Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT VALKYRIE Management

CHAPTER 30: SALAH LANGKAH

[HIDE]
“Kamu jumawa ya, Ve..”

“Sombong kamu! Kamu kira kamu udah ngerti kondisi Valkyrie!”

“Kak Ve jangan sok tau ya! Ga usah ajak aku makan siang lagi..”

Veranda tersentak. Baru dia tersadar umpatan dari Melody, Ayana dan Riskha tadi hanyalah mimpi. Mimpi buruk yang langsung menghilangkan rasa kantukny. Refleks Veranda memandang sekitar. Tempat ini agak asing baginya, namun familiar. Ah, aku ingat. Tadi malam aku bergelut memuaskan Yona yang sedang memasuki fase Ultimate, batin Veranda. Yona tidak ada di sampingnya, namun Veranda dapat menghirup wangi teh melati dari sudut kamar.

“Udah aku duga, kamu pasti bangunnya ga lama setelah aku. Nih, makanya aku langsung bikin teh buat kamu.”

Zt2MkbAs_o.jpg
ZnKauwDQ_o.jpg

Yona mendekat ke kasur dan menyodorkan gelas putih bertangkai dengan uap teh yang masih mengepul, lantas duduk di samping Veranda. Masing-masing tidak bersuara menikmati teh melatinya, tanpa sadar beberapa menit berlalu dalam hening.

“Kamu kapok ga muasin aku?” Yona akhirnya memecah kesunyian. Veranda sedikit kaget mendengar pertanyaan Yona. Sejak kejadian di Ruang Makan, Veranda mengira baik Melody, Saktia maupun Yona tidak akan mau mengajaknya bicara lagi, apalagi menanyakan hal seperti ini. Terlintas kembali di ingatan Veranda bagaimana tadi malam dia harus orgasme berkali-kali dan juga harus memuaskan Yona yang beringas. Veranda sedikit bergidik membayangkan Yona yang seperti tidak habis stamina menyetubuhinya. Namun jawaban yang keluar dari mulut Veranda hanya,

“Ngga, Yon. Biasa aja.”

“Heh yakin?”

“Yakin lah. Kamu tau dong ngelayanin Bos Titan atau Om Minmon capeknya lebih dari kita tadi malam?”

“Aku sih ga pernah capek ngelayani mereka, Ve. Malah aku sering datang duluan ke kamar Bos Titan, minta jatah hehe.”

Veranda memandang takjub melihat rekannya satu ini. Orientasi seksual dan libidonya beda dari yang lain. Bahkan Melody cerita, Yona pernah melayani Bos Titan dan Om Minmon bersamaan. Hubungan seks yang jarang sekali dilakukan Pegawai Terpilih. Threesome itu membuatnya tidak masuk kantor keesokan harinya, namun tidak membuatnya kapok.

Sadar suasana sudah mulai cair, Veranda memberanikan diri bertanya hal yang dari kemarin ingin dia pastikan.

“Yon, kamu masih marah sama aku?”

Senyum yang sempat merekah di bibir Yona mendadak hilang. Bukan menjawab, Yona malah menatap Veranda lama, sebelum akhirnya menjawab.

“Kamu ngapain sih dekat-dekat sama dia?” Yona menyebut ‘dia’, seakan namanya terlalu tabu untuk diucapkan.

“Emang Nabilah salah apa sih Yon? Aku ga bisa dong jauhin dia karena alasan yang aku ga tau.”

Pertanyaan Veranda membuat Yona langsung naik pitam. “Dia itu yang kemaren bikin Valkyrie hampir bubar, Ve! Dia dan lesbiannya si brengsek itu! Temen kamu itu! Yang bikin foto bugil aku tersebar di internet! Foto aku! Dan Naomi! Dijadiin bahan coli cowo-cowo mesum di luar sana! Kamu ngerti ga sih betapa malunya aku?! Dan sekarang kamu nanya Nabilah salah apa??!” Suara Yona meninggi. Tangannya menggengam keras gelas teh yang masih setengah penuh. Yona siap menerkam Veranda jika saja Veranda bukan rekan kerjanya.

Namun Veranda sedikitpun tidak ciut. Malah dia tetap menatap mata Yona, seakan menantangnya untuk terus berargumen. Bertengkar untuk memulai hari tentu tidak ada dalam rencana Veranda, namun dia merasa Yona, Nabilah, Melody dan Pegawai Terpilih lainnya adalah orang yang baik. Hanya kesalahpahaman saja yang menyebabkan kondisi seperti ini. Setelah membiarkan Yona mengeluarkan segala kekesalannya, Veranda berkata perlahan,

“Yon, aku tau betapa beratnya kejadian itu buat kamu. Aku juga tau betapa banyak materi yang kamu dan Bos Titan korbankan untuk meredam penyebaran foto-foto kamu itu. Aku juga sedih pas Bang Simon cerita tentang semua kejadian saat Valkyrie terpuruk.”

“Tapi, aku ngga bisa nerima kalo kamu, Melody dan yang lain menyalahkan Nabilah atas kejadian itu. Begini saja, kasih aku bukti kalau Nabilah terlibat dalam penyebaran fotomu dan Naomi, dan semua kejadian yang lalu itu. Kalau terbukti, maka aku orang pertama yang akan datang ke Bos Titan dan memohon agar Nabilah dikeluarkan dari Valkyrie.”

“Sebelum kamu memberikan bukti itu, aku juga akan terus mencari bukti, yang menunjukkan kalau Nabilah sedikitpun tidak terlibat dalam kejahatan biadab itu. Gimana?”

Sekali lagi, Yona tidak menjawab dan hanya memelototi Veranda. Setelah beberapa saat Yona akhirnya beranjak dari kasur dan meletakkan gelasnya di wastafel. Tanpa menoleh Yona berkata,

“Kalau tehnya udah habis letakin di meja samping kasur aja. Aku mau mandi. Kamu juga siap-siap ngantor sana.”

***​

Nabilah baru saja mengeringkan tangannya ketika pintu toilet wanita terbuka dan Veranda tanpa basa-basi mendekatinya.

955v8Q7D_o.jpg

“Kamu kenapa sih ngehindarin aku, Bil? Kalo kamu ada masalah cerita dong ke aku.”

Nabilah tahu Veranda ke toilet sama sekali bukan untuk sekedar buang air. Tanpa melihat langsung pun Nabilah sudah menyadari Veranda sedari pagi memperhatikan gerak-geriknya, dan menunggu waktu yang tepat untuk menemuinya langsung.

“Masalah? Kak Ve mau aku cerita masalah ke kakak? Terakhir aku cerita masalah ke kak Ve, kak Ve itu dengan sok jagonya menggebrak meja makan trus bikin aku semakin dijauhi sama kak Melody dan yang lain. Dan sekarang kak Ve nyuruh aku cerita masalah aku lagi? Nanti kak Ve mau gebrak apa lagi? Meja kerja Bos Titan?”

“Ya aku ga bisa dong Bil nerima mereka nyindir kamu, ngatain kamu yang ga bener!“

“Itu bukan urusan kak Ve! Aku udah terbiasa digituin! Itu gak apa-apa bagiku!”

“Masa kamu mau sih dikatain kayak gitu! Aku ngebela kamu Nab! Aku-“

“AKU GA PERNAH MINTA DIBELA!”

Veranda terhenyak mendengar Nabilah berteriak di depannya. Tak disangka, Nabilah yang dianggapnya gadis yang pendiam dan lembut mencurahkan segala kekesalannya dengan begitu garang. Dilihatnya Nabilah mengepalkan tangan sangat kencang. Dan seketika itu juga Veranda menyadari satu hal: dia ternyata hanya seorang pengganggu bagi Nabilah, yang selalu curhat kepadanya murni untuk menumpahkan segala isi hatinya, bukan untuk meminta Veranda menjadi pelindung dari Melody, Yona dan yang lain.

Untuk sekali lagi setelah insiden di Ruang Makan, Veranda merasa telah salah langkah.

***​

Tania Dara menyipitkan matanya, mencermati beberapa lembar kertas di tangannya. Sampai di lembar terakhir, senyumnya menyungging lebar. Kontrak yang ditawarkan kepadanya benar-benar memenuhi ekspektasi dan sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Sementara di seberang meja mewah berwarna coklat gelap, Shania yang duduk santai ikut tersenyum,

“Bagaimana? Jauh lebih baik dari yang kamu terima selama ini kan?”

“Benar-benar sesuai dengan yang dijanjikan. Oke, saya setuju.”

RRCBWU2x_o.jpg

“Dan kamu akan dapat lebih lagi,” Shania mencondongkan badannya ke depan, “jika kamu berhasil membujuk anak-anak itu.”

“Neo Girl? Hahaha mereka itu selalu menuruti perkataanku. Gampang. Besok atau lusa aku kabarin lagi kamu melalui Saktia.”

“Dan satu lagi, kalau kamu dan Neo Girl sudah berada di naunganku, kamu ga perlu lagi sembunyi-sembunyi kalau mau make. Ruanganmu sudah kami siapkan. Kebutuhanmu akan selalu kami sediakan.”

Tania Dara tersentak kaget. Dia tahu Shania bersama Detourne adalah orang yang tidak sembarangan, namun untuk informasi sedalam ini sudah jauh melenceng dari apa yang dia pikirkan. Tania Dara bahkan yakin tidak satu orangpun di Valkyrie yang tahu tentang sumber stamina saat manggungnya ini.

“Ka-kamu! Darimana kamu tahu?!”

Shania dengan santai kembali bersandar di kursi lebarnya. Kartu As akhirnya dia keluarkan untuk memastikan Tania Dara, aktris sekaligus penyanyi tenar yang merupakan aset berharga Valkyrie, terikat dengannya. Apalagi Neo Girl, idol group berbakat yang sedang naik daun, dipastikan ikut bergabung.

“Jangan khawatir. Rahasiamu aman di sini. Dan kamu akan jauh lebih hebat di bawah naunganku. You have my promise, for sure. Jadi,” Shania menyodorkan tangannya. Tania Dara diam, tidak menyambut jabatan tangan Shania, sebelum dia mendapat kepastian.

“Aku ga mau tau. Sekali info ini bocor, kau dan tawaran kontrakmu, sekalipun aku udah tandatangani, ga akan berlaku lagi.”

Shania tersenyum lebar. “Deal.”

Tania Dara akhirnya yakin dia tidak salah langkah dan dengan mantap menyambut jabatan tangan Shania.

“Deal.”

“So, welcome to our club, Detourne.”

[/HIDE]
[HIDE]
[/HIDE]

Selamat menikmati lanjutan cerita : )
 
Terakhir diubah:
CHAPTER 31: PASAR MALAM (1)
Selamat berkenalan dengan Erin dan dinastinya : )

Xpander hitam menderu halus, meluncur kencang menyusuri jalan di pinggiran kota yang sudah mulai sunyi. Sesekali mobil tersebut berpapasan dengan truk-truk tronton di seberang jalan sampai akhirnya memelankan lajunya saat mendekati daerah pertokoan yang sudah tutup sedari sore. Mobil itu berbelok ke salah satu jalan dan berhenti di depan satu-satunya bangunan paling tinggi jika dibandingkan dengan deretan ruko yang seragam di sekitarnya.

Dari dalam mobil seorang pria turun, menjejakkan kakinya di tanah yang sedikit becek dan memandang sekitar. Ada yang janggal disini. Malam ini sangat sunyi. Terlalu sunyi malah. Hanya satu dua ruko yang masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Tidak ada mobil terparkir. Tidak juga orang lalu lalang.

Pria itu masih ingat terakhir dia berkunjung, mobilnya harus parkir di ujung blok saking padatnya mobil-mobil yang melintas depan gedung tinggi itu. Kini yang terlihat hanya jejeran neon merah yang menyala menerangi pilar-pilar besar sebagai satu-satunya penanda kalau di daerah itu masih ada kehidupan.

Pria itu berbalik badan ketika mendengar langkah kaki di belakangnya.

“Selamat datang kembali, Bos. Lama tidak jumpa. Silahkan masuk, Bunda sudah menunggu di dalam.” Tiga orang penjaga berbadan tegap menyambutnya dengan sopan. Mereka membuka jalan, mempersilahkan tamu yang sudah dinantikan itu berjalan masuk ke pintu utama. Saat pintu dibukakan, menyeruaklah dentuman musik disko dari dalam gedung. Aula besar menyambut sang tamu, lengkap dengan sorotan lampu warna-warni dan bola kaca yang tergantung di langit-langit.

Di depannya, seorang wanita berumur yang duduk bagai ratu, ditemani oleh beberapa wanita muda nan cantik, langsung beranjak berdiri dan menyongsong sang tamu. Dasternya yang sedikit sempit memperlihatkan tubuhnya yang masih kencang untuk ukuran wanita berumur.

“Minoooooo! Akhirnya datang juga! Ih kamu itu ya! Makin sibuk makin lupa ngunjungin teman! Hih! Padahal kita satu kota tapi udah kayak beda pulau! Kamu apa kabar?” Si tuan rumah langsung memeluk sang tamu yang sudah lama tidak berkunjung ke istananya.

“Hahaha Erin, Erin, Erin! My love! Maaf aku baru bisa datang sekarang. Kamu tau lah kerjaanku bikin aku kadang ke luar kota. Look at you! Lama ga jumpa kamu makin singset aja ya hahaha!” Untuk sesaat bibir mereka mengecup, mengekspresikan rasa kangen setelah lama tidak bersua.

“Yaudah ayo ke akuarium! Banyak yang pengen ketemu kamu! Semua pada seneng tuh Bos-nya datang lagi.” Sambil menggamit tangan Om Minmon, pria yang sudah lama dirindukannya, Erin sang Tuan Rumah berjalan menuju ruangan besar lainnya yang berdinding kaca.

“Kyaaa Om Minooo!” pekik seorang gadis muda yang berlari menyambut Om Minmon saat Om Minmon dan Erin masuk. Tubuh ringannya langsung menggelayut manja.

“Om kamu nih, sibuknya ga ketulungan. Kayak udah ngurus negara aja.” Erin mencubit gemas perut Om Minmon.

“Hahaha Saras kesayanganku! Waduh kamu udah besar ya sekarang! Makin cantik aja kayak mama kamu!” Om Minmon gantian mencubit pipi gadis yang terakhir dia lihat masih memakai seragam putih biru. Sambil melepas rindu ke dua wanita tersebut, Om Minmon menanyakan hal yang dari tadi membuatnya penasaran.

“Eh, wait, wait. Ini kenapa sepi banget deh. Dari depan jalan, sampai ke aula depan, sampai ke sini, kok sepi? Seingatku dulu mobil-mobil berjejer tuh di depan kalo udah malam gini. Ini juga akuarium kok ga ada penghuninya? Istanamu udah ga ada peminat apa gimana?”

“Sembarangan! Ini tuh justru karena kamu tadi pagi nelpon mau datang! Aku langsung bilang ke semua langganan hari ini tutup. Close! Bos Besar mau datang! Tuh semua udah siap nyambut kamu! Girls!”

Erin menjentikkan jarinya. Dari balik tirai puluhan wanita tanpa busana berjalan beriringan. Wanita-wanita terawat dengan wajah ayu dan tubuh yang langsing berbaris rapi tersenyum, memamerkan gigi yang putih dan bersih. Kulit mulus mereka berkilau diterpa sorotan lampu. Koleksi terbaik dari seorang Mami Erin, pemilik Pasar Malam, istana lokalisasi terbesar di ibu kota.

“Selamat malam, Bos Mino.” Mereka membungkuk hormat rapi dan serempak.

Melihat wanita-wanita bugil yang siap dinikmati tersebut, Om Minmon justru menepuk jidatnya dan mendengus.

“Hoalaaah Erin, Erin! Lebay-nya kamu itu ga ilang-ilang ya. Masa karena aku mau datang kamu jadi tutup satu malam. Kan aku bisa langsung ke lantai atas tanpa ganggu pengunjungmu. Berapa ratus juta yang hilang malam ini hanya karena aku datang. Dasar kamu ini haduuh!”

“Kamu lagi, Saras! Bukannya ngelarang mami kamu malah ikut-ikutan begini.” Saras hanya cengengesan sambil terus memainkan kemeja Om Minmon.

“Enak aja bilang aku lebay. Kamu tuh kalo disambut baik bilang makasih kek, sun pipi kek. Ini malah ngomel-ngomel. Ga tau apa mereka sepanjang siang tadi latihan supaya barisnya rapih, bisa nyapa kamu kompak gitu. Tuh udah pada siap kamu cicipin. Kamu ga inget tuh Yuni, Rina, Santi sering kamu jambakin kalo mereka nyepongnya ga bener. Say hello dulu kek!” Erin balik mengomeli Om Minmon. Sementara wanita-wanita yang disebutkan namanya tersenyum lebar, berharap Om Minmon masih mengingat mereka.

Om Minmon sekarang jadi salah tingkah dan menggaruk-garuk botak licinnya. Dia tidak akan bisa menang berargumen dengan emak-emak satu ini. Namun betapapun berlebihannya penyambutan Erin, Om Minmon tetap bisa mengerti maksud baik dari teman lamanya itu. Erin tak akan bisa melupakan kebaikan Om Minmon saat dia membangun Pasar Malam, istana kebanggaannya itu, sampai sebesar sekarang. Erin yang sekarang menjadi mami dari ratusan wanita penghibur berharga premium dan empunya bisnis dengan putaran uang skala milyaran per malamnya, tidak lepas dari bantuan Om Minmon yang jumlahnya tidak sedikit. Tanpa perlu Om Minmon mengungkit apa yang pernah dia berikan, Erin selalu menjadi teman sekaligus abdi yang setia.

“Yaudah kita ke atas aja, Rin. Suruh balik ke mess aja tuh. Biar kita ngobrolnya juga lebih enak.” kata Om Minmon sambil berjalan menuju tangga spiral berbahan marmer. Saras mengikutinya. Dengan sekali lagi jentikan jari, para gadis tersebut menurut dan kembali ke ruang istirahat.

“Nih aku udah siapin pesanan kamu. Tumben kurang menantang. Tiga perawan desa mah sebentar juga dapet. Stok aku masih banyak.” Erin berjalan mendahului Om Minmon menuju sebuah kamar di ujung koridor. Kamar yang dipersiapkan khusus untuk Om Minmon saat dia mengabari akan datang malam ini. Kamar yang diisi dengan spring bed berukuran king, sofa dan permadani yang menghiasi lantainya. Sementara di sudut tersedia kamar mandi dengan bathup dan air hangat.

Saat pintu dibuka, mereka disambut tiga gadis yang berdiri di samping ranjang. Tubuh mereka yang tinggi semampai nyaris bugil. Hanya G-String yang menutupi selangkangan. Itupun tidak dapat menutupi vagina mereka yang bersih dan tanpa bulu.

“Selamat malam, Bos Mino.” Mereka membungkuk hormat serempak.

“Kalian siapa aja namanya?”

“Saya Nining, Bos”

“Saya Vanti, Bos.”

“Saya Wulan, Bos.”

ByIN7tIj_o.jpg
Te6BMYDI_o.jpg
Si4JGdws_o.jpg

Vanti - Wulan - Nining

Om Minmon langsung merebahkan diri di kasur, merenggangkan kakinya yang sedikit pegal saat naik tangga tadi. Erin mendelik ke arah Saras yang ikut rebah di kasur.

“Heh kamu tidur sana. Kan udah ketemu Om Mino. Malah ikut rebahan.”

Saras memanyunkan bibirnya, “Yah, Bun. Kan ini udah lama ga ketemu Om Minoo. Bentar lag-“

“Ga ada bentar lagi bentar lagi. Cepetan sana balik ke kamarmu. Kamu mau besok ke sekolah naik angkot?” Saras mendengus kesal. Ibunya selalu mengancam mencabut hak mobilnya kalau dia tidak menurut. Saras akhirnya beranjak berdiri. Tak lupa dia mencium pipi Om Minmon.

“Om, besok pagi masih di sini kan? Besok pagi sarapan bareng ya.”

“Iya, sayang. Om juga pengen tau kabar kamu nih.”

“Yaudah aku pamit tidur ya, Om. Dah.”

Sepeninggal Saras, Erin berbisik pelan ke telinga Om Minmon.

“Mon, kamu mau nyicip Saras ga? Dia mau perawannya kamu yang ambil. Udah sweet seventeen, lagi legit-legitnya.”

Namun Om Minmon menjawab tidak acuh, “Halah suruh dia jaga tuh perawannya buat suaminya. Lagian kamu ini, anak angkat sendiri kok ditawarin kayak barang.”

“Lho dia yang bilang sendiri. ‘Perawanku harus Bos Mino yang nikmati.’ Hayo lho. Kalo kamu ga mau bilang sendiri sana ke Saras.”

Tanpa menghiraukan bisikan Erin, Om Minmon langsung mengamati tiga perawan di sampingnya. Tiga gadis yang ditugaskan untuk memuaskan Om Minmon. Om Minmon berdecak takjub, mengagumi moleknya para wanita itu. Tiga dara itu nyaris tanpa cela. Wajah ayu khas gadis desa, tubuh ramping, payudara kencang, tak lupa vagina yang gempal berpadu apik. Wanita koleksi Mami Erin si empunya Pasar Malam memang tidak pernah sembarangan. Darimana sih Erin bisa dapat yang kayak gini, Om Minmon bertanya dalam hati.

Seolah mengerti, mereka langsung naik ke kasur dan mengambil posisi berlutut. Erin menurunkan masing-masing G-String ke paha.

“Wah enak-enak nih.” Om Minmon mulai meraba dan memeriksa tubuh-tubuh yang akan digagahinya.

“Siapa dulu ini? Hmm Vanti dulu aja ya.” Om Minmon kembali rebah dan Vanti mengambil posisi mengangkangi wajah Om Minmon. Om Minmon sejenak menghirup harum vagina Vanti dan mulai mengisapnya. Tak lupa jari Om Minmon sesekali mencubit dan mengusap-usap klitorisnya. Vanti mendesah geli.

“Wuih gurih! Koleksimu memang ga pernah sembarangan ya, Rin.”

Setelah beberapa menit puas dengan vagina Vanti, Om Minmon mendorong tubuh Vanti ke samping dan mengambil tubuh Nining untuk kembali dicicipi. Sama seperti Vanti, Om Minmon merasakan legit yang khas dari tubuh gadis yang tidak pernah tersentuh make up dan zat kimia pembersih lainnya. Begitu juga saat Om Minmon mengecap selangkangan Wulan, gadis dengan kulit yang sedikit lebih gelap dari dua perawan lainnya. Dengan patuh mereka melayani dan memasrahkan tubuhnya untuk dinikmati orang nomor satu di Pasar Malam, seperti yang didoktrinkan pada mereka tadi siang.

Tangan dingin Mami Erin terbukti mempuni, bukan hanya menyediakan gadis-gadis jelita, namun membuat mereka menjadi gadis penurut keinginan pengunjung istana Pasar Malam-nya, sehingga harga wanita penghibur tempahan Mami Erin sangatlah mahal. Harga tiap wanitanya sangat tinggi sehingga langganan Mami Erin pun tidak sembarangan. Semua datang dari kalangan elit. Artis, pejabat dan banyak tokoh publik lainnya telah menjadi pelanggan setia Pasar Malam. Usaha Mami Erin membuat dirinya memiliki banyak koneksi dan informasi berharga seantero ibu kota. Dengan bisnis yang dijalankannya, Mami Erin kini menjadi salah satu orang yang penting dan diperhitungkan.

Begitu juga dengan istananya yang terletak di kawasan pinggiran Jakarta. Bertempat di lokasi yang tidak populer, dinastinya justru tidak tersentuh pihak luar namun tetap tidak menjadi halangan bagi pengunjung yang tiap hari semakin bertambah banyak.

“Siapa nih yang duluan aku perawani?”

“Aku dong, Bos! Aku dong!” Para gadis berebutan menarik simpati Om Minmon. Mami Erin bahkan dapat membuat seorang gadis dengan senang hati menyuguhkan keperawanannya. Namun Om Minmon mengikik geli membayangkan reaksi mereka saat melihat penisnya nanti.

Para gadis kemudian melepas kancing kemeja Om Minmon dan mengusap-usap sekujur tubuhnya, berusaha membangkitkan gairah Om Minmon. Wulan dan Vanti masing-masing menyedot dan menjilati puting Om Minmon. Erin sendiri beranjak dari pinggir kasur dan duduk selonjoran di sofa empuk di samping ranjang sambil mengeluarkan ponselnya. Dia tidak ingin menganggu Om Minmon menikmati gadis-gadisnya, walaupun banyak hal yang ingin dia tanyakan.

“Hmm kamu susunya bagus juga.” Om Minmon memelintir, mencubit dan menarik kasar puting payudara Nining. Nining mendesah manja sambil tangannya bergerilya di perut. Tak lama dia berinisiatif membuka gesper dan retsleting celana Om Minmon dan mengeluarkan penis dari balik celana. Mereka terkesiap melihat penis Om Minmon yang jauh lebih besar dan tebal dibanding penis pria yang pernah mereka bayangkan. Penis yang merah gelap dengan kepala licin mengkilap dihiasi urat-urat tebal di sekujur batang itu baru kali itu mereka saksikan.

“Duh Bos, ini kontolnya gede amat.” Vanti sedikit bergidik, membayangkan penis gahar tersebut menerobos selaput perawannya.

“Nah, jadi siapa nih, yang mau duluan diperawani?”

Kini mereka diam dan saling berpandangan, sebelum akhirnya Wulan berkata pelan, “Te-terserah Bos saja.” Walaupun mereka takut, tapi mereka harus tetap menyenangkan hati si Bos Besar.

Om Minmon terbahak, “Hahaha jadi pada takut ya? Santai aja sayang, ga sakit kok. Nanti aku pelan-pelan.” Namun para perawan itu semakin khawatir tatkala melihat Om Minmon menyeringai dan kini bangkit berlutut. Mereka langsung cepat-cepat kembali mengambil posisi menungging, sambil masing-masing berharap bukan yang pertama diperawani.

“Wah vagina kamu mungil ya Vanti, keliatannya enak nih. Kamu duluan ya.”

“I-iya, Bos. Si-silahkan dinikmati, Bos.” Vanti terbata-bata bertutur sesuai apa yang sudah didiktekan kepadanya. Sementara Wulan dan Nining bernafas lega, walaupun mereka sadar hanya masalah waktu untuk merasakan sakit diperawani penis keras Om Minmon.

Vanti membuat Om Minmon penasaran karena lebar vaginanya berukuran lebih kecil dari ukuran vagina biasanya. Anomali tersebut justru membuat Om Minmon ingin cepat menggarap tubuh Vanti. Lebih kecil artinya pasti lebih sempit, batin Bos Titan.

Segera Om Minmon meremas bokong Vanti yang putih bersih. Sambil tangan kirinya meremas bokong Vanti, tangan kanan Om Minmon menggesek-gesekkan penisnya di klitoris Vanti untuk merangsang dan membuat Vanti agak santai. Di saat Om Minmon merasa Vanti sudah siap,

Jleb!

Urat leher Vanti menegang. Dia seperti merasakan tongkat besi tumpul dipaksa masuk ke dalam vaginanya. Vanti menggeram menahan nyeri yang amat sangat di klitorisnya. Sesaat dia berpikir liang vaginanya tidak akan bisa memuat penis Om Minmon. Tangannya yang menumpu badan bergetar. AC yang dingin menusuk tidak sanggup menahan keringat yang mulai keluar dari sekujur tubuhnya.

“Nggh-ngghhh!” Vanti menahan nafas. Vanti ingat, dia bersama dua gadis lainnya tidak diperbolehkan berisik saat diperawani. Bahkan sekedar merintih pun dilarang. Tadi siang sesampainya di Pasar Malam, mereka bertiga langsung dibimbing untuk menjadi wanita penghibur Om Minmon. Berbagai aturan dan instruksi mereka terima langsung dari Mami Erin, yang sudah paham kebiasaan Om Minmon. Dan malam ini, Vanti, Wulan dan Nining menjelma menjadi budak sex yang siap untuk digagahi Om Minmon.

Wajah Vanti memerah. Kepuasan Bos nomor satu. Kepuasan Bos nomor satu. Vanti mengulang-ulang kalimat yang diajarkan padanya terus menerus di pikirannya untuk mengalihkan rasa sakit. Namun yang didapatnya rasa perih yang semakin hebat kala setengah batang penis Om Minmon memaksa masuk ke dalam vaginanya. Otot selangkangannya mulai mendenyut cepat beradaptasi dengan ukuran penis Om Minmon. Labia Majora vaginanya mulai memerah dan meneteskan darah karena dipaksa melebar melebihi yang dia sanggup.

“Heh kalian. Jangan nungging terus. Sini lihat teman kalian diperawani hehehe.” Om Minmon terkekeh sambil meraih tangan Nining dan Wulan di samping kiri kanan Vanti. Segera mereka berlutut dan menyaksikan vagina Vanti yang kini belepotan darah perawan.

“Wuih mantap! Enak! Enak banget hahahah! Rin! Enak banget gadismu ini!” Racau Om Minmon ketika merasakan gatal dan geli menjalar cepat di batang penisnya. Sementara Mami Erin tanpa mengalihkan fokusnya dari layar ponsel hanya menjawab sekenanya. Nining dan Wulan terpaku menatap tubuh Vanti yang bergetar terus daritadi. Tadi siang mereka hanya diberitahu dan diajarkan untuk melayani Om Minmon, namun tidak pernah terbayang melayaninya akan seperti ini.

Om Minmon merasakan vagina Vanti melawan, mencoba untuk menjepit penisnya di dalam. Om Minmon mendesah, merasakan jepitan vagina perawan menyelimuti penisnya. Namun ini belum selesai. Penisnya belum masuk seluruhnya. Om Minmon ingin menikmati vagina Vanti sampai mentok. Segera disorongkan penisnya. Tetap masih sempit dan kesat. Om Minmon menggeram. Dipaksanya lagi untuk menerobos sesaknya vagina Vanti. Penisnya yang keras tidak mungkin bisa ditahan. Kembali Om Minmon meremas bokong Vanti dan memajukan pahanya perlahan. Kini hampir tuntas penis Om Minmon masuk seluruhnya.

Vanti sudah tidak tahan lagi. Tangannya yang dari tadi menumpu berat tubuhnya kini lemas. Tubuhnya ambruk. Mulutnya yang daritadi melenguh pelan kini tidak bersuara. Vanti pingsan. Namun Om Minmon tidak menggubrisnya. Yang ada di pikiran Om Minmon hanya menanamkan penisnya tuntas sampai mentok. Melihat Vanti yang pingsan justru dirasanya bagus karena kini vaginanya tidak lagi melawan dan menjepit penis Om Minmon. Segera untuk terakhir kalinya Om Minmon mendorong penisnya dalam-dalam. Bles! Penis Om Minmon berhasil masuk seluruhnya.

“Bunda! Vanti pingsan!” Wulan berseru panik ke arah Erin. Erin hanya menoleh dan memeriksa arloji emas yang menghiasi pergelangan tangannya.

“Tujuh menit. Kayaknya penis kamu makin gahar aja ya Mon.” Erin berujar cuek sambil melanjutkan memainkan ponselnya. Terakhir diingatnya Om Minmon memerawani gadis, butuh 12 menit sampai akhirnya gadis tersebut tidak sadar diri.

“Ahh! Ahh! Akhirnya masuk semua hahaha! Mantap!” Om Minmon terbahak puas. Kini vagina Vanti benar-benar tidak berdaya dan Om Minmon leluasa mengocokkan penisnya di dalam liang vagina Vanti. Sempit dan kesatnya vagina Vanti membuat Om Minmon menggelinjang. Semakin keras diremasnya bokong dan paha Vanti sambil pinggul Om Minmon semakin cepat bergoyang, memajumundurkan penisnya.

Sampai akhirnya Om Minmon puas menikmati vagina Vanti, dia dengan susah payah mengeluarkan penisnya dari vagina Vanti yang sempit dan menjepit. Om Minmon menoleh ke arah dua gundiknya yang masih terpana. Nining dan Wulan langsung ingat instruksi selanjutnya. Mereka langsung sigap membungkuk, meraih penis Om Minmon dan mulai menjilati. Membersihkan dan membalurkan liur di penis Om Minmon, untuk bisa licin menikmati vagina selanjutnya.

***​
 
Terakhir diubah:
CHAPTER 32: PASAR MALAM (2)

[HIDE]
Apa yang baru saja disaksikan Wulan justru membuat libidonya menyala. Kini dia tidak khawatir sakit yang akan dirasa. Wulan lebih penasaran kegaharan penis Om Minmon. Wulan dengan semangat menjilati dan mengulum batang dan kepala penis Om Minmon. Dia tidak peduli rasa anyir darah perawan Vanti yang masih menempel. Sambil menjilat, Wulan memelintir dan mencubit putingnya sendiri, untuk menaikkan nafsu.

Om Minmon terkekeh melihat tingkah Wulan. Perawan yang tidak takut diperkosa. Om Minmon mengusap-usap rambut Wulan yang asyik mengulum buah zakar Om Minmon. Setelah dirasanya sudah cukup tegang dan basah, Om Minmon menjambak rambut Wulan dan mengajaknya berdiri. Sementara Nining menarik tubuh Vanti ke sudut kasur. Wulan berdiri mematung, menunggu tubuh ranumnya dipakai tuannya. Namun, seperti biasa, Om Minmon tidak mau terburu-buru. Dia malah kembali mencubit, menarik keras, serta menampar-nampar puting payudara Wulan.

“Kamu tiap hari ke sawah ya? Sekali-sekali ikut nyangkul, trus bawa kerbau bajak sawah?”

Wulan terpana. Tebakan Om Minmon persis dengan rutinitasnya di desa sebelum dibawa ke Pasar Malam. Wulan memang sesekali saja diizinkan untuk menyangkul. Dia lebih sering membantu ibunya di rumah sambil mengantarkan bekal untuk saudaranya di sawah. Adakalanya juga Wulan disuruh membajak menggunakan kerbau. Supaya kamu tahu cara bajak sawah, kata saudaranya.

“Lho k-kok Bos tau?”

Bos Minmon terkekeh. Analisanya tepat. Selain wajahnya yang terkesan judes, Om Minmon melihat bentuk paha yang tegas, otot lengan yang sedikit menonjol dan dada yang membusung. Tidak seperti Nining dan Vanti, Wulan memiliki tubuh seperti seorang model profesional. Kulitnya yang sedikit gelap menandakan sinar matahari siang rutin menyentuh kulitnya tapi tidak dalam waktu lama. Tipe tubuh favorit Om Minmon.

“Kamu baru lahir saja,” Om Minmon menarik puting susu Wulan makin kencang sampai dia meringis sakit, “Aku udah tau kalo memek perawanmu ini aku yang entotin.” Wulan justru makin bernafsu saat mendengar Om Minmon memancingnya dengan kata-kata seronok.

Tangan kiri Om Minmon bergerilya ke selangkangan Wulan. Jarinya dengan cepat mencubit klitoris kuncup Wulan. Tangan kanan Om Minmon berhenti menjepit puting Wulan dan kemudian menelusupkan jarinya ke lubang dubur gadis itu. Wulan menggeram tertahan merasakan sakit di selangkangannya. Tanpa sadar dia merangkul bahu Om Minmon yang berdiri di sampingnya. Wulan menahan nafas sambil menutup mata, tidak berani berbuat apa-apa. Tubuhnya sudah menjadi milik majikannya. Dia tidak boleh melawan keinginan bosnya.

Jari Om Minmon menggelincir masuk ke lubang dubur Wulan yang sempit. Om Minmon mengorek-ngorek sepanjang yang jarinya bisa. Tidak puas dengan hanya jari tengah, kini Om Minmon memasukkan juga telunjuknya. Tak pelak Wulan tidak dapat lagi menahan rasa perih di pangkal pahanya.

“Bosss sakit boss nghhh huhuhu.” Air mata mulai terbit di ujung mata Wulan dan tak sadar dia mulai terisak. Dia teringat dia dilarang menangis di depan Om Minmon, namun nyeri ini benar-benar tidak tertahankan lagi. Apalagi klitorisnya ditarik sekencang mungkin dan berulang-ulang.

Sesaat kemudian Wulan merasakan rasa yang lain menjalar di syaraf vaginanya. Ada rasa geli di antara perih kala klitorisnya semakin sering ditarik. Apalagi otot anusnya kini merenggang, menerima lesakan jari Om Minmon. Wulan tidak tahu kalau pria yang sedang menyiksanya ini sudah berpengalaman memuaskan wanita dengan berbagai cara. Isakan tangis dengan cepat berganti menjadi desahan. Semakin cepat Om Minmon mengorek-ngorek dubur Wulan, semakin dia merasakan nikmat itu. Sekarang Wulan ikut menarik puting payudaranya. Tak perlu waktu lama, Wulan merasakan ada yang mengalir menuju liang vaginanya.

Om Minmon juga merasakan vagina Wulan sedikit mulai membuka. Cairan pelumas vaginanya sebentar lagi akan keluar. Dan benar saja, Wulan menjerit ketika akhirnya dia merasakan pertama kali ejakulasinya.

“Arrghh! Ah! Ah! Boss!”

“Nah sekarang memekmu udah basah, udah enak untuk dientot. Kalo Vanti tadi kesat jadi terlalu geli.” Om Minmon meludah ke telapak tangannya kemudian membalurkan ludahnya ke vagina Wulan. Wulan yang masih menikmati ejakulasi perdananya kaget ketika Om Minmon membalikkan badannya dan mendorong punggungnya membungkuk. Tinggi mereka yang hampir sama membuat posisi penis Om Minmon sedikit di atas posisi vagina Wulan. Om Minmon sedikit menekuk lututnya dan tanpa basa-basi menyorong penisnya masuk menembus selaput dara Wulan.

Wulan akhirnya merasakan sensasi yang sedari tadi membuatnya penasaran. Bulu kuduknya meremang kala penis Om Minmon mengoyak selaput daranya dan mulai mendesak masuk ke liang vaginanya. Tanpa sadar Wulan berjinjit untuk menyamakan posisi vaginanya dengan penis Om Minmon. Dia bisa merasakan urat penis Om Minmon berdenyut cepat di rongga vaginanya. Rasa panas dan perih terasa hebat. Wulan meremas pantatnya sendiri dan membuka pahanya untuk membantu melebarkan lubang selangkangannya.

Om Minmon pun merasakan otot vagina Wulan mengempot cepat. Kali ini Om Minmon lebih mudah membenamkan penisnya karena liur dan cairan pelumas vagina Wulan. Belum ada beberapa menit, penis Om Minmon sudah hampir masuk seluruhnya. Segera Om Minmon menarik penisnya dan sekejap menyorongkan lagi. Pinggulnya maju mundur teratur, mengocokkan penisnya dengan cepat. Rasa nikmat tak terkira meresap di penisnya.

“Waduh memek perawanmu ini benar-benar enak, Wulan! Kalah punya Vanti hahaha!”

“Ngghh- nggh! I-iya Bos. Nikmati sepu-as Bos. Tubuh Wulan ngghh- udah jadi milik Bos.”

“Hahaha gitu ya yang diajarkan ke kamu?! Dasar mental pelacur! Rasain nih penisku!”

Bles! Penis Om Minmon tertanam seluruhnya di vagina Wulan. Wulan menganga, namun tidak ada suara keluar dari mulutnya. Pahanya menegang dan masih kuat menahan tubuhnya. Dia bisa merasakan penis Om Minmon berat dan penuh menyesaki selangkangannya.

Om Minmon dengan cepat menggenjot selangkangan Wulan. Tak dibiarkannya Wulan beristirahat barang sedetik saja. Kini jempolnya pun kembali mendesak masuk dubur Wulan. Wulan memekik menahan nyeri kini bertambah.

“Duburmu ini punyaku juga kan?! Iya?!”

“Akhh iya Bos! Iya! Jebolin aja ngghh!”

Pekikan Wulan melonjakkan berahi Om Minmon yang kini memuncak. Jempolnya didorong sampai tuntas masuk. Tangan satunya lagi menjambak rambut sebahu Wulan. Wulan kembali menjerit, tangannya menggapai apa yang bisa dijadikan pegangan.

“Heh! Kamu diajarin ga boleh jerit kan?! Iya?! Jawab!”

“Nghhhh ampun, Boss! Ampun!”

“Kamu ini bener-benar brengsek ya!” Om Minmon mencabut penisnya dan mulai menyorongkan ke lubang dubur Wulan. Lubang sempit kedua yang dinikmati Om Minmon. Om Minmon tidak peduli Wulan memohon ampun. Penisnya dipaksanya masuk sedalam mungkin.

Crott! Crottt! Om Minmon merasakan sepercik cairan muncrat beberapa kali dan mengenai kepala penisnya. Sensasi berbeda dirasakan Om Minmon, tidak sama dengan ketika dia menggarap vagina Wulan. Ada daging kenyal yang tak mampu menahan lesakan penis kekarnya.

“Hah hah hnghhaaah!” Wulan kehilangan kesadaran. Melihat itu Om Minmon dengan reflek mencengkram paha Wulan. Punggungnya turun namun Om Minmon memaksa kakinya tetap menjejak permadani. Dengan cepat Om Minmon menggenjot dubur Wulan. Otot kenyal dubur Wulan melebar mengikuti ukuran penis Om Minmon.

“Enak aja kamu pingsan! Memekmu bahkan belum aku genjot!” Namun pada akhirnya Om Minmon kesusahan menahan berat tubuh Wulan. Dilepaskannya cengkraman di paha Wulan. Wulan roboh. Penis Om Minmon meluncur keluar dari lubang anus Wulan, keras dan lembab kemerah-merahan karena darah perawan dari vagina dan lubang anus Wulan. Erin menoleh sekilas. 15 menit. Lumayan. Erin juga sudah menduga kala pertama kali melihat tubuh bugil Wulan di akuarium. Stamina dan tubuhnya jauh lebih baik dari kebanyakan wanita peliharaannya. Tak heran Wulan bisa menahan gempuran penis Om Minmon selama itu.

Om Minmon mendengus kesal sambil menggerutu. Dia sudah merasakan puncak orgasmenya mendekat. Tapi Wulan tidak bisa bertahan. Kini tinggal satu perawan lagi. Om Minmon berbalik, melihat Nining yang ketakutan. Tubuhnya bergetar. Nining mulai meratap, takut dengan apa yang akan terjadi. Dia bahkan tidak ingat lagi instruksi yang sudah diajarkan sebelumnya.

“Woy! Kok diam aja?! Rin ini gimana sih jongosmu yang satu ini?!”

Erin akhirnya menutup ponselnya dan mendekati Nining. Dengan gerakan gesit Erin menjambak rambut Nining. Nining mengerang kesakitan.

“Eh brengsek, apa aturan yg ketiga? Jawab!”

“Nghhuhuhu- G-g-ga boleh nangis, B-bunda hng hng huhuhu.” Masih terisak Nining menjawab.

“Nah trus aturan pertama?”

“O-Om Minmon harus puas, Bun.”

“Trus kamu ngapain diem aja daritadi?! Ngapain hah?!” Tamparan keras mendarat di pipi Nining.

“Kamu udah dirawat baik-baik disini! Dikasi makan enak! Keluargamu di kampung tiap bulan dikirimin duit! Dan kamu sekarang lupa gimana jadi lonte?! Kamu ga tau siapa yang kamu layani sekarang hah?!” Erin naik pitam.

“Udahlah Rin, kelamaan. Oper aja lah ke pelabuhan. Ntar biar digilir supir-supir truk itu aja. Yang di bawah tadi suruh kesini.” Om Minmon sedikit menggertak. Dan gertakannya langsung kena sasaran. Nining yang mendengarnya langsung berlutut di depan Om Minmon. Tangannya meraih mata kaki Om Minmon sembari memohon.

“Bos! Bos ampun bos! Nining salah Bos! Jangan lempar Nining ke pelabuhan! Ampun Bos! Nining salah!” Sambil menangis Nining mengulang-ulang perkataannya. Logikanya langsung berputar. Sesakit apapun diperawani Bosnya tidak sebanding dengan apa yang akan terjadi jika dia digilir supir-supir truk pelabuhan.

“Trus, supaya diampuni kamu mesti ngapain?”

“Saya akan lakukan apapun yang Bos minta! Saya janji Bos! Jangan buang saya Bos! Saya mohon maaf Bos! Saya mohon maaf, Bunda!” Erin yang mendengarnya kembali duduk di sofa. Dia tidak peduli permohonan maaf Nining. Yang lebih penting Mino puas dulu, batinnya.

Om Minmon menjambak Nining dan melemparnya ke tengah kasur. Nining terlentang pasrah. Dia langsung memaksa tersenyum dan meliuk-liukkan pinggulnya, berusaha menggoda Om Minmon. Namun Om Minmon malah kembali menampar pipinya dan mencengkram dagunya. Nining berusaha tetap tersenyum.

“Brengsek! Kamu kira gampang apa ngeluarin air mani ini! Karena kamu nangis jadi harus dari awal lagi! Denger ya! Kalo kamu sampe pingsan kayak temen-temenmu ini, aku pastiin kamu besok bangun di kapal barang, jadi pemuas semua anak buah kapal itu! Ngerti kamu?!”

Nining bergidik. Tak terbayangkan bagaimana kehidupannya jika dia menjadi pemuas seks para pekerja kapal. Cepat-cepat dienyahkannya bayangan itu.

“Ba-baik, Bos. Iya Bos Nining tidak akan pingsan! Silahkan nikmati perawan dan tubuh Nining, Bos. Tubuh Nining ini milik Bos.”

“Banyak omong kamu!” Om Minmon kemudian membuka paha Nining lebar-lebar. Seonggok vagina segar nan bersih terpampang jelas di depan Om Minmon. Om Minmon langsung mengarahkan penisnya ke titik lubang kenikmatan Nining.

Untuk kali ketiga pada malam ini penis Om Minmon mengoyak selaput dara. Nining berinisiatif menjilat dan menyedot puting Om Minmon, sambil tangannya mengusap-usap puting satunya lagi. Namun Om Minmon menepis tangannya dan mendorong tubuh Nining sehingga kembali terlentang. Tubuh gemuk Om Minmon langsung menimpa Nining. Posisi yang memudahkan Om Minmon menyetubuhi Nining daripada berdiri atau berlutut. Om Minmon sudah lelah menggenjot dua gadis. Pinggulnya pegal. Kini dia ingin menggagahi Nining dengan posisi Misionaris saja. Om Minmon menekan pantatnya ke bawah, mendesak vagina Nining dengan penisnya. Lengannya mendekap erat kepala Nining.

Nining menganga. Bola matanya memutih. Akhirnya dia merasakan apa yang teman-temannya tadi alami. Tangannya merenggut seprei yang sedari tadi sudah kusut berantakan. Penis gahar Om Minmon melesak ditambah berat tubuh Om Minmon harus ditanggungnya. Namun Nining sudah bertekad. Aku ngga boleh pingsan. Aku harus bisa puasin Bos. Dia mengeraskan otot-otot tubuhnya.

Penis Om Minmon semakin berwarna merah kehitaman dan semakin mengeras di dalam setengah liang vagina Nining. Kepala penisnya kini tidak ubahnya logam tumpul. Saat Om Minmon sebentar tadi mengocok penisnya, dia tidak merasakan lagi empuk kepala penisnya. Dia terperangah melihat efek dari pengobatan di London. Di sisi lain, Om Minmon juga sedikit kaget Nining dan vaginanya mampu menahan lesakan penis Om Minmon.

“Argh! Ergh! Enak juga kamu! Kamu kerjaannya apa di desa?”

“Nnghh-sa-saya j-jual-nggh-jualan pecel, B-bos. Enghh!” Sambil melenguh menahan sakit Nining menjawab.

“Errgh! Pantes memekmu bau kangkung hahaha! Engh! Bangsat memekmu kok ngelawan gini!” Om Minmon merasakan vagina Nining menyempit, menahan penisnya untuk tidak masuk lebih dalam. Om Minmon semakin bernafsu dan mendorong pinggulnya lebih dalam. Nining tak tahan lagi. Dia harus melepaskan rasa sakitnya. Nining memekik dan mulai meracau.

“Ahhh! Booss! Enakk! Enak! Entotin Nining Boss! Nining pengen!”

Keputusan Nining terbukti berhasil. Jeritan dan racauannya membuat libido Om Minmon melonjak! Nining kembali berinisiatif. Kali ini tangannya menelungkup di wajah Om Minmon, mengarahkan bibir Om Minmon bertemu bibirnya. Nining memagut hangat bibir Om Minmon. Liur Om Minmon menetes belepotan di sekitar bibir Nining.

“Buka mulutmu!”

Nining membuka lebar-lebar mulutnya. Om Minmon meludah ke dalam mulut Nining beberapa kali. Setelah selesai, tanpa disuruh Nining menelannya. Om Minmon terkekeh puas melihatnya.

“Kamu ini agak liar dibanding temanmu! Kamu ini- engghh! perlu dijinakkan! Biar patuh sama majikannya!”

“B-baik, Bos. Ah! Ah! Bos b-bi-sa pake Nining kapan aja!” Setengah penis Om Minmon sudah masuk. Tanpa disadari omongan sensual Nining membantu Om Minmon yang sudah sempat lemas jadi kembali bersemangat. Om Minmon mulai menggenjot penisnya perlahan. Nining sebenarnya sudah tidak tahan menerima penis Om Minmon di vaginanya. Namun dia tidak boleh kalah. Bos-nya harus bisa ejakulasi memakai vaginanya. Insting Nining berkata dia harus lebih lagi mendesah dan melenguh untuk membantu Bos-nya mencapai orgasme. Walau dia tahu sebenarnya dilarang dan berisiko. Nining mencoba menikmati persetubuhannya.

“Nggh! Iyah! Iyah! Bos! Entot lagih! Lagih! Penuhin memek Nining Bos! Masukin semua kontolnya Bos!”

Insting Nining terbukti benar. Walau sakit, dia bisa merasakan penis Om Minmon semakin membelesak masuk memenuhi liang vaginanya. Segera dia kembali memagut bibit Om Minmon dan membuka mulutnya, siap menerima lagi ludah Om Minmon.

“Ludahi Bos! Nining belum bisa jinak! Nining mau jadi peliharaannya Bos!” Om Minmon kembali meludah dan membanjiri bibir Nining dengan liurnya. Om Minmon menjambak Nining, lantas memagut lehernya di beberapa titik, meninggalkan bekas cupangan.

“Brengsek! Jangan ribut! Mulut kamu ga bisa diem ya!” Dalam hati, Om Minmon ingin Nining terus meracau untuk menaikkan berahi dan staminanya. Seolah mengerti, Nining kembali melenguh menikmati penis Om Minmon di selangkangannya.

“Engghh Bosss jangan siksa Nining! Masukin dalam-dalam! Ahh! Ahh! Nining suka kontolnya Bos! Enak! Enak! Ahh!” Sedari tadi Nining tidak pura-pura. Ternyata dia sudah menikmati pemerkosaan atas tubuhnya. Ancaman Erin disertai penis Om Minmon sudah mengubah pola pikirnya seutuhnya. Kini Nining yakin dia tidak boleh mengecewakan Bosnya, sesakit apapun itu. Nining bertekad tetap sadar sampai dia bisa mengeluarkan sperma Bosnya. Kini berat tubuh Bos yang menimpanya dan nyeri di vaginanya tidak menjadi masalah lagi. Malahan Nining kini merasakan cairan pelumasnya melumer, mengolesi batang penis Om Minmon.

“Bos! Nining keluar! Keluar ngghhh ahhh! Ayo Bos kita keluar bareng!” Ah! Dibantu cairan pelumas vagina Nining, penis Om Minmon akhirnya tuntas masuk seluruhnya ke dalam vagina Nining. Om Minmon merasakan vagina Nining menyedot-nyedot, seakan tidak memperbolehkan penisnya keluar. Dengan susah payah Om Minmon mengangkat dan menurunkan pinggulnya.

“Ini pepek kamu kok nyedot gini sih! Enak banget brengsek!”

“Iyah Bos! Enak ya?! Selamat menikmati pepek rasa pecel Nining, Bos! Nghh! Nghh!” Kini pinggul Om Minmon naik turun teratur. Plok! Plok! Plok! Paha mereka beradu. Sementara bibir mereka terus memagut meliuri satu sama lain.

Tak lama Om Minmon memutuskan mencabut penisnya dan membalikkan tubuh Nining. Om Minmon ingin menikmati lubang satunya lagi. Nining bernafas lega. Setidaknya vaginaku bisa istirahat. Namun dia juga sadar, dia kembali harus merasakan nyeri, kali ini di duburnya. Segera saja kepala penis Om Minmon menerobos masuk ke lubang anus Nining. Aku ga boleh pingsan, Aku harus tetap sadar, Nining mensugestikan di dalam pikirannya. Aku pereknya Bos. Aku harus bisa puasin Bos. Nining berusaha mengalihkan rasa nyeri dari dalam pikirannya.

Setengah batang penis Om Minmon dengan cepat menyesaki liang dubur Nining. Setelah membiarkan sebentar, Om Minmon menggenjot dubur kedua di malam itu. Nining menggeram sambil kembali mencoba merangsang Om Minmon.

“Iyah! Iyah! Duburnya Nining punya Bos! Nggh! AHHHH!” Bles! Tuntas lubang kenikmatan kelima diperawani Om Minmon. Penis Om Minmon sudah terbenam seluruhnya. Om Minmon dapat merasakan kepala penisnya mendorong ujung saluran pembuangan Nining. Tanpa ampun Om Minmon menggoyang penisnya dengan cepat. Kali ini Nining tidak bisa membohongi rasa nyeri yang hebat di pantatnya.

“Ahh! Ahh! Ampun Boss! Ampun!”

“Mampus! Ah! Ah! Enak! Enaknya dubur penjual pecel ini hahaha!” Gantian Om Minmon meracau tidak tentu karena nikmat budak seksnya.

Akhirnya yang ditunggu muncul juga. Om Minmon mempercepat genjotannya tatkala dirasanya spermanya sudah merambat pelan ke pangkal batang penisnya. Om Minmon mencabut penisnya dan membenamkan kembali ke vagina Nining. Nining sudah mulai kehilangan kesadaran namun memaksa untuk tetap terjaga. Dia memilih diam pasrah untuk membuatnya fokus menjaga kesadarannya. Rasa nyeri memang menyiksanya, namun Nining yakin Bosnya sudah mau mencapai orgasmenya.

Keringat dan pegal tidak lagi digubris ketika Om Minmon merasakan spermanya meluncur di sepanjang penisnya. Cepat-cepat Om Minmon mencabut kemudian membalikkan tubuh Nining yang sudah terkulai lemas.

“Heh perek penjual pecel! Kamu mau aku lempar ke pelabuhan, hah?!”

“Boss jangan Boss! Nining salah apa Bos?! Nining sampai sekarang masih bisa melayani Boss. Ampun Boss ampun.” Kesadaran Nining kembali pulih ketika mendengar omongan Bosnya.

“Nah, kalo gitu, kamu harus bisa telan semua spermaku. Tanpa satu tetes pun tersisa! Kalo nanti ada yang netes ke lantai, malam ini kamu aku lempar ke kamar tidur satpam pelabuhan itu!”

“Boss jangan Boss! Iya Nining telan sperma Boss! Nining ma-“ Omongan Nining terpotong kala sebatang penis kekar menerobos masuk memenuhi rongga mulutnya. Nining membuka lebar mulutnya, membiarkan Om Minmon mengocokkan penisnya di mulut Nining. Nining tersedak dan susah bernafas. Hidungnya kembang kempis menghirup udara sebisanya.

“Ah! Ah! Nikmat! Makan nih kontolku! Mulut kamu memang harus dikasi pelajaran! Mulutmu bawel!” Om Minmon masih menggenjot mulut Nining sebelum akhirnya dia merasakan spermanya meluncur menuju kepala penis. Om Minmon menjambak rambut Nining dan menyergah,

“Heh udah mau keluar!”

Nining langsung mengerti. Dia mulai mengocok penis Om Minmon dengan mulut dan tangannya. Om Minmon berdiri tegak membiarkan budaknya mengerjakan bagian terakhir. Dengan cepat namun halus Nining mengocok dan menjilati kepala penis Bosnya. Om Minmon merasakan kenikmatan memuncak dan akhirnya,

Crot! Crot! Crot! Om Minmon hanya bisa menganga menikmati puncak orgasmenya. Berkali-kali air mani muncrat memenuhi rongga mulut Nining. Deras dan berlimpah. Nining dengan cepat menelan air mani yang seperti tidak habis-habis memenuhi mulutnya. Nining baru pertama kali merasakan asinnya sperma dan belum terbiasa, namun dia memaksa kerongkongannya menggelegak menelan cairan putih nan kental dari penis Bosnya. Nining bisa merasakan denyut penis Bosnya menggelitik pipinya. Sambil satu tangannya tetap mengocok, tangan Nining yang lain menengadah di bawah dagunya, menjaga agar tidak ada sperma yang menetes jatuh. Sesekali Nining merasa ingin muntah, namun di pikirannya sekarang hanya bagaimana dia melakukan perintah Bosnya dan tidak dilempar ke pelabuhan.

Sesaat Nining merasa sperma Bosnya luput ditelan dan meleleh keluar mulutnya. Reflek Nining sigap menampung lelehan sperma itu. Setelah beberapa saat akhirnya penis Om Minmon mulai pelan mendenyut dan berhenti menyemburkan sperma. Nining tetap mengocok untuk memastikan tidak ada sperma yang tersisa dari penis Bosnya. Setelah tuntas mengosongkan mulutnya dari sperma Om Minmon, Nining menyeruput sisa lelehan sperma di telapak tangannya.

Om Minmon yang melihat hal tersebut terkekeh puas. Kepatuhan selir tempahan Mami Erin tidak diragukan. Nining tuntas dan berhasil menelan semua cairan sperma yang muncrat di mulutnya tanpa satu tetes pun tersisa. Nining pun senang melihat Om Minmon tertawa puas. Akhirnya perjuangannya tidak sia-sia. Sampai selesai Nining tetap terjaga dan bisa memuaskan Bosnya dengan kedua lubang selangkangannya.

“Hoo hebat juga kamu, Ning. Bagus. Mino, jadi ga dia dilempar ke pelabuhan?”

Om Mino tertawa dan justru mengalihkan pertanyaan ke Nining, “Kamu aku lempar aja ya?”

Nining yang sudah sadar akan posisinya di dinasti kekuasaan dua orang Bos di depannya, menjawab dengan patuh, “Nining ini milik Bos. Jadi atau ngga, terserah Bos saja."

Erin untuk kali itu akhirnya tertawa dan bertepuk tangan. Memang harus seperti itulah wanita didikannya.

“Yaudah. Kamu bersih-bersih sana. Langsung istirahat. Kamu hebat. Nanti pagi aku mau pake kamu lagi.” Sambil berjalan menuju sofa, Om Minmon memerintahkan Nining.

“Baik, Bos. Kalau begitu, Nining izin pamit dulu. Permisi, Bunda. Permisi, Bos.” Nining membungkuk kemudian terhuyung keluar dari kamar itu. Nyeri di selangkangan dan lelah tubuhnya tidak bisa dibohongi. Sementara Vanti dan Wulan belum menunjukkan tanda-tanda siuman. Om Minmon merebahkan pantatnya tepat di samping Erin. Keringat membasahi seujur tubuhnya. Nafasnya naik turun. Om Minmon puas. Asupan perawan untuk penisnya terpenuhi.

“Gimana penismu, udah puas belum ngentotin tiga perawan?”

“Aku tanya tadi katanya sih udah puas. Tapi ga nolak kok kalo mau nyicip memeknya tuan rumah.” Goda Om Minmon sambil terkekeh. Tapi Erin tidak menggubris, malah meraih penis Om Minmon yang masih tegang.

“Kamu apain sih penis kamu ini? Berobat ke mana lagi ini?” tanya Erin sambil mengocok pelan penis Om Minmon. Tangannya bisa merasakan penis Om Minmon yang berat dan tebal. Erin semakin bersemangat mengocoknya. Sementara Om Minmon menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa, mencoba istirahat sebentar.

“Heh kok udah mau tidur? Ini satu lagi belom dipuasin. Udah dibela-belain perawatan luar dalam tiap hari bukannya dipake.”

“Bukan tidur. Istirahat sebentar. Ambil nafas. Capek tau. Lagian kenapa ga sama penjagamu aja sih kalo mau enak-enak. Mereka kan tegap-tegap tuh.”

“Sembarangan!” Erin memukul lengan Om Minmon, “kamu kira aku capek-capek perawatan dan olahraga sampai se-singset ini untuk mereka pake?! Dari perawan sampe sekarang jadi emak-emak cuma kamu yang bisa pake aku! Ga mau tau pokoknya sebelum pulang nanti pagi kamu harus nyicipim tubuhku! Biar ga sia-sia perawatannya.”

“Iya-iya, Cintaku. Nanti pagi deh sebelum garap Nining lagi. Malam ini aku udah capek beneran deh.”

Erin tidak lagi menanggapi lagi omongan Om Minmon. Wajahnya mendadak serius. Erin membetulkan posisi duduknya kemudian berujar pelan,

“Mino, aku tau kamu ga mungkin ke sini hanya untuk perawanin tiga gadis desa. Kemampuan dan uangmu bisa dapat lebih dari itu. Jadi, ada apa sebenarnya?”

Om Minmon yang masih berusaha mengumpulkan energi, mau tak mau membuka matanya dan ikut membetulkan posisi duduk. Aku memang harus secepatnya menceritakan ini, pikirnya. Om Minmon menatap langsung Erin, satu-satunya temannya yang sudah lama dia percaya dan andalkan. Satu-satunya orang yang mungkin bisa membantunya. Setelah memastikan Wulan dan Vanti masih belum sadar, Om Minmon berkata pelan,

“Aku butuh bantuanmu.”
***​
[/HIDE][HIDE]
[/HIDE]
 
Terakhir diubah:
Welcome back gan, langsung di suguhi 3 perawan, mantap benar dah hidup si om bau tanah tu. Di tunggu next ny gan..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd