Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [BDSM] Chillhood, chillmate

Chapter 13 : 4 Days Unread Message...

====================================
Narrator P.O.V

[Hari Senin, pukul 10:00]

Setelah berkutat dengan software 3D-nya untuk menyelesaikan proyek dan tanpa membuka sosial medianya sedikit pun, akhirnya Aina dapat merasa lega sekarang.

Hari ini adalah hari terakhir batas pengiriman character design untuk game War*frame, dan Aina baru saja men-submitnya ke situs official milik DigiEx, publisher War*frame.

“Ah, semoga usaha kita selama 2 bulan ini tidaklah sia-sia...” gumamnya, dalam hati.

Aina pun lantas membuka handphonenya, lalu jarinya mengarah ke aplikasi Messenger, dan... ternyata ada beberapa notifikasi masuk dari Kei.

“Kei..? sent a video? Ngirim video apa.. kok notifikasinya gak muncul?”

Lagi-lagi Aina keheranan, pasalnya sudah beberapa kali aplikasi tersebut tidak memberikan notifikasi apapun pada handphonenya, padahal ada saja teman-teman di Facebook yang mengiriminya pesan. Terlebih sudah terhitung dua hari yang lalu sejak Kei mengiriminya pesan.

Aina pun membuka pesan dari Kei, sekaligus ingin mengabarinya, namun...

“Oi, Na!”

Sapa Adit dari belakang, yang tidak tahu bahwa saat itu juga Aina sedang terkaget melihat apa yang ia dapatkan dari Kei di Messenger. Ia pun buru-buru menutup pesannya supaya tidak ketahuan oleh Adit.

“E-eh, Adit! Udah kelar nih, kelasnya?”

“Udahh dong.. cuma teori ini ..”

“Ohh gitu, eh lu bareng Kei??” tanya Aina

“Kuliahnya sih kagak bareng, tapi tadi makan bareng gua, kok. Kayaknya sekarang dia udah pulang ke kosannya.”

“Ohh, gitu ya? Oke deh, Dit. Makasih yaa!”

Adit pun mengiyakan, namun terheran-heran melihat Aina seakan sudah siap untuk pergi.

“Eh, mau kemana lu?”

“Pulang dulu, ada urusan, hehe. Daah~”

Aina pun pamit kepada Adit dan orang-orang yang ada di sekre Gekibara tersebut.

Adit pun hanya menatap Aina yang perlahan menjauh meninggalkan sekre, dengan tatapan menyelidik.
------------------------

[Pukul 10:30]

*Sfx : Tok tok tok!*


“Masuk aja..!”

Setelah sebuah suara mengizinkan masuk, Aina pun melangkahkan kaki dan masuk ke kamar Kei.

“Oh, Aina?” ujar Kei, dengan ekspresi datarnya seperti biasa. Namun ia tak menoleh sedikitpun, karena sepertinya ia sibuk bermain game.

“Iya, Kei... Apakah aku mengganggu?”

“Enggak, kok.”

Aina pun duduk di tepian kasur milik Kei. Benar saja, Kei sedang bermain game, kali ini bermain game Skyrim.

“Wah, masih main game Skyrim aja lu.. Gua juga pengen..”

“Ya main lah..”

Aina pun merebahkan badannya di kasur, dan menggeliat.

“Heeuaah.... kurang tidurrr gini... jadi ngantuk...”

“Ohh gitu ya..” ujar Kei

By the way, Kei, aku udah ngirimin projek kita ke DigiEx, lho!”

“Oh iya? Baru aja gua mau nanya itu. Makasih ya..” ujar Kei, masih saja tidak menoleh kepada Aina.

Aina hanya mengangguk. Ia memejamkan matanya sejenak, kali saja ia bisa tertidur jadinya ia takkan mengganggu Kei.

Tak lama kemudian, Aina pun mulai memasuki fase dimana ia akan tertidur lelap...

Kei pun segera menyudahi permainannya, dan menutup laptopnya. Kemudian ia beranjak sejenak untuk pergi ke kolong meja, dan mengambil seutas tali tambang.

--------------

“Kamu kemana aja, sayang..?”

Aina yang baru saja terlelap, kembali terbangun dan terkaget karena tahu-tahu Kei menindih tubuhnya sembari berbisik.

“Hmm? Kemana aja...? Chat-ku gak dibales dari 4 hari lalu...”

“E-eh.. K-Kei...”

Baru saja Aina hendak membalas, Kei mendekatkan bibirnya pada bibir Aina,

“Hmnhh..mmphnn...hhmmnnhhn..”

Bibir serta mulut Aina terkunci oleh ciuman Kei padanya. Kei mencium bibir Aina dengan perlahan, mengemut dan mengulum bibir serta lidah Aina. Nafasnya berhembus memberat menahan birahi.

“E-ehmm...mnhh...hhhhnn...mphhnn..”
Aina menyambut ciuman Kei dengan tak kalah mesra, menuangkan kerinduannya akan sosoknya yang padahal baru beberapa hari tidak bertemu. Terlebih sudah sejak lama tubuhnya ‘setuju’ akan Kei.

“Slrrpss..mhhnn...cckss....hmnnn..”

Bibir dan lidah mereka saling berpagutan, saling melumat mesra sehingga terdengar suara decak air liur.

“Errgghnn..mhnn..sslrrppss..ughghnnn...”

Aina merasakan kedua buah dadanya diremas dengan lembut oleh Kei, sembari Kei masih saja mempermainkan lidah Aina dengan beradu lidah dan memperdalam ciuman.

Aina hendak mendekap kepala Kei, tak ingin Kei melepas ciumannya, namun, tiba-tiba...

“Diam.”

Kei melepas ciumannya, dan menahan kedua tangan Aina hingga terhempas di kasur, menguncinya.

“Lu mulai mengabaikan gue, Na?”

“E-ehh...?”

Aina merasa gugup dengan pertanyaan mendadak seperti itu.

“M-maksudnya? M-maaf,a-aku---“

Tak memberi kesempatan untuk Aina membela diri, Kei menampar pipi kiri Aina keras-keras

*sfx : PLAAAKKK!!!*

“H-hhheehh...hhiksss...aahh...”

Aina meringis, merasakan nyeri pada pipi kirinya. Ia merasa ketakutan, namun birahinya justru tak mau surut setelah menerima ciuman dan perlakuan kasar Kei pada dirinya.

Senyum Kei perlahan tersungging di bibirnya melihat reaksi Aina. Berbeda dengan perlakuannya sesaat lalu, ia menggenggam dengan lembut, dan mengangkat kedua tangan Aina.

“Lu harus dihukum gara-gara ini.”

Kemudian Kei mengeluarkan seutas tali tambang yang ia beli pada Sabtu lalu, dan mulai mengikat kedua tangan Aina.

“K-Kei...”

Aina hanya bisa berkata lirih, memandangi perlakuan Kei yang mengikat tangannya tanpa kata-kata.



“Nah.”

Setelah Kei menuntaskan mengikat kedua tangan Aina, ia pun mulai menjambak rambut Aina.

“Ayo Na, ikut gue.”

“A-aaahkk...kkhhh...”

Kei tidak mempedulikan erangan Aina yang kesakitan akibat menjambak rambutnya. Ia menyeret Aina sehingga mendekati kaki meja yang ada di kamarnya. Aina pun (terpaksa) mengikutinya dengan merangkak menggunakan lutut serta sikunya.

Dengan posisi Aina yang rebahan telentang di karpet, dengan kepala yang bersandar pada bantal yang ternyata sudah disediakan, Kei mengangkat kedua tangan Aina di atas kepalanya, mengikatkan kedua tangan Aina yang telah terikat ke salah satu kaki meja. Kaki meja tersebut memang kuat sehingga tidak mudah bergeser.

Aina hanya bisa menatap Kei yang kini ‘menghukum’ dirinya dengan tatapan nanar, linglung.

Kei menyodorkan jari telunjuk tangan kirinya ke mulut Aina, menerobos masuk ke dalamnya.

“H-hhmnnh..mhhnn...”

Sembari mempermainkan lidah Aina dengan jari telunjuknya, Kei bertanya,

“Na, kamu serius...?”

Belum sempat Aina bertanya, Kei melanjutkan, “kamu serius tentang keinginanmu waktu kita mandi bareng...?”

Aina langsung teringat ucapannya kala itu. Bagaimana tidak, hal tersebut adalah ungkapan atas fantasinya setelah sekian lama.

Aina mengangguk.

Melihat reaksi Aina, Kei kini malah berdiri, sembari melipat tangannya.

“Gimana gua bisa percaya?”

Aina menatap Kei dengan bingung, sedang memikirkan cara untuk menjawabnya. Akan tetapi..

“Hmphhnn!”

Aina terkejut saat Kei tiba-tiba menginjak wajahnya dengan kaki kanannya.

“Gimana gua bisa percaya, sayang?”

Seakan tak memberi kesempatan Aina untuk menjawab, ia malah menggesekkan telapak kaki kanannya di mulut Aina.

“Kuulangi, gimana caranya gua bisa percaya lu?”

Kini Kei pun menyodorkan jemari kaki kanannya ke mulut Aina, sebagai tanda agar Aina menjamah jemari kakinya dengan mulutnya.

“Hmmphnn..ugglpphh—slrrpss...mphhnn uhhukkk...”

Jemari kaki Kei masuk ke dalam mulut Aina, yang secara refleks mulut Aina tidak siap dengan itu, namun Kei tetap memaksanya masuk ke dalam mulut Aina sehingga mau tak mau terkena kuluman dan jilatan dari Aina.

“Hmphhnn..slrrpss....hhmpnnphh..glgppphh..”

“Ohhh... hhmm..”

Kei menikmati sensasi baru yang menurutnya juga tak biasa, namun nikmat untuk dirasakan pada kakinya.

“Ahhnn.. gitu ya, Na...”

Kei terus “mengacak-acak” mulut Aina dengan jemari kakinya, sehingga air liur Aina berceceran.

“Slrrppss..hmhplhnn..ggghhnn...ummpphnnn.slrrpss...”

“Hah? Aina, kau bahkan suka kakiku? Hahaha!” ujar Kei, tertawa puas saat mengetahui Aina semakin menikmati mengulum jemari kakinya.

Padahal, jauh dilubuk hatinya, Aina dilema. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak oleh orang yang telah lama ia sukai. Posisi Kei tidak bisa melihat airmata Aina yang mulai tumpah akibat penghinaan yang diterimanya, terlebih karena airmatanya ikut tersapu oleh telapak kaki Kei. Namun, di sisi lain, ia merasa bahwa ia kini merasa semakin ‘dekat’ dengan Kei, dan mengetahui bahwa fantasinya menjadi budak seks Kei kini perlahan terwujud. Ditambah ternyata kaki Kei tidak terlalu kotor dan beraroma yang tidak mengganggu, sehingga Aina perlahan menikmati dan mengulum setiap inci jemari kaki Kei. Terlebih tubuh Aina tak mau menolak untuk terangsang, dan ‘lubang bercinta’nya pun tetap membasah semenjak Kei menciuminya tadi.

“Ahh... you’re doing it good...” puji Kei, yang kini perlahan mencabut jemarinya dari mulut Aina. Namun kini ia gantian mendaratkan telapak kaki kanannya di mulut Aina.

“Jilatin ya, sayang...hmnn...hmnn...”

Aina menjilati telapak kaki kanan Kei dengan perlahan, menyapu setiap debu yang ada di telapak kakinya. Sesekali Aina mendengar suara tawa Kei yang merasa tergelitik.

“Hahaha...uhh.. hhmnn...”

Kei pun menyudahi tindakannya yang ‘menginjak’ Aina tersebut, ia kembali menarik kakinya.

Kei kini kembali duduk bersimpuh di sebelah Aina, sembari menarik lembut dagunya.

“Gimana, enak ya rasa kaki gue? Haha...”

“Iya.. enak kok sayang..hhmnn..” jawab Aina, berusaha menyenangkan hati “majikannya”.

“Tapi.. jorok juga ya elu...”

Kei mendekati wajahnya pada wajah Aina, dan menjilati setiap air liur Aina yang menetes dan membekas saat ia menjilati kaki kanan Kei tadi. Aina yang mengetahui maksud Kei, tersipu malu.

“Slrrpss..hhmnn...hmphnn..”

Setelah Kei selesai ‘membersihkan’ wajah Aina, ia pun mengulum bibir dan lidah Aina sesaat, dan kemudian melepasnya kembali.

“Mhhnnn..aahnn..”

Kei pun berkata kembali,

“Karena lu sudah membersihkan kaki gue dengan baik, gue punya hadiah buat lu...”

Kei pun meremas lembut kedua buah dada Aina dari luar kemeja yang ia kenakan. Tak lama kemudian, ia pun melepas satu-persatu kancing kemeja Aina, dan kemudian menyingkap bra hitam yang digunakannya, sehingga terlihatlah kedua buah dada Aina dengan puting yang telah tegak sejak tadi.

“Mhhnn..slrrrpss...ckks..sslrrppss..”

Dengan lembut Kei meremas, kemudian mengulum kedua buah dada Aina satu persatu, menyapu puting payudara Aina yang berwarna coklat muda tersebut dengan lidahnya.

“Hmnnn...aahhnn...”

Aina tampak menikmati jamahan mulut Kei pada payudaranya.

“Enak?” tanya Kei, tak lama kemudian melepaskan kulumannya, namun tangan kanannya tetap meremas payudara Aina bergantian.

“I-Iya..enak..”

Tangan kiri Kei mulai turun ke arah perut Aina, menyelinap masuk ke dalam celana legging panjang abu-abu yang ketat dan membentuk belahan pinggul, paha, serta betisnya.

“Ohhnn...”

Aina mendesah nikmat, meski Kei baru mengelus-elus permukaan vaginanya dari luar celana dalam dibalik celana legging panjang tersebut.

“Shhh...hhmnnhnn..”

Aina merasa vaginanya semakin membanjir saja, bahkan kini klitorisnya ikut terjamah dari luar celana dalam.

“Oouhhnn...”

“Enak, sayang?”

“Aahnn..iyaahhnn..” desah Aina, sembari menatap wajah Kei, berharap Kei memberikan lebih banyak kenikmatan pada kewanitaannya.

“Aaahh—ah-ahhhhh errrggghhnn...”

Tubuh Aina mulai meronta-ronta kenikmatan, kedua tangannya semakin merasa terjerat akibat respon tubuhnya atas kenikmatan di kala Kei mulai memasukkan tangannya ke dalam celana dalam dan mulai mempermainkan klitoris Aina yang dirasa telah menegang.

“Ohhnn...ogghhnn..”

Tangan kanan Kei masih saja menjamah kedua buah payudara Aina, dan kini memelintir putingnya yang telah menegang satu persatu.

“Hhngkksss..ohhhnnn...”

Hanya dengan perlakuan Kei yang menjamah klitorisnya, lubang kewanitaan Aina berdenyut-denyut dan pertanda hendak orgasme.

“Ahhnn...aaahhnn...”

Aina mengangkat-angkat pinggulnya, cairan cintanya sudah diujung tanduk dan siap untuk dimuncratkan..

“Eerrghhh.K-Keii..haahhnn...u-ughhnn---“

*sfx : Cklek!

“AAAHHHHNNN...EERGHHNN..!!”

Alih-alih orgasme, Aina merasa kedua puting payudaranya kesakitan karena tiba-tiba Kei menjepitnya dengan penjepit kertas berukuran segitiga tersebut.

“Akkhhh..S-ssak—“

“Gimana, Na? Masih enak?”

“Sakiiit aaahhh, akkhhhhh...” jerit Aina, tidak siap dengan rasa sakit yang menjalar di kedua putingnya serta frustasi karena gagal mendapatkan orgasme.

Kei tersenyum menyeringai melihat ekspresi Aina, dan tangan kanannya memutar-mutar jepitan kertas tersebut di puting Aina, sehingga puting Aina ikut terpuntir.

“Sakit ya? Entar juga gak bakal.. hhmnnn..”

Kei berujar dengan yakin, sembari melanjutkan mengelus klitoris Aina dengan tangan kirinya yang tadi sempat tertunda untuk menjepit puting payudara Aina. Kondisi Aina saat itu sudah dengan paha gemetaran menahan nikmat akibat orgasmenya yang tertunda.

“Eeergh..errgghh..hhahhnn...”

Aina merasakan seluruh tubuhnya mulai bergetar hebat, kenikmatan menjalar di setiap sisi tubuhnya, tak terkecuali kedua putingnya yang masih merasakan sakit karena jepitan, dan kini ia merasakan perasaan yang tak karuan di putingnya, antara rasa geli, kenikmatan, serta rasa sakit.

“Harrghhnn...K-Keii....ughnn..”

Tak mempedulikan reaksi Aina terhadap perlakuannya, Kei mulai memasukkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke dalam lubang vagina Aina yang sudah becek dan berdenyut sedari tadi. Ia bengkokkan jarinya sehingga menjamah dinding vagina Aina bagian atas, yaitu tempat titik G-spotnya berada.

Kei menikmati mengocok vagina Aina yang sudah basah kuyup tersebut, bahkan kini tangan satunya turut menjamah klitorisnya dari luar celana legging yang dikenakan Aina.

“Gimana, Na? Masih sakit?” ujar Kei, sembari tangannya tetap mengocok vagina Aina.

“Kkkkeeii..aaakkhhh... Kkkkhhnnn..”

Kini Aina merasakan kenikmatan di seluruh tubuhnya, putingnya pun kini perlahan merasa nikmat teramat sangat melalui jepitan pada putingnya, meski tetap meninggalkan rasa nyeri yang justru menambah sensasi pada putingnya tersebut.

“Uoookhhhh....khhnn....K-Keeeeii...aahhkkknnn..”

Aina mengangkat-angkat pinggulnya kembali, tubuhnya melenting bersiap menyambut orgasmenya.

“Keeii aakhhh ughhh...k-ku m-mauu keluarrrhhnn..aakkhh..enakkk akkhhhh---“

*sfx : Creeeetsss sreetttsss ssrrrtttssss....!!”

“U-Uoohhhhhkkk...oghhhkknn..oghhnn...!!!”

Tubuh Aina terhentak-hentak, bagian selangkangan pada celana legging abunya menggelap, cairan cinta Aina merembes banyak dan tak terkendali ‘mengompoli’ celananya.

“Astagaa, Aina.. ugghhn lu ngompol gini...”

“Grrhhnn...uurrggghhnnn..”

Aina masih saja menghentak-hentak tubuhnya yang tengah berorgasme, namun Kei tak mau berhenti ‘menggaruk’ lubang kenikmatan Aina walaupun kini ia memelankan gerakannya.

“Orrgghn..Keii...aakkhhnn..”

Paha Aina memberontak tak terkendali, begitu pula dengan gerakan pinggulnya.

“Aakkhhhnn...hhaaagghhnn...K-Keiii...”

Kei terus saja mengocok lubang vagina Aina dibalik celana legging abunya yang sudah membasah akibat cairan squirting nya tadi.

“He-eerhhnn..argghhnn... Okkhhhh..”

Aina menghentak-hentakkan pantatnya ke karpet sebagai respon dari kenikmatan yang ia dapatkan di lubang vaginanya yang terus berkedut.

“Sshhnn.. Na, tiga kali lagi... hmnnn..”

“O-oohhkk t-tiga k-kalii apanyaaa..aaghhnn....” tanya Aina, kebingungan, namun desahannya tetap menyelingi pertanyaannya.

Kei tidak menjawab, malah mencabut jemari tangannya dari lubang vagina Aina.

“E-eehhnn..? hhnn..”

Aina sejenak merasa kenikmatannya tertunda. Kini ia berharap Kei terus menggaruk liang kenikmatannya.

Namun, Kei malah mengelap jemarinya yang basah kuyup karena cairan cinta di permukaan celana legging di bagian luar vagina Aina yang telah membasah tersebut.

“Ngompol gini ya lu.. Hmnn..” goda Kei, sejenak. Tak lama kemudian, ia malah memerosotkan celana legging Aina hingga sebatas bawah lutut.

Kini terlihat jelas paha mulus Aina serta vaginanya yang terbalut celana dalam pink yang sudah basah kuyup.

“Ugh..biar adil, gua juga buka, ah..” ujar Kei, tak lama kemudian ia memerosotkan sendiri celana pendeknya serta celana dalamnya, sehingga kini terlihat penisnya yang mengacung tegak.

Aina terkejut, ia meneguk air liurnya melihat batang kenikmatan yang semakin ia dambakan. Terlebih lubang kewanitannya berdenyut lebih kencang, pertanda agar penis Kei segera mengaduk vaginanya.

“Aahhhn..” desah Aina, tanpa sadar.

“Heh? Hehe.. mau, ya?” goda Kei, menatap Aina yang wajahnya merah merona menahan nafsu, sembari mengelus sendiri penisnya.

Namun, Kei malah mengambil gunting yang terletak di atas meja tempat Aina diikat.

*sfx : Ckrek! Ckrek!*

“K-Kei--?!”

Ini kali kedua Kei menggunting celana dalam Aina dari kedua sisi. Setelah digunting, Kei langsung menarik celana dalam tersebut sehingga lolos dari vagina basah Aina.

“Uhh..basah gini, Na... lihat deh.”

Kei menyodorkan bagian tengah celana dalam ke wajah Aina, menekannya pada hidung dan mulutnya.

“Nih, rasain sendiri cairan memek lu!”

“E-eh..?”

Aina agak membuang muka saat Kei menyodorkan celana dalamnya, sebagai respon bahwa ia tak terbiasa menjamah celana dalamnya sendiri.

“Kenapa? Gak mau?”

Tanpa sempat menjawab, Aina merasakan Kei memegang rahangnya, dan mengarahkan wajahnya paksa untuk menciumi celana dalamnya tersebut.

“Ayo, jilat sayang.”

“Ugghnn...gglpprhh...hghnn..”

Menahan tersedak, Aina mulai menjilati dan mengulum permukaan celana dalamnya yang disodokkan Kei ke mulutnya dengan paksa.

Kemudian, Kei merangsek kedua jarinya ke dalam mulut Aina, menyodok masuk sebagian permukaan celana dalam ke dalam mulutnya, dan mempermainkan jarinya disitu.

“Ubbhhh..umpphh gglrrrppsss..glurrpphh-uughhn..”

Kini mulut Aina sibuk mengemut dan mempermainkan permukaan celana dalam sekaligus dua jari Kei.

“Gimana, Na? Suka kah dengan ini?”

Aina hendak menjawab, namun tak bisa karena mulutnya jelas-jelas tertahan oleh jemari Kei serta celana dalam yang memenuhi mulutnya.

“Enggak suka..?” tanya Kei, kali ini dengan tatapan sinis,dan tangan satunya perlahan mencekik leher Aina.

“Hrrh..glrrpphhnn...ggllrhhnnppss..uhukkkhhh...”

Air liur merembes keluar dari mulut Aina, membasahi bagian celana dalam serta kedua jemari Kei. Tentu saja responnya tidak dianggap sebagai jawaban oleh Kei. Kei kesal, ia mengencangkan cekikannya.

“Errlhh glrrphh..uhuukkhh..uhhukkkhhh...kkhhnnnn..!!!”

Kaki Aina menendang kesana-kesini, sebagai respon panik karena cekikan Kei yang menguat. Airmatanya mulai menetes, dan erangannya berubah menjadi usahanya untuk berteriak.

“Errrghkkhhh hkkkrrhhn!!! Hikksss..Heergghnn!!”

Kei tercekat sesaat, ia perlahan melepas cekikan lehernya, namun tidak untuk ‘permainannya’ pada mulut Aina.

“Jangan nangis...”

Kei menjilati air mata yang tumpah dari pipi Aina. Sejenak, Aina merasa lega bahwa Kei kini melunak padanya. Namun, ternyata dugaannya salah.

Kei juga mencabut kedua jemarinya di mulut Aina, namun kini malah memasukkan celana dalam Aina yang telah digunting untuk menyumpal mulutnya.

“Siap-siap ya, sayang...” ujar Kei, tersenyum menyeringai.

Kei kini mengarahkan wajahnya pada bibir vagina Aina yang masih basah kuyup dan licin. Ia menyibakkan bibir vagina Aina dengan tangan kirinya sehingga ia kini dapat melihat klitoris Aina.

“Hmm..”

Kei menyentuhnya sekilas dengan telunjuknya, dan merasa bahwa klitoris Aina belum sepenuhnya mengeras.

Kei langsung mendaratkan lidahnya pada klitoris Aina, menjilatnya.

“Slrrrpss...mmphhnn..”

Tubuh Aina perlahan terlonjak kembali karena sensasi pada klitorisnya yang perlahan membangkitkan birahinya.

“Hmmpphhmm...hhhnnn...” desah Aina, tertahan.

Kei terus menjilat dan mengemuti klitoris Aina layaknya sedang menyusui pada puting payudara. Selain lidahnya yang menjilati klitoris Aina dengan gerakan memutas, Kei juga mengemut dengan kuat klitoris Aina.

“Heerrggghhnn..ggghhnn...hhhnnn..”

Pinggang Aina terangkat-angkat, merasakan rongga vaginanya yang kembali berdenyut nikmat, ingin Kei lebih lama menjamah vaginanya.

Kei seakan langsung mengerti apa yang Aina inginkan. Perlahan, tangan kanannya mulai menusukkan 3 jemari ke dalam lubang vagina Aina, menyodok lubangnya perlahan.

“Hrrghnn...hhnn..grhhhhh..”

Kei mengemut klitoris Aina semakin intens, dan juga jemarinya yang terus menyodok, bahkan kini menggaruk titik G-spot Aina, seakan ia dapat menemukan ‘kelemahan’ Aina dengan cepat.

“Orrgghhnn , oogghhhnn o-oohhkk...”

Tubuh Aina kelojotan parah, ia bahkan menghentak-hentakkan vaginanya ke wajah Kei agar Kei memuaskan vaginanya lebih lama. Tak luput sensasi pada kedua puting payudaranya yang masih saja dijepit, menimbulkan rasa sakit karena putingnya yang menegang kembali, namun juga nikmat yang tak biasa. Aina merasa, jika saja tangan Aina tidak diikat oleh Kei, ingin rasanya ia meremas payudaranya kuat-kuat sebagai respon kenikmatannya.

*sfx : Cleekkss kclksks cllppss...”*

“Ooorgkkkhhh h-hhoohhhkkk o-ohhkhkk...!!!”

Wajah Kei terbentur-bentur oleh vagina Aina yang seakan ingin terus menekan wajahnya. Kei mengemut klitoris Aina yang telah menegang tersebut kuat-kuat, kemudian menggigitinya kecil-kecil. Dan tak lama kemudian ia kembali menjilatnya. Jemarinya pun semakin ‘menggaruk’ vagina Aina dengan intens, bahkan lebih menekan G-spot Aina.

Nafasnya semakin memberat, Aina kini merasa sangat ingin Kei ‘mengaduk’ vaginanya dengan penisnya sekarang juga, pun merasa tak bisa lagi menahan orgasmenya, ia merasa dirinya akan kembali ‘meledak’.

“Mhhhnn Naa, mau muncrat lagi? Keluarkan sayaangg..hmnnhnn..” goda Kei, semakin bersemangat mengocok vagina Aina

“Herrghhhhh grrhh o-ooghhhhkkkknn ... hhnkknngkkss... hngkksss... Oohkhkkkhhh--!!!”



*sfx : Crrroootsss cruuutsssss crettsss crtttssssss sstttsss*

“OOHHHGGGHNNNN--!!!”

Aina terus mengejang, menyemprotkan cairan kenikmatannya yang mengenai wajah Kei, sehingga kini wajah Kei basah kuyup seketika. Sebagian lagi mengenai kerah kaos Kei, serta tertampung di mulut Kei yang sedari tadi menjamah vagina Aina.

“Ouuhhhhkkk hhnnkkhhsss... Ooooorrghhhknn!!!”

Aina terus saja mengerang dan kelojotan, vaginanya pun masih menyemprotkan cairan cinta walau kini intensitasnya semakin berkurang.

Kei menyeka wajahnya sejenak yang basah kuyup. Tak lama kemudian, ia mencabut jemarinya dari vagina, dan menghampiri kembali Aina, melepaskan sumpalan celana dalam pada mulutnya.

“Aaaaahnn..harghhnn..ahh-hhhaahnnn..”

Kini desahan dan erangan Aina terdengar jelas.

“Hmphh!!”

Kei langsung melumat bibir Aina,dan lidahnya menyeruak masuk ke dalam mulut Aina.

“Glerkkhhh—mpphhnn..mmplhhnn..hngkhhhss..”

Ternyata Kei ‘mentransferkan’ air liur dan cairan cinta Aina yang tadi tertampung di mulutnya, untuk kemudian ‘dimainkan’ bersama dengan Aina di mulutnya.

“Slrrpss..mphhnn...hhmplhnn..”

Aina menyambut ciuman Kei dan turut mempermainkan air liur serta cairan cintanya sendiri bersama-sama di mulut mereka, dengan lidah yang saling berpagutan.

Tak ayal, saliva pun teruntai deras dari mulut mereka, saat Kei melepaskan kembali ciumannya.

“Ohhh...”

Tiba-tiba Kei mendesah sendiri, saat melihat penisnya yang mengacung bebas telah berdenyut-denyut, bahkan mengeluarkan cairan pre-cum, pertanda sebenarnya ia sudah sangat ingin menyetubuhi Aina.

“Hnnnngggggkss!!!”

“Emutin, Na.”

Kei menekan kepala Aina supaya ia mengulum penisnya semakin dalam. Aina berusaha menggerakkan kepalanya, mengemut penis Kei dengan mulutnya maju mundur.

“Aarghhh...hu-urrghh..”

Kei mendongakkan kepala menikmati penisnya yang kini seakan dipijat oleh mulut serta lidah Aina.

“Sepongin sayang...ughhkkkk sepongin yang kencenggg..” desah Kei, tanpa sadar karena merasa penisnya kembali dijamah dan dirasa makin sensitif sejak ia bermasturbasi di hari Jum’at lalu namun tak sempat berejakulasi.

Kei semakin membenamkan wajah Aina, menyodok penisnya maju-mundur sehingga beberapa kali menyeruak mengenai kerongkongannya.

“Uuhhhukkkkhhhh......grrrlpssss...hhmpphhhh....”

Aina menyedot penis Kei sebisa mungkin, tersedak berkali-kali.

“Uhhukkhh ggllphhss slrrpss..mpllhnn...”

Kini Aina pun merasakan penis Kei yang semakin menggembung di mulutnya, pertanda Kei mungkin akan berejakulasi. Namun,

*sfx : Pleps!*

Kei menarik kembali penisnya dari mulut Aina, sementara kini mulut Aina berlumuran air liur.

“Uhuk uhukk.. ukhukkk!!”

Aina menghirup nafas sebanyak-banyaknya, mencari oksigen.

Namun, Kei kini beranjak memeloroti celana legging abu-abu dan meloloskannya dari paha Aina. Kini tubuh bagian bawah Aina telanjang tak tertutupi sehelai kainpun, melainkan vaginanya yang terlihat basah kuyup.

“Mau dimasukkin kemana?” tanya Kei, sembari duduk bersimpuh di samping Aina dan memperlihatkan penisnya yang mengacung tegak.

“Di memekku..”

Namun Kei malah menarik kuat-kuat penjepit kertas yang menjepit salah satu puting payudara Aina.

“Minta yang bener, anjing!”

“Akkkhhhnnn Keeei...s-saakitthhh..”

*sfx : PLAAKK!*

“Gua tanya lagi, mau dimasukkin kemana???” ujar Kei setelah menampar Aina, menyodorkan penisnya di mukanya. Namun kali ini tangan kirinya ‘usil’ memijat-mijat klitoris Aina.

“Herggghnn.. ughnn...”

Paha Aina refleks bergetar, pinggulnya kembali menggeliat menikmati pijatan jemari Kei pada klitorisnya.

“Heh lonte, puasin kontol gua! Mau dimasukkin kemana??” tanya Kei, mulai terdengar emosi karena Aina tidak menjawab pertanyaannya.

“Aahnn..m-memekkhhu...urrghnn hnhkkhghhh...” jawab Aina dengan racauan pengaruh kenikmatan pada klitorisnya.

“Apaan, gak jelas??” tanya Kei, sengaja mengetes Aina.

“Masukkinn ke memekkuu Keei...hnggkkss ahh... pleaseee...aakkhhnnn... kumohonn entott akuu...”

Erang Aina, memohon-mohon karena tak bisa menahan rasa nikmat pada vaginanya yang semakin meminta untuk segera ‘diisi’.

Kei pun mulai beranjak, mengangkat kedua paha Aina agar melingkari pinggangnya. Kini ia berada di antara selangkangan Aina, dan mulai memasukkan penisnya ke dalam vagina Aina.

*sfx : Pleeeppsss...*

“Aaaahhnnn...”

Kei mulai menggenjot penisnya perlahan, namun hanya sementara karena tak lama kemudian ia mulai mempercepat genjotannya pada vagina.

“Aahh ahhhnn...ahhh...”

“Errghhhh K-Keeeii..aaghhkkk ouuhhhkkknnn...”

Tubuh Aina terguncang-guncang sebagaimana Kei mencengkram kuat-kuat pinggang Aina dan menyodok vaginanya bertubi-tubi dan tak terkendali.

“Ohhhkk K-Keiii plss..pelan-p-pelan aahhnn hhhhhkkhhnn...”

Aina menggerakkan pinggangnya berulangkali, mencoba beradaptasi dengan gerakan Kei yang menggenjotnya dengan kasar, tanpa ampun.

“Errghhh...ha-aahhkkkkhh....kkkhhhh...oukkkhhh...”

Namun Kei tak mengindahkannya, ia tetap menggenjot vagina Aina dengan kasar dan brutal, sebagai reaksi atas penisnya yang ingin segera dipuaskan. Aina mengerang kenikmatan, namun juga perlahan muncul rasa sakit, ia merasa seolah Kei hendak menghantam dinding rahim dengan penisnya.

“Ooogggkhhh ohhhkkhh fuuuccckkk... enakk bangett memek lu anjingggg..” racau Kei sembari menyodok vagina Aina, tak terkendali.

*sfx : Cplokkkss plokss plookss cplokss

“Aaaaaahhhhh... hiksss...uughhhnnn... huuuhhhh.. ampuunnn Keeeii..akhhnnn...”

Tubuh Aina kejang-kejang tak terkendali, lidah Aina sampai menjulur menahan rasa nikmat pada tubuhnya. Airmatanya pun menetes. Aina terheran karena ia merasakan hawa yang berbeda saat Kei menyetubuhinya sekarang ini, ia merasa seperti Kei benar-benar marah, atau kecewa.. ia tak dapat menebaknya dengan pasti.

“Keeeii ampunnnn..aakkhhhh..oukkhhhnnn...”

Namun apa yang dilihat Kei justru semakin merangsang birahi dan membuat penisnya semakin berdenyut-denyut. Ia melihat Aina yang kejang-kejang hingga membusungkan dadanya, serta wajah Aina yang memerah serta menangis memohon-mohon padanya, membuat Kei terpicu untuk meremas salah satu payudara Aina di kala persetubuhannya.

“Keeeii akkhhh..sakiitttttt!! Aaaakkhhhnn!!”

Aina menjerit kesakitan karena Kei meremas payudaranya bergantian yang masih dijepit oleh penjepit kertas pada bagian puting.

“Shiitttt oohhhh... errghhhnn...”

Kei merasa tak lama lagi penisnya akan memuncratkan ‘lahar’nya. Dengan birahi yang menggelegak, tangannya yang tadi ia gunakan untuk meremas payudara Aina kini beralih menjadi menampar wajahnya beberapa kali, tak terkendali.

*sfx : PLAAKKSS PLaAAKSs, plaakkss!!*

Tangisan Aina semakin kencang,

“HWAAAARRGGHHHH... AAAHHHHH...”

Dan tentu saja Aina merasakan sodokan penis Kei pada vaginanya semakin tak terkendali dan menghantam titik G-Spotnya berkali-kali, sehingga Aina pun merasakan sakit dan nikmat di saat yang bersamaan. Dan tiba-tiba Kei pun kembali mencengkram kedua pinggang Aina, bahkan kini seolah ia membenamkan kukunya disitu.

“Oggghh shiittt... fuuccckkkk.... oouhhnnnnn...”

Tiba-tiba Kei mengerang, dan menghentakkan penisnya kuat-kuat hingga terasa mentok di dalam vagina Aina..

*sfx: Croootttss croooottss.... creettsss...*

Kei memuncratkan cairan maninya banyak sekali, yang tak sempat ia keluarkan sejak hari Jum’at lalu. Kei terus menyodok penisnya padahal ia sedang berejakulasi, membuat rahim Aina yang menghangat dan penuh, namun G-spotnya terus merasa terjamah.

“Aaagghhnnn K-Keeeii...hhnkgggss...akhhnnn.... akkkhh keluarrrhhh aahhhnnnn...”

*sfx : Creeettss srrttsss...crrttssss.....*

Sensasi saat Kei membanjiri vagina dan rahimnya dengan ejakulasi serta sodokan Kei pada vaginanya membuat Aina tak tahan lagi membendung orgasmenya. Cairan cinta Aina kembali menyemprot, ‘mengencingi’ penis Kei yang masih di dalam, dan juga kedutan pada vagina Aina menyebabkan sebagian cairan mani Kei kembali keluar dari vaginanya.

“Aaaahhnnn....!!!”

Tubuh Aina kelojotan, kejang-kejang. Cairan cintanya masih saja bermuncratan walau tidak sebanyak yang sudah-sudah.

“Ahhhhnn..ahhhnn...ughnn....” desah dan erang mereka bersamaan, sebelum akhirnya Kei melemas, namun masih menahan tubuhnya agar tidak jatuh ambruk ke tubuh Aina.

“Hhh...”

Mereka pun terdiam beberapa saat, saling bertatap tanpa berbicara kecuali diwakili oleh ekspresi wajah mereka yang menunjukkan kepuasan.

“Egghhh..hmphnn..”

Tak lama kemudian, Aina masih merasakan sesak di vaginanya meskipun Kei telah berejakulasi. Baru saja Aina mengenyitkan keningnya, Kei berbisik,

“Na, masih kerasa tegang ya kontolku?”

Aina mengangguk, namun kini wajah ia memerah menahan malu dan gugup karena kini Kei menatap matanya lekat-lekat.

Kei pun malah kembali menggerakkan pinggulnya, menyodok perlahan lubang kenikmatan Aina dengan penisnya.

“U-uhh...”

“Kamu mau kan, muasin Tuan mu ini?” bisik Kei, terdengar mesra di telinga Aina. Meskipun, sebenarnya Kei pun heran karena ia baru saja berejakulasi lumayan banyak setelah melampiaskan orgasmenya yang tertunda sejak 4 hari yang lalu, namun kenapa ia masih saja terangsang.

“T-Tentu s-saja...”

Namun, Kei malah mencabut penisnya dari vagina Aina. Belum sempat Aina bertanya, Kei mengisyaratkan Aina agar ia berubah posisi.

“Nungging, gih!” ujarnya sembari menepuk pelan pantat Aina.

Dibantu Kei yang bersusah payah mengangkat badan Aina, kini posisi Aina seperti doggy style, dengan kedua tangan yang masih terikat di kaki meja, karenanya kini ia menahan beban tubuh dengan siku serta lutut dan kakinya.

Kei menatap sejenak kedua belah pantat Aina yang besar berlemak, serta vagina yang terlihat memerah dan meneteskan cairan cinta mereka berdua yang telah bercampur.

“Ughhhn..”

Kei meremas kuat-kuat kedua belah pantat Aina dengan gemas, sehingga Aina meringis kesakitan.

“Aaww...”

Namun, perasaan nyeri bercampur nikmat itu tak lama, karena kini Aina merasakan seperti permukaan kedua belah pantatnya tengah dicium serta dikulum setiap permukaannya—seperti seseorang yang mencupang leher, namun bedanya ia mencupang pantat Aina

“Ahhnn..ughhnn...”

Aina mengerang, merasakan kenikmatan yang lain di pantatnya. Beberapa kali Kei mencupang pantat Aina, sehingga meninggalkan bekas. Bahkan kini ia dapat merasakan Kei seolah membenamkan wajah di belahan pantatnya, dan menghirupnya.

“Ohh...ohhnnn..”

*sfx : PLAAKKSS!*

“Huhh, enak ya, Na? Hmm?!” ujar Kei, setengah membentak, setelah tiba-tiba melayangkan pukulannya pada pantat Aina dengan sol sepatunya.

“Aaaakkhh..”

*sfx : PLAKKSS PLAKSS! PLAKSS!*

“Akkhhh ampunn Keii hiksss aahhh ,uuhhhkkk...”

Aina menggeliatkan pantatnya dengan refleks, sebagai reaksi kesakitan. Namun, tak lama kemudian Kei menghentikan aksinya, dan beranjak berdiri di belakangnya.

Mulanya, Aina lega karena pantatnya tak lagi kesakitan, namun ternyata..

“Enak banget ya lu desah?” ujar Kei, sinis, sembari menendang pantat Aina sehingga tubuhnya tersungkur dan kepalanya terantuk kaki meja, tanpa bisa dihindari.

“Aahhnn..ampuunn...” ujar Aina, meringis dan merasa tak nyaman karena kepalanya terantuk.

“Ahhhhkkk!!”

Aina kembali menjerit karena Kei tetap menendangi pantatnya dengan keras. Namun, tak lama kemudian Kei menarik kembali pinggang Aina, sebagai isyarat membetulkan posisi Aina seperti ‘semula’.

Aina tampak kebingungan, pikirnya dengan begitu Kei akan menyetubuhinya, namun..

*sfx : JDUGGG!!!*

“AAAKHHHHH KEEEII...aamppuuunn...hiksss..hiksss...hhiksss.....”

Aina menangis, menjerit kesakitan dan memohon ampun supaya Kei berhenti menendangi pantatnya dan membuatnya tersungkur sehingga kepalanya kembali terantuk ke kaki meja, dan kali ini lebih keras.

“Hiksss...huhu....hiksss...urrgghhnn...”

“BERISIK!”

Kei kini malah menginjak kepala Aina dengan kaki kirinya. Tak hanya itu, ia pun menekan-nekan kaki kirinya seolah bermain dengan kepala Aina dan mengacak-acak pipi serta rambutnya.

“Dah diem. Sakit ya? Maaf.” bisik Kei, namun tetap dengan nada sinis.

Aina baru saja memelankan tangisannya, saat,

*sfx : PLAKKSS!!! PLAKSS!! SLEPPTT!!*

“AAAAHHHHHKKK----“

Kei kembali menginjak kepala Aina sebagai isyarat untuk diam, akibat Aina yang kembali menjerit saat pantatnya kini dipecut kuat-kuat oleh ikat pinggang Kei.

*sf : PLAAKKSSS!! PLAAKSS!!*

“HHNGGKKSSSS HNGGGKSSSS—“

Tubuh Aina kelojotan, gemetaran hebat. Ia merasakan rasa sakit dan perih teramat sangat di pantatnya yang bahkan lukanya belum sembuh benar, namun di sisi lain ia merasakan kenikmatan ,senikmat saat Kei meremas pantatnya tadi. Nikmat bercampur rasa sakit, bagaimana fantasinya selama ini kini terwujud.”

“Hiksss..hikksss...”

Aina tak bisa berhenti menangis.

*sfx : PLAAKKS PLAKKK PLAKKSS!*

“AARRGHHHH HE-EERGGHHNN!!!!”

Aina kembali ‘meledak’, sensasi pecutan yang ia terima tak mampu membuat vaginanya kembali meneteskan cairan cinta sedikit demi sedikit.

“OGHHHNN---“

“Na.. what the fuck..?”

Kei malah menghentikan pecutan serta injakannya pada kepala Aina sejenak. Ia kini terheran melihat Aina yang bahkan berorgasme hanya karena ‘siksaan’nya. Namun ia pun tak dapat menahan diri mengocok batang kejantanannya yang juga semakin menegang setelah melihat Aina berorgasme.

“Oughhnn... Na, lu beneran suka disiksa gini, ya...”

*sfx : PLAAKKKK!!!*

“AAAHHHHHKKK-“

Dan kini pecutan keras pun mengenai bagian paha dalam dan vaginanya.

“Gini lu suka juga?”

Aina tak sanggup untuk menjawab, melainkan kembali menangis setelah menjerit kesakitan.

“Huhuhu,huuukkkhhh...hiksss...”

Namun, Kei kini malah menarik kasar pinggul Aina, hingga kini pantatnya menjulang ke arah Kei, dan pertahanan tubuh Aina dengan sikunya ambruk. Ditambah dengan payudaranya yang masih terjepit, semakin tidak nyaman.

*sfx : Blesss!!*

“Uooghhkk!!”

Kini Aina mengerang, terkaget karena ia merasa lubang vaginanya ada yang kembali mengisi. Ia pun sekaligus merasa kenikmatannya kembali.

“Ouhhh...fuucckkk...uughhhh...”

“Oohhhkkk K-Keii...ahhh...aghhhnn...”

Ternyata Kei langsung menggenjot kasar vagina Aina tanpa ampun, tak mampu lagi membendung birahinya yang ia tahan saat menyiksa Aina. Bahkan terdengar bunyi kecipak kelamin mereka yang beradu dalam birahi.

“Herghhkkhh..Keeii..aghhnn..enakkhhh..aghnnn...

“Huhhh enakk memekmu lonttee....uurrghhnn...” racau Kei, yang kini tak terkendali, sembari mulai menjambak rambut Aina, membuat kepalanya tertarik ke belakang.

“Y-yyess K-Keeii..fuckkk meee moreee...aahhhkknn..” balas Aina, yang juga merasa teramat nikmat dan lepas kendali karena Kei yang menggenjot vagina gatalnya dengan amat cepat dan kasar.

Namunn..

“AKKHHH- KEEEII UGHHHH...!!”

Aina tersentak saat ia merasakan kedua jari Kei menerobos lubang analnya begitu saja.

“AARKKHHH KEIII..Hinkgggsss...”

Kei tak peduli, ia malah kini ikut menyodok lubang anal Aina dengan kasar, sekasar ia menyodok vagina Aina dengan penisnya.

“Heerrhhh Keeeii...aakkhnn..ukkkhhnn..”

Aina merasakan nikmat, namun juga meringis menahan perih.

“Sshhh.. anjingg makin sempit memekmu, uughhh...” racau Kei, yang kini merasakan bahwa penisnya semakin menggembung dan siap memuncratkan ‘lahar’nya kapan saja.

“Hhikksss...aaakkkhhh...K-keeiihhh...uoorrhhhnnn...”

Aina tak mampu lagi mengontrol dirinya, ia merasa titik kelemahannya dihantam habis oleh penis Kei, begitupun lubang analnya yang dengan segera menikmati permainan jari Kei di dalamnya.

“Kkkeii akkhhhh... eeerrrgghhhnnn—“

Kei merasakan penisnya semakin dijepit dan dipijit oleh vagina Aina. Ia pun menyodok Aina, bahkan ‘menghantam’ penis ke dalam dinding vagina Aina sehingga terasa mentok.

“Lu ingin gue keluar di dalam, sayang??? HMm??” ujar Kei, sembari kini ia mencekik leher Aina, yang membuat Aina kini panik, namun hasrat ingin berorgasmenya semakin memuncak.

“Akkhhh ohokkhh---okkhhhh... aahhknn...”

“Jawab lonte, jawab!!” bentak Kei, mengencangkan cekikannya dan kini menekan penisnya kuat-kuat di dalam vaginanya.

“OKKHH-“

“Siapa suruh muncrat, hah? Jawab dulu, lonte!” bentak Kei, semakin kasar dan tak terkendali, namun ia menghentikan sejenak genjotannya.

“KEII PLISS KU MAU KELUARRHHH, AAKKKHH—“

Kei tak bergeming, melainkan semakin mengencangkan cekikannya.

“Tahu caranya memohon ke tuanmu, tidak? Hah? Dasar pelacur gak tau diri.” hujat Kei, meskipun hembusan nafas beratnya benar-benar terasa diakibatkan oleh menahan birahi yang sebentar lagi ‘meledak’.

“Akkhh m-maafff Keii...”

“Siapa lu manggil nama gue? Anjing rendahan, panggil gua tuan!” bentak Kei, sembari menampar wajah Aina

“Aouuhhhkk—tuaann , erghhkkhh izinkan aku keluarrrhh tuaann..”

“Ulangin!” bentak Kei, namun kini ia ‘menggoda’nya dengan menggenjot kecil titik G-spot Aina.

“Tuaaann Keii.. Ouhhkkk i-izinkann akkuu keluarrhh.. p-puasin aku dengan kontolmu tuaann...ookkhhh....” mohon Aina, dengan nafas yang juga memberat dan berlinangan air mata.

Kei tersenyum, dan mulai kembali menggenjot vagina Aina yang sudah sangat basah dan berdenyut itu.

“KKKHHHH OKKKHHH OHKKHH--- AARRGGHHH--!!!”

*sfx : Cruuutsssss sruuttsss crrtssssss sprttssss...!!”

“Ohhh yeess Na, mhhhnn k-keluarrinn semuanyaahh... aahhnnn oohhhh---!!”

*sfx : Crooootssss srrttsss....!*

Kei pun mencengkram pinggul Aina kuat-kuat, menahan nikmat saat ia kembali menyemburkan cairan maninya.

Sementara tubuh Aina menggelinjang hebat tak terkendali, memuncratkan cairan cintanya deras sekali, sehingga membasahi pahanya, paha Kei serta karpet. Terlebih kini cairan cintanya bercampur dengan cairan mani Kei yang menghangatkan rahimnya.

“OOKKHHHHNN....Hnnngkksss...”

“Ahh...ha-aahhnn...uhghhh..”

Tubuh Aina kini ambruk sepenuhnya. Kei pun berusaha mengumpulkan tenaga setelah ia berejakulasi untuk kedua kalinya. Penisnya pun perlahan kembali menciut hingga akhirnya terlepas sendiri dari lubang kenikmatan Aina.

Setelah tersadar dan menenangkan diri, kini Kei agak khawatir, menyadari Aina kini ambruk dengan posisi telungkup, dan payudaranya masih terjepit oleh penjepit kertas.

“Astaga, pasti sakit..”

Dengan cepat Kei melepaskan jeratan tali di kedua tangan Aina terlebih dahulu, dan kemudian membalikkan badan Aina serta melepas jepitannya dari payudara.

“Awh...”

Terdengar lenguhan Aina saat jepitan tersebut dilepaskan dari payudaranya. Payudaranya kembali merasakan nyeri, sebagai tanda alirah darah mulai kembali “mengisi” puting payudaranya.

Aina kini menatap kosong, seolah kenikmatan tersebut membuat ia tak sadarkan diri sejenak. Kei tersenyum, dan memutuskan untuk tiduran di karpet, di sebelah Aina.

Kemudian mencium dan mengulum sejenak bibir Aina yang bahkan sudah tak sanggup lagi untuk sekedar membalas ciuman Kei, saking lemasnya.

“Aina, bagaimana? Bukankah ini bagian dari fantasimu selama ini..?”

Tak lama kemudian, Kei memeluk Aina, menenangkannya. Hingga akhirnya mereka pun tertidur bersama.
 
Aduh gelo Kei
Kira2 fantasi Aina apa lagi ya ???
 
Aduh gelo Kei
Kira2 fantasi Aina apa lagi ya ???

wkwkwk ,kita lihat saja nanti~
Bisa dibilang, sebenernya Kei 'hanya' mewujudkan semua fantasi yang ada di folder 'nganu'nya Aina~ wkwk.

Ngalir bangeg cerita nyaaa....!malah baper

W-whoa, serius? Makasih lho opininya~Gw anggep itu sbg pujian+kemajuan buat gw dalam menulis cerita beginian :matabelo::o

Ditunggu kelanjutannya suhu
update mantaf

wwkwkw siip, thanks jg udh mampir~
 
Chapter 14 : From 1 to 9

======================================================================


Narrator P.O.V

[Pukul 17:49]

Kei baru saja terbangun beberapa menit yang lalu, dikarenakan terdengar suara pengajian dari masjid yang tak jauh dari kosannya, pertanda akan segera memasuki waktu Adzan Maghrib.

Kedua kalinya, Kei terbangun tanpa mengenakan penutup apapun di selangkangannya. Begitu pula yang ia lihat pertama kali, seorang gadis yang seharian ia setubuhi tadi pun kini tak menggunakan penutup apapun di selangkangan, sama sepertinya. Kei segera beringsut mencari celana boxernya, dan memakainya.

Terlebih, saat ia terbangun, ia merasakan karpetnya terasa lembab, masih basah.

Bagaimana tidak basah?

Kei menepuk jidat, menyadari bahwa tugas ia kini bertambah; me-laundry kan karpetnya. Dari karpet lembab tersebut, pikirannya perlahan berjalan mundur, seolah memutar rekaman akan persetubuhannya dengan Aina seharian ini.

“Tuan Kei.. boleh juga..” gumamnya, pelan. Perlahan namun pasti, ia langsung menyukai julukan tersebut.

“Kamu...satu-satunya..

Orang yang masih memperlakukanku dengan baik, menganggap dan membuatku seperti teman yang benar-benar dibutuhkan..

Aku tak yakin dengan perasaan ini, tapi yang pasti, kupercayakan semua cerita dan kisah kita kepadamu, Na..

Entah apakah nantinya aku bisa membalasmu dengan kebaikan yang serupa...”




“Hmmnnnn...”

Terlihat Aina yang mulai tersadar dari tidurnya, dan membuka matanya perlahan. Apa yang dilihat adalah hal yang sungguh menyenangkan, dan sekali lagi, menjawab mimpi Aina, yaitu adalah wajah Kei yang menatapnya saat pertama kali ia terbangun dan membuka mata.

“E-ehh..”

Kali ini Kei yang menunduk, entah mengapa ia salah tingkah saat Aina langsung tersenyum padanya.

“Na...”

Tiba-tiba Kei beranjak bangun, dan Aina terheran, meski masih setengah sadar.

“Gimana keadaanmu..? Masih lemes..?” ujar Kei, yang kini malah mendekati Aina dan mengelus pipinya perlahan dan berbisik lembut.

Aina tidak langsung menjawab, melainkan ia malah terpana, mungkin wujud lelehan lilin adalah objek yang tepat untuk menganalogikan perasaan Aina saat ini. Bagaimana tidak, masih bagai mimpi bahwa lelaki yang ia sukai dapat menjadi selembut dan sedekat ini.

Namun, reaksi Aina yang terdiam malah disalahartikan oleh Kei.

“Aina.. yaudah, pelan-pelan aja, tidur lagi juga gak apa-apa..” ujar Kei, dengan nada khawatir. “Tunggu sebentar.” ujarnya lagi, kali ini bersiap-siap pergi meninggalkan kamar kos nya. Namun, sebelum itu ia menyodorkan celana boxer yang berukuran cukup besar.

“Pakai ini. Celana lu kan basah.” ujar Kei. Aina hanya menurut, dan mengenakan celana tersebut.

“Hm.. ternyata cukup nyaman boxermu ini..” ujar Aina dalam hati. Kemudian ia melihat Kei yang bersiap-siap pergi.

“K-Kemana...?” tanya Aina, namun dengan suara yang lemah nan parau, yang akhirnya tidak terdengar jelas oleh Kei yang terlanjur pergi.



---

[Di dapur kosan]

Saat Kei hendak kembali ke kamar setelah membuatkan dua gelas teh manis hangat untuk dirinya dan Aina, ia mendengar seperti suara tangisan di lantai satu, dekat menuju tangga untuk naik ke kamarnya di lantai dua.

“Hiks...hiks..huhu...”

Ternyata, seorang lelaki remaja menangis di depan pintu kosan. Kei tergerak hatinya untuk bertanya, sementara ia menyimpan kedua gelas teh nya terlebih dahulu di meja dekat tangga.

Punten, aa’ damang..? (Permisi, kakak baik-baik saja?)” tanya Kei, walau ia tahu pertanyaannya terkesan bodoh.

Namun, sebelum lelaki itu menjawab, Kei memperhatikan penampilan orang tersebut dengan seksama.

Menggunakan jaket G*jek, menenteng helm dengan atribut G*jek pula. Dan di tangan kanannya menenteng kira-kira 5 stacks bungkus makanan berat.

“Astaga..jangan-jangan..”

Punten, aa.. Aa’ beli a—“

Beum selesai Kei bertanya, lelaki yang menangis itupun akhirnya angkat bicara,

“Kang, saya kena cancel, gara-gara kelamaan kata custnya, p-padahal tadi t-teh lagi p-penuh antriannya...”

Walaupun suara lelaki itu tercampur oleh tangisannya, Kei masih memahami apa yang ia katakan.

“N-Nah pas p-pesenannya u-udah k-kelar e-eh s-s-si cust n-nyaahh...hu huh hu... k-kayak g-gak mau t-tau g-gitu... P-padahal i-itu teh b-belinya pake uang bulanan t-terakhir s-sayah.. k-kirain b-bakal d-d-digantiin..”

Kei, walaupun tidak pernah menjadi ojek online, namun cukup kesal mendengar cerita seperti itu.

Hadeuh meuni teu sabaran pisan eta jelema.. (Aduh gak sabaran banget tuh orang,red)” ujar Kei , dalam hati.

“Waduh a.. emangnya Aa beli apa..?” ujar Kei, sembari mengelus-elus pundak lelaki tersebut, mencoba menenangkan.

Ketimbang membalas, lelaki itu menyodorkan sebungkus pesanan lima nasi goreng tersebut.

“Oh, a.. saya beli ya nasi gorengnya? Berapa?”

Tangis lelaki tersebut mulai memelan, dan kini berganti menjadi keterkejutan.

“E-eh.. beneran kak? Nggak apa-apa, gitu?”

“Iya, serius. Tapi saya belinya, hmm dua aja gak apa-apa?” ujar Kei, sembari memikirkan antara kondisi perutnya yang sudah mulai lapar, kondisi Aina yang lemas, serta jumlah uang yang kebetulan ia bawa di saku celananya.

“Alhamdulillah, gak apa-apa kak.. beneran.. makasih banyak...”

“Ok.”

Kei pun mengeluarkan dua lembar Rp.20.000,- dari celana boxernya.

“Ambil aja ya a, gak usah kembalian.” ujar Kei kembali, karena mengetahui ternyata ia membeli nasi goreng yang biasa ia beli, Nasgor GeGe, dan mengetahui harga satu bungkusnya yang di bawah Rp.20.000,-

“Alhamdulillah, terimakasih kak..makasih banyak.. “ ujar lelaki tersebut, terharu dan mengucapkan syukur.

Baik Kei dan lelaki tersebut tersenyum, dan berpamitan, Kei pun menaiki tangga dan memasuki kamarnya dengan membawa dua bungkus nasi goreng serta dua gelas teh manis hangat.



---

[Pukul 19:40]

“Hahaha!”

Kei hanya tersenyum, melihat Aina kini terlihat tertawa-tawa saat bermain game di laptop baru Kei, yang Kei persilahkan Aina untuk meminjam dan melihat-lihat koleksi gamenya. Seakan Aina lupa rasa lemasnya akibat persetubuhan seharian ini, karena ia pun merasa staminanya mulai memulih saat tadi menyantap nasi goreng serta segelas teh manis hangat.

Sedangkan Kei kini sedang mengerjakan tugas Literasi Visual di ranjangnya.

“Oh, iya, 50 ide tentang susu ya.. Aduh baru dikit idenya, susu apa lagi ya yang belum kira-kira..?

“Susu sapi, udah..

“Susu bubuk, susu coklat, susu kambing, susu kedelai, susu murni, susu bendera, susu beruang, putih susu, susu ibu, susu ayam...”

“Hah?!” Aina sejenak tertegun, mendengar Kei menggumamkan “susu ayam” tanpa sadar, saat ia mendata ide terkait susu.

Kei malah berbalik menatap Aina, kebingungan.

“Susu ayam..?”

Mereka pun tertawa cekikian bersama.

“Mana ada!” ujar Aina, setengah mendamprat.

Tak lama kemudian, Kei beranjak dari ranjangnya, dan tiba-tiba merangkul Aina dari belakang, yang sedang bersender di tepi kasurnya sembari bermain game di laptop Kei.

“Yaudah, susu kamu aja gimana...?” bisik Kei, menggoda Aina dengan meremas lembut kedua payudaranya.

“Ahhhh..K-Kei... nakaall..”

Aina meremas tangan Kei.

“Urgh..”

Kei tak memedulikan Aina, ia malah asyik bermain dengan kedua payudara Aina, meremas dan memijat payudara Aina dengan gerakan memutar.

“Ehhh..hngkkss...”

“Astagaa..uhh..obat stressku...” gumam Kei, meracau. “Gede banget nenenmu, Na...”

“Kei...uhhnn..”

Aina menatap mata Kei, entah apa lagi yang akan Kei lakukan padanya, pikirnya. Tak tinggal diam, tangan Kei ini kembali menyibak pakaian Aina, dan mulai menyelipkan tangannya di dalam bra yang dikenakan Aina dan mulai menggelitik putingnya.

“Hayo, udah keras gini aja..” bisik Kei lagi. “Apa, kamu gak mau dicium..?” lanjutnya.

Aina tertegun sejenak. Ia menatap Kei, dan perlahan mengangguk.

“Mhhnn...”

Mereka pun kembali berciuman, memagutkan bibir dan lidah satu sama lain.

“Emhhn..mmchnn..slprrs...”

Namun, ciuman tersebut tak lama, Kei langsung melepas kembali ciumannya.

“Udah ah, jangan sange aja lu...” ujar Kei, mencolek hidung Aina.


“Hei! Kan kamu yang duluan!” ujar Aina, setengah memprotes.

Kei hanya tersenyum, dan beranjak dari kasur, seolah bersiap untuk pergi.

“Mau kemana?”

Benar saja, Kei pergi meninggalkan Aina di kamarnya, tanpa berkata apapun, tanpa menjawab pertanyaan Aina.

“Keii!!!”

Namun, Aina tak sepanik itu, ia pun berpikir bahwa tak mungkin Kei benar-benar meninggalkannya di kamar ini, sedangkan ini pun kamar kosnya—lagipula, dimana Kei akan tidur jika bukan di kamar kosnya?

Aina pun terus menunggui Kei, sembari mengecek ponselnya yang sejak tadi belum ia buka kembali.

“Eh, lowbat dong HP ku...”

Aina pun mencari kabel charger , dan langsung mengisi daya baterai pada HP nya. Disaat itu pula Kei kembali memasuki kamarnya.

Kali ini, Kei membawa...

“Na, bisa bantu gue?”

“A-apa..?” ujar Aina, kebingungan sekaligus deg-degan dengan semua benda yang Kei bawa.

“Coba lu urutin, peralatan mana yang paling lo suka untuk gua pake nyiksa lu, sampai alat yang paling lo gak suka.. ngerti kan maksud gue?”

Aina tercekat. Tentu saja ia mengerti maksud Kei, namun tetap saja ia terhenyak beberapa saat...

“Cepet, Na!” bentak Kei, kesal melihat Aina yang hanya diam saja.

Dengan tubuh gemetar, Aina mulai mengurutkan benda-benda yang dibawa Kei.

“Ok.” ujar Kei, mulai mencatat seperti berikut ini :

Hari ke-1 : ikat pinggang

Hari ke-2 : nampan

Hari ke-3 : penggaris besi

Hari ke-4 : spatula kayu

Hari ke-5 : spatula besi

Hari ke-6 : raket nyamuk

Hari ke-7 : sepatu

Hari ke-8 : lilin

Hari ke-9 : silet


“Pilihanmu.. gila juga, Na. Lu beneran menikmati ini, ya?” tanya Kei. Namun Aina hanya tertunduk. Kei mendekat, mengangkat dagu Aina agar wajah mereka saling berhadapan.

“Yaudah, gua bacain peraturannya ya. Denger baik baik.”

Aina mengangguk pelan.

“Di setiap hari kita melakukan seks, dipilih satu alat siksa yang sudah ditentukan, yaitu berdasarkan yang lu urutkan tadi.

Namun, ketika gue ternyata ingin menyiksa lu dengan lebih dari satu alat, penggunaan alat di hari selanjutnya ‘diloncat’. Paham?”

“E-eh... A-aku.. agak bingung dengan peraturan kedua..?”

“Gua yakin lu gak akan langsung paham, bagus lu bertanya.” ujar Kei, tersenyum.

“Oke, contohnya di hari pertama gua siksa pake ikat pinggang, nah besoknya pakai nampan, dan berlanjut seterusnya, itu berarti di hari ketiga gua bakal nyiksa lu pakai apa?” tanya Kei, sekaligus mengetes Aina.

Aina melihat sejenak ke benda-benda yang telah ia urutkan, kemudian menjawab,

“Penggaris besi..?”

“Nah, pintar!” puji Kei, kemudian melanjutkan,

“Untuk peraturan nomer dua, misal di hari pertama gua pengen nyiksa lu pakai ikat pinggang dan nampan nih, padahal nampan itu alat siksaan lu di hari kedua. Jadinya, di hari kedua gua bakal nyiksa lu pakai penggaris besi. Sampai situ mengerti?”

“M-m-mengerti, T-tuan...” jawab Aina

“Bagus, pintar kamu!” Kei membelai kepala Aina.

“Baiklah, jadwal ini..” ujar Kei, sembari menunjukkan hasil catatannya kepada Aina, “jadwal ini mulai berlaku besok! Gua anggap lu setuju, dan lagi gua gak menerima bantahan dari lu.”

Aina terdiam, kini ia serasa dibacakan vonis oleh sang tuan.

“Terimakasih sudah membantuku...” ujar Kei, kali ini dengan gentle. “Kamu boleh tidur sekarang...”

Disuruh tidur, Aina menurut saja, ia tidur di kasur milik Kei, karena kebetulan tubuhnya masih tersisa letih. Namun, mendengar ‘vonis’ Kei terhadap dirinya, tidak membuatnya ingin tertidur, melainkan membayangkan apa yang terjadi padanya esok hari. Tak bisa dielakkan bahwa dadanya kini berdebar.

“Hmm..jadi ngantuk juga gue, tidur aja deh.” gumam Kei, yang kemudian ikut tidur di kasurnya, dan berbaring di sebelah Aina.

Masih terdengar suara degupan jantung Aina. Sedikit banyak Kei memperhatikan, dan menangkap kecemasan pada wajah Aina.

“Jangan takut...” ujar Kei, yang kini meraih pipi Aina dan mengelusnya. “Bukannya ini juga yang kau mau?”

Pertanyaan Kei yang terasa menyelidik, namun tindakannya tetap membuat Aina terlena, kini ia merasa lebih tenang, lebih baik. Aina memejamkan matanya, menikmati bagaimana Kei kini mengelus pipi serta membelai rambutnya.

“Seperti mimpi...” gumam Aina, dalam hati. “Kuharap.. tidak sirna saat ku membuka mata..
Kuharap ini bukan bagian dari khayalanku semata, seperti yang kulamunkan seperti biasanya..."


Aina kembali membuka matanya, untuk memastikan isi hatinya. Masih sama, yaitu Kei tepat di depan matanya, tengah memanjakannya dengan belaian. Tangannya terasa nyata.

“E-eh..? Na?”

Kei agak terheran saat Aina malah memeluknya erat.

“Kenapa?”

Namun, Aina tidak menjawab pertanyaannya, malah semakin erat memeluknya dan membenamkan wajah di badannya.

“Hmm, biarlah, mungkin memang tidak ingin menjawab..”

Kei pun tak lagi bertanya, dan kini ia mendekap kepala Aina, membelainya mesra. Tanpa tahu bahwa dibalik itu Aina meneteskan airmata, sebagai wujud dari emosinya yang bercampur aduk, antara bahagia, terharu, bersyukur, dan juga cemas.
 
hmhmm.. kepikiran untuk mengadakan voting :3
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd