Episode 40
Catch the Creepers
POV Hari
“Kenia harus tau banget?” Gue mengonfirmasi.
“Harus tau lah! Yang diincer kan dia.” Eda menegaskan.
Gue menoleh ke arah Dani dan Erna untuk mencari dukungan. Tapi, gue gue gak percaya sama sekali kalau kedua cewek ini justru ngedukung Eda. Otomatis gue gak ada pembelaan dari mereka berdua.
“Ya, tapi...” gue mencoba membantah.
“Gak ada tapi. Lu mau kaya dulu?” Eda kembali tegas.
Kejadian Kenia diculik adalah di luar dugaan gue, dan itu sebelum gue masuk sebagai agen lapangan. Kedua alasan itu sebenarnya cukup untuk membantah Eda lagi. Sayangnya, pasti saat ini gak ada yang mau dengerin gue. Akhirnya gue mengalah untuk memberi pesan wa ke Kenia kalau gue menunggunya di kantin sekolah.
Keuntungan kami ada di kantin adalah si Jeepers Creepers mungkin kehilangan pengawasan karena sedari tadi posisi kamera lebah tidak berubah mengawasi salah satu atap sekolah. Dani terus sibuk dengan gadgetnya yang terkoneksi dengan kamera lebah.
“Di mana? Di mana?” Dani bergumam sendiri, penasaran.
Kenia datang dengan kedua temen ceweknya gak lama usai bel pulang sekolah berbunyi. Kedatangan Kenia yang membawa kedua temannya benar-benar gak terduga. Alhasil, gue menarik Kenia ke meja lain bersama Dani dan Erna. Gue tinggalkan Eda untuk mengulur waktu bersama kedua teman Kenia menggunakan jurus gantengnya.
Kenia terdiam seribu bahasa setelah gue menjelaskan duduk persoalan.
“Makanya kita harus pergi sebelum malem.” Jelas gue.
“Aduh, aku ada janji ngerjain pe-er bareng lagi.”
“Pe-er gak akan selesai kalau lu mati.”
Dani menempeleng kepala gue. Oke, itu kata-kata yang gak baik buat seorang adek. Tapi bukannya berbahasa kaya begitu udah wajar di kalangan kakak-adek. Gue sama Kenia dari dulu udah sering melempar kata kotor kalo lagi di rumah, misalnya waktu jari kelingking kakinya kepentok meja.
Akhirnya kami sepakat akan pergi jauh-jauh dari sekolah dulu. Kemudian, kami akan dijemput qiunjet menuju markas, sesuai instruksi Lina. Kalau pun si Jeepers Creepers mengikuti, niscaya S.H.I.E.L.D. akan siap dengan segala sumber dayanya kalau bermain di kandang sendiri.
Intinya, kalau diserang di sini, malam ini, kamilah yang belum siap. Gak ada inhuman yang bisa bener-bener bertarung di sini. Terakhir kali gue ngelawan si Jeepers Creepers di Semper, gue hampir kalah dan mau muntah.
“Oke, kita pergi.” Ajak Kenia.
Gue memanggil Eda dan kedua teman Kenia untuk bergabung. Sepanjang jalan di lorong sekolah, Kenia meminta maaf karena gak jadi ngerjain pe-er bareng. Alasannya, abang-abangnya ngajakin main. Alasan yang salah, karena seorang yang bernama Imel malah minta ikut.
“Imel suka sama Eda.” Bisik Dani ke gue.
“Beneran? Cepet gila hahaha.” Gue gak bisa menahan tawa.
Akan tetapi, sesaat sebelum kami keluar dari gerbang sekolah. Anak-anak sekolah teriak-teriak histeris dari arah dalam. Dani mengecek gadgetnya, sementara Erna berlari langsung ke sumber kegaduhan.
“Oh, sial.” Dani berkata lemas.
“Ada di lapangan! Bergerak!” Erna datang kembali.
Gue menekan tombol evakuasi di jam tangan, lalu memilih opsi ‘inhuman’. Eda dan kedua teman Kenia bertanya-tanya kepada kami, ingin mengetahui apa yang terjadi. Gue menjelaskan inhuman target kita tiba-tiba meliar di lapangan. Sementara itu, anak-anak sekolah makin berteriak histeris, berlari ke sana ke mari. Beberapa orang dan guru yang masih berpikir rasional berusaha mengarahkan semua orang menuju ke luar sekolah.
Kepanikan terjadi. Banget.
“Ken, ini yang aku takutin.” Kata Nur.
“Apaan sih?” Imel masih bingung.
“Kita pergi dari sini!” Perintah gue.
Belum sempat rencana dilaksanakan, telepon jam tangan gue berbunyi. Ada panggilan dari markas. Lina sepertinya menjawab panggilan evakuasi gue, tapi dia ternyata menyuruh untuk melakukan perubahan rencana. Rencana barunya adalah... MENANGKAP JEEPERS CREEPERS HIDUP-HIDUP.
Perintah adalah perintah. S.H.I.E.L.D. gak pernah diragukan, maka gue, Dani, dan Erna tetap mengikuti perintah. Quinjet akan datang beberapa belas menit lagi. Kami diminta mengulur waktu selama mungkin agar target gak berhasil membawa Kenia atau kabur dari lokasi.
”Oke, oke, prosedurnya...” Gue berpikir instruksi S.H.I.E.L.D. langkah demi langkah di situasi begini.
“Amanin warga sipil!” Sahut Dani.
Dani memberikan tugas kepada Erna dan Eda untuk memastikan seluruh warga sekolah berhasil keluar. Mereka berdua dibekali senjata penembak bertuliskan ‘ICER’ di gagangnya. Senjata pembeku syaraf yang gak mematikan, mirip kejut listrik. Senjata itu standar buat agen lapangan, tapi mungkin gak umum buat Eda.
Sementara itu, Dani memeriksa setiap kelas dan mengevakuasi siswa yang tersisa. Tugas gue, memancing Jeepers Creepers itu tetap di lingkungan sekolah ini dengan menuntun Kenia lari ke sana ke mari. Sejauh ini trik gue berhasil.
“Bang, dia punya sayap kaya kelelawar, tapi kok gak terbang?” Kenia sempat-sempatnya bertanya.
Itu aneh, tapi nanti aja dipikirin. Kami cuma harus mengulur waktu sampai Quinjet datang. Gue mengajak Kenia bersembunyi di balik pintu toilet perempuan. Mata gue mengintip dari celah pintu. Jeepers Creepers serta merta lewat, namun tepat berhenti beberapa meter di depan pintu tempat kami bersembunyi.
“Kenapa harus toilet cewek sih, Bang?” Kenia komentar lagi.
“Diem!” Gue menempelkan telunjuk di bibir gue sendiri.
Si Jeepers Creepers bertingkah seperti mengendus di udara kosong. Kepalanya menoleh ke kiri, kanan, atas, dan bawah. Kulit lehernya mengembang seperti kadal, tapi gue yakin dia bukan menunjukkannya untuk pamer.
Tiba-tiba monster itu menoleh ke arah pintu tempat kami bersembunyi. Dalam sesaat, gue kira kami ketahuan, tapi rupanya dia malah masuk ke dalam toilet cowok di sebelah. Kesempatan itu gue ambil untuk kabur dari toilet. Sebelum itu, gue ambil sapu terdekat yang bisa gue raih, lalu menyumpalkannya di pintu toilet cowok.
Gue lupa kalau Jeepers Creepers bukanlah anak SMA cupu yang bullyable. Kalau anak SMA cupu dikonciin di dalam WC, niscaya dia akan teriak-teriak minta tolong sampe capek, abis itu pasrah. Begitu sadar kami sedang lari tunggang langgang, dia meluluhlantakan pintu toilet beserta gagang sapunya menjadi remah-remah biskuit.
“Mati kita, Bang!” Kenia histeris.
Si Jeepers Creepers untuk pertama kalinya dapat melihat kami dengan bebas. Dia memotong jalan melewati lapangan untuk mengejar, sementara kami berdua bersusah payah berlari di koridor yang terlampau licin. Dengan mudah si Jeepers Creepers melampaui kami berdua, bahkan sudah menghalangi jalur lari kami.
Gue mendadak ngerem, tapi justru terpeleset akibat lantai licin. Gue refleks melepas genggaman tangan Kenia agar dia gak ikut terjatuh. Gaya jatuh gue lebih mirip sliding tackle dengan dua kaki yang mengacung ke depan sekaligus. Berita bagusnya, si Jeepers Creepers terkena tackle sehingga dia ikut terjatuh menimpa gue.
JEDUGG.
“Aagh!” Kepala gue terbentur lantai.
Si Jeepers Creepers dengan sigap bangun kembali, sementara gue sibuk mengerang kesakitan. Bisa gue lihat dengan mata terbalik, Kenia membalikkan badan dan berlari lagi. Tapi dengan jarak yang sudah sangat dekat, jelas percuma.
Kerah baju Kenia digapai si Jeepers Creepers dengan mudah. Badan Kenia dibalikkan dan diangkatnya tinggi-tinggi. Bau badannya diendus, sekujur tubuhnya dipelototi layaknya pelecehan yang biasa dilakukan pemuda pengangguran di pinggir jalan.
Si Jeepers Creepers bergumam dengan bahasa minang yang gak gue mengerti. Tiba-tiba sebuah tembakan dari senjata ICER mengenai punggung si Jeepers Creepers. Dani datang sambil berlari dari sudut lorong lain, tapi ikut terpeleset akibat lantai licin.
Antiklimaks.
“Sial! Ini sepatu S.H.I.E.L.D. siapa yang bikin sih.” Dani gak mau malu sendiri.
Satu tembakan dari Dani cukup membuat Jeepers Creepers menoleh, tapi gak cukup untuk membuatnya diam membeku. Tubuhnya sama sekali gak membiru seperti efek normal jika terkena ICER. Makhluk itu justru melepaskan Kenia hingga jatuh terduduk, lalu menatap Dani si sumber tembakan.
Gue kira dia akan menyerang Dani, tapi beberapa langkah kemudian dia justru melakukan peregangan pada kedua tangannya.
“Dia mau terbang!” Erna datang bersama Eda.
Tembakan ICER berbunyi silih berganti. Bunyinya gak seperti ledakan pistol biasa yang melontarkan timah panas, namun lebih mirip seperti mesin kap mobil panas yang terkena tetes air. Tembakan ICER dari tiga orang amatiran dari jarak yang gak terlalu jauh ternyata berdampak juga. Lambat laun si Jeepers Creepers membiru dan gerakannya semakin kaku.
Percobaan terbang makhuk itu akhirnya gagal.
“Giring ke tengah lapangan!” Erna memerintah.
Gue gak tau gimana sistemnya, namun rasanya yang memegang perintah dari tadi pagi itu Dani. Tapi setelah insiden kepeleset beberapa detik lalu, sekarang Erna yang justru memerintah. Untungnya mereka berdua gak sampe debat di tengah keributan gini.
Gue berlari memeriksa kondisi Kenia. Sementara itu, si Jeepers Creepers terus berjalan mundur, didesak tiga orang yang sedikit demi sedikit makin berpencar. Gue perlu memberikan dua jempol kepada Eda yang gak ketakutan di waktu pertamanya melihat bentuk Jeepers Creepers.
Tepat di tengah lapangan, Dani langsung melempar alat berupa piringan bermagnet ke antara celah kaki target.
“Sekarang!” Dani berteriak tegas kepada alat komunikasi di telinganya.
Ada satu hal yang nanti akan gue tanyakan ke kedua cewek gila di hadapan gue. Siapakah sebenarnya yang memegang perintah di antara mereka.
Seketika, sebuah kerangka balok seukuran manusia dewasa jatuh berdentum dari langit, memerangkap si Jeepers Creepers. Asap berwarna jingga mengepul memenuhi ruang bagian dalam balok. Lima detik kemudian, asap tersebut berubah menjadi agar-agar beku dengan si inhuman terkurung kaku di dalamnya.
“Matriks gel?” Gue heran.
“Apaan itu, Bang?” Tanya Kenia
Kepala gue menoleh ke langit. Di balik awan di strata tertinggi taksonomi awan, terebentuklah sebuah bayangan quinjet. S.H.I.E.L.D. baru saja datang tepat pada waktunya.
---
POV Eda
Setelah memarkirkan mobil di tempat yang layak inap, gue terpaksa ikut ke dalam pesawat dengan Geng Maha Dahsyatnya Hari. Kenia juga ikut, tapi nggak bersama kedua temannya. Pihak sekolah, gue curi dengar, juga diminta memaklumi dan mendiamkan kejadian ini agar tidak terdengar media.
“Bakalan kesebar gak sih?” GUe berbisik kepada Hari.
Ucapan gue merujuk kepada kegiatan paska kericuhan tadi. Selagi benda yang disebut matriks gel itu diangkut ke pesawat. Beberapa siswa sok penting nyelinap masuk ke TKP dan berselfie ria.
“Liat nih, Bang, kelakukan temen-temenku.” Kenia menyodorkan handphonenya.
Benar saja, udah ada yang mengupload di instagram dalam kurun waktu kurang dari setengah jam. Gue pun bertanya-tanya, bagaimana cara S.H.I.E.L.D. menangani yang kaya begini.
“Liat aja, bentar lagi fotonya ilang. Kalo hackernya lagi iseng, akunnya bisa sampe kena blok.” Hari senyam senyum.
Beberapa detik kemudian Kenia sewot melaporkan kepada kami kalau foto itu udah hilang, beserta akun temannya. Gila juga hackernya S.H.I.E.L.D.
“Ihh, kasian dong temen aku. Foto-fotonya udah 500. Selebgram loh dia.” Kenia sewot sewot manja.
“Bentar lagi data hapenya juga hilang.” Hari terus jadi kompor.
Gue cukup tertawa mendengar candaan adik kakak ini. Di seberang tempat duduk kami, Erna dan Dani tertidur. Mereka jelas menunjukkan kelelahan, apalagi setelah gue tahu mereka kurang tidur dari kemarin.
“Eh, bentar!” Hari sedikit berteriak. “Kamu gimana caranya connect internet?”
“Ada wifi kok.” Jawab Kenia, polos.
“Geblek! Matiin! Bukan wifi sembarangan ini.”
Dasar kelakuan bocah SMA.
Entah jam berapa, dan di mana, Quinjet tiba dan mendarat di markas. Entah gue boleh merasa bangga atau kah takut setelah melihat-lihat markas S.H.I.E.L.D. Kalo di film-film, biasanya orang yang gak punya kepentingan akan ditembak kepalanya setelah tahu banyak rahasia. Baru aja gue mau mengonfirmasi ke Hari, dia udah lebih dulu menjamin keutuhan kepala gue.
Gue bertemu kembali dengan Lina, lalu terlintas sekelebat pengalaman akhir tahun di Jatiasih. Gue juga bertemu Kak Puri, yang disambut dengan tepukan bahu Dani.
“Gak perlu kaget. Udah kebanyakan kaget lu hari ini. ” Ledek Dani.
Untungnya gue gak dilibatkan dalam rapat internal mereka. Kalau iya, mungkin kepala gue bener-bener akan pecah berkeping-keping. Oleh Lina, gue dipersilahkan menempati salah satu kamar tamu untuk menunggu.
---
POV Lina
“Sigit mana?” Tanya Hari.
“Udah dijemput si master master itu.” Jawab gue.
Rapat internal diawali dengan laporan saat kejadian dan paska kejadian tadi sore. Selanjutnya, menyusun rencana akan diapakan makhluk satu ini. Banyak usul-usul liar bermunculan, mulai dari bunuh, bakar, hingga tenggelamkan. Logis sih, mengingat para penghuni markas cabang belum bisa berbuat banyak seperti orang-orang markas pusat.
Tapi usul paling masuk akal sekaligus beresiko lagi-lagi disampaikan Puri.
“Kita cairkan gelnya.” Kata Puri, yang langsung diterjemahkan Lina.
“After that?” Tanya si pimpinan necis.
“We all already know that he’d after me. Let us interogated him.”
Menginterogasinya memang layak dicoba, sekaligus beresiko markas diacak-acak lagi. Tapi, pasti sebanding dengan hasil yang akan didapat. Beberapa hari lalu kami diserang Alan, maka kami harus tau apakah si Jeepers Creepers ini beraliansi dengan Alan atau nggak. Selain itu, kita bisa mengorek asal usulnya, mengingat cerita Sigit bahwa inhuman ini adalah inhuman kuno.
Hari, Dani, dan Erna gak banyak bersuara kali ini. Wajah mereka sangat menjelaskan mimik kelelahan. Kenia, apa yang bisa diharapkan dari gadis tanggung selain makan mie, seperti yang dilakukannya sekarang di pojokan.
“Bangkunya empuk, Bang.” Kata Kenia dengan konyolnya, seperti gak pernah merasa telah melalui kejadian tadi.
Kesepakatan akhirnya bulat, menginterogasi si Jeepers Creepers dengan pengawasan ketat. Erna akan menemani dengan dugaan kuat makhluk ini berbahasa Minang.
BERSAMBUNG