tol dan agak terkejut melihat ada mobil yang menghambat jalannya, pengemudinya seperti sedang bertanya kepada petugas gardu tol. Sonny membunyikan klakson dan mobil lain itu meluncur maju, mobil Sonny bisa melaju ke sisi gardu pembayaran.
Sonny menyerahkan lembaran uang satu dolar kepada petugas tol dan menunggu kembalian. Ia sekarang buru-buru menutup jendela. Udara Lautan Atlantik mendinginkan seluruh bagian dalam mobil. Tapi petugas tol sibuk mencari kembalian; keparat tolol itu bahkan menjatuhkan uangnya. Kepala dan tubuhnya tidak terlihat lagi sewaktu si petugas membungkuk di dalam gardu untuk mengambil uang dari lantai.
Pada saat itu Sonny menyadari mobil yang satu lagi tadi tidak terus berjalan, tapi diparkir beberapa kaki di depannya, masih menghambat jalan. Pada saat yang bersamaan sudut matanya menangkap sosok orang dalam gardu tol yang gelap di sebelah kanan. Tapi ia tidak sempat memikirkannya karena dua pria turun dari mobil di depannya dan berjalan mendekatinya.
Petugas tol belum juga muncul. Lalu dalam waktu sepersekian detik sebelum terjadi apa pun, Sonny Corleone menyadari dirinya pasti akan mati. Dan pada saat itu pikirannya tenang, kosong dari semua kekejaman, seakan ketakutan tersembunyi yang akhirnya jadi nyata dan muncul itu membersihkan jiwanya.
Meskipun begitu, tubuhnya yang besar dalam gerak refleks untuk bertahan hidup menghantam pintu mobil Buick, menghancurkan kuncinya. Pria dalam gardu tol yang gelap mulai menembak dan peluru menghujani kepala dan leher Sonny Corleone sementara tubuhnya yang besar terpental keluar dari mobil. Kedua pria yang ada di depan sekarang mengacungkan senjata, pria di dalam gardu tol yang gelap berhenti menembak, dan tubuh Sonny terkapar di aspal dengan kedua kaki masih berada di dalam mobil. Kedua pria itu menembaki tubuh Sonny, lalu menendang wajahnya untuk semakin menghancurkannya, untuk menunjukkan tanda buatan manusia yang lebih pribadi.
Beberapa detik kemudian, keempat pria itu, tiga di antaranya benar-benar pembunuh dan yang satu lagi petugas tol palsu, telah berada dalam mobil dan melaju menuju Meadow-brook Parkway di sisi lain Jones Beach. Para pengejar mereka terhambat mobil dan mayat Sonny di jalan, tapi sewaktu para pengawal Sonny menghentikan mobil dan melihat mayat yang terkapar di sana, mereka tidak berniat mengejar. Mereka memutar mobil dan kembali ke Long Beach. Dari telepon umum pertama yang mereka temukan, salah seorang di antara mereka menghubungi Tom Hagen. Pesannya sangat singkat dan tergesa-gesa. "Sonny tewas, mereka menembaknya di tol Jones Beach."
Suara Hagen terdengar sangat tenang. "Oke," katanya. "Pergilah ke rumah Clemenza dan perintahkan ia datang kemari sekarang juga. Ia akan memberitahu kalian apa yang harus dilakukan."
Hagen menerima telepon itu di dapur, sementara Mama Corleone sibuk menyiapkan makanan kecil menjelang kedatangan putrinya. Hagen menjaga ekspresi wajahnya dan wanita tua itu tidak mengetahui bahwa ada yang tidak beres. Bukannya wanita itu tidak bisa menebak, kalau ia mau, tapi selama hidup dengan Don ia telah memetik pelajaran bahwa jauh lebih bijaksana untuk tidak menebak-nebak apa pun. Kalau memang ada yang perlu diketahuinya mengenai sesuatu yang menyakitkan, ia akan segera diberitahu. Dan kalau sesuatu yang menyakitkan itu tak perlu diberitahukan padanya, ia tidak keberatan jika tidak mengetahuinya. Mama Corleone cukup puas untuk tidak berbagi rasa sakit yang dirasakan kaum pria, lagi pula apakah mereka ikut berbagi rasa sakit para wanita?
Dengan tenang ia menyeduh kopi dan menghidangkan makanan di meja. Menurut pengalamannya, rasa sakit dan ketakutan tidak mengurangi kelaparan fisik; menurut pengalamannya, makanan bisa mengurangi rasa sakit. Ia marah kalau dokter berusaha menenangkan dirinya dengan obat, tapi kopi dan roti lain lagi. Ia, tentu saja, berasal dari kebudayaan yang lebih primitif. Jadi ia pun membiarkan Tom Hagen melarikan diri ke ruang rapat di sudut. Begitu berada di dalam ruangan itu, Hagen mulai gemetaran begitu hebat sehingga harus duduk dengan kedua kaki dirapatkan, kepala ditundukkan dengan bahu terlipat, tangan saling menggenggam di antara lutut seakan ia berdoa pada iblis.
Sekarang ia menyadari dirinya bukan consigliori yang andal dalam masa perang bagi Keluarga. Ia dibodohi, ditipu, oleh Lima Keluarga dan sikap mereka yang berpura-pura takut. Mereka diam-diam merencanakan serangan yang mengerikan. Mereka merencanakan dan menunggu, menahan tangan mereka yang berlumuran darah, tidak peduli provokasi apa pun yang mereka terima. Mereka menunggu untuk menyarangkan pukulan telak. Dan mereka berhasil. Genco Abbandando tua tidak akan terjebak dalam perangkap seperti itu, ia pasti akan mencium sesuatu yang mencurigakan, dan melipattigakan kewaspadaannya.
Dan sambil memikirkan semua ini Hagen merasa sangat sedih. Sonny saudaranya yang sejati, penyelamatnya; Sonny pahlawannya sewaktu mereka berdua masih kanak-kanak. Sonny tidak pernah nakal padanya atau menggertaknya, selalu memperlakukannya dengan kasih sayang, memeluknya sesudah Sollozzo membebaskan dirinya. Kegembiraan Sonny sewaktu mereka bertemu lagi bukanlah pura-pura. Bahwa Sonny tumbuh menjadi pria yang kejam, keras, dan haus darah, bagi Hagen tidak ada hubungannya.
Ia keluar dari dapur karena mengetahui tidak akan sanggup memberitahu Mama Corleone mengenai kematian putranya. Ia tak pernah menganggap Mama Corleone sebagai ibunya, sebagaimana ia tidak pernah menganggap Don Corleone ayahnya dan Sonny saudaranya. Perasaan sayangnya pada Mama Corleone sama seperti pada Freddie, Michael, dan Connie. Perasaan sayang pada orang yang baik hati, tapi bukan cinta. Tapi tidak bisa memberitahu Mama Corleone. Dalam beberapa bulan yang singkat, Mama Corleone telah kehilangan semua putranya; Freddie diasingkan di Nevada, Michael bersembunyi untuk menyelamatkan diri di Sisilia, dan sekarang Santino tewas. Siapa di antara mereka bertiga yang paling disayangi Mama Corleone? Wanita itu tidak pernah menunjukkannya.
Seluruh pikiran itu berlangsung tidak lebih dari beberapa menit. Hagen bisa menguasai diri kembali dan mengangkat telepon. Ia memutar nomor telepon Connie. Telepon berdering lama sekali sebelum Connie menjawab dengan suara berbisik.
Hagen berbicara lembut padanya. "Connie, ini Tom. Bangunkan suamimu, aku harus berbicara dengannya."
Connie berkata dengan suara rendah ketakutan, "Tom, Sonny akan kemari?"
"Tidak," jawab Hagen. "Sonny tidak akan ke sana. Jangan khawatir. Bangunkan saja Carlo dan katakan padanya ada masalah penting yang harus kubicarakan dengannya."
Suara Connie disertai tangis. "Tom, ia baru saja memukuli diriku, aku takut ia akan menyakiti aku lagi kalau tahu aku menelepon ke rumah."
Hagen berkata lemah lembut, "Ia tidak akan menyakitimu. Ia akan berbicara denganku dan aku akan membereskan masalahnya. Semua akan beres. Katakan padanya ini penting sekali, ia harus menerima telepon ini. Oke?"
Setelah hampir lima menit berlalu baru terdengar suara Carlo di telepon, melantur terpengaruh wiski dan kantuk. Hagen berbicara dengan tegas agar Carlo sadar sepenuhnya. "Dengar, Carlo," katanya. "Aku akan memberitahukan kabar yang sangat mengejutkan. Sekarang persiapkan dirimu sebab sesudah mengatakannya, aku ingin kau menjawab dengan tenang seakan masalahnya lebih ringan daripada yang sebenarnya. Aku tadi memberitahu Connie masalah ini penting sekali, jadi kau harus mengarang cerita untuknya. Katakan padanya bahwa Keluarga memutuskan memindahkan kalian berdua ke salah satu rumah di kompleks dan memberimu pekerjaan besar. Bahwa Don akhirnya memberimu kesempatan karena berharap kehidupan rumah tanggamu akan lebih baik. Kau mengerti?"
Ada nada penuh harapan dalam suara Carlo sewaktu ia menjawab, "Yeah, oke."
Hagen meneruskan, "Beberapa menit lagi dua anak buahku akan mengetuk pintu apartemenmu untuk mengajak kalian pergi. Katakan pada mereka bahwa aku meminta mereka meneleponku terlebih dulu. Katakan saja itu. Jangan mengatakan apa pun lagi. Aku akan memerintahkan mereka mengantarmu dan Connie kemari. Oke?"
"Yeah, yeah, aku mengerti," kata Carlo. Suaranya mengandung kegembiraan. Ketegangan dalam suara Hagen tampaknya berhasil membuatnya waspada dan paham bahwa berita yang akan diterimanya benar-benar penting.
Hagen memberitahunya tanpa tedeng aling-aling. "Mereka membunuh Sonny malam ini. Jangan katakan apa-apa. Connie meneleponnya sewaktu kau tidur dan Sonny dalam perjalanan ke sana. Tapi aku tidak ingin Connie tahu, bahkan biarpun ia sudah menduganya, aku benar-benar tidak ingin Connie tahu. Ia akan mulai berpikir kejadian itu salahnya. Sekarang kuminta kau tetap menemaninya malam ini dan jangan mengatakan apa pun padanya. Kuminta kau berbaik kembali dengannya. Kuminta kau menjadi suami yang sempurna dan penuh kasih sayang. Dan kuminta kau tetap begitu setidaknya hingga ia melahirkan. Besok pagi, seseorang, mungkin kau, mungkin Don, mungkin ibunya, akan memberitahu Connie bahwa kakaknya tewas dibunuh. Dan kuminta kau mendampinginya. Tolonglah aku dalam hal ini dan akan kutangani semua kebutuhanmu di hari-hari mendatang. Kau mengerti?"
Suara Carlo terdengar gemetar. "Baik, Tom, baik. Dengar, Tom, aku dan kau tidak pernah bermasalah. Aku berterima kasih. Mengerti?"
"Yeah," sahut Hagen. "Tidak seorang pun akan menganggap pertengkaranmu dengan Connie sebagai penyebab peristiwa ini. Jangan khawatir. Akan kubereskan masalah itu." Ia terdiam sejenak lalu melanjutkan dengan lembut, penuh dorongan, "Well, sekarang mulailah bertindak, jaga Connie baik-baik." Ia memutuskan hubungan.
Hagen sudah belajar untuk tidak pernah mengancam. Don yang mengajarkan hal itu padanya, tapi Carlo jelas bisa menerima pesannya: ia hanya sejauh sehelai rambut di-belah tujuh dari kematian.
Hagen menelepon Tessio, memerintahkannya datang ke kompleks di Long Beach segera. Ia tidak memberitahukan alasannya dan Tessio tidak menanyakannya.
Hagen menghela napas. Sekarang tiba bagian yang paling ditakutinya. Ia harus membangunkan Don dari tidurnya yang pulas karena obat bius. Ia harus memberitahu orang yang paling dicintainya di dunia ini bahwa ia telah mengecewakan orang itu, bahwa ia telah gagal menjaga kerajaannya dan menjaga jiwa putra sulungnya. Ia harus mengatakan pada Don bahwa segalanya akan hilang kalau si sakit sendiri tidak terjun ke medan pertempuran. Sebab Hagen tidak bisa menipu diri sendiri. Hanya Don yang hebat yang bisa menyelamatkan mereka dari kekalahan yang begitu mengerikan. Hagen bahkan tidak mau bersusah payah berkonsultasi dengan dokter yang merawat Don Corleone, tindakan itu tidak ada artinya. Tidak peduli apa pun yang diperintahkan dokter, bahkan seandainya mereka mengatakan Don tidak boleh bangun dari ranjangnya karena berisiko kematian, ia harus mengatakan pada ayah angkatnya apa yang telah terjadi lalu mengikuti perintahnya. Dan tentu saja tidak ada keraguan lagi mengenai apa yang akan dilakukan Don.
Pendapat medis sekarang tidak ada relevansinya, sekarang segalanya tidak relevan. Don harus di beri tahu dan ia harus mengambil komando atau memerintahkan Hagen menyerahkan kekuasaan Corleone kepada Lima Keluarga.
Walau begitu, Hagen sangat ketakutan menghadapi satu jam berikut. Ia berusaha merencanakan sikap. Ia harus tegas menghadapi kesalahannya sendiri. Mengutuk diri sendiri sebagai consigliori di masa perang hanya akan menyebabkan Don menyesali diri karena salah menilai ketika memilih orang seperti dirinya untuk kedudukan yang begitu penting.
Hagen tahu ia harus menyampaikan berita itu, memberitahukan analisisnya mengenai apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan, lalu menutup mulut. Reaksinya sesudah itu harus reaksi yang diinginkan Don. Kalau Don ingin ia memperlihatkan rasa bersalah, ia akan memperlihatkan rasa bersalah; kalau Don mengharuskan ia bersedih, ia bisa mengungkapkan kesedihan yang memang benar-benar dirasakannya.
Hagen mengangkat kepala saat mendengar suara mobil, dan mobil-mobil pun memasuki kompleks. Para caporegime datang. Mula-mula ia akan memberi mereka pengarahan, kemudian ia akan naik ke lantai atas untuk membangunkan Don Corleone. Ia bangkit dan melangkah ke lemari minuman keras di samping meja tulis, lalu mengeluarkan gelas dan botol. Sejenak ia berdiri di sana, khawatir tidak mampu menuang minuman dari botol ke gelas. Di belakangnya ia mendengar pintu ruangan perlahan-lahan ditutup, dan sewaktu berpaling, ia melihat Don Corleone berpakaian lengkap untuk pertama kalinya sejak ditembak.
Don menyeberangi ruangan ke kursi besar berlengan dari kulit dan duduk. Langkahnya agak kaku, pakaiannya tergantung kebesaran di tubuhnya, tapi di mata Hagen ia tampak seperti biasanya. Ada kesan, dengan semata-mata mengerahkan kemauannya sendiri, Don membuang semua bukti luar mengenai tubuhnya yang masih lemah. Wajahnya keras, dengan semua daya dan kekuatannya yang lama. Ia duduk tegak di kursi berlengan dan berkata pada Hagen, "Beri aku anisette."
Hagen mengganti botol dan menuang minuman keras yang manis dan panas itu untuk mereka berdua. Minuman itu buatan sendiri dan lezat, jauh lebih keras daripada yang dijual di toko-toko, hadiah dari teman lama yang setiap tahun mengirimkan satu truk kecil pada Don.
"Istriku menangis sebelum tertidur," kata Don Corleone. "Di luar jendela kulihat para caporegime berdatangan ke rumah padahal sekarang sudah tengah malam. Jadi, Consigliori-ku, kurasa kau harus memberitahu Don-mu apa yang sudah diketahui setiap orang."
Hagen berkata dengan suara pelan, "Aku tidak mengatakan apa pun pada Mama. Aku akan naik membangunkan dirimu dan menyampaikan sendiri beritanya. Sebentar lagi aku pasti ke atas untuk membangunkanmu."
Don Corleone berkata pasif, "Tapi kau perlu minum dulu."
"Ya," sahut Hagen.
"Sekarang kau sudah minum," kata Don. "Kau bisa mengatakannya padaku sekarang."
Teguran atas kelemahan Hagen sangat samar.
"Mereka menembak Sonny di Causeway" kata Hagen. "Ia tewas."
Don Corleone mengerjapkan mata. Hanya selama seper-sekian detik dinding kekuatan tekadnya runtuh dan terkurasnya tenaga fisik tampak jelas di wajahnya. Lalu ia pulih kembali. Kedua tangannya saling menggenggam di meja tulis di hadapannya dan ia memandang lurus ke mata Hagen.
"Ceritakan padaku semua yang terjadi," katanya. Ia mengangkat satu tangan. "Tidak, tunggu sampai Clemenza dan Tessio datang agar kau tidak perlu bercerita dua kali."
Hanya beberapa menit kemudian kedua caporegime itu memasuki ruangan disertai seorang pengawal. Mereka seketika melihat Don telah mengetahui kematian anaknya karena Don berdiri untuk menyambut mereka. Mereka memeluknya seperti yang biasa dilakukan teman lama. Mereka semua minum anisette yang dituangkan Hagen sebelum ia menceritakan apa yang terjadi malam itu.
Don Corleone hanya mengajukan satu pertanyaan sesudah Hagen selesai bercerita. "Apakah sudah pasti bahwa anakku tewas?"
Clemenza yang menjawab. "Ya," katanya. "Pengawalnya memang dari regime Santino, tapi aku yang memilih mereka. Kutanyai mereka setibanya di rumahku. Mereka melihat tubuhnya dengan diterangi lampu gardu tol. Ia tidak mungkin bisa hidup dengan luka-luka yang mereka lihat. Mereka bersedia mempertaruhkan nyawa untuk mendukung apa yang mereka katakan."
Don Corleone menerima keputusan terakhir itu tanpa memperlihatkan emosi, cuma berdiam diri beberapa saat. Lalu ia berkata, "Tidak satu pun dari kalian perlu merasa gelisah karena peristiwa ini. Tidak seorang pun dari kalian boleh membalas dendam, tidak seorang pun dari kalian perlu menyelidiki siapa pembunuh putraku tanpa perintah dariku. Tidak ada perang lebih lanjut terhadap Lima Keluarga tanpa perintah dan keinginan pribadiku. Keluarga kita akan menghentikan semua operasi bisnis dan berhenti melindungi operasi bisnis kita sampai sesudah pemakaman putraku. Setelah itu kita akan bertemu lagi di sini dan memutuskan apa yang harus dilakukan. Malam ini kita harus melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk Santino, kita harus memakamkannya sebagai orang Kristen. Aku punya teman-teman yang akan mengatur segala sesuatunya dengan polisi dan pihak berwenang. Clemenza, kau tetap tinggal bersamaku sepanjang waktu sebagai pengawal pribadiku, kau dan orang-orang regime-mu. Tessio, kau akan mengawal semua anggota keluarga lainnya. Tom, kuminta kau menelepon Amerigo Bonasera dan katakan padanya aku membutuhkan jasanya malam ini. Ia harus menungguku di kantornya. Mungkin satu, dua, atau tiga jam lagi. Kalian semua mengerti?"
Ketiga pria itu mengangguk. Don Corleone berkata, "Clemenza, siapkan beberapa orang dan mobil, lalu tunggu aku. Aku akan siap beberapa menit lagi. Tom, kau melakukan tugasmu dengan baik. Besok pagi aku ingin Constanzia bersama ibunya. Aturlah agar ia dan suaminya tinggal dalam kompleks. Minta para wanita teman Sandra pergi ke rumahnya dan tinggal bersamanya. Istriku akan menceritakan kemalangan ini padanya dan wanita-wanita itu akan mengatur agar gereja menyelenggarakan misa serta mendoakan arwah putraku."
Don bangkit dari kursi kulit. Yang lain ikut berdiri. Clemenza dan Tessio memeluknya sekali lagi. Hagen membukakan pintu bagi Don, yang berhenti untuk memandangnya sejenak. Lalu Don meletakkan tangannya pada pipi Hagen, memeluknya sekilas, kemudian berkata dalam bahasa Italia, "Kau anak yang baik. Kau menghibur hatiku." Don mengatakan pada Hagen bahwa ia telah bertindak sebagaimana mestinya dalam saat-saat yang penuh kesedihan dan mengerikan ini. Lalu Don pergi ke kamar untuk berbicara dengan istrinya. Saat itulah Hagen menelepon Amerigo Bonasera agar si pengurus jenazah membayar utang budinya pada keluarga Corleone.
***