Pov 3rd
Namun sebelum ia terlalu jauh, desi berdiri dan berlari kecil sejajar dengan andika. “Satu lagi, Aku peringatkan, jika kamu macam-macam denganku, Aku bersumpah akan membunuhmu”
Andika berhenti berjalan dan berbalik menghadap desi “Terserah. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan dan aku akan melakukan apa yang kuinginkan. Dan jangan ikuti aku. Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya sendiri.”
Desi sedikit merasa bersalah. Mungkin tuduhanya kepada nya keterlaluan. Tapi desi juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mengatakan apa yang ia pikirkan dan mengambil langkah yang tepat. Desi menghentikan langkah dan kembali ke pepohonan kelapa. Ia berharap andika baik-baik saja dengan apa yang baru saja ia katakan dan tidak salah paham.
****************
POV Andika
Aku masuk hutan lagi.dan hanya berjalan tidak beraturan tanpa tujuan. hanya masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh nya. “Untung saja aku tidak cerita bahwa aku melihatnya mandi tadi. Kalau tidak wanita itu pasti sudah membunuhku.” aku terkekeh dan merasa menang karena membohongi desi. Tapi sungguh, dia cukup berani dan cerdas mengatakan semua hal tersebut.
“Kalau saja aku tidak berbuat seperti itu, mungkin saja aku tidak akan bisa mengendalikan diriku sendiri saat berada di dekatnya dan benar-benar memperkosanya.” Pikir ku merasa beruntung bahwa desi melakukan tindakan yang tepat. Aku kemudian duduk diantara pepohonan, merasa lelah, dan memikirkan kata-kata yang tepat ketika ia kembali ke pepohonan dimana desi berada.
Belum sempat ia berpikir, tiba-tiba ada 3 ekor ayam lewat tak jauh dari tempatnya duduk. Aku segera bangkit. “Ini pasti hari keberuntunganku” gumamku. Dan segera mendekati salah satu ayam untuk menangkapnya. Namun sebelum jarakku terlalu dekat, ayam-ayam tersebut berlari. Kemudian berhenti lagi, waspada seolah tahu bahwa mereka dalam bahaya.
Beberapa kali aku mendekati ayam-ayam tersebut, hal yang sama terjadi. Ayam itu selalu berlari sebelum aku berada jarak dimana ia bisa menangkap ayam-ayam itu. Kini dua ekor ayam lainnya sudah tidak terlihat. Hanya berfokus melihat satu ayam yang tersisa. Tiba-tiba aku punya ide. Segera mengambil beberapa batu di sekitarnya, mendekati ayam yang tampak waspada, kemudian melemparkan batu yang ku bawa.
Meleset. Ayam itu mampu menghindar. Tapi keberuntungan berada di pihak ku. Sebuah lemparan mengenai kepala ayam tersebut. Ayam itu tampak kesakitan. Tapi masih mampu berlari menjauh dari ku dan kemudian terduduk. Ku mengira ayam itu sudah tidak punya tenaga, namun ketika ia mendekatinya, ayam itu kembali berdiri dan berlari menjauh lagi. Kesal, kembali mengambil beberapa batu yang agak besar. Kemudian ku mendekati ayam yang sudah sekarat itu dan melempar dengan sekuat tenaga. Kena. Ayam mengelepar. Dan segera menangkap ayam tersebut sebelum ayam itu berdiri lagi. Tertangkap.
Aku segera memegang erat ayam yang terus meronta ingin lepas. Mustahil ayam itu mampu lepas. Sampai aku menemukan batu yang cukup besar. Lalu mengambilnya, meletakan ayam di tanah, dan memukul kepala ayam tersebut dengan batu terus menerus seolah melampiaskan kekesalannya. Ayam itu tidak lagi bergerak. Aku terduduk, terengah-engah. Kemudian membawa ayam tersebut. Dan hanya perlu bersikap seperti biasa seperti tidak terjadi apa-apa. Dan semua akan baik-baik saja.
Kalau pun bayangan telanjang tubuh desi kembali hadir, aku tidak mungkin berani macam-macam karena sekarang dia membawa pisau. Aku pun berdiri, melihat matahari dan kembali ke pantai. Walaupun sudah agak terlalu jauh ke dalam hutan, aku dengan mudah menemukan jalan pulang.