Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Four out of Five [Update Act 15]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Mantap Hu. Update singkat namun tetap hangat untuk dibaca.

Terimakasih atas updatenya
 
Waduh, ga bakal main sama frieska lagi? Jangan dong, itu yg ditunggu-tunggu soalnya hehe
 
impian ane hu liat kkmpries ngomong kasar pas ewean, pembawaan selama ini kan kalem n berwibawa semenjak jadi member senior. apakah dibalik itu?:fgenit:

alias editor ane (writer thread sebelah) juga udah kangen klllv :p
Astoge, kirain di tritnya si @alshawn yang pake editor editoran. Suhu satu ini pun pake editor. Pada niat nih para author garapnya. Semangat terus dalam berkarya hu!
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Act 12: When Three are One (Part 1)

“Itu Brielle bukan, Kak?” Suara Lala terdengar dari dalam kamar mandi.

“Bukan La, barusan aku jatohin panci” Balasku agak kikuk meletakkan piring dari tanganku.

“Hah, kok bisa?”

“Sorry. Tanganku kepenuhan waktu ngerapihin makanan”

“Tungguin aku selesai Kak, biar aku rapihin”

“Gapapa La, chill. Aku bisa sendiri. Kamu fokus mandi aja. Kan tadi aku gangguin. Hohoho”

“Kamu mau jebak aku ya? Nanti masuk ke kamar mandi lagi”

Sejujurnya aku merasa tidak enak padanya. Pagi ini ia sudah dua kali mandi karena aku sempat ‘mengganggunya”. Aku berhasil memancingnya membuka kunci pintu kamar mandi untuk bergabung dengannya. Terhitung sudah tiga kali kami mencapai puncak kenikmatan dalam dua hari ini. Siang hari saat pertama aku sampai di kost-nya, malam hari sebelum kami pulas menuju mimpi masing-masing, dan pagi ini saat Lala sedang membersihkan sisa-sisa kotoran dari permainan kami.

Aku sedang mengambil cuti di hari Jumat kemarin. Setelah tahu akan rencanaku, Lala pun membuat janji denganku sejak minggu lalu. Alasannya adalah karena Brielle mengajaknya untuk menjenguk kucing peliharaan mereka yang dititipkan di rumah teman Lala. Beruntungnya ajakan Brielle juga berbarengan dengan masa tidak subur Lala. Entah ini benar atau ia hanya mencari alasan.

Aku memang merasa Lala berubah setelah enam bulan pertemanan kami. Hubungan kami yang dulu hanya seperti ‘platonic relationship’ terasa lebih hidup dari sebelumnya. Ia menjadi lebih terbuka tentang kehidupannya pribadinya. Aku pun sering menjadikannya tempat curhat tentang hubunganku dengan Gaby. Kuakui ini meningkatkan keintiman hubungan seks kami. Kami bisa lebih banyak menyelingi permainan kami dengan obrolan ringan hingga berat yang menjadi bumbu tersendiri dalam bercinta.

Semenjak aku dan Gaby berpacaran, aku mulai menghentikan menceritakan hubunganku dan Gaby kepada Frieska. Aku tidak ingin Frieska menjadi pihak ketiga dalam hubungan kami semenjak malam kebersamaan kami di Anyer. Gaby tidak tahu dengan pikiranku ini karena aku tidak ingin ia merasa malam itu masih membebaniku. Frieska juga jarang menghubungiku semenjak ia menjadi pemimpin dari timnya di JKT48. Gaby bercerita kalau Frieska menjadi penerusnya karena Gaby akan disiapkan untuk promosi ke posisi yang lebih tinggi. Kukagumi pencapaian Gaby yang lebih muda dari Frieska.

Setelah selesai membereskan sisa sarapan, aku berpindah ke atas tempat tidur untuk merebahkan tubuhku. Niat mandi kuurungkan sampai Lala selesai karena aku ingin menikmati mandiku sendirian. Meski Lala sempat menawarkan untuk mandi bersama.

TOK! TOK! TOK!

Pintu kost Lala diketuk sangat kencang dari luar. Sepertinya si bayi besar sudah datang. Aku pun bergerak ke pintu untuk membukanya.

“HAPPY BIRTHDAY TO YOU ~ HAPPY BIRTHDAY TO YOU ~ HAPPY BIRTHDAY KAK ***** ~ HAPPY BIRTHDAY TO YOUUUU ~” Brielle berdiri di depan pintu sambil memegang kue coklat.

“Duh Fang, kok langsung dikasih sendiri sih. Aku aja baru selesai mandi. Belum rapih tauu” Suara Lala terdengar setelah ia keluar dari kamar mandi.

“Biarin aja, biar aku jadi yang pertama ngucapin pake kue di hari ini. Kalian abis ngapain ayo? Kok Kak Lala mandi?”

“Hush, pagi-pagi sebelum berangkat ya aku mandi”

Hari ini memang ulang tahunku. Terdengar ganjil memang karena aku malah bersama dua gadis ini dibandingkan keluargaku atau pun kekasihku. Sayangnya mereka sedang keluar kota dengan urusannya masing-masing. Keluargaku pergi menengok Kakek ku yang sedang sakit, sementara Gaby menghadiri pernikahan sepupunya bersama keluarganya. Aku sudah video call dengannya pagi ini. Meski aku telah meyakinkannya untuk tidak terlalu ambil pusing karena tidak bisa bersamaku hari ini, ia sepertinya masih memikirkannya dengan raut wajah menyesal. Ia berjanji akan memberikanku surprise saat ia kembali nanti. I wonder what that would be…

Di awal aku dan Gaby resmi berpacaran, aku langsung menceritakan hal ini kepada Lala untuk meminta pendapatnya. Ia meyakinkanku kalau ia tidak mempersalahkan jadi orang ketiga antara aku dan Gaby karena menurutnya hatiku hanya untuk Gaby. Sementara kami berdua hanya teman yang sesekali berhubungan seksual. Argumen Lala yang membuatku luluh adalah karena aku dan Gaby belum pernah melakukan hubungan seksual lagi semenjak malam di Anyer, dan Lala bersedia menjadi pelampiasanku bila aku sedang horny. Aku memang tidak berniat untuk meminta Gaby karena aku merasa hubungan kami spesial lebih dari sekedar untuk memuaskan birahi. Aku tahu yang aku lakukan ini salah. Gaby telah kukhianati. Namun, genggaman tangan Lala di tangan kananku, dan telapak tangannya di pipiku malam itu membuatku lalai dalam menyadari dosaku. Ya ini memang benar dosaku, bukan dosa Lala yang memintaku.

“Kak Lala udah rapi? Yaudah yuk kita berangkat” teriak Brielle sambil mengunyah makanan.

“Ini baru rapi. Kita rayain dulu dong ultahnya yang bener. Sekarang aku udah layak nih. Sini Kak, kita videoin dulu buat nanti laporan sama Kak Gaby. Kakak sambil make a wish ya”

Gaby tahu kalau aku akan pergi dengan Lala dan Brielle hari ini. Menurutnya Lala dan Brielle adalah seperti anak-anaknya denganku karena memang posisi mereka yang menjadi junior dalam timnya. Ia merasa nyaman dengan mereka yang telah hadir sejak awal pertemuan kami. Gaby menganggap mereka sebagai jimat dalam hubungan kami. Brielle pun sepertinya tidak menaruh kecurigaan akan hubunganku dengan Lala meski ia selalu mengejek kami berdua.

“Udah ya wish-nya” Kataku setelah membuka mata.

“Kok dalem hati sih, Kak? Kita kan juga mau denger” Brielle merajut.

Wish itu dibaca dalem hati supaya cuma pemohon dan Tuhan yang tahu. Kalian penonton ikut mengaminkan aja. Itu baru namanya support tulus” Kataku sambil menjepit hidung Brielle dengan jari-jariku.

“Udah nih, aku yang kirim ke Kak Gaby ya” Kata Lala sambil sibuk dengan ponselnya.

“Iiih, Ka Lala nih buru-buru banget. Dipilih dulu dong yang bagus yang mana” Brielle kembali merengek sambil melipat kedua tangannya.

--------------------

Sesampainya di rumah teman Lala, aku menemani mereka main dengan kucing bernama Momoriko tersebut. Kucing gemuk yang kusebut merupakan perpaduan Lala dan Brielle karena sama-sama bulat. Mereka selalu marah dan berusaha memukulku mendengar komentarku.

“Ayo Kak, fotoin aku” Pinta Lala sambil memeluk Momoriko.

“Kamu cemberut dong La, biar pas sama ekspresi Momoriko”

“Iya iya, nih”

28823200669bbb666f3d3a7f8951bd9fc0f4822d.jpg


“Yaah. Kok Momorikonya melengos ke arah lain sih?”

“Kamu bau soalnya makanya dia melengos hohoho”

“Kamu pikir aku mandi dua kali gara-gara siapa, hah!”

“Kak Lala, dipanggil Kak Pinta. Katanya mau kasih makan Momoriko” Teriakan Brielle terdengar dari dalam rumah.

“Oke. Loh, kamu kok keluar. Gamau ikut?” Lala menjawab dengan bingung.

“Gamau ah. Biyel mual liat makanannya Momoriko”

“Oh yaudah, Kak..”

“Disini aja Kak, temenin Biyel” Brielle berkata sambil memegang lengan kemejaku

“Hhhh, ya udah. Fang-Fang posesif ih sekarang” Kata Lala sambil melengos ke dalam.

Aku hanya menghela napas dan menggelengkan kepala. Kadang sulit juga menjadi penengah di antara dua gadis yang keras kepala ini.

“Kak, mau hadiah apa?” Celetuk Brielle tiba-tiba sambil mendekatiku.

“Kan tadi udah dikasih kue coklat”

“Itu dibayarin Kak Gaby tau. Aku cuman beliin, Kak Lala sediain tempat”

“Yaudah, anggep aja itu juga dari kalian. Kan kalian yang repot”

“Aku mau kok, kasih hadiah kayak Kak Lala”

“Hmmh, emang Lala kasih aku hadiah apa? Aku ga ngerasa nerima”

“Eh….maksud Biyel….tunggu…mmmh”

“Kamu baru aja ngebocorin surprise ya?”

“Engga, bukan itu. Nanti malem..ehh”

“Bakal dikasih nanti malem kadonya?”

“Bukan itu maksudnya. Tapi Biyel juga bisa kok kasih yang Kak Lala kasih”

“Emang Kak Lala mau kasih apa?”

“Hmmm…BIYEL GATAU”

Ia pun pergi meninggalkanku.

“Apa sih maksudnya?”

Tanpa sadar pertanyaanku kukeluarkan dengan suara karena tak ada orang di sekitar. Aku pun memotretnya yang sedang berjalan masuk ke dalam rumah. Brielle terasa semakin dewasa. Kualihkan fokus kameraku ke arah lain demi memburu objek foto lainnya. Kulihat seekor burung yang sedang hinggap di dahan pohon atasku. Ketika itu sebuah pikiran terlintas di kepalaku. Apa maksud ia bisa memberikan hal yang sama dengan yang Lala berikan padaku? Tentu barang-barang mudah untuk ditiru. Namun, aku merasa pernyataannya tadi memiliki maksud yang lebih dalam dari hanya sekedar kado.

2882320165416ad66be84c7e0b07f0a0a90e6555.jpg


========
“Dadah, Fang” Kataku sambil menurunkan kaca mobil.

“Dadah, Kak. Dadah, Kak Lala”

“Hati-hati, Fang”

Brielle pun membuka pintu gerbang rumahnya yang terlihat sangat megah dari luar. Aku memutarbalikkan mobil untuk mengantar Lala pulang ke kost-nya.

“Malam ini kita ga balik ke kost Kak”

“Hmm, emang kamu mau kemana?”

“Ke hotel ini Kak” Lala menjawab sambil menunjukkan gambar di ponselnya.

“Weh, ngapain ke hotel? Lagi ada keluarga kamu dari Lampung?”

“Engga ada Kak”

“Terus?”

“Hotelnya aku pesen buat kita berdua”

Aku teringat perkataan Brielle tadi siang.

“Persiapan ronde empat nih, La?”

“Hehehe, tunggu aja ada yang spesial buat birthday boy”

Kami pun berjalan menuju hotel yang sudah di-booking Lala. Meski kami sudah biasa berhubungan seksual, namun aku memiliki keingingan terpendam untuk melakukannya di hotel. Belum pernah kuutarakan ini padanya, tapi ia sepertinya sudah tahu isi hatiku. Sepertinya ini surprise yang dimaksud Brielle. Tapi, kenapa Brielle bisa tahu tentang hal ini?

“La?”

“Ya?”

“Brielle tau ya tentang hubungan kita?”

“Emmm”

“La..”

“Maaf Kak”

“Akhirnya kamu kasitau dia ya”

“Dia yang nanya aku duluan Kak. Tapi aku ngaku aku salah soalnya udah ga bisa menghindar lagi dari kekepoannya Brielle”

“Sialan. Ketipu aku. Aku pikir dia polos. Ternyata pinter juga”

“Iya, Kak. Brielle tuh instingnya tajem tau. Dia pemikirannya udah dewasa meski masih kecil”

“Iya tadi dia bilang mau kasih….” Aku sadar aku hampir salah berbicara.

“Kak?”

“Iya, tadi dia bilang kamu mau kasih surprise malam ini. Makanya aku jadi nebak-nebak”

“Duh, jadi ga surprise deh. Pantes kamu ga kaget”

“Hohohoho” Kuurungkan niatku untuk membeberkan perkataan Brielle tadi siang.

Setelah check-in di hotel, kami pun segera masuk ke kamar dan aku berniat untuk bersih-bersih sebelum mulai bermain. Sementara itu Lala memohon izin untuk melakukan workout hariannya yang belum sempat ia lakukan pagi ini. Ia sudah bersiap dengan membawa yoga mat.

“Ga capek kamu nanti?”

“Engga Kak, malah seger. Aku workout minimalis aja”

“Istilah dari mana itu workout minimalis?”

“Hehe” Lala hanya membalasku dengan senyum mata garisnya.

288232021aec7834b16751758a06cd7f95b11eed.jpg


Aku pun kembali mandi untuk kedua kalinya hari ini. Kali ini memang niatku hanya untuk membersihkan diri sebelum bersenang-senang dengan Lala. Penisku sudah menegang membayangkan permainan kami nanti. Kupikir lucu juga jika finishing kami lakukan di dalam bathub hingga kami sekalian mandi terakhir. Selesai mandi, aku lihat Lala sudah terbaring di atas yoga mat-nya dengan napas yang berat dan tubuh yang basah dengan keringat. Ia juga menutup matanya dengan lengan kanannya sembari mengatur napasnya. Muncul ide iseng di kepalaku. Dengan handuk yang masih terikat di tubuhku, aku mendekatinya dengan mengendap-endap. Kulihat perutnya yang terbuka karena baju olahraganya yang berbentuk seperti sport bra menarik libidoku ke atas kepalaku. Aku pun menundukkan badanku dan mencium pusarnya yang basah dengan keringat.

“Aaaah..Uuuh…Kamu apaan sih aku kan baru selesai, masih bau keringet gini”

“Biasanya kalo kita ngewe juga kan kamu keringetan, apa bedanya. Sluurrpppp…Slurrrrppp….Mmmmmhhh..Mmmmmgmm….Leeeeeehhh”

Kugabungkan ciumanku di perutnya dengan hisapan dan jilatan. Ia tampak mulai menikmatinya. Tangan kirinya yang tadinya lemah terkulai ia gerakkan untuk meremas rambutku. Sembari melanjutkan jilatan di perutnya, aku mulai naik ke atas menciumi bongkahan dadanya yang bulat seperti lekuk tubuhnya. Keengganannya telah berubah menjadi desahan yang membuat bulu kudukku berdiri dalam rangsangan seksual pendorong libido.

Lala mengalihkan perhatianku dari dadanya dengan sedikit mendorongku. Lalu dengan sigapnya ia bergerak meraih bibirku dengan bibirnya yang masih dalam sisa balutan lip tint-nya yang ia pakai sebelum kami berangkat pagi ini. Posisi kami pun berubah dengan aku yang merebahkan tubuhku di atas yoga mat. Dalam ciuman kami, ia melepaskan handukku yang mengikat di atas pinggangku. Penisku yang sudah menegang sempurna siap untuk menemaniku dalam pergumulanku dengan Kak Lala malam ini.

Lala memindahkan ciumannya dari bibirku dengan menurunkunnyamenurunkannya sedikit demi sedikit ke wajah, dagu, leher, dada, perut, pinggang, hingga sampai ke penisku. Aku merasa seluruh bagian depan tubuhku habis diciumi, dijilati, dan dihisap olehnya. Ia kemudian mengeksplorasi penisku dengan bibirnya dari pangkal hingga ke pucuk lubang kencingku. Lalu ia balikkan penisku hingga bagian bawah penisku menghadap ke arahnya kemudian balik menciuminya dari ujung kedua buah zakarku. Kenikmatan tiada tara ini mampu kutahan dengan menggenggam erat kaki tempat tidur dengan tangan kiriku. Aku yang awalnya menutup kedua mataku mencoba melihatnya dan mengelus kepalanya dengan tangan kananku. Dua mata bulatnya sesaat menatap mataku sembari menggerakkan lidahnya ke kiri dan ke kanan untuk merasakan buah zakarku. Sungguh pemandangan yang memuat nikmat duniawi.

Lala mengubah aksinya dengan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Terobosan pertama ia lakukan sampai kurasakan ujung kerongkongannya dengan pucuk penisku, lalu ia tahan penisku dalam posisi ini dengan kedua tangannya memegang pangkal penisku. Kuremas ubun-ubunnya karena kenikmatan ini membutuhkan sesuatu sebagai pengalih perhatianku. Entah hal ini menyakitinya tidak terlintas di pikiranku saat itu. Lalu ia gerakkan mulutnya maju mundur dengan penisku di dalam mulutnya. Sensasi kenikmatan ini pun ditunjang dengan gerakan tangan kirinya sesekali menggesek penisku ketika ia beristirahat menghisapnya. Garis-garis liurnya masih melekat ketika kocokan tangannya menggempur habis penisku dari pangkal ke ujung. Rasa pembeda berupa ngilu kurasakan ketika giginya sengaja ia gesekkan ke penisku dalam hisapannya.

Setelah beberapa lama kombinasi gerakan tangan dan mulutnya di penisku kurasakan gejolak di penisku. Aku yang biasanya sudah menghentikan permainan seperti ini dalam selang waktu tertentu untuk pindah ke permainan inti, tidak mampu melakukan hal yang sama karena berkah surgawi yang kurasakan saat ini. Hingga tanpa sadar, aku sudah mencapai puncak.

“Aku mau keluar La”

Lagi-lagi Lala hanya tersenyum dengan dua mata garisnya dan tangan kirinya masih mengocok penisku. Ia hentikan gerakannya dan memasukkan penisku dengan perlahan ke dalam mulutnya. Ini terasa berbeda. Ia melakukannya dengan sangat perlahan dan membuka mulutnya mengikuti susuran penisku dalam mulutnya. Kuakui kekalahanku ketika kurasakan giginya di kulit penisku.

CROT! CROT! CROT! CROT!

Spermaku keluar di dalam mulutnya. Ia ubah arah gerakannya untuk mengeluarkan penisku dengan ritme yang sama. Ketika penisku sudah keluar seutuhnya dari dalam mulutnya. Kulihat penisku sudah bersih dari cairan spermaku. Ia selesaikan awal ronde keempat kami dengan meneguk spermaku dengan senyuman jahatnya yang seakan mengejekku karena keluar duluan.

TOK! TOK! TOK! TOK!

“KAK LALA!!”
 
Wahh kentang banget hehe
But nice update suhu thanks, menunggu lala ketauan sama gaby wkwk
 
win win solution

Sama2 enak soalnya hu :semangat:

Mantap Hu. Update singkat namun tetap hangat untuk dibaca.

Terimakasih atas updatenya

Thanks juga hu buat apresiasinya. Ane kayaknya lebih cocok apdet singkat2 :Peace:

Waduh, ga bakal main sama frieska lagi? Jangan dong, itu yg ditunggu-tunggu soalnya hehe

Good question hu, tapi biar act-act berikutnya yg akan menjawab :D

Astoge, kirain di tritnya si @alshawn yang pake editor editoran. Suhu satu ini pun pake editor. Pada niat nih para author garapnya. Semangat terus dalam berkarya hu!
Iya hu kita ganti2an di story yg beda. Nuhun hu ditunggu apdet2 selanjutnya ya
yahhhb kukira bakal fwban sama mpries
Jangan kuciwa dulu hu :p
Gak lanjut ya apa sudah tamat
Sabar hu :Peace:
 
Kali ini apdetnya lebi lama dari biasanya dan ane juga baru sempet muncul lagi karena kesibukan real life (re: showroom) menghambat ane buat nulis. Tadinya apdet ini ga berencana pake ss tapi buat menghibur editor ane yg sedih sehabis ditinggal ane masukin lah sedikit ss klllv buat menghibur dia yg selalu kangen klllv :beer:

Ditunggu ya kejutan siapa yg ngetok pintu :p
 
Act 10: There’s Always a First for Everything



Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh. Semenjak keluar dari restoran tempat makan malam, Gaby dan Frieska tidak hentinya berdebat di kursi tengah mobilku untuk memilih hotel tempat kami menginap malam ini. Frieska sampai pindah dari kursi depan dengan alasan lebih mudah berbicara dengan Gaby. Seharusnya tidak banyak pilihan hotel karena Anyer merupakan tempat rekreasi yang relatif kecil. Kenyataannya sudah hampir setengah jam mereka habiskan untuk memilih hingga aku hanya bisa membawa mobil tanpa tahu arah tujuan. Aku masih heran mengapa mereka menolak untuk memilih hotel di restoran.

“Lama banget sih milih hotel doang” kataku mulai jenuh.

“Sabar atuh. Milihnya harus yang tepat biar ga nyesel nanti” jawab Frieska dengan tegas.

“Padahal cuman semalem…” aku menjawab dengan suara pelan sehingga lebih terdengar seperti gerutuan yang tidak jelas.

“Dapet nih, ini aja Kak Mpries. Tuh bintangnya 5” Gaby bersuara dengan nada riang.

“Yak...OK...Itu aja. Langsung cek GMap# Gab, biar aku langsung gas” teriakku sambil menginjak pedal gas meskipun aku belum tahu tujuannya.

Persetujuan Frieska yang langsung didapatkan Gaby kugunakan sebagai kode untuk segera memacu mobil menuju hotel. Rasa lelah yang sudah terakumulasi dalam diriku karena aktivitas sepanjang hari ini membuatku tidak sabar untuk mandi air panas dan merebahkan diri di kasur yang empuk.

Seusai memarkirkan mobil, kami menuju resepsionis untuk mengambil kunci kamar. Kami memesan dua kamar dimana Frieska dan Gaby akan tidur sekamar, sedangkan aku dengan kesendirianku. Untungnya Gaby sudah memesan hotel semenjak kami masih berada di mobil menggunakan kartu kreditku untuk mempercepat pembayarannya.

Kami pun naik menuju lantai 3 dan berpisah di depan lift menuju kamar kami masing-masing. Aku di nomor 311 dan mereka di nomor 302.

“Langsung tidur ya kalian. Biar besok kita bisa berangkat pagi. Supaya Gaby ga dicariin”

“Santai Kak. Aku udah ijin kok. Tenang lah besok. Kita mau berangkat siang juga gapapa”

“Keren lo Gab. Belum di-acc dosen udah di-acc babe emak. Abis mandi kalian pacaran dulu aja di kamar gue. Gue mau keluar soalnya nyari cemilan. Jangan ngotorin kamar gue aja lo pada”

“KAK MPRIES…iiih. Itu kan kamar gue juga”

“Ya liat nanti. Gua ngantuk sejujurnya”

“Dikasi kesempatan malah ngantuk. Gimana sih maneh”

“Ciao”

Aku berlalu menuju kamarku dengan membayangkan hot shower dan kasur putih lembut yang sudah menungguku. Sayang aku tidak bersama Lala. Kami memang belum pernah bercinta di kamar hotel.

Tunggu dulu.

Padahal aku sedang menginap bersama dua perempuan cantik. Tapi mengapa pikiranku kembali kepadanya.

Kunyalakan keran air panas hingga air jatuh membasahi tubuhku. Rasa hangat yang mengalir mengingatkanku pada keringat Lala yang sering kurasakan ketika menikmati tubuhnya. Mengapa aku merindukannya di saat seperti ini? Apakah aku yang mulai membawa perasaan dalam hubungan kami?

Keluar dari kamar mandi, kudengar pintu kamarku diketuk dari luar. Segera kupakai pakaian cadangan yang sudah kupersiapkan kalau pakaianku sebelumnya basah karena air, lalu bergegas ke arah pintu.

2864724677aa70ec20e24cbe5d0d99f22dfaea66.jpg


“Naon?”

“Abis mandi udah ga ngantuk kan?”

“Kagak sih, mandi air panas jadi nunggu ademan dulu baru ngantuk. Naon?”

“Temenin Gaby gih di kamar. Gue mau beli snack ke minimarket. Nih bawa kartu kamar gue.”

“Yakin lu dia gapapa gua temenin di kamar bedua doang?”

“Orangnya yang minta, dah ya”

Frieska pergi meninggalkanku. Aku termenung menentukan pilihanku. Sepanjang perjalanan kami hari ini, tidak pernah ada momen berdua untukku dan Gaby. Apakah ia nyaman bertemu denganku di kamarnya? Kulihat kartu di dalam genggaman tangan kananku. Pikiranku kembali mengingat Lala. Kulangkahkan kakiku dengan yakin.

TOK TOK TOK.

Meskipun kartu sudah kupegang, aku tidak berani membuka pintu secara langsung. Aku takut Gaby menganggapku tidak beretika apalagi berniat jahat. Ditambah dengan kenangannya akan trauma yang sampai saat ini belum kuketahui tentang apa.

Kutunggu beberapa detik sampai ada jawaban. Kembali kuketuk dan kali ini kupanggil namanya. Kutunggu lagi dan kali ini baru muncul suara dari dalam kamar nomor 302.

“Kak Mpries ga bawa kartu?”

“Ini aku Gab. Tadi Frieska keluar ke minimarket terus ngasih kartunya ke aku”

“Oh, Kakak. Buka aja Kak, pintunya. Aku mau ngeringin rambut dulu”

Izin sudah kudapatkan sehingga kubuka pintu dengan kartu di tanganku. Aku masuk ke dalam kamar dan tidak melihat Gaby di sana. Sepertinya ia masih berada di dalam kamar mandi. Aku duduk di kursi samping meja tempat peletakkan teko air panas, dan beberapa serbuk kopi the, dan gula yang telah ditempatkan pihak hotel. Memang kamar perempuan berbeda dengan kamar laki-laki. Selain dari kerapihannya, aromanya saja sudah membuat hidungku merasa nyaman.

Pintu kamar mandi terbuka dan Gaby keluar.


2864724756c4f31078c90850ec50c5e4bc7ba29d.jpg


“Maaf ya Kak, aku masih berantakan”

Chill. Itu, baju bawaan kamu?”

“Iya, aku kalau dalam perjalanan jauh naik mobil malem-malem suka kedinginan. Kan, emang di rencana kita bakal malem pulangnya”

“Ooh, sebelum berniat nginep kan udah malem, tapi kok kamu gak ganti baju. Masa kamu berniat ganti di dalem mobil?’

“Engga di dalem mobil lah. Aku bakal minta kita berhenti dulu sebelum ganti baju. Kakak abis mandi mesum ih”

Just and idea, Gab, becanda. Hahaha”

Gaby ikut tertawa. Namun, tidak ada suara yang terdengar setelah tawa kami selesai. Untuk menghilangkan kecanggungannya, Gaby berjalan ke sisi tempat tidur yang berlawanan dari tempatku duduk. Kucoba memberanikan diri membuka topik baru.

“Gab”

“Iya, Kak?”

“Kamu mau latihan sidang skripsi ga?”

“Katanya tadi pagi gamau aku inget sama sekali tentang sidang aku, sekarang udah mau tidur malah ditanyain”

“Kita berdua ini apa, Gab?”

Gaby kali ini tidak menjawab. Aku masih hanya menatap punggung miliknya. Ia terdiam layaknya patung.

“Maksudnya, Kak?”

“Iya, tentang kita ini Gab”

“Aku ga ngerti, Kak. Hubungannya sama sidang…”

“Maksud aku, hubungan kita berdua ini sebenernya apa?”

Ia terdiam lagi. Kali ini seluruh wajah dan tubuhnya sudah sepenuhnya menghadap ke arahku. Namun, matanya hanya sesekali menatapku. Ia terlihat belum menemukan keberanian untuk menjawab pertanyaanku.

Tiba tiba ia berjalan ke arahku. Dalam satu helaan nafas panjang, ia sudah berdiri tepat di depanku. Mata kami berdua pun bertemu.

“Kakak maunya kita jadi apa?”

Dalam setiap hubungan antara pria dan wanita, pasti ada reaksi kimia yang terjadi dan menjadi kode bagi salah satu pihak untuk melakukan sesuatu terlebih dahulu.

Aku berdiri dari tempat dudukku tanpa mengalihkan pandangan mataku.

“Aku mau serius sama kamu”

Lima kata pamungkas keluar dari mulutku dibarengi dengan gerakan tanganku menggenggam kedua tangannya. Dadaku berdebar kencang dihujani dengan ribuan pertanyaan apakah ini langkah yang tepat. Ia yang sedang berada dalam banyak tekanan baik dari karir maupun pendidikan, malah kuserang dengan pernyataanku. Aku mulai menyesali malam ini.

Sementara Gaby yang mendengar pernyataanku memindahkan pandangannya dari mataku untuk melihat ke bawah. Jelas kulihat ia tersenyum dan wajahnya merona sebelum hilang dari pandanganku. Sebelum akhirnya ia melihatku kembali. Kali ini senyumnya jelas terpampang di depan wajahku.

“Aku seneng kalau kamu seriusin”

Eh.

Aku bingung memahami jawabannya. Apakah ia juga mengharapkan hal yang sama seperti yang kuharapkan? Atau ada kata tapi diujung perkataannya. Pertanyaanku akan langsung dijawabnya dalam gestur yang ia lakukan.

Ia menutup kedua matanya. Menjinjitkan kakinya. Memajukan bibirnya, dan menaikkan wajahnya ke arahku.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Empat detik.

Lima detik.

Aku terdiam.

Ia membuka matanya kembali.

“Kok Kakak diem aja?”

Aku hanya tersenyum dan menjawab dengan suara kecil.

“Malu”

Gaby membalas senyumku. Kulihat tangan kanannya bergerak ke belakang kepalaku lalu mendorongnya dari belakang.

Tepat sebelum wajah kami berdua bertemu, kami menutup mata dan menikmati ciuman pertama kami di malam ini.

Bibirnya terasa lembut. Aroma mint kurasakan dari napasnya. Kuduga ia sudah menyikat giginya sebelum ini. Agak terasa pedas dalam mulutku. Namun, aku menikmati sensasinya.

Ia tampak masih pemula dalam urusan ciuman. Karena aku lebih banyak memimpin pergerakan dalam mulut kami sementara ia hanya pasif beberapa kali lidahku berbenturan dengan giginya. Ternyata meskipun mulutnya pasif, bagian tubuh lainnya tidak. Ia mulai menarikku perlahan-lahan menuju kasur dan membimbingku untuk duduk di sampingnya. Kemudian tangan kirinya mulai meraba paha kananku.

Aku tidak menyangka kami langsung berada di fase ini. Aku takut jika Frieska tiba-tiba masuk. Ketika kuingat kalau ia tidak memiliki kunci, aku lebih tenang dan melanjutkan ciuman kami.

Kini giliran tangan kanan Gaby yang meraba paha kiriku. Tidak ingin kalah dengannya, aku menggerakkan tangan kananku ke arah buah dadanya. Kugenggam dada kirinya dengan lembut karena tidak ingin mengagetkannya.

Gaby tiba-tiba menarik ciumannya sembari melepaskan tangan kananku di payudaranya. Ia mundur menjauhiku.

Aku masih ingat tatapannya hingga saat ini. Tatapan penuh ketakutan seperti melihat penjahat.

“Sorry, Gab. Aku kelepasan. Aku kira...kamu…”

Ia tidak menjawab. Napasnya berderu sangat cepat dan ia memegang dadanya. Aku dibuat déjà vu oleh pemandangan ini.

Aku biarkan ia mengatur napasnya tanpa mencercanya dengan pertanyaan lanjutan.

Ketika napasnya mulai normal kembali. Ia menatapku dengan rona kecewa.

“Maafin aku Kak”

“Jangan kamu yang minta maaf, Gab. Aku yang lancang. Harusnya aku ga seburu-buru itu. Kamu mau aku pergi?”

“Di sini aja Kak. Aku mau cerita. Aku ngerasa bersalah udah dua kali mancing Kakak tapi justru akunya yang berhentiin seenaknya. Kakak berhak tahu trauma aku yang bikin aku kayak gini”

“Jangan dipaksain Gab, kalau belum waktunya. Aku udah seneng sama respon kamu tadi. Kita take it slow aja step by step”

“Gapapa aku tetep mau cerita. Kamu mau dengerin aku, kan? Please?”

Aku tidak tega menolak permohonannya. Kuanggukkan kepalaku untuknya.

“Tapi pertama-tama Kakak harus janji untuk ga cerita ke siapa-siapa. Cuman ada beberapa orang aja yang tahu, Kak Frieska salah satunya tapi aku ga mau sebutin lagi siapa yang tahu”

“Aku janji Gab”

“Oke. Jadi Kak…”

Ia pun menceritakan semuanya. Aku tidak memotongnya sekalipun meski ada banyak pertanyaan yang muncul di kepalaku. Karena orang pertama yang ia sebutkan membuatku kecewa.

Semua diawali ketika Gaby masih berusia 6 tahun. Ayahnya, yang kuanggap merupakan laki-laki yang menyayangi anak gadisnya, justru merupakan sumber trauma anaknya sendiri. Ayahnya sempat melakukan beberapa hal yang dapat digolongkan sebagai pelecehan terhadap Gaby di masa itu. Memang yang dilakukan tidak sampai ke hubungan seksual, namun Gaby sempat diraba di bagian vitalnya hingga disuruh berdiam diri dalam keadaan telanjang hanya untuk dilihat oleh ayahnya. Kebiasaan ini berlangsung sampai setahun hingga Gaby bercerita kepada ibunya. Hal ini menimbulkan keretakan di keluarganya hingga ayahnya mengikuti beberapa terapi bersama psikiater sebelum sepenuhnya rujuk dengan ibunya. Namun, hubungan Gaby dan ayahnya tidak langsung membaik. Gaby baru bisa menerima ayahnya lagi setelah menjalani terapi dan proses kedewasaan. Hingga kini, kurasa ayahnya berusaha keras untuk menebus dosanya dengan memberikan kasih sayang terhadap anak gadisnya ini serta selalu mendukung setiap pilihannya.

Gaby mengakhiri cerita sambil menangis. Aku menerima ceritanya sebagai alasan wajar bila ia trauma bila disentuh pria di alat vitalnya. Meskipun ia sebenarnya juga ingin diperlakukan sama. Aku dibuat kasihan olehnya.

TOK! TOK! TOK!

“Hapunten, akang teteh”

Suara Frieska terdengar diiringi dengan suara ketukan pintu.

“Itu Frieska, Gab. Aku sekalian pamit ya. Yang tadi ga usah dipikirin. Kita lakuin pelan-pelan aja”

“Maaf ya Kak, aku sebenernya juga pengen ngelakuin itu sama Kakak. Tapi…”

GLEG!

Ia mengatakan ini sambil menggigit bibirnya. Aku segera menuju pintu sembari mengangkat telapak tanganku karena takut libidoku naik melihat ekspresinya

Pintu kubuka dan Frieska langsung menatapku dipenuhi keingintahuan. Ia hanya diam kemudian menengok ke dalam melihat ke arah Gaby tanpa berkata apapun. Lalu ia alihkan kembali pandangannya kepadaku dan mendekatkan mulutnya ke telingaku.

“Bawa aja kartunya terus jangan tidur dulu”

Sebelum aku dapat membalasnya, ia mendorongku keluar dari pintu dan segera menutupnya. Entah apa maksud dari perkataannya. Karena enggan untuk masuk lagi, aku menuju kamarku kembali.

Sesampainya di kamar, aku merebahkan diri di tempat tidur yang sempat kuimpikan. Kucoba mengingat lagi pengalaman ciumanku dengan Gaby. Usaha mengingat ini ternyata meningkatkan nafsu birahiku hingga penisku sudah berdiri tegak. Aku memang tidak suka melakukan masturbasi karena tidak menemukan kenikmatan melakukannya. Namun, ada rasa penasaran karena pengalamanku barusan. Kumasukkan tangan kiriku ke dalam celana dan mulai menyentuh penisku perlahan. Sulit untuk membayangkan Gaby karena beberapa kali pikiranku menuju ke Lala. Tiba-tiba ponselku berdering.

“Kesini now!!! Ga usah pake telpon”

Pesan dari Frieska. Entah apa lagi ini pikirku. Dua kali sudah aku dihentikan sebelum menemukan puncak kenikmatanku. Aku hanya bisa berjalan dengan enggan menuju kamar mereka.

Di depan kamar mereka, aku langsung menggesekkan kartu karena seharusnya mereka sudah tahu aku akan kesini. Kubuka pintu dan terkeju dengan pemandangan yang kulihat.

“Buruan masuk terus tutup pintunya” teriak Frieska mengagetkanku.

Aku yang kaget hanya bisa menuruti permintaannya dan menutup pintu di belakangku. Aku belum bisa mencerna apa yang terjadi di hadapanku.

Gaby sedang tidur telentang dan sweater hitamnya sudah dibuka ke atas hingga berada sedikit di atas dadanya. Dibalik itu tank top hitamnya juga sudah terangkat sampai di atas perutnya dan bagian yang menutupi payudara kirinya juga terbuka. Dapat kulihat putting dengan warna coklat kelabu mencuat dari buah dadanya. Sementara celananya sudah tidak menempel di badannya. Celana dalamnya yang berwarna hitam serupa dengan tank top-nya terekspos keluar. Yang lebih mengejutkan dari semua ini adalah posisi Frieska yang berada di atas Gaby. Ia sedang menciumi vagina Gaby yang masih tertutup celana dalam. Untungnya tubuh Frieska masih penuh dibalut pakaiannya.

“AAAAAAAAHHHH! Kakak kok malah masuk sih??!!”

“Eeee…Kan tadi disuruh Frieska, Gab” aku tidak memiliki respon lain selain menjawab pertanyaannya.

“KAK MPRIES. Ssssshhhh….uuuuuuhhh…Berenti dulu dong. Uuuuuh…ga malu apa itu kita diliatin” Gaby terbata-bata dalam berbicara karena Frieska sudah menarik celana dalam Gaby untuk memasukkan lidahnya kedalam vagina Gaby.

“Emmm sorry, apa kalian ga pengen gua keluar aja? Mungkin kalian ngerasa terganggu gitu?”

Frieska mengangkat telunjuk kirinya memintaku diam. Ia kemudian menghentikan permainannya di vagina Gaby.

“Cicing sia urang ker gawe. Calik!”

Aku menurutinya dan duduk di lantai karena tidak berani mendekati mereka. Kupandangi terus mereka berdua karena masih kaget dan belum dapat berpikiran normal. Gaby yang sempat malu karena terlihat tidak senonoh di hadapanku sudah melupakan kerisauannya sesaat setelah Frieska kembali melanjutkan aktivitasnya di vagina Gaby. Sesekali tangannya bergerak ke buah dada Gaby untuk merabanya. Gaby pun menambah intensitas desahannya.

“Aahhhhh..ahhhhhh….ahhhhhh……..aaaaaaahhh..oouuuhhh…..”

“Enak kan, Gab. Lo udah lama banget ga gue giniin kan”

“Terusin Kak, enak bangettth…..ooouuhhh”

“Nah, udah basah nih” kata Frieska sambil berdiri.

“Yah, kok berhenti Kak?”

“Lo yakin kan Gab, sama permintaan lo tadi?”

“Hah, permintaan yang mana?”

Frieska menjawab dengan menunjuk ke arahku. Gaby pun langsung memiringkan tubuhnya ke arah berlawanan sehingga aku tidak dapat lagi melihat tubuhnya yang indah.

“Gamau kalo kayak gini. Gue udah keburu malu duluan Kak Mpries”

“Kalo gak gini, kalian bakalan masih lama ketemunya. Gue cuman pengen bantuin lo ngelawan trauma lo” kata Frieska sambil memegang tangan Gaby.

“Percaya sama gue Gab. Gue ada disini terus nemenin lo. Dia juga orang yang udah gue percaya semenjak gue kecil”

Kulihat Gaby menganggukkan kepalanya dari samping. Frieska langsung melihat ke arahku dengan pandangan tajam.

“Maneh, buka celana sekarang?”

“Mmmm sorry, mau ngapain ya?”

“Udah buka aja, kalo lama sini aing bantuin” Frieska berkata se-frontal itu sembari berjalan ke arahku.

“Eeeee..tenang-tenang. Bisa buka sendiri kok”

Frieska pun berhenti namun tetap memperhatikanku.

“Lu ga mau menyingkir dulu gitu, Fries?”

“Ga usah malu lah sama gue. Terakhir gue lilit titit lo berapa tahun lalu sih?”

“Jangan ngomong gitu anjri# kesannya kita pernah ngapain”

“Ngapain ya. Waktu itu maneh aing kasih kecoa yang maneh takutin, eh maneh malah kasih aing liat titit maneh. Sampe aing lari”

Terdengar suara Gaby yang menahan tawa, meskipun ia masih menghadap ke arah berlawanan dari kami.

Momen ini membuat perasaan canggungku mulai sirna. Aku pun melepas celana pendekku dan juga celana dalamku tanpa melepas kaosku.

“Wiii. Udah tumbuh dan berkembang juga si otong. Eh sebentar, lo cuci dulu deh ke kamar mandi. Terus pake ni kondom” Frieska merogoh kantong belanjaannya dan kemudian melempar sekotak kondom Fiest$ ke arahku.

“Anyin%, lu beli kondom tadi buat apaan?”

“Jaga-jaga aja kalo yang kayak begini kejadian. Emang feeling gue jago. Dah buruan”

Aku melangkah ke kamar mandi dan membersihkan penisku dengan air dan sabun. Penis yang sudah berdiri tegak semenjak menonton permainan Frieska dan Gaby. Meskipun momen ini tergolong aneh dan tidak seromantis yang kuharapkan. Setidaknya anomaly yang ada bersama kami adalah Frieska yang merupakan sahabat kami sendiri.

Keluar dari kamar mandi dengan kondom yang sudah terpasang di penisku, aku pun berjalan seperti orang yang mengendap-endap karena langkah kakiku tidak terdengar sama sekali. Frieska kali ini duduk di kursi tempat aku duduk sebelumnya dan memegang tanganku saat aku melewatinya.

“Ini pengalaman pertama Gaby, jadi take your time

GLEG!

Aku kembali menelan ludah tanpa mampu membalas Frieska selain memberikan sebuah anggukan. Sekarang aku sudah berada di depan Gaby yang masih menghadap ke arah samping. Ia yang merasakan kehadiranku sepertinya mulai terguncang karena tubuhnya menjadi bergetar.

“Kamu beneran gapapa begini, Gab?”

Gaby tidak menjawab. Aku tampak ragu. Frieska lalu pindah dari tempat duduknya dan duduk di samping Gaby. Ia memegang erat tangan kanan Gaby yang berada di samping tubuhnya.

“Yuk bisa yuk, Gab. Pelan-pelan”

Mendengar suara Frieska yang begitu lembut. Gaby memindahkan tubuhnya hingga kembali telentang menghadapku yang belum naik ke atas tempat tidur.

“Lo jangan pegang Gaby dulu ya, fokus aja buat masukin titit lu”

Aku mengangguk. Kemudian aku naik ke atas tempat tidur dengan bertumpu pada lututku dan perlahan maju ke posisi yang nyaman untuk melakukan penetrasi dengan menggesekkan lututku di atas tempat tidur. Aku berusaha untuk tidak menyentuh kulit Gaby sama sekali saat ini. Ketika sudah berada di posisi yang nyaman, barulah aku pun menundukkan badanku hingga sekarang dadaku dan dadanya mulai bersentuhan.

“Aku boleh cium kamu? Biar kamu bisa rileks dulu Gab”

“Maluuuu” Gaby menjawab dengan muka memerah. Kudengar suara Frieska yang seperti sedang menahan tawa di samping kami.

“Kamu cantik banget”

Aku pun menciumnya kembali. Aku membimbingnya perlahan dengan menggerakkan bibir dan lidahku di dalam mulutnya. Meskipun beberapa kali membentur giginya, aku tetap menikmati ciuman kami ini.

Setelah beberapa lama, aku menghentikan ciumanku.

“Kamu rileks ya, Gab” setelah selesai menenangkannya aku mulai menciumi dan menjilati lehernya.

“Uuuuuuhh….aaaaahhh…..aaaaaaahhhhhhh”

Desahannya merupakan tanda positif bahwa ia menikmati permainanku. Aku ikut memainkan penisku dengan menggesekkannya di atas vaginanya. Jelas ia menikmati ini karena desahannya yang semakin kencang dan bagian bawah tubuhnya ikut bergoyang.

“Udah basah lagi nih gue liatin. Lo mau masukin gapapa”

Frieska bersuara dan saat ini kepalanya sudah lebih dekat dengan posisi penisku dan vagina Gaby.

Aku kembali menatap mata Gaby dan kuresapi sorot mata gadis yang akan kuambil keperawanannya malam ini. Ia menganggukkan kepalanya. Yakin dengan jawabannya. Aku memasukkan penisku ke dalam vaginanya.

JLEB!!!

“Aduuuuuuuuuhhh”

“Aku berhenti dulu Gab, udah nyangkut nih. Kamu tarik napas dulu ya”

Ia mengatur napasnya. Kemudian tangan kirinya memegang lenganku untuk memintaku melanjutkan penetrasi.

“Aku dorong lagi ya. Hooooaaahh!!”

“Aaaaahhh. Stop-stop Kak, sakit banget. Aduh aku ga kuat”

“Iya, awalnya emang sakit, Gab. Coba kamu atur napas lagi ya. Setelah ini harusnya yang terakhir untuk kita tembus pertahanan terakhir kamu”

“Aku takut ga kuat Kak. Ini aja udah perih banget. Hiks..hiks..” jawabnya dengan air mata yang mulai mengalir dari kedua matanya. Aku sungguh tidak tega melihat ini. Namun, aku tahu bila ini kuhentikan, hanya rasa perih yang Gaby rasakan.

“Gab, kamu gigit tangan kanan aku ini aja” kataku sambil mengarahkan pinggiran telapak tangan kananku.

“Buat apa, Kak?”

“Ini ngebantu buat ngalihin rasa sakit nanti. Sama buat nahan teriakan kamu. Gapapa, aku kuat kok. Ini juga supaya aku ngerasain sakit yang sama kayak kamu. Biar fair

Gaby terlihat enggan. Namun karena telapak tangan kananku sudah ada di wajahnya. Ia pun memasukkan pinggiran telapak tanganku ke dalam mulutnya.

“Gigit aja dulu Gab dikit, tempelin gigi kamu. Gapapa”

Gaby pun menurutiku.

“Oke, di hitungan ketiga ya Gab”

28647248302dc371d562114f26ca5917b5ee7738.jpg


“O$%$k%^” suaranya tidak jelas karena sedang melahap tanganku.

“SATUKKKKHH” langsung kutusukkan penisku dengan sekuat tenaga meski tertahan dengan sempitnya lubang vagina Gaby. Kurasakan bahwa penisku telah menembus sesuatu. Ya, pertahanan terakhirnya sudah kujebol.

“GGGGHHGHGHGHGHHHGHGH” teriak Gaby dengan tangan di dalam mulutnya.

Ia sontak menggigit telapak tanganku dan aku merasakan rasa sakit yang amat sangat di telapak tanganku.

Aku melanjutkan genjotanku di dalam vagina Gaby tanpa berhenti. Hangat kurasakan di sekitar penisku yang kuyakin merupakan darah yang keluar dari selaput dara Gaby yang baru saja kupecahkan. Sempitnya lubang vaginanya memang agak menyulitkan namun tidak mengurangi usahaku untuk menggenjotnya. Gaby tidak menghentikan gigitannya di tanganku. Suara desahannya yang terdengar tidak jelas. Air matanya yang mengalir semakin deras dari kedua matanya. Sementara air liurnya juga tidak berhenti mengalir dari mulutnya yang terus terbuka sambil mencengkeram tanganku. Orang yang melihat hal ini mungkin mengira ini adalah pemerkosaan. Namun, kami tahu bahwa kami berdua menikmatinya. Tiada kata yang jelas keluar dari mulut kami melainkan suara dari tatapan mata kami yang dipertemukan nafsu birahi.

PAK!!!PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!!

“GHHGGHHHH..GHHGHGHGHGHGGG…..GGGHGGGGG”

Setelah tak henti-henti menggenjotnya, kulihat perubahan pada ekspresi wajah Gaby. Matanya yang sebelumnya melotot mulai berubah menjadi tanpa pupil yang menandakan ia memasuki puncak kenikmatannya. Kedua matanya kemudian terpejam hingga air matanya yang mengalir terhenti dan hanya menyisakan bekasnya saja. Kurasakan ia juga mulai mendorong pinggulnya dari bawah untuk meningkatkan kenikmatannya. Kedutan-kedutan dalam vaginanya yang menjepit penisku yang membuatku dimabuk kepayang dalam kenikmatan vagina perawan.

PAK!!!PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!!

Tubuh Gaby pun menggelinjang dan gigitannya di tanganku semakin keras. Kurasakan semprotan cairan dari dalam vaginanya. Setelah cairan itu tidak lagi keluar, Gaby berhenti bergerak dan terdiam lunglai. Aku yang masih belum mencapai orgasme namun masih trauma karena Lala pun menghentikan penetrasiku. Kuangkat badanku, dan kutarik penisku dari dalam vagina Gaby. Penis yang kutarik terlihat berlumuran darah bercamput dengan cairan putih ejakulasi Gaby. Barulah saat ini kusadari perubahan Frieska yang sempat tidak kuperhatikan. Ia sudah melepas celananya dan bermasturbasi sambil memasukkan jari-jarinya ke dalam mulutnya. Aku dibuat pangling oleh sahabatku ini.

“Gimana dong? Aing kan ikutan sange ngeliatin kalian ewean?” Frieska membalas tatapanku sambil memakiku.

Kurasakan Gaby menyentuh tangan kananku. Tangan yang sudah basah dengan darah segar dan liur. Kembali kuperhatikan wajahnya yang terlihat kelelahan dan berantakan oleh air mata dan liur.

“Makasih Kak. Maaf kalo Kakak belum keluar. Aku udah ga kuat tapi. Kakak selesein sama Kak Frieska aja ya”

Aku menatap Frieska. Frieska menatapku.

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|

|



“Yakin lu, Fries?”

“Yakin dah, kita udah sama-sama nanggung kan”

“Anjin@ gua ga pernah ngebayangin bakal ngentot sama lu”

“Keterpaksaaan ini, gue yakin kalo ini masturbasi doang bakal tetep ga bisa tidur pules. Yaudehlah, anggap aja cerita baru di 10 tahun kita temenan. Jangan bilang-bilang ke mba Imel tapi lo ye”

“Yakali goblo& aing cerita ke orang laen. Dah gila maneh teh”

“Yaudah masukin biar cepet selese buat bersih-bersih terus tidur”

Gaby telah tertidur di atas kasur. Aku dan Frieska telah pindah ke sofa single di ujung kamar samping jendela yang menghadap ke pantai. Untuk mengurangi kecanggungan, kami memutuskan untuk tetap mengenakan pakaian atasan kami dan menggunakan posisi doggy style. Supaya kami tidak saling menatap wajah lawan bercinta kami. Frieska menunduk dan meletakkan kedua tangannya di atas sofa, sementara aku berdiri membelakanginya.

“Aing masukin ye”

“Gausah pake ijin, aing bukan perawan. Jangan sampe salah masuk aja.”

“Oiya, aing bukan Jono yang merawanin lu yak”

JLEB!!!

286472492e2bc803bf47176fe9d2cceff78f877b.jpg


“Anjin@ sia…Oooouuuhhhh….Iiissssshhhhh..Aaaaaahhh….Gede juga titit lo kalo udah di dalam henceut aing.

“Iyak anjin#. Henceut maneh heureut pisan. Hooooohhhh.

PAK!!!PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!!

“Aahhhhh..ahhhhhh….ahhhhhh……..aaaaaaahhh..oouuuhhh…..”

“Mantep lu Fries….SEMPIT GOBLO$.....Kok bisa sih….uuuuuhhhhh….lu kan sempet sering ewean?”

“Ciciiiiiiing..Yeeeeehss…..aaaaahhhhh……uuuuhhh….aahhhhhhh.aahhhhh.aaaahhhhh…aahhh…Kan sempet goblo^. Uuuuuuuhhh. Abis kaga dipake-pake jadi sempit…..aaaaaaahhhh”

PAK!!!PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!! PAK!!!

Memang ada perbedaan jelas bercinta dengan profesional. Meski ini salah, kuakui sahabatku ini ahli dalam hubungan seks. Goyangannya yang mengimbangi goyanganku membuat kenikmatan yang kurasakan tidak sebanding dengan tenaga yang kukeluarkan. Inikah hubungan seks ideal? Apakah bila sahabat dipasangankan dalam persenggamaan maka kenikmatan hakiki yang didapatkan tidak kalah jika dibandingkan dengan pasangan? Kami hanya melakukannya dengan satu gaya sementara aku sudah tidak dapat lagi menghitung berapa lama penisku sedang menggaruk-garuk vagina sahabatku. Tubuhku yang sudah basah dengan keringat ikut merasakan peluh di bokongnya yang terus kupegang sebagai pegangan menggenjotnya. Kumulai menepuk-nepukkan kedua tanganku di kedua bongkahan pantatnya yang besar. Bahkan lebih besar dari Lala. Satu hal yang harus kuakui kalau sahabatku sebenarnya memiliki tubuh yang sangat aduhai. Sayangnya, semenjak ia menyadari kalau foto-fotonya sering dijadikan objek foto mesum, ia merubah penampilannya sehingga lebih sering mengenakan pakaian gombrong untuk menutupi lekuk tubuhnya.

POK!!! POK!!! POK!!! POK!!! POK!!! POK!!! POK!!! POK!!!

“Aahhhhh..ahhhhhh….ahhhhhh……..aaaaaaahhh..oouuuhhh…..” desahan Frieska semakin kencang membuatku takut Gaby terbangun dan cemburu karena persetubuhan kami lebih intens. Tapi kulihat sebentar dan kuyakin ia benar-benar terlelap.

Untuk mencari variasi, aku mulai menggerakkan sweater pink yang ia pakai ke atas tubuhnya. Hal ini kulakukan sembari merasakan keringat di punggungnya yang sudah sangat basah dengan peluh. Kuhentikan doronganku pada sweaternya ketika sampai di bagian dadanya. Kemudian kuraba kedua payudaranya yang sangat besar. Dulu memang ia sempat gemuk di awal pubertas terjadi pada dirinya, untungnya buah dadanya tidak mengecil seiring tubuhnya yang mengecil. Sahabatku memang sudah besar dan berkembang.

“Eeeeeehhhh…..Kok maneh jadi nelanjangin aing….uuuuuuhhhhh…..Ini juga dah grepe-grepe toket aing……iiiiiishhhhhhh…….aaaahhhhhhhh…masih kurang itu genjotannya………”

“Ciciiiiiingggg maneeehhh…….Salah sendiri bikin aing sangeeeeehhhhhh……uuuuhhhhh”

“Maneh teh blegug upami sangee…….uuuuhhhh..anjin&…..henceut aing……ngeunah pisan anjin&………

PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!PLAK!!!

“Aahhhhh..ahhhhhh….ahhhhhh……..aaaaaaahhh..oouuuhhh…..”

“Huuffft…..aaaaahhhhh……uuuuhhh….aahhhhhhh.aahhhhh.aaaahhhhh…aahhh”

“AING MAO KELUAR” teriakku di ujung orgasme.

“BARENG ANJIN*”

“SABAR NGEHEEEEEE”

“Errrrrgghhhhhhhhaaaaahhh”

-----CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!!---

-----CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!! CROT!!!---

“Hhhhhhhhhhhhhh..hhhhhhh.hhhhhhhh”

“Hh….hhhh.hhhhh”

Kulepaskan penisku dari vagina sahabatku. Aku pun langsung terduduk lesu di lantai. Frieska ikut menjatuhkan dirinya ke sofa dalam posisi masih menungging. Cairan ejakulasinya mengalir dari lubang vaginanya ke lantai hingga membentuk genangan. Kulihat penisku yang sudah bercampur dengan cairan sperma di dalam kondom. Kuatur napasku dan kulihat langit-langit kamar yang berwarna putih.
Waa akhirnya ada yg canonical sama ceritanya mas jono dari apartemen 2019👌👌👌 ditunggu updatenya terus huuu
 
Waduuuu Biyel jangan bandel kamu, masih dibawah umur

Btw suka banget sama SS-nya, kok terasa alus banget ni otak bayanginnya
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd