caligula1979
Semprot Addict
- Daftar
- 24 Jun 2012
- Post
- 487
- Like diterima
- 2.850
Halo mupengers sekalian!
Jumpa lagi di Caligula Universe (CGU). Sebelumnya saya sempat diban sebulan gara-gara tidak sengaja mengucapkan nama website yg ternyata adalah pelanggaran aturan forum. Positifnya adalah saya bisa menyempurnakan tulisan ini selama sebulan masa ban sehingga lebih baik dan semoga memuaskan mupengers sekalian.
Mupengers yang pembaca setia serial CGU pastilah mengikuti cerita-cerita saya yang tak terasa hingga kini karakter mahasiswa/i dalam CGU sudah cukup banyak, baik yang major character maupun yang baru tampil selewat sebagai minor character. College Anthology yang menjadi debut awal CGU di tahun 2021 ini akan memaparkan petualangan para karakter CGU dari kalangan kampus. Tanpa buang waktu lagi, marilah kita nikmati serial sepuluh episode ini yang akan diupdate setiap 2-3 hari sekali.
Selamat menikmati!
Cerita CGU lainnya:
Jumat, pukul 16. 05
Wandi (22 tahun) tiba di depan sebuah rumah minimalis berlantai dua, di halamannya sudah terparkir sebuah Yaris hitam yang sudah tidak asing baginya. Ia turun dari motornya dan membuka pagar yang tidak dikunci lalu memarkirkan kendaraannya di sebelah mobil itu. Dari tindakannya, nampak ia bukan pertama kalinya ke tempat itu.
“Udah hujan yah?” sahut sebuah suara wanita dari pintu depan ketika ia sedang melepas jas hujannya.
“Eehh... iya!” jawab pemuda itu menoleh melihat seorang wanita cantik sudah berdiri di ambang pintu, “di Dago bawah udah gede banget, di sini kayanya bentar lagi, udah mendung gini” katanya sambil melihat ke langit yang sudah berawan hitam.
“Ya udah ayo masuk!” sahut wanita berambut sebahu itu.
Wandi pun mengikuti wanita yang adalah dosennya itu ke dalam. Wanita berdarah Sunda-Bugis itu bernama Melinda (40 tahun), ibu beranak dua, yang paling besar sudah remaja. Tubuhnya berpostur sedang dan langsing, di usianya ia masih nampak seperti masih tiga puluhan awal dengan rambut hitam sebahu yang biasa disanggul ketika mengajar.
“Lho! Disini juga bu?” sapa pemuda itu melihat Nina (32 tahun), dosen lainnya yang pernah mengajarnya di satu mata kuliah, di ruang tengah.
“Ya, kita lagi ada pembicaraan aja, sekalian pulangnya numpang” jawab wanita berkacamata itu.
“Ayo, kita bicarain urusan buat nanti dulu!” ajak Melinda ke dalam.
Rumah itu nampak lenggang, semi furnished, karena rumah ini bukan rumah wanita itu yang sesungguhnya, hanya untuk investasi, pada tembok depan rumah pun terpasang spanduk DISEWAKAN. Kadang Melinda ke sini untuk beristirahat sejenak di sela pekerjaan karena letaknya dekat dengan kampus.
“Nah ini!” sahut wanita itu seraya menyerahkan fotokopian berisi materi kuliah serta sebuah USB, “file power pointnya udah ada disini, cukup waktu buat kamu pelajari sampai Senin nanti”
Terlepas dari profesi terselubung sebagai gigolo kampus dengan klien tante-tante tajir, Wandi memiliki otak yang encer sehingga IPK-nya termasuk menengah ke atas. Dari situlah ia menerima tawaran dosennya ketika untuk menjadi asisten dosen, gajinya memang tidak seberapa apalagi dibandingkan bayarannya untuk memuaskan para kliennya itu, tapi cukup lumayan untuk menambah pengalaman dan memperluas pergaulannya, terlebih sifat Wandi memang easy going dan mudah bergaul sehingga ia tidak bermasalah bila harus menggantikan dosen mengajar angkatan bawah atau praktikum. Saat itu Melinda memanggilnya untuk menggantikannya pada Senin karena ia sendiri harus menghadiri seminar di Jakarta dan baru pulang keesokan harinya.
“Apa ada yang perlu ditanya?” tanya wanita itu melipat tangan setelah melihat Wandi membaca sekilas fotokopian yang diberikan tadi.
Wandi menggeleng, “so far nggak, kalau ada nanti lewat WA aja” katanya enteng.
“Kalau gitu, mungkin kita bisa masuk pembahasan berikutnya... “ kata Melinda mendekati wanita itu lalu tangannya meraih selangkangannya, “yang lebih privat” suaranya lirih disertai desahan.
“Sshh... sshh.... bu!” Wandi beringsut dan menepis tangan dosennya itu, “bukannya kita udah sepakat kalau ini cuma jadi rahasia kita berdua aja? Di luar sana kan....”
Reaksi Wandi membuat dosennya itu menyeringai, “well... sekarang jadi rahasia kita bertiga, kamu keberatan?” ia kembali mendekatkan tubuhnya pada mahasiswanya itu, memepetnya hingga ke meja.
“Kamu tau Di? Nina ke sini mau apain?” tanyanya dengan suara dan tatapan menggoda.
“Ikut numpang mobil ibu kan katanya” jawab Wandi pelan.
“Itu jawaban belum lengkap, itu karena dia mau ikutan kita” jawab Melinda kembali mengelus selangkangan pemuda itu.
“Serius bu? Tapi apa gak riskan?” tanya Wandi mulai merasa keenakan dengan remasan dosennya.
“Kita ini saudara dan sudah akrab, riskan apanya?”
“Saudara? Baru tau saya”
“Sepupu jauh.... jadi bapak saya... aaahh... udahlah, that’s not our point. Jadi gini, Nina sama suaminya lagi pisah ranjang udah sebulan ini, gara-gara suaminya ketahuan selingkuh sama staff di kantornya dan... dia butuh dihibur, jadi saya ajak dia ikut permainan kita” tangan wanita itu membuka kancing celana panjang Wandi dan menyusupkan tangannya ke dalam, “dan saya udah kangen sama ini kamu!” tangan Melinda menggenggam penis Wandi di balik celana dalamnya yang sudah setengah terbangun.
“Uuuhh... jadi, kita bakal threesome?” tanya Wandi mendesah.
“Yup, kamu harusnya merasa beruntung kan” jawab Melinda mengocok lebih cepat penis pemuda itu.
Melinda dan mahasiswanya itu sudah hampir dua tahun terlibat affair. Hubungannya yang dingin dengan sang suami yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah membuatnya dengan mudah terpesona dan takluk pada pemuda itu. Mereka pertama kali berhubungan badan di ruangan dosen setelah kuliah terakhir pada sore hari ketika suasana sudah sepi, namun selanjutnya kebanyakan terjadi di rumah ini demi keamanan. Melinda menawari Wandi pekerjaan sebagai asisten juga sebagai alibi agar lebih dekat dengan pemuda itu namun terlihat wajar di depan umum. Keduanya memang mahir menjaga sikap di kampus, Melinda akan menyuruhnya datang ke rumah ini bila ia menginginkan kepuasan seks.
“Kamu udah jelas kan?” tanya wanita itu, wajahnya hanya beberapa centi dari wajah si pemuda sampai nafasnya yang mulai memburu terasa, Wandi hanya mengangguk, “bagus, sekarang kita panggil dia! Na!!! Ayo sini!!” sahutnya.
Sebentar kemudian, Nina sudah muncul di ambang pintu dan tersenyum melihat kakak sepupunya itu sedang memepet Wandi di meja dan tangannya masuk ke celana pemuda tersebut.
“Hehe... saya gak nyangka, ibu bisa nakal juga ya ternyata” sahut Wandi membuat wajah wanita berkacamata itu memerah.
“Emangnya dosen ga boleh nakal? Lagian kita kan bukan di kampus ini, di sini kita pria dan wanita yang saling butuh” balas Nina mendekati mereka, mata wanita itu nampak terpaku memandang penis Wandi yang sudah ereksi maksimal.
Melinda bergeser sedikit memberi tempat bagi sepupunya itu bergabung. Wandi langsung menarik lengan Nina yang ragu dan tegang ketika sudah dekat. Pemuda itu segera melumat habis bibir wanita itu.
”Mmph... mmppf... aah...” Nina mendesah tapi tidak nampak penolakan, ia hanya tegang karena ini perselingkuhan pertamanya seumur hidup, belum pernah ada pria lain menyentuh tubuhnya apalagi mencium dan menggerayanginya seperti ini.
Melinda menyeringai berhasil mengajak sepupunya dalam petualangan gila ini.
“Saya tinggal sebentar, mau nelepon dulu” kata wanita itu,”kalian enjoy aja, disini aman kok!” ia lalu keluar dari kamar meninggalkan keduanya.
Wandi menaikkan pantat Nina hingga duduk di pinggir meja, jemarinya dengan lincah mempreteli kancing kemeja wanita itu hingga terbuka seluruhnya, kemudian disingkapnya ke atas cup bra warna hitamnya hingga payudara berputing coklat itu terekspos. Dari bibir, mulut Wandi merambat turun ke leher jenjang Nina, tak lupa ia juga menjilati telinganya yang membuat wanita itu merinding dan tersengal-sengal geli sehingga semakin terhanyut dalam birahi.
”Ohh... Wan... sshh... aah...” Nina merintih-rintih sambil meremas rambut Wandi saat bibir pemuda itu mulai menjilati payudaranya.
Wandi menciumi payudara C-cup itu, juga menjilati putingnya sambil tangannya yang satu menyingkap rok span wanita itu dan mengelusi pahanya ke dalam hingga menyentuh celana dalamnya. Wanita itu makin menggelinjang saat tangan pemuda itu menyentuh selangkangannya dari luar celana dalam.
“Eeenngghh... ooohh!!” Nina mendesah memejamkan mata menikmati hisapan Wandi pada payudaranya, secara refleks ia juga menggerakkan kaki ketika pemuda itu menarik lepas celana dalamnya dan menjatuhkannya di lantai.
Saat Wandi kembali memagut bibirnya, Nina meresponnya dengan penuh gairah, lidahnya saling belit dengan lidah pemuda itu. Ia juga meraih penisnya dan menggenggamnya.
“Boleh juga nih!” katanya dalam hati merasakan kerasnya batang itu, tidak kalah dari milik sang suami.
“Kita ke ranjang yuk bu!” kata Wandi setelah melepas kemeja dan bra dosennya itu hingga tinggal tersisa rok span yang sudah tersingkap.
Nina mengangguk dan secara refleks ia melingkarkan lengan ke leher pemuda itu membiarkannya mengangkat tubuhnya dalam posisi berpelukan. Dengan hati-hati Wandi menurunkan tubuh wanita itu ke tengah ranjang, kemudian ia membuka kaosnya hingga telanjang bulat sebelum ikut naik ranjang. Dilepaskannya kacamata wanita itu dan diletakkan di buffet sebelah, kemudian ia lepaskan juga rok spannya sehingga kini keduanya telah telanjang bulat di ranjang. Wandi memandang kagum kecantikan dan keindahan tubuh dosennya itu sambil meremas payudara kirinya. Diciumnya sejenak bibir sang dosen lalu ia balikkan tubuhnya hingga menungging. Lutut wanita itu bertumpu pada ranjang dengan punggung meliuk memperjelas lekuk tubuhnya yang indah dengan pantat membulat padat serta bibir vagina merekah merah dan basah oleh cairan birahinya. Wandi langsung membenamkan wajahnya ke sana, dengan rakus ia menjilati klitoris dan jemarinya mengaduk-aduk liang yang semakin basah itu. Wanita itu dibuatnya mendesah-desah dengan nafas tersengal, matanya tertutup rapat menikmati segala perlakuan pemuda itu pada liang vaginanya. Wandi terus menjilat dan menghisap untuk beberapa lama. Setelah dirasakan lendirnya mengalir semakin banyak, barulah ia menghentikan aksinya dan cepat menggantikan dengan batang penisnya. Ia arahkan penisnya ke liang senggama sang dosen
”Ughh... aaghhh... pelan-pelan!!” pantat Nina sedikit tersentak menerima hunjaman yang keras.
Nina merasakan vaginanya begitu penuh dan berdenyut. Sebentar kemudian, Wandi mulai memompa vaginanya sehingga Nina pun mendesah-desah nikmat tanpa tertahankan. Saat itu di luar hujan sudah sangat deras, kadang disertai kilat dan petir.
“Aah, udah sejauh ini ternyata” kata Melinda yang muncul di ambang pintu membuat keduanya menoleh ke sana.
Wandi tersenyum ke arah dosennya itu tanpa menghentikan genjotannya pada Nina sehingga membuat wanita itu terus mendesah-desah. Melinda melucuti pakaiannya sendiri satu-persatu hingga tak tersisa apapun di tubuhnya yang mulus dan langsing itu, dengan payudara montok yang membusung tegak dan selangkangan ditumbuhi bulu yang dicukur rapi memanjang.
“Kamu gak lupa saya kan?” kata Melinda dengan suara lirih meraih tangan mahasiswanya dan meletakkan di payudara kanannya.
Wandi menjawab dengan memagut mesra bibir dosennya itu sambil meremas lembut payudaranya dan memilin-milin putingnya. Mereka saling melumat bibir dan beradu lidah untuk beberapa saat sebelum mulut pemuda itu turun mengenyoti payudara dosennya. Selain menyusu, tangan Wandi juga merambahi selangkangan Melinda, jemarinya mengais-ngais ke dalam hingga menggeseki klitorisnya sehingga membuat wanita itu pun mendesah-desah nikmat. Di saat yang sama, genjotannya terhadap vagina Nina tetap mantap dengan frekuensi sedang. Wandi merasakan perbedaan sensasi Nina dari Melinda. Meskipun sama-sama becek dan mampu berdenyut kencang, milik Nina lebih legit dan menggigit karena belum pernah melahirkan. Lendir birahi Nina terasa hangat di batang penisnya, makin membuatnya bergairah. Tak lama kemudian, kedutan dinding vagina wanita itu terasa semakin kencang.
“Ayo Wan... lebih cepet... udah mau dapet nih!!” pinta Nina, ia menoleh melihat Wandi yang sedang menyusu dari payudara sepupunya.
“Oke bu… oughh… nihh lebih cepat!!” sahut Wandi menambah kecepatannya, tangan yang satunya mengusap-usap bongkahan pantat Nina yang putih bulat untuk makin menambah rasa nikmat, hingga tak lama kemudian...
“Aaaarrhhh!!” Nina berteriak keras dengan tubuh menggelinjang dahsyat bersamaan dengan suara guntur di luar.
Wandi merasakan otot-otot vagina dosen cantik itu meremas-remas batang penisnya dan ia pun menekan lebih dalam dan membiarkan penisnya terbenam di dalam liang senggama Nina yang banjir.
Pinggul wanita itu masih mengejang-ngejang seirama dengan semburan cairan kenikmatannya yang masih mengucur. Wandi menunggu dengan sabar sambil terus mengenyot payudara Melinda. Setelah gelombang kenikmatan Nina mereda, barulah ia menggenjot lagi. Kali ini lebih cepat dan kencang, juga lebih dalam, ia ingin menyusul wanita itu ke puncak.
“Di dalam aja boleh!” sahut Nina memberi semangat pada Wandi yang sudah di ambang orgasme.
“Oke buu... terima ini!” geram Wandi dengan tubuh mengejang dan menekan penisnya dalam-dalam.
Crooott... crooott... sperma pemuda itu menyemprot memenuhi rahim Nina hingga semakin terasa basah dan lengket karena cairan mereka saling bercampur. Wandi terdiam sejenak menikmati sisa-sisa orgasmenya. Setelah semburan spermanya berhenti dan nafasnya mulai sedikit teratur, barulah ia mencabut penisnya dari jepitan vagina sang dosen dan menjatuhkan diri di sebelah Nina.
“Tugas kamu belum selesai loh!” kata Melinda mendaratkan bibirnya ke bibir Wandi sambil menggesekkan payudaranya ke lengan mahasiswanya itu.
Wandi yang berpengalaman memuaskan wanita mengerti yang harus ia lakukan. Ia tetap melayani french kiss wanita itu sambil mengelusi punggung hingga pantatnya secara lembut sambil menunggu recovery. Kemudian ia merasakan tangannya diraih dan dieluskan ke payudara lain, pemuda itu pun membuka matanya dan melirik ke samping melihat Nina yang sudah mulai bernafsu lagi. Didekapnya tubuh wanita itu hingga kini pemuda itu mendekap dua wanita cantik yang adalah dosennya. Tanpa canggung, Wandi melayani dua bibir yang begitu kelaparan itu serta menyesuaikan ritmenya, dilumatnya dua bibir indah itu secara bergantian, terutama milik Nina yang terasa hangat dan lembut itu. Sebentar kemudian mulut Melinda mulai turun menjilati puting Wandi dan tangannya meraih penisnya yang mulai bangun lagi. Wanita itu menjilati benda itu dan memasukkanya ke mulut.
“Na! Bantuin dong, biar keras lagi nih! Tadi kan lu udah dapet enaknya” panggil Melinda setelah mengulum selama beberapa detik sambil menepuk pantat sepupunya.
“Eerrr... oke!” kata Nina lalu menggeser tubuhnya ke bawah.
“Sambil jilain yah Di!” pinta Melinda seraya memposisikan selangkangannya ke wajah mahasiswanya.
Melinda mulai menjilat kepala penis Wandi yang tak bersunat, sementara Nina tak kalah ganas menjilat dan mengenyot habis buah zakar pemuda itu. Kini Melinda memasukkan penis itu ke mulutnya disertai kocokan lembut dengan jemarinya yang lentik. Bagi Wandi, pelayanan oral Melinda lebih mantap dibanding Nina yang baru merasakan berselingkuh dan agak canggung bercinta ramai-ramai itu. Merespon kenikmatan yang diberikan sang dosen, Wandi pun memainkan lidahnya menyapu-nyapu bibir vagina hingga dindingnya. Dosen cantik itu nampak sangat menikmati apa yang diperbuat mahasiswanya itu pada liang senggamanya, ia mendesah di tengah kulumannya terhadap penis pemuda itu.
“Eeenngghh!!” desah Melinda tertahan ketika Wandi menghisapi klitorisnya, hisapannya terhadap penis mahasiswanya pun semakin bersemangat.
Ketika penis itu terlepas dari mulutnya karena tidak tahan untuk tidak mendesah, Nina segera meraih benda itu dan gantian mengulumnya. Sepuluh menitan lewat penis Wandi diservis dua dosennya yang cantik hingga akhirnya kembali ereksi maksimal. Vagina Melinda juga semakin basah oleh lendirnya dan liur pemuda itu.
“Udah... udah... “ Melinda menggeser selangkangannya dari wajah Wandi sebelum orgasme duluan, “sekarang aja mulainya!”
Melinda langsung naik ke selangkangan Wandi, diarahkannya penis mahasiswanya itu dan diselipkan ke bibir vaginanya. Pelan-pelan wanita itu menurunkan pantatnya sehingga batang itu melesak masuk ke vaginanya diiringi desahan nikmat mereka. Dinding kewanitaannya yang bergerinjal-gerinjal dan basah menjepit penis Wandi dengan kencang. Sekitar setengah menit kemudian, wanita itu mulai menaik-turunkan pinggulnya.
Wandi merasakan kenikmatan yang amat sangat, goyangan dosennya itu begitu liar mengempot-empot penisnya. Nina yang berbaring di sebelahnya ikut membantu dengan menyodorkan payudaranya ke wajah Wandi, mempersilakan pemuda itu menyusu di sana.
“Aahh... mmhhh.... aaahh!” Nina mendesah-desah merasakan hisapan-hisapan pemuda itu pada payudaranya disertai elusan pada punggung hingga tangan itu meremas pantatnya.
Melinda semakin berisik dan goyangannya makin liar saja, rangsangan yang sejak tadi didapatnya membuatnya semakin dekat dengan orgasme sebelum sepuluh menit ber-woman on top. Desahan kedua wanita itu sahut menyahut seolah beradu dengan suara hujan deras di luar yang disertai angin dan guntur. Memang bercinta di saat hujan dan dingin seperti ini membuat suasana semakin menggairahkan.
“Oughh… gila keluar niihh aaarrrhhh!!” Melinda akhirnya mencapai puncak kenikmatan dengan berteriak kencang, tubuh sintalnya mengejang dan otot-otot di vaginanya mencengkeram kuat batang penis Wandi.
Melinda memicu pinggulnya semakin cepat dan liar, sesekali dengan gerakan memutar, dari vaginanya mengucur banyak sekali cairan kewanitaan yang menimbulkan bunyi berdecak-decak. Setelah kedutan otot vaginanya berhenti barulah wanita itu ambruk ke samping Wandi dan mengecup pipinya dengan sebuah senyuman lemas.
“Gih sana! Masih keras tuh! Puas-puasin deh!” kata Melinda pada Nina.
Nina tersenyum, “duduk nyandar sana!” suruhnya pada Wandi.
“Siap bu!” gigolo kampus itu segera mengikuti yang diperintahkan padanya.
Nina pun langsung naik ke pangkuan Wandi sambil mengarahkan penis pemuda itu ke vaginanya. Bleeess... wanita itu menurunkan tubuhnya hingga penis tersebut melesak ke vaginanya disertai erangan seksi. Tanpa buang waktu lagi, Nina mulai menggoyang pinggulnya, sementara Wandi mengenyot dan meremasi payudaranya yang tepat di depan wajahnya itu. Sepasang gunung kembar itu sudah penuh bekas cupangan, air liur dan keringat karena sejak tadi terus menjadi bulan-bulanan pemuda itu.
”Ahhh...” lenguh Nina menekan kepala Wandi ke payudaranya lebih dalam saat pemuda itu menghisap kuat-kuat putingnya yang sudah mengeras.
Meski hujan masih terus mengguyur, kamar itu makin terasa hangat akibat suhu tubuh dari pergumulan mereka, tubuh ketiganya sudah bercucuran keringat. Dengan hidungnya Wandi dapat merasakan aroma tubuh kedua dosen cantik itu, begitu harum dan menggairahkan. Dari dada, mulut pemuda itu merambat ke atas hingga bertemu dengan bibir dosennya yang ia pagut dengan lembut. Nina menyambutnya dengan menghisap dalam-dalam bibir mahasiswanya tersebut, disedotnya pula lidah pemuda itu. Di bawah, tangan Wandi bergerak mengelusi paha mulus dan tangan satunya meremas pantat dosennya.
“Mau ganti posisi bu?” tanya Wandi dengan terengah-endah.
“Ssshh... aaahh.... oke terserahhh!!” jawab wanita itu memelankan gerakannya.
Dengan lembut Wandi mendorong tubuh dosennya itu hingga telentang tanpa melepas kelamin mereka yang masih bersatu lalu ia sendiri bangkit berlutut di antara kedua belah paha sang dosen. Kini ia memegang kendali dengan menggenjoti vagina wanita itu dengan cepat, kedua tangannya meraih sepasang payudara wanita itu dan meremas-remasnya. Cairan dalam vagina Nina menyebabkan keluar masuknya penis Wandi diiringi oleh suara berdecak-decak. Mulut Nina tak henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan.
Melinda yang terkapar setelah mencapai orgasmenya kini sudah mulai bernafsu lagi. Ia bangkit berdiri di ranjang dan menyodorkan vaginanya ke wajah Wandi. Hanya dengan mengeluskan paha mulusnya ke lengan, pemuda itu sudah mengerti apa yang dimintanya. Tanpa menghentikan genjotannya terhadap Nina, Wandi merangkul pinggang ramping dosennya itu dan membenamkan wajahnya ke selangkangannya. Segera dilahapnya vagina dosennya itu, lidahnya bergerak liar menjilati vagina sang dosen yang sudah basah kuyup oleh cairan orgasme, ia juga menjilati paha dalamnya yang belepotan cairan itu sambil tangannya meremas bongkahan pantat wanita itu.
”Auhh, Di!!” desah Melinda menikmati jilatan dan hisapan mahasiswanya pada selangkangannya.
“Oughh... terus... oughh... lebih keras...” Nina semakin menceracau menerima sodokan penis Wandi.
Wandi melakukan sesuai permintaan dosennya, ia menekan penisnya lebih dalam sampai ia merasakan kepala penisnya menyentuh dinding rahim wanita itu. Remasan dinding vagina yang luar biasa kuat, hangat, dan enak terus memanjakan penis pemuda itu hingga mulai berdenyut-denyut. Ia mempertahankan kecepatannya tetap stabil sambil terus melumat vagina Melinda, menjilati serta menghisap cairan orgasme yang tersisa hingga bersih. Ia lepaskan sejenak Melinda ketika tiba-tiba rasa nikmat menyelubungi segenap penjuru penisnya. Pemuda itu melenguh merasakan nikmat dan gatal yang luar biasa. Pada saat yang sama dinding vagina Nina juga meremas penis itu kuat sekali sehingga Wandi tidak mampu lagi menahan muntahnya lahar kenikmatan dalam saluran kelaminnya. Seerr... serr... cairan itu muncrat bersamaan dengan pekikan Nina, tubuh wanita itu mengejang dengan mata membeliak-beliak. Keduanya mencapai orgasme dahsyat secara berbarengan, mereka saling peluk dan saling cium melampiaskan sensasi luar biasa itu hingga akhirnya tubuh mereka lemas dalam kepuasan luar biasa. Beberapa saat lamanya keduanya terdiam dalam keadaan berpelukan erat, Nina menindih tubuh Wandi, tubuh mereka yang sudah bermandi keringat melekat erat sehingga masing-masing bisa merasakan denyutan jantung pasangan yang berpicu cepat. Penis Wandi yang masih menancap di vagina dosennya itu menyemprotkan sperma yang masih tersisa dengan lemah. Melinda tak berkedip menyaksikan keduanya mencapai puncak kenikmatan yang begitu dahsyat.
”Gimana Na? puas kan?” tanya Melinda setelah sepupunya itu mulai dapat bernafas teratur lagi.
”Pake banget!” angguk Nina ”gila yah, gak pernah kebayang bisa main tigaan gini sesama penghuni kampus, kalau ketahuan bisa dipecat kita tigaan”
”Tapi sekarang di luar kampus sama jam kuliah bu, jadi kita ini pria dan wanita yang saling butuh” timpal Wandi sambil mengelus rambut wanita itu yang kusut.
Ketiganya bercengkrama dan bercanda sejenak sekedar untuk melepaskan lelah, sambil tetap bertelanjang. Wandi melirik jam, sudah 17.50, langit mulai gelap, hujan masih turun walau sudah mengecil.
“Awet bener hujannya dari tadi!” kata pemuda itu.
“Biar kamu gak pulang dulu, saya masih belum puas soalnya” kata Melinda dengan senyuman nakal, “sambil mandi aja yuk, abis itu pasti udah ga hujan!”
Akhirnya mereka mandi bersama sambil menuntaskan gairah di bawah guyuran air hangat dari shower.
#######
Lima bulan kemudian....
“Oowwhh, jadi gitu” Wandi mengangkat alis dan mengangguk-anggukkan kepala.
Ia agak kaget tapi berusaha tidak menunjukkannya setelah Nina menceritakan kenyataan bahwa bayi yang sedang dikandungnya itu adalah hasil perbuatan mereka dulu. Wanita itu memintanya agar menyimpan rahasia ini sekaligus berterima kasih karena sejak mengetahui dirinya hamil, sang suami yang sebelumnya sudah baikan dengannya semakin menyayangi dan perhatian padanya.
“Hari ini... yang terakhir yah!” Nina bangkit dari sofa tunggal lalu menjatuhkan pantatnya perlahan di sebelah Davin yang memegangi lengannya karena wanita itu sedang berbadan dua, “jadi saya harap kamu ngasih kesan terbaik” ia menggenggam tangan pemuda itu.
“Kita ke kamar aja gabung sama mereka yuk!”
Sejak tadi di kamar yang terbuka itu sudah terdengar suara desahan Melinda dan Arvin, sobat Wandi sesama gigolo kampus, yang sudah mulai bertempur sekitar setengah jam sebelumnya.
Melinda menggeleng, “saya mau fokus ke kamu dulu, oke!” tangannya membelai wajah pemuda itu seraya mendekatkan wajah ke arahnya.
Semenit kemudian, pakaian mereka sudah berserakan dan keduanya sudah telanjang di sofa. Sambil beradu lidah dengan Nina, tangan Wandi meremas dan memilin-milin puting dosennya itu. Wanita itu juga tidak hanya pasif, tangannya mengocok lembut penis pemuda yang menghamilinya itu. Sepuluh menit kemudian mereka pun sudah mulai ronde pertama...
“Aaahh... aahh... lebih keras!!” desah Nina berbaring menyamping di sofa menerima sodokan-sodokan penis Wandi pada vaginanya, nampak perutnya sudah sangat membesar sehingga pemuda itu mengaturnya dengan posisi demikian agar nyaman.
Setengah jam berikutnya mereka sudah bergabung dengan Melinda dan Arvin di kamar. Mereka bertukar pasangan, kini Arvin menggenjoti Nina dalam gaya doggie sambil meremas-remas payudaranya yang membesar, di samping mereka Wandi menindih Melinda, berpagutan sambil merojok-rojokkan penisnya ke vagina sang dosen. Nina berkomitmen bahwa ini adalah perselingkuhan terakhirnya sebelum menjadi ibu sebentar lagi sehingga ia ingin menikmatinya seliar mungkin.
Jumpa lagi di Caligula Universe (CGU). Sebelumnya saya sempat diban sebulan gara-gara tidak sengaja mengucapkan nama website yg ternyata adalah pelanggaran aturan forum. Positifnya adalah saya bisa menyempurnakan tulisan ini selama sebulan masa ban sehingga lebih baik dan semoga memuaskan mupengers sekalian.
Mupengers yang pembaca setia serial CGU pastilah mengikuti cerita-cerita saya yang tak terasa hingga kini karakter mahasiswa/i dalam CGU sudah cukup banyak, baik yang major character maupun yang baru tampil selewat sebagai minor character. College Anthology yang menjadi debut awal CGU di tahun 2021 ini akan memaparkan petualangan para karakter CGU dari kalangan kampus. Tanpa buang waktu lagi, marilah kita nikmati serial sepuluh episode ini yang akan diupdate setiap 2-3 hari sekali.
Selamat menikmati!
Cerita CGU lainnya:
- Ritual Keluarga
- College Tales
- Caligula Retreat
- Mom, Friends, and Friend’s GF
- Housewife Tales
- Antologi Imlek Caligula Universe
- Vivi: Jurnal Perselingkuhanku
- The Fatal Affair (non CGU)
ASISTEN (KESAYANGAN) DOSEN
Jumat, pukul 16. 05
Wandi (22 tahun) tiba di depan sebuah rumah minimalis berlantai dua, di halamannya sudah terparkir sebuah Yaris hitam yang sudah tidak asing baginya. Ia turun dari motornya dan membuka pagar yang tidak dikunci lalu memarkirkan kendaraannya di sebelah mobil itu. Dari tindakannya, nampak ia bukan pertama kalinya ke tempat itu.
“Udah hujan yah?” sahut sebuah suara wanita dari pintu depan ketika ia sedang melepas jas hujannya.
“Eehh... iya!” jawab pemuda itu menoleh melihat seorang wanita cantik sudah berdiri di ambang pintu, “di Dago bawah udah gede banget, di sini kayanya bentar lagi, udah mendung gini” katanya sambil melihat ke langit yang sudah berawan hitam.
“Ya udah ayo masuk!” sahut wanita berambut sebahu itu.
Wandi pun mengikuti wanita yang adalah dosennya itu ke dalam. Wanita berdarah Sunda-Bugis itu bernama Melinda (40 tahun), ibu beranak dua, yang paling besar sudah remaja. Tubuhnya berpostur sedang dan langsing, di usianya ia masih nampak seperti masih tiga puluhan awal dengan rambut hitam sebahu yang biasa disanggul ketika mengajar.
“Lho! Disini juga bu?” sapa pemuda itu melihat Nina (32 tahun), dosen lainnya yang pernah mengajarnya di satu mata kuliah, di ruang tengah.
“Ya, kita lagi ada pembicaraan aja, sekalian pulangnya numpang” jawab wanita berkacamata itu.
“Ayo, kita bicarain urusan buat nanti dulu!” ajak Melinda ke dalam.
Rumah itu nampak lenggang, semi furnished, karena rumah ini bukan rumah wanita itu yang sesungguhnya, hanya untuk investasi, pada tembok depan rumah pun terpasang spanduk DISEWAKAN. Kadang Melinda ke sini untuk beristirahat sejenak di sela pekerjaan karena letaknya dekat dengan kampus.
“Nah ini!” sahut wanita itu seraya menyerahkan fotokopian berisi materi kuliah serta sebuah USB, “file power pointnya udah ada disini, cukup waktu buat kamu pelajari sampai Senin nanti”
Terlepas dari profesi terselubung sebagai gigolo kampus dengan klien tante-tante tajir, Wandi memiliki otak yang encer sehingga IPK-nya termasuk menengah ke atas. Dari situlah ia menerima tawaran dosennya ketika untuk menjadi asisten dosen, gajinya memang tidak seberapa apalagi dibandingkan bayarannya untuk memuaskan para kliennya itu, tapi cukup lumayan untuk menambah pengalaman dan memperluas pergaulannya, terlebih sifat Wandi memang easy going dan mudah bergaul sehingga ia tidak bermasalah bila harus menggantikan dosen mengajar angkatan bawah atau praktikum. Saat itu Melinda memanggilnya untuk menggantikannya pada Senin karena ia sendiri harus menghadiri seminar di Jakarta dan baru pulang keesokan harinya.
“Apa ada yang perlu ditanya?” tanya wanita itu melipat tangan setelah melihat Wandi membaca sekilas fotokopian yang diberikan tadi.
Wandi menggeleng, “so far nggak, kalau ada nanti lewat WA aja” katanya enteng.
“Kalau gitu, mungkin kita bisa masuk pembahasan berikutnya... “ kata Melinda mendekati wanita itu lalu tangannya meraih selangkangannya, “yang lebih privat” suaranya lirih disertai desahan.
“Sshh... sshh.... bu!” Wandi beringsut dan menepis tangan dosennya itu, “bukannya kita udah sepakat kalau ini cuma jadi rahasia kita berdua aja? Di luar sana kan....”
Reaksi Wandi membuat dosennya itu menyeringai, “well... sekarang jadi rahasia kita bertiga, kamu keberatan?” ia kembali mendekatkan tubuhnya pada mahasiswanya itu, memepetnya hingga ke meja.
“Kamu tau Di? Nina ke sini mau apain?” tanyanya dengan suara dan tatapan menggoda.
“Ikut numpang mobil ibu kan katanya” jawab Wandi pelan.
“Itu jawaban belum lengkap, itu karena dia mau ikutan kita” jawab Melinda kembali mengelus selangkangan pemuda itu.
“Serius bu? Tapi apa gak riskan?” tanya Wandi mulai merasa keenakan dengan remasan dosennya.
“Kita ini saudara dan sudah akrab, riskan apanya?”
“Saudara? Baru tau saya”
“Sepupu jauh.... jadi bapak saya... aaahh... udahlah, that’s not our point. Jadi gini, Nina sama suaminya lagi pisah ranjang udah sebulan ini, gara-gara suaminya ketahuan selingkuh sama staff di kantornya dan... dia butuh dihibur, jadi saya ajak dia ikut permainan kita” tangan wanita itu membuka kancing celana panjang Wandi dan menyusupkan tangannya ke dalam, “dan saya udah kangen sama ini kamu!” tangan Melinda menggenggam penis Wandi di balik celana dalamnya yang sudah setengah terbangun.
“Uuuhh... jadi, kita bakal threesome?” tanya Wandi mendesah.
“Yup, kamu harusnya merasa beruntung kan” jawab Melinda mengocok lebih cepat penis pemuda itu.
Melinda dan mahasiswanya itu sudah hampir dua tahun terlibat affair. Hubungannya yang dingin dengan sang suami yang banyak menghabiskan waktu di luar rumah membuatnya dengan mudah terpesona dan takluk pada pemuda itu. Mereka pertama kali berhubungan badan di ruangan dosen setelah kuliah terakhir pada sore hari ketika suasana sudah sepi, namun selanjutnya kebanyakan terjadi di rumah ini demi keamanan. Melinda menawari Wandi pekerjaan sebagai asisten juga sebagai alibi agar lebih dekat dengan pemuda itu namun terlihat wajar di depan umum. Keduanya memang mahir menjaga sikap di kampus, Melinda akan menyuruhnya datang ke rumah ini bila ia menginginkan kepuasan seks.
“Kamu udah jelas kan?” tanya wanita itu, wajahnya hanya beberapa centi dari wajah si pemuda sampai nafasnya yang mulai memburu terasa, Wandi hanya mengangguk, “bagus, sekarang kita panggil dia! Na!!! Ayo sini!!” sahutnya.
Sebentar kemudian, Nina sudah muncul di ambang pintu dan tersenyum melihat kakak sepupunya itu sedang memepet Wandi di meja dan tangannya masuk ke celana pemuda tersebut.
“Hehe... saya gak nyangka, ibu bisa nakal juga ya ternyata” sahut Wandi membuat wajah wanita berkacamata itu memerah.
“Emangnya dosen ga boleh nakal? Lagian kita kan bukan di kampus ini, di sini kita pria dan wanita yang saling butuh” balas Nina mendekati mereka, mata wanita itu nampak terpaku memandang penis Wandi yang sudah ereksi maksimal.
Melinda bergeser sedikit memberi tempat bagi sepupunya itu bergabung. Wandi langsung menarik lengan Nina yang ragu dan tegang ketika sudah dekat. Pemuda itu segera melumat habis bibir wanita itu.
”Mmph... mmppf... aah...” Nina mendesah tapi tidak nampak penolakan, ia hanya tegang karena ini perselingkuhan pertamanya seumur hidup, belum pernah ada pria lain menyentuh tubuhnya apalagi mencium dan menggerayanginya seperti ini.
Melinda menyeringai berhasil mengajak sepupunya dalam petualangan gila ini.
“Saya tinggal sebentar, mau nelepon dulu” kata wanita itu,”kalian enjoy aja, disini aman kok!” ia lalu keluar dari kamar meninggalkan keduanya.
Wandi menaikkan pantat Nina hingga duduk di pinggir meja, jemarinya dengan lincah mempreteli kancing kemeja wanita itu hingga terbuka seluruhnya, kemudian disingkapnya ke atas cup bra warna hitamnya hingga payudara berputing coklat itu terekspos. Dari bibir, mulut Wandi merambat turun ke leher jenjang Nina, tak lupa ia juga menjilati telinganya yang membuat wanita itu merinding dan tersengal-sengal geli sehingga semakin terhanyut dalam birahi.
”Ohh... Wan... sshh... aah...” Nina merintih-rintih sambil meremas rambut Wandi saat bibir pemuda itu mulai menjilati payudaranya.
Wandi menciumi payudara C-cup itu, juga menjilati putingnya sambil tangannya yang satu menyingkap rok span wanita itu dan mengelusi pahanya ke dalam hingga menyentuh celana dalamnya. Wanita itu makin menggelinjang saat tangan pemuda itu menyentuh selangkangannya dari luar celana dalam.
“Eeenngghh... ooohh!!” Nina mendesah memejamkan mata menikmati hisapan Wandi pada payudaranya, secara refleks ia juga menggerakkan kaki ketika pemuda itu menarik lepas celana dalamnya dan menjatuhkannya di lantai.
Saat Wandi kembali memagut bibirnya, Nina meresponnya dengan penuh gairah, lidahnya saling belit dengan lidah pemuda itu. Ia juga meraih penisnya dan menggenggamnya.
“Boleh juga nih!” katanya dalam hati merasakan kerasnya batang itu, tidak kalah dari milik sang suami.
“Kita ke ranjang yuk bu!” kata Wandi setelah melepas kemeja dan bra dosennya itu hingga tinggal tersisa rok span yang sudah tersingkap.
Nina mengangguk dan secara refleks ia melingkarkan lengan ke leher pemuda itu membiarkannya mengangkat tubuhnya dalam posisi berpelukan. Dengan hati-hati Wandi menurunkan tubuh wanita itu ke tengah ranjang, kemudian ia membuka kaosnya hingga telanjang bulat sebelum ikut naik ranjang. Dilepaskannya kacamata wanita itu dan diletakkan di buffet sebelah, kemudian ia lepaskan juga rok spannya sehingga kini keduanya telah telanjang bulat di ranjang. Wandi memandang kagum kecantikan dan keindahan tubuh dosennya itu sambil meremas payudara kirinya. Diciumnya sejenak bibir sang dosen lalu ia balikkan tubuhnya hingga menungging. Lutut wanita itu bertumpu pada ranjang dengan punggung meliuk memperjelas lekuk tubuhnya yang indah dengan pantat membulat padat serta bibir vagina merekah merah dan basah oleh cairan birahinya. Wandi langsung membenamkan wajahnya ke sana, dengan rakus ia menjilati klitoris dan jemarinya mengaduk-aduk liang yang semakin basah itu. Wanita itu dibuatnya mendesah-desah dengan nafas tersengal, matanya tertutup rapat menikmati segala perlakuan pemuda itu pada liang vaginanya. Wandi terus menjilat dan menghisap untuk beberapa lama. Setelah dirasakan lendirnya mengalir semakin banyak, barulah ia menghentikan aksinya dan cepat menggantikan dengan batang penisnya. Ia arahkan penisnya ke liang senggama sang dosen
”Ughh... aaghhh... pelan-pelan!!” pantat Nina sedikit tersentak menerima hunjaman yang keras.
Nina merasakan vaginanya begitu penuh dan berdenyut. Sebentar kemudian, Wandi mulai memompa vaginanya sehingga Nina pun mendesah-desah nikmat tanpa tertahankan. Saat itu di luar hujan sudah sangat deras, kadang disertai kilat dan petir.
“Aah, udah sejauh ini ternyata” kata Melinda yang muncul di ambang pintu membuat keduanya menoleh ke sana.
Wandi tersenyum ke arah dosennya itu tanpa menghentikan genjotannya pada Nina sehingga membuat wanita itu terus mendesah-desah. Melinda melucuti pakaiannya sendiri satu-persatu hingga tak tersisa apapun di tubuhnya yang mulus dan langsing itu, dengan payudara montok yang membusung tegak dan selangkangan ditumbuhi bulu yang dicukur rapi memanjang.
“Kamu gak lupa saya kan?” kata Melinda dengan suara lirih meraih tangan mahasiswanya dan meletakkan di payudara kanannya.
Wandi menjawab dengan memagut mesra bibir dosennya itu sambil meremas lembut payudaranya dan memilin-milin putingnya. Mereka saling melumat bibir dan beradu lidah untuk beberapa saat sebelum mulut pemuda itu turun mengenyoti payudara dosennya. Selain menyusu, tangan Wandi juga merambahi selangkangan Melinda, jemarinya mengais-ngais ke dalam hingga menggeseki klitorisnya sehingga membuat wanita itu pun mendesah-desah nikmat. Di saat yang sama, genjotannya terhadap vagina Nina tetap mantap dengan frekuensi sedang. Wandi merasakan perbedaan sensasi Nina dari Melinda. Meskipun sama-sama becek dan mampu berdenyut kencang, milik Nina lebih legit dan menggigit karena belum pernah melahirkan. Lendir birahi Nina terasa hangat di batang penisnya, makin membuatnya bergairah. Tak lama kemudian, kedutan dinding vagina wanita itu terasa semakin kencang.
“Ayo Wan... lebih cepet... udah mau dapet nih!!” pinta Nina, ia menoleh melihat Wandi yang sedang menyusu dari payudara sepupunya.
“Oke bu… oughh… nihh lebih cepat!!” sahut Wandi menambah kecepatannya, tangan yang satunya mengusap-usap bongkahan pantat Nina yang putih bulat untuk makin menambah rasa nikmat, hingga tak lama kemudian...
“Aaaarrhhh!!” Nina berteriak keras dengan tubuh menggelinjang dahsyat bersamaan dengan suara guntur di luar.
Wandi merasakan otot-otot vagina dosen cantik itu meremas-remas batang penisnya dan ia pun menekan lebih dalam dan membiarkan penisnya terbenam di dalam liang senggama Nina yang banjir.
Pinggul wanita itu masih mengejang-ngejang seirama dengan semburan cairan kenikmatannya yang masih mengucur. Wandi menunggu dengan sabar sambil terus mengenyot payudara Melinda. Setelah gelombang kenikmatan Nina mereda, barulah ia menggenjot lagi. Kali ini lebih cepat dan kencang, juga lebih dalam, ia ingin menyusul wanita itu ke puncak.
“Di dalam aja boleh!” sahut Nina memberi semangat pada Wandi yang sudah di ambang orgasme.
“Oke buu... terima ini!” geram Wandi dengan tubuh mengejang dan menekan penisnya dalam-dalam.
Crooott... crooott... sperma pemuda itu menyemprot memenuhi rahim Nina hingga semakin terasa basah dan lengket karena cairan mereka saling bercampur. Wandi terdiam sejenak menikmati sisa-sisa orgasmenya. Setelah semburan spermanya berhenti dan nafasnya mulai sedikit teratur, barulah ia mencabut penisnya dari jepitan vagina sang dosen dan menjatuhkan diri di sebelah Nina.
“Tugas kamu belum selesai loh!” kata Melinda mendaratkan bibirnya ke bibir Wandi sambil menggesekkan payudaranya ke lengan mahasiswanya itu.
Wandi yang berpengalaman memuaskan wanita mengerti yang harus ia lakukan. Ia tetap melayani french kiss wanita itu sambil mengelusi punggung hingga pantatnya secara lembut sambil menunggu recovery. Kemudian ia merasakan tangannya diraih dan dieluskan ke payudara lain, pemuda itu pun membuka matanya dan melirik ke samping melihat Nina yang sudah mulai bernafsu lagi. Didekapnya tubuh wanita itu hingga kini pemuda itu mendekap dua wanita cantik yang adalah dosennya. Tanpa canggung, Wandi melayani dua bibir yang begitu kelaparan itu serta menyesuaikan ritmenya, dilumatnya dua bibir indah itu secara bergantian, terutama milik Nina yang terasa hangat dan lembut itu. Sebentar kemudian mulut Melinda mulai turun menjilati puting Wandi dan tangannya meraih penisnya yang mulai bangun lagi. Wanita itu menjilati benda itu dan memasukkanya ke mulut.
“Na! Bantuin dong, biar keras lagi nih! Tadi kan lu udah dapet enaknya” panggil Melinda setelah mengulum selama beberapa detik sambil menepuk pantat sepupunya.
“Eerrr... oke!” kata Nina lalu menggeser tubuhnya ke bawah.
“Sambil jilain yah Di!” pinta Melinda seraya memposisikan selangkangannya ke wajah mahasiswanya.
Melinda mulai menjilat kepala penis Wandi yang tak bersunat, sementara Nina tak kalah ganas menjilat dan mengenyot habis buah zakar pemuda itu. Kini Melinda memasukkan penis itu ke mulutnya disertai kocokan lembut dengan jemarinya yang lentik. Bagi Wandi, pelayanan oral Melinda lebih mantap dibanding Nina yang baru merasakan berselingkuh dan agak canggung bercinta ramai-ramai itu. Merespon kenikmatan yang diberikan sang dosen, Wandi pun memainkan lidahnya menyapu-nyapu bibir vagina hingga dindingnya. Dosen cantik itu nampak sangat menikmati apa yang diperbuat mahasiswanya itu pada liang senggamanya, ia mendesah di tengah kulumannya terhadap penis pemuda itu.
“Eeenngghh!!” desah Melinda tertahan ketika Wandi menghisapi klitorisnya, hisapannya terhadap penis mahasiswanya pun semakin bersemangat.
Ketika penis itu terlepas dari mulutnya karena tidak tahan untuk tidak mendesah, Nina segera meraih benda itu dan gantian mengulumnya. Sepuluh menitan lewat penis Wandi diservis dua dosennya yang cantik hingga akhirnya kembali ereksi maksimal. Vagina Melinda juga semakin basah oleh lendirnya dan liur pemuda itu.
“Udah... udah... “ Melinda menggeser selangkangannya dari wajah Wandi sebelum orgasme duluan, “sekarang aja mulainya!”
Melinda langsung naik ke selangkangan Wandi, diarahkannya penis mahasiswanya itu dan diselipkan ke bibir vaginanya. Pelan-pelan wanita itu menurunkan pantatnya sehingga batang itu melesak masuk ke vaginanya diiringi desahan nikmat mereka. Dinding kewanitaannya yang bergerinjal-gerinjal dan basah menjepit penis Wandi dengan kencang. Sekitar setengah menit kemudian, wanita itu mulai menaik-turunkan pinggulnya.
Wandi merasakan kenikmatan yang amat sangat, goyangan dosennya itu begitu liar mengempot-empot penisnya. Nina yang berbaring di sebelahnya ikut membantu dengan menyodorkan payudaranya ke wajah Wandi, mempersilakan pemuda itu menyusu di sana.
“Aahh... mmhhh.... aaahh!” Nina mendesah-desah merasakan hisapan-hisapan pemuda itu pada payudaranya disertai elusan pada punggung hingga tangan itu meremas pantatnya.
Melinda semakin berisik dan goyangannya makin liar saja, rangsangan yang sejak tadi didapatnya membuatnya semakin dekat dengan orgasme sebelum sepuluh menit ber-woman on top. Desahan kedua wanita itu sahut menyahut seolah beradu dengan suara hujan deras di luar yang disertai angin dan guntur. Memang bercinta di saat hujan dan dingin seperti ini membuat suasana semakin menggairahkan.
“Oughh… gila keluar niihh aaarrrhhh!!” Melinda akhirnya mencapai puncak kenikmatan dengan berteriak kencang, tubuh sintalnya mengejang dan otot-otot di vaginanya mencengkeram kuat batang penis Wandi.
Melinda memicu pinggulnya semakin cepat dan liar, sesekali dengan gerakan memutar, dari vaginanya mengucur banyak sekali cairan kewanitaan yang menimbulkan bunyi berdecak-decak. Setelah kedutan otot vaginanya berhenti barulah wanita itu ambruk ke samping Wandi dan mengecup pipinya dengan sebuah senyuman lemas.
“Gih sana! Masih keras tuh! Puas-puasin deh!” kata Melinda pada Nina.
Nina tersenyum, “duduk nyandar sana!” suruhnya pada Wandi.
“Siap bu!” gigolo kampus itu segera mengikuti yang diperintahkan padanya.
Nina pun langsung naik ke pangkuan Wandi sambil mengarahkan penis pemuda itu ke vaginanya. Bleeess... wanita itu menurunkan tubuhnya hingga penis tersebut melesak ke vaginanya disertai erangan seksi. Tanpa buang waktu lagi, Nina mulai menggoyang pinggulnya, sementara Wandi mengenyot dan meremasi payudaranya yang tepat di depan wajahnya itu. Sepasang gunung kembar itu sudah penuh bekas cupangan, air liur dan keringat karena sejak tadi terus menjadi bulan-bulanan pemuda itu.
”Ahhh...” lenguh Nina menekan kepala Wandi ke payudaranya lebih dalam saat pemuda itu menghisap kuat-kuat putingnya yang sudah mengeras.
Meski hujan masih terus mengguyur, kamar itu makin terasa hangat akibat suhu tubuh dari pergumulan mereka, tubuh ketiganya sudah bercucuran keringat. Dengan hidungnya Wandi dapat merasakan aroma tubuh kedua dosen cantik itu, begitu harum dan menggairahkan. Dari dada, mulut pemuda itu merambat ke atas hingga bertemu dengan bibir dosennya yang ia pagut dengan lembut. Nina menyambutnya dengan menghisap dalam-dalam bibir mahasiswanya tersebut, disedotnya pula lidah pemuda itu. Di bawah, tangan Wandi bergerak mengelusi paha mulus dan tangan satunya meremas pantat dosennya.
“Mau ganti posisi bu?” tanya Wandi dengan terengah-endah.
“Ssshh... aaahh.... oke terserahhh!!” jawab wanita itu memelankan gerakannya.
Dengan lembut Wandi mendorong tubuh dosennya itu hingga telentang tanpa melepas kelamin mereka yang masih bersatu lalu ia sendiri bangkit berlutut di antara kedua belah paha sang dosen. Kini ia memegang kendali dengan menggenjoti vagina wanita itu dengan cepat, kedua tangannya meraih sepasang payudara wanita itu dan meremas-remasnya. Cairan dalam vagina Nina menyebabkan keluar masuknya penis Wandi diiringi oleh suara berdecak-decak. Mulut Nina tak henti-hentinya mengeluarkan rintih kenikmatan.
Melinda yang terkapar setelah mencapai orgasmenya kini sudah mulai bernafsu lagi. Ia bangkit berdiri di ranjang dan menyodorkan vaginanya ke wajah Wandi. Hanya dengan mengeluskan paha mulusnya ke lengan, pemuda itu sudah mengerti apa yang dimintanya. Tanpa menghentikan genjotannya terhadap Nina, Wandi merangkul pinggang ramping dosennya itu dan membenamkan wajahnya ke selangkangannya. Segera dilahapnya vagina dosennya itu, lidahnya bergerak liar menjilati vagina sang dosen yang sudah basah kuyup oleh cairan orgasme, ia juga menjilati paha dalamnya yang belepotan cairan itu sambil tangannya meremas bongkahan pantat wanita itu.
”Auhh, Di!!” desah Melinda menikmati jilatan dan hisapan mahasiswanya pada selangkangannya.
“Oughh... terus... oughh... lebih keras...” Nina semakin menceracau menerima sodokan penis Wandi.
Wandi melakukan sesuai permintaan dosennya, ia menekan penisnya lebih dalam sampai ia merasakan kepala penisnya menyentuh dinding rahim wanita itu. Remasan dinding vagina yang luar biasa kuat, hangat, dan enak terus memanjakan penis pemuda itu hingga mulai berdenyut-denyut. Ia mempertahankan kecepatannya tetap stabil sambil terus melumat vagina Melinda, menjilati serta menghisap cairan orgasme yang tersisa hingga bersih. Ia lepaskan sejenak Melinda ketika tiba-tiba rasa nikmat menyelubungi segenap penjuru penisnya. Pemuda itu melenguh merasakan nikmat dan gatal yang luar biasa. Pada saat yang sama dinding vagina Nina juga meremas penis itu kuat sekali sehingga Wandi tidak mampu lagi menahan muntahnya lahar kenikmatan dalam saluran kelaminnya. Seerr... serr... cairan itu muncrat bersamaan dengan pekikan Nina, tubuh wanita itu mengejang dengan mata membeliak-beliak. Keduanya mencapai orgasme dahsyat secara berbarengan, mereka saling peluk dan saling cium melampiaskan sensasi luar biasa itu hingga akhirnya tubuh mereka lemas dalam kepuasan luar biasa. Beberapa saat lamanya keduanya terdiam dalam keadaan berpelukan erat, Nina menindih tubuh Wandi, tubuh mereka yang sudah bermandi keringat melekat erat sehingga masing-masing bisa merasakan denyutan jantung pasangan yang berpicu cepat. Penis Wandi yang masih menancap di vagina dosennya itu menyemprotkan sperma yang masih tersisa dengan lemah. Melinda tak berkedip menyaksikan keduanya mencapai puncak kenikmatan yang begitu dahsyat.
”Gimana Na? puas kan?” tanya Melinda setelah sepupunya itu mulai dapat bernafas teratur lagi.
”Pake banget!” angguk Nina ”gila yah, gak pernah kebayang bisa main tigaan gini sesama penghuni kampus, kalau ketahuan bisa dipecat kita tigaan”
”Tapi sekarang di luar kampus sama jam kuliah bu, jadi kita ini pria dan wanita yang saling butuh” timpal Wandi sambil mengelus rambut wanita itu yang kusut.
Ketiganya bercengkrama dan bercanda sejenak sekedar untuk melepaskan lelah, sambil tetap bertelanjang. Wandi melirik jam, sudah 17.50, langit mulai gelap, hujan masih turun walau sudah mengecil.
“Awet bener hujannya dari tadi!” kata pemuda itu.
“Biar kamu gak pulang dulu, saya masih belum puas soalnya” kata Melinda dengan senyuman nakal, “sambil mandi aja yuk, abis itu pasti udah ga hujan!”
Akhirnya mereka mandi bersama sambil menuntaskan gairah di bawah guyuran air hangat dari shower.
#######
Lima bulan kemudian....
“Oowwhh, jadi gitu” Wandi mengangkat alis dan mengangguk-anggukkan kepala.
Ia agak kaget tapi berusaha tidak menunjukkannya setelah Nina menceritakan kenyataan bahwa bayi yang sedang dikandungnya itu adalah hasil perbuatan mereka dulu. Wanita itu memintanya agar menyimpan rahasia ini sekaligus berterima kasih karena sejak mengetahui dirinya hamil, sang suami yang sebelumnya sudah baikan dengannya semakin menyayangi dan perhatian padanya.
“Hari ini... yang terakhir yah!” Nina bangkit dari sofa tunggal lalu menjatuhkan pantatnya perlahan di sebelah Davin yang memegangi lengannya karena wanita itu sedang berbadan dua, “jadi saya harap kamu ngasih kesan terbaik” ia menggenggam tangan pemuda itu.
“Kita ke kamar aja gabung sama mereka yuk!”
Sejak tadi di kamar yang terbuka itu sudah terdengar suara desahan Melinda dan Arvin, sobat Wandi sesama gigolo kampus, yang sudah mulai bertempur sekitar setengah jam sebelumnya.
Melinda menggeleng, “saya mau fokus ke kamu dulu, oke!” tangannya membelai wajah pemuda itu seraya mendekatkan wajah ke arahnya.
Semenit kemudian, pakaian mereka sudah berserakan dan keduanya sudah telanjang di sofa. Sambil beradu lidah dengan Nina, tangan Wandi meremas dan memilin-milin puting dosennya itu. Wanita itu juga tidak hanya pasif, tangannya mengocok lembut penis pemuda yang menghamilinya itu. Sepuluh menit kemudian mereka pun sudah mulai ronde pertama...
“Aaahh... aahh... lebih keras!!” desah Nina berbaring menyamping di sofa menerima sodokan-sodokan penis Wandi pada vaginanya, nampak perutnya sudah sangat membesar sehingga pemuda itu mengaturnya dengan posisi demikian agar nyaman.
Setengah jam berikutnya mereka sudah bergabung dengan Melinda dan Arvin di kamar. Mereka bertukar pasangan, kini Arvin menggenjoti Nina dalam gaya doggie sambil meremas-remas payudaranya yang membesar, di samping mereka Wandi menindih Melinda, berpagutan sambil merojok-rojokkan penisnya ke vagina sang dosen. Nina berkomitmen bahwa ini adalah perselingkuhan terakhirnya sebelum menjadi ibu sebentar lagi sehingga ia ingin menikmatinya seliar mungkin.
Terakhir diubah: