Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Am I Wrong

Kira-kira bakal berakhir kayak mana?


  • Total voters
    215
  • Poll closed .
Terimakasih atas update ceritanya suhu @Ichbineinbuch ..
Wah CLBK dunk jadinya...
Kasihan Claire yak,
Eh tp masak cuma punya kontak no HP doank..
Social Media gan banyak, tinggal DM doank..
Ricky memang egois jg yak, yg diselamatin cuma kakaknya,
Sedang 2 temen kakaknya entah kmn, hehe..
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
 
PART 7 (S2)
POV Ricky

"Kak, Kakak bukannya mau kerja ya?" tanyaku kepada dirinya yang masih duduk di pinggir ranjangku.

"Iya, Sayang. Aku harus ke kantor jam 8."

"Sekarang udah mau jam 5 loh. Gak mau siap-siap dulu, Kak?"

"Aku kan gak bawa baju ganti, Sayang. Masak aku pakai baju kayak ini sih?" tanyanya sembari mencubit mini dress yang dikenakannya.

"Aku anterin Kakak pulang deh. Kakak masih tinggal di rumah kita yang lama kan?"

"Enggak, Sayang. Aku udah tinggal di rumah orang tua kita."

"Ah, gak apa deh. Aku siap kok menghadapi semuanya lagi," ujarku sembari menghela nafasku berat.

"Gak usah deh, Sayang. Kamu anterin aja aku ke depan kompleks. Aku bisa jalan sendiri kok."

"Yakin, Kak? Aku gak bakal biarin Kakak jalan sendiri kayak gini. Aku harus nemanin dan menjaga Kakak dari segala bahaya," kataku dengan tegas sambil mengepalkan tinjuku.

"Hihi… kamu jadi makin sangar ya sekarang. Aku jadi tambah suka deh, Sayang."

"Ngegombal mulu ah, Kak. Yuk kita pulang."

"Iya-iya, kamu masih bawel ah kayak dulu."

Maka aku membawa Kak Kimi pulang ke rumah orang tua kami. Ia duduk di sampingku dengan jaketku yang menutupi pahanya agar tak kedinginan. Dia terus meminum air putih mineral untuk memulihkan cairan tubuhnya.

"Kakak sejak kapan kenal sama dunia malam?" tanyaku penasaran.

"Baru semalam, Sayang. Aku hancur banget tahu pas dengar pengakuanmu soal kamu udah punya pacar lagi. Jadi aku pengen lampiasin ke hal baru yang belum pernah kucoba."

"Duh, Kak. Jangan gitu dong."

"Aku janji gak bakal gitu lagi kok. Cukup sekali ini aja."

"Bagus, Kak. Aku gak pengen lihat kakakku yang polos ini hancur karena dunia malam."

"Ihh aku gak polos lagi tahu."

"Hehe… intinya aku sayang sama Kakak, aku gak pengen Kakak akrab sama dunia yang penuh dengan kegelapan dan kesuraman hidup ini."

"Kamu sendiri kenapa ke klub semalam?"

"Sama seperti Kakak alasannya."

"Oh gitu. Artinya kita gak beda jauh mah hihi…."

"Iyain aja deh."

Kemudian kami tiba di depan rumah orang tuaku. Ingin rasanya aku masuk dan menemani Kak Kimi, namun ia menganjurkanku untuk tak usah ikut saja. Aku menuruti dan memilih untuk tidak turun dari mobil. Kemudian aku mencium bibir Kak Kimi sebelum ia mengembalikan jaketku dan turun dari mobilku.

"Makasih ya, Sayang. Senang deh bisa ketemu sama Ricky yang dulu lagi."

"Aku juga senang kok bisa menjalin kembali cintaku bersama Kakak terindahku," kataku tersenyum.

"Ya udah. Bye, Sayangku. MUACH!" ujarnya yang dibubuhkan pula dengan sebuah ciuman darinya ke pipi kananku.

Kak Kimi pun masuk ke dalam rumah orang tuaku. Aku melirik arlojiku dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 6. Maka aku kembali ke apartemen dan bersiap-siap karena aku akan menuju ke tempat kerjaku yang baru. Di hari pertamaku tentu aku harus menunjukkan kesan pertama yang baik pula.

Menurut info yang kudapatkan dari Ayah sebelumnya, perusahaannya tak memiliki regulasi ketat mengenai seragam kerja, yang penting menggunakan atasan kemeja berkerah dan celana panjang yang sopan. Maka aku memilih kemejaku yang berwarna biru laut dan celana panjang jeans berwarna hitam.

Selesai memakai pakaianku, aku menyisir rambut dengan menggunakan sedikit pomade untuk membuatnya klimis. Kusemprotkan juga parfumku agar menambah harum tubuhku. Untuk alas kaki, aku mengenakan kaos kaki berwarna hitam dengan sepatu sneakers warna biru putih. Jangan lupa pula, sebuah tas ransel berisi laptop juga aku bawa untuk menunjang kerjaku.

Lengkap sudah penampilan kerjaku di hari pertama ini. Aku langsung berangkat menuju ke tempat kerjaku. Dikarenakan sedikit kemacetan yang terjadi pagi ini, aku baru berhasil tiba di kantor pada pukul 7.45. Kemudian aku menuju ke gudang perusahaan, yang dimana gedungnya terpisah beberapa meter dari kantor utama. Di sebelah gudang tersebut, disitulah kantor tempat kerjaku berada.

Saat aku memasuki kantorku, aku agak sedikit kaget ketika melihat banyak karyawan sudah stand by di dalam. Mereka juga agak terperanjat begitu melihat kedatanganku. Namun aku tetap bersikap biasa saja agar menambah kharisma diriku hehe….

"Anak baru ya?" tanya seorang karyawan lelaki.

"Jangan-jangan bos baru kita loh hihi…," balas seorang karyawan wanita yang tampak masih muda dan cantik.

"Beneran bos baru, nyahok loh kalian." Rekannya yang lain mengingatkan dengan tatapan yang agak bergidik melihatku.

Aku hanya tersenyum mendengar celotehan dari mereka. Kuambil tempat duduk yang menurut feeling-ku adalah tempat dudukku. Begitu aku menaruh tasku di sana, mereka langsung sangat sangat kaget. Sepertinya sih ada yang ingin protes, namun entah kenapa ia mengurungkan niatnya.

"Hai, selamat pagi semua," sapaku dengan ramah.

"Bapak bos baru kita ya?" tanya satu-satunya karyawan wanita yang berada di divisiku.

"Bisa dibilang begitu. Lagian kalau aku bos kalian, ya santai aja napa."

"Hehe… Bapak yang katanya anak Pak Rudi ya?" Pak Rudi adalah nama ayahku. Namun aku tak ingin bekerja di bawah bayang-bayang ayahku, jadi aku tak ingin mengiyakan "rumor" itu begitu saja.

"Ya bagaimana menurut kalian? Toh mau anak Pak Rudi, mau anak Pak Irwan, mau anak siapapun juga sama-sama makan nasi."

"Artinya bener dong hehe…."

"Jangan fokus pada hal itu ya. Yang penting kalian semua bekerja dengan baik, itu saja yang aku inginkan."

"Siap, Pak."

Kemudian kami semua dipanggil ke kantor utama. Aku sendiri kurang tahu apa tujuannya tapi aku hanya mengikuti saja. Bersama dengan anak buahku, kami berjalan bersama-sama menuju ke kantor utama. Sesampainya di dalam, kulihat semua karyawan dari seluruh divisi sudah berkumpul. Kemudian ada Ayah pula yang juga tersenyum melihat kedatanganku.

"Yak, mari kita mulai saja perkenalan singkat ini. Silakan, perkenalkan dirimu," ujar Ayah tanpa basi-basi terlebih dahulu.

Aku melempar pandangan ke semua rekan kerja baruku ini sembari tersenyum. Kemudian kulayangkan sekilas lirikan kepada seorang wanita yang mengenakan baju kemeja berwarna merah dengan celana jeans berwarna biru. Ia tampak begitu terkejut melihat diriku. Aku hanya tersenyum saja kepada dirinya.

"Perkenalkan nama saya adalah Ricky Mahendra. Saya adalah kepala pergudangan yang baru saja ditunjuk. Jadi saya harap kita semua dari seluruh divisi yang ada dapat bekerja sama agar bisa membawa perusahaan ini ke arah yang lebih baik lagi. Jika kalian ada pertanyaan atau saran kepada diriku, saya persilakan dengan hati yang terbuka."

Seorang wanita muda dari salah satu divisi mengangkat tangannya. Ayah langsung menunjuk dirinya dan ia dengan riang langsung maju keluar dari kumpulan divisinya.

"Masih jomblo gak, Pak?" tanyanya yang langsung tersipu malu.

UWUWUU! Suara sahutan yang riuh langsung dari semua pekerja yang ada. Aku hanya tersenyum saja mendengar pertanyaan yang nyeleneh ini. Namun untuk menjaga suasana, aku harus angkat bicara juga. Suasana langsung berubah menjadi hening menunggu sepatah kata jawaban dariku.

"Privasi dong," jawabku singkat.

YAHHH! Suara kekecewaan terdengar dari para pekerja, terutama mereka yang kaum hawa. Wanita yang menanyakan pertanyaan padaku langsung mengucapkan terima kasih dan undur diri. Aku melirik ke Kak Kimi yang menatapku dengan wajahnya yang sedikit tersenyum padaku.

Selesai sesi bertanya-tanya yang lebih diisi oleh pertanyaan-pertanyaan nyeleneh dan tidak sesuai jalur, akhirnya acara perkenalanku ditutup oleh Ayah. Maka kami semua kembali bekerja dan aku bersama anak buahku kembali ke gudang pula.

"All right, team! Mari kita memulai pekerjaan kita dengan semangat yang positif."

"Gaskan, Pak Ricky."

"Kalau Bapak jadi bos kami, auto semangat dong," timpal karyawan wanita yang ada di divisiku ini.

UWUU! Seluruh timku langsung menyambut riuh ucapan wanita tersebut. Aku hanya menggelengkan kepalaku lalu menepuk keras tanganku sebagai isyarat untuk kembali ke pekerjaan.

Di hari pertama aku bekerja ini, aku melakukan tugasku untuk melakukan pengontrolan arus keluar masuk barang logistik. Terlebih dahulu aku juga mengamati suplai logistik dari periode-periode sebelum aku menjabat. Kemudian aku juga memantau langsung kinerja anak buahku agar mencegah penyimpangan SOP dalam pekerjaan mereka.

"Pak, input data inventory udah dikirim ya pak," kata karyawan wanita itu padaku.

"Bagus, Mbak. Kalau mau rehat sejenak, silakan aja."

"5 menit deh, Pak. Masih ada kerjaan lain hehe…."

"Oh ya, namamu siapa sih emang?" tanyaku dengan tujuan agar mengenal seluruh anggota timku.

"Namaku Mella, Pak. Umur 22 tahun. Masih jomblo juga dong, Pak."

"Artinya seumuran ya dengan saya."

"Wah, kok sama? Jangan-jangan jodoh nih."

"Udah kerja berapa lama?" tanyaku untuk mengalihkan.

"Baru juga setahun pak. Kalau hitung dengan magang, jadi 1 tahun setengah deh."

"Gitu? Enak gak kerja di sini?"

"Ya lumayan lah, Pak."

"Lumayan enak atau lumayan stres nih?"

"Agak stres sih, tapi dengan kedatangan Bapak mungkin mengubah segalanya." Ia tersenyum ketika mengucapkan kata itu. Lalu aku mulai beranjak dan meninggalkan dirinya yang masih tersenyum tersebut.

Aku juga turut memantau pekerjaan anak buahku yang lain. Dalam penilaianku, mereka sudah bekerja sesuai standar prosedur yang sudah ada. Aku cukup puas dengan kapasitas anak buahku yang lumayan mumpuni dan memiliki etos kerja yang cukup ulet.

Saat istirahat makan siang, aku menraktir seluruh anak buahku untuk makan siang di salah satu rumah makan terdekat. Seperti yang kita tahu, tentu saja mereka tidak sudi untuk menolaknya. Berangkatlah kami ke sana untuk makan siang sebelum kembali melanjutkan paruh kedua hari kerja kami.

Di dalam rumah makan tersebut, kami saling bercerita dan bertukar senda gurau. Tiada sekat yang membatasi kami dalam percakapan ini. Semuanya membaur menjadi satu, seolah kami adalah sebuah perkumpulan rekan seperjuangan.

Kulirik arloji milikku. Masih ada 20 menit sebelum jam kerja kembali dimulai. Maka aku berpamitan untuk menuju ke kantor utama dan tak lupa aku membayar seluruh pesanan dari anak buahku.

Rencanaku, aku akan menuju ke ruangan ayahku untuk sekadar berkonsultasi. Aku masih agak terlalu hijau untuk menjadi seorang pemimpin, jadi aku benar-benar butuh saran dari beliau. Dan juga aku akan sedikit belajar untuk memahami visi misi perusahaan ini yang aku belum terlalu menguasainya.

"Ricky!" panggil seorang wanita saat aku sedang berjalan di lobi utama kantor.

"Kenapa, Kak?"

"Kamu ngapain ke sini?"

"Aku mau nemuin Papa dulu."

"Masih 15 menit nih. Aku mau ngobrol dulu dong sama kamu bentar."

"Tunggu pulang aja ya, Kak. Aku masih ada urusan nantinya."

"Ihh, bentar doang kok. 5 menit deh."

"Iya-iya. Bentar doang ya."

"Asik!"

Kemudian Kak Kimi mengajakku ke sebuah taman kecil yang ada di belakang kantor. Suasananya sepi karena tidak ada yang mau duduk di taman pada siang hari yang terik seperti ini. Maka kami mengambil sebuah bangku dan Kak Kimi mulai memegang tanganku.

"Kak, jangan pacaran di sini napa," protesku sembari menolak tangannya dengan halus.

"Aku gak nyangka banget loh kamu juga kerja di sini. Jadi kepala gudang lagi," ujarnya dengan antusias dan gembira.

"Emangnya kenapa, Kak?"

"Ihh, gak boleh ya aku bangga sama kamu? Kamu itu lebih kecil dari aku tapi jabatannya malah setingkat dengan aku."

"Pengalaman kerja di Amerika harus beda dong dengan yang di sini," ledekku.

"Sombong kamu ah."

"Gitu doang yang mau diobrolin? Ya udah aku balik dulu." Aku segera beranjak dari bangku taman ini, namun Kak Kimi langsung menahan diriku dengan sedikit menarik kain kemejaku.

"Sabar dulu dong, Ricky. Aku juga mau ngucapin terima kasih loh udah nyelametin aku semalam."

"Gak dibahas lagi itu, Kak. Anggap aja itu gak pernah terjadi."

"Iya deh. Nanti sore, ke kafe yuk. Masih banyak loh yang pengen aku obrolin."

"Ok. Nanti chat aku aja, takutnya lupa kan."

"Sip. Tenang aja kok, Sayang."

"Heh… jangan berani-beraninya pakai panggilan itu ya."

"Hihi… sorry deh."

"Oh ya, kantor Papa di lantai berapa?"

"Kamu mau ke ruangan Papa ya? Ya udah ikut aja yuk."

"Kakak gak ada urusan lain gitu?"

"Santai. Kerjaku paling gak ribet kok di kantor."

"Pantes aja Kakak ditaruh di situ. Sesuai kok sama kompetensi orangnya."

"Ricky, kamu ngeledek aku ya! Aku ini yang capek-capek nyaring karyawan di sini loh. Kalau anak buahmu bagus semua kerjanya, itu karena aku tahu."

"Mana ada, Kak. Mereka bagus karena kemampuan dan keteguhan mereka dalam bekerja. Bukan karena Kakak."

"Ricky! Capek ah ngomong sama kamu."

"Ya udah, temenin aja aku ke kantornya Papa."

"Iya, yuk!"

Agar cepat sampai ke ruangan ayahku, maka kami menggunakan sebuah teknologi bernama lift. Saat di dalam lift, aku mencuri-curi pandang sesekali ke diri Kak Kimi yang menurutku tambah dewasa dan anggun dalam balutan pakaian kerjanya. Rupanya Kak Kimi sadar dengan lirikanku sehingga ia mendorong wajahku pelan.

"Mata kamu masih gak berubah ya. Ada cewek cantik di samping suka mandang-mandang."

"Namanya juga cowok normal, Kak."

"Udah ah. Nanti aku baper di sini kamu tanggung jawab loh ya."

"Gitu doang baper," ejekku.

"Kan aku dah kangen berat sama kamu. Sekecil apapun perhatian kamu, itu berarti banget tahu buat aku."

Aku hanya berdehem ringan saja untuk menanggapi pernyataannya Kak Kimi. Berselang beberapa detik kemudian, terbukalah pintu lift di lantai yang kutuju. Kak Kimi memilih untuk tidak mengikutiku agar tak menimbulkan kecurigaan dari ayahku. Aku berjalan meninggalkan dirinya yang kembali lagi ke bawah menggunakan lift. Untungnya saja ruangan ayahku mudah dicari.

"Kamu datang di saat yang tepat, Ricky. Ayah ingin berbicara denganmu."

Duh… apa lagi ini? Apakah ayahku tahu kalau aku kembali berinteraksi dengan Kak Kimi? Apakah di lift tersebut, ia menyadap isi pembicaraan kami? Aku tak tahu, yang jelas aku sekarang berdiri menghadap dirinya yang sudah tampak serius padaku.
 
Terakhir diubah:
Di tunggu exe wik wik nya omm hahha
Kan udah ada tuh di part" awal
Nunggu adegan Kimi lebih nekat lagi ahhh...

Siapa tahu pas lagi wik2, sengaja ditahan sama Kimi biar crot didalem bareng dan jadilah Kimi-Ricky junior, trus mereka diusir, pindah negara, jadi pasangan suami istri yg dipalsukan datanya :adek::pandaketawa::Peace:

Btw, nice update hu:beer: Ditunggu lanjutannya:semangat:
Nekat banget imajinasi agan hehehe.... Tapi lagian, anak mereka gak bakal bagus deh hasilnya, kan kawin sedarah cenderung cacat anaknya nanti, kecuali kalau ternyata mereka bukan saudara kandung hehe.... (Which is kinda impossible)
pertanyaan ane cuma satu, dua temen kimi di kemanain? masa di tinggal di mobil si pk :lol:
Ya gitu deh, mungkin diselamatin yang lain atau dibiarin gitu aja, ane juga gak tahu
jadi bastard ya sekarang Ricky :ngupil: :D
Yoi, semenjak pisah sama Kak Kimi 4 tahun lalu, sikap fakboi Ricky mulai keluar perlahan-lahan
 
Makasi apdetnya suhu....
Yoi gan
Makin penasaran tiap update om @Ichbineinbuch,
Tunggu aja gan kelanjutannya
Terimakasih atas update ceritanya suhu @Ichbineinbuch ..
Wah CLBK dunk jadinya...
Kasihan Claire yak,
Eh tp masak cuma punya kontak no HP doank..
Social Media gan banyak, tinggal DM doank..
Ricky memang egois jg yak, yg diselamatin cuma kakaknya,
Sedang 2 temen kakaknya entah kmn, hehe..
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
Nanti ada kok alasan kenapa gak ada DM dari Claire
cerita cinta di season 2 kembali dimulai thanks suhu @Ichbineinbuch
Yoi gan, sama-sama
Nunggu kak kimi di pengkolan..
Sapa tau kabur..
:kretek::kretek:
Kalau udah dikelon sama Ricky, mana bisa lepas tuh Kak Kimi
 
Terimakasih atas update ceritanya suhu @Ichbineinbuch ..
Duh kayaknya bakalan ketahu lg,
Abisnya Kak Kimmy ga bisa main sabar..
Gmn yak jadinya..
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
 
Kimmi x ricky. Rein x rega.
ricky masih kalah pengalaman ama si rega 😁
Makasih updatenya suhu
 
PART 8 (S2)​
POV Ricky

"Hihi… pasti kamu udah keringatan duluan tuh," kata Kak Kimi terkikik menanggapi ceritaku.

"Ya beneran, Kak. Kukirain Papa kembali mencium ada aroma di antara kita, ternyata dia cuma suruh aku buat ngelakuin evaluasi sama anak buahku," ceritaku sebelum aku menyesap teh hangatku.

"Ya udah, nanti kamu lakuin deh apa yang disuruh oleh Papa."

"Pasti dong, Kak. Kan itu udah tugasku."

"Bangga deh, cowokku yang masih bau ingusan udah ngerti soal dunia kerja." Selain menyatakan kalimat pujian tersebut, ia juga mengelus kepalaku layaknya seorang ibu yang bangga dengan anaknya.

"Kan dah kubilang, Kak. Pengalaman kerja di Amerika tuh gak bisa ngebohongi," ujarku dengan jemawa.

"Bosan tahu aku dengarnya. Mau di Amerika kek, mau di China kek, yang namanya kerja itu sama aja ah."

"Iya deh iya. Kakak paling benar kok."

"Awas kamu ya. Nanti aku ngajuin surat rekomendasi pemberhentian ke Papa, mampus kamu," ancam Kak Kimi sambil meremas tanganku.

"Coba aja. Mana mau Papa mecat aset terbaiknya saat ini."

"Idih…. Sok banget kamu jadi anak baru."

Kami kembali menyesap minuman kami. Setelah meminum 3 teguk dari teh hangatku, aku memandang ke wajah Kak Kimi yang duduk di hadapanku. Kak Kimi yang turut memandangku lalu menarik tanganku di atas meja. Digenggamnya erat-erat tanganku ini seolah tanganku adalah emasnya yang paling berharga.

"Besok kan hari Sabtu nih, Sayang. Boleh gak aku nginep di apartemen kamu malam ini?" tanyanya sembari mengelus punggung tanganku.

"Gak ketahuan nanti?" tanyaku sambil menatap skeptis.

"Tenang aja ah. Aku tinggal bilang aja ke Papa-Mama kalau aku nginap di rumah teman dekatku."

"Kakak udah pinter bohong nih sekarang."

"Gak apa ah, Sayang. Sekali-kali gitu," kilahnya.

"Pasti keterusan nih."

"Please, kali ini aja ya. Aku masih kangen berat sama kamu," pinta Kak Kimi dengan matanya yang berbinar.

"Ya deh."

"Huaa… makasih, Sayang!" Ia menepuk-nepuk tanganku dengan riang dan sangat antusias.

"Kakak udah jadi kepala HRD masih aja kayak anak kecil tingkahnya."

"Ihh, Sayang! Pulang dari Amrik malah makin gak romantis."

"Artinya aku lebih dewasa dari Kakak sekarang."

"Huh… aku ngambek nih." Ia menarik tangannya dari meja dan langsung membuang mukanya ke arah lain. Duh… Kak Kimi kayaknya bisa bikin aku mimisan kalau dia terus bertingkah imut kayak gini.

"Tuh kan baru dibilang. Makin kayak anak kecil aja."

"Ricky! Aku ngambek tuh dipeluk kek, dihibur kek. Bukan diledekin tahu!" omel Kak Kimi padaku.

"Au ah, kakakku makin gak jelas aja. Aku pulang aja," kataku sembari beranjak dari tempat dudukku.

"Ihhhh, jangan! Kamu jahat ah sama aku," ujarnya sembari menahan tanganku agar aku tak pergi.

"Ya kita lanjutin aja ngobrolnya di apartemenku. Aku mau cepat mandi, Kak. Badanku udah lengket nih."

"Cemen kamu ah. Aku gatel-gatel seharian aja tahan kok."

"Iya-iya. Aku mau pulang pokoknya."

"Ya udah deh. Aku ambil baju ganti dulu ya di rumahku."

"Ok deh. Bye Kakak manis."

"Bye adikku yang paling handsome."

"Aku yang bayar ya. Kakak langsung pulang aja."

"Ih baik deh. Makasih ya, Sayang." Ia turut berdiri pula. Kemudian ia menuju ke arahku dan mencium pipiku. Hmm... harum rambutnya tetap tertangkap oleh hidungku walau sudah seharian bekerja.

"Ya udah, pulang dulu ya."

"Iya, Ricky Sayang. Love you."

"Love you juga, Kak."

Setelah membayar minumanku dan Kak Kimi, aku melajukan mobilku untuk pulang ke apartemen. Sebelum sampai ke apartemenku, aku singgah sebentar untuk membeli setangkai bunga mawar plastik untuk Kak Kimi. Demi menyambut kedatangan Kak Kimi, aku mandi sebersih-bersihnya. Kusemprotkan pengharum ruangan ke seluruh sudut kamar apartemenku. Lalu kutata ruanganku agar lebih rapi karena aku terlalu sibuk di pagi hari sehingga tidak sempat merapikan seluruh isi apartemenku.

TING… TONG!

Aku membuka pintu apartemenku untuk melihat siapa yang datang. Benar saja, Kak Kimi kini sudah berdiri di hadapanku. Ia mengenakan pakaian sederhana yaitu kaos lengan pendek berwarna biru dongker dan juga hotpants berwarna putih. Wajahnya tersenyum lebar, menampakkan giginya yang putih berkilau. Tangannya menenteng sebuah goodie bag yang berisi pakaian gantinya. Kupersilakan dirinya untuk masuk ke dalam kamar apartemenku.

"Perasaan kemarin gak seharum ini deh hihi…." komentarnya pertama kali saat masuk ke dalam kamarku.

"Kan biar Kakak nyaman malam ini."

Aku menuju ke dapur dan mengambil setangkai bunga mawar tadi. Aku berjalan ke dirinya yang sedang duduk di sofaku. Kemudian, ia sangat terkejut melihat diriku yang sudah berlutut saja di hadapannya. Aku menyerahkan bunga mawar tersebut, yang diterima Kak Kimi dengan rasa bahagia.

"Sayang, romantis banget kamu. Makasih banyak deh."

"Gak gratis loh mawarnya, Kak."

"Terus kamu mau aku bayar gitu? Pemerasan ah," protesnya dengan wajah cemberut. Imutnya tiada tara hehe….

"Bayarnya pakai cium aja, Kak. Ayo cium pipiku lagi dong."

Ia langsung memeluk diriku. Aku mengelus bagian belakang rambutnya tersebut. Ia terlihat nyaman sekali di dalam pelukanku sehingga tanpa ia sadari jika kami sudah berpelukan hampir 1 menitan. Selesai berpelukan, Kak Kimi langsung mencium pipiku dengan bibirnya yang lembut. Aku membalasnya dengan sebuah kecupan kasih sayangku ke keningnya.

"Sayang, lihat. Aku masih ngejaga kalungmu loh." Ia mengeluarkan kalung tersebut dari balik kaos biru dongkernya. Kalung berlambang hati berwarna merah dengan nama Kimi Marcella yang adalah hadiah ulang tahunnya ke 20.

"Hmm cincinnya kemana?" tanyaku melihat jari manisnya yang polos.

"Masih aku sembunyikan, Sayang. Maaf." Ia menunduk dengan wajah bersalah.

"Gak apa. Yang penting masih Kakak simpan."

"Nanti pas kita ketemuan kayak gini lagi, aku bakal pakai kok."

"Iya. Aku juga gak bakal marah kok kalau gak pakai."

Aku menatap Kak Kimi dengan penuh rasa cinta. Perlahan segala cinta dan kenangan yang pernah ingin kubuang jauh-jauh kembali timbul dalam diriku. Aku mendekatkan wajahku ke wajah Kak Kimi dan kemudian aku mencium bibirnya yang agak kemerah mudaan.

2 menit sudah kami berciuman. Aku melepaskan ciumanku dan kembali menatap Kak Kimi. Aku mengelus rambutnya yang berwarna hitam dan mencium kepalanya itu. Lalu aku meminta virtual assistant yang kuboyong dari Amerika untuk memutar musik romantis dan mendayu. Saat lagu tersebut sudah mengalun, aku mengalungkan kedua lenganku ke leher Kak Kimi.

"Dansa yuk, Kak."

"Aku gak tahu caranya dansa, Sayang."

"Ikuti aja gerak badanku, Kak."

Kak Kimi melingkarkan lengannya ke leherku. Aku mulai menggerakan badanku perlahan ke depan dan ke samping. Kak Kimi awalnya sedikit kesulitan mengikuti gerakanku. Namun secara perlahan, Kak Kimi sudah bisa mengikuti gerakan dansaku yang sederhana ini

"Sayang…." panggil Kak Kimi lirih.

"Kenapa, Kak?"

Ia mulai meneteskan air matanya perlahan namun tetap melanjutkan dansanya. Aku ingin menghentikan dansaku, namun Kak Kimi yang terus bergerak kakinya mengisyaratkan bila ia tak ingin berhenti sedetikpun. Maka aku hanya bisa menatapnya bingung.

"Hiks… aku terharu, Sayang. Kamu masih romantis ya sama aku."

"Kan aku gak lupa dengan janjiku, Kak."

"Makasih, Sayang."

Kami terus menggerakan kaki kami mengikuti irama musik yang mendayu. Kiri ke kanan, depan ke belakang. Kami terlarut dalam suasana romantis ini. Sekitar 1 menit kemudian, musik pun berhenti pertanda jika musiknya sudah habis. Aku menghentikan dansaku dan mencium kening Kak Kimi.

"Kakak dah makan belum?" tanyaku begitu mendengar suara kruyukkk… dari perut Kak Kimi.

"Belum, Sayang."

"Mau aku masakin spageti gak nih?"

"Terserah deh. Asal kamu yang masak, aku pasti makan kok."

"Kalau gitu, kita masak bareng aja gimana?"

"Boleh banget tuh."

Aku menuju ke dapurku sembari menggandeng tangan Kak Kimi. Di dapur, aku memberikan apron putihku pada Kak Kimi agar bajunya tidak kotor saat memasak. Saat aku sedang mendidihkan air di panci, Kak Kimi langsung memelukku dari belakang.

"Aku kangen banget dimasakin sama kamu."

"Kakak, makin manja aja sekarang."

"Iya, habis kamu tinggalin aku lama sekali. Aku pengen manja-manjaan dengan kamu biar aku gak kangen lagi," curhatnya dengan nada manja seperti anak kecil.

"Padahal kata anak buahku, Bu Kimi terkenal jutek dan tegas loh. Tapi kelakuan pas di luar kantor malah gini."

"Ihh kan itu namanya profesionalitas. Lagian kamu kan sayangku, bukan bawahanku."

"Gak ada yang ganteng ya emang bawahannya Kakak?" tanyaku iseng.

"Ada sih, tapi gak seganteng kamu."

"Dasar, adik sendiri ditaksir mati-matian."

"Ihh kamu mah. Macam kamu gak naksir sama aku aja."

"Aku mah terpaksa pacaran sama Kakak. Aku masih punya pacar tau di Amerika sana."

"RICKY! AKU GAK MAU KAMU BAHAS DIA LAGI TAHU!" serunya sambil mencubut puting dadaku dengan kuat.

"Aduh! Iya deh, Kak. Ampun. Awww!"

Kak Kimi melampiaskan kekesalannya yang tak berujung karena aku membawa-bawa Claire. Untung saja Kak Kimi berhenti saat aku memohon. Selang beberapa saat kemudian, baru aku memasukkan batang spageti yang seperti lidi ke panci dan membiarkannya melunak.

"Maafkan aku deh, Kak. Aku gak bakal bawa-bawa dia lagi kok," ucapku sambil membelai embut tangan Kak Kimi yang putih mulus bagai salju.

"Iya, Sayang. Aku maafin kok," ucapnya dengan nada yang judes.

"Kan keluar deh sifat Kak Kimi di kantor."

"Habis kamu sih mancing-mancing," jawabnya yang masih dongkol.

"Iya-iya. Maaf dong, Kakakku tercinta, tersayang, termanis, tercantik, terseksi, tersemuanya lah."

"Sayang, lebay ah," ucapnya dengan senyuman kecil yang sudah merekah di bivirnya.

"Biar Kakak mau baikan sama aku, hehe…."

"Iya-iya, aku maafin kok, Sayang," katanya kini dengan nada yang sudah hangat.

Sambil menunggu matangnya spageti tersebut, aku mulai membuat bumbu pasta bolognese yang kupelajari di Amerika. Kak Kimi membantuku dengan memotong tomat, bawang putih, bawang merah, seledri, cabe besar, oregano, dan daun rosemary. Aku memanaskan minyak sembari mengawasi spagetinya agar tidak kematangan.

Selesai semuanya dipotong, kami mencampur bahan-bahan untuk bumbu bolognese tersebut hingga membentuk sebuah saus kental berwarna merah. Aku meniriskan spageti yang sudah matang dan kuangkat, kusajikan ke 2 buah piring yang sudah menunggu bagiannya.

Aku menyantap spageti itu bersama dengan Kak Kimi. Suasana romantis menyelimuti kami sepanjang menit. Setiap suapan dari spageti ini terasa lebih enak dari biasanya. Entah karena malam ini kemampuanku mengolah bumbu menjadi meningkat drastis atau mungkin cuma faktor sugesti dari wajah Kak Kimi yang terus tersenyum menatapku saat makan.

Aku mengambil piring kami dan membawanya ke wastafel untuk dicuci. Selesai membereskan dapur yang sedikit kotor, aku langsung menuju ke kamarku dan mendapati kalau Kak Kimi sudah berbaring memainkan ponselnya dan menguasai seisi ranjangku. Tapi satu yang menarik perhatian mataku. Mulusnya selangkangan dan paha Kak Kimi yang terekspos karena ia mengangkang lebar.

"Enak banget ya bisa rebahan di kasurku," kataku sambil bersandar ke dinding dan menatapnya tajam.

"Hihi… bentar doang kok. Boleh ya?" tanya Kak Kimi dengan mengeluarkan nada manjanya lagi.

"Ya udah. Enjoy your time," ujarku sembari beranjak keluar dari kamarku.

"Ihhh, Sayang. Kok pergi sih?" tanyanya sambil mencampakkan ponselnya.

"Aku mau beres-beres dulu, Kak. Kan aku kerja, gak ada waktu pas pagi hari."

"Ya udah. Aku bantuin deh," tawarnya sembari bangkit dari kasurku.

"Bagus kalau gitu. Jadi cewek sadar diri gitu," kataku sambil tersenyum.

"Ihh, dasar kamu mah," ucapnya sambil memonyongkan bibir.

Maka sekarang aku membereskan ruang apartemenku bersama dengan Kak Kimi. Ia membersihkan perabotanku dengan kemoceng yang ada. Namun kembali, pemandangan indah penggoda iman tertangkap pandangan mataku. Pantat Kak Kimi yang montok sangat menonjol saat ia menunduk untuk membersihkan bagian bawah lemariku. Tanpa ia sadari, bagian bawah kaosnya itu tersingkap dan celana dalamnya berwarna coklat muda tersembul keluar. Aku berusaha menahan diriku dengan mengalihkan pandanganku dan melanjutkan bersih-bersihku.

45 menit kemudian, selesailah kegiatan bersih-bersih kami. Apartemenku sudah tampak jauh lebih teratur dan kinclong. Aku menatap ke wajah Kak Kimi dan mengangkat telapak tanganku. Ia mengerti maksudku dan langsung menepukkan telapak tangannya ke telapak tanganku.

HOAM! Kak Kimi menguap setelah meletakkan vacuum cleaner. Aku langsung membawanya ke kamarku dan mempersilakannya untuk tidur di ranjangku. Untung saja Kak Kimi membawa bantalnya sendiri karena aku hanya memiliki satu bantal saja di sini.

"Aku tidur di sofa aja nanti. Tidur yang nyenyak ya, Kak."

"Gimana mau nyenyak, gak ada yang bisa kupeluk nih," kodenya padaku.

"Waduh, aku belum mau tidur, Kak. Kakak bawa si Kiki gak?"

"Gak bawa, Sayang."

"Ya terus mau meluk apa dong?"

"Maunya meluk kamu, Sayang," jawabnya dengan manja.

"Udah, tidur sendiri aja sana. Aku masih belum ngantuk."

"Sayang, kalau kamu gak tidur, aku juga gak mau tidur!" ancamnya padaku.

"Ya gak masalah, kan Kakak yang ngantuk."

"Gak jadi ngantuk deh. Aku pengen tidur bareng kamu."

"Aku masih mau nonton, Kak. Emang Kakak mau ikut?"

"Ayo, siapa yang larang?"

Kak Kimi bangkit dari ranjang dan segera mendekap diriku. Lalu kami bergerak ke luar kamar dan segera menyalakan televisi LED berukuran 32 inci. Beruntungnya aku, Papa sudah menyambungkan televisi ini dengan saluran kabel berbayar. Aku dengan nyaman bisa mengakses puluhan channel dan kemudian menetap begitu melihat film yang kusukai.

Kak Kimi menyandarkan kepalanya ke bahuku. Aku mengelus rambutnya perlahan dan mencium kepalanya yang selalu harum itu. Aku juga menggenggam tangannya yang halus. Kemudian aku melihat ke wajahnya, wajah kakak kandungku yang tetap setia kepadaku walau telah sering kukhianati cintanya.

"Aku janji, aku tak akan menyakiti hati Kakak lagi untuk selama-lamanya," batinku dalam hati.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd