Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MAYA ISTRIKU (COVER)

Siapa pasangan ideal menurut (harapan) kalian?

  • Gio - Maya

  • Gio - Frieska

  • Bazam - Maya

  • Anto - Maya

  • Gio - Farin


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
BAGIAN 34

L E L A H


POV GIO

Cigetih, Senin, 5 Februari 2024….


Aku lalu berpamitan pada Pak Joko dan mengantar istriku pulang. Dan di perjalanan aku tidak mengucapkan sepatah kata apa pun.

“Pah, kok diem?” Tanya Maya.

“Apa juga yang harus Papah bicarain?”

“Papah....”
Maya mendempetkan tubuhnya di punggungku, “Papah marah sama Mama?”

“Nggak...”
Ucapku dan kulanjutkan, “Cuma kecewa...”

“Kecewa kenapa?”
Suara Maya terdengar sedih.

Aku menghela nafas. Aku memegang tangannya yang memeluk perutku dan menepuk-nepuknya lembut.

“Kecewa…. Kenapa kamu begitu mudah melampiaskan nafsu… padahal kamu ini lagi berobat! Buat apa tadi kita capek-capek ke Pskiater kalo nggak ada keinginan dari kamu buat sembuh!!!”

“Pah!”
Maya sedikit teriak, entah marah entah apa.

Namun tiba-tiba Maya memelukku semakin erat, “Maafin Mamah.... Kenapa Papah bisa tau?”

“Udahlah…. Nggak penting nanya Papah bisa tau, sekarang Mamah maunya apa?”
Aku menghentikan motor lalu wajahku berbalik ke arahnya.

“Pah, jangan tinggalin aku..”

“Mamah mau sembuh nggak sih?”
Tanyaku lagi, kesal sekaligus lelah menghadapi semua ini!

“Mau, Pah.. Mau… sumpah!” Ucapnya sambil terisak.

“Terus kenapa kayak nggak ada usaha buat ngelawan sama sekali? Baru beberapa jam lho ini sejak kita dari Pskiater!”

“I-iya… Pah… maaf…”

“Mau sampe kapan aku terus-terusan maafin kamu?”

“Pah…. maaf…..!!! aku janji nggak akan ngulangi lagi…. Kita sama-sama sembuh ya, Pah…”

“Sama-sama sembuh?”

“Ngg…”

“Maksudnya?”

“Maksudnya… Papah juga aku harap bisa nahan emosi, Papah boleh marah sama aku…. emang aku salah…. Tapi jangan sampe Papah….. ngebunuh lagi ya…. mereka nggak salah kok, Pah….”
Tangisnya.

Mendengar itu aku hanya bisa tertunduk. Memang aku pun GILA!!… tapi sakit di hatiku melihat semua ini terasa begitu menyesakkan dan perlu pelampiasan. Apakah kehadiran Frieska bisa meredakan kemarahanku yang tak terkontrol? Semoga saja.

“Ya… Papah janji buat kendaliin diri… asal Mamah juga mau berubah…” Ujarku pada akhirnya, dan dengan bodoh aku memaafkan dan memeluknya lagi.


÷÷÷÷÷÷​



Cigetih, Selasa, 6 Februari 2024….


Aku bangun sudah menunjukkan pukul 9.45. Pantas saja, di cuaca cerah seperti ini maka matahari akan bersinar sepanas-panasnya dan masuk melalui jendela kamarku.

Sial kesiangan!!! Aku lalu beranjak dan keluar dari kamar. Dan kulihat sudah ada Frieska sedang mengelap lemari. Mendengar pintu terbuka tentu saja membuat Frieska menoleh ke belakang.

“Udah bangun, Sayang?”

“Sssssttt….!!”
Aku kaget sambil celingukan karena Frieska begitu sembrononya memanggilku dengan panggilan ‘Sayang’.

“Tenang...” Frieska tertawa, “Kak Maya barusan pergi….”

“Hah? Pergi kemana?”

“Katanya sih mau belanja…”


Aku berpikir sejenak, dan langsung berpikiran yang tidak-tidak…. Aku memang tidak menceritakan kejadian Maya di toko Pak Joko kemarin pada Frieska, sudah malu rasanya dengan kelakuan istriku ini.

“Kenapa, Pah?” Tanya Frieska.

Aku tak tahu… kemarahanku begitu memuncak di pagi ini… akan kuhabisi siapapun yang menyetubuhi istriku hingga telah membuat hidupku menjadi kacau begini.

Aku langsung lari keluar rumah, tak menghiraukan panggilan Frieska. Tujuan pertama adalah kamar si Bazam keparat!! Tak ada penghormatan lagi padanya, tak ada ketakutan lagi padanya… meskipun ini seolah hanya mengantarkan nyawaku saja padanya, tapi aku tak peduli, akan kuhadapi dia jika aku memergokinya di pagi ini!!!

Ternyata kamarnya kosong… hmm.. aku pun kembali ke depan, dan disana sudah ada Frieska yang keluar rumah dengan begitu khawatir melihatku begitu emosi.

“Kamu liat Maya perginya kemana dan sama siapa? Liat si Bazam nggak? Yang tinggi besar pake motor silver dari arah belakang?” Tanyaku bertubi-tubi penuh emosi.

“Sabar dulu, Sayang… kalo yang tinggi besar pake motor silver, tadi aku liat… pas aku lagi nyapuin garasi, dia lewat trus ngeliatin aku judes banget… trus dia pergi ke arah sana.. tapi itu jauh sebelum Kak Maya pergi..” Kata Frieska sambil menunjuk ke arah jalan yang memang menuju ke arah ladang perkebunan tempatnya bekerja.

“Trus kalo Maya pergi ke arah mana?”

“Kesana...”
Telunjuk Frieska ke arah yang berlawanan, yaitu arah menuju jalan raya… dan itu termasuk toko si Joko!!!

Aku langsung berlari menuju toko si Joko, Frieska memanggil-manggil pun aku sudah tak mendengarnya.

Begitu sampai toko si Joko, tokonya sedang ramai pembeli… huh! Tadinya kalaupun istriku tak ada, aku sudah akan mencongkel kontol tuanya itu dengan linggis! Meskipun kali ini aku datang tanpa membawa apapun.

“Liat istriku?!” Tanyaku pada dia, saat di dekatnya sementara tak ada orang.

“Nggak ada… emang kenapa Pak Gio?” Tanyanya merasa aneh dengan ekspresi wajahku yang penuh kemarahan.

Aku tak menjawabnya, langsung masuk ke dalam toko, memeriksa setiap lorong, termasuk toilet yang selalu menjadi tempat perselingkuhan istriku. Saking emosinya tak sadar kutendang pintu itu hingga membuat ibu-ibu pengunjung yang sedang berbelanja kaget dan melihat ke arahku. Tapi aku tak menemui istriku disini. Aku pun keluar dari toko sambil mendengar pertanyaan “Ada apa, Pak Gio?” Dari mulut si Joko yang tetap tak kujawab.

Aku mencari ke warung sayur, disanapun istriku tak ada…. KAMU KEMANA MAYAAAA?!?!!?!?!?!?

Aku pulang ke rumah dengan kekesalan yang begitu luar biasa, Frieska langsung merangkulku untuk menenangkan diri.

“Jangan mikir macem-macem dulu, siapa tau emang bener lagi belanja….”

“Tapi di warung manapun nggak ada!”

“Siapa tau di warung yang laen…. Udah Papah mandi aja dulu...”

“Mau mandi bareng?”
Tanyaku sedikit meregangkan urat syaraf.

“Heh!”


Aku bisa tersenyum sejenak dan masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk lalu melangkah ke kamar mandi. Tapi aku keluar lagi karena aku baru sadar, mengapa tak mencoba menelepon istriku saja? Aku mencoba menghubunginya, tapi beberapa kali kucoba teleponnya tak diangkat, aku emosi lagi sampai membanting ponselku…. ke atas tempat tidur! Iya lah, kalau ke lantai nanti rusak… aku masih sadar kok!

Aku pun akhirnya mandi, tentunya mandi sendiri tanpa Frieska, karena kami sudah memiliki komitmen untuk tak berbuat aneh-aneh di rumahku.

Begitu keluar kamar mandi, kulihat Frieska dengan lembutnya tersenyum sambil menyiapkan sarapanku di meja makan. Pekerjaan yang biasa dilakukan istriku setiap pagi, kini seolah tergantikan tugasnya oleh Frieska. Dialah istriku di saat ini… ya! Frieska! Untuk apa aku terus menerus memikirkan Maya?!?

“Kenapa sih Ayang tadi keliatan emosi banget?” Tanya Frieska.

Aku menghampirinya dan mencium lembut keningnya, untuk sekedar mencium rupanya dia mau menerimanya.

“Sayang… tadi kenapa?” Tanyanya lagi.

“Sebenernya kemaren…...” Kataku, “dia ngelakuin lagi.”

“Setelah dari Pskiater?”
Frieska kaget.

Aku mengangguk dan menceritakan semuanya kepada Frieska. Mungkin dugaan Frieska kemarin itu benar, makanya itu dia menyuruhku untuk menjemput istriku. Maya memang berhubungan dengan lelaki tua pemilik toko, hanya saja kemarin aku masih bisa merahasiakannya pada Frieska.

“Astaga....” Frieska menghela nafas dan memandangku, “Ini udah parah banget.... dia udah berani senekat....”

“Aku tau....”
Potongku.

Frieska tiba-tiba wajahnya terlihat sedih dan mendekatiku kemudian dia memegang tanganku.

“Maya udah jadi Lonte yang binal!”
Lanjutku.

“Ayang! Jangan bilang kayak gitu! Dia masih istrinya Ayang!” Balas Frieska tak setuju dengan ucapanku.

“Emang dia kayak gitu!” Aku sedikit tersulut emosi.

Frieska lalu berdiri dan memelukku, dielusnya kepalaku dan dia berkata, “Kalopun Kak Maya kayak gitu..... jangan pernah manggil yang seperti itu..... tolong jangan….”

Mendengar itu aku terdiam. Aku menundukkan kepalaku dan menghela nafas panjang.

“Maaf....” Ujarku.

“Aku juga minta maaf....”

“Untuk?”


Frieska menarik tanganku untuk duduk di sofa depan TV, setelah kami duduk ia berkata, “Ternyata aku ada di rumah ini nggak ada fungsinya, aku nggak bisa jagain Kak Maya.”

Kemudian Frieska membaringkan kepalanya di pahaku dan aku mengelus rambutnya dengan lembut. Namun dari sudut matanya menetes air mata.

“Mama Frieska, Sayang…. kenapa nangis?’

“Cegah…. jangan biarin Kak Maya kayak gitu lagi.....”

“Hah? Susah! Aku kan udah usahain juga… dia juga udah tau kalo aku tau, tapi….”
Jawabku.

Frieska memandangku, wajahnya tanpa ekspresi, meski air matanya mengalir.

“Ayang masih sayang kan sama Kak Maya?” Tanyanya lagi.

“Aku....”

“Tegaslah!”
Frieska menepuk pipiku, “Kalo Kak Maya masih sulit dikendaliin, seenggaknya para laki-laki itu Ayang peringatin atau apa lah…. jangan diem, mereka jadi keenakan!”

Aku diam tercekat, Frieska tak tahu apa yang sudah aku perbuat.

“Maaf…. aku udah terlalu ikut campur urusan rumah tangga kalian..” Lanjut Frieska dengan nada menyesal.

Akhirnya Frieska menangis tersedu-sedu, dia menyeka matanya dari tangisannya..... dia benar-benar sedih sekali...... entah kenapa..... aku juga merasakan hal yang sama, tapi aku tak bisa menangis.... aku tak tahu..... melihat Frieska seperti ini, bisa menjadi pengganti diriku untuk menangis.

“Kak Maya itu orang baek....” Frieska terisak, “Coba kalo diberesin dari awal..... tapi dulu Ayang malah diem.... selalu diem.....malah sibuk nyalahin ‘kemampuan’ Ayang sendiri…. begitu Ayang sadar, nafsunya udah sebesar ini.... ”

Aku termangu. Aku memikirkan kata-kata Frieska. Sepertinya itu benar.... andai saja dulu aku berbicara kepada Maya dengan kecurigaanku pertama kali, tentu hal ini bisa dicegah. Kalau Maya berusaha mengelak, aku bisa menekannya dengan sikapku yang tegas, agar dia mengakui..... dan menyesali perbuatannya, disitu mungkin aku masih bisa memaafkannya. Tapi sikapku itu tidak ada pada waktu itu. Aku membiarkannya, terlarut berhari-hari memikirkan cara pencegahannya. Suami macam apa aku ini!! Perbuatan Maya memang salah, tapi aku juga salah!!! Benar kata Frieska, ini semua karena rasa sayangku kepadanya yang tak ingin melihat dia bersedih dan merasa bersalah padaku.... seharusnya aku tidak melakukan itu, hingga aku sendiri yang ‘menciptakan’ istriku seperti itu karena rasa sayangku kepadanya….. dan karena aku merasa ‘lemah’ di saat itu.

Lama aku terdiam dan Frieska juga kini sudah tidak menangis lagi.

Aku memandangnya dan berkata, “Kamu mencintai pria yang salah, Fries…. Maaf aku bikin kamu kecewa…”

“Aku nggak salah, Ayang juga nggak salah saat mencintai aku, semuanya sempurna… kesalahan Ayang cuma pada saat mencintai Kak Maya…. Cinta Ayang sama Kak Maya nggak sebesar yang Ayang pikirin, padahal kalo Ayang emang udah berniat buat nikahin 2 perempuan…. Cobalah bersikap adil…”

“Karena aku nggak bisa adil, kayaknya aku mulai berpikir buat nikahin seorang aja…. dan itu kamu!”
Ucapku yang sudah frustasi.

“Dan aku nggak mau….”

“Hah? Kenapa?”

“Aku lebih baik jadi istri ke-2 dari seorang lelaki yang hebat, daripada jadi istri satu-satunya dari seorang lelaki pecundang! Lelaki yang meninggalkan istrinya disaat istrinya sedang membutuhkannya… itu namanya lelaki pecundang….”

“Haaaaah...”
aku menghela nafas dan Frieska tertawa kecil.

“Gimana, setuju?”

“Setuju apalagiiiii?”

“Setuju buat jadi lelaki hebat…”

“Iya deh, iya...”


Frieska pun tersenyum, “Nah, gitu dong!”

“Sarapan dulu, ah”
Aku lalu melangkah ke meja makan.

“Sarapan kok belum pake baju!” Gumam Frieska.

Aku lalu menikmati sarapan sambil kembali duduk di sofa sambil menonton acara berita di TV. Tapi Frieska justru sibuk mencuci piring di dapur.

Ketika sarapan telah selesai, tiba-tiba Frieska sudah berdiri di depanku, dengan payudaranya yang bulat, vaginanya yang tanpa bulu serta senyum di bibirnya yang menggoda.

“Hei!!” Aku tentu saja kaget melihatnya.

“Ih, kayak yang belom pernah liat aku telanjang aja!” Ucap Frieska ketus.

“Bukan gitu! Siapa yang nggak kaget ngeliat tiba-tiba telanjang gini….!” Gerutuku, “Ngapain sih??”

“Masa harus dijelasin lagi?”
Dia tersenyum dan langsung berlutut di depanku, lalu tangannya mencoba membuka handuk yang menutupi area vitalku.

“Hei! Hei! Ini!” Aku berusaha mencegahnya.

“Mumpung sepi hihihi...” Ucapnya memotong.

“Katanya kemaren nggak mau kalo di rumah?”

Dia tidak menjawab tapi matanya melirik ke bawah, aku melihat ke bawah dan melihat burungku sudah berdiri tegak. BUSET!! TERNYATA HANDUKKU SUDAH TERLEPAS!!

“Bilang aja mau, sampe ga sadar aku udah narik handuk...” Dia menahan tawa dengan senyuman dan mulai mendekatiku.

“Mamah Frieska!!” Aku berusaha mencegahnya.

“Ssssttt...” Dia memintaku diam.

Dia mencium pipiku sejenak dan lanjut berbisik.

“Aku juga lagi pengen...... Sayang....”

Aku menghela nafas panjang dan masih ragu untuk melakukannya di rumah ini. Aku mendorong tubuhnya sejenak lalu kutahan dan mencoba membicarakannya.

“Sayang, aku....”

“Hmm...”
Dia tersenyum manis dan menonjolkan kedua payudaranya di depanku.

“Aaaargggh!!!” Dan aku langsung mencaplok putingnya.

“Hihihihi...” Frieska hanya tertawa geli saat aku menghisap puting kanannya.

Akhirnya komitmen kami runtuh juga padahal baru sehari yang lalu diucapkan. Mungkin namanya juga rezeki. Apalagi tubuhnya memang terlalu menggiurkan untuk diabaikan. Selagi aku sibuk ‘menyusu’ payudaranya, dia mengusap-usap dadaku. Setelah itu dia memegang kepalaku seolah menuntunku untuk menikmati payudaranya yang besar dan kenyal.

“Nnngggghhhhhh...” Lenguhnya dan mengusap kepalaku, “Dasar bayi gede…. ngabisin susunya Dimas…..”

Aku terus kujilat, kuhisap, kugigit kedua puting payudaranya yang dahsyat.

“Nnnnnggghhhh!!” Frieska melenguh sedikit keras saat aku mencupang payudaranya.

Tanganku lalu memainkan area vaginanya dan merasakan gundukan empuk dagingnya di bawah sana. Kulepas hisapanku pada payudaranya lalu dia menciumku lagi sebentar dan tersenyum, “Punya Ayang enak banget deh…”

“Hah! Iya gitu?”

“Iyaaaa hehehe… cepetan deh masukin!”
Dia tersenyum dan menyentil hidungku.

Aku makin bernafsu seolah disemangati, maka kuangkat dia lalu kubaringkan tubuhnya di atas sofa yang kududuki ini. Aku lalu memegang penisku yang sudah sangat keras ini.

“Punya Mama juga enak banget!” Aku melotot kepadanya.

“Oh ya?” Dia tersenyum menggoda, mengangkang dan membuka lebar pintu vaginanya dengan tangan.

Maka aku dengan semangat langsung menggempur vaginanya.

“AAAAAAHHHHHH!!” Frieska terpekik saat penisku menerobos benteng pertahannya.

“Sayaaaang, Saaayaaaanggg, nngghhhhhhhh...” Tangannya naik ke atas seolah ingin menggapai kepalaku.

Aku tahu maksudnya, maka aku menunduk dan mencium bibirnya. Uuuuhhh!! Sudah mendapat nikmat dari vaginanya, sekarang dari mulutnya. Mulut wanita ini benar-benar lembut untuk dikecup.

Puas berciuman maka aku kembali menggenjotnya dengan brutal, sengaja, soalnya kalau posisinya begini, aku suka melihat payudaranya bergerak kesana-kemari.

“Aaaaaahhhhhhh, Sayaaaang, pelaaan-pelaaan...” Ucapnya.

“Susaah! Kontolnya nggak mau pelan, memeknya terlalu enak!” Kuucapkan sambil menyodoknya dengan beringas.

“Ayang jorok ih ngomongnya nnnggghhhhh...” Dia tertawa kecil ditengah desahannya, yang pasti dia tak marah.

Seolah mendapat lampu hijau, aku ingin mengucapkan ribuan kata jorok lagi, karena otakku sudah terlanjur jorok setelah sering melihat istriku disetubuhi dengan dihujani kata-kata jorok oleh para lelaki hidung belang.

“Aaaaaaaaaahhhh memeeeekkkkk!!!!”

Merasa area pertempuran ini sedikit sempit, maka kuhentikan sejenak sodokanku. Tanpa mengeluarkan penisku dari vaginanya, maka aku menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam kamar tamu. Disitu aku membaringkannya dan menyusu pada payudaranya lagi. Air susu begitu banyak mengalir ke tenggorokanku.

“Kuaaat banget sih nyedootnyaa, nnnnggghhhhhh!!” Lenguh nikmatnya.

“Gemesin soalnya!” Kugigit putingnya dan kutarik.

“AAAAHHHH!!” Desahnya nikmat dan kuhisap lagi payudaranya.

Terus kugenjot wanita ini, padahal rencananya hanya Quicky Sex karena aku harus berangkat kerja. Tapi kami sekarang malah banyak melakukan banyak gaya. Mau gaya menyamping, berdiri, menungging, semua kami lakukan untuk ekpresi bercinta yang bergairah. Dan penisku kali ini kurasakan sendiri…. semakin hebat dan kuat!!!

Aku terus menyodok Frieska yang sedang menungging. Kutepuk-tepuk dan kuelus-elus pantatnya yang mulus, dan aku juga ingin menambah gairah wanita ini dengan memainkan lubang pantatnya dengan jari telunjukku.

“Nnnngghhhh aaaaaahh aaaaahhh!”

Berhasil! Frieska mendesah semakin nikmat. Kutarik jariku dari lubang anusnya dan kulihat dinding anusnya kembang kuncup karena rangsangan tadi.

“Sayaaaangg, nnngghhhhhhhh, Papah mau?”

“Apa?”
Tanyaku balik sambil menggenjot vaginanya.

“Aaaahh, emmmmmhhh, Ayaaang.... Mmmhh, Ayang mau anal?”

“Nggak, kok.”

“Kalau mau aaaaaaaahhh!!! Aaaahh ahhhh, mmmhhh, kalau suami aku mau..... Ooohhh!! Mmmmhh! Boleh kok.”

“Oh, Nggak…. nggak…..”

“Beneran, aku rela kok nnnnggghhhhhh!!”

“Udahlah, memekmu aja…. udah lebih dari nikmat.”

“Hmmmm...”
Dia tersenyum dengan mata terpejam.

Aku berhenti menggenjotnya sejenak dan mencium pundaknya. Lalu aku berucap. “Papah pengen kamu ngomong jorok.”

“AAAAAHHHH!! AAAAHHHHHHH! KONTTOLIN AKU TERUSSS!”
Frieska mengikuti keinginanku sambil terpekik menerima genjotanku yang liar!!

Ketika asyik menggenjot tiba-tiba Frieska meminta gaya bercinta yang semula, aku pun mengiyakan untuk memanjakan wanita yang sangat kucintai ini. Setelah itu aku terus menyodok vaginanya tanpa henti, tubuhnya bergoyang mengakibatkan payudaranya bergetar hebat.

“Saaaaayyyaaanng, enaaaaakkk, nnnggghhhhh!!” Kepalanya menyamping, menutup mata dan menggigit bibir bagian bawahnya.

“Ohh! Aku mau keluar, Maaahhh!”

“Nnnggghhhh aahhhh ahhhhhh! Iyaaa, akuuu jugaaaa!!”


Oh! Tampaknya sudah waktunya, aku bersiap mengeluarkan penisku dari dalam vagina Frieska. Tapi tiba-tiba kedua kaki wanita ini menahan pinggangku agar penisku tetap berada di dalam vaginanya.

“MAAHHH!!” Aku tentu saja terkejut.

“NNNNGGGHHH!!” Tubuh Frieska menukik ke atas. Akhirnya spermaku meletus di dalam vaginanya. Dengan 4 semprotan keluar yang mampu membuatku merasakan nikmat seksual dari vagina Frieska.

CROTTT CROTTT CROTTT CROTTTTT

“Aaahhhhh.....”
Tubuh Frieska kembali terbaring dan dia tersenyum sambil menutup mata.

Sedangkan aku panik, aku keluarkan penisku dari vaginanya dan perlahan meluberlah spermaku dari dalam vagina yang tercampur dengan air orgasmenya. Aku dengan kelelahan lalu duduk diatas kasur dan melihat Frieska masih terbaring lemah.

“Mamah, Sayang...” Ucapku memanggil.

“Hmm?” Tanggapnya lembut.

“Kenapa tadi nahan?”

“Ng?”
Dia membuka matanya dan tersenyum, “Apanya?”

“Tadi....”

“Hihihi, maksud Papah ini?”
Dengan santainya wanita ini menunjuk vaginanya sendiri yang masih meluberkan spermaku yang keluar.

“Iya… Kenapa?”

“Katanya mau nikahin aku...”
Frieska tersenyum.

“Ngg…”

Dia menepuk-nepuk vaginanya dengan telunjuknya itu dan berucap.

“Aku udah siap hamil dari Papah, kok….”

Aku terdiam tapi langsung memeluk tubuhnya erat.

“Makasih ya, Sayang… aku juga pengen punya anak… Mamah rela kan punya anak dari aku?”

“Pasti, Sayaaang…. pengen cepet-cepet deh, ntar Dimas punya adik hehehe...”
Ucapnya terlihat bahagia.

“Tapi Dimas masih 6 bulan, ya….” Ucapku ragu. Aku kasihan jika dia seolah-olah kubuat sebagai pabrik anak yang terus memproduksi.

“Hihihihi, nggak apa-apa….”
Dia tertawa.

“Mamah nggak cape punya anak terus??”

“Kan kali ini ngurusnya bareng...”
Dia memelukku semakin erat, “Ada suami yang sayang sama aku.”

“Iyaaa, Sayang….”

“Emang Papah mau nganggap Dimas anak Papah?”

“Iya lah, pasti Sayang… jangan takut!”
Aku serius yang membuat Frieska sedikit meneteskan air mata.

“Besok Dimas bawa kesini ya. Papah pengen main sama anakku….. Udah pengen banget mau main sama dia…” Ucapku tulus.

Frieska mengangkat kepalaku, dahinya mengerut, “Beneran, boleh?”

“Iya lah...”


Aku dan Frieska kemudian berciuman dan saling membalas ciuman begitu lama. Dengan tubuh telanjang bulat dan kamar tamu menjadi saksi bisu.

Tiba-tiba dari arah luar, terdengar suara gaduh. Dengan cepat aku keluar kamar dan melihat dari kaca jendela, tampak orang-orang sedang berlarian. Aku pun bergegas menggunakan pakaian lalu keluar rumah.

“Kebakaran…. Kebakaran….!!!!” Teriak orang-orang.

“Kebakaran dimana, Pak?” Tanyaku pada seorang bapak yang sedang berlari.

“Toko Pak Joko kebakaran!”

“Pak Joko ada di dalam toko…. Ikut kebakar….”
Ucap yang satunya dengan suara panik.

Aku mendekati toko itu… dan dari kerumunan, aku melihat Kang Bazam menjauh lalu matanya tajam menatapku, dengan muka masam dan tanpa berbicara sepatah kata pun dia menaiki sepeda motornya yang terparkir di sekitar situ, lalu dia pergi ke arah jalan raya.

Perasaanku langsung tak enak, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Kang Bazam yang membakar toko Pak Joko? Jika iya, tentu ini ada kaitannya dengan Maya….. Tapi, kenapa dia sampai ‘menghukum’ Pak Joko? Bukankan kemarin mereka kompak sama-sama menyetubuhi istriku?

Dan sialnya aku baru ingat, kemarin aku sudah berjanji kepada Maya untuk bisa mengendalikan diri, tentunya termasuk tak akan berbuat hal macam-macam pada si Joko yang sepertinya sekarang ikut terbakar ini. Kalau begini, bisa-bisa Maya menganggapku ingkar janji! Tapi kemanakah Maya sekarang?​



÷÷÷÷÷÷​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd