Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [BDSM] Chillhood, chillmate

Bimabet
Chapter 9 : Waktunya Makan Malam

==============================================================


Kei P.O.V

...

Aku....tertidur?

Aku membuka mataku perlahan, masih terasa lemas di tubuhku. Aku mencoba bangkit dari tidurku dengan malas.

Kutatap jam dinding. Pukul 20:00.

Sembari kukumpulkan kesadaran, dan mencoba mengingat apa yang telah terjadi.

Mengapa aku terbangun ..tanpa mengenakan penutup apapun di selangkanganku? Mengapa kasurku menjadi berantakan dan juga basah..?

Dan lagi.. seorang gadis yang sangat kukenal ternyata tidur di sebelahku, meski ia kini membelakangiku. Kondisinya sama sepertiku, tidak menggunakan penutup apapun di bagian selangkangannya selain rok overall nya yang tersingkap, maka aku bisa melihat bongkahan pantatnya yang memerah, dengan garis bilur luka merah yang terlihat sama.

“Ugh...”

Aku membenamkan wajahku di kedua telapak tanganku. Kini aku menjadi ingat apa yang terjadi sebelum ku terlelap.

Ingatanku semakin jelas.

Aku sudah melakukan hal yang kupikir aku takkan pernah mau melakukannya, ya, aku membencinya.

Aku selalu menjawab “tidak mau” ,”tidak suka”, “tidak akan”, ketika Aina berbicara tentang seks kasar ataupun BDSM di selingan waktu kita bermain bersama. Selama ini, aku merasa lebih menikmati tontonan adegan seks vanilla, seks yang normal saja tanpa perlu menyakiti wanita. Sedangkan Aina .. kurasa ia memiliki fantasi seks yang berlawanan denganku selama ini. Aku tidak mengerti.

Perlahan ku mendekati Aina, kuusap dengan perlahan bilur-bilur di pantat Aina. Benarkah, aku yang melakukan semua ini..?

Sejenak aku membenci diriku, yang menjadi begitu pemarah seperti sifatku yang dulu, yang bahkan akan mencekik seseorang tanpa ragu jika ia membuatku marah, dan semua ku lampiaskan kepada Aina, dengan cara yang bahkan tak kubayangkan aku akan melakukannya dengan seorang wanita.

Namun, aku pun secara sadar merasa birahiku melonjak, mendapatkan kenikmatan yang luar biasa saat menyiksa dan mengatai Aina di kala menyetubuhinya. Gairahku terpacu mendengar desahan, erangan, serta tangisan Aina yang pasti memohon agar aku tak mengasarinya. Aku iba, namun kalah oleh rasa dahaga akan seks.

Sebentar, bahkan aku tak pernah terbayangkan bahwa aku akan melakukan seks dengan wanita. Aku bahkan memiliki bayangan pesimis tentang pernikahan, semenjak orangtuaku....

Air mataku menetes perlahan, namun dengan cepat aku menghapusnya. Pikiranku berkecamuk.

Bukankah aku sudah berjanji tak akan pernah menyakiti siapapun... ? Bahkan, teman-teman sepermainanku dulu mengapresiasi perubahan sifatku ini yang tak lagi sepemarah dulu.

Kemudian, aku teringat sesuatu. Aku sedang suka mandi dengan air dengan larutan antiseptik dan beraroma pohon cemara. Saat aku masih tinggal bersama ibuku, ibuku sering menganjurkanku untuk mandi dengan larutan itu, agar lebih higienis, katanya. Larutan antiseptik tersebut pun bisa membantu mengobati luka.

Setelah ku ambil segelas air antiseptik dengan kapas, aku mulai mengelap luka pada pantat Aina dengan hati-hati. Tak perlu menunggu lama untuk menyelesaikan aktivitas.

Namun, Aina belum juga terbangun, meski sayup-sayup kudengar dengkurannya. Tidakkah ia setidaknya merasa pedih saat ku mengobati lukanya, dan membuatnya terbangun? Pasti aku membuatnya sangat kelelahan hari ini...

*sfx : Kriiiukkkk...!!*

Aduh, perutku pakai keroncongan segala.

Aku pun segera mengenakan celanaku kembali, dan meraih jaketku. Pergi sejenak meninggalkan kamar kos ku untuk mencari makan malam.
------------------------------------------------

[Pukul 21:20]

Aku sudah menghabiskan makan malamku sedari tadi. Kini aku meneruskan me-rendering sketsaku untuk kontes desain karakter game.

Aku yang kini berpindah posisi menjadi bersandar ke tepian kasur. Sembari menunggu Aina terbangun—astaga, ia bahkan belum bangun juga setelah aku menghabiskan makan malamku.

“Hmm...”

Terhanyut aku dalam kesibukan menyelesaikan sketsaku itu. Semangatku kembali, dengan segudang harapan, semoga, karya kami akan lebih diapresiasi di game tersebut.

Di tengah-tengah kesibukan dan semangatku, aku sempat terpikir artikel yang pernah kubaca sekilas; apa benar ya, hubungan seks bisa membuat otak menjadi lebih jernih?

Mengingatnya, aku sedikit mesem, lalu akhirnya senyum-senyum sendiri.

“Hee??!”

Aku terkaget, tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang.

“Aina..? Udah bangun?” tanyaku

“Hmmhhnn...”

Aina hanya bergumam, namun tetap melingkarkan tangannya di perutku. Aku merasa lebih hangat.

“Laper gak, Na? Gue beli nasgor nih sebungkus..” tunjukku pada sekotak nasi goreng yang kuletakkan di sebelahku.

“Hmm..”

Dan kami pun terdiam, dengan aku yang tetap terfokus pada kerjaan.

*sfx : Kriiiukk..!*

“...”

“Tuh, Na. Laper banget kan lu?” tanyaku, sembari berbalik badan menghadap Aina.

“Ayo, makan dulu sini.” ujarku, mengambil sekotak nasi goreng.

-------------------------------------

Aina P.O.V

“Aaahh...buka mulutnya !” ujar Kei, menyuapkan sesendok nasi goreng padaku.

Aku membuka mulutku dengan senang hati, menerima suapan sesendok nasi goreng.

“Makasih, Kei...” ujarku.

Kei menatap mataku lekat-lekat, terdiam beberapa saat. Lalu ia tersenyum. Aku pun tersenyum.

“Enak?”

“Iya, enak banget..beli dimana?” tanyaku

“Oh, tadi gua ke tempat biasa gua beli nasi goreng di sana sih. Di daerah belakang kampus, tuh.”

“Ohh.. Nasgor GeGe? Emang terkenal enak itu..” ujarku

Bagaimana pun, aku meleleh kembali dengan perhatian Kei padaku. Is this what people calling as ‘aftercare’?

Sama melelehnya saat Kei memperlakukanku dengan ‘kasar’ beberapa jam lalu, sebelum aku jatuh terlelap.

Seperti mimpi..

Kei yang selama ini kukenal sebagai sosok yang tak terlalu suka bertutur halus, bahkan cenderung kaku. Juga cenderung kurang mempedulikan perasaan orang lain dan sekitar, dengan orang-orang yang ia kenal sekalipun.

“Kei..” ujarku, setelah ku menyelesaikan suapan nasi gorengku yang terakhir

“Apa, Na?” jawabnya, dengan lembut

“Apa kamu nyaman denganku, saat ini..?”

Kei menatap mataku kembali. Terdiam dalam waktu lama. Kali ini aku merasa salah tingkah.

Namun, tiba-tiba ia mendekap pundakku, lalu memajukan wajahnya.

*sfx : Cup!*

Kei mengecup keningku. Kemudian berkata,

“Nyaman, kok.”

Aku tersenyum senang.

“Tolong, jangan berhenti membuatku nyaman denganmu.”

DEG!

Aku terdiam sejenak. Meresapi perkataan Kei padaku. Namun, kini Kei merangsek ke pelukanku, ia memelukku dari samping. Menyandarkan wajahnya di buah dadaku bak bantal, sembari menyelonjorkan kakinya di kasur.

Kudekap kepalanya, ku belai lembut rambutnya yang lurus dan panjang itu.

Kini suasana kembali hening. Hanya terdengar hembusan nafas, serta suara mesin laptop Kei yang juga masih menyala, namun dalam mode sleep.



Beberapa saat kemudian...

“Kei, Kei...” ujarku, menepuk pundaknya untuk membangunkan.

“Hmhhnn..?” ujar Kei, yang tak benar-benar terlelap.

“Permisi, aku mau lanjutin projek kita..”

Kei mendongakkan wajahnya, menatapku dengan tatapan heran.

“Kenapa? Kalau udah kebangun gini, susah untuk tidur lagi.” ujarku, sembari mencoba bangkit dengan tubuh yang masih terasa pegal dan nyeri karena persetubuhan beberapa saat lalu. Kei pun mengangguk, dan kembali dengan laptopnya.

Kami pun kembali sibuk dengan tugas masing-masing pada project ini. Kei telah menyetorkan beberapa desain aksesoris karakter dari game tersebut, dan kini tugasku untuk mewujudkannya dalam wujud 3D soft-file.

“Bagus, Kei.. aku suka desain dan pemilihan warnanya..” ujarku, namun masih terfokus pada layar laptopnya.

Namun, tak ada percakapan lagi setelah itu. Sepertinya Kei sedang sibuk menggeluti desain yang lain sehingga tak sempat membalas perkataanku. Biar sajalah, aku pun akan fokus untuk mengerjakan bagian skin ini dalam versi 3D.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 23:58, sudah larut malam ternyata. Entah sudah berapa lama kami ada di sebuah ruangan, namun tak berbicara satu sama lain dan memilih terpaku pada layar laptop.

Biasanya pasangan lain, setelah bercinta mereka akan meluangkan waktu untuk berbicara, bercerita, apapun itu. Namun, ini... sama saja seperti Kei yang aku kenal; tak akan berbicara jika tak ada yang memulai.

Aku pun melirik ke arah Kei sejenak, tanpa ia sadari. Ia terus saja terpaku pada layar laptopnya, entah apa yang ia browsing. Sepertinya ia memilih jeda dulu dari kegiatannya, tak sepertiku yang telah menyelesaikan proses modelling 3D dari ilustrasi desainnya. Namun, karena ia sepertinya tak sedang menyadari..

Kutatap dirinya berlama-lama, persis seperti biasanya jika aku melihat seseorang yang kusukai, yaitu menatapnya berlama-lama tanpa berkata-kata, dari jauh. Namun kali ini.. aku bahkan berada di ruangan yang sama oleh orang yang kusuka, yang bahkan hanya terpisah sekitar 30 cm di sampingku.

Kutatap lelaki di sampingku itu.. Lelaki dengan perawakan kurus dan cukup tinggi-sekitar 170cm- dengan tatapan yang sebenarnya terkesan sayu dan ramah, namun dapat menjadi sosok yang galak dan menakutkan dalam waktu yang bersamaan.

Terlebih,aku selalu senang melihatnya dengan rambut lurus dan panjangnya, dan juga indah dan terawat. Ahh, selain rambutnya yang membuatku terkadang iri, banyak aspek dari dirinya yang membuatku jatuh hati, sekaligus iri dan ingin menyainginya, terutama dalam hal.. gambar menggambar.

Namun, aku sadar diri, skillku dalam hal menggambar sudah kalah jauh dengannya. Mungkin di aspek lain aku akan kalah, juga.

Kemudian tatapanku turun dari wajahnya, tubuhnya, lalu selangkangannya, tak bisa kuhindari.

Penisnya yang tentu saja sudah terbungkus oleh celana pendek warna krem sekarang. Namun, tetap kubayangkan gundukan batang kenikmatan yang akhirnya mewujudkan fantasi seksku akan adik tingkatku itu. Sembari tetap menatap selangkangannya, kubayangkan bagaimana penisnya seperti yang kulihat di persetubuhan yang sudah-sudah. Bagaimana aku mengemutnya, mengulumnya, bahkan memuaskan vaginaku ini.

Damn, shit!

Hanya dengan membayangkannya saja, vaginaku yang hanya tertutup oleh rok ini sudah kembali berdenyut, dan mulai membasah.

Namun...

Kulihat Kei sudah kembali membuka layar software ilustrasinya, Medibang. Itu berarti dia akan melanjutkan membuat ilustrasi desain proyek kami.

Ah, sudahlah, aku tak mau mengganggunya..

Kusudahi tatapanku, kemudian aku kembali pada layar laptopku, mencari sesuatu di Google, apapun yang terlintas di pikiranku. Sesekali membuka FB yang tak ku buka seharian ini. Namun, baru saja aku hendak meng-klik notifikasi pada Messenger, tiba-tiba...

“Ehh..?!”

Tangan kananku ditarik oleh Kei, dan diarahkan menuju selangkangannya sehingga dapat kurasakan gundukan penisnya dibalik celana pendeknya itu.

“Jangan cuma dilihatin aja, Na.. Mainin juga..” bisik Kei padaku, sembari menggerakkan jariku dengan gerakan seolah aku meremas penisnya.

Tentu saja, kuremas dan kupijit penisnya dengan senang hati dan birahi yang muncul akibat bisikan sendu sekaligus erotis Kei yang mengajakku menjamah batang lelakinya. Sementara itu, Kei tetap fokus pada layar laptopnya sementara kedua tangannya kembali sibuk berurusan dengan tuts keyboard serta pentabnya, namun sesekali ia merem-melek menikmati pijatanku pada penisnya.

Terdengar hembusan nafas Kei yang memberat, yang nampaknya libido dia juga mulai naik akibat jamahanku pada penisnya.

“Kei... “ ujarku, kemudian menyibak sweaterku dan memperlihatkan buah dadaku yang masih terbalut bra, namun sudah tak menutupi putingku dengan benar akibat jamahan Kei yang kasar saat bersetubuh tadi.

“Apa kamu gak mau..?” tawarku, dengan wajah yang tersipu malu, namun tetap memamerkan buah dadaku, sementara tanganku satunya tetap menjamah penisnya.

“Gak mau apaan?” tanya Kei, namun kali ini dapat kudengar intonasinya menantang.

Aku merasa tertantang secara birahi sekaligus agak kesal.

“Gak mau.. mainin susu ku?” ujarku menahan malu

“Oh..”

Kemudian, tak banyak bicara, Kei mendekatiku dari belakang dan mulai meremas payudaraku.

“Shh..ya mau lah.. gak sabaran banget lu sampai buka baju begitu, haha..” ledek Kei, berbisik tepat di telingaku, membuatku panas.

Kemudian, aku tetap memainkan penisnya, meskipun kini tanganku harus sedikit meraih ke belakang karena Kei yang berpindah posisi condong di belakangku. Sementara Kei selain meremas dan memijat kedua buah dadaku, ia juga menelusupkan tangannya di balik braku, memilin kedua puting sehingga ku merasa geli dan semakin terangsang.

“Hmpphhhn...”

Mendengar desahanku, Kei semakin bersemangat meremas payudaraku, dari lembut sehingga remasannya mulai terasa kasar dan kuat.

“Agghhh ...ughhn..hhmnnn....”

Aku tak bisa tak mendesah dan mengerang karena nikmat dan sakit yang kurasakan bergantian pada payudaraku.

“Ugghnn..besar banget nenenmu, Na..” bisik Kei, mulai vulgar.

“Mhhnn..ugghnnn...”

Tiba-tiba, Kei mulai mendekatkan wajahnya padaku, dan dengan bibir yang bergetar, ia mulai mengecup bibirku. Kemudian mengajak bibirku untuk beradu, dan saling mengemut bibir satu sama lain.

“Mhhhnn...slrrrpss...mmphpnnnn....”

Lidah Kei mencoba menerobos masuk rongga mulutku, kuizinkan lidahnya bertemu lidahku. Kubelitkan lidahnya, sesekali kudorong lidahnya dengan lidahku sehingga saliva teruntai dari mulut kami berdua.

“Ughh..slrrpss...cckkss...ahhnnn..”

Kei mengisap lidahku kuat-kuat sesekali, dan aku membalasnya dengan mengemut bibir bawah dan lidah Kei. Kemudian ciuman kami terlepas, di saat tangan yang satunya mulai menjamah vaginaku.

Ia sibak rok yang kupakai, dan mulai menyentuh vaginaku.

“Ughhnn...basah banget, Na...” ujar Kei, sembari mengusap-usap vaginaku dan meratakan cairannya.

“K-Kei..hmnnn...”

“Lihat.. udah basah seperti ini.. belum puas ngentotnya?”

“Kei???!” Aku terkejut, sejenak aku terpelatuk di tengah-tengah birahiku.

Tanpa ampun, setelah mengataiku seperti itu, ia mulai memijiti klitorisku dengan perlahan, sementara tangannya yang satu lagi kembali menjamah payudaraku bergantian.

“Keii,..ugghnn..hhnggksss....” desahku, menggeliat kenikmatan dengan kakiku yang mulai menendang tak tentu arah.

Kini, laptopku sudah mode stand by, layar perlahan menghitam, dapat kulihat pantulan diriku yang tengah dijamah oleh Kei, terlebih buah dadaku yang tengah diremasnya. Dan juga dapat kulihat pantulan diriku dengan wajah yang menahan birahi, serta Kei yang terlihat menciumi rambutku.

Kupalingkan wajahku seketika dari layar laptop karena merasa malu, namun saat kupalingkan wajahku ke arah kiri, ternyata di sebelah kiriku ada cermin besar yang memantulkan sisi samping diriku dan Kei yang tengah bercumbu.

Kei tertawa terkekeh melihat ekspresiku yang terlihat malu tersebut.

“Ughh.. hmnhh ougghnn..”

“Teruslah melihat ke cermin..” ujar Kei, sembari menatap dirinya dan diriku yang tengah ia ‘permainkan’.

“Lihat, tak pernah terbayangkan aku bisa merasakan tubuh wanita, haha!” sambungnya, dan mulai memasukkan ke empat jarinya dan mengocok vaginaku tanpa ampun.

*sfx : cleeppss cleppss cleepsss...*

“Aaaahhhh, aaaggghhnnn Aaaauuuhhnnnn!!!”

Aku mengerang, menjerit, tubuhku terlonjak-lonjak akibat kocokan jemari Kei yang mulai mengenai titik G-spotku kembali. Kurasakan dengan jelas jemarinya yang terpijit-pijit oleh vaginaku yang berdenyut.

*Sfx : Plaks!*

“Shh..diem lu, berisik!” bentak Kei, mencabut jemarinya dari vaginaku, kemudian menampar paha dalamku serta meremasnya.

“Auughh!” jeritku, kesakitan. “M-Maaf, K-Kei...”

Sementara tangan satunya masih meremas-remas payudaraku, tangan yang tadi ia gunakan untuk mengocok vaginaku mencari-cari sesuatu di sekitarnya.

Namun, kini tangan satunya yang tadi meremas payudaraku, kini turun langsung untuk menguyel-uyel klitorisku kembali, namun kali ini dengan gerakan memijit dan memutar.

“Ougghnn..hhnnnnh...”

“Enak, Na?”

Aku mengangguk. Kei semakin menekan klitorisku dengan jempol dan telunjuknya bergantian, sesekali menggeseknya dengan jarinya itu.

“Keii, ugghnn.. Keeii..oorggnnnn...”

Pantatku mulai bergerak tak menentu menerima pijitan Kei pada klitorisku, begitu pula dengan pahaku. Aku kembali menggeliat, kurasakan vaginaku kembali berdenyut dan hendak berorgasme.

“OURRGGHNN!!!”

Aku tersentak, tubuhku terlonjak, karena kini jemarinya berpindah kembali mengocok lubang vaginaku yang semakin membanjir dan berdenyut-denyut itu.

*sfx : cleerrpss sleppss cleeeppsss ckkss..*

“Ugghnnn...sange banget ya kamu, Na? Hmmmnhh..??”

“OUGGHH UGGHh... Yyyessshhh.... enakkhh Keiii aagghh aagghh----“

Tiba-tiba sesuatu membekap mulut dan hidungku.

“Berisik!!” bentak Kei kembali, dengan ekspresi marah sembari membekapku dengan tangan satunya. Namun tangannya yang lain belum mau menyudahi kocokan pada vaginaku, dan malah semakin memperdalam kocokannya.

Terhirup bau khas yang dapat kukenali, aroma selangkangan pria.

“Gimana, Na?? Mending lu hirup sempak gua sekalian. Ngapain lu hirup jaket gua waktu di sekre, hah??” cecar Kei, kembali mengungkit kejadian yang sudah-sudah.

“Empphnn rgghhh hmphhnn...grrhhnnn...” desahku tertahan.

Perlakuan Kei padaku, cara ia membentakku, perlakuan ia pada vaginaku, hingga aroma selangkangan pada celana dalamnya membuat birahiku bergejolak, tak mampu menahan orgasme lebih lama lagi.

“Mphhnn urrghnn...ooompphnnn....hnggkksss...”

Kuhirup kuat-kuat celana dalam Kei karena telah mabuk oleh birahi. Kurasakan vaginaku berdenyut-denyut kencang, seakan ingin jemari Kei terus mengocokku.

“Hmhhnn K-Khhh...kkhhhh....”

Tanganku meremas tangan Kei yang tengah membekap diriku, sementara tanganku yang satunya meremas pahaku kuat-kuat.

“HERRGGHHHH HHgggHH MPPHHHHH ERGGHGGGHHKKSSSS---!!!”

Tubuhku melenting, aku sudah hampir ‘meledak’, namun Kei malah mencabut jemarinya dari vaginaku begitu saja.

“KEIII... AARGGHHNnn...” rengekku, kecewa karena orgasmeku tertunda. “Akkhh ... akuu mau muncrattthhh..ugghnnn..” ujarku, dengan tubuh yang terlonjak-lonjak dan gemetar hebat menahan orgasme yang tertunda.

“Sebentar, sayang...”

Kei yang juga melepaskan bekapannya dari mulutku, kini tangannya mengisyaratkan supaya pahaku terkangkang lebar-lebar.

Setelah pahaku terbuka lebar, ia malah kembali menyodorkan celana dalamnya, dan kini memperlihatkanku bagian tengah celana dalamnya (tempat dimana penisnya terletak di celana dalam)

“Pegang, Na.”

Aku menuruti saja kemauan Kei, meski agak bingung.

“Gua mau lu bersihin sempak gua pake mulut lo.”

Aku menatap Kei sejenak.

“Kalau gak mau, mending lu colmek aja sendiri...”

Aku langsung menuruti kemauan Kei begitu saja. Dengan nafsu birahi kujilati permukaan celana dalam Kei yang aroma kelelakiannya membuatku terangsang.

“Slrrpss..ckss..cleeppss..mhhnn...”

“Baguss..gua suka itu...” puji Kei, kemudian kedua tangannya langsung bergerak kembali memijiti klitorisku serta mengocok vaginaku kuat-kuat.

Tubuhku terlonjak-lonjak tak karuan meski ku tetap menjiati celana dalam Kei. Berkali-kali pantatku terhentak dan menghentak selangkangan Kei yang kurasakan penisnya sudah sangat mengeras.

“Owwrgghh...grrhnn...hhngkksss.***eemmhh...mhhnn...” desahku tertahan oleh jilatanku akan celana dalam Kei.

“OOAAGGHnnnhhNn.. K-Keeeiii...slrrpss...mhhnn... Aaagghnnn!!!”

Tiba-tiba tubuhku melenting, dan gemetar hebat.

*Sfx : CROOTSSS CRETTSSS ... Sreettsss SRrttttss....!!!*

Cairan cintaku bermuncratan, menyemprot kencang ke atas ,dan sebagian permukaan meja laptop di depanku, dan sebagian mengenai layar laptopku.

“Aaarrgghnn...hhnggksss..oooghnn....ugghnnn....”

Tubuhku terlonjak-lonjak, aku meremas tangan Kei yang tadi mempermainkan vaginaku tak terkendali. Kemudian, Kei mengubah posisi duduknya, kini ia duduk di tepian kasur sementara aku masih duduk di bawahnya, yang bersender tepian kasur.

Namun, masih terombang-ambing oleh rasa nikmat pada tubuhku, aku membalikkan badanku, dan tanganku langsung menggenggam batang lelaki milik Kei. Kuremas dan kukocok penuh nafsu, namun...

“Langsung aja pake memekmu, sayang..” ujar Kei, vulgar sekali, sembari meremas salah satu payudaraku. Ia sudah bersiap membantu mengangkat tubuhku agar duduk dipangkuannya, saling berhadapan.

Kuangkat pantatku sejenak, lalu kumasukkan batang kenikmatan tersebut..

*sfx : PleeppSS!*

“Aahhnn...”

Desahku dan Kei bersamaan. Merasakan kelegaan kembali ketika batang penis Kei kembali mengisi liang vaginaku.

Dan kini mengaduknya. Aku menggenjot penis Kei perlahan, sembari aku memeluk pinggang Kei, sementara Kei meremas kedua bongkahan pantatku, sesekali menamparnya kecil.

“Ughhnn..Na..hmphhnnn...”

Kini Kei yang mendesah dan mengerang kenikmatan, bahkan beberapa kali tubuh ia terhentak-hentak akibat goyanganku yang memutar memijiti penisnya dengan vaginaku.

“Ogghnn..hmnn...e-enakhh...s-sayang..?” tanyaku pada Kei dengan nafas mengemban birahi di sela-sela persetubuhan kami.

Kei tidak menjawab, ia terus saja menyodok penisnya ke dalam lubang kenikmatanku, mengenai titik G-spotku dan menekannya kuat-kuat dengan penisnya.

“Errhnn..K-Keeii...uffhnnn..”

Kei meraih wajahku, dan mendekatkan wajahnya. Kami kembali berciuman, bibir saling bertemu dan memagut lembut. Kei pun memasukkan lidahnya pada mulutku, yang kusambut dengan kuluman penuh birahi.

“Emmhhnn..slrrpsssk...ccksss..mphhnn... ohhnnn..”

Kei semakin ganas menghajar lidah dan bibirku, ia mengemutnya dengan kuat, serta mendorong-dorong lidahku dengan lidahnya. Aku merasa sesak sehingga harus melepas ciuman terlebih dahulu. Saliva kami teruntai, membasahi dagu.

“Errhhnn...Keeei...uhnnn...”

Aku terus menggenjot penis Kei sementara tubuhku sudah mulai gemetaran menahan nikmat, pertanda akan orgasme kembali.

Sepertinya Kei mengetahui aku hendak orgasme, maka dari itu ia meraih payudaraku dan meremas bergantian. Namun, salah satu tangannya kini memegang leherku, dan berubah menjadi cekikan.

“Errgghhkk..hhnkss ahkk---uohhhokkkhhh..”

Namun, cekikan tersebut tak mampu meredam keinginanku untuk orgasme, apalagi lubang kenikmatanku sudah berdenyut nikmat dan siap memuncratkan cairan cintaku kapan saja.

“Ampppunnhhn..hnnkhhsss....ekkhh...hwerghhnnn...” rengekku pada Kei, mulai menangis karena rasa takut, sesak namun bercampur nikmat.

Kei malah tak mau berhenti, ia kini malah menatap lekat-lekat kedua mataku.

“Ughnnn..sshhh...fuuccckkk....”

Kei terus menatapku dengan liar, nafasnya pun berdengus, sementara penisnya menyodok vaginaku kuat-kuat. Namun dapat kurasakan penisnya mulai mengembang dan berdenyut.

“Keeeeiii a-aaahhk ukhhh....hhnkskss..eerrghkhhk--!!”

Air liurku berleleran dari mulutku. Semakin Kei mencekikku sembari menyodok vaginaku, semakin aku ingin orgasme.

“Hwerrghhnn K-Keeeii ,hngkkssss u-uhhhkkhhhnnnn!!!”

*Sfx : SREETTTSSSs..CRTTSSSSSSs....!*


Tanpa bisa kukendalikan, cairan kenikmatanku menyembur kembali membasahi selangkangan,paha serta tepian kasur, dan menetes membasahi karpet. Tubuhku masih menggelinjang menuntaskan orgasme.

“Arrgghnnn aahhnn-hhhaaahhnnn...”


“Fuuccckkkk gue ngecrott juga Naaa, ooohhhkk anjinggg erghnnn..!!” erang dan racau Kei tiba-tiba, yang masih mencekik leherku namun tak beraturan

*sfx : Crrrooottsss cruttss..srrtsss...!!*

“Aaaahhnn..Keeei...aahhnn!!” jeritku, merasakan rahimku ‘ditembak’ oleh cairan mani Kei dan membuatnya terasa hangat.

“Uooghhnnnn...”

“Ourrghnn shittt..enakkhh bangett memekmu Naa..uhhnn..”

“Keiii..hnggkss..ahh..ahhh...”
Tubuhku masih terlonjak dilanda nikmat orgasme yang menderaku, meski cairan cintaku kini semakin sedikit menetes. Kedua tanganku pun menggenggam pinggang Kei, hampir membenamkan kukuku pada pinggangnya yang-untungnya-masih terbalut sweater tipis lengan panjang yang digulung.

Kei pun melepaskan cekikannya pada leherku, namun tetap menatapku dengan pandangan birahi. Penisnya pun masih di dalam vaginaku, namun aku merasakan hal aneh...

Yaitu penis Kei kurasa tidak melemas sepenuhnya, meski telah berejakulasi.

“Yah, Na... Kamu gak bisa diem banget, sih ...” bisik Kei, dengan suaranya yang membuatku semakin meleleh dan menyukainya.

Tak hanya itu, ia mulai meremas kembali kedua bokongku yang masih bergetar karena kenikmatan yang kudapat.

“Masih ‘bangun’, lho..”

Kei menghentakkan penisnya yang perlahan ereksi kembali ke dalam vaginaku.

“Hngkksss!!”

“Masih kuat, Na? Masih pengen ngentot?’ bisik Kei, sembari tetap menyodok lubang kenikmatanku

“Ughhnn...y-yahhnn..” aku hendak menjawab, namun..

“Hmmm?” Kei mendekatkan telinganya padaku, pertanda ia tak mendengar suaraku.

“A-aahhnn..aaghnn...”

Bukannya menjawab, tapi aku malah mendesah kembali akibat vaginaku yang mulai disodok berulangkali oleh penis Kei.

“K-Keii..hhnggkss...uughnn...”

Denyutan pada vaginaku yang kembali menggatal akan sodokan penis Kei membuatku mengerang dan mendesah.

Tiba-tiba Kei menghentikan sodokannya. Aku sempat menatapnya dengan bingung.

“K-Keii...?”

Kemudian Kei melepaskan aku dari pangkuannya, namun kini ia berdiri dan menuntunku untuk berhadapan pada cermin.

Terlihat pantulan tubuhku yang menggunakan sweater, namun sudah tersibak hingga bagian payudaraku yang masih terbalut bra namun posisi sudah acak-acakan, sehingga puting payudaraku mencuat dari bra hitam yang ku kenakan. Sementara bagian bawah perutku kini kembali tertutup oleh rok overall yang ku kenakan, meskipun tidak menggunakan celana dalam.

Sementara, di belakangku Kei berdiri memelukku, namun hanya bagian bawah tubuhnya saja yang tidak tertutup apapun.

“Hmhnn.hmm..”

Kei bergumam sementara tangannya tiba-tiba meremas kembali kedua payudaraku dengan kasar. Dapat kulihat bagaimana ekspresinya dan saat dia meremas payudaraku.

“Aaaahh..” erangku, agak kesakitan.

Kini, kedua tangannya berpindah menyibak rok yang kukenakan ke atas, sehingga kini terlihat selangkanganku yang tak tertutup apapun selain bulu yang tipis.

Dapat kulihat di cermin bagaimana selanjutnya Kei menyibak bibir vaginaku, dan memperlihatkan klitorisku.

“Errgghnn..”

Kei memijiti klitorisku yang menegang dan licin dengan gerakan perlahan namun memutar.

“Ahh..hhmnnn..”

Aku menengadahkan kepala menyambut sensasi pada klitorisku. Namun, kupandangi juga cermin yang kini memperlihatkan bahwa Kei tengah bermain dengan vaginaku.

Kei menggerakkan tangannya maju mundur, mengusap bibir vaginaku. Tak lama kemudian iapun memasukkan langsung ketiga jemarinya ke dalam lubang vaginaku.

“Aaahkhhnn, Keii....”

Kei menjamah vaginaku dalam keadaan aku yang sedang berdiri dan badanku ditopang olehnya.

Namun, tak puas hanya dengan mengocok kelaminku, kini tangan satunya berpindah memijiti klitorisku kembali, setelah meratakannya dengan cairan vagina basahku sebelumnya.

“Errgghhnn K-Keei...aakhh i-itillkkhhu...uuhhnn...”

Belum lagi titik G-spotku yang terjamah dan dipijiti terus-terusan oleh jemari Kei, ditambah rangsangan dan sesekali pencetan pada klitorisku, sehingga vaginaku tak mau berhenti berdenyut. Tubuh, terutama lututku semakin lemas dan gemetar tak terkendali.

“Errrghkk akhknn...aahhknnn..”

Karena Kei pun menopang tubuhku seolah tak mengizinkanku untuk ambruk, aku pun meremas pahaku kuat-kuat menahan sensasi nikmat yang menjalar ini.

Bahkan, kini dapat kurasakan bahwa tak lama lagi vaginaku akan kembali memuncratkan cairan kenikmatan.

“Keeeii...uuaaghgnn...memekkkhhu...ugghhkknn...!”

Aku tak bisa menahan tubuhku yang menghentak-hentak nikmat, bahkan penis Kei tergesek oleh pantat telanjangku sedari tadi, sehingga sepertinya ia pun mendesah karenanya.

“Owghhh shiiitt...ughhnn...hhmnnn... m-mau muncrat l-lagi kah??”

Aku mengangguk,

“Aaaghhnn i-iyyahh K-Keii aku m-mau keluarrr...ssshh argghhn..ughn.. “

Kei seolah mengarahkan vaginaku pada cermin, sembari tetap mengocoknya serta memilin klitorisku.

“Eeeegghhnn K-Keeiii a-aaahn----“

*sfx : Sreeettrsssss creettsss ssrrtss ssrtttt...!!!*

“AaaaaaahHHh, gggguhhhh....aaaghhnnnn!!!”

Aku melonjak-lonjak kenikmatan, tak bisa mengendalikan desahan dan eranganku. Cairan cintaku kini menyembur membasahi cermin dan karpet tempat aku dan Kei berdiri.

“Aaakhhhhh kkkhh...khhluaarrr..akkhhh keeluarrghhhnnn ...!!”

Kepalaku terdongak-dongak menahan nikmat, sempat kulihat ekspresi Kei yang hanya menatapku dengan tatapan mesum, seolah menikmati ekspresiku yang tersiksa oleh orgasme ini.

Sekali lagi, kutatap cermin yang ada di hadapanku, dan kini pantulan pada cermin berbayang karena terbasahi oleh cairan cintaku...

*sfx : BRUG!*

Tiba-tiba Kei mendorongku cukup keras hingga aku tersungkur di karpet dengan posisi menungging, dan kepalaku membentur cermin namun tidak sampai memecahkan kacanya.

“Aaaaakkhh!! Sakittt!!”

Aku tak bisa menahan diri untuk teriak saat Kei menjambak rambutku cukup keras, dan kini ia mengarahkan pada bagian dimana aku ‘mengencingi’nya dengan cairan cintaku.

“Jilat.”

Kei pun mendorong kepalaku agar wajahku menyentuh cermin.

“Jilat, njing.” sentaknya sembari memperkuat jambakannya pada rambutku.

Aku, dengan perasaan antara terangsang serta terhina yang membuatku hampir menangis, menjiati bagian kaca cermin yang basah oeh cairan orgasmeku tadi.

“Slrrpss..slrrpss...mhhnn..”

*sfx : PLAK!! PLAKK!*

“AAAHHH!!!”

“Jilat terus, anjing!”

*sfx : PLAKK!! *

Kei kembali memukul kedua pantatku dengan sol sepatu ketsnya akibat aku yang malah menjerit kesakitan ketimbang membersihkan cerminnya dengan lidahku.

“Aahnn ..hmnnn....”

Kei mendesah-sepertinya birahi ia semakin bergejolak dan belum dituntaskan kembali-dan meremas pantatku sejenak, serta merenggangkannya sehingga ia dapat melihat gundukan vagina basahku.

“Mhhnn...bagus tuh, udah mulai bersih... pinter..” puji Kei, yang tak lama kemudian langsung menyodok penisnya ke dalam vaginaku.

“Ugghnn..nih, gua puasin lagi memek lu.”

“Aaahhn!!”

Kudongakkan kepalaku menerima kembali sensasi nikmat dan penuh pada vaginaku. Kini kulihat dengan mata kepalaku sendiri, diriku yang sedang digagahi oleh orang yang memang kuidamkan sejak tiga tahun lalu itu.

*sfx : PLAAAAKK!! PLAAKK!!*

“Aaaagghnnn uuaaaghnnn..!!”

Kei menyodok vaginaku serta menampar pantatku keras-keras dengan sol sepatu ketsnya bergantian.

Dapat kulihat bagaimana aku sedang menungging sementara batang gagah Kei tengah menyodok vaginaku. Dapat kulihat pula ekspresi wajahku yang terus mengerang dan menjerit, bahkan hampir menangis keenakan bercampur sakit, sementara ekspresi wajah Kei yang terlihat mendesah dan mengerang kenikmatan seiring sodokannya yang semakin kencang menggempur liang kenikmatanku.

Aku seperti melihat diriku diperkosa, dan aku malah menikmatinya.

“Ehhh—ohookkhh!! Uuoohhohhkk!!!”

Terlihat bayangan di cermin, Kei kini menjerat leherku dengan ikat pinggang sembari masih menyetubuhiku. Membuat kepalaku terdongak dan tubuhku terangkat ke belakang dengan paksa.

“Hwaaaghnnn...eegghnn..hikss..ogghnn...”

Aku mendesah dan mengerang dalam birahi namun juga rasa sesak dan panik. Namun rasa sesak itu tak berlangsung lama. Kei melepas jeratannya pada leherku. Namun... kini salah satu tangannya menjambak rambutku.

“Aaahh ahhhh ,uooohhk...kkhhh...hikss...”

*sfx : PLAKKSS!! PLAAKKSS!!*

“AAAHHHHNN---!!!”

Jeritku tercekat, saat punggung dan pantatku kini jadi sasaran cambukan ikat pinggang Kei yang semakin tak terkendali akibat birahinya yang membludak, penisnya yang sedang dipuaskan oleh vaginaku yang tak mau berhenti berdenyut kenikmatan.

*sfx : Plaaakkkss!! plookksS!!!*

Kei mencambuk punggung dan pantatku bertubi-tubi, menggempur vaginaku tanpa ampun, yang bisa kembali muncrat kapan saja. Airmataku berjatuhan, air liurku menetes saking merasakan siksaan dan kenikmatan yang kuterima.

“Aaagghh.***aahhh....hikkss..hikss....huuuhhh...ouuhhnnn...”

“Ougghhh hhhmnnn, enakkh kan ngentot sama gue, perek sayang??” ujar Kei yang kembali mencaci diriku, sembari menjambak kembali rambutku dan menghantamkan penisnya hingga mentok.

“Ouughhh...gghhh...aaaahnnnn hiksss hiksss....”

Aku hanya bisa mendesah dan menangis. Namun sepertinya Kei kesal melihat reaksiku.

“Kenapa?? Gak enak, hah?”

Kei mencekik leherku lagi. Disaat yang sama, dapat kurasakan penisnya menggembung di dalam vaginaku, pertanda tak lama lagi ia akan berejakulasi.

“Errghhg...hnnkggss..ennhhh...ennhaaakk... akhhh akhhnnn...”

Jawabku tak terkendali karena tercekik sekaligus merasakan nikmat saat penis Kei semakin menyodok lubang kenikmatanku dan menghantamnya hingga terasa mentok.

Genjotan penis Kei, caci makinya, perlakuan kasarnya... bersatu untuk membuatku ‘meledak’.

“Aaaaaaaaaghnnn K-Keeeeeiii ooouaaaghnnn...OHHHHKKKHHHh....---!!”

*sfx : CROOOOTSSS CROOOSTT SRRTTTSSS CRREETTTSSS.....!!”

“AAAAHHHHHHHH KEEEII.. OUAAGGHHHH...!!”

Dapat kulihat diriku yang menyemburkan kembali cairan cinta, membasahi karpet dan cermin yang tadi sudah ‘kubersihkan’. Pantulan cermin memperlihatkan diriku yang meronta-ronta kenikmatan, tubuhku menggelinjang tak terkendali.

“SSHIIITTT OOUGGGHHNNN HNKGGGSSgggGgg..!!”

Aku kalap, vaginaku tak mau berhenti berorgasme dan mengeluarkan cairan cinta sementara Kei masih menyodoknya dengan penisnya yang sudah terasa amat berkedut, dan..

“Aaaaghhh mmmhh...muncrattthh Naa..ugghhnnn anjingggg ooohhhhh!!”

*sfx : CROoooOTSSS crroootsss crooottsss...!*

Kei menghentakkan penisnya lalu menyemprotkan cairan pejuhnya ke dalam rahimku, membuat perut bawah serta rongga vaginaku terasa hangat sekali.

“Errrghhh Naa anjingg luu, enakk bgtt memek luuu argghhnn...” racau Kei, yang masih saja menghentakkan penisnya, menuntaskan ejakulasinya. Dipeluknya pinggangku kuat-kuat.

“Hiksss Keeei...enaaakhhh ..aagghhnn...memekkuu hangaatt...aaghhg konttollll...fuccckkk...”
racauku tak menentu menerima sodokan kalap Kei pada vaginaku yang semakin tak berhenti berogasme.

“Agghhghhnnn uoogghnnn...aahhh...”

Aku pun ambruk setelah mengalami orgasme hebat, dengan tubuh yang masih gemetar. Aku hampir hilang kesadaran, selain merasakan bahwa tubuhku seakan diloloskan dari tulang belulang.

“Na..”

Dapat kudengar Kei memanggilku perlahan, namun untuk membalas sahutpun aku tak sanggup. Dunia terasa mendadak menggelap untukku.

Mungkin sejak saat inilah dalam hidupku, aku merelakan diri dikalahkan oleh seseorang...
 
Chapter 10 : Hadiah Ulang Tahun Terbaik

======================================

Kei P.O.V

[Pukul 06:35]

((sfx : suara ringtone handphone))



“M-Mamah...?”

Suara dering ponsel serta siapa yang menelponku pagi ini sukses membangunkanku dari lelah dan lelap akibat perbuatan kami semalam.

Dengan hati-hati, aku beringsut menjauh dari karpet dimana aku dan Aina jatuh terlelap. Memasuki kamar mandi, supaya tidak terlalu berisik dan mengganggu Aina yang masih terlelap.

“Ya, halo Mah?”

“Rul...”

Suara wanita yang paling kurindukan menyapa telingaku pagi ini. Dengan rasa bahagia-sekaligus was-was, aku menanyakan kabarnya.

“Baik nak, alhamdulilah...”

Baru saja aku hendak melanjutkan pembicaraan, namun,

“Selamat ulang tahun anakku Khairul ...”

Aku terkejut.

Usiaku kini memasuki 21, dan pertama kalinya aku melupakan hari ulang tahunku sendiri.

Aku terdiam sejenak, sembari ibuku melanjutkan ucapannya,

“Semoga Alloh lebih menjadikan pribadi kakak jauh lebih baik...
Semoga pergeseran usia mnjadikan kakak Khairul lebih dewasa dan semakin sholeh,
serta menjadi anak mamah yang terus baik dan lebih baik lagi..aamiin..”



Aku masih saja terdiam, mematung. Perasaanku tak menentu.

Mah, andai kau tahu apa yang anakmu ini lakukan semalam.. maafkan Khairul.



“A-amin..m-makasih, mah...” jawabku terbata pada akhirnya, dengan tenggorokan tercekat.



“Oh, iya nak, maafkan mamah baru bisa ke kosanmu nanti sore, atau menjelang maghrib. Soalnya mamah kemarin masih ada urusan di sini..”

“Eh, enggak apa-apa kok, Mah. Kutunggu. Hati-hati di jalan, Mah..”

“...padahal tadinya kemarin malam mamah harusnya sudah berangkat..” lanjut ibuku.

Tak lama kemudian, aku izin pamit kepada ibuku, untuk mandi dan bersiap-siap berangkat kuliah.

Namun, nyatanya, aku kembali keluar dari kamar mandi, dan menelungkupkan wajahku pada bantal. Merenungi kejadian yang sudah-sudah.

Merenungi kejadian kemarin, nikmat sekaligus melelahkan...

...yang bahkan sanggup membuatku melupakan hari terpenting dimana eksistensiku pertama kali ada di dunia ini.

Dimana anak yang diharapkan setiap orang tua untuk menjadi seorang insan yang menjaga akhlaknya, kini berubah menjadi seorang yang haus kenikmatan dan bahkan tak segan menyiksa anak orang lain dalam birahi... yang bahkan kulakukan dalam keadaan sadar dan ingin melakukannya lagi dan lagi.

Aku beranjak sejenak, menatapi tubuh Aina yang setengah telanjang dan pakaiannya tidak karuan, terlebih selimutku yang menutupi tubuh Aina semalam setelah tubuhnya kejang-kejang kenikmatan semalam. Kini kulihat kembali paha yang gemuk menggemaskan serta mulus, menghalangi lubang kewanitaan yang semalam kembali ku rogol itu.

Melihatnya, seakan kepalaku mendidih, antara pusing serta memunculkan kembali pikiran erotis bertubi-tubi. Apalagi jam segini konon adalah jam biologis lelaki, dimana penis akan lebih mudah ereksi.

Ini semua gara-gara lu!

Umpatku dalam hati. Dengan birahi yang perlahan muncul, kujamah pipinya dengan tangan kananku. Namun, niatku yang semula ingin membangunkannya dengan siksaan-entah siksaan seperti apa yang akan kulakukan-menjadi urung, setelah melihat betapa wajahnya kelelahan, dan bekas airmata yang semalam mengalir dan membekas di pelupuk matanya. Meskipun begitu, aku pun dapat melihat guratan kepuasan pada wajahnya.

Namun, tetap saja aku merasa iba.

“Cup..”

Kuberikan kecupan lembut pada keningnya, serta belaian pada rambutnya. Jenis rambut yang aku sukai dan membuatku pernah melontarkan pujian pada rambutnya. Keriting gantung dengan tekstur yang halus, cocok dengan wajahnya yang... jika dia mengenalkan dirinya campuran Melayu-Sunda, aku akan mengiyakan. Bagaimanapun, cocok dengan wajahnya yang putih serta chubby menggemaskan.

Cantik.

Kemudian, aku merebahkan diriku di sebelahnya, mengalungkan tanganku di lehernya, bermaksud ingin mendekapnya.

----

[Pukul 07:30]

“Hhh..Heuaaahmmmm~”

Aku terbangun karena mendengar suara menguap.

Eh, terbangun? Sebenarnya aku tak benar-benar tertidur sejak tadi, yang ada malah memikirkan berbagai macam hal yang... tidak penting.

“Na? Udah bangun..?” tanyaku sayup-sayup

Aina menoleh ke arahku, dan tersenyum.

Namun, suara perutku yang keroncongan membuatku meringis


“Aduh..lapar. Sarapan yuk, Na?”

*sfx : Cup! *

“Eehh..”

Meski aku mencoba bersikap sewajarnya, tak dapat kusembunyikan wajahku yang memerah. Terlebih lagi Aina yang kini memelukku balik.

“Selamat ulangtahun Kei~ Sayang~ hhmnnn....” ujarnya, namun dengan nada masih setengah mengantuk.

“Makasih, Aina.” jawabku, menatap matanya lekat-lekat.

“Yaudah, bangun Na, sarapan dulu.” ujarku, sembari membelai Aina sebagai tanda terimakasih atas kecupannya di keningku.

Aku sudah kembali bangkit dari rebahan saat melihat Aina berusaha bangun. Namun....

“Ughnn...u-uhhhh...”

“K-Kenapa, Na...?” tanyaku, khawatir.

Aina masih mencoba untuk sekedar duduk, namun...

“Ugghhnn..s-susah bangun... susah jalan...”

Sembari memasang wajah seolah mau menangis, Aina menyingkap rok nya, dan memperlihatkan...

“Astaga...”

Tanpa sadar kuucapkan dengan lirih, aku terkejut, setengah membenamkan wajahku dengan telapak tangan kananku.

Namun, tak lama kemudian kuusap dengan perlahan permukaan vagina Aina yang kemerahan dan membengkak tersebut.

“Maaf, Na...”

Tak banyak bicara, kukerahkan tenagaku untuk mengangkat tubuh Aina dari duduknya-kuakui, berat bagiku untuk mengangkatnya.

“G-Gimana, Na? Masih bisa berdiri??” tanyaku, yang kini ikut panik

“Uhhhh..”

Aina masih tergopoh untuk berdiri, meski aku berhasil mengangkatnya. Salah satu tangannya mengelus-elus vaginanya dari luar rok.

“H-Hei! Kok dielus? Diemin dulu, jangan di-apa-apa-in memeknya.” ujarku, setengah berbisik dan keheranan. Meski, sejujurnya melihat hal tersebut, penisku hampir saja “naik” kembali.

Aina menurut, dan kini ia memegang erat-erat kedua lenganku.

Duh, kira-kira dicurigain gak ya, kalau keluar kayak gini? Ah tapi, biar aja kali ya, yang penting Aina bisa jalan dulu?

Aku mengelus kepala Aina sejenak, sebagai tanda memberinya semangat.

“Ayo Na, coba jalan pelan-pelan. Pegangan aja kayak gini.” ujarku, sembari menggoyangkan lengan yang digenggam Aina.

Aku pun meraih pintu kamar kos ku, membuka kuncinya. Untungnya, saat itu suasana di kos sepi, jadi aku dan Aina bisa keluar tanpa takut dicurigai dengan posisi seperti ini, terlebih Aina yang berjalan tertatih-tatih.

---

“Na, mau makan di sini? Ini kantin biasa gua sarapan di kosan, sih..”
Aina mengangguk, mengiyakan tawaranku.

Kami pun mencari tempat duduk.

“Mau makan apa, Na?”

Kusodorkan lembaran menu yang ada pada kantin kosanku itu. Namun...

“Aku ngikut Kei aja...”

“Bener nih ya? Hmm..gua mau makan nasi kuning, dah. Lu mau?”

Aina mengangguk lemah. Disaat yang sama, seorang wanita muda datang menghampiri kami, menanyakan apa pesanan kami.

Setelah mengutarakan sarapan pesananku pada seorang wanita muda di kantin tersebut, aku pun kembali membelai-belai kepala Aina yang masih membenamkan wajahnya di lengan tanganku.
Namun, mataku tak lepas dari wanita muda yang tadi mencatat pesanan kami. Aku merasa familiar.

Bagaimana tidak, itu adalah wanita yang tempo hari kulihat ia disetubuhi oleh si bapak kos dengan dildo di dalamnya.

Njir, sejak kapan kerja di sini??

“Ini, a’~”

Tak lama kemudian wanita itupun datang membawa pesanan kami, dan tersenyum.

Aku hendak membalas senyumannya, namun...

“A, pacarnya, ya?”

Aku malah menatap wanita tersebut, namun lebih karena bingung bagaimana menjawabnya. Aina pun terdiam saja dengan tatapan kosong.

Ngapain nanya? Penting?

Sebelum aku sempat menjawab, si wanita tersebut terkekeh dan beranjak kembali ke dapur kantin.

“Lemes tuh, sok atuh sarapan dulu, ya.” ujarnya, sambil beranjak pergi.



Sudah dua sendok kusuapkan nasi kuning pada mulutku, namun Aina tak kunjung memakan nasi kuningnya.

“Na, gak dimakan?? Ini enak, lho!” kataku, jujur.

“Hmmm..”

Aku berinisiatif mengambil sesuap sendok pada nasi kuning milik Aina, dan menyuapinya.

“Hmnn..iya..enak...”

Aina pun tersenyum padaku, menatapku, meski masih melemah.

“Na..”

“Hmm..?”

“Lu makan gih, entar lu lemes pas gua entot.”

Aina langsung melepaskan pelukannya pada lenganku, dan menatapku tajam.

*sfx : BUK!*

Hantaman yang bahkan tidak terlalu bertenaga mengenai lenganku. Namun, setelahnya, Aina mengambil sendoknya, dan memakan nasi kuning dengan lahap.

Hehe, laper juga kan nih anak..

“Gimana, Kei?” tanya Aina tiba-tiba, setelah ia menghabiskan nasi kuningnya.

“Apanya?”

“Kamu mau kan, bikin aku muncrat terus?”

Untung...untung saja di saat yang sama, aku menghabiskan nasi kuningku juga, dan sudah menelannya. Jadi tidak tersedak karena pertanyaan se”berani” itu.

Namun, aku hanya membalasnya dengan tersenyum, dan menatap matanya lekat-lekat. Kusodorkan tangan kananku untuk membelai kepalanya dengan lembut...

*sfx : PLAAKK! *



Panyepongan (mulut, dalam bahasa Sunda kasar) teh jaga, anjing!”

Aina meringis, memegangi pipi kanannya yang kutampar tiba-tiba.

“Addduhhh, Kei..”

Namun, tak lama kemudian aku memeluknya, menenangkannya dengan mendekap kepalanya, dan membelainya lembut.

“Eh, balik yuk ke kamar?” ujarku, melihat wanita yang terlihat kembali dari dapur dan hendak mendekati bangku dimana kami sarapan.

Aina pun mengangguk.

Aku tidak tahu apakah wanita tadi memandangi kelakuan kami atau tidak- atau sebenarnya aku tidak peduli.



---

[Pukul 08:00]

“Eh, iya Kei..”

“Hmm?”

“Aku... mau mandi di kosanmu, boleh kah?”

“Iya, boleh.” jawabku sekenanya, dengan mataku yang kembali terpaku pada layar laptop dan melanjutkan proyekku bersama Aina.

Kulihat Aina berjalan sejenak menghampiri tasnya, dan kulihat sejenak bahwa ia mengeluarkan merk salah satu sabun mandi cair yang terkenal.

“Na, kamu.. kok bawa sabun?” tanyaku, agak heran

“Aku biasa bawa sabun kemana-mana, kok. Buat persediaan juga kalau apa-apa kotor...” ujar Aina, sembari berjalan menuju kamar mandi di dalam kamar kos ku.



“Bukan buat colmek, kan..?” bisikku perlahan, yang kini memeluk Aina dari belakang tiba-tiba.

“Iiihh..K-Kei...o-ohhnn..”

Kulihat Aina hendak menjawab, tapi malah menggeliat karena tanganku yang kini nakal mengelus bibir vaginanya.

“Ugghh..sshh..b-bukkaan...oohhnn..”

Aina semakin menggeliat, pantatnya bergerak tak teratur karena kini kumainkan pula klitorisnya.

“Masa?” tanyaku, yang belum mau melepas Aina dari pelukanku

“Ouuhhnn.. n-nanti m-memekkhhu p-perih.... Udah ah!”

Aina tiba-tiba memberontak dan menyikutku.

“Dah, aku mau mandi! Nanti kesiangan!!” bentaknya, dengan nada kesal, meski wajahnya yang imut tak bisa menghilangkan gurat kenikmatan akibat perlakuanku.

“Hmm.. gua juga ikut mandi, deh.” ujarku, sembari mengambil handukku yang digantung di pintu luar kamar mandi.

Aina menatapku sejenak.

“Terserah.”

Kemudian ia pun memasuki kamar mandi terlebih dahulu, disusul aku yang kemudian menutup pintu kamar mandi.

Aku pun melepas pakaianku dengan cepat, tak perlu waktu lama untuk menanggalkan kaos, celana boxer, dan celana dalamku dan kugantungkan pada dinding kamar mandi. Kini terlihat tubuhku yang telanjang bulat tanpa penutup apapun.

Kuhampiri Aina yang masih berusaha membuka overall nya. Kancingnya sudah ia buka, tinggal merosotkannya ke bawah.

“Kei..!”

Ku ‘bantu’ Aina merosotkan rok overallnya ke bawah, sehingga kini hanya terpampang pantat dan pahanya yang besar dan sebenarnya putih mulus, namun kini berguratan luka akibat perlakuanku kemarin. Kembali kupeluk Aina dari belakang.

*sfx : Plak plak plak!”

Kutepuk pantat Aina dengan telapak tanganku dengan agak keras.

“Ahh...aduhh..”

“Ugghnnn...” gumamku, meremas kedua pantat Aina kuat-kuat. “Gemesin!”

“K-Keii, udah dulu, please! Nanti aku kesiangan...”

“Emang masuk kelas jam berapa?”

“Jam 10, Kei.. ada briefing ...

“Ohh..”

Aku pun menuruti Aina untuk berhenti “bermain” dengan tubuhnya sejenak, dan membantunya melepas sweater biru mudanya, hingga kini ia hanya memakai bra hitam berenda.

*sfx : JEBRETT!*

“AAAHHH----“

Kutarik kuat-kuat bra hitam Aina dari depan hingga terputus. Berhasil melakukannya, kutatap bra hitam tersebut dengan terkekeh-kekeh. Secretly, kadang aku terbayang dan ingin melakukan ini kepada seorang wanita.

“Keii, bra ku gimana---!”

“Ya nggak usah pake...” ujarku, tak peduli dengan ekspresi wajah Aina yang panik. Lalu kuambil sabun cair milik Aina.

“Kayaknya gak akan ada yang peduli lu gak pake bra, kalau lu pakeannya sweater begini...” ujarku, sembari mulai menuangkan sabun cair tersebut ke belahan dada dan kedua buah dada Aina. Setelah dirasa licin, ku meratakannya perlahan.

“Gimana, enak..?”

Ujarku, sembari menatap wajah Aina yang ternyata merem-melek keenakan akibat gerakan tanganku yang asalnya hanya memijat berubah menjadi meremas kedua buah dadanya dengan bantuan sabun cair.

“Hmm...”

*sfx : BYUURRR!! BYURRR!!!*

Aina terkejut dan menganga karena tiba-tiba aku membanjurnya dengan air dua gayung, membuat ujung rambut hingga ujung kakinya basah seketika. Alhasil sabun cair yang kuratakan semakin licin di buah dada Aina.

Aku menariknya perlahan sehingga aku bersandar di dinding kamar mandi, sementara aku memeluk Aina dari belakang, dengan posisi tubuh Aina membelakangiku dan pantatnya mengenai penis telanjangku.

Kunyalakan keran shower, dan mengambil shampoo rambutku yang tak jauh dari situ. Kemudian ku tuangkan shampoo tersebut pada rambut Aina, dan mulai mengeramasinya.

“Hmnn.... gimana, Na? Enak..?”

“E-ehh...i-iya..enakk...hmmnn...” ujar Aina, merem-melek keenakan karena pijatanku pada kepalanya saat mengeramasinya. Kurasakan juga bahwa ia mulai merasa relaks, karena ia pun akhirnya menyandarkan tubuhnya pada tubuhku.

“Jadi keinget...”

“Keinget apa, Kei?”

Sambil lanjut mengeramasi rambut indahnya, aku mulai bercerita kepada Aina,

“Dulu, waktu adik gua setinggi lu.. kira-kira waktu SD deh...”

Aina sedikit cemberut, merasa dirinya disamakan oleh anak SD dari segi tinggi badan.

“Eh, sorry Na.”

“Iya dah, ada apa emang?”

“Waktu adik gua sakit parah, gua bantuin emak gua mandiin si adik... gua keramasin tuh rambutnya.”

Kini kulihat Aina tertegun.

“Eh, adikmu? Sakit parah? Sakit apa emang?”

“Hmm..kanker pada pankreas, kalau gak salah...”jawabku, mengingat-ingat.

“Wah?? Tapi, tapi sekarang dia sehat-sehat saja, kan??”

Aku menjawab sembari tersenyum,

“Disaat rumah sakit lain bilang bahwa kanker pada pankreas adikku tak mungkin diangkat, dan hanya bisa diberi terapi dengan harapan hidup yang hanya sedikit.. Namun, tiba-tiba muncul dokter ahli bedah hebat di rumah sakit di Bandung yang kami sekeluarga datangi untuk opini kedua..”

Aina manggut-manggut.

“Adikmu sembuh di tangan dokter itu?”

“Semua orang di rumah sakit bilang bahwa teknik operasi dia sempurna dan tak pernah membuat kesalahan.. meski pada awalnya, baik para dokter maupun kami sekeluarga pesimis akan keberhasilan operasi waktu itu. Dokter itu dapat mematahkan keraguan, hasilnya dapat dilihat adikku yang kini hidup sehat tanpa kemungkinan kanker yang akan.. met..uh apa ya itu---“

“Metastasis?” sambung Aina, melengkapi ceritaku

“Iya, kayaknya? Pokoknya kanker enggak akan balik lagi,deh.”

“Syukurlah, dia pasti dokter yang hebat...” ujar Aina, tersenyum lega mendengar ceritaku.

“Baik-baik tuh sama adikmu, sayangi dia, hehe..” sambungnya

“Iyalah..” jawabku

“Hari ini, berarti sudah 8 tahun sejak adikku dinyatakan sembuh..”

“Wah, benar-benar kado ulangtahun terbaik ya, Kei?” ujar Aina

“Iya..”



Aku berhenti sejenak setelah beberapa saat mengeramasinya. Kuraih sabun cair botolan milikku.

“Eh, baru nyadar, samaan nih sabunnya.”

Aina hanya tersenyum dan terkekeh. Aku menuangkan sabun cair dan melumurinya pada tubuh Aina secara acak. Kubalur sabun yang bercampur dengan air tersebut ke seluruh badan Aina.

Rasanya seperti memandikan... bayi? Atau adikku sendiri.. Hanya saja dia kakak tingkatku.

“Oughhg...h-hhehh..Keii nakaall...ahh..”

Lenguhnya saat kumainkan payudaranya kembali, kuremas-remas dengan gemas, dan kumainkan dengan arah memutar.

“Hmm, sini Na, balik badan.” perintahku

Dengan bingung, Aina berbalik badan, menuruti perintahku. Kini badan telanjang dan basah kami saling berhadapan. Kupeluk dirinya dengan tubuh basahku, lalu kugesek-gesekkan tubuhku, sehingga sabun yang sudah melumuri Aina kini juga melumuri tubuhku. Namun,ku tetap membalurkan kembali sabun cair ke tubuh kami sehingga menjadi semakin berbusa dan licin.

“Hmhhnnn...”

Kami sudah seperti belut licin, saling menggesekkan badan yang penuh busa, dan menikmatinya sembari tertawa-tawa sesekali, dan terdengar bunyi gemericik air dan tubuh kami yang beradu. Tak ayal kami saling menggesekkan paha sembari tetap berpelukan, dan tak jarang kelaminku tergesek oleh paha Aina.

“Kenapa gak boleh ciumin leher, sih..?” ujar Aina, lirih. Namun ia langsung menyodorkan bibirnya untuk menciumi leherku. Tak lama kemudian berubah menjadi jilatan dan emutan.

“Slrrrpss...mpphnn...mhhnn...”

Kurasakan jilatan kenikmatan pada sekeliling leherku, dan berubah menjadi emutan.

“E-eerghhnn... “

Kuremas pantat Aina dengan gemas. Kemudian, dengan birahi yang mulai muncul, kulepaskan kepalanya dari leherku, kuciumi bibirnya dan kusodorkan lidahku untuk diadu.

“Hmphhnn..mplhhnnn ...slrrpsss....”

Aina membalas ciumanku, ia menyambut bibir dan lidahku untuk diemut dengan lembut. Sembari berciuman, aku mengisyaratkan Aina untuk duduk di keramik kamar mandi, dengan posisi tubuhku yang masih bersandar pada dinding.

“Uhhmm..mhhnn..slrrrpss cksss...”

Kini Aina berada di pangkuanku, masih dengan tubuh kami yang telanjang bulat.

“Na” ujarku,melepaskan ciuman. “Mau coba keramasin rambutku?”

Aina mengangguk antusias, dan mengambil shampoo yang tadi kugunakan untuk Aina.

Dengan hati-hati Aina menuangkan shampoo tersebut ke kepalaku, terasa oleh rambutku. Dan mulai melakukan gerakan memijat yang lembut.

“Aduh... hmnnn...” desahku merasa relaks, tanpa sadar.

“Hee? Kenapa, Kei? Sakit ya?”

“Ehh..nggak..enaknya, bisa-bisa ketiduran pas mandi gua kalau gini..” ujarku, merem melek menikmati pijatan Aina yang mengeramasiku.

Kami pun tertawa-tawa.

“Tuh kan.. rambut Kei lurus, halus lagi..bagus...” puji Aina. Aku hanya tersenyum.

“Aku jadi seneng nih ngeramasin kamu...” lanjutnya.

Aku tak tahu apakah Aina masih benar-benar mengeramasiku, atau kini malah bermain-main dengan rambutku yang telah berlumuran busa shampoo, aku tak begitu mempedulikannya.

“Yang bersih ya sayangg...” ujarku, sembari dengan gemas meremas kedua belahan pantatnya.

“Aw—iya Kei...hmnnn..”

Disaat Aina masih saja memijati kepalaku, dengan tiba-tiba aku mendekapnya lebih dekat, dan buah dadanya kini mengenai mulutku. Langsung kuemut putingnya yang berwarna cokelat muda menggoda itu, tak lupa sembari kuremas kedua buah dadanya.

“A-ooughh..hhnnn..”

Kurasakan gerakan keramas Aina pada rambutku mulai tak karuan.

Belum mau berhenti, tangan kiriku mulai bergerak menelusuri punggung Aina, dan tak lama kemudian jari telunjukku mulai iseng menyapa belahan pantatnya.

“H-Hei, K-Kei..??”

Kini ujung jari telunjukku berhasil menemukan lubang pantatnya. Memanfaatkan tubuhnya yang masih licin oleh sabun, kugunakan busa sekitarnya untuk memuluskan masuknya jari telunjukku ke lubang pantatnya.

“A-aaahh, Ouuuhh...!”

Aina melenguh, mendekap kepalaku, seolah membekapku dengan kedua buah dadanya. Kini ku melepas hisapanku sejenak dan melihat ekspresi wajah Aina.

“Eergghh..aghnn aghhnnn...”

Aina mendongakkan kepalanya saat kumainkan lubang pantatnya dengan cara memaju mundurkan jari telunjukku.

“K-Keii..hnggkkss.. j-jangaan ahh...”

“Kenapa? Lubang pantatmu sempit...” ujarku, masih memainkan lubang pantatnya yang sempit. Bahkan kini kumelakukan gerakan seperti mengocok vagina wanita di anusnya.

“Uhhh..p-pelan pelan..aahh...rasanya anehh..” desahnya.

Ku terus memainkan lubang anusnya dengan jariku. Bahkan, kini aku memainkan lubang anusnya dengan kedua jariku, meski masih sama-sama menggunakan jari telunjuk.

Kulihat tubuh Aina menggeliat tak terkendali, bahkan sepertinya ia tak sadar kalau paha dalamnya kini menggesek-gesek penisku yang sebenarnya sudah sedari tadi menegang.

“U-uaarghhh! Hngggkksss...ookkhhh ...”

Aina meringis saat kini tangan kananku memasukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam anusnya,dan tetap kugerakkan maju-mundur.

“Errgghghg.. hkmnhhkhhnnn..” erangnya tak beraturan

“Kenapa? Sakit? Atau enak?”

Kutatap wajahnya untuk memperhatikan ekspresinya yang benar-benar merangsang birahiku.

“S-Sakitt K-Kei...ergghhnnn...” Aina meringis.

Kumasukkan dua jariku dan menusuk-nusuk analnya lebih pelan.

“Hhhhahhh...uhhnnn...”

“Apaan? Sakit apa enak??” ujarku menantang, sembari mempercepat kocokanku kembali pada anusnya.

“Aaaghhhnn... enakkhhh... aaagghnnn....” erang Aina, sembari mendekap kepalaku.

“Hee? Enak? Nggak sakit lagi?” tanyaku, yang kini benar-benar penasaran.

“A-awalnya s-sakitth K-Keii..t-tapi sekarang e-enak..tapi anehh...agghnnn..”

“Serius?”

Kupercepat kocokan kedua tanganku pada lubang anal Aina, yang kini masing-masing mengocok dengan dua jari bergantian.

“A-aaaghh Ahhh Ha-aaarrghhhhnnn...!!!”

*Sfx : Sreeettssss...creeetssss...!!!*

Aku terkejut, kurasakan paha dan selangkanganku mendapatkan semburan cairan cinta hangat dari Aina.

“Heuuaaaarghhhnn!! Arrghhnnn...!!”

Aina mendongakkan kepalanya dan kelojotan tak terkendali merasakan orgasme. Kurasakan lubang anus Aina menjepit jemariku, sementara vaginanya menyemprotkan cairan cintanya beberapa kali.

“Oohhh...ohhnnn...”

Aina melemas seketika. Badannya hampir ambruk ke badanku, kalau pinggangnya tak kutahan.

“Na... kamu bisa muncrat juga karena ini..?” tanyaku, dengan tangan kiri yang masih menusuk-nusuk analnya, sementara tangan kananku menahan pinggangnya.

Aina mengangguk lemah.

So pathetic... Lu harus bikin kontol gua muncrat juga kalau gitu...”

*sfx : PLEPS!*

“AAAaahhnn...!!”

Aina menjerit, entah kenikmatan atau terkejut saat kumasukki vaginanya dengan penis tegangku begitu saja, dan langsung terasa mentok.

“K-Keii...uffhnnn...”

Kugoyangkan pinggulku sejenak, menggenjot vaginanya dengan penisku.

“Ayo Na, genjot.” bisikku sembari tangan kananku kini menampar pantatnya.

“Ouughhnn...hnnnmmhhn....”

Sembari menerima genjotan Aina pada penisku, ku tetap mempermainkan lubang analnya dengan tangan kiriku.
”Ssshhh... oouuhh...haahnnn...”

“Bo’ol mu kalau disumpel gini jadi kerasa sempit pas memek lu gua entod...hmnn...”

“Aaaghgnnn.. K-Keii..this is weirrddd...hhhuhhhhnn...”

Aina pun mulai mempermainkan kedua buah dadanya saat menggenjot penisku.

“Hmhh..enak, Na?”

Aina mengangguk.

“I-Iyah...aahhnn... ougghn..”

Seiring Aina menggenjot penisku, kutusuk-tusukkan lubang analnya dengan intens, kadang mempercepat temponya. Kutatap ekspresi Aina serta dirinya yang mulai melenguh dan mengerang tak karuan.

“Ouurghhhg, hrrkkhh hrrghh..aakkhhnn...uhhnnn..”

Menyadari desahannya mulai terdengar kencang, ia menutup mulutnya. Namun percuma saja karena tak meredamkan suaranya.

“Aina, apa aku boleh begini terus sama kamu?” tanyaku, sembari merasakan lubang vagina Aina yang mulai berkedut-kedut seolah memijit penisku di dalam. Beberapa kali kuperhatikan Aina menggeser-geser pantatnya akibat tusukan jariku pada analnya.

“Hhuurrgghnn..u-ugghhghnn..”

“Na...”

Aku berniat mengulang pertanyaan, namun..

“Aargghnn K-Keii... kkhh..k-kuuhh...”

Kurasakan vaginanya semakin berdenyut kencang, pertanda ia akan kembali berorgasme.

“Gimana Na, boleh gak?? Hah??” ujarku, berlagak seolah marah dan tidak sabaran, sembari menghentakkan penisku hingga terasa ‘menabrak’ mulut rahim Aina berkali-kali, sementara kini analnya kumasukkan satu lagi jariku.

“K-Keeiii... aahhkkhh oorgghhh...jadiin a-aakuhh..---“

“Jadiin apa? Hmm?”

“Akhh K-Keii... aakhhhh aakkhhh Aaaargkkkhhhnnn!!!!”

*sfx : Creeeettsss sreeettss sprrtsss!!!*

“K-Keeiii arghnn aku budak seksmu Keiii, aarghnng ouaarrghnnn haaaahhh haargghnnn..!!!”

Aku tertegun sejenak, sementara kulihat tubuh Aina kembali terlonjak-lonjak dan vaginanya menyemburkan cairan cinta yang diiringi dengan racauannya itu.

“Heerghh k-kenapa enakkhhh bggtt memekk sama pantattkuu ouugghnn!!”

Tubuh Aina masih kelojotan tak terkendali, bahkan kini tangannya meremas-remas sendiri payudaranya dengan kasar. Aku membelai-belai kepalanya untuk menenangkannya.

“Aina sayang...”

“Huhhnn..”

Aina menatapku dengan mata sayu khas ekspresi kenikmatan. Aku suka tatapan itu.

Aku menatap mata Aina sejenak, sembari mempertimbangkan racauan dari mulut Aina beberapa saaat lalu.

“Na, kalau gitu kau harus memuaskan majikanmu.” ujarku, mantap.

Aina menatapku sejenak, dan langsung mengangguk, sembari tersenyum. Aku pun juga.

“Nungging, gih.”

Meskipun tertatih-tatih, Aina menuruti perintahku untuk berganti gaya dengan doggy style.

“Siap?” tanyaku

Aina mengangguk, sekali lagi, namun kali ini ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya.

“UOOAAHKK!! AHKKHH!!!”

Aina menjerit dan menangis seketika.

“SAKITT KEEIII , SAKIITT HWAAAGGHHNN!!”


Kutusukkan penisku dengan sekali hentakan pada lubang analnya.

“Ayo, puasin majikan lu.”

Kemudian kugenjot lubang anal Aina perlahan, karena aku pun mengerti rasa sakitnya.

“Lagian aneh banget lu, tadi muncrat gara-gara gua kocok juga bo’ol lu..” ledekku, sembari tetap menggenjotnya perlahan.

“Heergghh Keiii k-kenapaa aku dianalll aarghnnng...”

*sfx : PLAK! *

“Pake nanya lagi si anjing!” bentakku, setelah menampar pantatnya dengan semangat.

Berbekal dari adegan yang pernah kutonton di hentai, sambil menggenjot analnya kumainkan juga vaginanya dengan tanganku yang satunya. Mulai kukocokkan lubang vaginanya yang banjir maju-mundur.

“Aarrgghnnn..aaggghnn..aahnnn...”

Desahan Aina berubah kembali setelah ku bermain dengan vaginanya.

“Enak? Ha, tenang aja. Lagian gua gak akan lama-lama.” ujarku, yang kebetulan merasa akan berejakulasi sebentar lagi.

*sfx : PLAAAKK!*

“Ewe teruss Na, ugghhh... hhmnnn...!” tamparku pada pantat Aina. Kurasakan lubang sempit itu mengocok penisku terus-menerus agar memuncratkan ‘laharnya’.

“Aggghnnn Keii—hhngggkss... ooughnnn...”

“Enak kan, sayang? Lihat, memekmu aja udah kayak gini...” cecarku, sembari tetap mengocok vagina Aina yang semakin membanjir dan memijiti jemariku.

“Khhnnn... oaagghnnn...uughnn i-iyaa enaakhh...ahhhnn..” desah Aina, sembari mendongakkan kepalanya merespon kenikmatan.

“Ughh Na gua muncratin bool lu... oohhnn..!”

Kuhentak-hentakkan penisku di dalam analnya, penisku yang sudah menggembung dan berdenyut-denyut.

“Ssshh A-Ainaa ahhh!!!”

*sfx : Crooottsss crootsss srrttt....”

“Urrgghhnn...”

Kusemburkan cairan maniku ke dalam lubang anal Aina, yang ternyata cukup banyak hingga sebagian meluber dari lubang analnya.

“Shiittt...enakkhh bangett anjingg... haahhhnn..” racauku, sembari menuntaskan orgasmeku.

Setelah aku memuncratkan air maniku, Aina langsung ambruk melemas, terkapar di ubin kamar mandi. Penisku pun tercabut dari lubang anal karenanya.

Kucoba mengangkat tubuh Aina, sebagai isyarat agar ia mau memelukku dan memasrahkan badannya bersamaku yang kini kembali duduk bersandar pada dinding kamar mandi.

“Ahhnn...hadiah yang sempurna darimu... “ ujarku, sembari membelai rambut Aina.

Namun, kuperhatikan Aina kini terdiam, menatap dengan pandangan kosong. Sepertinya lemas.

“Eh, kenapa? Sakit, ya?” ujarku, meremas salah satu bongkahan pantatnya dengan lembut.

Aina hanya mengangguk.

“Hmm.. nungging lagi deh, Na.”

Aku mengisyaratkan agar kini bokongnya berhadapan dengan wajahku.

“Aah..”

Terdengar desahan Aina saat kumenyibak bongkahan pantatnya dan melihat lubang anal yang tadi kusodomi dan kuhujani dengan cairan maniku. Terlihat memerah dan lecet, dan sedikit guratan luka dan rembesan darah.

“Hmphh...hhmpphh...”

“E-eeehh??!”

Aina terkejut saat ku membenamkan mukaku dan menghirup belahan pantatnya. Ia refleks menggerakkan pantatnya, namun menghujam wajahku.

“K-Keiii..e-eehh... hahahah ooohh..”

Aina menggeliat kenikmatan sekaligus geli. Aku tak menjawabnya, melainkan kini lidahku bergerak dari menjilati belahan pantatnya menjadi ke arah lubang vaginanya.

“A-awwwh....oohhh..ohhh...”

Masih terasa liang vaginanya yang membasah dan berlumuran cairan saat ia terangsang. Aku menjilatinya secara merata di permukaan vaginanya.

“Eehh...ha-aahhnn...”

“Mau keluar lagi, Na?” ujarku, sembari menggantikan jilatanku menjadi kocokan jemariku pada lubang vagina Aina.

“Y-Yaahh...aahhnnn...oougghnn...”

Kali ini kulihat tubuh Aina pun ikut bergetar, begitupun dengan bokongnya.

“Enak, Na?? Hmnn..? tanyaku, dengan getaran birahi yang kembali kurasakan.

“Eeerghhn i-iyaaahnn hnn enaakkhh...aaahhnn...ookkhhnnn...”

Kukocokkan terus vagina bengkaknya dengan tiga jariku, menjamah G-spotnya sehingga membuat dinding vaginanya semakin berdenyut-denyut kenikmatan dan membanjir.

“Aaarghhh heerghhnn fffhhnn... uuffhnn .... Uoorrgghnn..!!”

Desahan dan erangan kenikmatan Aina menjadi-jadi saat kuremas pantatnya bersamaan ku mempermainkan lubang senggamanya.

“Ughh.. bentar lagi bo’ol lu gak akan kerasa terlalu sakit,kan? Hmnhh..??”

“Aaahhkk yessh..sshh.. enakk bangett Keii...haaahhhn...oohh..ohhnn..ohnnn...”

Aina menggerakkan pantat dan pinggulnya semakin tak teratur dan kelojotan.

“Keii aahhnn...mmhhnn...oookkhhnnn!!”

*sfx : Creeetttsss suurrrrr......*

Tanpa aba-aba, tiba-tiba pantat Aina terangkat, namun semakin mengenai wajahku, dan vaginanya kembali memuncratkan cairan cinta yang kini membasahi wajahku serta bagian tubuhku yang padahal masih bersabun.

“Aaaahnn Keeiii oohhnn..ohhnn...!!”

Aku menahan pantat Aina agar tak terus membentur wajahku, dan langsung kulahap cairan cintanya yang masih menyemprot dari vaginanya.

“Shiitt... oohhhnn... oouughnnnnn...!!”

Tak lama setelah ia berorgasme. Ia kembali melemas, kali ini ia ambruk.



“Heh, bangun. Belum selesai lho mandinya.” ujarku, sembari mengambil botol sabun yang ada di dekatku.

“Gara-gara lu jadi sabunan lagi kan..”

Aku kembali mengangkat tubuh Aina agar kembali duduk berhadapan padaku sebelum menuangkan kembali cairan sabunku. Kali ini kami hanya fokus meratakan sabun satu sama lain, sembari membilasnya. Sesekali pelukan mesra di kala mandi, meski kali ini aku yang lebih banyak bergerak ketimbang Aina yang sudah sangat lemas.

Setelah usai mandi dan menggosok gigi, kami pun keluar dari kamar mandi.

*sfx : BRUGG!*

Setelah Aina keluar dari kamar mandi dengan tergopoh-gopoh, ia pun langsung ambruk ke kasurku, menelungkupkan badannya, dengan tubuh yang belum mengenakan sehelai benangpun.

“Hei, Na. Bukannya lu ada kelas hari ini, kan?” ujarku, sembari melirik jam di dinding. Pukul 09:00.

Tapi tidak ada jawaban. Melainkan suara dengkuran yang sayup-sayup terdengar.

“Jiah, yaudah lah ya, dia ini yang skip (bolos, red).”

Aku pun duduk di tepian kasur, membiarkan Aina yang kembali terlelap. Sementara itu aku mulai mengenakan pakaianku, karena air mandi tadi dirasa dingin bagiku.

“Padahal masih pagi.. tapi.. aku sudah membuat Aina seperti ini lagi..”

Kutatap Aina. Lantas ku merenungi perkataannya tadi di kala bersetubuh.

“Jadi budak seksku, Na? Kenapa kamu segila itu...?”

Namun, baru saja menuduh Aina gila karena menyodorkan dirinya untuk jadi budak seksku, aku pun kembali merutukki diriku sendiri, lagi.

Apakah aku sudah gila sehingga “menikmati” Aina dengan cara yang menyakitkan? Terlebih aku menikmatinya.

Akan tetapi, aku.. tidak mau..

Aku berbaring di sebelah Aina, sembari mulai memijat kepalaku.

Aku gak terlalu tau dan mengerti tentang diriku sendiri, bahkan hingga saat ini ...

--

[Pukul 09:45]

“Aina... bangun Na.. udah mau jam 10...” ujarku lembut, sembari agak menindih badannya. Tak lupa kubelai rambutnya.

“Uhhhmnn...”

Aina membuka matanya perlahan

“Lemes banget..?” bisikku, namun terdengar retoris.

“Kamu ada kelas jam 10, bukan? Apa nggak akan masuk...?”

Aina menatapku sejenak, namun kali ini lekat-lekat. Aku menangkap ekspresinya sebagai rasa khawatir.

“Kalem we atuh Na, moal diewe deui. Bangun gih.” ujarku, sembari melontarkan candaan yang entah lucu atau tidak.

“Lemes... uhhnn..”

Kusodorkan padanya sweater berwarna peach untuk Aina pakai, serta overall putihnya yang ia gunakan kemarin.

“Lu gak bawa baju ganti sih ya... Nih, buat lu.”

“Eh... Kei? B-buat aku..?” ujar Aina, setelah berusaha untuk bangkit dan duduk.

Aku mengangguk, kemudian langsung kubantu Aina untuk mengenakan sweaternya. Sekali lagi, seperti membantu adikku memakai baju.

“Wah, lucu banget di elu nyaa...”

Baik aku dan Aina sama-sama tersenyum.

“Makasih ya, Kei.. duh padahal harusnya aku yang harus ngasih hadiah buatmu...”

“Nggak apa-apa, kan udah hadiahnya?’ ujarku, mencolek hidungnya.

Aina yang langsung mengerti maksudku, hanya menyengir.

“Tapi Kei.. maksudku, kenapa kamu beli sweater cewek..? Apa kamu salah beli?”

Kali ini aku menatap Aina.

“Hahaha, ya enggak lah.”

“Terus?”

“Jadi, gini... sebenarnya itu sweater yang bakal kuhadiahkan untuk sepupu setahun yang lalu...”

Aina menyimak. Ku lanjutkan ceritaku.

“Tapi, dia... meninggal beberapa hari setelah hari ulang tahunnya..”

“Kei.. aku turut berduka cita..” ujar Aina, menepuk bahuku.

“Dan, kau tahu... minggu kemarin adalah hari ulang tahunnya.. dan kemarin adalah tepat setahun setelah kepergiannya..”

Aina langsung memelukku, bermaksud menghiburku.

“Kamu yg sabar ya...” ujarnya

T-Tapi.. Apa tidak apa-apa aku memakai sweater ini..? Sweater ini bagus.. saudaramu juga pasti suka warna ini---“

“Pakai saja, Na.” ujarku, yakin.

Kemudian kulanjutkan membantu Aina mengenakan overallnya yang kemarin.

“Dah, cantik.”

Wajah Aina merah merona mendengar pujianku. Kemudian, setelah menyisir rambutnya yang belum sempat ia lakukan setelah keluar dari kamar mandi, kami pun saling membereskan; kubereskan kamarku yang acak-acak, kusingkirkan semua baju kotor, rapikan kasur, sementara Aina membereskan barang-barangnya dan bersiap untuk pergi ke kampus.

“Oh,iya Na.”

“Ya?” Aina menoleh, saat ia sudah mengenakan ranselnya.

“Sore nanti ibuku mau ke kosan..”

“Oh..?”

“Lu kalau mau dateng, dateng aja...”

“Oh, o-okay?” ujar Aina, meski ia terlihat gugup bingung apa yang harus ia lakukan

“Ibu gue soalnya welcoming banget sama teman-teman gue, waktu gua masih SMA juga gitu..”

Aina hanya manggut-manggut.

“Oke deh Kei, nanti aku dateng lagi kok sesudah kuliah.” ujarnya, tersenyum.

Setelah itu, Aina bersiap-siap untuk meninggalkan kamar kosanku untuk menuju ke kampus, meski kulihat langkahnya masih saja tertatih.

“E-eh, Na? Lu .***k apa-apa? Mau kutemenin...?” ujarku khawatir.

“Gak apa, gak usah.. Makasih ya, aku pamit dulu..” ujar Aina, yang kali ini terlihat terburu-buru sembari menatap jam di ponselnya.



---

Aina P.O.V
[Pukul 15:00]

Teh, 12 September itu hari apa? Hari ini bukan??” tanya salah seorang adik tingkatku, Fira.

“Iya, bener hari ini.” ujarku, sembari merenungkan apa yang terjadi di hari ini dan kemarin. Di bangku yang tersedia di depan himpunan jurusan, aku terus menerus mengubah posisi dudukku.

“Eh, kenapa teteh?” tanya Fira, yang lama kelamaan merasa tergelitik untuk bertanya melihat posisi dudukku yang terus saja berganti.

“Eh.. ini nih, gak enak kaki sama pantat banget..” bisikku. “Kemarin jatuh dari motor sih, haduhh...”

lanjutku kembali, berbohong. Padahal rasa gak nyaman ini gara-gara pantatku yang perih serta vaginaku yang membengkak.

“Waduh teh, yaudah lain kali teteh hati-hati...”

Untung Fira percaya begitu saja. Tak lama kemudian, Fira menyodorkan sebuah kupon padaku, bertuliskan “DISKON 50% UNTUK PEMBELIAN KUE TART” di sebuah bakery yang cukup terkenal, dan melihat alamatnya yang ternyata tidak jauh dari kampusku.

“Aku mau jual kupon ini sih teh.. berlakunya hari ini.. tapi kira-kira kebeli gak ya?”

“Eh.. iya, kenapa baru dijual sekarang? Baru inget?” tanyaku

“Iya teh, lupa kalau nyimpen ginian di dompetku...” ujar Fira, dan bersiap-siap memotret kupon tersebut untuk kemudian di posting di Instagram story, sepertinya.

“Eh Fir, gua beli deh, berapa??”

“Beneran, teh?? Bolehh kalau mau beli..” ujar Fira, senang.

Setelah aku menukarkan selembar limapuluh ribuan dengan kupon toko kue tersebut, aku pun bergegas.

“Eh, mau kemana teh?”

“Mau beli kue~ Hehe..” ujarku

“Eh langsung dijajanin lah haha,yauda, makasih ya teh...”

Setelah berpamitan dengan Fira, aku pun pergi menuju toko kue yang tertera di kupon tersebut.

---

[Pukul 15:45]

“Permisi...”

Aku memasuki kembali kamar kos Kei, kamar dimana aku menjadi “budak seks” Kei sehari semalam.

“Nah,itu tuh mah, orangnya dateng..”

Kei menunjuk ke arahku, dan berbicara pada ibunya, seolah hari kemarin tidak terjadi apa-apa.

“Eh, neng, temennya Khairul ya? Silahkan masuk~!” ujar wanita paruh baya tersebut.

Aku memasuki kamar kos Kei, namun ternyata bukan hanya aku saja yang menghadiri hari berbahagia Kei di hari ini, namun juga teman-teman dekatnya di DKV, seperti Adit, Beno, Arul, dan Hadi.

“Wihh, halo Na!” Adit menyapaku, dan kubalas sapaannya.

Aku mendekati Kei, menyodorkan sebungkus kue tart kecil untuknya.

“Ini buatmu, Kei. Selamat ulang tahun ya..” ucapku, lagi.

Kei menerima kue pemberianku.

“Terimakasih...” ujarnya, sembari mendekatkan wajahnya padaku dan berbisik. Sementara itu, baik ibunya Kei maupun teman-temannya saling melirik sambil tersenyum.

“Ehem.”

Beberapa berdehem dengan tujuan menggoda.

“Alhamdulillah, terimakasih ya nak, buat hadiahnya...” ujar ibunya mewakili Kei dengan ramah, tersenyum. Aku pun membalasnya dengan menyalaminya. Perkiraanku, usia ibunya kisaran awal 40-an tahun, namun masih tetap memancarkan guratan semangat wanita muda.

“Ciee, Aina perhatian banget...” bisik Adit kepada Arul, namun aku dapat mendengarnya

“Heh, tukang gosip!” kutepuk bahunya keras-keras

Kami yang ada di kamar kosan Kei pun tertawa-tawa.

“Enggak apa-apa, mau cewek atau cowok, yang penting mah tetep jadi temen yang baik bagi Kei.. Saling bahu membahu untuk meniti masa depan...” ujar ibunya Kei, yang nampaknya mulai memberi “petuah”.

“Terimakasih juga telah menjadi temannya Kei..”

Kami pun mengangguk.

“Iya, siap bu!” ujar Adit bersemangat.

“Tolong ya... mamah titip Khairul pada kalian..tolong temenin dia selama masa kuliah.. tolong dibantu juga, mengingat dia sudah cukup lama cuti kuliah...” lanjutnya

“E-eh, mah, gak usah repot-repot..” ujar Kei

Kami pun hanya tersenyum dan tertawa kecil.

“Oh iya, nih mamah masakin nasi liwet buat dimakan. Silahkan~!”

Mamah Kei pun menyiapkan nasi liwet beserta lauk-pauk di hamparan karpet.

“Asyikk, botram!” ujar kami, bersamaan. Kei dan ibunya hanya tertawa melihat tingkat kami yang kegirangan diberi makanan gratis.

“Aduhh, dengan senang hati atuhh...” ujar Hadi, sembari meraup sesendok nasi liwet

“Ah lu mah soal makanan memang selalu senang hati!” ledek Kei kepada Hadi yang memang bertubuh tambun, yang diikuti oleh tawaan kami.

“Hehehe..”

Aku pun ikut mengambil bagianku di saat yang lain sudah mengambil bagiannya. Namun...

“Aduhh...”

Saat aku kembali duduk, diriku kembali merasakan tidak enak pada vaginaku yang membengkak dan pantatku.

“Eh, kenapa neng? Sakit..?” tanya ibunya Kei.

“A-anu...”

Saat aku hendak menjawab, Kei menatap ke arahku.

“K-Kemarin saya jatuh dari motor, bu.. jadi sakit kaki saya bu...” ujarku, berbohong.

“Ohh, lainkali hati-hati, nak.. sudah diobati?”

“Sudah buu, tapi masih agak sakit, tapi gapapa kok hehe...”

Saat ku membalas pertanyaan ibunya Kei, Kei memalingkan tatapannya ke langit-langit kamar.

“Padahal ini semua ulah anakmu, Bu!”



Sembari menikmati santapan, kami pun saling berbincang-bincang. Mulai dari bertukar cerita keseharian, menceritakan Kei di masa lalu, dan bertukar pendapat. Kami langsung merasa akrab dan menyenangi pembawaan ibunya Kei walau baru pertama kali bertemu.

Tiba akhirnya, kami menyelesaikan makanan masing-masing, dan satu persatu saling berpamitan. Termasuk diriku, yang kini pamit pulang ke rumah setelah sehari semalam ‘menginap’.

“Pamit dulu yaa Bu, Kei!” ujarku

“Iya,hati-hati...” ujar mereka bersamaan

“Eh tapi, Na, mau gua antar sampai depan?” ujar Kei yang nampaknya khawatir. “Kaki lu masih sakit, kan?” tanyanya, padaha ia jelas tahu apa yang terjadi padaku, dan dialah pelakunya.

“B-Boleh..”

Tak enak menolak tawaran Kei, Kei pun mengantarku sampai pintu masuk kos.

“A-aawhh...”

Kurasakan tangan kiri Kei yang jahil mencolek vaginaku dari belakang. Kuremas tangan Kei kuat-kuat, sementara ia hanya tertawa dan meringis.

Hingga akhirnya tiba di pintu kos, dan akupun berpamitan pada Kei begitu meninggalkan kosan. Meski mataku tetap menangkap gundukan di balik celana yang Kei kenakan.

“Dasar mesum!”

---

Kei P.O.V

[ Pukul 21:00 ]

“Hmm.. emak gue udah tidur aja jam segini...”

Kulihat tubuh ibuku yang terbaring di kasur, tidur dalam lelap. Pasti karena kecapekan menempuh perjalanan dari Pangandaran ke Bandung.

Dengan berhati-hati, aku mencari posisi yang lumayan jauh dari ibuku. Kemudian, kuletakkan laptop baruku dari ibu sebagai hadiah ulang tahunku di karpet, dan langsung membukanya.

Kugerakkan kursor ke direktori file tempat aku diam-diam menyimpan “koleksi pribadi” dari laptop Aina semalam, setelah aku lagi-lagi menyetubuhinya.

Ku klik folder berjudul “My Fantasies” tersebut.

Dan, ya, seperti yang kuduga, filenya berisi kumpulan foto-foto tidak senonoh tentang berbagai fetish, tapi kebanyakan berkaitan dengan kekerasan, termasuk BDSM.

Kuamati foto-foto tersebut satu persatu. Semuanya adalah adegan yang sebelumnya tak pernah kutertarik untuk meliriknya, apalagi kepikiran untuk melakukannya.

Namun, setelah kejadian tersebut dengan Aina, aku memandang foto-foto tersebut dengan pandangan yang sungguh berbeda. Birahiku membeludak setiap kali aku melihat foto yang menampilkan adegan seks dengan kekerasan tersebut.

“Arrgghh..”

Tanpa sadar kumendesah, dipastikan karena birahiku yang naik dan celanaku yang menyempit sedari tadi, dan rasa ingin melakukannya lagi dan lagi, dengan Aina.

“Astaga... aku kenapa begini... “

Meskipun rasa penyelasan dan kontradiksi kembali muncul, tetap saja aku melanjutkan melihat-lihat koleksi foto tersebut sampai akhir. Meski terkadang aku melihat adegan yang menurutku kelewat sadis dan sempat membuatku eneg, mual.

“S-siall! Gua gak bisa coli lagi, ada emak gua!”

Namun, bukan itu saja, sebenarnya tubuhku kelelahan juga, kurasa karena sebagian besar energiku terkuras karena persetubuhan sehari semalam itu.

“Aina, yang memohon menjadi budak seksku...”

“Aku, seorang lelaki yang tak pernah mendekati seorang wanita pun..”


Setelah kumatikan laptopku, aku pun memutuskan untuk berbaring di karpet, menenangkan pikiranku, sebelum akhirnya benar-benar terlelap.
 
Hohohohoho petualangan bersama Aina mulai menanjak :pandajahat:
 
eahaha kgk update semingguan ini, update ah~
 
Chapter 11 : Pisces Ascendant

========================


Aina P.O.V

[Pukul 09:00, di laboratorium komputer]

“Kak Aina...”

“Kak Aina...”

“Kak Aina??”

“Heh.. Iya, ada apa?”

Aku baru tersadar dari fokusku terhadap layar handphone saat salah seorang adik tingkat menarik pergelangan bajuku.

“Kak, ini gimana sih kak, kok enggak bisa..?” tanyanya sembari menunjuk komputer yang ia gunakan dan sedang membuka aplikasi Rhinoceros 3D (sejenis aplikasi modelling 3D)

Aku pun membantu adik tingkatku yang kebingungan.

“Jadi gini, kamu klik ‘FilletEdge’ dulu, baru bisa bikin radius. Bukan mencet ‘Filet’ ya, itu sih buat kalau masih berbentuk garis..”

“Ohhh.. ok, makasih kak!”

Akupun tersenyum, dan kembali melirik layar HP ku.

“Sstt.. main HP mulu jadi asdos teh!” celetuk Pak Sudin, sang dosen, dengan nada bercanda.

“O-oh-“

Belum sempat kumenjawab, kak Tris, kakak tingkat yang mengulang mata kuliah berceletuk.

“Iya, lagi pacaran kali, Pak!”

“HEI!”

Aku memelototi kak Tris, dan hanya dibalas dengan cengiran. Meski begitu, kak Tris termasuk kakak tingkat yang sering mengajakku berkomunikasi.

Pak Sudin hanya tertawa.

“Hadeh.. yang penting gua bisa jawab kalau ditanyain adik tingkat.. Bawel amat, rese.”



Beberapa menit berlalu, kegelisahanku semakin menjadi.

“Ah, yaudahlah!”

Kuputuskan untuk membuka Facebook Messenger, dan memencet emotikon “Say Hi” kepada Kei.

“Semoga tidak mengganggunya, ya..”

Belum ada tanda Kei membaca pesanku, pastinya ia sedang berkuliah.

Sejenak aku merenung..

“Kei, bahkan setelah semua ini, kamu tetaplah sama seperti sebelum pengalaman bercinta yang kita alami.. Bagaimana bisa?

Aku berharap setelahnya, setidaknya kamu lebih berinisiatif untuk mengkontakku..”


Kubenamkan wajahku dengan salah satu tanganku, menyadari bahwa angan-anganku menjadi kekasih Kei bahkan belum tentu terjawab setelah kuserahkan tubuhku.

Apa aku menyesal?

Tidak, setidaknya angan-angan erotisku akan Kei sudah terwujud. Begitu hiburku kepada diri sendiri.

---

Kei P.O.V

[Pukul 09:17, di Gedung 1 Jurusan FSRD]

“Kei..”

“Kei..”

“Kei.. Oi! Ler Peler!

*sfx : BLETAKK!*

“Anjeng!!”

Bentakku pada Arul, setelah tiba-tiba memukul kepalaku dengan botol plastik kosong.

“Pa’an?” tanyaku yang masih dongkol. Huh, mengganggu mood saja.

“Lu tuh gimana... dipanggil gak nyahut. Malah senyum-senyum...”

“Oh ya?” ujarku, kembali kulirik layar handphone. Kutersenyum, sekali lagi.

“Lagi beger lu??” selidik Arul

Tak berminat menjawab pertanyaan Arul, aku malah menanyakan hal lain.

“Eh iya, ada apa sih tadi manggil-manggil? Sorry nih..”

“Gimana, jadi pengen join circle kita?”

Oh iya, seminggu yang lalu Arul memang menawariku untuk bergabung di circle yang juga ditempati oleh Adit dan Beno. Circle yang mengkhususkan menggambar style-style anime, meski aliran painting sepertiku diperbolehkan.

“Ohh.. itu ya.. Hm.. Gua pikir-pikir lagi deh-“

“Ealah kelamaan mikir lu, ditanyain lho!” sela Arul

“Takut gak bisa bagi waktu.. kalau gua mau join, gua bakal kabarin lu.”

Arul pun hanya mengangguk, dan kemudian datanglah Adit dan mengajak kami untuk ‘sarapan’.

Namun, bagaimanapun, hari ini perasaanku membaik, sebab chat yang kutunggu-tunggu tiba.

Meski hanya emotikon “Say Hi!”. Kubalas dengan emotikon yang sama.

Tak lama kemudian muncul chat dari Aina.

“Lagi kelas?”

“Kagak, udah kelar kelasnya.”

Entah lah, kadang aku bingung juga sejak dulu. Aku menyukai wanita, namun tak pernah mendekatinya. Entah aku tak nyaman melakukannya atau ada hal lain yang membuatku enggan.

Seringnya kuberharap wanita itu menghubungiku duluan, namun tentu saja tidak akan mungkin! Mana tahu dia akan perasaanku jika aku tak menghubunginya duluan, iya kan?

Padahal aku lelaki, dan sering terkena stigma kalau lelaki lah yang harus menghubungi wanita duluan.

Ah, aku tak terlalu peduli sebenarnya..

Mungkin karena aku memang bukan orang yang pandai memulai pembicaraan, makanya mungkin akan senang jika dihubungi duluan oleh lawan bicara...

Dan Aina ini tetap menghubungiku terlebih dahulu.. meski tetap saja bukan aku yang mengabarinya duluan...

“Na, makasih... “

--------------

[Pukul 15:00]

“Gimana itu proyek kita, kapan lagi dilanjutin?” tanya Aina di chat Messenger
“Hmm, oh ya, ilustrasi gua bentar lagi kelar, kok. Ntar gua kirim dah...”

Lama tak ada balasan, aku pun kembali fokus mengerjakan tugas Tipografi. Biarlah, lagipula mungkin jam segini ia sedang sibuk menjadi asisten dosen, pikirku.

Hampir setengah jam kemudian...

“Wkwk abisnya sih, kalau aja kemarin gak ngewe, udah beres tuh kerjaan!”

Sebuah notif masuk di handphoneku, yang buru-buru kubalas secara sembunyi-sembunyi karena takut terbaca oleh Hadi yang duduk di sebelahku.

“Wkwk, lu juga doyan.” balasku, menantang

“Hahaha..kapan-kapan aku boleh ‘lagi’?”

Aku hendak membalas, namun tiba-tiba dosenku datang untuk berkeliling dan menghampiri mejaku, dan memberikan sedikit pengarahan terkait tipografi.



---

Aina P.O.V
“Kan.. gak dibales...”

Aku melemas, membungkukkan badanku pada meja, dan menelungkupkan wajahku. Aku menjadi jauh lebih insecure setelah Kei menyetubuhiku. Tak bisa dielakkan, ini karena aku yang ‘ngarep’ akan perlakuan dia ke aku setelah persetubuhan. Tapi..?

“Ah,biarlah, mungkin lagi kelas...atau mungkin perkataanku kurang pantas” ujarku, berusaha berpikir positif.

“Gak usah chat dulu, deh.”

Aku kemudian memencet opsi “Unsend” untuk menghapus pesan yang kukirimkan pada Kei.

---

Kei P.O.V
[Pukul 19:40]

“Oi Na, udah kelar nih ilustrasi gue”

Aku pun lantas mengirim tiga foto berisi desain karakter yang kubuat.

Tak lama kemudian, muncul tanda “Seen 19:41” . Namun tak ada balasan.

“Ah, biarlah. Mungkin dia sedang mengerjakan 3D nya sekarang.” pikirku. Kemudian kulanjutkan dengan bermain GTA V di laptop baruku.
Eh tapi, tadi kulihat Aina seperti mengurungkan pesan yang dikirim. Pesan apa ya? Ah mungkin salah kirim.

“Kei, maaf yang tadi...”
Sebuah pesan mampir di inbox Facebook-ku tiba-tiba.

“Eh, kenapa Na?”

“Maaf... kalau tadi aku ngirim hal kurang ajar...”

“Kurang ajar apa? Sans aja...”

“Eh, kamu gak ingat? Ya sudah lah... “
Kemudian Aina pun pamit kembali, dan berkata ingin melanjutkan proyek ke dalam bentuk 3D.
Namun, kemudian aku tak jadi melanjutkan game yang kumainkan. Alih-alih ku malah menggerakkan kursorku ke folder yang kubuka semalam, yaitu folder berisi fetish Aina.

“Ahhh.. Aina... izinkan aku mewujudkan ini padamu...” gumamku, yang kini seakan mabuk asmara.
Ternyata tak hanya file berupa foto, namun juga lengkap dengan video, dan... text tentang cara melakukan BDSM?
Seniat ini... aku menjadi semakin tertarik pada Aina. Dan hal yang dulunya sama sekali tak mau kusentuh.

“Ughhn...Ainaa...”
Desahku, sembari tangan kiriku mulai memainkan penisku dari luar celana, dan meremasnya lembut. Apalagi, mumpung ibuku sedang keluar mengunjungi saudaraku, aku pun meneruskan masturbasiku.
“Errgghh...ooohh...ohhhnn..”

Semakin semangat kukocok penisku saat kutonton video yang memperlihatkan seorang wanita yang tengah doggy style sembari vaginanya digenjot dari belakang, dan tak lupa pria tersebut menambar pantat wanita tersebut serta menjambaknya. Dan kubayangkan jika aku dan Aina bercinta seperti itu.

“Haaahh..it’s w-weird.. i’m turned on of this shitt... ouuhhnnn...”
Namun, sembari aku mengocok, aku teringat sesuatu. Kuraih ponselku.

“Hhaahhh... rasakan pembalasanku!”

Kukirimkan foto penis tegangku yang sedang kukocok ke Messenger Aina, ingin tau apa reaksinya. Lagipula, ini adalah ‘balas dendam’ku karena Aina pernah mengirimkan foto ‘nakal’nya, walaupun secara tidak sengaja.
“E-eerggh.h..Y-yesshh... o-ohhh----“
“Khairul?”
“M-Mamah!”

Aku terkaget, dan refleks menutup kembali celanaku, menyembunyikan penis tegangku yang kini berdenyut dan hampir orgasme. Sehingga ibuku tidak melihat bahwa aku sedang bermasturbasi sedari tadi.
“Mah, udah pulang?” tanyaku, basa-basi, namun berusaha agar terlihat seperti tidak terjadi sesuatu. Padahal kurasakan cairan maniku sudah benar-benar diujung tanduk dan siap untuk dimuncratkan.
Namun tak dapat disembunyikan bahwa nafasku tersengal-sengal dibuatnya, dan lututku bergetar, entah ibuku menyadarinya atau tidak. Hanya saja, untung ibuku tidak melihat penisku yang menegang karena terhalangi oleh meja laptop.
“Iya, nak... Sudah makan?”
“Belum, mah.”
Aku teringat bahwa diriku yang belum makan malam ini. Kumatikan laptopku.


Kei ini memiliki zodiak Virgo, Gemini moon, dan Pisces Ascendant. Pria dengan kepribadian Pisces Ascendant memiliki gaya PDKT yang agak tidak biasa; saat ia menyukai seseorang, ia ingin orang tersebut yang mengejarnya sebagai bukti keseriusan akan perasaannya, karena ia pun menyukai diperjuangkan seperti itu. Terdengar cukup menyebalkan? Namun menjelaskan contoh beberapa orang yang kutemui, yang menyukai wanita namun tak pernah terlihat mendekatinya, dan mungkin penyebab ini adalah salah satu penjelasannya.



Bagaimana pun, pada akhirnya Pisces Ascendant mendambakan partner jangka panjang.
 
Terakhir diubah:
Chapter 12 : Prepare

========================================


Narrator P.O.V
[ Hari Sabtu, pukul 08:30 ]

“Khairul, bisa antar mamah ke B*rma??”

“Boleh, ayo mah. Emang mau beli apa?”

“Hmm beli beberapa perlengkapan di rumah, makanan, dan mungkin ada yang diperluin di kosanmu?”

“Hmm gatau juga, lihat nanti deh.”

Kei pun memutuskan untuk mandi, berpakaian yang rapi, kemudian bersiap-siap mengantar ibunya ke B*rma yang letaknya tidak terlalu jauh dari kosannya.

Sesampainya di B*rma, mereka membeli sejumlah makanan camilan, tentu saja untuk stock persediaan Kei di kosan supaya ia tidak terlalu kelaparan. Meskipun dapat dilihat raut wajah ibunya yang sedikit heran, karena tak biasanya Kei membeli selai blueberry, susu kental putih, serta sereal campur. Bahkan setahu ibunya, Kei tidak terlalu suka minum susu. Meskipun tetap saja mie instant tak pernah luput dari makanan yang dibeli Kei setiap kali berbelanja.

“Ah, biarlah, mungkin sekarang anakku lagi suka minum susu dan makan roti, juga sereal.” ujar ibunya, tidak terlalu ingin bertanya. Apalagi dua hari kemarin ia melihat anaknya memakan roti yang ia bawa dari bakery langganannya di Ciamis dengan lahap.

“Tak apa, selalu bahagialah anakku..”

Kehidupannya semakin sulit setelah ia bercerai dengan suaminya 2016 lalu, yang juga menyebabkan Kei harus cuti kuliah. Ia tinggalkan semua tentang pernikahan mereka serta kehidupannya di masa lampau di Bogor, dan memutuskan untuk pulang kampung ke Ciamis bersama anak bungsunya, sedangkan Kei tetap tinggal bersama ayahnya yang merupakan mantan suami. Bahkan kini anak bungsunya pun kuliah jauh di luar provinsi sana.

Mengetahui bahwa ia akan semakin sulit untuk memastikan kondisi kedua anaknya, maka dari itu ia ingin mengusahakan apapun agar anak-anaknya selalu baik-baik saja. Dengan uangnya yang ia kumpulkan dari hasil membuka warung kopi, ia ingin uang tersebut memenuhi kebutuhan Kei selama berkuliah di Bandung ini, serta adiknya yang berkuliah nun jauh di Solo.

Kemudian setelah berbelanja makanan, mereka pun pergi ke lantai yang berisikan jajaran peralatan, mulai dari peralatan rumah tangga, kantor, olahraga, perkakas, hingga untuk kebutuhan hewan peliharaan.

“M-mah..”

“Iya, nak?”

“Apakah aku boleh ini...?” ujar Kei, sembari menunjuk kapstok gantungan baju dengan model seperti ini :
79298759_169403881122995_7447104100170203136_n.jpg



“Boleh, biar bajumu gak terlalu berantakan juga tuh..” celetuk ibunya, agak meledek.

Kei agak malu mendengarnya, apalagi mengingat ibunya kemarin agak menegurnya karena bajunya yang agak berserakan. Namun kemudian mereka tertawa bersama-sama.

“Lagian murah tuh, beli aja...” ujar ibunya

“Ok!”

Setelah mereka membeli kapstok, mereka pun berpencar sejenak, karena berbeda keperluan yang dibeli.

Beberapa saat kemudian, mereka bertemu kembali karena usai berbelanja dan hendak membayar. Dan sekali lagi, ibunya terheran-heran melihat isi keranjang belanjaan Kei.

“Jepitan jemuran, okelah, biasanya anakku juga yang mencuci bajunya sendiri...

Tali tambang, okelah... mungkin ada perlu dengan tali tersebut... Tapi kok ada pengaitnya, ya?

Cellotape, mungkin buat keperluan kuliahnya...

Spatula dari besi, dan kayu... kenapa nggak beli salah satu? Tapi memang anakku sekarang ini kadang memasakkan makanan untukku.. membanggakan bahwa kemampuan memasakku perlahan menurun padanya...

Silet, okelah, mungkin untuk keperluan kuliahnya juga... atau untuk pisau cukur?

Lilin, gak masalah, siapa tahu mati lampu kan...

Penjepit kertas juga biasa untuk perkuliahan...

Tapi, ini apa? Kok ada ...”


“Nak, kok ada tali dan kalung buat gogog (anjing,red) dan tempat makan gogog? Terus apa ini, kok ada mainan gogog? Terus baby oil ini apa?” tanya ibunya, agak bingung. “Kamu gak melihara gogog, kan?”

“Eh, ya enggak lah mah.. tadi Khairul kedapatan pesan nih, temen nitip peralatan buat hewan peliharaan sama baby oil, gak apa-apa kan, Mah? Nanti dia yang gantiin..”

“Oh, yaudah tak apa-apa, Nak. Uangnya kalau digantiin, buat kamu aja.” ujar ibunya, tanpa rasa curiga.

“Ok, makasih mah!” ujar Kei, senang. Kemudian kini giliran antrian mereka untuk membayar.

“Haha, andai mamah tau ...”

Setelah membayar, mereka pun meninggalkan B*rma dan kembali ke kosan untuk menyimpan barang-barang belanjaannya, sebelum ia kembali menemani ibunya jalan-jalan keliling Bandung. Memang sudah seperti tradisi, setiap ibunya mengunjunginya, mereka pasti akan berjalan-jalan keliling kota.

“Maafin Kei, mah. Kei kini tidak seperti anakmu yang kau kenal dulu..”

[Minggu, pukul 06:00]

“Khairul sayang... mamah pulang dulu, kamu jaga diri baik-baik nak...”

Kei merasakan keningnya dikecup, saat ia setengah tersadar dari tidurnya.

“I-Iya mah...”

Baik ibunya dan Kei merasakan hal yang sama, tersirat di tatapan mereka masing-masing, bahwa mereka berharap agar diberi waktu lebih lama untuk dihabiskan berdua, layaknya ibu dan anak. Namun, kehidupan tak berkompromi, ibunya Kei tak bisa lama-lama meninggalkan usahanya di Ciamis. Terlebih ia pun takut mengganggu perkuliahan Kei jika terus-menerus menginap di kosannya.

Di saat ibunya telah mengenakan tas travelling, Kei menawarkan diri,

“Boleh aku antar mamah?”

Ibunya Kei pun mengangguk.

---

[pukul 07:00]

“Dah mamah, hati-hati ya mah..”

Kei pun melambaikan tangannya pada ibunya yang perlahan menjauh bersama mini-bus jurusan Bandung-Garut-Tasikmalaya yang mulai pergi meninggalkan terminal Cicaheum tersebut.

“Eh, iya, kalau gak salah Aina bilang rumahnya searah dengan Cicaheum ini?”

Kei pun merogoh handphonenya, mencoba untuk menghubungi Aina, namun....

“Eh, kok jadi lelet gini?”

Kei pun mengecek sisa kuota, dan...

“Jiah, pantes aja!!”

Minggu pagi pun diawali dengan Kei yang “mengutuk” diri sendiri karena bisa-bisanya ia lupa mengisi kuotanya.


Aina P.O.V

[Hari Minggu, pukul 07:00]

Saat Kei menceritakan tentang operasi adiknya delapan tahun lalu, aku teringat sebuah nama. Nama yang saat ini masih sering kutonton serial teknik operasinya yang menakjubkan. Tak pernah gagal

Kucari di Google dengan kata kunci “dr. Daimon Michiko, Indonesia”.

Ya, seingatku dr. Daimon pernah berkata sekilas bahwa ia pernah melakukan operasi di Indonesia.

Dan...

Ketemu!

“OPERASI dr. DAIMON MICHIKO SPESIALIS BEDAH DI RS. BORROMEUS BANDUNG, LAGI-LAGI TAK PERNAH GAGAL!”

Begitu judul di sebuah portal berita. Tertera tahun pembuatan berita, 12 September 2011. Persis, delapan tahun lalu.

Ku scroll layar handphoneku untuk membaca lebih jauh. Namun, belum juga kubaca secara menyeluruh, terpampang jelas..

“Rachma Hardiyanti, baru berusia 9 tahun di saat ia menderita kanker pankreas langka berjenis neuroendokrin, yang hanya diderita 5% dari 43.000 kasus kanker pankreas yang didiagnosis tiap tahun...

“Tapi, dr. Daimon Michiko berhasil mengangkat kanker tersebut dari tubuh bocah sekecil itu.. dan dipastikan tanpa efek samping... menjadi laporan klinis kasus pertama di dunia!”


Jelas, terpampang. Pemberitaannya. Foto-foto saat press conference dr. Daimon dengan adiknya Kei tersebut. Bahkan Kei beserta keluarganya tersorot oleh kamera.

“Sungguh dokter yang berhati mulia, yang ia inginkan memanglah hanya operasi sebanyak mungkin, tak peduli tentang bayaran yang diterima...”

Ya, untuk ukuran perekonomian standar kelas menengah, menyewa dokter ahli bedah dari Jepang memanglah sesuatu yang luar biasa melampaui finansial.

Berarti, sebenarnya aku hampir saja mengenal Kei, delapan tahun lalu..

“Aku lega mereka baik-baik saja, sekarang...”

Kemudian aku menyimpan link berita tersebut, serta menangkap layar yang berisikan foto saat press conference digelar, untuk kuberikan pada Kei nanti.

“dr. Daimon, anak yang kau operasi sebelas tahun lalu di Bandung, kini beranjak dewasa dan berkuliah di PTN favorit dengan jalur SNMPTN.. ia bahkan menjadi salah satu lulusan terbaik di SMA nya...”
 
Bimabet
Hohoho Kei mulai persiapan untuk pesta dengan Aina :pandajahat:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd