Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dibalik Teduhnya Senyum Ibuku

12 | DIBALIK AWAN

“Naya!”

“Haaa” Naya terkejut dengan mata yang nyaris copot. Kesadarannya masih tertinggal dan baru sadar jika sejak tadi dirinya hanya berkhayal.

“Aneh banget, aku manggil kamu dari tadi malah ga nengok-nengok” ucap Yunie yang menyodorkan sebungkus nasi goreng titipan sahabatnya itu.

Keduanya mengambil tempat pada sofa didepan ranjang Arga yang menghadap jendela. Tanpa Yunie tahu saat ini Naya masih menormalkan detak jantungnya dan masi tak habis pikir jika dirinya memebayangkan tubuh Arga yang tak lain adalah anak sahabatnya, bahkan ia tahu bayi Arga seperti apa.

“menurut kamu Arga kapan bisa normal kembali?” tanya Yunie setelah melihat Naya yang menghabiskan makanannya.

“Aku gak tahu Yun, yang pasti kamu harus terus berdoa agar dia cepet pulih” jawab Naya diplomatis dan kembali mengusap punggung temannya itu.

Yunie mengambil napas panjang dan menyandarkan tubuhnya pada sofa, Ibu dari Arga itu hanya bisa melihat anaknya yang masih berbaring tak berdaya dengan infus yang menempel pada tangannya.

“Dia mirip banget sama kamu.” Ucap Naya yang hanya mendapat anggukan dari Yunie.

“Dia lebih mirip Bapaknya, bahkan tubuhnya makin kesini mirip banget.” Ucap Yunie seteleh diam cukup lama. Dan benar saja air mata Yunie kembali mengalir dan Naya segera memluk sahabatnya itu.

“udah-udah kalo kamu ikut sedih gimana Arga bisa sembuh.”

“bukan gitu Nay, aku merasa bersalah banget sekarang dengan semua prilaku aku. Aku harus gimana Nay?” tangis Yunie.

Kedunanya saling berpelukan dengan rasa yang berbeda. Yunie dengan rasa takut ditinggal dan Naya yang masih penasaran dengan Arga.

Tak berapa lama Naya melepasakan pelukannya dan menatap Yunie dengan dalam. Ada rasa bersalah yang muncul begitu saja sebagaimana nafsunya.

“aku pulang ya.” Ucap Naya yang mendapat anggukan dari Yunie.

Psikiater terkenal itu merapihkan barangnya dan mendekati ranjang Arga untuk sekedar melihat kembali. Namun, entah setan dari mana Naya merendahkan tubuhnya dan mengecup kening Arga sebelum memutuskan keluar dari ruangan inap itu.

Dengan Langkah yang dipercepat Wanita itu berusaha menormalkan jantungnya berdebar kembali , namun saat baru meninggalkan ruang inap Arga dahi Naya mengerut karena melihat pria yang tak asing berjalan kearahnya.

“Maaf bu, apa benar ini ruang inap anggrek nomor 3?” tanya Bambang.

“Benar.” Jawab Naya yang baru sadar jika pria itu adalah selingkuhan Yunie. Pria dengan jaket hitam itu berlalu dan Naya hanya menggelang pelan.



Arga.

‘Gila’

Arga berusaha keras untuk menahan ekspresi pada wajahnya dan rasanya gatal untuk sekedar membuka mata. Bayangkan saja tubuhnya belum pulih sempurna dan tanta Naya sejak tadi menjamah tubuhnya dengan tangan bergetar.

Pria mana yang tak akan mendesah saat melihat dokter tercantik dirumah sakit menjamahnya dengan nakal. Meski matanya tertutup Arga masih bisa dengan jelas membayangkan betapa cantik sahabat dari ibunya itu.

Arga sendiripun bingung dengan alur hidupnya saat ini, ibunya yang selingkuh-kakaknya yang tak kunjung ada kabar dan tante Naya yang baru ia tahu berbuat seperti itu.

Perlahan namun pasti Arga berhasil menormalkan detak jantungnya saat mendengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

Pemuda itu membuka sedikit matanya dan hanya bisa melihat plafond ruangan karena bantal yang hampir sejajar dengan tulang belakang tubuhnya.

KREEET…



“Bu?” ucap suara berat dari samping kiri Arga. Pemuda itu hanya bisa menahan napas dan mencoba menampik suara itu.

“Mas?, masuk dulu.” Balas ibunya dan langusung membuat Arga menahan rasa sakit pada dadanya.

“gimana kondisi Arga?” suara itu semakin dekat dan Arga terpaksa memejamkan matanya dan melemaskan otot mukanya.

“Kondisisinya membaik, tapi aku gak tahu gimana kedepannya” jawab Ibunya.

“kamu yang sabar ya, aku optimis Arga segera pulih dan beraktifitas kembali.” Ucap pak Bambang yang membuat Arga mendecih didalam hati. Rasanya ia ingin mengeluarkan semua isi perutnya pada muka pelatih basketnya itu sembari berkata ‘Anjing’.

Hening.

Arga tak bisa mendengar suara apapun setelah itu, ada rasa ingin membuka matanya saat ini. Entahlah ia tak suka jika kejaian sbeelum kecelakaan terjadi dua kali.

Pemuda itu pun membuka matanya dan kepalanya ia angkat sedikit dan tak melihat Pak Bambang bahkan Ibunya. Namun, mata Arga mendelik pada kamar mandi yang lampunya sedang menyala dan memancarkan Cahaya putih dari ventilasi.

‘sialan’

Arga melemaskan leher dan menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang gamang. Pikiran Arga itu ternyata dibarengi dengan suara air yang menyala dari balik pintu kamara mandi dan terdengar suara tertawa dari ibunya.

‘Kalo bener ibu ada main sama Pak Bambang, aku gatau lagi harus gimana!’ jerit Arga didalam hati karena mulutnya masih lemas.

Tanpa di perintah air mata pemuda itu lolos dengan pelan hingga bantal disisi wajahanya basah, mulutnya ikut bergetar saat ada suara berisik dari kamar mandi yang kian lama kian keras. Bahkan karena air yang sejak tadi menyamarkan suara ibunya kini hilang entah kemana.

Desahan demi desahan saling bersahutan seakan mengejek kondisi Arga yang tak bisa berbuat apa-apa. Entahlah mungkin semua ini adalah karma yang harus ia terima karena tak bisa berbuat apa-apa jauh sebelum ini.

Rasanya ia sudah gagal menjadi seorang anak laki-laki yang menggantikan posisi Bapaknya. Saat ini dirinya merasa tak jauh dari kata seorang sampah yang ikut menikmati jika ibunya berbuat mesum dengan orang lain.

Hati Arga terbakar bergitu saja seperti kertas yang tersiram minyak-api itu terus menjalar dan membuat tangisannya terhenti. Kini air mata itu berubah menjadi hitam dan terus menggelap hingga Arga tak tahu lagi arti warna.



-----

1 Minggu kemudian

Sudah dua hari ia mulai bisa berdiri kembali-saat ini dirnya hanya menatap kosong pada jendela yang menampilkan suasana kota lengkap dengan cuaca yang mendung. Napas Arga mengembun hingga kaca didepannya menyamrakan pantulan wajahnya.

Mata Arga melihat awan yang sebenarnya sudah mulai menghitam dan bertanya-tanya mungkinkah dibalik hitamnya awan ada cahaya yang tetap menyinari.

Napasnya dihembuskan pelan, sudah seminggu sejak kejadian dimana ibunya yang tanpa malu bermain dengan Pak Bambang saat dirinya tak berdaya. Entah mengapa semua kesedihan selama ini berubah menjadi tawa.

Bukan tawa biasa yang Arga tampilkan, lebih kepada mentertawakan nasibnya sebagai manusia tunggal yang mungkin tak mempunyai eksistensi lebih dibandingkan manusia lain. Ibarat catur mungkin dirinya hanyalah papan, tak bisa bergerak meski dirusak berkali-kali bahkan hanya menjadi wadah olokan pemain disampingnya.

“Udah enakan?” tanya seorang Wanita dibelakang Arga.

“Eh tante.” Balas Arga yang langsung mengambil tangan Wanita itu untuk bersalaman.

Naya.

Sudah seminggu ini Arga terbiasa menyambut sahabat ibunya itu. Tak banyak yang ia ucapkan tetapi satu hal yang Arga sadari. Semenjak dimalam dimana Wanita itu menyentuh tubuhnya ia tak akan bisa melupakannya.

“jangan terlalu sering berdiri dulu, kondisi fisik kamu kan belum fit betul.” Ucap Naya yang hanya mendapat senyuman dari Arga.

Tanpa disadari oleh Naya semakin hari dirinya mersakan sesuatu yang berbeda, senyuman anak dari Yunie itu kian hari membuat hatinya berbunga. Memang dirinya merasa malu diusianya saat ini bahkan telah memliki suami.

Keduanya saling diam dengan pemikiran masing-masing. Arga masih berdiri disisi jendela dengan tangan yang masih tersambung infus. Sedangakan Naya sudah duduk pada sofa dengan mata yang tak lepas dari Arga.

Arga mengeluarkan napas pada jendela beberapa kali sebelum tangannya mengukir dengan bentuk yang tidak jelas. Naya sebagai ahli dibidang psikologi langsung mengerti jika Arga sedang gelisah dan naluri nya muncul begitu saja untuk bertanya.

“ada apa?” tanya Naya.

“Hah?, ga ada tante.” Balas Arga panik.

“hmmm, jadi gak mau cerita nih?.” Goda Naya yang mendapat anggukan kecil dari Arga.

Keduanya kembali terdiam namun kali ini dengan rasa yang berubah. Naya yang tersenyum simpul dan Arga dengan pipi yang memerah karena sadar jika Wanita disampingnya ahli dalam mengkorek informasi. Keduanya seperti perang batin dan sudah bisa dipastikan pemuda labil itu menyerah dan dngan cepat menengok.

Naya pun dengan cepat menyambut dengan senyum yang samar.

“Jadi?” tanya Naya pada Arga yang meringis.

Pemuda itu berjalan pelan menuju ranjangnya, menarik selimut hingga menutupi kakinya. Naya tak tinggal diam dan langusng ikut mendekat dan menyamankan posisi. Kali ini Arga sudah duduk dengan kaki yang dilurusakan dan Naya yang menopang dagunya.

Cukup lama Arga membuka dan menutup bibirnya tanpa sepatah katapun yanag membuat Naya semakin gemas dan memilih menpeuk paha Arga.

“Ibu selingkuh.” Ucap Arga pelan dan langung masuk pada gendang telinga Naya.

Lagi.

Tangisan Arga luruh begitu saja dan dengan cepat Naya bangkit dari duduknya. Dokter cantik itu memeluk Arga dengan perasasn yang berkecamuk - asumsinya benar jika penyebab kecelakaan Arga adalah Yunie. Memang dirinya tak bisa menyelahakan Yunie begitu saja karena kecelakaan itu murni kesalah Arga.

Tetapi Yunie menjadi salah satu faktor yang membuat Arga tak fokus dalam berkendara. Saat tangan dokter itu memeluk Arga saat itu pula semua cerita tennang Yunie mengalir seiring hujan yang mulai turun dan ikut mengamini seluruh rasa Arga.

Langit kian hitam saat Arga menangis pada eratnya pelukan Naya. Tak ada sedikit pun yang Arga tutupi tentang ibunya yang sebenarnya sudah Naya tahu sejak lama. Tetapi entah mengapa melalui Arga cerita tentang Yunie bermetafosis menjadi kesedihan yang begitu hebat hingga Naya ikut menangis.

Dan semua itu berujung pada kejadian dimana Arga mengalami kecelakaan yang membuat dirinya harus dirawat hingga saat ini.

Pelukan Naya terlepas saat langit sudah benar benar menghitam dan hujan pun tak lagi membasahi kota. Hanya ada suara jam dinding - deru napas Naya dan air mata Arga yang mengering.

Keduanya membisu dan Naya pun bingung harus bersikap seperti apa terlebih posisinya hanya sebatas pendengar dan tak ada hak untuk ikut campur. Arga pun sebaliknya ada rasa menyesal setelah selesai bercerita pada tante Naya meski rasa lega pun ia rasakan.

“Arga.” Buka Naya setelah kedunya berdiam cukup lama, Wanita dengan rambut pendek itu meremas tangan Arga yang tak di infus.

Tangannya meremas pelan dengan tatapan yang tak bisa Arga baca, jujur rasa canggung tadi berubah menjadi rasa aman yang sebelum nya Arga dapatkan dari Bapakanya. Tetapi kali ini rasanya bertamabah dan sulit dijelaskan oleh Arga.

“mmm tante.” Suara Arga bergetar saat remasan pada tangannya semakin kuat dan tatapan Naya pun tak kunjung lepas dari mata nya.

Seolah sadar apa yang dia lakukan dengan buru-buru Naya menarik tangannya. Namun, belum berhasil ternagkat tangan dokter itu ditahan oleh Arga dan keduanya kembali bertatapan.

Tanpa aba-aba Arga memajukan kepala hingga tepat didepan muka Naya yang sudah memerah. Seketika Naya merasa bahwa dirinya tak bisa berbuat apapun hingga nafas Arga menerpa bibirnya yang terbuka sedikit.

“Arga?” tanya Naya saat tangan kanan Arga menyentuh pipinya. Perut dokter itu seperti mengeluarkan ribuan kupu-kupu bahkan kepalanya ikut berdenyut merasakan adrenalin yang terpacu. Benar saja keberanian Arga seolah mencapai puncaknya.

CUP.

“Arga?” tanya Naya sekali lagi dengan cepat. Bukan nya menjawab Arga kembali mengecup teman ibunya itu tanpa rasa malu dirinya bahkan memaksa memasukkan lidahnya kedalam mulut Naya.

“stop Arga!” jerit Naya dengan tangan menutup mulut.

Arga terdiam dan tak menyangka jika Wanita yang terpaut jauh dari segi umur itu menolak dirinya, seketika ada rasa bersalah yang muncul begitu saja.

“Arga dengerin tante.” Ucap Naya dengan suara tegas. Arga itu mengakat wajahnya dan melihat Naya sedang menatapnya dengan serius.

“maaf tan” balas Arga dengan suara kecil.

Naya menahan senyumnya dan tak menyangka jika Arga berani memulai untuk mencium dirinya. Rasanya yang Ia perbuat benar dan dengan cepat Naya menarik Arga untuk semakin mendekat. Dokter cantik itu memegang kedua bahu Arga yang membuat sang empu mendongak.

“bukan gitu caranya” ucap Naya seraya mencium Arga. Pemuda itu hanya diam dan tak bisa berkutik.

Naya pun paham jika Arga belum berpengalaman, dengan senyum yang menghiasi wajahnya Naya membuka bibir Arga dengan lidahnya untuk merangsek masuk hingga keduanya bisa bertukar lidah.

Tangan Naya pun tak tinggal diam, dokter itu menarik tangan Arga untuk diarahkan pada dadanya yang turtutup kemeja putih.

“remes Arga” ucap Naya memastikan setelah melihat Arga agak ragu menyentuhnya. Pemuda itu pun meremas payudara Naya yang berukuran cukup besar, tangan kirinya masih dalam kondisi tertusuk jarum infus.

Ciuman yang semula hanya bertukar lidah kini berbah menajdi ciuman panas antara pria dan Wanita tanpa memperhatikan norma juga umur yang terpaut jauh.

Remasan Arga pun kian kencang dan sesekali Naya hanya bisa mendesah menikmati rangsangan sensual yang sudah lama tak Ia dapatkan dari suaminya.

Belitan lidah Arga pada mulut Naya tak main-main, pemuda itu mulai menyesuaikan permainan teman dari ibunya itu. Bahkan Naya sudah gelagapan dengan rangsangan di berbagai titik yang membuat vaginanya bereaksi hingga ia merasakan celana dalamnya mulai basah.

Jujur baru kali ini ia merasakan adrenalin yang begitu besar hingga menutup rasa malunya sebagai seorang wanita bersuami.

“udah dulu uhhhhh” desah Nay yang membuat Arga terpaksa melepaskan pagutannya. Kedunya saling mengambil napas dengan cepat dan saling menatap dengan mata yang berbinar. Senyum Arga yang sejak tadi bersembunyi dari balik awan mulai muncul kembali.

Baru kali ini Arga mersakan ciuman bahkan dengan pacarnya saja ia tak pernah seperti ini-hanya sebatas memegang tangan pun sudah berdebar rasanya. Sebaliknya Naya mersakan sensasi luar biasa dan kemejanya pun sudah tampak kusut.

“Tan, burung Arga udah gini.” Ucap Arga polos. Naya pun reflek melihat selangakangan Arga yang sudah tak tertutup selimut. Benar saja jika dalam kondisi seperti ini penis anak dari Yunie itu berukuran besar bahkan suaminya pun kalah.

“gede.” Ucap Naya pelan.

“aww.” Jerit Arga melihat darah pada infusnya mulai naik karena banyak bergerak. Naya pun hanya tersenyum dan memegang tangan Arga.

“harusnya ga boleh tante buka infus kamu, tapi kontol kamu udah naik aja hehe.” Goda Naya dan langsung melepaskan infus di tangan Arga.

Setelah memesang plester keduanya kembali bertatapan. Arga hanya menahan senyum melihat Naya yang tamapak sangat cantik, dengan kemeja acak-acakan teman ibunya itu masih merapihkan sisa plester.

Arga memilih berinisiatif setalah dari tadi bersikap pasif, pemuda itu dengan cekatan merangkul tubuh Naya seheingga keduanya duduk bersampingan dengan tangan Arga yang sudah berada di dada Naya.

“aku pegang ya tan” ucap Arga yang tak dibalas oleh Naya.

Naya pun ikut meramaikan suasana dengan mengelus kontol Arga yang mulai berdiri kembali. Pososi kasur yang tak terlalu besar membaut keduanya harus berdempetan terlebih tubuh Arga yang bisa dikatakan bongsor untutk anak se usianya.

“teruss tante shhhhh” desah Arga saat elusan pada penisnya berubah menjadi kocokan. Naya pun mengerti jika Arga sudah dikuasai nafsu yang besar. Wanita itu meminta Arga untuk mengangkat pinggulnnya sedikit agar celana yang diapakai bisa diturunkan. Arga menuruti permintan Naya tanpa bertanya dan tanpa melepasakan genggamannya pada dada wianta itu.

“waw” puji Naya melihat kontol Arga yang besar dan sudah mengacung. Jari jari lenitknya kembali meremas kontol Arga dan memainkannya pelan.

“uhhhhh” desah Arga yang menggigit bibir bawahnya untuk sekedar menahan rasa yang begitu hebat.

Tak ada percakapan lagi dari kedunya dan hanya saling meemuaskan nafsu masing-masing. Arga dengan tangan yang meremas payudara Wanita disampingnya dan Naya yang sibuk mengocok kontol Arga.

“ahhhhh” desah Naya saat payudaranya kian memerah karena diremas oleh Arga, nafsunya menjadi besar dan meminta lebih dari ini.

“terus tante Arga udah mau ahhhh” desah Arga dan melepaskan tangannya dari dada Naya. Anak dari yunie itu meremas selimut disampingnya saat ejakulasinya hampir sampai. Sedangkan Naya hanya fokus mengocok dan melihat penis Arga yang kian membesar dan panas.

“enak ya hmmm? Uhhhh” goda Naya yang terus mengocok tanpa sadar jika Arga sudah gelagapan dengan permainan tangannya.

“ahhh tanteee udahhh uhhhh” Arga tak bisa diam bahkan pahanya ikut bergetar seiring cepatnya kocokan Naya.

“uhhhh”

“udah ga kuat tanteee Argaaa shhhhh”

CROTTTT

Sperma Arga muncrat hingga menyentuh tangan Naya bahkan cairan kental itu mengenai kasur dan jatuh pula menuju lantai.

“ahhhhh” desah Arga terakhir saat sperma nya keluar dibantu olah Wanita yang tak ia sangka selama ini.

Naya terpaku dan mulai sadar dengan semua ini, rasanya janggal jika ia membantu Arga yang notaben adalah anak dari yunie. Tapi disatu sisi dirinya tak menampik jika nafsu nya sebagai Wanita mulai bangkit setelah mati dalam waktu lama.

“Arga?” tanya Yunie yang membuat Arga menoleh.

“iii iya tan?” tanya Arga ragu

“sekarang puasin tante ya.” Pinta Naya yang langsung membuka kancing keemajanya. Arga terpaku dan hanya berdiam diri karena tak tahu harus berbuat apa.

“kamu berdiri dulu ga.” Pinta Naya yang langsung diamini.

Naya membuka kemajenya termasuk bh yang ia pakai. Arga terpaku melihat pentil Naya yang berwarna cokelat muda dan sangat kontras dengan kulit putihnya. Belum lagi paras Wanita yang belum memiliki anak itu terlihat bersinar saat terkena cahaya lampu yang membaut jiwa muda Arga bagkit.

Naya hanya termenung karena baru tadi Arga mengeluarkan sperma kini sudah tegak kembali bahkan saat awal pernikahan pun, suamianya tak pernah secepat itu.

‘udah tegang lagi?’ batin Naya yang kini mulai membuka rok span nya.

Arga memegang penisnya dan tampak fokus melihat jati-jari Naya yang membuka kain terakhir. Celana dalam itu sudah terbuka dan terlihat vagina Naya yang berwarna merah muda dengan bulu halu yang tipis.

Arga menelan ludah bebrapa kali, rasanyaia ingin kabur karena dirundung malu juga nafsu yang bersamaan. Berbeda dengan Naya dirinya masih memkai kemeja rumah sakit meski celananya sudah hilang entah kemana.

“sini ga.” Ajak Naya smebari membuka kedua kakinya sehingga Arga bisa melihat vagina dokter cantik itu.

Arga kembali naik ke atas ranjang dengan hati yang berdebar, ranjang rumah sakit itu bergoyang sebentar sebelum Naya menyentuh Arga untuk merendahkan kepalanya.

“plis jilat dulu memek tante ya.” Pinta Naya.

“Arga belum pernah tan” balas Arga polos

“hmmm, sekarang berarti harus tante ajarin ya hihi.” Goda Naya yang mebaut Arga malu.

Arga hanya melotot dan tak bisa berkata-kata.

Diluar ruangan itu hujan kembali turun dengan membawa perasaan bimbang juga ragu, bukan ini yang Arga inginkan – jauh dari itu Arga berharap akan ada jalan keluar. Tetapi nasi sudah menajdi bubur, apalah daya dirinya hanya pemuda tanggung yang dikuasai oleh rasa pensaran yang tak berkesudahan.

----

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd