Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Ada cinta di pulau tak berpenghuni

Bimabet
makin bagus:thumbup makin rapi, Gan!

jadi pengen mandi lagi nich Deasy:o

d133cd866838284.jpg
d3966f866838314.jpg
3f10c8866838354.jpg
d5714d866838394.jpg
Awas ada joko tarub
 
“Jangan khawatir. Tim penyelamat pasti segera datang” Baru saja aku mengatakan itu, ia kembali terangsang. Bayangan tubuh telanjang desi kembali muncul. Aku hanya bisa berpura-pura bersikap seperti biasa dan menahan diri untuk tidak melakukan hal yang memalukan.

Masih bingung saya suhu, kadang menggunakan ia untuk dirinya sendiri.

Moga kedepannya lebih baik lagi.
 
Pov andika

“Bukan itu. Aku hanya merasa takut.” desi berkata dengan lirih. Tidak seperti biasanya yang selalu berbicara dengan tegas.

Aku tahu ada sesuatu yang berbeda dari perempuan di depannya. “Kamu takut apa? Tidak terjadi sesuatu yang buruk kemarin. Meskipun kita terdampar, setidaknya kita masih punya persediaan makanan, kelapa untuk minum, dan kayu untuk membuat api di malam hari. Bersabarlah. Sebentar lagi tim penyelamat akan datang”. Aku berusaha menghibur desi.

“Jujur saja, Aku takut kepadamu. Tiba-tiba saja aku takut kalau kamu….. ” desi menghembuskan nafas panjang. Sedangkan aku masih terlalu kaget dengan apa yang baru saja ia dengar.

“Apakah kamu pernah merasa tertarik secara seksual kepadaku, dika?” desi tampak ragu dengan kata-katanya sendiri.

Aku terkesan dengan insting desi yang menyadari kebenaran semacam itu. Namun harga diriku terlalu tinggi untuk mengakui hal memalukan semacam itu. “Kamu gila. Kita sudah bersama sepanjang hari, siang dan malam, dan tidak ada hal buruk yang kulakukan kepadamu. Bagaimana mungkin kamu menanyakan hal memalukan semacam itu.” Aku tidak mengakui kebenarannya.

“Tapi jika itu benar, mungkin saja seks adalah kesenangan terakhir yang bisa kita lakukan bersama sebelum kita mati. Aku tidak pernah melakukannya sepanjang hidupku dan mungkin rasanya akan menyenangkan. Tapi itu jika kamu mau dengan sukarela. Dan jangan pernah berpikir bahwa aku akan memperkosamu. Mengerti” aku bersuara dengan keras. Dan beraktinng seolah-olah kesal dengan pertanyaan desi dan mengatakan setengah kebenaran yang ada di pikiran.

“Kalau begitu syukurlah. Tapi akan lebih baik jika kau berikan pisau yang kau bawa kepadaku.” Kali ini desi tampak tegas.

“Ya Tuhan… Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Apa kata-kataku tidak cukup untuk meyakinkanmu bahwa tidak akan terjadi apa-apa?”

“Aku hanya berjaga-jaga. Siapa tahu kamu tidak bisa mengendalikan dirimu dan mulai berpikir untuk tidur denganku. Apalagi kau memiliki pisau. Terkadang kejahatan bisa terjadi karena ada kesempatan, bukan keinginan.” Untuk pertama kalinya desi berkata panjang lebar dengan lelaki yang baru saja ia kenal. Dan desi telah memikirkan semua perkataan tersebut jauh sebelum aku kembali dari mandi tadi.

“Kamu sinting. Tapi jika itu bisa membuatmu senang, baiklah.” aku sebenarnya benar-benar kagum dengan wanita di depanku. Sayangnya ia tidak mungkin mengaku bahwa semua ucapan desi itu benar adanya. Aku berpura-pura marah dan melemparkan pisau hadiah dari temanku ke tanah di depan desi. Kemudian aku beranjak pergi meninggalkan desi.

“Mau kemana lagi kamu?” ujar desi.

“Yang jelas tidak sedang merencanakan untuk menikmati tubuhmu.” aku masih berakting marah. Dan ingin segera pergi.
 
Pov andika

“Bukan itu. Aku hanya merasa takut.” desi berkata dengan lirih. Tidak seperti biasanya yang selalu berbicara dengan tegas.

Aku tahu ada sesuatu yang berbeda dari perempuan di depannya. “Kamu takut apa? Tidak terjadi sesuatu yang buruk kemarin. Meskipun kita terdampar, setidaknya kita masih punya persediaan makanan, kelapa untuk minum, dan kayu untuk membuat api di malam hari. Bersabarlah. Sebentar lagi tim penyelamat akan datang”. Aku berusaha menghibur desi.

“Jujur saja, Aku takut kepadamu. Tiba-tiba saja aku takut kalau kamu….. ” desi menghembuskan nafas panjang. Sedangkan aku masih terlalu kaget dengan apa yang baru saja ia dengar.

“Apakah kamu pernah merasa tertarik secara seksual kepadaku, dika?” desi tampak ragu dengan kata-katanya sendiri.

Aku terkesan dengan insting desi yang menyadari kebenaran semacam itu. Namun harga diriku terlalu tinggi untuk mengakui hal memalukan semacam itu. “Kamu gila. Kita sudah bersama sepanjang hari, siang dan malam, dan tidak ada hal buruk yang kulakukan kepadamu. Bagaimana mungkin kamu menanyakan hal memalukan semacam itu.” Aku tidak mengakui kebenarannya.

“Tapi jika itu benar, mungkin saja seks adalah kesenangan terakhir yang bisa kita lakukan bersama sebelum kita mati. Aku tidak pernah melakukannya sepanjang hidupku dan mungkin rasanya akan menyenangkan. Tapi itu jika kamu mau dengan sukarela. Dan jangan pernah berpikir bahwa aku akan memperkosamu. Mengerti” aku bersuara dengan keras. Dan beraktinng seolah-olah kesal dengan pertanyaan desi dan mengatakan setengah kebenaran yang ada di pikiran.

“Kalau begitu syukurlah. Tapi akan lebih baik jika kau berikan pisau yang kau bawa kepadaku.” Kali ini desi tampak tegas.

“Ya Tuhan… Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Apa kata-kataku tidak cukup untuk meyakinkanmu bahwa tidak akan terjadi apa-apa?”

“Aku hanya berjaga-jaga. Siapa tahu kamu tidak bisa mengendalikan dirimu dan mulai berpikir untuk tidur denganku. Apalagi kau memiliki pisau. Terkadang kejahatan bisa terjadi karena ada kesempatan, bukan keinginan.” Untuk pertama kalinya desi berkata panjang lebar dengan lelaki yang baru saja ia kenal. Dan desi telah memikirkan semua perkataan tersebut jauh sebelum aku kembali dari mandi tadi.

“Kamu sinting. Tapi jika itu bisa membuatmu senang, baiklah.” aku sebenarnya benar-benar kagum dengan wanita di depanku. Sayangnya ia tidak mungkin mengaku bahwa semua ucapan desi itu benar adanya. Aku berpura-pura marah dan melemparkan pisau hadiah dari temanku ke tanah di depan desi. Kemudian aku beranjak pergi meninggalkan desi.

“Mau kemana lagi kamu?” ujar desi.

“Yang jelas tidak sedang merencanakan untuk menikmati tubuhmu.” aku masih berakting marah. Dan ingin segera pergi.
 
Pov 3rd
Namun sebelum ia terlalu jauh, desi berdiri dan berlari kecil sejajar dengan andika. “Satu lagi, Aku peringatkan, jika kamu macam-macam denganku, Aku bersumpah akan membunuhmu”

Andika berhenti berjalan dan berbalik menghadap desi “Terserah. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan dan aku akan melakukan apa yang kuinginkan. Dan jangan ikuti aku. Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya sendiri.”

Desi sedikit merasa bersalah. Mungkin tuduhanya kepada nya keterlaluan. Tapi desi juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mengatakan apa yang ia pikirkan dan mengambil langkah yang tepat. Desi menghentikan langkah dan kembali ke pepohonan kelapa. Ia berharap andika baik-baik saja dengan apa yang baru saja ia katakan dan tidak salah paham.
****************
POV Andika
Aku masuk hutan lagi.dan hanya berjalan tidak beraturan tanpa tujuan. hanya masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh nya. “Untung saja aku tidak cerita bahwa aku melihatnya mandi tadi. Kalau tidak wanita itu pasti sudah membunuhku.” aku terkekeh dan merasa menang karena membohongi desi. Tapi sungguh, dia cukup berani dan cerdas mengatakan semua hal tersebut.

“Kalau saja aku tidak berbuat seperti itu, mungkin saja aku tidak akan bisa mengendalikan diriku sendiri saat berada di dekatnya dan benar-benar memperkosanya.” Pikir ku merasa beruntung bahwa desi melakukan tindakan yang tepat. Aku kemudian duduk diantara pepohonan, merasa lelah, dan memikirkan kata-kata yang tepat ketika ia kembali ke pepohonan dimana desi berada.

Belum sempat ia berpikir, tiba-tiba ada 3 ekor ayam lewat tak jauh dari tempatnya duduk. Aku segera bangkit. “Ini pasti hari keberuntunganku” gumamku. Dan segera mendekati salah satu ayam untuk menangkapnya. Namun sebelum jarakku terlalu dekat, ayam-ayam tersebut berlari. Kemudian berhenti lagi, waspada seolah tahu bahwa mereka dalam bahaya.

Beberapa kali aku mendekati ayam-ayam tersebut, hal yang sama terjadi. Ayam itu selalu berlari sebelum aku berada jarak dimana ia bisa menangkap ayam-ayam itu. Kini dua ekor ayam lainnya sudah tidak terlihat. Hanya berfokus melihat satu ayam yang tersisa. Tiba-tiba aku punya ide. Segera mengambil beberapa batu di sekitarnya, mendekati ayam yang tampak waspada, kemudian melemparkan batu yang ku bawa.

Meleset. Ayam itu mampu menghindar. Tapi keberuntungan berada di pihak ku. Sebuah lemparan mengenai kepala ayam tersebut. Ayam itu tampak kesakitan. Tapi masih mampu berlari menjauh dari ku dan kemudian terduduk. Ku mengira ayam itu sudah tidak punya tenaga, namun ketika ia mendekatinya, ayam itu kembali berdiri dan berlari menjauh lagi. Kesal, kembali mengambil beberapa batu yang agak besar. Kemudian ku mendekati ayam yang sudah sekarat itu dan melempar dengan sekuat tenaga. Kena. Ayam mengelepar. Dan segera menangkap ayam tersebut sebelum ayam itu berdiri lagi. Tertangkap.

Aku segera memegang erat ayam yang terus meronta ingin lepas. Mustahil ayam itu mampu lepas. Sampai aku menemukan batu yang cukup besar. Lalu mengambilnya, meletakan ayam di tanah, dan memukul kepala ayam tersebut dengan batu terus menerus seolah melampiaskan kekesalannya. Ayam itu tidak lagi bergerak. Aku terduduk, terengah-engah. Kemudian membawa ayam tersebut. Dan hanya perlu bersikap seperti biasa seperti tidak terjadi apa-apa. Dan semua akan baik-baik saja.

Kalau pun bayangan telanjang tubuh desi kembali hadir, aku tidak mungkin berani macam-macam karena sekarang dia membawa pisau. Aku pun berdiri, melihat matahari dan kembali ke pantai. Walaupun sudah agak terlalu jauh ke dalam hutan, aku dengan mudah menemukan jalan pulang.
 
https://encrypted-tbn0.***********/images?q=tbn:ANd9GcSvJq_GlKh4deF18nk0xfVjOSo8mfSs1jOGhNAt3rZ6Fiph9UGe9A
POV Desi
Desi sendirian. Ia sudah memutuskan untuk meminta maaf kepada andika atas apa yang ia katakan dan akan mengembalikan pisau yang ia pegang. Benar kata dia, mereka selalu bersama semenjak terdampar di pulau ini dan selama itu pula andika tidak pernah macam-macam, bahkan andika selalu melakukan perintahnya. “Mungkin ini hanya pikiranku saja” gumam ku.

Yang ditunggu akhirnya datang. Dari kejauhan aku melihat andika membawa sesuatu.
Anehnya, sepertinya dia sedang tersenyum.” Mungkin dia sudah tidak lagi marah seperti saat terakhir kami berbicara” batin ku.

Andika bersikap biasa menghampiri Vina. “Hari ini kita akan makan ayam. Aku berhasil menangkapnya.” Kata andika dengan senyuman yang kali ini tidak dibuat-buat.

Aku menyodorkan pisau ke andika. “Kukembalikan pisaumu. Maafkan aku. Ketakutanku tidak mendasar. Dan benar apa yang kau katakan, selama kau tidak pernah macam-macam”.

Kali ini andika yang bingung. Sebenarnya dirinyalah yang salah. Semua yang diucapkan desi merupakan kebenaran. Hanya saja andika tidak mengakuinya sehingga desi tidak tahu kebenaran ucapannya. “Tidak perlu. Kau saja yang membawanya. Daripada kau terus merasa takut kepadaku.” Kali andika bijaksana.

“Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas pengertianmu”.ucap ku.

Hari sudah menjelang sore. Kami berdua kemudian menyiapkan kayu dan kemudian membakar ayam yang sudah ditangkap andika. Mereka hanya menusukan dua batang kayu yang cukup besar pada ayam tersebut, kemudian memanggangnya. Mereka membakar ayam tersebut bersama dengan bulu-bulunya. Dan sore itu, mereka berdua menikmati menu lain selain pisang. Siapa yang menyangka bahwa daging ayam yang terpanggang gosong terasa begitu nikmat. Mereka mengobrol sampai malam seperti hari pertama. Dan ketika malam sudah terlalu larut, kami pun pergi tidur di tempat masing-masing seperti biasa.

*******

Malam itu cukup dingin. Suasananya tenang. Siapapun pasti bisa tidur dengan nyenyak di pantai tersebut meski tanpa bantal dan guling. Namun aku merasa sesuatu yang aneh terjadi pada tidurku. Dalam keadaan setengah sadar, baru tahu bahwa andika sedang menindih tubuhnya. Sebelum benar-benar sadar, andika dengan cepat membuka paksa baju ku. Kancing-kancingku pun lepas. masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Andika yang baru saja ngobrol asyik sepanjang malam benar-benar melakukannya. Dia tidak mampu menahan dirinya sendiri.

Bahkan BH ku pun sudah lepas. Payudara ku terasa dingin tersapu angin malam. Aku berusaha berontak, tapi dia lebih kuat darinya. Semua usahanya sia-sia. Aku hampir menangis. Andika tertawa-tawa meremas payudara kemudian menjilat puting ku. Sementara itu aku baru sadar bahwa ada pisau di punggungnya. Berpura-pura pasrah dan diam,dia terus berupaya menggesek gesekkan penisnya ke vagina ku. Sedikit keras hentakan penisnya sudah masuk di vagina ku. Tanpa di duga tangan ku berhasil meraih pisau yang ada dibalik punggungnya.

“Bagus. Diamlah. Dan mari kita bersenang-senang” dia tertawa lagi. Sambil menghujamkan penisnya ke vagina ku

Aku tidak serius ketika berkata bahwa ia akan membunuh nya jika macam-macam. Tapi sepertinya ia benar-benar akan melakukannya. Dengan sekuat tenaga aku langsung bangun dengan sekuat tenaga. Andika yang kaget tersungkur di samping ku. Dan aku menghujamkan pisau yang ada ditangannya ke tubuh nya secara membabi buta.

“Ah…… Pergilah ke neraka ” Teriak ku dengan kesetanan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd