Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dibalik Teduhnya Senyum Ibuku

4 | YUNIE

Jantung Arga ingin copot rasanya setelah gelas tak bersalah itu jatuh dan membuat suara yang begitu nyaring. Tangannya masih bergetar saat tangan sang ibu menepuk pundaknya, rasa kaget saat mendengar obrolan ibunya membuat Arga tak bisa mengontrol emosinya.

Rasanya ingin sekali memukul kepala sendiri karena bertindak ceroboh, andai saja ia bisa menahan mungkin ia bisa tahu siapa yang akan bertemu dengan ibunya di minggu depan.

Atau bisa saja dirinya tak jadi mengikuti lomba tetapi alasan logis apa yang bisa meyakinkan ibunya.

Tepukan pada bahu Arga membuat kesadarannya kembali dan tatapan nya langsung tertuju pada wajah ibunya yang menatap dengan heran. Namun mata Arga beralih dari mata menuju belahan dada ibunya yang akhh...

"Kamu kenapa Arga?" Tanya ibunya

"Ehhh, Arga mau ngobrol sama ibu cuma tadi kepeleset. Maaf Bu" ucap Arga dengan cengiran khasnya.

"Duh ibu kira ada apa, besok aja udah males ibu kalo kayak gini. Sekarang kamu beresin ini dulu deh--- Ibu sebenarnya udah cape seharian banyak kegiatan" balas ibunya yang langsung menutup pintu.

Arga hanya bisa menggaruk kepalanya, napasnya berangsur pelan dan rasa syukur nya karena tak ketahuan menguping pembicaraan ibunya. Kini Arga masih sibuk menyapu sisa gelas yang berserakan dan sesekali mencoba mendengar apakah ibunya masih dalam panggilan seseorang.

Tapi sayang pintu kamar orang tuanya itu sudah tertutup rapat dan mungkin ibunya sudah tertidur.

Cukup lama Arga membersihkan kekacauan itu karena haru mengelap lantai berkali-kali agar tak ada sisa pecahan kaca dilantai. Malam sudah semakin gelap saat Arga memastikan sudah tak ada pecahan kaca pada lantai.

Dirinya pun turun menuju lantai satu dan memilih duduk dimeja makan, dengan ditemani segelas teh panas untuk sekedar menghangatkan malam yang dingin.

Mata Arga tertuju pada bingkai foto keluarga disisi kanan tubuhnya dan tepat pada bingkai pojok kanan atas ada foto wanita cantik dengan senyum teduh nya, Yunie Pramesti.

Wanita yang tahun ini genap berusia 38 tahun itu adalah ibunya. Dia yang merawat sejak kecil hingga saat ini, memiliki rambut panjang berwarna hitam yang terawat meski kesibukannya padat. Berat badannya bisa dikatakan pas karena diusianya masih aktif mengikuti berbagai olahraga seperti senam dan lari pagi.

Meski dalam sehari-hari ibunya memakai hijab tetapi rasanya tak menutupi kemolekan tubuhnya karena dari sekian pakaian yang sering ibunya gunakan rata-rata memiliki potongan yang ketat.

Salah satunya ketika ada hari dimana dinas yang menjadi tempat ibunya bekerja kompak memakai pakaian tradisional Jawa. Disitulah Arga merasa beruntung memiliki ibu yang cantik dan 'ayu'.

Belum lagi ditunjang dengan kulit yang putih langsat dan gigi yang rapih, membuat siapa saja merasa geer jika ditatap langsung termasuk Arga.

Senyum pada bibir Arga jelas tak bisa bohong jika menyebut ibunya sebagai sosok wanita sempurna secara fisik sebelum ia melihat kejadian kemarin.

Gelas yang tadi berisikan teh panas pada meja sudah kosong, mata Arga pun rasanya berat jika harus begadang malam ini. Akhirnya pemuda itu memilih untuk masuk kedalam kamarnya dan menikmati malam tenang ini.


-----


06.00


"Arga, bangun nak udah pagi" ucap ibu Yunie yang memakai pakaian semalam.

Arah yang merasa terusik oleh goyangan pada tangan nya mulai bangun, saat itu pula Arga sedikit terkejut karena ibunya menunduk dan terlihatlah payudara ranum ibunya itu.


"Eh ibu, udah bangun ini" balas Arga grogi.

"Cepet bangun, kamu bukannya hari ini ada lomba kan?" Tanya ibunya yang membuat Arga heran.


"Kok ibu bisa tahu?" Jawab Arga sembari duduk bersandar pada ranjang.

"Ouh itu ibu ditelepon sama pelatih kamu." Jawa ibunya cepat.


"Maksudnya?" Jawab Arga memastikan karena tak ada urgensinya pelatih mengabari orang tuanya.

Dahi Arga sedikit mengerut sebelum ibunya berbicara lagi.


"Udah ga penting, sekarang kamu mandi siap-siap siapa tahu semakin cepat kamu bisa menang" ucap ibunya yang semakin membuat Arga mengerutkan dahi, tapi dorongan pada tubuhnya membuat Arga terpaksa berdiri dan berjalan menuju kamar mandi.


Didalam kamar mandi Arga masih menatap cermin sembari menggosok gigi, tatapannya kosong karena mencari jawaban kenapa ibunya bisa tahu kontak pelatihnya Pak Bambang.

Atau kenapa pelatih basket nya itu rajin sekali memberi kabar lomba yang baru mulai pukul 12 siang.

Naluri Arga sebagai anak muncul setelah melihat gelagat aneh ibunya buru-buru menyuruh nya mandi. Karena jika ada lomba otomatis dia akan masuk siang hari atau langsung menuju tempat lomba yang masih berada dalam satu kota itu.

Ada banyak cabang kemungkinan dalam benak Arga yang membuat gosokan pada giginya terhenti, tatapan kosong itu berubah menjadi tatapan seorang pemburu. Arga melepas kan sikat pada mulutnya dan berkumur.

Setalah itu kedua tangan nya mencengkram wastafel sembari menatap mata sendiri, meyakinkan bahwa dirinya bisa membuktikan pada semua jika ibunya berkhianat dan bukan halusinasi.

Air hangat yang mengalir pada tubuhnya membuat otot dan syaraf nya sedikit mengendur, matanya terpejam dan menikmati suara air yang jatuh menuju keramik.

Nyaman.

Setidaknya ia bisa merasakan sensasi itu meski dalam kondisi saat ini, menikmati setiap detik sebelum keluar dari pintu kamar mandi yang ia yakini berbeda suasana.

"Arga cepat biar ibu yang antar" teriak ibunya dari luar kamar mandi.

"Iya Buu, ini lagi andukan" balas Arga cepat sebelum keluar dari kamar mandi.


"Jangan lupa diminum obatnya" ucap ibunya yang hanya mendapat deheman dari Arga.


-----


Arga mengetukkan jari nya pada paha saat ketukan drum Rogger Meddows terdengar dari sound lapangan basket yang mulai ramai dengan penonton, band rock asal inggris yang menjadi idolanya karena sang ayah yang meracuninya dengan lagu lagu lawas.

Kepala Arga bergerak kekanan dan kekiri sembari meneliti barangkali teman-temannya sudah datang karena ia berangkat terlebih dahulu dengan ibunya. Namun, saat ini ibunya menghilang entah kemana setelah meminta izin untuk membeli minum.

Sekolah nya mendapat jadwal pertandingan kedua, tak lama tribun sudah penuh oleh penonton dari dua sekolah yang sebelumnya sudah dikalahkan oleh tim Arga Minggu kemarin. Ya, saat ini adalah pertandingan final antara sekolah nya dengan salah satu sekolah unggulan dikota itu.

Benar saja hingga pertandingan memasuki kuarter ketiga ibu bahkan temannya belum datang, Arga pun berdiri dan memilih untuk keluar gedung dan berusaha mencari ibunya sembari sesekali menelpon.

Sembari mendesis beberapa kali Arga memilih pergi menuju parkiran di basement untuk menguji keberuntungannya, saat berjalan pun Arga terus menelpon ibunya. Matanya sedikit terkecoh saat mobil ibunya pindah menuju barisan belakang padahal ia ingat betul tadi ibunya memarkirkan dibarisan tengah.

Arga pun berjalan pelan menuju mobil ibunya yang anehnya sedang posisi menyala, jantung Arga seperti terpecut sebentar.


"Woii" ucap seseorang yang menepuk bahu Arga.

"Ehh Reno" balas Arga cepat.

"Hahaha, kenapa lu kayak kaget gitu ngeliat setan apa gimana haha" canda Reno sembari merangkul pundak sahabatnya itu.


"Ish, ini kita mau main kapan kok pada belum datang si." Gerutu Arga yang berjalan sembari berusaha melepaskan rangkulan Reno pada pundaknya.


"Kagak jadi" ucap Reno dingin.

"Heh, kok bisa?." Tanya Arga panik melihat temannya yang berubah menjadi serius.

"Hahaha, ya jadilah lu udah ditunggu sama temen-temen. Cepetan bentar lagi ini, mana lu masih pake setelan seragam hadehh" gerutu Reno yang tak melepaskan rangkulan pada Arga.


Disaat Reno menuntun Arga dengan rangkulannya, mata Arga tak lepas dari mobilnya yang sekarang bergoyang. Perasaan sebagai anak muncul begitu saja, seperti ada rasa kehilangan yang begitu besar.

Namun, jika dia memilih untuk kembali pada mobil ibunya apa respon Reno dan mau taruh dimana mukanya. Pemuda itu hanya bisa pasrah dan mengikuti sahabatnya yang sampai saat ini masih menggerutu.


-----


Sorak-sorai penonton semakin kerasa saat Arga dan teman-temannya masuk kedalam lapangan untuk pemanasan, berbeda dengan sekolah lain tim Arga melakukan pemanasan tanpa pelatih.

Ya, tanpa pelatih.

Dari semua orang yang percaya jika pak Bambang sedang diare hanya Arga lah yang berpikiran bahwa pelatihnya itu ada main dengan ibunya.

Shoot dari Arga meleset berkali-kali hingga membuat Reni yang juga tim basket menggaruk kepalanya. Bayangkan saja jika Arga tak fokus mungkin tim sekolahnya tak bisa masuk final karena sahabatnya itu menjadi kunci dari timnya.

"Lu ada apa si Ga?" Tanya Reno gemas.

"Ehh, ini duh apa ya?" Balas Arga yang anehnya bertanya kembali.

"Lah, kok. Udah lu fokus sekarang. Final ini" putus Reno cepat dan kembali menuju ruang ganti karena malas melihat Arga yang melamun.

Arga mengacak rambutnya dan mengaduh beberapa kali, memejamkan mata dan berusaha fokus sebelum ada panggilan dari belakang yang tak lain adalah ibunya.

"Arga semangat!" Ucap ibunya yang bisa langsung didengar Arga karena penonton lain sedang fokus dengan instruksi koreografi.

"Ibu" balas Arga pelan dan tangannya langsung mengepal saat melihat Pak Bambang berdiri disamping ibunya.

Raut wajah ibunya berbeda seperti biasanya, seperti ada cahaya dan Arga ingat betul raut muka itu muncul saat ibunya bermain dengan Asep.

Arga tersenyum meremehkan dan insting nya semakin yakin jika penelpon pada malam itu adalah pelatihnya sendiri.

Dengan langkah pelan Arga menghampiri ibunya dengan senyum lebar dan mata membunuh sembari berkata satu kata dalam hatinya.

'Bambang Anjing'

Bersambung....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd