EPISODE 13 : Haichi, Part 2
Scene 1
Kagura Nakagawa
Gabrielle Varnadoe
Zleb... zleb... zleb... Aku berusaha menggulingkan badanku kesamping untuk menghindari serangan tusukan menggunakan pedang yang ia lancarkan. Dilihat dari gerakan tubuhnya, aku bisa menduga bahwa ia adalah petarung langsung yang terbiasa menggunakan tubuhnya untuk bertarung. Aku bisa melihat pistol yang disarungkan di pinggang kirinya. Mengapa ia tidak menggunakannya? Padahal untuk lawan yang terjatuh seperti aku begini, akan lebih efektif jika menggunakan pistol. Ah sudahlah, ini adalah kesempatanku, itulah yang kupikirkan. Akan tetapi, aku masih tidak mengerti apa yang telah terjadi sebelumnya. Aku berhasil meninju pipinya dengan telak, tetapi malah tanganku yang sepertinya remuk, sedangkan pipinya baik-baik saja. Perasaanku tadi seperti meninju logam yang sangat keras, lebih keras dari besi.
Setelah menghindari tusukan pedangnya dengan menggulingkan terus badanku, akhirnya tercipta jarak antara aku dengannya. Kugunakan kesempatan itu untuk bangkit berdiri. Gabrielle pun maju kearahku, seolah-olah tidak sudi memberikanku kesempatan untuk bernapas. Setelah mencapai jarak kira-kira beberapa kaki dariku, ia langsung melompat salto ke udara dan memutar tubuhnya seperti bola. Kemudian, ia langsung menebaskan pedangnya kearah kepalaku. Serangan kejutan dengan melompat berputar seperti bola, kemudian melancarkan sabetan pedang. Aku yang enam bulan lalu mungkin sudah jadi mangsa empuk serangan ini. Untunglah selama enam bulan ini aku memperbanyak latihan meditasi dan kepekaan tenaga ki, jadinya tidak main seruduk saja. Aku langsung mengelak ke kanan, kemudian aku melancarkan tendangan yang agak pelan ke perutnya. Lagi-lagi, aku merasakan sensasi seperti berhantaman dengan logam yang sangat keras. Untunglah kali ini aku tidak melancarkan tendangan terlalu keras, karena kalau tidak, pasti kaki kananku sudah bernasib sama seperti tangan kananku yang sekarang remuk ini.
“
Your body... just what are they? (Tubuhmu... sebetulnya terbuat dari apa?)” Tanyaku.
“
Why don’t you find out? Or maybe you can ask your boyfriend who have been tasted my body before. (Kenapa tidak caritahu sendiri? Atau mungkin kamu bisa tanya pacarmu yang sudah pernah menyicipi tubuhku.)” Kata Gabrielle.
“
Trying to feed up my rage, aren’t you? Such a cheap trick won’t do it against me. (Mencoba memancing amarahku ya? Trik murahan seperti itu tidak akan mempan terhadapku.)” Kataku.
Ya, memang latihan meditasiku ini sangat berguna. Aku jadi lebih bisa tenang dalam bertarung. Untunglah aku memilih latihan yang tepat. Selama ini, aku menganggap bahwa kelemahan terbesarku adalah darah panasku yang selalu membara ketika bertarung. Dengan latihan meditasi ini, aku jadi lebih bisa “mendinginkan” darahku, sehingga aku tidak mudah terpancing dan dapat lebih menganalisa situasi dan kondisi dalam medan pertempuran.
“
I see. So you’re not just an expandable exploding bomb. This will be quite interesting. (Begitu ya. Jadi, kamu bukan hanya bom yang tugasnya hanya meledak saja. Ini akan cukup menarik.)” Kata Gabrielle.
Dalam hal ini, aku terpaksa mengasumsikan bahwa tubuhnya tidak bisa diserang dengan kekuatan fisik. Ah, andai saja Yama-chan ada disini, mungkin aku bisa memintanya bantuan untuk meracikkan racun mematikan. Hmmm, dalam situasi seperti ini, aku sangat dirugikan. Kemampuanku adalah bertarung dengan jarak dekat dan mengandalkan kekuatan murni, sedangkan lawanku tidak bisa dilukai oleh kekuatan murni. Bagaimana ya cara mengalahkannya? Eh tunggu. Betulkah dia tidak bisa dilukai oleh kekuatan murni? Betul, pertanyaan itu sebetulnya belum terbukti jawabannya. Aku harus menemukan rahasia kekuatannya terlebih dahulu.
Kali ini, aku maju duluan. Aku melancarkan tinju kearah wajahnya. Ia menghindar dengan sangat sempurna ke kanan. Hmmm, dia menghindar ya? Artinya ada dua kemungkinan. Pertama, wajahnya tidak dilindungi oleh kekuatan anehnya. Kedua, dia berusaha menyembunyikan informasi sekecil apapun mengenai rahasia kekuatannya. Kurasa yang kedua. Kemudian, aku melancarkan serangan yang bertubi-tubi dengan tinju dan tendanganku. Ia hanya sibuk menghindar saja. Sepertinya, ia ingin menungguku sampai aku lelah. Akan tetapi, perlu kuakui bahwa sense bertarungnya cukup tinggi. Ia menghindari semua seranganku dengan cukup mudah, yah walaupun aku sengaja agar membuatnya tidak terlalu sulit untuk dihindari, karena tujuanku adalah... lehernya. Dengan cepat, aku langsung menangkap lehernya. Kemudian, aku mengangkat lehernya ke udara, dan membantingnya ke tanah. Pukulan kedua yang berhasil kulancarkan dengan telak. Akan tetapi, sepertinya tidak berhasil melukainya. Ia bangun dari tanah tanpa ekspresi apapun.
“
I see. So that’s your power. Incredible. (Begitu ya. Jadi itu kekuatanmu. Mengagumkan.)” Kataku.
“
You found out just by choke slammed me? (Kamu berhasil menemukannya hanya dengan bantingan cekikan?)” Tanya Gabrielle.
“
Yeah... your mass is much heavier than it is looked like. (Ya. Massa tubuhmu jauh lebih berat daripada yang terlihat.)” Kataku.
“
I see. (Oh, begitu.)” Kata Gabrielle.
Ya, saat aku mengangkat tubuhnya ke udara dengan cekikan, massa tubuhnya sangat berat. Untuk orang seperti dia, harusnya massa normalnya sekitar 60-70kg. Akan tetapi, massa yang tadi kuangkat itu mencapai lebih dari seratus kilogram! Genggaman tanganku hampir saja terlepas karena tenaga ki milikku hampir tidak kuat mengangkat beban seberat itu.
“
So, what did you put inside your body? Steel? (Jadi, apa yang kamu pasang di tubuhmu? Baja?)” Tanyaku.
“
Mere steel won’t do much against someone as powerful as you. (Hanya baja saja tidak akan cukup untuk orang sekuat dirimu.)” Kata Gabrielle.
“
I’ll take that as compliment. (Akan kuanggap sebagai pujian.)” Kataku.
Hmmm, jadi memang ada semacam logam ya yang tertanam di tubuhnya. Kalau begini, akan susah bagiku untuk mendaratkan pukulan. Mungkin satu-satunya cara yang mempan untuk lawan seperti itu, hanyalah ilmu tenaga dalam. Ilmu tenaga dalam tidak memberikan pukulan langsung ke tubuh eksternal lawan, melainkan menyerang dengan menggunakan aliran tenaga ki ke dalam tubuh lawan. Tenaga ki si pengguna yang dikirimkan ke tubuh lawannya akan mengacaukan aliran energi ki di dalam tubuh lawan, sehingga menyebabkan kerusakan di tubuh internal lawannya. Ilmu tenaga dalam bisa menembus pertahanan sekuat apapun. Aku sendiri kurang menguasainya, tetapi aku mengerti konsepnya. Yah walaupun sangat beresiko, tetapi itu satu-satunya cara untuk mengalahkannya.
Aku langsung memasang kuda-kuda bertarungku. Aku sengaja memasang kuda-kuda biasa untuk mengecohnya. Kurasa, Gabrielle pasti merasa berada diatas angin karena tubuhnya yang tidak bisa ditembus pukulan akibat logam yang tertanam dalam seluruh tubuhnya. Dia pasti tidak mengantisipasi strategiku. Saat dia tidak mengantisipasinya, aku akan melancarkan serangan tenaga dalam dengan seluruh energi ki milikku. Semoga saja, bisa membuatnya tumbang.
Daritadi, ia cenderung pasif dalam menyerangku. Kurasa, ia tipe petarung yang menunggu lawannya menyerang, kemudian ia akan menyesuaikan diri dengan pertarungan yang dihasilkan. Hmmm, aku curiga dengan pistol yang ia sarungkan di pinggang kirinya. Kenapa daritadi ia tidak menggunakannya ya? Padahal, untuk bertarung dengan orang sepertiku, pistol akan lumayan efektif. Sudahlah, aku bukan tipe yang sabar menganalisa pertarungan secara mendalam.
Aku langsung maju kearahnya, dan melancarkan tinju kebawah, yaitu ke kaki kanannya. Aku sengaja menyerang bagian yang paling sulit dipertahankan. Strategiku adalah mengunci tubuhnya, kemudian melancarkan tenaga ki sepenuh tenaga ke tubuhnya. Aku tidak boleh bermain-main terhadap lawan seperti ini. Ia mengangkat kaki kanannya untuk menahan tinjuku dengan bagian kakinya. Sambil menahan tinjuku dan menguncinya dengan kakinya, ia langsung menebaskan pedangnya kearah leherku. Aku langsung membungkuk untuk menghindari tebasan pedangnya, kemudian aku melancarkan tinju ke perutnya. Sesuai dugaanku, ia tidak berusaha menahannya. Ia menerima tinjuku mentah-mentah dengan perutnya, karena sebetulnya ia tidak perlu menghindar akibat logam yang ada di dalam tubuhnya. KLAAKK... Tinjuku seperti menghantam benda yang bentuknya seperti logam, bukan organ internal perut.
“
Pointless act... (Tindakan yang tidak berguna...)” Kata Gabrielle.
“
Oh, is it? (Oh, betulkah?)” Tanyaku sambil mengubah tinjuku menjadi serangan telapak tangan.
Gabrielle yang melihat hal itu sepertinya menyadari apa yang berusaha kulakukan. Ia berusaha melompat mundur, tetapi aku langsung menangkap pergelangan kakinya yang daritadi masih terkunci untuk menahan tinjuku.
“
I wonder if this is a pointless act... (Kira-kira ini tindakan yang tidak bergunakah...)” Kataku sambil langsung melancarkan serangan tenaga dalam sekuat-kuatnya ke perutnya.
Ia kelihatan tidak bergeming mendapatkan seranganku. Tentu saja, serangan tenaga dalam ini langsung menyerang organ dalam. Rasa yang didapat berbeda dengan pukulan keras yang menyerang organ eksternal. Orang yang tidak biasa mendapatkan serangan ini, pastilah akan kaget dengan pengalaman pertamanya, membuat rasa sakit yang didapat lebih menyakitkan karena ditambah dengan rasa shock.
Tiba-tiba, aku merasakan ada yang menangkap pergelangan tanganku. Saat aku melihat apa itu, ternyata tangan Gabrielle. Apa? Aku segera melihat apa yang terjadi, dan rupanya ia bukan tidak bergeming karena shock, melainkan karena memang tidak terluka.
“
That’s some nice move you have. Too bad it doesn’t work on me. (Kamu memang hebat. Tapi sayang seranganmu tidak mempan.)” Kata Gabrielle.
Kemudian, ia mengangkat pedangnya. Kurasa dia berusaha memotong pergelangan tanganku. Tanganku terkunci oleh genggamannya. Justru dengan begini, aku punya tumpuan. Aku segera melompat dan memutar tubuhku dengan memanfaatkan genggaman tangannya. Kemudian, aku melancarkan tendangan seiring dengan perputaran tubuhku dan menghantam lehernya. KLAAAKK.. Lagi-lagi aku terasa seperti menghantam logam, bukan organ tubuh.
“
I... Impossible... (Ti... tidak mungkin...)” Kataku.
“
Yeah you probably guessed it. What I implant inside my body is not some sort of metal, because metal cannot block ki attack. (Ya, mungkin kamu sudah menebaknya. Yang aku tanam dalam tubuhku bukanlah suatu jenis logam, karena logam tidak bisa membendung serangan ki.)” Kata Gabrielle.
“
Then, what is it? (Kalau begitu, apa itu?)” Tanyaku.
“
What is the purpose of telling something to the dead? (Apa gunanya memberitahu sesuatu kepada orang mati?)” Tanya Gabrielle sambil mengarahkan ujung pedangnya ke leherku.
Kemudian, ia mengarahkan tusukan ke leherku dengan cepat. Aku tetap tenang, dan mencoba jurus terakhir yang kumiliki. TRAAKK... Pedang milik Gabrielle menusuk leherku, tetapi tidak berhasil menembus kulit leherku. Ah, untunglah jurusku yang belum matang ini berhasil menolongku. Gabrielle tampak terkejut dengan apa yang ia lihat.
“
Too bad... Looks like I’m not going to die. (Sayang sekali... Sepertinya aku tidak akan mati.)” Kataku.
Ya, jurus yang kugunakan adalah melakukan kondensasi terhadap tenaga ki dan mengumpulkannya disuatu tempat, yaitu di leherku. Leherku yang menjadi tempat penampungan tenaga ki yang telah terkondensasi, akan menjadi sekeras baja akibat tenaga ki milikku. Inilah yang orang-orang sebut sebagai ilmu baju besi.
“
I see... You’re indeed very skillful... Unfortunately, you’re not strong enough to satisfy my thirst for battle. (Begitu ya... Kamu memang betul-betul kuat... Sayangnya, kamu tidak cukup kuat untuk memuaskan dahaga bertarungku.)” Kata Gabrielle sambil menarik pedangnya dari leherku.
Kemudian, ia seperti memfokuskan tenaganya. Tidak lama kemudian, aku melihat suatu pemandangan yang hanya bisa kusaksikan di film-film fantasi. Pedang miliknya tiba-tiba menyala ungu layaknya seperti
lightsaber di film Star Wars. Bukan hanya menyala, pedangnya pun bertambah panjang. Ah, trik apa lagi yang digunakan olehnya?
“
I wonder if your skill can withstand this. (Aku penasaran apakah kira-kira kemampuanmu dapat bertahan dari ini.)” Kata Gabrielle.
Tidak, tidak akan bisa. Aku tahu itu. Kemampuannya, memang ada di tingkat yang berbeda denganku. Ah, sial, apakah aku akan mati disini. Tanpa menunggu lama, ia kembali melancarkan tusukan dengan pedang menyalanya itu kearah leherku. Aku tidak bisa menghindar karena tanganku digenggam olehnya. Aku tidak bisa mengacaukan serangannya karena trik logam dalam tubuh yang ia miliki. Yah, jujur saja aku sudah kehabisan akal. Aku hanya bisa menunggu sampai pedang menyalanya itu menembus leherku. Walaupun begitu, aku tetap membuka mataku. Pantang bagi diriku untuk menutup mata walaupun kematian sudah menunggu di depan mata.
BUAAKKK... Tiba-tiba Gabrielle terpental akibat suatu hantaman. Uh, apa itu? Sesaat sebelum aku melihat sebuah kaki yang menghantam Gabrielle, aku sekilas merasakan angin yang sangat kuat bertiup dibelakangku.
“
Watashi ha Varnadoe no chounan ane to no tatakai ni juuji shinai you ni iwa remashita. Soshite, koko de anata ha kanojo wo ikiri sarete imasu. (Aku sudah dipesan agar tidak berhadapan langsung dengan putri tertua dari keluarga Varnadoe. Dan sekarang kamu malah berurusan dengannya.)” Kata seseorang dibelakangku.
“
Gokusenshi no Nakata Jirou. Soko de, konkai ha watashi no mikata wo shite imasuka? (Jirou Nakata, si
gokusenshi. Jadi, kali ini kita berteman?)” Tanyaku.
“
Kore dake no jikan. Watashi ha watashi no chuumon wo motte imasu. (Hanya kali ini saja. Aku telah diperintahkan.)” Kata Jirou.
“
Anata ha yoi usotsuki ja nai, anata ga shitte imasu. (Kamu tidak pandai berbohong.)” Kataku.
“
Sou desuka? (Begitukah?)” Tanya Jirou.
“
Anata ha hontou ni kanojo wo tatakau shita no desuga, anata ha kanojo ni taishite chansu wo tatte inai koto wo shitte imasu. Shikashi, isshou ni, wareware ha rekishi no naka de mottomo tegowai aite ni taishite chansu wo tatsu. Sou, anata ga nani wo kangaedesuka? (Kamu sangat ingin bertarung dengannya, tapi kamu tahu bahwa tidak akan menang. Akan tetapi, bersama-sama, mungkin kita bisa mengalahkan musuh yang paling kuat dalam sejarah. Itu yang kamu pikirkan kan?)” Tanyaku.
“
Dakara, senshi no ojou ha yogensha ni natta no ka? (Jadi,
senshi no ojou sudah beralih profesi menjadi peramal ya.)” Tanya Jirou.
“
Watashi ha anata ga jooku wo tsukuru no ha hijou ni yoi shite iru koto wo shirimasen. (Aku tidak tahu bahwa kamu sangat pintar melucu.)” Kataku.
Di hadapan kami, Gabrielle sudah berdiri dengan pedangnya yang masih menyala ungu.
“
Jibun na hanashi. Anata ha koko de ikite iru kara nukedasu shitai baai ha... (Cukup bicaranya. Jika kamu ingin keluar dari sini hidup-hidup...)” Kata Jirou.
“
Sonogo, wareware ha kanojo wo taosu tame ni motte imasu! (Maka, kita harus mengalahkan dia!)” Kataku sambil menyiapkan kuda-kudaku.