Part 2
"Heeeeeeeeeeeeh….", Teriak kedua orang temannya itu terlihat keduanya cukup panik akan apa yang dilakukan oleh temannya ini.
"Lu gila ya me? Anak orang udah lu tiban pake botol sekarang tampar gitu aja.", Kata si rambut lurus.
"Aduuh mas maaf ya maaf, ini anak emang suka random. Tapi saya ga tau kalo randomnya sekarang akut gini. Me, udah me ayo minta maaf ih.", Ucap teman satunya.
Sementara si pelaku, hanya melihat lirih kearah ku, terpaku. Kala itu wajahnya seperti mengekspresikan rasa kekecewaan yang sangat besar terhadapku, rasa kecewa akan seperti pernah dikhianati. Sementara aku, hanya bisa diam melihatnya sambil memegang pipiku.
"I.. itu buat kamu yang udah ninggalin aku seenaknya aja. Pergi tanpa alasan, hilang tanpa kabar. Aku kecewa sama kamu. Kamu jahat, Ki. Kamu jahat.", Katanya sambil menangis dengan cukup keras.
Kemudian dia memelukku, cukup erat. Hingga membuatku kesulitan untuk bernafas.
"Oh Tuhan, terima kasih Engkau telah mempertemukan kami kembali. Aku sempet frustasi Ki, aku pikir kita ga bakal ketemu lagi. Kamu pergi gitu aja.",
"Tu.. tunggu dulu, kamu kenal aku?", Sambil melepaskan pelukkannya, lalu aku memegang kedua pundaknya.
Ia hanya mengangguk pelan sambil mengusap air matanya.
"Dulu kita temen deket, Ki. Sampe kamu ninggalin aku gitu aja."
"Maaf, tapi aku ga inget siapa kamu."
"Iyaa, aku tau. Semejak kejadian itu kamu emang banyak berubah."
"Kejadian apa ya?", Tanyaku memastikan dengan heran.
Perhatian! Perhatian! Kereta Api Argo Lawu tujuan Jogjakarta di Jalur 3 akan segera diberangkatkan. Bagi para penumpang yang telah memiliki karcis dimohon untuk segera naik. Karena kereta api akan segera diberangkatkan, terima kasih.
"Me, ayo naik itu keretanya dah mau jalan.", Ucap si rambut panjang
"Bentar, fi.", Kemudian dia mengeluarkan secarik kertas dan menulis sesuatu.
"Ini nomer hp aku, kalo kamu mau tentang kejadian yang aku maksud kamu bisa telpon aku.", Sambil menyerahkan kertas itu kepadaku.
"Yang jelas, sekarang aku bersyukur bisa ketemu kamu lagi. Sampai nanti.", Ucapnya sambil meninggalkanku.
Aku melihatnya mulai menjauh dariku, menuju kereta itu.
Lalu, dari arah belakang terdengar suara gemuruh dan seseorang menabrak bahu kiriku.
"Mas, maaf ya buru-buru.", Sambil berlari
Kemudian kini bahu kananku yang tertabrak.
"Mas, maaf juga ya, sama lagi buru-buru nih.", Ujar si gadis yang satunya lagi.
Kedua gadis itu berlari sambil menjinjing kopernya menuju kereta yang sama, yang dinaiki oleh Melati.
"Lu sih lama mandinya. Ayo buruan!"
"Bentar ca, berat ni."
Terdengar pertikaian mereka dari kejauhan. Keduanya memiliki wajah yang cukup mirip.
"Mungkin kembar.", Pikirku lalu menjauh dan berjalan menuju ke lobby.
Ternyata saat sedang makan dan kurang dari satu jam aku menerima panggilan dari si asisten. Dia sudah tiba di stasiun untuk menjemputku. Setelah selesai aku pun menghampirinya.
"Om Mario apa kabar?", Sambil menghampiri seorang pria dengan rambut gondrong dan kacamata.
"Hei, Seiki. Baik. Selamat datang ya di Jakarta."
Om Mario adalah asisten kepercayaan kakakku, bahkan sedari jaman ayahku. Selain mengurus perusahaan sebagai tangan kanan kakak, ia pun berperan sebagai wali ku saat ini. Saat di Surabaya pun, dia lah yang mengurusi kebutuhanku. Tentu saja secara tidak langsung, karena tugasnya yang penting dia tidak bisa meninggalkan Jakarta terlalu lama. Sesekali dia menelpon hanya untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja. Sementara kakakku, jangankan menemuiku, menelepon atau menanyakan kabarku saja tidak pernah.
Dengan menaiki mobil kami pun menuju ke rumah yang akan aku tempati nantinya. Sepanjang perjalanan aku banyak berbincang dengannya. Dia bercerita bahwa seharusnya hari dia mengantar kedua anaknya ke stasiun. Tapi karena sibuk, dia sampai lupa jam keberangkatannya.
"Nah gitu jadi pas om inget kalo om harus ngater mereka ternyata mereka udah jalan duluan. Padahal om udah jalan balik ke rumah tuh. Yaudah om langsung puter balik deh ke stasiun buat jemput kamu.", Ceritanya seraya tertawa.
Itulah alasan kenapa dia bisa telat saat menjemputku.
Sepanjang perjalan menuju tempat tinggal baruku, aku terus saja kepikiran dengan gadis bernama Melati itu. Dia bilang dia mengenalku, bahkan mengerti saat aku bilang tak mengingatnya. Aku mengidap partial loss memory symtomps atau amnesia sebagian. Aku kehilangan sebagian besar memori masa kecilku, menurut dokter ini terjadi karena trauma atau shock yang begitu hebat. Aku sendiri tak mengingat kejadian yang membuat aku trauma. Aku pernah bertanya kepada om Mario tentang masa kecilku, namun ia selalu menjawab bahwa sebaik aku melupakannya saja.
"Tunggu dulu, tadi dia sempet bilang tentang kejadian. Mungkin dia tau sesuatu tentang masa kecilku. Tentang trauma yang aku alami. Ya, aku harus menghubungi gadis itu nanti.", Batinku.
Tidak terasa kami sudah sampai di tempat tinggal baruku. Rumah yang mewah dan besar, terlihat tampak megah dengan tembok dan pagar hitam tinggi yang mengelilinginya. Terparkir 1 mobil dan 1 motor di garasinya. Rumah 2 lantai, 5 kamar tidur, 3 kamar mandi, dan 1 kolam renang di kawasan elit Jakarta Selatan. Aku akan tinggal disini, di rumah mewah ini dan hanya aku lah yang akan jadi penghuninya, begitulah menurut om Mario. Saat aku sedang berkeliling rumah lalu om Mario menghampiriku.
"Ada telepon, jawablah.", Katanya sambil menyodorkan handphonenya dan sebuah amplop coklat besar padaku.
"Dari siapa?", Tanyaku pelan.
"Kakakmu."
Deg, dadaku berdegup cukup keras. Aku tak tahu apa yang aku rasakan saat itu. Entah takut karena aku tahu dia membenciku, atau karena senang karena akhirnya dia menelponku.
"Ha.. hallo?"