Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [BDSM] Chillhood, chillmate

yha,tidak apa2 kok..
tapi itu berati bahwa nickname + foto profilku blm menjelaskan jenis kelamin asliku, itu saja wkwkwk



wkwkw... anggota DPRD idaman gak tuh//?
ah, lihat saja nanti~mungkin lebih dari 'politik', lol
Rei identik laki2
Kok ya gag nyadar takeuchi ini nama perempuan :bata:
 
Rei identik laki2
Kok ya gag nyadar takeuchi ini nama perempuan :bata:
huahahha wkwkwkw
Rei Hino juga Sailor Mars, cewek tuh.

Yup, bener.. Contohnya aja Mariya Takeuchi haha
 
Chapter 7 : Healing You

================================


Aina POV

[Selasa, pukul 14:56]

“Kak Na, mau kemana??”


“Mau bikin modelling, dah..” jawabku kepada salah seorang adik tingkat yang menanyainku. Pasti dia mau nitip sesuatu,deh.

Aku pun beranjak ke luar kelas, ,membawa beberapa potong kartimil (karton 3 mm) serta cutter untuk kujadikan model prototype. Aku pun mulai memotong beberapa bagian kartimil dengan seksama menggunakan cutter.

Bersimpuh pada lantai lorong gedung, aku mengerjakan tugasku. Namun, tak lama kemudian, kutatap di lorong seberang, gerombolan mahasiswa DKV tampak memenuhi lorong.

Wah, paling mereka baru selesai kuliah, dan ingin pulang, pikirku.

Namun, tak bisa kuhindari, mataku menangkap sesosok mahasiswa bersweater kuning dengan celana jeans biru, yang sedang berjalan menuju tangga sembari mengobrol dengan beberapa temannya.

Kei, lagi-lagi.

Ia belum membalas pesan yang kukirimkan sejak semalam.

Tak bisa kupungkiri, kini aku merasa bimbang, aku bingung bagaimana aku harus ‘mengatur’ perasaanku ini pada Kei. Apakah aku harus terus memperjuangkannya? Atau.. meninggalkannya? Terlebih setelah perlakuan ia kemarin, ia bisa-bisanya bersikap seolah tak terjadi apapun, bahkan tidak menjawab pertanyaanku. Ya, aku kecewa.

Aku.. belum siap melepas Kei secepat ini.. tapi kini dadaku terasa sesak dan sakit, bahkan tubuhku saat ini tak mau lagi merasakan sesuatu. Meski mataku tak mau lepas dari menatap lelaki itu.

“Kak..!”

“Kak!!”

“Kakk Ainaa..!!”

“Hmm?” ujarku sekenanya, masih berusaha untuk tidak hanyut dengan pikiranku.

“Kakkk , berdarahh!!!”

Aku bingung? Berdarah? Aku sedang ‘tidak merah’, jadi apa maksudnya aku ber---

“Kakk ,hati-hati!! Tangannya berdarah!!”

Seorang adik tingkat yang tadi meneriakkan namaku, berlari mendekatiku, menghampiri tempatku memotong karton dan segera memegang tangan kiriku.

Astaga..

Kata itu yang terlontar dari mulutku dan adik tingkatku. Bukan hanya darah yang keluar dengan banyak dari punggung tangan kiriku, namun..

“Kak, hati-hati!”

Adik tingkatku ingin membantuku mencabut cutter yang tertancap lumayan dalam, namun aku sudah mencabutnya terlebih dahulu. Darah mengalir dan merembes deras. Aku terdiam sejenak, menatap tanganku, lukanya, serta darah yang merembes.

“Kak, cepet obatin!! Mau aku anterin??”

“Ehh? Nggak perlu, makasih!” ujarku dengan sopan, namun aku pun beringsut ke kamar mandi untuk mencuci lukaku.

Apakah karena aku terlalu sakit dalam memikirkan Kei, sehingga akupun bahkan tak merasa bahwa punggung tanganku tersayat dan tertancap pisau cutter cukup dalam? Pikiran tersebut membuyar konsentrasiku saat memotong kartimil.

Dengan tatapan nanar, kucuci darahku. Namun darahku masih saja mengucur.

Aku pun segera berlari menuju Kopma (Koperasi Mahasiswa) untuk membeli plaster serta betadine. Kupegangi tanganku kiriku yang berlumuran darah dengan tangan kananku, supaya darah tidak menetes dan mengotori lantai Kopma. Namun, saat aku baru saja memasuki ruangan Kopma..

“Na, tangan lu kenapa..?” ujar Adit, yang tadinya hendak menyapaku namun malah terfokus kepada tanganku yang berdarah.

Baru saja aku mau menjawab, namun..

“Na??” Kei menyambarku, keluar dari Kopma, dan tanpa pikir panjang segera menarikku menjauhi Kopma.

Sekali lagi, jantungku seakan berhenti berdegup sejenak, dan tidak tau bagaimana harus merasa.



“Apaan sih Kei, awas!” ujarku, yang akhirnya merasa kesal karena (kupikir) Kei sempat-sempatnya menghalangiku untuk mengobati lukaku. Namun..

“Oh,ini dia.”

Kei yang terlihat merogoh saku celananya sejenak, mengeluarkan sebungkus tisu kecil,sebotol kecil Betadine serta sebuah hansaplast.

“!!!”

Tentu saja,aku terkejut. Seperti menemukan hal baru yang menarik bahwa Kei ternyata siap sedia untuk hal P3K seperti ini.

Mengabaikan aku yang terdiam dan membelalak, Kei menyeka lukaku dengan tisu sejenak, kemudian mulai membaluri lukaku dengan Betadine, dan berakhir dengan menutup lukaku dengan hansaplast.

“T-Terimakasih...” ujarku.

Kei terdiam sejenak, sebelum akhirnya melontarkan pertanyaan,

“Kamu kenapa?..”

“Tergores, pas lagi motongin kartimil.” jawabku, singkat.

“Padahal, ini pun terluka gara-gara memikirkanmu.” ujarku dalam hati. Namun, ternyata Kei kali ini peka terhadap perubahan nada dan caraku menjawab pertanyaannya. Ia malah menatapku lekat-lekat, dan kali ini aku merasa terusik dengan tatapannya.

“Apa?” ujarku, dengan nada yang agak tinggi.

Kei tidak menjawab, malah menundukkan pandangannya, membuatku mendelik, dan kini seakan aku tak sudi melihatnya. Terlebih, ia malah kembali memegangi tanganku yang terluka.

“Aina.." ujar Kei, pelan. "L-Lu.. self-harm lagi...?" tanyanya, dengan memelankan suara.

Sebenarnya, aku sangat mengerti mengapa Kei malah menanyakan hal itu, dan menambahkan kata 'lagi' di pertanyaannya. Semua karena kesalahanku yang terdahulu, saat ku merasa depresi dan tertekan. Dulu,aku memiliki kebiasaan self-harm sebagai wujud memuaskan mentalku sekaligus menghukum diri. Saat itu, aku sedang dalam fase dimana ia merasa amat terpuruk,dan melakukan self-harm, lantas mengupload nya ke story instagram. Namun, aku mengatur viewers story tersebut hanya untuk teman dekat (close friends). Kei termasuk di dalamnya. Kei melihat instastory ku tersebut, namun saat itu ia tidak menanggapi dalam bentuk apapun.

Namun, tetap saja, kali ini aku tak suka dengan pertanyaannya. Hanya saja aku memilih untuk mendiamkannya terlebih dahulu, dengan cara mulai beranjak pergi.



"Lain kali hati-hati, Na." ujar Kei, yang masih mengharap jawaban dariku. "Kalau lu stress atau gimana,jangan dipendam sendiri .. gue di sini bakal dengerin lu." sambung Kei, sembari masih tak melepas tanganku.

“Apaan sih, astaga. Ini sih guenya aja yang ceroboh saat pake cutter!” ujarku, semakin kesal. Kesal karena Kei seolah terlihat peduli namun seakan mengungkit-ungkit, seakan kemarin ia tak melakukan ‘kesalahan’ padaku. Pokoknya, aku tidak nyaman dengan sikapnya.

Saat aku hendak pergi, Kei masih tak mau melepas tanganku yang padahal sedang terluka, malah ia semakin menggenggam tanganku dengan erat, namun juga kali ini ia gemetar.

“Ih, lepas! Sakit!” sentakku dengan kasar. Namun, Kei malah semakin mempererat genggamannya, dan menatapku. Namun, kali ini ia seakan menatapku dengan ... aku pun tak bisa menjelaskan tatapannya, apakah itu tatapan penyesalan, atau memelas? Aku benci tatapan itu. Aku muak, hendak menghajar Kei, tak peduli bahwa tinggi badanku jauh lebih pendek dibanding dia, saat..

“Maaf, kalau ternyata lu begini gara-gara sikap gue kemarin..gue minta maaf...” ujarnya, dengan lirih. Kuurungkan niatku untuk menghajarnya sejenak.

“Kenapa baru ngomong sekarang?? Kemarin kemana aja??!” bentakku, dengan nada keras. Kini ku tak peduli bahwa orang-orang di Student Center memperhatikan kami, termasuk Adit dan kawan-kawan yang tadi habis dari Kopma, dan tadinya ingin mendekati kami namun mengurungkan niat.

Kei sedikit menunduk, dan menjawab dengan lirih,

“Aku... gak tahu gimana menjawabnya..maaf..”

Namun, kali ini Kei mendekatkan langkahnya padaku.

“Na, meskipun begitu, aku tak pernah bermaksud kurang ajar, ataupun... ataupun mencampakkanmu setelah kejadian itu.. Aku gak ingin membuatmu jadi membenciku..”

Aku terdiam, sembari Kei menatap mataku lekat-lekat, kali ini dengan tatapan sedih dan menyesal. Aku berusaha mencerna perkataannya.

“Tapi, terserah kalau setelah ini kamu mau membenciku... aku juga tak mengerti dengan diriku sendiri, Na..” ujarnya, dan kini ia meraih pundakku, berharap aku mau berbicara padanya.

Aku masih terdiam sejenak, memikirkan jawaban terbaik yang mungkin dapat kuberikan padanya. Namun, nihil. Kini, aku tak lagi ingin membahas yang terjadi hari ini, terlebih kemarin. Aku ingin pergi, melupakan hari ini. Meninggalkan Kei tanpa jawaban, beranjak pergi meninggalkan Student Center seiring tangan Kei yang terlepas dari bahuku.
***

[Pukul 16:00]

Studio baru saja berakhir, dan aku mengambil tas ku dan bersiap melangkah meninggalkan kampus. Kuraih ponselku sejenak, dan kutemukan notifikasi dari Google Mail (Gmail).

Ternyata dari DigiEx, publisher dari game yang kumainkan, War**frame.

Wah, ada apa ya kira-kira, tumben ada pemberitahuan dari DigiEx?

Saat kupencet notifikasi tersebut... ternyata berisi reminder bahwa deadline dari challenge game War**frame tentang membuat kreasi armor, kostum, dsb tinggal dua minggu lagi dari tanggal maksimal submitting.

Astaga, iya ya, dua minggu lagi! Duh, bisa selesai gak yah nih proyek? Mana udah mulai sibuk kuliah...


Saat aku hendak menghubungi partner proyekku dari challenge ini terkait deadline, baru kusadari ternyata partnerku adalah Kei.

Lantas, aku kembali mempertanyakan tentang apakah dapat dibenarkan tindakanku tadi yang menyentak dan mendiamkan Kei di Student Center (SC). Karena.. baru kusadari, aku masih ‘butuh’ Kei. Setidaknya sampai dua minggu ke depan.

Ah, berarti aku harus menyelesaikan masalah ini. Jangan sampai hanya karena masalah pribadi, membuat usaha kami selama dua bulan menjadi sia-sia. Namun, kini aku berpikir dengan cara apa aku harus berbaikan dengan Kei.

Apa sebaiknya nanti kusampaikan lewat chat FB aja, ya? Kalau bertemu sekarang, pasti Kei sudah pulang...

Sembari memikirkan berbagai hal, aku berjalan menuju.. tidak, aku tidak pulang sekarang. Langkah kakiku membawaku ke warnet Eternity, hahaha. Pertanda bahwa aku butuh pelepas penat. Yeah, it’s gaming time!



Setelah memesan biling warnet, akupun menuju lantai 3 warnet, dapat dibilang lantai tersebut khusus paket regular. Aku melihat-lihat sekitar, ternyata saat itu warnet tidak terlalu penuh sehingga aku menemukan bangku kosong (bukan judul film hantu!).

Namun, saat ku berjalan menuju bangku tersebut, aku melihat seorang lelaki, meskipun terlihat hanya punggungnya, namun aku langsung dapat mengenalinya. Dari pakaian, dan layar PC dia yang terpampang user interface game War**frame. Kei, yes, he is.

Aku mendekatinya, ia tampak serius dalam bermain game, namun raut wajah dan sorot matanya masih terpancar secercah kesedihan. Namun, ia tetap serius dengan permainannya, tak menyadari kini ada seseorang yang berdiri di sampingnya.

“Eh? A-Aina...?”

Kei sontak terkejut, ketika aku tiba-tiba memeluknya dari samping.

Kuharap, pelukanku dapat menjadi jawaban terbaik atas pernyataan Kei, masalah diantara kami, serta meleburkan kesedihan Kei sejenak.
“Eh, Na..”

“Iya?” ujarku, yang tak bisa melepaskan pandanganku dari PC sebab sedang asyik leveling di game.

“Itu.. kok operator lu bisa kayak gitu?”

“Gitu gimana?”

Kei menunjuk ke arah monitor PC yang kumainkan.

“Tuh, kok bisa keluar bola-bola listrik gitu?”

Sebelum ku menjawab,kusadari bahwa jari telunjuk kanan Kei terbalut hansaplast.

“Ohh,itu... operatorku kupasangin skill dari focus Zenxrik yang bisa mengeluarkan bola listrik..” jawabku,kemudian.

Dan kami pun terus bermain hingga game berakhir 5 menit kemudian. Setelahnya, kami memutuskan beristirahat sejenak.

“Eh iya, Kei.”

“Hmm?”

“Btw, jarimu kenapa.. ?” tanyaku, tatapanku mengarah ke jarinya.

“Oh ini? Luka gara-gara tadi gak hati-hati pas motong kertas...” ujar Kei.

Sekian kalinya ku menemukan kesamaan antara aku dan Kei.

“Oh..pantes tadi kamu bawa betadine dan hansaplast, ya?” tanyaku

“Iya”

“Btw, makasih juga tadi udah mengobati..” ujarku.

Kei menatapku, tersenyum, dan aku selalu senang melihat senyumannya.

“Sama-sama..”

....

“Eh, iya, deadline!!” ujar kami, bersamaan. Kami pun terkejut dan saling membelalakkan mata sejenak.

“Gimana, mau ngerjain besok??” tanyaku, mendahului

“Boleh, besok gua kuliah cuma sampai siang, sih..”

“Ya sama gue juga, kelas dipindah ke pagi,soalnya dosennya ada perlu siangnya!” ujarku.

“Oke, besok mau ngerjain dimana?” tanya Kei

“Hm... ada cafe deket sini gak ya? Kan bisa tuh nebeng wifi... Biar enak aja suasananya..” tanyaku

“Duh, gak ada deh kayaknya.. kemarin gua ke cafe deket sini, tapi wifinya kurang bagus...” ujar Kei

“Lagian gua juga lagi males pergi jauh-jauh..” sambungnya.

“Heh, jangan mager kamu, inget, deadline!” ancamku, namun dengan nada bercanda

“Juga, hadiahnya! Hahaha.” sambungku lagi.

“Bagusan juga wifi di kosanku, sih..” ujar Kei.

“Eh tapi, emang boleh kalau besok ngerjain di kosanmu? Kosan cowok, kan?” tanyaku

“Ya, boleh aja sih.. Enggak, itu kosan campur kok..”

Aku pun mengangguk.

“Tapi, maaf kalau kosanku berantakan, kan lu tau sendiri gua gimana orangnya, he..he..” ujar Kei, tertawa

“Selama gak ada kecoak tiba-tiba muncul, gak masalah, kok.” ujarku, sembari bergidik sendiri mengingat mahluk kecil jorok ‘kurma berkaki’ yang paling kubenci itu.

“Eh, tapi!!” ujarku, teringat sesuatu yang mengganjal. “Maksudmu, emang besok mau ngerjain di kamar kosanmu??”

“Iya, kenapa?” tanya Kei

Jantungku mulai berdegup kencang, tentu saja, antara perasaan senang, tak sabar, namun juga cemas menggelayuti.

“Hm..emang kenapa kalau di ruang tamu? Takut jadi bahan omongan, sih..” ujarku, dengan hati-hati.

“Males, ah. Kosan gua tuh ya, keknya tiap hari hampir gak pernah sepi. Ruang tamu aja isinya orang-orang kunjungan kerabat si bapak kos melulu! Lagian, udah, biar aja, udah sering kok orang bawa lawan jenis ke kamar kosannya.”

Aku tidak lagi banyak bertanya, dan menuruti saja kemauan Kei... dengan senang hati.

Tak terasa, waktu menunjukkan pukul 19:00, itu berarti sebentar lagi billingku dan Kei akan habis. Kami pun memutuskan untuk log out, mematikan billing, dan meninggalkan warnet. Sembari sesekali berdiskusi tentang kelanjutan proyek kami dan apa yang akan kami lakukan besok. Hingga akhirnya kami berpisah, pulang ke tujuan masing-masing.
 
Chapter 8 : We Are Doing Project Together

===============================================================

Ini lah chapter adegan panas yang ditunggu-tunggu, huehue~ enjoy gayn! :asyik: :pandaketawa:

Narrator POV

[Esok hari, Rabu, pukul 11:00]



Kelas baru saja usai, dan Aina bergegas ke kamar mandi wanita. Namun, kali ini ia hanya mematut dirinya di depan cermin sejenak. Memperhatikan ulang penampilannya, memastikan semua yang ia kenakan baik-baik saja. Hari ini, Aina mengenakan sweater hoodie oversize dengan warna biru cotton candy,dipadukan dengan baju kodok dengan terusan rok berwarna krem. Menambah kesan lucu dan menggemaskan bagi Aina. Sejujurnya, Aina dapat dibilang menyukai penampilannya hari ini, terlebih dapat membantu menambah nilai plus penampilan bagi dirinya yang terbilang gemuk chubby. Begitupun dengan beberapa orang di sekitarnya, sudah beberapa kali Aina mendapatkan sorot mata ataupun decak kagum dengan cara berpakaiannya.

“Lagipula, aku harus berpenampilan sebaik mungkin. Semoga Kei menyukai penampilanku..” ujar Aina dalam hati, sedikit berharap dan tersipu malu. Dadanya pun terasa berdebar.

Lalu, ia pun keluar dari kamar mandi. Bersiap melangkah menuruni tangga sembari merogoh ponselnya, hendak menghubungi Kei.

Namun, tiba-tiba ia terkejut, di saat ia merasakan tepukan pada kedua bahunya. Aina menoleh ke belakang.

“K-Kei..?!”


Kei tersenyum, kemudian berkata, “Gimana, Na? Mau ke kosan sekarang?”

“B-Boleh..!” ujar Aina, berusaha menguasai diri dari rasa terkejutnya.

Namun, Kei tak langsung mengajak Aina untuk bergegas, ia malah melirik-lirik sekitar sejenak. Keadaan gedung saat ini memang masih terbilang sepi, karena biasanya mahasiswa baru mengikuti perkuliahan pada siang hari di hari Rabu.

“Kei..?” tanya Aina, agak keheranan.

Kei menjamah salah satu pipi Aina dengan tangannya, dan mengangkat wajah Aina pelan.

“Hmm.. kamu lucu...” ujarnya, sembari ibu jarinya mengelus pipi Aina.

Dapat dipastikan wajah Aina memerah merona. Sejenak Aina kehilangan kekuatannya bahkan untuk mendongakkan kepala dan menatap Kei lebih lama. Namun, untuk menundukkan kepalanya pun sepertinya tak bisa karena Kei menahannya.

“Hmmhhnn..” Aina hanya bergumam kecil, namun ia pun berusaha untuk meraih tangan Kei yang tengah memegangi pipinya.

Akan tetapi, Kei melepaskan tangannya dari pipi Aina terlebih dahulu sebelum Aina sempat menjamahnya. Namun, sebagai gantinya..

“??!!” Aina terbelalak terkejut, lagi. Kini Kei memegangi tangan kanannya, menggenggamnya.

“Ayo.” ujar Kei, pertanda mengajak Aina untuk bergegas ke kosannya. Namun, kali ini mereka berpegangan tangan.

Perasaan Aina langsung berbunga seketika, dengan sumringah ia balas menggenggam tangan Kei dengan hangat. Mereka pun berjalan meninggalkan kampus, melalui lorong serta basement gedung FSRD.

Hari ini, Kei memakai sweater merah dengan dalaman kemeja yang sepertinya berwarna krem, dengan kerah yang dikeluarkan. Namun tentu saja, Kei selalu akrab menggunakan celana jeans. Tak mengapa, Aina pun menyukai gaya berpakaian seperti itu.

Sebenarnya, bagi Aina, mengenakan pakaian apapun, Kei tetap menarik.

Akan tetapi, ketika melewati kantin yang terletak di belakang kampus, Kei segera melepaskan genggaman tangannya.

“Malu, banyak orang. Gak biasa gue.” ujar Kei, sebelum Aina sempat bertanya “mengapa”.

“Ehh, gimana sih kamu, yang duluan siapa.. hahaha!” ujar Aina, memukul bahu Kei, namun dengan maksud bercanda. Kei hanya tertawa kecil. Dan mereka pun lanjut berjalan menuju kosan Kei layaknya teman. Sepanjang perjalanan, mereka bercerita tentang proyek yang akan mereka garap, berikut dengan rencananya. Selain itu, mereka pun sesekali bercerita tentang perkuliahan yang mereka terima tadi pagi.

Tak ayal, Aina masih terperangah dari hari ke hari dengan perubahan sikap Kei padanya. Sikap yang ia terima sangat jauh dari apa yang ia alami selama berinteraksi dengan Kei di sosmed selama masa cutinya. Kei, yang selama itu terkesan dingin dan berbicar seperlunya, sangat menjaga sikap, bahkan menghindari topik tentang percintaan, dan lebih setuju untuk menjalin konsep “best friend” dengan Aina ketimbang menjadi FWB (Friend with Benefit)-yang juga menurut mereka sama-sama merepotkan.

Tak lama kemudian, mereka tiba di kosan Kei.

“Permisi..” ujar mereka berdua, saat menenteng sepatu dan membawanya masuk ke dalam kosan.

“Mangga...” sambut ramah seorang wanita kira-kira berusia paruh baya, menyambut mereka di ruang tamu. Namun, Aina sempat menangkap tatapan aneh Kei pada ibu kos tersebut, namun pada akhirnya ia tak terlalu peduli.

Akhirnya, tibalah mereka di kamar Kei.

“Maaf ya Na, kamarku berantakan..” ujar Kei, saat ia membuka pintu kamar dan mempersilahkan Aina untuk masuk. Mereka pun membawa sepatu mereka ke dalam, karena Kei yang meminta.

“Eh...berantakan? Enggak, lho. Segini sih mending..” ujar Aina. Bukannya menyanjung, namun memang itu yang terlihat oleh Aina, yaitu kamar kos sederhana, dengan berisikan kasur tanpa alas yang mana Kei menyimpan laptop di atasnya, cermin,meja belajar, kamar mandi, serta lemari kecil. Namun, dengan ruangan minimalis seperti ini, justru membuat kamar kos Kei terlihat menjadi lebih cozy dengan penataan memanfaatkan space yang ada.

75553073_2808530102490514_2657722399805407232_n.jpg




“Kei.. justru menurutku kamarmu bagus lho,untuk ukuran kamar kosan yang terbilang kecil. Aku suka.. apalagi penataannya..” puji Aina

“Haha, thanks..” ujar Kei

“Kirain bakal berantakan kayak kamar kos Adit yang kadang ada sampah tisu dan botol dimana-mana gitu, iih... Ini sih, rapih~!” gumam Aina dalam hati.

Tak lama kemudian, mereka mulai mengeluarkan laptop masing-masing, dan mulai melanjutkan proyek event game yang digarap.

Selama itu, mereka tak banyak bicara, berfokus pada tugas masing-masing. Pembicaraan pun hanya sekitar apa yang harus dikerjakan pada proyek, serta revisinya. Bagaimana tidak, konsep mereka terbilang sudah matang, dan mereka hanya tinggal mengeksekusinya dalam wujud sketsa dan model 3D. Untuk sketsa pun, sebenarnya Kei hanya perlu menyelesaikan detailnya. Namun...

“Kei..?”

Aina terheran melihat Kei tiba-tiba menenggelamkan wajahnya di kasur, di depan laptopnya.

“Kenapa..? Pusing lagi..?” tanya Aina, mulai khawatir Kei akan sakit kembali.

Kei hanya menggeleng, lalu kembali mengangkat wajahnya.

“Selalu ya.. gua ngestuck di pewarnaan..” keluhnya

Aina dengan sigap menenangkan, dan membantu. Ia melihat hasil rendering pada sketsa Kei sejenak.

“Tapi, menurutku pilihan warnamu udah ok, kok! Palingan, yang ini coba agak diatur lagi kecerahannya, dsb dsb..”

Kei hanya manggut-manggut, namun wajahnya menunjukkan semangat yang redup. Aina kembali menawarkan diri,

“Atau, gini aja, gimana kalau aku bantuin coloring sketsa yang kamu bingungkan untuk pewarnaannya?”

“Eh, nggak apa-apa, Na? Kamu kan kerjanya udah ribet juga, udah modelling 3D lah----“

“Kan gua bakal mulai modelling 3D kalau sketsa dan coloringnya udah jadi, Kei.” sela Aina.

“Ya juga,sih.. boleh,deh. Sementara gua ngerjain yang lain.. “ ujar Kei, lalu meng-copy beberapa file sketsa pada Aina melalui flashdisk. Setelah itu, Aina melanjutkan pekerjaan Kei, yaitu coloring.

“Kamu sketsanya udah bagus Kei, aku juga senang ngewarnainnya..” puji Aina kembali. Namun sepertinya Kei terlalu fokus sehingga tak menjawab Aina.

Hingga beberapa saat kemudian, tau-tau Kei menghampiri Aina, dan berkata di belakangnya,

“Wah, bagus tuh pewarnaannya, keren dah!” puji Kei

“Hehe, sketsamu juga udah bagus sih..”

Mereka pun tersenyum bersama.

“Oh iya Na, gua udah jadi nih bikin yang bagian lower armornya.. Lu mau bikin modelling 3D nya sekarang?” tanya Kei

“Oke, bentar ya Kei, habis ini.” ujar Aina, yang sedikit lagi menyelesaikan tahap coloring.

Setelah itu, Aina langsung mengerjakan pemodelan 3D sesuai dengan sketsa yang diberikan Kei.



[Pukul 13:57]



“Duh, ribet juga ya detailnya.. aku belum terlalu terbiasa membuat bentuk seperti ini..” ujar Aina dalam hati. Ia menelungkupkan wajahnya sejenak pada kasur, mengistirahatkan kepala dan lehernya yang mulai menegang karena terlalu fokus pada laptop. Sementara Kei, asyik bersketsa ria membuat weapon serta detailnya. Aina menjadi tertarik, ia menghampiri Kei karena ingin tahu bagaimana saat Kei sedang menggambar.

“W-Wah.. i-ini..bagus...” puji Aina tanpa sadar, saat melihat Kei menorehkan garis pada sketsa pedang jenis nikana dengan api biru. Kei hanya tersenyum.

“Kayaknya nih ya, kalau ada yang captura (istilah screenshot di game,red) atau, cosplay pakai pedang kayak gini, pasti bagus deh.. “

“Mungkin..” jawab Kei, sekenanya. Namun, tiba-tiba Aina menjadi tertarik untuk menanyakan satu hal pada Kei.

“Oh iya, btw, kamu pernah kepikiran buat cosplay gak, Kei?”

“Hmm.. kagak. Gak pantes gua sama yang kayak gituan.” jawab Kei

Aina sedikit terkejut, namun ia masih ingin bertanya,

“Eh, iyakah? Siapa bilang?”

Kei sedang berpikir untuk menjawab, namun Aina melanjutkan pertanyaannya,

“Menurutku sih, kamu pantes kok buat cosplay, Kei.. apalagi..”

Kei sedikit mengenyitkan dahi, menunggu Aina menyelesaikan pertanyaannya.

“Apalagi.. kamu emang basicnya udah cakep, kan... Apalagi kalau jadi karakter macam assasins,atau warrior, rogue..dan.. hm..”

Aina memikirkan tentang karakter apalagi yang cocok dicosplaykan oleh Kei. Namun..

“Nah, gak tertarik gue, hahah..” ujar Kei, tanpa menoleh ke arah Aina yang ada di belakangnya.

Aina pun berpindah, duduk di sebelah Kei.

“Ohh gitu, yaudah enggak apa-apa kok, pengen nanya aja hahaha..”

“Yaudah..” ujar Kei lagi.

Belum ingin berhenti berbicara, Aina kini duduk di samping Kei,dan mendekatkan dirinya.

“Soalnya, pada dasarnya kamu mau gimanapun juga tetap cakep, Kei.” ujar Aina, jujur. Sembari menatap Kei lekat-lekat.

“Pffffftttt......”

Melihat reaksi Kei, Aina merasa sedikit tidak enak.

“Eh, aku serius, nih. Tapi maaf kalau pujianku terkesan berlebihan..”

“Enggak apa-apa, kok. Makasih,ya..” jawab Kei, kalem.

“Tapi Kei.. Itulah, yang kulihat padamu sejak.. hampir tiga tahun lalu?”

“Emang kenapa dengan tiga tahun lalu?” tanya Kei, kini memelankan aktivitasnya sejenak. Aina menghela nafasnya.

“Kamu memang enggak inget ya Kei, sayang banget...” ujar Aina, namun tak lama kemudian ia melanjutkan perkataannya,

“Tapi, aku masih inget, hampir semuanya.. Aku bahkan inget, hari dimana pertama kali kita ngobrol, kan kamu lagi main game Cloosers di sekre, terus bikin guild, kan?”

“Iya sih, bikin guild..” ujar Kei sembari mengingat-ingat. “Nama guildnya kalau gak salah namanya .. Nirmana Garis, ya??? Hahaha!” ujar Kei kembali, kini tergelak.

“Betull, aku ingat itu! Haha..!”

Aina melanjutkan perkataannya,

“Kan kamu dan temen-temenmu bikin guild terus ngasih nama kayak gitu setelah ngobrol dan nanya-nanya ke aku soal tahun pertama di TPB, yaa disuruh bikin nirmana itu lhoo..”

“Yaa, kalau soal gua main Closers sih inget juga, jadi iyaa kayaknya dari situ dah, hahaha...” ujar Kei, perlahan mendapatkan ingatannya kembali.

“Nah, terus nih, kamu inget gak sih, waktu kamu lagi main Closers, ada cewek yang nyamperin dan tiba-tiba ngomong sama kamu?? Terus ngajak mabar tapi lupa, hehe..” ujar Aina, menuju point pembicaraan.

“Hmm.. sebenernya aku ingat, hanya saja saat itu gua gak tau itu elu, sebelum gua kenal elu kayak sekarang..” ujar Kei, sembari berusaha mengingat-ingat.

“Ahh...akhirnya...kamu ingat....”

Aina merasa lega.

“Bawel kan ya tuh cewek? Orang lagi main Cloosers ditanyain mulu?” canda Aina, menyindir dirinya sendiri

“Hmm, nggak juga, sih? Seingatku kita emang gak banyak ngobrol dah..”

“Haha,iyakah? Baiklah, kirain kamu bakal nyangka aku bawel.. Aku juga gak suka terlalu banyak bicara sih sama orang baru.. Bahkan, aku merasa aneh sih..”

“Aneh apaan?” tanya Kei

“Aku malah lupa nanyain namamu, sedangkan aku malah taunya nama si Adit dan Arul doang, hahaha!”

Kei hanya bisa menyengir, sembari tangannya masih sibuk menorehkan sketsa.

“Tapi.. tau kah kamu..” ujar Aina, yang masih ingin berbicara

“Hmm..?”

“Kamu tau gak, sejak hari itu, aku selalu mencari sosmedmu.. dan itupun awalnya aku nge-add Adit sebagai teman, dan tak lama kemudian, ternyata ku menemukan FBmu, begitu juga dengan IG mu..”

Kei kini terdiam, menyimak. Namun tangannya masih memegang pentab.

“Tapi, aku tak langsung nge-add kamu, takut dikira orang asing, hahaha..” lanjut Aina. “Aku malah baru berani nge-add kamu.. hampir setahun lebih yang lalu, kan? Haha..”

“Ya mana gua tau lah, Na.. gimana caranya gua bisa tau?” ujar Kei, dengan nada gemas dan meletakkan pentabnya sejenak.

“Yah gapapa sih, aku cuma mau bilang..Eh tapi, maaf nih, apa kamu merasa terganggu sekarang, gara-gara aku ngomong terus?”

Aina mulai khawatir.

“Enggak kok, sans aja..” ujar Kei.

“Baiklah Kei.. dan kadang aku suka berpikir, takutnya... eh, kamu suka cewek..gendut?” tanya Aina, dengan perasaan miris karena mengingatkan akan dirinya sendiri

“Kenapa harus enggak suka? Lagian aku gak suka membully fisik orang.” ujar Kei, tegas.

Aina tersenyum, sedikit merasa lega, walau mungkin belum tentu jawaban Kei nantinya berarti Kei akan mau menjadi kekasihnya.

“Kei.. aku.. makin suka lho sama kamu.. I love the way you are.. seriously. Maaf juga aku banyak nanya, sungguh banyak hal yang ingin kutahu darimu..”

Aina, sekali lagi, mengutarakan perasaannya dengan jujur, namun tulus dan tak menuntut. Tapi ia pun tak bisa menyembunyikan tingkahnya yang mulai ‘salting’. Akan tetapi, reaksi Kei berbeda dari Aina, ia tetap menjawab pernyataan Aina dengan tenang.

“Meh, gak ada yang menarik soal gua, Na.”

“Tapi, kenapa aku bisa tertarik padamu, Kei..? Hm...”

“Entah lah, kok malah nanya balik?..”

Kini, Kei pun bingung harus berkata apa. Ia pun sebenarnya tak berniat untuk mendiamkan Aina, namun di lubuk hati yang terdalam.. ia merasa senang, namun bingung menghadapinya.

“Haha, okay, don’t mind it..” ujar Aina.

Kemudian Aina menatap Kei sejenak, berniat mengakhiri pembicaraan. Mengakhirinya dengan berkata dengan lirih..

“Just... I love you...”

Saat Aina hendak meninggalkan Kei—karena tadinya merasa tak ada harapan jika dilihat dari reaksi Kei—tiba-tiba, Kei langsung menolehkan pada Aina, dan menatapnya tajam. Ia menahan tangan Aina agar tak segera pergi.

“Ada apa?” tanya Aina, terduduk kembali dan membalas menatap wajah Kei.

Kei beranjak sebentar, hendak mengunci pintu, serta menutup tirai jendela kamarnya.

“Na..”

Kei kembali mendekati Aina, mengelus-elus pipinya.

“Apa yang membuatmu menyukaiku..? Dipikir-pikir, aku belum pernah tahu alasanmu ..” ujar Kei.

Aina terdiam sejenak, menenangkan diri dari wajah Kei yang semakin mendekat kepadanya.

“Na..?” ujar Kei, masih memanggilnya dengan lembut, selembut usapannya pada pipi kanan Aina, dan sesekali mempermainkan rambut serta telinganya.

“S-Sepertinya aku sudah pernah bilang, bahwa aku menyukai segala yang ada apa dirimu---“

“Iyakah?” sela Kei. “Gua udah bilang, tak ada yang menarik dari diri gua.”

Aina mencubit pipi Kei dengan gemas, namun tetap berperasaan sehingga tak menyakitinya.

“Gak masalah... aku tetap menyukaimu..”

“Begitu, ya..?” ujar Kei, kini penuh selidik.

*sfx : PLAAKKK!*
Tamparan mendarat pada pipi kanan Aina.

“Aduhh,uhhh...” Aina meringis, memegangi pipinya. “K-Kei...”

Aina hendak bertanya mengapa, namun..

*sfx : PLAAKK!! PLAAKK!!!*

“Aahhhkkk... Hwaaahhh!!”

Aina sontak menangis,memegangi kedua pipinya yang ditampar dengan keras oleh Kei.

“****** lu!”

Kei menjambak rambut Aina, menarik dengan kasar kepalanya supaya wajah Aina menghadap wajahnya. Kei menatap Aina dengan tatapan sinis, seakan penuh amarah.

Aina tak bisa menjawab, ia menangis kencang dan gemetar ketakutan.

“Hwaaa...hikss....hikss...hikss....Huhuhu.....”

“Kamu masih menyukaiku, setelah ini?” tanya Kei, yang kini memelankan nadanya seolah tak terjadi apa-apa.

Aina masih shock, ia tak menduga keadaan menjadi chaos seperti ini sehingga Kei mengasarinya, membuat Kei murka.

Masih menjambak rambutnya, Kei menampar pipi kiri Aina karena kesal.

*sfx : PLAAKK!!*
“Jawab, Na!”

Aina mengangguk, meski kini tangisannya semakin keras.

“Hwaaaa...hiksss..hikss.....”

Aina menangis terisak. “M-Maaf, Kei... maaff....maaffff......” raungnya, memohon ampun. Ia memegang kedua pergelangan tangan Kei, berharap agar Kei tak terus menyakitinya.

“Maaff Kei... jangan sakitii a-akkuu...hikss...hiksss....”

Namun, Kei bukannya luluh, kini ia mencekik Aina dengan kedua tangannya.

“Uhhhukkkk....ohhhk....khhhhh...!!”

Aina terbatuk, ia memberontak melepaskan cekikan Kei dari lehernya. Namun, tenaga Kei lebih kuat untuk mencekik ketimbang perlawanan Aina yang melemah akibat menangis.

“Keii, uhukkk...okkhhh.... lepass,akkhh..hikssss...huwaa.....!!!”

“Gimana, masih tetap menyukaiku? Atau berubah pikiran?” tanya Kei, dengan nada kalem, sementara raut senyum tersirat di bibirnya.

“Hikss..Keeii.... Aakkhhhnnn....”

“Hmm..?”

Kei sedikit mengencangkan cekikannya, mendekatkan wajahnya sesenti dengan raut seolah kebingungan.

“Apa, Na? Nggak denger.”

“K-Keii... a-aku tetap menyukaimu..hiksss.... uhhhkk....”

“Pilihan bodoh! Harusnya lu mikir, ******!” maki Kei, masih tetap mencekik Aina, sehingga Aina semakin terbatuk dan terlihat semakin lemas. Air liurnya berjatuhan.

“K-Kei...” ujar Aina, dengan lemah dan kini hampir tak melawan.

Aina, terisak. “Hikss...hiksss...”

Kei terdiam. Ia melepaskan cekikannya perlahan. Kini kedua tangannya berpindah memegangi bahu Aina.



“Terimakasih, Na.”

Kecupan hangat mendarat di kening Aina. Tak ayal, ekspresi wajah Aina kini memerah merona, namun kini ia lemah dan linglung, hanya dapat bersandar pada tepian kasur, tak bertenaga bahkan untuk sekedar mengecup Kei, walaupun sebenarnya ingin. Namun ...

“Eh- hhmpphhnn!! Mhhnn...??!”

Kei malah mempertemukan bibirnya dengan bibir Aina, dan mulai mengulum, melumatnya lembut. Persis seperti yang mereka lakukan dua hari lalu di basement FSRD. Namun kali ini, mereka berdua yakin bahwa tak akan ada yang mengganggu mereka di saat seperti ini..

“Hmpphhll...slerrpss..hmmphhn..”

Kei kini tak hanya mengulum lembut bibir Aina, namun juga mulai menerobos dan mencari lidah Aina dengan lidahnya untuk saling berpagutan. Aina menyambut ciuman dan kuluman lembut Kei dengan hangat sembari memeluknya.

Tak mau kalah, Aina menyedot dan mengemut lidah dan bibir Kei dengan lembut, dan perlahan. Lidah mereka saling beradu dengan mesra dan semakin sengit, meneteskan titik demi titik saliva yang teruntai dari mulut mereka. Tak lupa disertai dengan hembusan nafas yang memberat menahan nafsu.

“Slrrpss mpphhss....hhmphnn...uuuhhhh....”

Mereka mendesah bergantian, merasakan kenikmatan yang ditransfer pada bibir mereka. Terlebih, Kei kini mendekap kepala Aina, memperdalam ciumannya, mengulum dan menyedot keras-keras lidah Aina hingga membuatnya mendesah.

“Slrrpcksss... mhhnn...slrrrppckss...”
“Ahhnn...a-aahhnnnn...”

Ciuman mereka berubah menjadi lebih ganas dan bernafsu. Aina tak mau kalah, ia balas menyedot lembut lidah Kei, serta kedua bibirnya bergantian. Sesekali melibas langit-langit mulut Kei, yang sukses membuatnya terlonjak sejenak.

“Hmphphh...ughhh....mmhhnn...mcchhnn...slrrrpss....”

Kei sontak mengacak-acak rambut Aina, setengah menjambaknya karena menahan nikmat pada lidahnya. Namun, tak tinggal diam, kini tangan Kei pun turun, menjamah payudara Aina yang masih terbungkus oleh sweater serta baju kodoknya.

Aina melepaskan ciumannya,dan kini ia hendak menciumi permukaan leher Kei, disaat Kei sedang menjamah payudara Aina dan mencoba melepas kancing baju kodoknya.

“E-errghh..Nnhh...”

Terlihat memberontak, Kei seolah menolak perlakuan Aina pada lehernya. Ia malah mendorong Aina, menjauhkannya dari tubuhnya.

Setelah kancing baju kodok Aina terlepas, Kei menurunkannya ke bagian perut Aina. Kini ia dapat menyingkap sweater yang dikenakan Aina sehingga terlihat sepasang buah dada Aina yang dibalut oleh bra hitam berenda. Sejenak Aina tersipu malu, karena ini kali pertama Kei melihat dirinya menggunakan bra secara langsung.

Perasaan ngeri Aina sudah berganti menjadi hasrat dan gairah untuk bercinta sedari Kei tiba-tiba menjamah dirinya, dan kini akan menjamah bagian sensitifnya.

Kei meremas kedua payudara Aina dengan lembut, dan tampak menikmatinya. Sesekali ia memijat dan memelintirnya dengan lembut hingga agak kasar.

“Aaahh... hahh...uhhh...”

Hanya dengan perlakuan Kei pada payudaranya, Aina mendesah, mulai tak terkendali. Ia mulai menggerak-gerakkan kakinya,pertanda ia mulai gelisah. Kemaluannya berkedut,membasah.

Kini tak hanya memijit dan meremas, Kei pun mulai membenamkan wajahnya pada kedua buah payudara Aina, dan menghirupnya perlahan meski masih terbungkus oleh bra.

“Ohhnn...mhhnn...”

Aina mendekap Kei di dadanya, membelai lembut rambut Kei yang terbilang panjang dan lurus terawat itu-rambut yang sebenarnya menjadi bagian tubuh yang Aina sukai dari Kei-dan sesekali mengacaknya.

Kali ini Kei menyibak cup bra, dan mulai mendaratkan mulutnya pada puting payudara Aina secara bergantian. Kecupan, emutan, sesekali gigitan kecil merangsang puting payudara Aina yang sudah menegang sedari tadi.


“Mppphh...slrrppss...mpphhhh....”

Kei mengemut payudara Aina seperti bayi yang kehausan akan ASI. Tak ayal, Aina semakin mendesah,bahkan mengerang dibuatnya.

“Slerrpss...ckks...mppphhh....”

Namun, entah Kei menyadari atau tidak, paha kanannya semakin maju, menggesek-gesek selangkangan Aina, sehingga vaginanya tergesek dari luar celana dalam.

“Aaahh.. Aahhnn...”

Rangsangan yang diterima pada payudara dan vaginanya bisa saja membuat Aina orgasme hanya dengan perlakuan Kei yang baru mengemut payudaranya.

“Kei...ugghn...hhngghh...”

Emutan Kei pada payudara Aina kini mengencang, dan sesekali Kei menyedot permukaan payudara Aina, memberikan kissmark, dan kemudian meremasnya kembali. Pun paha Kei terus menggesek-gesek vagina Aina. Membuat vagina Aina semakin membasah dan berdenyut kencang.

“Mpphhh...mchhnn...ckksss.....”

“Aaahh...oohhh..ohhhnn....”

Aina pun refleks menggesek vaginanya pada paha Kei, seiring ia merasakan jilatan yang nikmat pada ujung putingnya.

“Ugghh..K-Keii....ugghh--!!”

Aina melentingkan badannya, sementara tangannya menjambak dan mengacak rambut Kei tak menentu.

“Aaaahhnn...ssshhhhh...”

Kei terdiam sejenak, menjauhkan tubuhnya dari Aina. Ia mengecek paha kanannya. Celana jeans yang ia gunakan pada bagian paha kanannya membasah. Rupanya Aina berorgasme, dan cairannya merembes membasahi paha kanan Kei.

“Ugghh..ugghhh...ohhhnnn...”

Aina masih menggeliat menuntaskan orgasmenya.

“Keii..aaahhnn...aahhnnn...”

Dengan erotis Aina mengusap-usap pahanya ke arah selangkangan, sesekali meremas pahanya sendiri. Aina hendak mengusap vaginanya juga, namun..

“E-eeh...?”

Tanpa berkata-kata, Kei menghentikan tangan Aina yang hendak bergerak ke arah vaginanya. Kei menyibak rok putih terusan baju kodok yang digunakan Aina, sehingga kini terlihat selangkangan Aina yang ternyata hanya dibalut oleh celana dalam putih.

“Basah banget, Na..” ujar Kei, pelan, sembari mengelus vagina Aina dari luar celana dalam.

“Owwgghh..shiitt...!!”

Tiba-tiba Kei terlonjak, wajahnya meringis, sepertinya ia kesakitan.

“Kei?? Kenapa??!”

Dengan sigap Kei melepaskan ikat pinggangnya, kemudian membuka celana jeansnya sehingga kini hanya terlihat selangkangannya yang terbungkus celana dalam hitam. Setidaknya kini penisnya merasa lega karena bisa menegang tanpa terhalang oleh celana jeansnya.

Kemudian, tak lama kemudian Kei kembali mengelus vagina Aina, kali ini ia menyelipkan tangannya ke dalam CD (celana dalam) Aina.

“Mhhnn...mainin yang gua juga, Na..”

Aina baru mengerti mengapa Kei tadi meringis kesakitan. Tanpa ragu, Aina memegang batang kejantanan Kei yang ternyata sudah sangat mengeras, dan ditaksir ukurannya cukup panjang serta berdiameter tebal. Jantung Aina berdegup kencang, seiring vaginanya yang kembali berkedut-kedut. Rasanya seperti mimpi baginya, bisa memegang penis gebetannya ini. Diremas dan dipijitnya penis Kei dengan lembut,dan sesekali dikocoknya. Serta, Aina meratakan cairan pre-cum yang muncul dari ujung penis.

Seiring tangan Kei mulai mengelus, dan sesekali mengorek lubang kemaluan Aina. Pertama kalinya Kei menyentuh vagina wanita. Sehingga...

“O-ohhn...hnggkkss...”

Aina menggeliat kembali, Kei berhasil menyentuh klitorisnya, dan kini memijitinya.

“Aaahh...ahhnnn...”

Aina menggeliat mengangkat-angkat pinggangnya, sesekali kakinya bergerak tak beraturan. Begitu pun dengan tangannya yang mengocok dan meremas batang kejantanan Kei tak menentu.

“Uhhnn...”

Kei mendesah sesekali, merasakan kenikmatan batang kejantanannya yang baru pertama kali dijamah wanita lain.

“Ohhh...hnkggss...uugghhnn...kkkhhhh..”

Kei memilin klitoris Aina dengan intens, sesekali menekannya lembut. Sukses membuat Aina semakin menghentak-hentakkan pantatnya dan menggeliat nikmat.

Namun, ternyata rasa penasaran Kei tak sampai disitu saja.

“Na, kamu biasa colmek (colok memek,red) berapa jari..? “ bisik Kei dengan vulgar. Justru dengan kalimat vulgar yang dilontarkan Kei, Aina semakin terangsang berat.

“Ugghhnn...mhhhhnnn...a-aahhnn..colmekkin aku K-Keii, uugghnnn...”

Aina semakin membuka pahanya lebar-lebar, membuka celana dalamnya.

“Ohhhh...fucckk...”

Kei mendengus, nafasnya terdengar berat,terangsang berat melihat wujud vagina Aina yang berbulu tipis namun terawat. Terlihat jelas bagaimana jarinya mempermainkan klitoris Aina. Namun, kemudian ia memindahkan dua jarinya ke dalam lubang vagina Aina.

“Ohhhnn...”

Aina terlonjak, terlebih setelahnya Kei mulai menggerakkan dua jemarinya, bereksplorasi dengan permukaan dinding vagina Aina yang terasa hangat, basah, dan berdenyut. Kemudian Kei mencoba memaju-mundurkan jarinya mengocok vagina Aina, sesekali jemarinya menyapu permukaan dinding vagina. Hingga...

“Hngggkkss...K-Keii....!!”

Aina semakin menggeliat ketika Kei ternyata menyentuh titik G-spot Aina. Ia merasakan vagina Aina semakin membanjir dan berdenyut kencang. Namun..

“Eh, kenapa, Na?” tanya Kei, yang belum sepenuhnya paham. “Sakit, ya?”

“Ugghnn..t-teruss..disitu... Ahnnn...” ujar Aina, memohon pada Kei ketika Kei hendak mencabut jarinya. Kei pun menuruti saja, bahkan kini ia menggaruk titik G-spot Aina dengan cepat, membuat Aina semakin meronta-ronta tak terkendali. Begitu pula dengan kocokannya pada penis Kei yang semakin tak beraturan.

“Aaahhnn...aahhnn...hnkggsss...K-Keii.... Ogghhnnn...”

Aina mulai refleks membanting-banting pantatnya saking keenakan. Akhirnya Kei mengerti bahwa Aina merasakan nikmat yang teramat sangat.

“Mhhnn..hhmnn...mau keluar, Na?” tanya Kei disela-sela mengerjai G-spot Aina yang kini dengan keempat jarinya, serta kocokannya yang kini semakin cepat dan kasar.

“Errgghhh...hnnkkggssss...ukkhhh.....”

Aina hendak menjawab, tapi pinggangnya refleks terangkat-angkat, pertanda sebentar lagi ia hendak berorgasme kembali.

“Ugghh anjingg.... muat empat jari ternyata memekmu, Na...ohhhh...” racau Kei, yang juga terangsang melihat Aina yang tampak menggeliat menggairahkan dan hendak menyambut orgasmenya. Penisnya semakin mengeras dan juga mulai berdenyut.

“Aaargghhh..K-Keii...Hngkss---“

Aina hendak menyemprotkan cairan cintanya, namun Kei malah melepas jemarinya sejenak.

“K-Kei??! Agghh..Keii jangan l-lepass-”

“Sering colmek ya lu.. uhhnn...” Kei menjilati jemarinya sejenak yang berlumuran cairan birahi Aina.

“Mhhnn...gini ya rasa memek tuh..” ujarnya.

“K-Keii...ughhnn...hnggkhh....”

Kaki Aina menendang-nendang tak tentu arah akibat orgasmenya tertunda. Di saat yang sama, Kei penasaran akan ‘rasa’ vagina Aina. Dengan berhati-hati dan berdasarkan apa yang ia lihat pada film porno yang ia tonton selama ini, Kei mendekatkan wajahnya ke vagina Aina yang membanjir, kemudian lidahnya mulai menyapu permukaan vagina Aina.

“Slrrrpsss...”

Tak lama kemudian, lidahnya mendarat pada klitoris Aina, menjilati serta mengemutnya.

“Errgghhhh...Oaaahhnn...hnkgggsss.. Kei....”

Kedua tangan Aina menekan wajah Kei agar terus menjamah vaginanya yang terasa nikmat itu.

(sfx : Slrrpss..ckkss..clkksss...)

“Mphhhhnnn...hmphhnn...” nafas Kei pun terdengar memberat saat menjilati vagina Aina. Wangi kewanitaan yang semakin mendongkrak libidonya.

Kemudian, ia kembali langsung memasukkan keempat jemarinya ke dalam vagina Aina, melanjutkan mengerjainya, menggaruk-garuk G-spotnya.

“Akkhhh....khhh...K-Keeii...oohhhhh....!!”

Aina mendesah dan meracau dengan vulgar sejadinya, kelemahannya terekspos sudah oleh adik tingkatnya itu. Vaginanya semakin berdenyut kencang, siap menembakkan cairan cintanya tak lama lagi.

“T-terusss K-Keii..ukkkhnnn..hnngggkksss..aku m-mauuu keluarrr....!!”

Pinggang Aina terhentak-hentak liar, vaginanya seakan menjepit jemari Kei. Aina semakin menekan wajah Kei yang kini mengemut kencang klitorisnya serta melumatnya, bahkan kini Aina menjambak rambut panjang Kei.

“Owwhhh fuccckk... ohhhhkk g-guaa mau muncrattt...aaahhkkkhh fuucckkk!!!”

Aina membentur-benturkan wajah Kei pada vaginanya, lalu...

(sfx : Crrrootss...creeettsss...sreeettsss...cruuttss...srrrttttt....!!)

Aina menyemprotkan cairan squirting banyak sekali, menyembur mengenai wajah Kei, dan sebagian mengenai pakaian mereka dan membasahi karpet. Sebagian tertelan oleh Kei.

“Fuckkkk anjinggg muncrattsss.... aaaaahhhh....aaaaahhhhh......!!!”

Aina masih terlonjak-lonjak menuntaskan orgasmenya sembari kini kedua tangannya meremas payudaranya keras-keras.

“Uhuk..uhukkhh!!”

Kei terbatuk saat menampung dan menelan cairan cinta Aina cukup banyak di mulutnya. Belum terbiasa. Namun Aina tak sempat mempedulikannya karena masih terhanyut dengan orgasmenya. Vaginanya masih saja berkedut walau kini semburan cairan cintanya mulai berkurang.

“Huhhh...ughh..entotiinn aku Keii ...!!” racau Aina disela orgasmenya.

Kei segera melepas wajah dan jemarinya dari vagina Aina. Namun,kini ia menatap wajah Aina yang menyisakan nikmat berorgasme dengan tatapan yang lembut, selembut usapannya pada pipi Aina kemudian.

“Na.. kamu cantik...”

Deg!

Seketika gairah Aina terbagi, menjadi birahi serta perasaan bahagia, merasa dicintai. Aina tersenyum dan tersipu.

Namun,tak lama kemudian...

“Sini, sayang.”

Dengan perasaan berbunga-bunga, Aina menuruti Kei yang menarik perlahan pinggang dan pantatnya, dan pahanya bertumpu pada paha Kei. Dengan kondisi alat genital mereka yang sudah tidak mengenakan penutup apapun, dan saling bersentuhan.

Tak lama kemudian, Kei mulai menggesekkan penisnya perlahan, mengarahkannya agar menggesek permukaan luar vagina serta klitoris.

“Ohhnn...ugghnn...”

Kei mengulum bibir Aina yang mulai mendesah kembali. Memagut serta lidahnya, mengemutnya.

“Hmphh...slrrpss..ckss...mmcchnn...”

Sementara alat genital mereka masih saling bergesekan, saling membasahi.

“E-enak...aahh..ughhnn...”

“Ssshhnn..” Kei membekap mulut Aina dengan telapak tangannya, sekaligus membuat kepala Aina mendongak ke atas.

“Ughh... gak tahan , Na..” desah Kei tanpa sadar.

“Mhhn...masukkin Kei.. please...” Aina memelas, seiring gesekan pada vaginanya semakin mendongkrakkan birahi dan menambah nikmat.

“Udah gak tahan ya Na? Aku masukin ya?” tanya Kei sekali lagi, berbisik, namun disertai dengan nafas yang memberat karena birahi. Aina mengangguk, dengan nafas yang memendam birahi jua.

Tak lama kemudian, ia mulai menyibak kedua paha Aina sehingga terbuka lebar dan terlihat vaginanya.

*sfx : Blessss!!*

“U-uaaaghhnnn..!!”

Aina memekik sekali lagi, kini ia rasakan penis Kei yang sudah sangat menegang itu memasuki vagina basahnya. Kei menikmati penisnya yang memasuki vagina seorang wanita untuk pertama kalinya. Namun, sejenak ia terdiam.

“Na...?”

“K-Kei...” Aina membalasnya, dan menatap Kei dengan pasrah.

“S-Sakit..?” ujar Kei, yang bertanya berdasarkan pengetahuannya selama ini kalau ketika bersetubuh, wanita akan merasa kesakitan karena robek selaput dara. Terlebih saat ia memasukkan penisnya, Aina memekik.

Aina menggeleng.

“Mhhn...nggak apa..enaakkhh..”

Merasa mendapat lampu hijau, Kei mulai menggoyangkan dengan perlahan penisnya yang ternyata cukup panjang untuk menyodok vaginanya. Di kasur, ia berlutut sementara Aina berbaring telentang dengan kedua paha yang terangkat dan seolah melilitkannya pada tubuh Kei.

“Ohhnn..Na...hmmnn..”

Terasa penisnya menyodok setiap senti dinding vagina Aina yang juga mulai menikmati dan memijiti penis Kei di dalamnya.

“Ughhnn..Kei...mmhhnn...ahhnn...” desah Aina, merasakan lubang cintanya disodok oleh penis Kei, yang bahkan terasa mentok.

“Sshhnn...mhhnn..oohh..”

Kei memegang tangan Aina, telapak tangan mereka saling bertemu.

“Ughhh.. jadi gini rasanya ngentot...mhhnnh..” racau Kei vulgar, yang terus memaju-mundurkan penisnya, memuaskan batang gagahnya itu di dalam dinding vagina wanita.

“Enakkh Keii.. Hnggkkss...ogghnn..ughhnn...”

Aina menggelinjang saat Kei semakin cepat dan mulai menggenjot vaginanya dengan kasar. Ia bahkan menggenggam tangan Kei erat-erat.

“Ugghn... Keii....sshhh...oogghhnn...”

Terlebih saat penis Kei menyodok kembali titik G-spotnya, dan genjotannya seolah mengaduk isi dinding vaginanya.

“K-Keiii...Aaahhnn...agghhn...oougghnnn...shhnn..”

Aina membalas menghentakkan pantatnya, mendorong supaya penis Kei memasuki vaginanya semakin dalam dan semakin sering mentok, sehingga bunyi kelamin mereka yang beradu semakin terdengar.

(sfx : Cleeeppss pleppss clksss clppss)

“Ugghhhnn enak ya dientot gua, njing??” racau Kei disela-sela persetubuhan mereka.

“Agghhnn... enakkhhh s-shayangg...ouugghnnn hnggksss----“

(sfx : Plaakksss!!)

Birahi Kei yang membludak mendorong dirinya untuk kembali mengasari Aina, menampar wajahnya.

“Aaaaaaaahh.. Kei!!!!” Aina memekik ketakutan,meringis nyeri, namun tak cukup untuk menyurutkan birahinya, karena di saat bersamaan ia merasakan bahwa fantasinya selama ini tentang Kei terwujud.

“Ughhnnnn memekmu hangat, Na... sempit juga.. Ohhh...” racau Kei, mengelus pipi Aina yang tadi ditamparnya, namun genjotannya pada vagina semakin cepat dan kencang.

“Aahhh ,ahhhnn.... ooaahhnn... erghhhnn...”

Tubuh Aina menggeliat tak terkendali. Pantat dan pinggangnya terhentak-hentak tak beraturan, terlebih ritme genjotan vaginanya pada penis Kei. Vaginanya semakin berdenyut tak terkendali, seolah memijit-mijit penis Kei di dalamnya.

Tiba-tiba Kei menggenjot vagina Aina dengan gerakan memutar, namun menghentak hingga mentok mengenai G-spotnya.

“Agghhnn hwaah..ampunn Kei...ugghhnn..enakkhh...ahhhnn...”

Aina blingsatan, ia meremas kedua payudaranya dengan kuat. Ia merasa tak lama lagi gelombang orgasme datang menghampirinya.

“Gimana, enak dikontolin gue?? Hmmhhnn...?” tanya Kei dengan vulgar di tengah persetubuhan.

“Ergghnnn ,oohhnnn ...y-yaahhn....” Aina mengangguk sembari mendesah dan mengerang nikmat.

*sfx : Plaakkk!!!*

“Jawab yang bener, ******!” tampar Kei sekali. Namun kali ini tamparannya pada wajah semakin menambah kenikmatan yang dirasakan Aina.

“Hnggkkss enakkhh...aakhhnnn... “

Tangan Kei kembali berpindah, kali ini ia memainkan klitoris Aina, sesekali menekannya dengan kuat.

“Henggkkhhh!! Keiii... ogghhnnn... enaakkhhh... aaagghnn...ahhhnnn...!!”

Pinggang Aina terangkat-angkat, merasakan vaginanya diaduk oleh penis yang memuaskannya, ditambah rangsangan pada klitorisnya.

“M-Mhhnnnm m-mauu muncrathhh K-Keii..orgghnn... haagghhh...fuccckkk..” erang Aina, genjotannya semakin tak terkendali dan seakan ingin melahap habis penis Kei di vaginanya.

“Keluarin aja sayangg...ughhnn mmhhnnn..” ujar Kei, menghentak-hentak penisnya di dalam vagina sembari menekan habis klitoris dengan jemarinya.

“Hnggkkssh ooohhkk...a-akuuu k-keluuaarrr ... hnkggsss fucckkk....”

*sfx : Croootsss crettsss srrtttss....splurrtsss...!!”

“AAAAHHNNN....AAAAHHKKK... HWAAHHHKKHH...!!”

Cairan cinta Aina kembali menyembur tak terkendali, lebih dahsyat ketimbang orgasme pertamanya tadi.

“Ergghhnn hngggg...ugghnnn..uughhnnnhhh..!!”

Tubuh Aina terlonjak-lonjak, tergelepar menuntaskan orgasme squirtingnya, sembari tangannya mencakar-cakar punggung Kei. Sementara Kei menampar vagina Aina yang tengah berorgasme namun tak terlalu keras. Serta menggesek permukaan vagina dengan telapak tangan secara kasar dan tak beraturan, sehingga cairan cinta Aina menyemprot kemana-mana, kembali membasahi karpet serta pakaian mereka.

“O-oohhkk..hngggkkhss....ugghnn....gghhnnn...”

Masih tetap menancapkan penisnya yang menegang, Kei memeluk tubuh Aina yang masih tergelepar nikmat dengan orgasmenya, hingga tubuh Aina tak lagi melonjak-lonjak seperti tadi. Dibelainya lembut wajah Aina, dan dikecupnya pipi dan kening Aina bergantian.

“Ughh..sayang...mhhnn..lemes ya kamu...Masih kuat kah..?” bisik Kei, lembut.

“Mhnnn...Kei....”

Aina mendekap kepala Kei sehingga wajahnya terbenam di dadanya, dan dirinya dapat mengendus aroma segar shampoo pada rambut panjang Kei.

Kei menggoyangkan penisnya perlahan, menggoda Aina yang masih lemas.

Namun, tiba-tiba, Aina mendorong tubuh Kei, seolah menyuruhnya menjauh dari tubuhnya. Dengan perasaan bingung, Kei menuruti saja keinginan Aina, ia bangkit, serta mengeluarkan penisnya yang masih tegang dari vagina Aina yang basah. Namun, saat Aina mendorongnya, masih terdengar hembusan nafas beratnya.

Kemudian, Aina mengubah posisinya, kini ia menungging, badannya berpasrah pada tepian kasur, sementara ia membelakangi Kei dan memperlihatkan belahan pantat serta vaginanya yang meneteskan cairan cinta sisa orgasmenya. Tak hanya itu,ia bahkan menyibakkan belahan pantat sehingga terlihat lubangnya, dan juga lubang pada belahan vaginanya.

Bahkan Aina pun kini menggoyangkan pantatnya dengan erotis, sembari memasukkan kedua jemari tangannya ke dalam lubang vaginanya, berwujud huruf V (peace), dan menggerakkannya maju-mundur, bermaksud menggoda Kei dengan bermasturbasi di depannya.

“Oohh...K-Keii..entotiin akuuu, ugghhn...” goda Aina, memainkan vaginanya sembari menoleh ke belakang, menatap Kei dengan tatapan menggoda.

Birahi Kei semakin terpancing, kini ia menghampiri Aina dan meremas kedua pantatnya dengan geram.

“Grrrhhn...”

Kemudian, dengan kasar ia menyingkirkan kedua jari Aina yang tadi bercokol di vaginanya. Langsung menancapkan penisnya ke dalam lubang kenikmatan tersebut.

*sfx : Blesssssttt!!!*

“O-Ooouugghhhh...” Aina mendesah panjang.

“Masih belum puas lu, njingg... ooohhhh...” Kei kembali menggenjot lubang kenikmatan tersebut dengan penisnya, kali ini ia menggenjotnya tak beraturan dan menghentak-hentak vagina Aina hingga mentok.

*sfx : Pleeeppss sleeppss clppss ..plokkss....!!*

Pantat Aina pun berbenturan dengan selangkangan Kei yang ‘menggenjot’nya dengan penis.

“Errgghhhhnn.. K-Keiii, enakkhh ahhh ..fuccckkkk.. arrgghhnn..”

Terasa penisnya menggasak titik kenikmatan pada vaginanya, mengaduk-aduk isi lubang kenikmatannya yang kembali berdenyut memijiti penis di dalamnya, dan membanjiri vaginanya.

“Huuuuhhh...uuhhkk...k-kontollmuu enaakkhh...aagghhnnn ugghnnn...”

Tak henti-hentinya Aina meracau dan mengerang kenikmatan.

*Sfx : PLAAKK!! PLAAKKK!*

Birahi yang membludak mendorong Kei untuk kembali mengasari Aina. Ia menampar kedua pantat Aina bergantian dengan keras.

“Oaarrghhhnnn ... K-Keii..hnggkkss oougghnn....t-terusss...aagghnn fucckk me moreee...!!”

Perlakuan kasar Kei pada Aina malah semakin mendongkrakkan birahinya, membuat Aina lebih semangat menggerakkan pantatnya untuk menggenjoti penis Kei.

“Shhh..shhiiittt...uugghhnnn enakk banget memekmuu pelacurrr..uggghhnn ooughhnn...!!”

Dicaci-maki dan dikasari malah membuat birahi Aina semakin menggebu-gebu, menambah rasa nikmat dan ‘gatal’ pada lubang kemaluan.

“Hnggkkss ooaahhhhkkk...ugghnnn kontollmuu enakhh sayangggg.... aargghnnnn...a-akkkkhhh huuuhhh u-uuugghhnnnn!!!”

Aina semakin menghentakkan pantatnya, ingin agar penis Kei menggenjotnya lebih dalam dan cepat, mengaduk liang kenikmatannya dengan kasar.

“Ohhhkk mau keluar lagi kan lu?? Mau muncrat lagi??!” geram Kei, menggenjot tanpa ampun sembari menjambak rambutnya.

“Hnnkkgsss...ohhkk...hikss...aagghnnn...K-Keiii... aarghhnnn ouugghnn...!!”

Erangan dan lenguhan Aina diartikan sebagai “ya”, disertai dengan ekspresi hampir menangis.

Kei menjambak rambut Aina kuat-kuat, sembari menghentak-hentakkan penisnya, menabrakkanya hingga mentok di dalam vagina, dan melakukan gerakan memutar lalu menekan titik G-spot di dalam vagina.

“Aaggghhnkknn y-yesshh K-Keeiii a-aakkhhhh ... Oooaagghhnn urgghhnn!!”

*sfx : CrOOOttSSSS creeetttsss splurrtsss...!!!*

“AAAHHHNNN KEEEEIIII A-AAGGHHNNn...Hikssss...oaargghhnnnnn huwaaargghnnn...!!”

Tubuh Aina tersentak-sentak hebat, ia bahkan tak dapat mengendalikan tubuhnya yang melonjak kembali akibat berorgasme, menyemburkan cairan cintanya sehingga membasahi tepian kasur, karpet, serta pahanya. Ia mengerang, bahkan menangis keenakan.

“OOORGGHNN..UGGHHHH UUHHHKKKKK!!!! Hikkss...hiksss... OHHNNN...!!”

*sfx : PLAKK!!*

Kei menampar wajah Aina yang masih mengerang kenikmatan bak kesetanan tersebut. Kemudian membekap mulut Aina dengan tangan yang tadi ia gunakan untuk menamparnya, sehingga erangan kenikmatan Aina tertahan.

“Ourrghhhh hmpph- ggrhhhnn...”

Tak lama kemudian, tangan yang ia gunakan untuk membekap Aina kini mulai menggerakkan jemarinya secara acak di dalam mulut Aina, membuat Aina mengulum jemarinya. Sementara tangan satunya menampar dan meremas pantat besar Aina. Kei tetap memaju-mundurkan penisnya, menggenjot vagina Aina yang masih saja berorgasme dengan posisi doggy style itu.

“Hnggkss..uugghhnn...uuhhhnn....”

Tubuh Aina terlonjak tak terkendali, pinggulnya tak bisa diam menikmati genjotan penis Kei pada vaginanya, bahkan kini ia pun turut menghentak-hentakkan pantatnya, menggenjot penis Kei dengan liar seakan vaginanya menggatal.

“Arrgghhn enakk Kei hnggksss.. pengen ngentott teruss ugghhnnn...fucckk...” racau Aina tanpa henti.

Kei menggenjot vagina Aina dengan menekan-nekan dan memijit batangnya ke titik G-spot Aina, sesekali dengan gerakan memutar.

“K-Keeiiii...hikkss..hwaargghnn..hikss.. hiikss..aaaahhhnnn...”

Paha Aina meronta tak terkendali menerima kenikmatan yang menjalar dari vaginanya. Vaginanya pun semakin sering meneteskan dan memuncratkan cairan cintanya. Aina menghentak-hentak pantat serta vaginanya tak terkendali, ingin penis Kei terus menggaruk lubang kewanitaannya.

“KKhhh..Keeii...ogghnnn...ugghnn...”

*sfx: PLAKK!!*

Tangan Kei yang tadinya untuk membekap Aina kini tahu-tahu sudah menggenggam ikat pinggang, dan mencambuk punggung Aina cukup keras.

*sfx : PLAKKKSSSS!! CPRETT!!”

Kali ini kedua belah pantat Aina menjadi sasaran cambuk ikat pinggang. Tubuh Aina menegang, terutama bagian paha serta pantatnya, menahan rasa sakit yang diterima akibat cambukan ikat pinggang.

“E-eeergh, aagghh aghhh”

Kei mendiamkan penisnya sejenak di dalam lubang kenikmatan tersebut. Tangannya perlahan mengelus pantat Aina yang tadi ia cambuk dengan ikat pingganggnya.



*Sfx: CPLAKKSS!! PLAKSSS!! CPRETSSS!!*

Kei kembali mencambuk pantat Aina bertubi-tubi, membuat Aina memberontak kesakitan, badannya bergerak refleks ingin lepas dari Kei, namun Kei menahan pinggang Aina setiap kali ia memberontak. Sehingga dampaknya pinggang dan pantat Aina meronta-ronta tak terkendali namun dengan penis yang masih menancap di vaginanya, membuatnya seolah ia sendiri yang menggenjot penis Kei di vaginanya.

“Oaaarrghhh,hhrrgghhnkss...hikks..aahkkkkk..aahhhhhkkkss!!!”

Kei terkesima dengan pemandangannya, bagaimana tidak, mencambuk Aina pun malah membuat Aina semakin menggenjot penisnya, dan cairan cintanya terus-menerus menetes. Terlebih ekspresi Aina yang menangis menahan sakit sekaligus nikmat, membuat keinginannya untuk berorgasme semakin melonjak.

Masih dengan birahi di ubun-ubun, Kei mencambuki pantat Aina dengan keras beberapa kali.

*sfx : PLAAKKSSS!! PLOKKSSS!!! CPRRTSS!!*

“AMPUUUN KEEIII, HNGGKKSSSS...AAHHHKKKK ... URRGGHHNNNNN!!”

Rengek Aina bak kesetanan akibat menerima rasa nikmat pada vaginanya serta cambukan bertubi-tubi pada pantatnya.

“Errgh, Ainaaa...”











Kei melepaskan penisnya tiba-tiba, dan dengan sigap ia mengarahkannya pada mulut Aina untuk dikulum.

“Sepongin, Na...”

Kei menyodorkan penisnya sembari menahan perasaan ingin orgasme. Aina langsung melahap penis Kei, mengemutnya maju mundur. “Orrgghhkk...ergghh..hngghhkhnn....”

Kei meraih kepala Aina lalu menggerakkannya dengan kasar, supaya mulutnya tetap mengulum penisnya.

“Owwghh sh-shiitt...yang enakkhh nyepongnyaa...ohhnnnkn...”

Aina pun menghayati mengulum penis Kei maju-mundur, sesekali menjilati permukaan penisnya bak sedang menjilati es krim. Sesekali mencupangnya. Tak lupa tangannya menjamah dan meminjat lembut biji pelirnya.



“Mhhhn...uhhmmn...slrrrpss..ckk...”

“Ughh...hhhhhnnn..” terdengar deru nafas Kei yang semakin memberat. Kemudian, jilatan Aina berpindah menjamah kepala penisnya, mengemut kepala penisnya kuat-kuat serta menggelitik lubang kencingnya.

"Errrgghhkk...khkhhhh...”

Kei semakin terlonjak, terlebih saat Aina sesekali mengemut dengan lembut kedua biji pelirnya.

“A-aaahh....ohhhh...”

Kei semakin menjambak dan mengacak rambut Aina tak menentu. Sebenernya ia merasakan penisnya semakin berdenyut dan akan memuncratkan cairan maninya. Namun, ia ingin menahan orgasmenya sedikit lebih lama.

Rasa permukaan penis dan buah pelir Kei yang menjamah indera pengecapan Aina membuatnya kembali terangsang. Dengan penuh perasaan dan nafsu, Aina melahap penis Kei dalam-dalam, bahkan dapat dibilang ia mencoba deepthroat, kemudian mengempotnya di mulut.

Vagina Aina kembali meneteskan cairan birahi, berdenyut ingin kembali ada yang ‘mengisi’nya.

“Keiii...apa boleh memekku puasin kontolmu lagi? Pleaseee...”

Rengek Aina dengan vulgar, memelas, melepas kulumannya, namun tangannya tetap mengocok penis Kei yang sedang berdenyut-denyut itu.

Kei tak menjawab, melainkan memutuskan untuk berbaring telentang di kasurnya, tentu saja dengan penis yang mengacung bebas. Kemudian, ia menjambak rambut Aina, dan menariknya dengan kasar sehingga Aina tertarik ke kasur dan menindih badannya.

“Sini, lonte. Gua tau lu haus kontol.” hina Kei

“Ugghhh makasih Keii... agghhnnn...”

Aina segera bangkit, menduduki tubuh Kei, dan menancapkan penis ke dalam vaginanya.

*Sfx : Blessstt!*

Vaginanya pun kembali merasa nikmat dan mulai memijiti penis Kei di dalamnya.

“Aaaghnn..enakk bangett...oaaghnnn...”

“Ughh.. puasin tuh memek gatalmu, Na.” ujar Kei, yang mulai menikmati Aina yang menggenjot penisnya yang semakin berdenyut tak terkendali.

“Enaakkhh bangett ,uggghhh sshhtt...aaaghnn...aaaghnnn....”

Aina menggenjot penis Kei dengan liar,tak terkendali. Setiap senti dinding vaginanya memohon garukan penis Kei.

*sfx : Cpllakkkss plokkksss pllokksss....!!”

Suara genjotan kelamin mereka semakin terdengar saat Kei memutuskan untuk tidak berdiam diri, ia pun menggerakkan pinggangnya, menghantam vagina basah Aina dengan penisnya yang berdenyut-denyut dan kepala penis yang semakin sensitif.

Kei merasakan cairan kenikmatannya mendesak keluar dalam hitungan saat. Bahkan Kei menggenggam pinggul Aina kuat-kuat supaya Aina tak berhenti menggenjot penisnya.

“Ewwwrrgghhh ,huaargghh..aaaghnn...aaghnnn..!!!”

Aina menangis keenakan, menjulurkan lidah, karena hentakkan yang ia rasakan berkali-kali di dinding vaginanya, bahkan terasa akan menembus rahimnya. Beberapa kali Aina memberontak ingin melepaskan diri dari cengkraman Kei, namun Kei tak sedikit pun melonggarkan cengkramannya.

“Fucckkk aaahhh keep moaning,bitchhh.. uuggghnnnn...!!”

“Hiksss Keiii ooohhhh...ohhhhh...hwaaagghnnn...!!”

Denyutan pada penis Kei yang dipijit oleh denyutan vagina Aina, serta raungan dan tangisan kenikmatan Aina membuatnya tak lagi dapat menahan ‘ledakannya’.

“Ohhhh ooggghnnnn gua mau muncratttt Naaa Ohhh ohhh AINAA—aaaakkhhhnnn!!”

*sfx : CROOOTSSS CROOTTTSS SPLUURRTTTSS ..CREETTSSSS!!!”

Cairan ejakulasi Kei menyembur, menembaki vagina serta rahim Aina tanpa ampun.

“AAAAHHH aaahhh, HWARGGGHNNNNN HWOORRGGHHN!!!”

Aina menjerit, mengerang kenikmatan, ia kembali berorgasme dan memuncratkan cairan cintanya.

*sfx : CRREETTSSS SRTT , CPLRRTSSSSS..!!!”

“UGGHHH Naaa pejuh gua keluar banyakk anjinggg...dasar lonte anjingggg..!! “ racau Kei, masih menghentak-hentak vagina Aina yang mentok, ia masih saja mengeluarkan cairan maninya dengan jumlah banyak.

“Haarrgghhhnn Oaargghhnn.. K-Keeii muncratiiinn teruuss arrghnn..hangat bangeett... hiksss..!!”

Racau Aina, menjerit bagai kesetanan, sembari meremas-remas sendiri payudaranya , dan vaginanya yang masih memuncratkan cairan cinta tak terkendali.

*sfx : CROOOTTSSS CPLRRTSS CRETTTSSS.. SRRTTSS..!!*

Sementara Kei mulai merasa orgasmenya tuntas, ia masih sempat menyiksa vagina Aina yang berorgasme.

*sfx : PLAAKKSS , PLAKKSS!*

Kei menampar vagina Aina yang berorgasme dahsyat dan masih menyemburkan cairan tersebut, sesekali mencubitnya karena gemas dengan vagina Aina yang terlihat tembem. Namun..

“Aaaaaahhh Keeei.. hnggkksss hikss I-i can’t stapphhh...aargghnnnn!!”

Aina menangis kencang, tubuhnya semakin menggelinjang tak terkendali terhentak-hentak, kakinya menendang kesana-sini sementara pinggulnya kini menghentak-hentak selangkangan Kei dengan cairan yang masih saja menyemprot walau sudah tidak sederas tadi.

“HIKSSS AAKKHHHH... OOUUGGHHHKKHHH... ERGGHHHNNN..”

Sudah pasti kasur dan tubuh mereka basah karena cipratan cairan cintanya. Hingga setelah hampir semenit, vagina Aina semakin jarang memuncratkan cairan cinta, meski masih terlihat berkedut sesekali.

“Aaaargghh...aahhh...aaahhhhnn...”

Aina ambruk, menggelepar hebat, tak sadarkan diri. Hanya putih bola mata yang kini terlihat di tatapannya.

“Aina, Aina!”

Kei mulai panik, ia bingung harus melakukan apa selain beranjak dan mendekap kepala Aina.

“EEERGGGGHHNNNNNNNNNN...!!!”

Satu semprotan hebat terakhir yang muncrat dari vagina Aina.

“Haarrggh...aahhh...ahhnnn......”

Kemudian orgasmenya mulai mereda. Tubuh Aina kini melemah, meski masih terlihat gemetaran. Terlihat vaginanya yang sudah berlumuran cairan mani Kei yang sangat banyak dan sudah bercampur cairan cintanya.

“Hikss..hikss...hu...”

Aina mulai menangis lemah. Kei menenangkannya.

“Sssh..sudah, nggak apa, Na... hhmnnn..” ujar Kei,sembari memeluk tubuh Aina, membelai kepala dan mengelus pipinya.

“Aku tau kamu lemas.. istirahatlah..”

Aina bahkan tak lagi sanggup berbicara, ia hanya menatap Kei sejenak, dan mulai tertidur.. dengan senyum yang perlahan tersungging di wajahnya. Senyum kepuasan.

Kei pun tertidur karena lemas dan staminanya yang terkuras habis.

[ Bersambung...]
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd