Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Belahan Hati (Cintaku pada Dosen)

CHAPTER 10
ASAM GARAM KEHIDUPAN




Yoga sedang merokok di sudut belakang kantor ketika dihampiri dua sosok wanita dari samping. Mereka adalah rekan kerjanya di satu perusahaan setelah lulus tiga bulan lalu. Sekaligus rekan seksnya beberapa tahun belakangan. Sisi dan Hana.

“Halo ganteng,” Sisi duduk di sebelah kanan Yoga, membelai dagunya. Hana mengambil tempat di kiri Yoga.

“Katanya kamu udah ngelamar Farah, ya?” Hana langsung bertanya.

“Iya,” Yoga menjawab.

“Yah, nanti gak bisa ngerasain ini lagi dong,” Sisi membuka dua kancing atas kemeja putihnya. Menampakkan belahan dada yang tertutupi BH merah menggoda. Hana memeluk Yoga, membelai selangkangannya.

Yoga berusaha berkelit. “Sudah, ah. Nanti diliat orang, gak enak.”

“Kapan tanggal jadinya?” Hana berkata tak peduli, masih berusaha merangsang Yoga. Merasakan batangnya mulai bangkit.

“Tanggal 22 bulan ini,” Yoga berkata. Napasnya mulai memburu dirangsang kedua perempuan itu. Ia mematikan rokoknya.

“Uh, cepet banget, ya? Kita harus pesta bujangan sebelum kamu menikah,” Sisi berbisik sangat dekat di telinga Yoga. Membuatnya bergidik.

Hana membuka risleting celana Yoga, menampakkan batang kemaluannya yang tegak berdiri. Lalu mulai mengocok dan mengulumnya. Yoga mendesah nikmat.

Sedang Sisi sudah lebih tak karuan. Ia mengangkat rok hitam selutunya hingga ke pinggang dan menyingkap celana dalamnya. Menampakkan vaginanya yang telah basah. Ia mengangkang lebar, membimbing tangan Yoga agar menggesek vaginanya.

“Tolonglah, aku bentar lagi nikah,” Yoga berusaha menahan tangannya. Namun ia hanya melakukannya setengah hati. Membuat Sisi berkuasa penuh atasnya.

Setelah tangan Yoga naik turun menggesek bibir vaginanya, Sisi menarik kepala Yoga dan menciuminya dengan ganas. Lidahnya menari-menari di dalam mulut Yoga, menyapu setiap rongga di dalam mulut Yoga. Air liur mereka bercampur dan membuat wajah mereka berdua belepotan.

Hana tak mau kalah, ia membuka kancing bajunya dan mengeluarkan payudaranya yang sekal. Lalu mulai meletakkan penis Yoga di belahannya. Sambil terus meludahi penis Yoga, Hana memainkan payudaranya naik dan turun, menekan penis Yoga kuat-kuat. Yoga melenguh di tengah ciumannya dengan Sisi.

Mereka tak peduli lagi meski melakukannya di belakang kantor. Siapa saja bisa muncul dari balik lorong dan memergoki mereka, namun beruntungnya tak ada yang lewat hari itu.

Sisi naik ke atas pangkuan Yoga, membelakanginya. Menampakkan bokongnya yang bulat sekal kepada Yoga. Sisi memposisikan penis Yoga di depan lubang vaginanya, lalu memasukkannya dengan pelan.

“Ughhhhhhh kontolmu selalu enakkkk,” Sisi berceracau. Ia mulai memompa dan berdesis menahan nikmat. Tangan Yoga yang kini bebas meremas-remas bokong Sisi.

Melihat Sisi yang sudah berpacu di atas Yoga, Hana pun bangkit. Ia menyingkap roknya dan menyodorkan vaginanya ke wajah Yoga. Begitu tertempel, Yoga langsung memainkan lidahnya ke dalam vagina Hana. Berputar, bergerak-gerak menyapu lubang kenikmatan itu. Rasa asin dan amis yang familier sontak langsung menyerbu wajah Yoga.

Sisi terus memompa pinggulnya. Ia mendesah-desah tak karuan setiap pompaannya. Tangannya meraba sendiri payudara dan klitorisnya, sambil pinggulnya tetap memompa penis Yoga. Ia bergerak-gerak semakin cepat sebelum kemudian bergetar klimaks. Vaginanya menjepit dan memijat-mijat batang kemaluan Yoga, menekannya kuat-kuat.

Setelah mencapai pincak kenikmatan, Sisi menyingkirkan diri untuk Hana yang kemudian mengambil posisi di atas pangkuan Yoga. Kali ini Hana berhadapan langsung dengan Yoga, memperlihatkan payudaranya yang belepotan setelah tadi memberi servis pada penis Yoga.

Hana mulai memompa, pompaanya tak seliar Sisi, namun vaginanya lebih sempit, membuat setiap gesekan menjadi berkali lipat lebih nikmat.

“Uhhh, enak Yog… kontolmu emang legit, ehhh… eghh…” Hana berdesis seksi. Suaranya yang imut membuat desahan dan lenguhannya seperti benar-benar terasa di film JAV.

Ughhh. Yoga tak tahan dan membantu memompa Hana, tangannya menekan pinggul Hana agar penisnya masuk semakin dalam, membuat hentakan semakin keras.

“Uuuuuuuuuhhhhhhh mmmnnggffhhhh,” Hana merintih ketika kemudian Sisi bergabung, menciumi bibir Hana. Tangan Sisi membantu Hana merangsang tubuhnya, meremas payudara, memelintir dan memilin putting Hana, menggesek-gesek klitorisnya.

Tangan Hana meraba-raba pentil Yoga yang kecil, menimbulkan sengatan listrik tambahan pada kenikmatan itu.

Pompaan keras Yoga membuat Hana mendesah semakin keras, hingga kemudian Hana bergetar-getar meraih puncak kenikmatan. Ia mendekap dan melumat bibir Sisi erat, sedang Yoga menekan pinggul Hana kuat-kuat. Membuatnya meraih kenikmatan lebih dalam.

Mereka masih saling meraba dan mencium satu sama lain sebelum Hana melepaskan penis Yoga yang masih tegang. Yoga sebenarnya sebentar lagi sampai, namun ia tak jadi kecewa ketika melihat Sisi dan Hana dengan semangat mengocok dan mengulum penisnya.

Sisi mengulum ujung penis Yoga dengan lidahnya yang lincah. Menyapu lubang kencing Yoga, memberikannya kenikmatan luar biasa. Sedang Hana menjilat dan memijit buah zakar Yoga, menambah kenikmatan tiada tara.

Sebentar saja, Yoga merasa akan keluar. Penisnya yang berkedut-kedut langsung membuat Sisi menyedot ujung penisnya lebih kuat. Yoga tak tahan lagi.

“Ughhhhh,” Yoga berdesis, mencapai puncak kenikmatan. Semburan spermanya disedot dengan kuat oleh Sisi, membuat ujung penisnya merasakan ngilu dan nikmat yang tak dapat dideskripsikan.

Sisi lalu dengan semangat membagikan sperma di dalam mulutnya kepada Hana. Hana menerimanya dengan lahap. Mereka berciuman dengan panas, sperma Yoga membuatnya belepotan.

Yoga selalu merasa aneh melihat tindakan Sisi dan Hana. Tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang membuatnya selalu ingin melihat mereka lagi dan lagi terlepas dari rasa aneh itu.

Satu jam istirahat siang hampir berakhir dan mereka harus segera masuk. Sisi dan Hana merapikan baju mereka yang terlihat acak-acakan. Mereka memberikan kecupan di pipi Yoga, Sisi di kanan, Hana di Kiri, sebelum menuju WC terdekat untuk berbenah.

Yoga menaikkan risleting celananya. Pikirannya melalang buana, memikirkan apa jadinya kehidupannya setelah menikahi Farah. Semoga keputusan besarnya itu dapat mengubah kondisinya sekarang. Ia ingin hidup harmonis dengan Farah. Sungguh ingin.



< f >

Hari itu hari bahagia untuk Farah. Ia tersenyum lebar, tertawa, bersenang-senang di acara resepsi pernikahannya. Setidaknya begitu lah tampak luarnya.

Tak ada yang tahu betapa Farah masih menahan rindu akan seseorang bernama Bintang. Tak ada yang tahu betapa sakitnya hati Farah ketika Bintang naik ke atas pelaminan untuk berfoto bersamanya dan Yoga. Tak ada yang tahu betapa sulitnya menahan air mata agar tak menetes. Terutama ketika Bintang datang bersama dengan Bu Wulan yang menggandengnya mesra.

Oh Bintang yang dulu selalu kumimpikan,
betapa cerah wajahmu.
Mesra bersama orang yang engkau sayang.
Mengapa Tuhan,
ini hari terbaikku,
mengapa aku malah berusaha menahan tangis?
Inikah sakitnya cinta tak berbalas?
Inikah asam garam kehidupan itu?


Semua pikiran Farah bertanya mengenai keputusannya. Tentang Bintang, tentang pernikahan ini, apakah ia telah memilih secara sembrono? Menikah karena pelarian?

Farah memalingkan wajahnya, berusaha agar Yoga tak melihatnya menahan menangis.

Yoga tampak gagah hari ini. Menggunakan setelan jas serba putih, serasi dengannya. Siapapun pasti akan kagum pada sosok Yoga dan mengatakan betapa beruntung Farah bisa menikahi Yoga. Orang tua Farah langsung mendukung, bahkan beberapa sepupunya yang berusia sebaya mengungkapkan rasa iri mereka.

Tapi hati Farah tetap merasa salah.

Sepanjang hari ia memasang wajah palsunya. Ketika malam menjelang perasaannya bercampur aduk. Tak tahu harus bagaimana. Ia masih teringat pertama kali berhubungan dengan Yoga saat mereka wisuda. Kenangan buruk itu menghantuinya. Takut melakukannya untuk kedua kalinya.



< y >

“Kamu nggak apa-apa?” kata Yoga sembari memposisikan penisnya di depan lubang vagina Farah. Ini malam pertama mereka.

Farah mengangguk. “Masukin sayang,” katanya pasrah. Ada nada lelah di sana setelah seharian memajang senyum. Namun ia ingin berbakti pada suaminya.

Yoga menggesek-gesek penisnya di bibir kemaluan Farah. Sudah basah memang, namun masih tidak terlalu banjir. Yoga merasakan Farah masih setengah hati dengan hubungan ini. Ia bertekad mengubahnya, memberi Farah pelajaran bahwa ia juga bisa menjadi pria yang tepat baginya.

Yoga memasukkan penisnya sedikit demi sedikit. Farah mengernyit diperlakukan seperti itu. Terlihat masih ada rasa sakit. Mungkin karena memang baru terpakai sekali waktu itu. Yoga dengan lembut menunduk dan mencium bibir Farah. Berusaha membuatnya nyaman.

Farah menyampirkan tangannya pada leher Yoga. Ia sudah pasrah memberikan segalanya untuk Yoga.

Yoga menghentakkan penisnya dengan cepat, seluruh batang kemaluannya masuk hingga menyentuh dinding rahim Farah. Yoga memejamkan mata, menikmati sensasi jepitan itu. Jauh lebih nikmat ketimbang bermain dengan Sisi dan Hana.

Yoga terus bergoyang dengan pelan, menikmati setiap getaran yang timbul akibat gesekan ujung penisnya dengan dinding vagina Farah. Ia melenguh keenakan. Dengan tempo yang konstan, Yoga terus memompa penisnya.

Suara pertemuan pangkal paha Yoga dan Farah yang konstan memenuhi ruangan. Dengusan Yoga yang dipenuhi kenikmatan mulai diiringi lenguhan kecil yang keluar dari mulut Farah. Yoga melihat istrinya itu, terbaring lemas di hadapannya dengan gaya misionaris. Mulut Farah setengah terbuka, matanya terpejam-pejam setiap tusukan yang diberikan oleh Yoga.

Pompaan Yoga terus berlanjut dengan konstan. Melihat Farah, wanita yang dikejarnya selama beberapa tahun terakhir bergolek lemas tak berdaya di depannya, Yoga tak tahan. Ia merebahkan badannya untuk menciumi bibir Farah yang setengah terbuka.

Farah sedikit terkejut, namun ia lalu menerima ciuman itu. Yoga menjulurkan lidahnya dan memainkannya di dalam bibir Farah. Merasakan bantalan bibir yang empuk, gigi yang sempurna, dan lidah yang begitu seksi.

Yoga terus menciumi Farah dengan ganas, sedang pinggulnya tak berhenti bergoyang. Sesuatu terasa berkumpul di pangkal pahanya, terakumulasi. Yoga mengencangkan genjotannya.

Farah juga terlihat mencapai klimaksnya. Ia bergetar-getar, “Ehhh, ngggggg!!” teriaknya kecil. Badannya yang ramping nan seksi terhentak, vaginanya mengeluarkan cairan kenikmatan.

Penis Yoga yang dibanjiri cairan itu menjadi semakin licin, membuat pompaannya semakin mulus sebelum ia sendiri mendekap erat Farah dan mengeluarkan air maninya ke dalam rahim Farah.

CROTTT CROTTT CROT CROT

Yoga sampai dalam kenikmatan tertingginya sambil mendekap orang yang ia cintai. Menebarkan bibit kehidupan ke dalamnya. Ia meneguk setiap tetes kenikmatan itu sebelum rebah ke samping Farah.

Inikah surga dunia? Yoga berandai-andai. Perjalanannya mengarungi bahtera rumah tangga baru akan dimulai.

Yoga tenggelam dalam kenikmatan pribadinya hingga ia menyadari sesuatu yang janggal.

Farah mencium bibirnya sejenak, sebelum ia membalikkan badan dan menutup badannya dengan selimut.

Yoga tak yakin, namun ia merasa Farah menangis di balik punggungnya.



< f >

Farah bangun dari kasurnya. Terlambat untuk shalat subuh. Tapi tak dipikirkannya. Entahlah, ia tak peduli lagi. Rasanya tak ada yang begitu penting lagi di dunia ini.

Ia berdiri dan melihat dirinya di cermin, tak mengenakan pakaian apapun. Selangkangannya terasa agak nyeri, ada sisa-sisa air kenikmatannya dengan Yoga tadi malam yang kering. Oh, ya. Suaminya. Bukan sekedar ‘Yoga’.

Ia melihat wajahnya. Terlihat kuyu dan berantakan. Matanya terlihat sedikit sembab.

Sembab? Kenapa?
Apakah semalam ia menangis lagi?


Farah mencoba memasang senyum di wajahnya. Berusaha meyakinkan dirinya atas semua ini.

Ayolah Farah!
Kamu bahagia!
Ini adalah pernikahan yang selalu kamu impikan, bukan?
Tak perlu lagi berfantasi terhadap pria yang tak akan kau pernah dapatkan!
Ini yang selalu kamu inginkan…
kan?


Yoga memeluknya dari belakang. Melingkarkan tangannya tepat di bawah payudaranya. Mencium pipinya mesra.

“Kamu cantik banget, Far,” Yoga berkata. Ia terlihat tulus.

Farah tertawa. “Apaan. Kusut begini,” katanya sambil memainkan kedua pipinya.

“Begini aja cantik, kok,” Yoga meletakkan dagunya pada bahu Farah.

Farah memperhatikan sekujur tubuhnya. Ia mendengus, tak percaya pada Yoga. Kemudian berjalan ke arah kamar mandi. Meninggalkan Yoga dalam keadaan bingung.



< b >

Aku mengamati istriku lekat-lekat. Ada yang berbeda darinya hari ini. Wulan tampak lebih ceria, air mukanya lebih cerah. Ia bersenandung senang. Aku penasaran.

“Sayang? Kamu seneng banget hari ini ya?” aku merangkul Wulan dari samping. Istriku sedang bernyanyi di beranda dengan riang.

Wulan mencium bibirku. Ia merogoh kantung celananya, menunjukkan sebatang alat yang awalnya akutak mengerti. Wulan menunjuk satu bagian. Bagian dengan dua garis.

“Aku hamil,” Wulan berbisik. Matanya berkaca-kaca.

Aku tak tahu menjawab apa. Perasaanku terlalu diliputi perasaan bahagia.

Aku?
Menjadi seorang ayah?


Tanganku bergetar, mataku tanpa sadar mengucurkan air mata. Aku tak bisa menahan untuk tersenyum.

Wulan meraih wajahku. Memagutnya mesra. Kami berciuman dengan air mata haru menghiasi wajah.

Aku membaringkan Wulan di kursi beranda, tetap menciuminya. Kuangkat baju Wulan, menunjukkan perutnya lalu menciumnya mesra. Aku kecup setiap jengkal perut itu. Berusaha melakukannya sepelan dan selembut mungkin. Tanganku meraba-rabanya dengan penuh perasaan.

Sore itu kami bermanja-manja di beranda. Bintang dan Wulan, sepasang suami istri, dunia hanya milik kami berdua.



< y >

Sudah satu pekan semenjak pernikahannya dengan Farah. Tapi sikap Farah pada beberapa hari itu selalu terasa ganjil. Mereka selalu berhubungan badan setiap hari. Selalu terasa nikmat, penuh gairah. Tapi setelahnya Farah selalu tidur lebih cepat, memunggunginya.

Yoga sudah berusaha memancingnya, memeluknya dari balik punggung dan membuka percakapan. Tapi Farah selalu tertidur dengan cepat.

Kadang Yoga rindu pembicaraan mesra setelah klimaks. Rindu obrolan-obrolan panjang dan mendalam. Di mana ia bebas bercerita apapun. Tertawa, bersedih, merenung, berdiskusi hangat. Seperti yang dialaminya dengan Sisi atau Hana.

Eh?

Yoga menggelengkan kepalanya. Berusaha mengeluarkan pikiran kotornya dari dalam pikiran.

Tidak. Aku sudah menikah.
Aku hanya milik Farah seorang.


Jam istirahat itu, Yoga hanya merenung di bilik kecil kantornya. Melamunkan hubungannya yang ganjil dengan istrinya.

“Mikirin sesuatu?” Sisi bertanya, muncul dari balik pembatas sambil membawa dua buah gelas. Ia memberikan satu pada Yoga. Kopi sachet kesukaan Yoga. Sisi terlihat sangat prihatin.

Entah bagaimana, sore sepulang kerja, Yoga berakhir di kamar hotel bersama Sisi.


to be continued

Ke Chapter 11
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd