Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Belahan Hati (Cintaku pada Dosen)

Bimabet
Zul apakah Kakek Bintang atau Kakek nya Wulan?
atau jangan2 mlah Kakek nya Farah,makannya Farah tak terbalas cinta nya...
 
CHAPTER 5
PEDULI


Aku masih tak biasa dichat dengan intens oleh temanku yang bernama Farah itu. Aku selalu mencoba menjawabnya dengan dingin, berusaha tak memberikan harapan atau sinyal yang tidak-tidak. Tapi Farah tetap berusaha untuk akrab. Aku tak habis pikir mengapa perempuan itu tetap bersikeras.

Bu Wulan di sisi lain, mendukung agar aku mulai membuka diri terhadap Farah. Alasannya tetap sama, bahwa aku juga berhak mendapat perempuan seumuran. Argumen yang membuatku merasa aneh karena aku hanya ingin bersama Bu Wulan. Tak ingin dengan yang lain.

Semalaman kami bermesraan dan saling memuaskan, membuat aku bangun subuh dengan susah payah. Setelah mandi dan menunaikan sholat, seperti biasa aku mengecek hp. Tapi tidak ada chat dari Farah seperti biasanya. Aneh. Tapi aku tidak menghiraukan dan memilih kembali ke kasur, berangkulan dengan Bu Wulan yang setengah tertidur.

Bu Wulan biasanya perlahan akan bangun dan kami akan bermesraan beberapa saat. Saling memuji satu sama lain, saling meraba, mengecup, menyentuh. Tidak membuat nafsu kami terlalu naik, hanya memberikan gestur-gestur penuh perasaan.

“Farah nge-chat lagi hari ini?” Bu Wulan bertanya. Suaranya masih parau karena semalam kami bermain ekstra lama.

Aku menggeleng, “Nggak ada chat pagi ini.”

“Aneh,” sahut Bu Wulan. “Coba kamu tanya.”

Aku memikirkan kemungkinan itu tapi aku malas melakukannya. Akhirnya aku berkata, “Nanti aku coba chat temennya buat mastiin keadaannya.”

Bu Wulan mengecup bibirku, membelai wajahku, berkata, “Kamu baik banget. Aku makin sayang.” Kemudian ia bangkit dari kasur dan bersiap ke dapur untuk membuat sarapan.

Sedang aku meraih hp, mencari-cari siapa gerangan yang bisa kutanyai.


< f >

Farah tak bisa bergerak banyak dari kasur. Demamnya akibat tidur telanjang semalam dan makan tak teratur membuat kepalanya terasa dibebani karung beras. Sangat berat. Ia masih punya tenaga untuk mengambil pakaian dan air minum, namun ia masih belum sarapan sejak pagi.

Hingga tiba-tiba seseorang meneleponnya. Yoga. Ia masih tak ingin dekat dengan anak itu, bahkan cenderung menghindar. Tapi Farah jawab juga telpon itu.

“Halo, Farah?” Yoga bertanya di ujung telepon.

“Iya, Yog. Ada apa? Tumben telepon.”

“Nggak ada, aku cuman mau nanya kabar aja. Kamu gimana, sehat?”

Farah merasakan perhatian itu. Membuatnya berpikir, apakah ia salah telah menghindar dari Yoga selama ini?

“Aku… kurang enak badan, sih…” Farah menjawab pelan. Suaranya pasti terdengar kacau. Hidungnya tersumbat oleh ingus, tenggorokannya kering.

Yoga terdiam sesaat di ujung sana. “Kamu sakit apa? Udah sarapan? Ada obat? Aku belikan ya?”

Farah dengan berat hati menerima bantuan itu. Ia meminta untuk membelikan sarapan ala kadarnya saja, seperti bubur atau sejenisnya. Teh manis juga akan membantu. Sesuatu yang cukup untuk membuatnya hangat.

Tak sampai lima belas menit kemudian, Yoga sampai di kos Farah. Yoga enggan masuk ke kos perempuan itu. Ia juga tak tahu apakah akan diizinkan atau tidak. Alhasil ia menitipkan belanjaannya pada mbok-mbok yang sedang nongkrong di halaman.

Mbok-mbok itu, Mbok Siti namanya, langsung mengantarkan makanan dan obat itu ke kamar Farah. Mengetahui Farah yang sakit, Mbok Siti langsung berkata bahwa ia siap membantunya. Bahwa lain kali langsung minta tolong Mbok Siti saja.

“Makasih, Mbok. Aku isitirahat dulu,” ucap Farah menyelesaikan obrolan itu sebelum berlanjut terlalu lama. Lagian kakinya sudah tidak kuat berdiri lagi di pintu.

Farah sedang menimbang-nimbang bagaimana sikapnya terhadap Yoga selanjutnya. Ia memutuskan harus bertindak lebih lunak padanya dan memberinya kesempatan.

Farah: Makasih, ya, Yog.
Yoga: Iya Far, bukan apa-apa kok.
Farah: Kamu perhatian banget, serius aku ngerasa nggak enak
Yoga: It’s okay. Aku ikhlas
Sebenarnya, Far… Aku diminta Bintang buat ngecek kamu.


Nama itu lagi. Bintang. Ia ternyata peduli.

Farah meletakkan hp-nya. Berusaha meresapi apa yang barusan terjadi.
Bintang. Perhatian padanya.

Farah merasakan kehangatan di dadanya. Matanya berkaca-kaca, berusaha menahan euforia yang muncul. Entah mengapa, pusing di kepalanya sedikit terangkat. Sakitnya tak lagi begitu terasa. Hari ini terasa sedikit lebih ceria.

“Bintang…” Farah bergumam. Penuh perasaan cinta. Ia tak salah memilihnya.

< y >

Yoga meskipun menjadi mahasiswa tahun pertama, langsung menunjukkan taringnya di forum mahasiswa. Karena ia belum memiliki kepentingan atau afiliasi apapun, Yoga dapat dengan bebas mengkritik kinerja panitia dalam forum evaluasi ospek itu. Syukurnya, panitia menerima masukan dengan baik, bahkan menantang Yoga agar menjadi bagian dari elemen ospek periode tahun depan.

Pandangan Yoga yang idealis disertai kepiawaiannya bergaul membuatnya mudah disukai siapa saja. Termasuk wanita pada umumnya. Sayang, satu wanita yang Yoga incar justru tak mengindahkannya.

“Kamu nggak ada yang jemput lagi?” Yoga bertanya pada Sisi. Salah seorang temannya yang terlihat sendirian di parkiran usai forum.

Sisi tersenyum nakal. “Kamu mau nginep di kosku lagi?” ia bertanya sambil meraba dadanya yang besar terancung. Lidahnya menjilat bibir tebalnya. Pemandangan yang sungguh akan membuat pria manapun terangsang. Sisi memang maniak. Walaupun pakaiannya sopan dan terbilang tertutup, tapi dibalik kemeja dan rok itu sudah tidak ada apa-apa. Polos tanpa daleman.

Sisi pun mengikuti forum hari ini agar bisa bersama dengan Yoga lagi. Pengalamannya pekan lalu dengan Yoga masih menghantuinya.

“Ya udah naik, cepet,” Yoga menepuk jok motornya.

Saat mereka sampai di kos, Sisi langsung mengunci pintu dan menerkam Yoga. Ia sudah bernafsu sejak tadi melihat Yoga berdebat di dalam forum. Kharismanya membuat libido Sisi mendidih.

Sisi melumat, menggigit bibir, dan memainkan lidahnya dengan ganas. Tangannya mengarahkan tangan Yoga agar meremas dada dan vaginanya.

Yoga sendiri hanya mengikuti arus. Ia menikmati setiap ciuman, rabaan, dan lenguhan yang dikeluarkan Sisi. Ia sejujurnya tak memiliki perasaan apa-apa, namun bayangannya akan Farah membuat Yoga mengikuti permainan itu. Mengkhayalkan Farah lah yang melakukan semua itu dengannya.

Sebentar saja, Sisi sudah menurunkan kepalanya. Tak sabar membuka gesper dan celana Yoga. Menampilkan batang kejantanan yang sudah menonjol keras. Sisi langsung menjilat dan mengulum penis Yoga dengan lihai. Lidahnya menari-nari seolah sudah melakukannya ratusan kali. Tangannya dengan terampil membantu mengocok batang dan buah zakar.

“Uhhh,” Yoga mendesis. Ia menahan wajah Sisi dan menariknya ke atas. Menciuminya bertubi-tubi. Ia tak tahan jika Sisi bermain lama-lama di bawah. Dengan cepat, Yoga membuka baju Sisi dan menurunkan roknya. Ah, vaginanya sudah sangat basah.

Yoga sambil terus mencium Sisi, memainkan vaginanya. Ia menyodok-nyodok dengan jari tengahnya. Setiap jarinya masuk, Sisi melenguh keenakan. Sisi tak menahan suaranya. Ia berteriak nyaring, meremas rambut Yoga dan mencakar punggungnya. Yoga tak peduli, ia semakin liar memainkan lidahnya di mulut Sisi dan menyodok-nyodok vagina Sisi.

“AHHH! AH! AH! AKU NYAMPE!” Sisi berteriak. Vaginanya mengeluarkan cairan squirt. Menyemprot seperti air mancur yang macet. Badannya lunglai. Sendi-sendinya lemas tak terkunci.

Yoga menahan Sisi, menggendongnya ke kasur. Membiarkannya bernapas sejenak, sambil terus menciuminya dengan lembut. Mengecup bibirnya, keningnya, pipinya, payudaranya, pucuk putingnya. Terus sambil menggesek vagina Sisi dengan lembut pula. Berusaha menaikkan kembali nafsu itu.

Sisi mulai kembali menggerang setelah beberapa saat. Ia mulai membalas ciuman Yoga dan mengocok-ngocok penis Yoga dengan tangannya.

“Masukin, Yog!” Sisi berbisik.

“Bentar aku ambil kondom—"

Sisi menahannya pergi dengan mengunci Yoga dengan kakinya. “Ini hari aman. Aku juga minum KB. Masukin ajaah langsuung,” Sisi memohon.

Yoga lalu bersiap. Menggesekkan ujung penisnya di depan bibir vagina Sisi.

“Mmmmmh! Masukin! Masukin, please!” Sisi merengek.

Ugh! Itu membuat nafsu Yoga memuncak. Ia lalu menyentak penisnya ke dalam vagina Sisi. Masuk dengan lancar tanpa hambatan apapun. Vagina Sisi sudah agak longgar karena sering dipakai. Sisi juga sering menggunakan barang-barang besar untuk memuaskan nafsunya. Meski begitu, kehangatan dan gesekan ujung penisnya dengan dinding vagina Sisi membuat Yoga melenguh nikmat.

Yoga langsung memacu dengan kecepatan penuh. Ia menggenjot Sisi dari atas, menimbulkan suara keras saat paha mereka bertemu. Lenguhan Sisi memenuhi seisi ruangan.

“Ahhh! Iy-iyaaa. Di-di situuu… da-dalem banget!” suara Sisi terpotong setiap ujung penis Yoga menyentuh bibir rahimnya.

“Ughhh,” Yoga terus memompa. Pikirannya mengganti wajah Sisi yang binal dengan wajah Farah. Membayangkan ekspresi Farah yang polos ikut berubah binal.

Sisi tak dapat menahan nikmatnya lagi. Ia mengejang, kemudian bergetar-getar. Vaginanya kembali membanjir oleh cairan kenikmatan. Yoga hampir sampai, namun ia membiarkan Sisi meraih puncaknya, membenamkan kepala penisnya sampai mentok.

Yoga kembali menciumi bibir Sisi. Namun kali ini, pemulihan Sisi jauh lebih cepat. Sisi membaringkan Yoga dan mengambil posisi di atas. Penis Yoga masih di dalam vagina Sisi.

Sisi kemudian menggoyangkan pantatnya. Awalnya pelan, seolah masih terpengaruh sisa orgasme sebelumnya, lalu berangsur cepar dan liar. Ke atas, ke bawah, memutar. Tangannya mengarahkan tangan Yoga agar meremas payudaranya. Yoga dengan sigap meremas dan memilin putting Sisi.

Genjotan Sisi terus menjadi semakin cepat dan liar. Lenguhannya juga semakin keras.

“Ohhhh! Ahhhh! Ohhh!” Sisi terus menggoyangkan pantatnya.

Yoga juga berada dalam kenikmatan tiada tara, kini merasakan spermanya berada di ujung penis.

“Aku mau nyampe,” Yoga berkata.

Sisi merebahkan badannya, menciumi bibir Yoga. Pantatnya semakin kencang memompa penis Yoga.

“Aku juga, bareng, Yog,” Sisi mendesah. Goyangannya semakin tak karuan. Lenguhan-lenguhan yang keluar dari mulutnya semakin. “Ampuuuuuuuun enakkkk.”

Tak lama, mereka berdua bergetar hebat dan saling menyemprotkan cairan kenikmatan. Yoga merengkuh Sisi dengan erat, menekannya lebih kuat ke dalam pelukan. Sedang Sisi menekan pantatnya lebih dalam, setiap tetes sperma menembak ke dalam rahimnya. Membuatnya hangat.

“Ngggghhhhhh!” lenguhan Sisi teredam ciuman.

Sisi masih menciumi Yoga selama beberapa saat sampai penisnya mengkerut. Kemudian Sisi berbaring di sebelah Yoga. Puas dan kelelahan.

“Kamu pengalaman banget, ya,” Yoga berkata beberapa saat kemudian. Masih menikmati sisa-sisa kenikmatan yang menjalari syaraf tubuhnya.

“Iya dong,” Sisi menjawab bangga. Matanya terpejam menikmati kehangatan di rahimnya. “Aku udah nggak perawan sejak SMA.”

Yoga memandangnya aneh, tapi merasa tak terkejut. “Pantesan.”

“Kamu juga nggak amatir amat. Udah berapa cewek di angkatan kita yang tidur sama kamu?” Sisi bertanya santai. Tak ada nada cemburu sama sekali. Mungkin ia sering melakukan hubungan sex tanpa melibatkan perasaan seperti ini.

“Kamu, Hana, sama Kristi,” Yoga menjawab polos.

Sisi tertawa. Bagian polos dan jujur milik Yoga itu yang membuatnya bernafsu. “Kita baru dua bulan kuliah dan kamu sudah tidur sama 3 cewek. Memang pesonamu nggak bisa ditolak,” Sisi menyahut sambil mencubit penis Yoga yang tertidur. “Hana sama Kristi, ya? Lumayan juga seleramu.”

“Mereka yang ngejer duluan. Kasusnya mirip kamu. Minta dianter pulang, terus akunya nggak dikasi pulang dari kosnya,” Yoga berkata.

Sisi memandang curiga. “Kok kayanya kamu sedih gitu. Memang kamu nggak suka ya sama cewek kayak kita?”

“Su-suka, kok,” Yoga tergagap.

Sisi kembali tertawa, nadanya sangat nakal. “Kamu memang terlalu baik. Bohong aja nggak bisa. Ayo cerita, ada cewek yang kamu suka, ya?”

Yoga akhirnya menyerah. Ia menceritakan hubungannya dengan Farah yang masih stagnan.

Berbicara dengan Sisi semalaman suntuk membuka mata Yoga. Ia sangat senang memiliki teman bicara seperti ini, tapi memang tak ada cinta di sana. Hanya ada nafsu sesaat, dan nyaman ketika curhat. Mungkin ini lah yang namanya FWB? Friends With Benefits?


< ? >

Kali ini distorsi itu berada dekat. Hanya beberapa jauh di sebelah timur. Jaelani mengumpat. Ia tahu siapa yang akan ikut terkena dampaknya. Namun sekarang sudah tidak bisa apa-apa. Ia bersiap untuk kemungkinan terburuk.



To be continued

Ke Chapter 6
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd