Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dibalik Teduhnya Senyum Ibuku

14 | HITAM

Berulang kali Arga menekan bel namun tidak ada jawaban dari sang pemilik rumah, dirinya hanya bisa mengeluarkan napas kasar sebelum meninggalkan rumah Reno tanpa ada kejelasan. Pupus sudah tujuan Arga untuk bertemu Reno, kini diriya merasa sendirian dan tak bisa bercerita pada siapapun.

Angin malam menerpa wajah Arga yang mulai pucat, memang dirinya sudah dinyatakan sehat tetapi energi yang ia keluarkan juga besar belum lagi emosi yang sejak tadi meluap-luap.

Arga melaju dengan kecepatan pelan tanpa tujuan pasti, matanya hanya fokus terhadap garis putih ditengah jalan yang memantukkan cahaya dari motornya. Mata Arga melihat tetesan air yang terkena muka aspal, perlahan tetesan itu kian cepat dan tak lama hujan turun dan membuat Arga trpaksa untuk meminggirkan sepeda motornya.

Bibirnya mendesis kembali dan merasakan kesialan yang datang berkali-kali, rasanya sang kuasa tak henti-hentinya memberi cobaan. Arga hanya bisa memainkan gawainya yang menampilkan waktu yang sudah mulai mendekati Tengah malam, namun hujan tak kunjung berhenti dan semakin meembesar ditambah petir yang datang sesekali dari ujung matanya.

Saat ini hanya ada suara hujan, kosongnya halte dan sepinya hati Arga. Belum lagi suara hujan itu menyamarkan umpatan yang keluar dari mulutnya-rasanya ia akan mati saat ini.

Tangannya meninju angin yang berbalas hampa, kakinya hanya bisa diayun tanpa tahu arah. Rasanya baru kali ini ia merasa sepi, bukan seperti biasa kali ini dirinya seperti kayu muda yang jika tertiup angin hanya terdorong dan kembali pada posisi awal tanpa tahu akhir takdir.



Menderma dengan air mata

Dalam hayalan yang terbungkam asa

Memetik ragu dibelantara Sukma

Dari situ ia merasa



Merasa jika dunia tak lagi sama

Merasa jika napas sekedar jeda

Merasa sakit adalah dirinya

Hingga mati menjadi pusara kenikmatan yang ia rindukan



Biar,

Biar mereka mencomooh dengan mulut berbusa

Biar,

Biar Tuhan tertawa dengan berlati yang sudah didepan nadi



Senyumnya naik hingga bisa merobek langit

Tangan nya tak mampu lagi mengepal

Gema dari sang pemilik belati membelai sakit

Hingga angin panas yang menerpa sebagai pemisah raga menjemput tanpa ragu.



---

Meneguk sunyi yang terbelai rindu

Sakit yang ia rasakan

Tak kunjung jua mereda

Hanya ada hujan dan telapak tangan yang memutih

Bibirnya bergetar menahan dingin

Tatapanya berubah menjadi bayang

Kilasan suram yang meminta jawaban

Hanya berbuah sebuah pertanyaan

Dapatkah semuanya terbalaskan tanpa dendam?



TRING...TRING..TRING.

Mata Arga melirik pada gawainya yang ia simpan disisi pahanya, sedikit mengerutkan dahi sebelum melihat ada nama yang tak Ia duga akan menelponnya. Seketika rasa sakit itu menjalar hingga menyentil kerongkongannya karena bukan Ibu yang menunggu dirinya.

Tante Naya.

"Halo Arga." Ucap Naya dari balik telepon.

“Haalo” balas Arga ditengah hujan yang semakin membesar.

“Kamu dimana?” tanya Naya dengan nada risau.

“Arga didepan halte dekat sekolah..” balas Arga yang disertai dengan tatapannya yang memburam dan menggelap.

“Haloooo Argaa!!!” ucap Naya berulang kali saat tak ada sahutan sepatah katapun dari Arga.

Dari balik telepon, saat ini Naya sedang memakai jaket tebal, ada rasa takut juga kehilangan saat panggilannya tak berakhir baik dan menyisakan pertanyaan karena hanya ada suara benturan dan hening. Dengan cepat Naya membawa mobilnya bersama seorang supir yang sudah ia siapkan jika harus membawa motor Arga.

Intuisinya terlalu kuat saat Yunie menelponnya karena meminta penyebab suasana rumah yang tiba-tiba berubah. Dan benar saja ada suatu hal yang tak mengenakkan saat dirinya pulang.

Mobil itu menembus hujan yang semakin deras, kepalanya Ia disandarkan pada kaca jendela dengan mulut yang tak berhenti menggigiti kuku jarinya.

Mobil itu menyusuri jalan dengan gerak yang dilambatkan saat dekat dengan sekolah, matanya berusaha meneliti pinggir jalan karena minim penerangan belum lagi hujan yang masih tak urung selesai.

“Berhenti pak!.” Titah Naya pada supirnya yang mendapat anggukan.

Naya hanya bisa membuka mulutnya saat melihat Arga sudah pingsan dengan posisi tubuh mirinya bahkan hampir jatuh. Dengan sigap ia dibantu dengan supir mengangkat tubuh Arga kedalam mobil.

Tak ada sepatah kata pun yang keluar, Naya hanya bisa menangis dan memeluk Arga saat mobil bergerak menuju rumahnya. Ia tahu jika arga masih belum sembuh sempurna bahkan suhu tubuh anak dari Yunie itu kian panas saat direngkuh olehnya.

Hujan tak kunjung berhenti meski naya sudah sampai dirumahnya, dengan cekatan Wanita itu membuka seluruh pakaian arga dan kini pemuda itu hanya diselimuti oleh kain tebal berwarna putih. Naya duduk di samping arga dengan tangan memegang kain kompres pengganti, matanya tak lepas dari muka arga yang pucat dengan bibir yang sedikit bergetar.

Mata naya beranjak menuju jendela disamping kamar tidurnya yang masih memperlihatkan percikan air dari ujung atap, hujan mash saja belum mereda.

“Tan?” lirih Arga dengan mata yang terbuka sedikit.

Naya pun memalingkan muka pada Arga dan tersenyum, tangannya mengelus kepala Arga hingga kembali terpejam.

Biar malam yang menelan rasa sakit juga sendu, merawatnya bersama bulan dan datang sebagai matahari dipagi hari.

---

Cahaya matahari memaksa Arga membuka kedua matanya, dengan cepat rasa sakit menghampiri kepalanya disertai dengungan dikedua telinga. Tangannya memeijat pelan kening dan berusaha melihat ruangan sekitarnya yang tampak asing. Arga terpaku pada foto di dinding yang menampilkan dua pasangan pengantin yang ia tahu betul Wanita dengan gaun biru itu adalah tante Naya.

Dibawah foto itu terdapat sebuah meja rustic dengan vas bunga yang tak berisikan bunga, mata Arga terus bergerak kearah kanan dimana cahaya berasal. Hanya ada kursi kosong, jendela yang terbuka dan angin dingin yang masuk tanpa permisi.

Arga meregangakan otot kepalanya dan mendesah pelan karena sakit pada kepalanya akan nyeri jika dia bergerak, rasa sakit yang ia bawa sejak kemarin muncul kembali didadanya dengan rasa panas yang membuat gelisah.

Perkataan kasar pada ibunya tanpa meminta jawaban sungguh bukan pilihan yang tepat, belum lagi tangannya ikut menunjuk muka ibunya.

Mata Arga melirik kearah kiri saat suara derap Langkah mulai mendekat sebelum gagang pada pintu terbuka dengan suara kay yang berderit pelan.

“udah bangun?” tanya Naya dengan menampilkan wajahnya. Arga hanya tersenyum dan membulatkan mata secara bersamaan.

Sadar akan raut wajah Arga yang terkejut Naya sadar jika dirinya hanya memakai piyama satin berbahan licin dengan potongan rendah.

“oke, tante udah buatin sarapan.” Ucap Naya cepat dan menutup pintu dengan satu gerakan dan membuat suara berdebam.

Arga menggeleng pelan dan mencoba duduk dengan sekuat tenaga, mengatur napas dengan ritme santai dan memejamkan mata.



---

“ada apa?” tanya Naya saat suapan terakhir sudah masuk pada mulut Arga. Sedikit aneh rasanya bagi Naya meliahat Arga memakai pakaian suaminya.

“mmm gak ada apa-apa Tan.”

“mulai deh, coba cerita sama Tante.” Balas Naya cepat. Setelah itu Arga hanya mengangguk dan mempercepat makannya, pemuda itu hanya fokus pada sendok dan nasi yang tak Ia duga akan seenak ini.

Setelah suapan terakhir Arga merapihkan alat makannya dan memundurkan kursi yang ia duduki, tangannya diletakkan pada sisi meja dan meremasnya pelan.

“Arga mau pilih jalan sendiri. Kalo memang ayah sambung Arga gay dan ibu selingkuh, Arga bisa apa?.” Arga mengambil jeda pada kalimatnya dan tatapannya terarah pada mata Naya yang mulai berkaca-kaca.

“sebelumnya makasih tante udah cerita sama Arga, sekarang biar Arga yang mutusin baiknya gimana.”

Memang jika Arga pikirkan kembali kisahnya seperti film dengan segala letupan yang tak bisa Ia prediksi sebelumnya. Ia pun mulai memahami sejauh apa dirinya membuat rencana, taka akan sejalan saat semua dilewati.

Arga mengedipkan matanya sebelum melihat tante naya yang masih memperhatikan dirinya, Ia hanya bisa tersenyum dan mengambil tangan teman ibunya itu.

“Maaf ya Tan kalo Arga selama ini ada sifat yang ga enak di hati Tante.” Ucap Arga gamang yang hanya ditanggapi dengan senyuman kecil dari bibir Naya.

“Tante akan selalu ada untuk kamu, apapun Keputusan kamu Arga.” Balas Naya yang merasa dirinya hanya sampai disini untuk menemani Arga.

Arga menatap mata Naya yang masih berkaca-kaca, tangannya masih meremas jari-jari Naya yang terasa nyaman baginya. Arga memilih beridiri dan menghampiri Naya untuk lebih dekat.

Kini Arga sudah berada didepan Naya yang masih duduk diatas kursi makan, kepalanya hanya sampai sebatas perut Naya.

“Kalo memang ujungnya akan berantakan Arga siap ambil Tan, apapun itu Arga akan tanggung jawab.” Ucap Arga pelan dan mencium punggung tangan Naya sebelum berdiri kembali dan berjalan meninggalkan Naya yang masih menahan air matanya.

---

Langit siang ini begitu cerah, tapi tidak dengan hati Arga yang mulai menghitam dan rasanya ingin tenggelam. Sepeda motor yang menjadi teman terkahir sebelum Arga memutuskan untuk masuk kedalam rumah.

Matanya tertuju pada kepulan asap tipis dari atas meja makan yang sudah tersedia beberapa lauk, mata Arga bergerak menuju sisi kiri dimana dapur berada dan mendapati Ibunya sedang menghadap kompor yang ia tebak ibunya sedang memasak.

“Bu.” Ucap Arga memecah keheningan dan membuat Yunie menoleh sesaat sebelum kembali menghadap kompor.

Arga berjalan mendekat dengan pelan dan berhenti tak jauh dari Ibunya, pemuda itu hanya bisa meremas jari-jarinya sendiri.

“Ibu udah tau maksud kamu.” Ucap Yunie datar.

“maaf Bu.” Balas Arga yang merasa buntu harus berbuat apa.

“Kamu gak ngerti posisi Ibu seperti apa.” Lanjut Yunie yang anehnya membuat hati Arga memanas begitu saja.

“Ehhh ada apa nih rame-rame sampai Ayah gak di ajak.” Ucap Ardi tiba-tiba yang datang dari arah belakangnya.

Arga mendelik saat tangan ayahnya menempel pada pundaknya, memang tubuh Ardi hanya sebatas dagu Arga yang memang tinggi sehingga dengan mudah Arga menepis rangkulan ayahnya itu.

“Diem lu bencong.” Ucap Arga dingin dan membuat Yunie menoleh dengan cepat.

“Arga!” tanya Yunie dengan ekspresi terkejut.

Bugh

Tinju dari tangan Arga bersarang pada pipi Ayahnya, pukulan keras itu berhasil membuat Yunie berteriak histeris dan tak menyangka jika ini terjadi. Arga bergerak kedepan sehingga bisa melihat dengan jelas pipi Ardi yang sudah memerah dan kontras dengan kulit putihnya.

"Maksud kamu apa Arga!" Teriak Ardi dengan penuh emosi.

“Lo yang ga jelas ngentot!” teriak Arga kembali dan membuat suasana semakin panas.

Ardi menggeleng dan menatap Yunie dengan raut bertanya, pria dengan brewok tipis itu mencoba untuk lebih dekat dengan Arga.

“Jelasin ke Ayah.” Ucap Ardi dingin.

Arga mendecih dan mendekat sehingga kini kedua pria itu saling bertatapan dengan jarak yang tak seberapa.

“ARGA TAU AYAH GAY. ARGA TAU IBU SELINGKUH. ARGA TAU AYAHHHH!!!!” teriak Arga dan membuat dua orang dewasa disisinya hanya bisa diam.

Tak ada lagi rasa bersalah yang dirasakan oleh Arga, kini hanya adrenalin yang memuncak hingga ke ubun-ubun.

“Ayah gak ngerti omongan kamu!” balas Ardi mencoba mengelak.

“Haha, lucu banget PUNYA KELUARGA KAYAK ANJING!” Balas Arga semakin kencang, dipojok ruangan Yunie hanya bisa diam dan menyandarkan tubuhnya yang tiba-tiba lemas.

“Udahlah gak usah akting terus, gak malu hah cowo suka cowo?” desak Arga memajukan tubuhnya dan memaksa Ardi untuk mundur bahkan kini Ayah sambung dari Arg aitu sudah menyentuh dinding.

PLAK

“Hahaha, cowo tuh gini!”

BUGH BUGH BUGH

Arga kembali meninju Ardi sebanyak tiga kali setelah ayahnya itu menampar pipi kanannya. Dari pukulan itu Ardi hanya bisa menahan rasa sakit dan tak bisa membalas pukulan Arga.

Arga memutar pandangannya dan menatap Yunie dengan tatapan merendahkan, rasanya semua akan selesai disini.

“Maafin Ibu nak” ucap Yunie yang sudah mengeluarkan air mata deras dan tak menyangka jika anaknya sudah tahu apa yang Ia perbuat.

“Abang udah ngasih tahu Arga, bedanya Abang gak berani kayak Arga.” Ucap Arga dingin.

Kali ini Arga berjalan mendekati Ibunya, semakin dekat Arga dengan Ibunya semakin keras pula tangisan Yunie.

“Arga cape Bu, mulai sekarang jangan ada didepan muka Argay ya. Oh iya, Ayah eh Banci kalo lo berani nyari gue jangan harap kontol lu bisa berdiri lagi.”

Usai, semua sudah selesai kali ini. Abangnya menelpon sebelum dirinya masuk kedalam rumah, berbeda dengan dirinya yang aktif Abangnya adalah tipe yang pendiam. Dari situlah dirinya semakin yakin untuk mengambil keputusan yang tak Ia sangka akan seperti ini.

Arga sudah tak bisa menahan air matanya, tenaga nya seperti terisi begitu saja dan merasa napasnya tidak lagi terhalang. Bahkan rasa sakit di dadanya seperti menghilang begitu saja saat pukulan demi pukulan bersarang pada muka Ayahnya yang sudah dipenuhi darah.

Dibelakangnya ada Wanita yang mencoba menahan dan hanya berbuah satu pukalan tambahan pada hidung laki-laki biadab yang mencoba bersandiwara didepannya selama ini.

---

“Bisa jelaskan peristiwa nya seperti apa?”

“Saya coba menjawab pertanyaan yang selama ini saya tanyakan pada diri sendiri, tau-tau udah kayak gitu.”
 
Kecewa, amarah, rasa bersalah, rasa dikhianati, malu, frustasi, benci dan semua emosi negatif jadi satu.
Ts benar2 menampilkannya dalam satu part. Luar biasa.
Dan semua ini terjadi hanya karena kurang komunikasi dan kejujuran.

Tak sabar kunantikan update mu suhu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd