CHAPTER 1: PILOT
Veranda melangkah pelan namun pasti menyusuri trotoar sambil mendekap erat tas coklat yang berisi baju dan keperluan lainnya, kemudian berhenti tepat di depan gedung menjulang tinggi yang didominasi warna biru. Valkyrie Management. Nama perusahaan yang tertulis bersama dengan alamatnya di kertas yang dia pegang sesampainya di Jakarta. Perusahaan yang telah menyelamatkan keluarganya dari lilitan hutang rentenir. Sembari mendongak kagum memandang gedung besar di depannya, kembali terlintas runtutan kejadian seminggu belakangan ini. Semuanya berlangsung begitu cepat. Sebuah mobil yang berhenti di depan rumahnya, tepat saat rentenir dan sekelompok orang akan menyita barang-barang karena keluarganya tidak sanggup membayar hutang plus bunga yang hampir mencapai seratus juta. Penawaran pelunasan hutang dengan proses yang bahkan tak disangkanya akan secepat itu. Ditambah dengan penawaran kerja di Jakarta sebagai perjanjian hutang budi dan jaminan kiriman rutin ke keluarganya di desa, yang membuatnya sekarang berdiri tepat di depan gedung tersebut.
Setelah memastikan bahwa gedung itu benar Valkyrie Management, Veranda pun masuk gedung dan duduk menunggu di lobi, sesuai dengan instruksi di kertas alamat. Tak lama datang perempuan mungil berkacamata dengan blus oranye kemudian menghampirinya dan dengan tersenyum berkata,
“Veranda ya?”
“Iya betul” Veranda dengan gugup tersenyum.
“Saya Melody. Kamu udah lama nunggu?” Tanya Melody ramah.
“Baru aja Mbak hehe”
“Ga usah manggil Mbak, panggil Melody aja. Ayo ikut saya” Kemudian mereka naik lift dan berhenti di lantai 3.
Ruangan besar menyambut mereka, yang diisi dengan pegawai kantor yang lalu lalang mengerjakan tugas masing-masing, beberapa berkutat di balik meja kantor yang berderet dengan komputer tertata rapi di tiap meja, lemari-lemari dokumen dan perlengkapan kantor lainnya . Veranda mengikuti Melody di belakang, mengagumi betapa rapi dan berkelasnya ruangan tersebut beserta orang-orangnya, sesuatu yang baru pertama kali dia lihat karena di desanya tentu tidak ada hal-hal seperti itu.
Mereka kemudian masuk ke ruangan kecil di sudut. Melody mempersilahkan Veranda duduk sambil mulai memberi penjelasan tentang perusahaannya.
“Silahkan duduk”
“Terimakasih Mbak”
“Jadi, selamat datang di Valkyrie Management. Kamu mulai hari ini diterima kerja dan tinggal disini. Tempat tinggal disediakan, jangan khawatir. Kamu tidak perlu cari-cari kosan di luar. Makanan, pakaian, keperluan sehari-hari, ditanggung perusahaan. Kamu hanya perlu mengerjakan tanggung jawab pekerjaan yang akan diberikan. Tentu kamu sudah mendengar sedikit penjelasan yang sudah dikatakan Pak Minmon saat beliau datang ke rumahmu. Untuk saat ini status kamu adalah trainee dan saya ditunjuk menjadi mentor kamu, jadi kalau ada yang kurang mengerti tanyakan ke saya. Kalau selama masa training kinerja kamu dinilai bagus baru kamu diangkat jadi pegawai tetap. Kamu mengerti ya? Sampai disini ada yang kurang jelas?” Melody menjelaskan dengan bahasa formal dan tegas, berbeda saat mereka berkenalan tadi.
Veranda mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti.
“Maaf nanya Mbak, tapi pekerjaan saya disini apa ya Mbak?” Veranda bertanya polos. Dia merasa tidak mempunyai kemampuan yang layak untuk dapat bekerja di kota sebesar Jakarta dan gedung sebesar ini.
“Nanti akan saya jelaskan. Untuk pekerjaan pertama, nanti malam jam 7 kamu ke lantai 10 dan bertemu lagi dengan saya. Sekarang kita ke kamar yang akan menjadi tempat tinggal kamu. Dan satu hal lagi-” Melody menatap Veranda tajam sehingga Veranda tidak nyaman.
“Saya bukan mbakmu. Panggil saya Melody.”
***
CHAPTER 2: PERKENALAN
Jam 18.45 Veranda sudah selesai bersiap-siap untuk pekerjaan pertamanya. Setelah kembali berkaca untuk memastikan semua beres, pandangannya kembali menyapu seluruh sudut kamar yang sekarang menjadi tempat tinggalnya. Entah sudah berapa kali dia terkagum pada gedung Valkyrie Management. Gedung yang dia tahu dari Melody ternyata bukan hanya kantor saja, tapi juga apartemen tempat tinggal pegawai tertentu, gym, swalayan, bar, ruang karaoke, juga dilengkapi kolam renang di bagian belakang.
Kamarnya pun begitu. Kamar yang begitu besar dan tidak hanya terdiri dari kamar tidur tapi juga ruang tamu, ruang tengah dan dapur kecil. Sampai-sampai dia yakin kalau kamarnya cukup besar untuk menampung keluarganya tinggal disitu, dilengkapi dengan fasilitas bathtub, televisi dan AC. Begitu juga dengan pakaian yang disediakan untuk malam ini, yang sekarang sudah membalut lekuk tubuhnya. Dress dan rok sutra berwarna hitam yang ketat dipadu dengan flat shoes yang Veranda yakin harganya pasti sangat mahal.
Setelah melihat jam sudah hampir menunjukkan pukul 7 Veranda dengan segera keluar kamar dan menuju lift. Sepi. Tidak ada seorangpun dia temui saat menuju lift. Sesampainya di lantai 10, Melody sudah menunggu di depan pintu besar bersama seorang wanita lainnya. Sayup-sayup lantunan lagu terdengar di balik pintu besar tersebut.
“Nah ini dia si Anak Baru udah datang. Nih kenalin,”
“Veranda”
“Naomi”
Mereka berdua kompak memakai dress putih dengan make up natural yang membuat Veranda terdiam sebentar mengagumi kecantikannya. Orang-orang kota cantik-cantik, batinnya. Melody terlihat sangat berbeda dibanding saat di kantor tadi siang.
“Kita sekarang dimana ya… Mel?” Veranda agak terbata karena sebenarnya merasa tidak nyaman memanggil langsung nama mentornya.
“Nah yuk, sebelum kita masuk, aku mau jelasin sedikit ya ke kamu. Kamu akan ketemu dengan Bos Titan, CEO perusahaan ini. CEO itu maksudnya yang punya perusahaan ini, bos tertinggi. Kamu harus kenalin diri kamu ke Bos Titan, trus kita temenin Bos Titan ngobrol-ngobrol supaya beliau kenal kamu lebih banyak.” Melody menjelaskan panjang lebar.
“Duh aku deg-degan mb.. Mel hehe” Veranda langsung gugup saat mengetahui dia akan bertemu langsung dengan sang empunya perusahaan.
“Ngga apa-apa kita cuma nemenin Bos Titan karaoke sambil ngobrol-ngobrol kok” Melody mengerling ke arah Naomi sambil tertawa. Cuma nemenin karaoke sambil ngobrol. Entah sudah berapa kali alasan ini mereka katakan ke para anak baru, yang beberapa berhasil membuat para anak baru lebih tenang namun ada juga yang malah tetap grogi.
Melody mengajak masuk melalui pintu besar di samping mereka dan ternyata di dalamnya adalah ruang karaoke dengan sofa coklat panjang di satu sisi ruangan dan TV LED besar terpasang di dinding hadapannya. Ruangan sedikit redup karena hanya mengandalkan cahaya layar TV. Di tengah ruangan terdapat meja lebar dengan beberapa botol kaca yang Veranda tidak tahu apa isinya. Di ujung sofa duduk dua orang wanita yang menyanyi mengikuti lirik di layar TV dan satu orang pria tampan berkulit bersih yang tidak terlalu kekar namun Veranda yakin pria tersebut mempunyai tubuh yang atletis dan gagah.
“Halo Bos Titan..”
Si pria gagah hanya tersenyum dan Melody menatap Veranda menyuruh untuk ke depan dan memperkenalkan diri.
“Halo.. B-bos Titan, saya Veranda. Saya baru hari ini kerja disini. Te-terimakasih ya Bos Titan untuk kebaikannya ke keluarga saya” Veranda terbata-bata juga tersenyum malu dan bingung karena tidak tahu mau ngomong apa lagi.
“Oh kamu ya Veranda..” Bos Titan akhirnya bersuara dan memandangi Veranda dari bawah hingga atas. Bos Titan memandang lekat-lekat Veranda yang memang jauh lebih tinggi dibanding Melody dan Naomi, ditambah dengan bentuk badan yang proporsional dipadu dengan wajah yang cantik natural khas gadis desa yang polos. Kecantikan Veranda semakin diperkuat dress yang dipakainya dengan memperlihatkan dengan indah lekukan tubuh Veranda. Sempurna, tidak salah memang tangkapan Minmon ini, batin Bos Titan.
“Oke” Kata Bos Titan singkat sambil tersenyum simpul dan melirik memberi kode kepada Melody dan Naomi. Mereka pun langsung duduk. Veranda mengambil posisi duduk di antara Melody dan Naomi.
“Kamu udah pernah minum bir belom?” tanya Naomi sambil menuangkan cairan dari botol kaca ke gelas pendek di depan Veranda.
“E-eh saya belum pernah mbak. Ibu saya bilang itu bukan minuman yang baik” Veranda menjawab polos dan grogi karena kaget langsung berhadapan dengan minuman yang sangat dijauhi di keluarganya.
“Lho siapa bilang. Kamu udah pernah minum belom? Coba dulu manatau suka” Bos Titan menggumam sambil terus menatap ke layar TV. Dua wanita lain masih terus bernyanyi lagu karaoke. Naomi dan Melody tersenyum mendengar perkataan Bos Titan.
“Tapi Bos..”
“Udah coba dulu, nanti kalau ngga suka ga usah diterusin kok” Melody memotong perkataan Veranda.
“Iya kamu coba dulu nih” Naomi menyodorkan segelas bir yang sudah dicampur dengan wine dihadapannya kemudian memandangi Veranda menunggunya untuk meneguknya. Veranda yang tidak menyangka bakal di posisi seperti ini hanya bisa membetulkan posisi duduknya yang tidak nyaman dan akhirnya mengambil gelas yang sudah disodorkan. Veranda kemudian meneguk dan seketika memuntahkan sedikit dari bir tersebut karena kaget dengan rasanya yang menurutnya anyir dan sangat tidak enak.
“Ayo minum lagi gapapa kok ayo” Melody kemudian membantu memegang gelas Veranda dan mendekatkan lagi gelasnya ke bibir Veranda. Veranda yang belum sempat mengusap mulutnya kembali harus meminum bir yang sudah disorongkan ke mulutnya. Kali ini tiga teguk tertelan sebelum akhirnya Veranda menolak gelas yang tertempel di bibirnya.
“Sudah Mbak sudah..”
“Ayo lagi sayang kamu pasti suka kok..” Naomi yang barusan menuang bir lain ke gelas berbeda menyorongkan kembali gelas tersebut ke mulut Veranda. Kali ini Veranda tidak bisa melawan. Segelas bir meluncur masuk ke tenggorokannya. Veranda tersedak dan batuk-batuk keras. Sesaat kemudian pandangannya kabur. Kandungan alkohol mulai mengambil alih kesadarannya. Dia hanya bisa melihat samar-samar silau TV dan Melody tersenyum membantunya untuk tetap duduk tegak. Begitu kembali sadar didekat bibirnya sudah tersodor lagi gelas berisi penuh dengan bir yang baunya menusuk hidungnya. Veranda hanya bisa mencoba untuk menghentikan batuknya sebelumnya akhirnya segelas bir lain meluncur masuk ke mulutnya dan tumpahannya membasahi dressnya. Veranda ingin memberontak melepaskan gelas yang disorongkan ke mulutnya namun dengan sigap tangannya ditahan Melody juga ditambah kesadarannya yang menurun. Kali ini Naomi kembali bersiap menuangkan red wine yang dicampur dengan sedikit cola.
Bos Titan bersandar di sofa menikmati Veranda yang kini berantakan baik di bajunya dan tatanan rambutnya yg sebagian sudah menutupi wajah telernya. Kembali Bos Titan tersenyum dan membayangkan rencana selanjutnya yang sudah dia susun. Dia sangat menantikan momen ini, yang sudah dibayangkannya saat melihat foto Veranda dari Minmon. Minmon sangat antusias mengatakan bahwa dia mendapat ‘tangkapan besar’ dengan kondisi yang sangat mendukung tangkapannya. Keluarga di desa yang sederhana dan terlilit hutang, Veranda gadis desa lugu yang bahkan sepengakuannya jarang kenal lelaki di desanya, keluarganya yang sedang membutuhkan pemasukan karena ayahnya baru saja di-PHK. Lengkap sudah, Minmon tertawa terbahak sambil menenggak bir di ruangan yang sama tiga hari sebelumnya.
Kini Veranda sudah tidak tahan lagi. Tubuhnya ambruk ke belakang dan memandang teler ke sekitar. Dua wanita yang tadi bernyanyi kini diam menunggu instruksi dari Bos Titan. Veranda mencoba untuk kembali menguasai tubuhnya yang memanas dan sudah berat untuk dikendalikan. Tidak cukup sampai disitu, Naomi kembali memaksa Veranda menenggak wine. Veranda merasakan hangat sesaat di tenggorokannya namun berangsur hilang karena kesadarannya semakin hilang. Veranda mulai mengoceh dan menggumam kata-kata yang tidak jelas. Tubuhnya benar-benar di luar kendalinya. Tangannya mencoba menggapai pegangan namun yang tertangkap hanya udara.
“Penutup ya bos. Hehehe senang aku setiap ada anak baru dikerjai begini. Seru ya cekokin bir ke mereka. Trus pas mulai ga sadar ngocehnya lucu. Ngomong macem-macem hahaha” terbahak Melody menuangkan wine terakhir ke mulut Veranda yang dibuka paksa oleh Naomi. Kembali Veranda tersedak namun hanya sebentar karena seluruh isi gelas dipaksa masuk dan kini sudah berpindah ke lambung Veranda.
“Lah kamu juga kan diginiiin dulu. Ya kita lah hahaha” tawa Naomi.
Mereka menunggu Veranda menggeliat sebentar sebelum akhirnya benar-benar mabuk tidak sadarkan diri. Sesekali gumaman kecil keluar dari mulutnya namun tidak ada artinya. Melody dan Naomi tertawa puas melihatnya.
***