Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA JOE

Status
Please reply by conversation.
ch3.jpg

Steve masih memiliki segudang cerita lucu tentang tiga bajingan tengik ini. Sayangnya waktu sedang tidak bersahabat saat ini. Besok pagi Edo dan Genta harus balik ke Jakarta, karena keesokan minggunya, Genta harus kembali ke Jakarta sementara Edo, ada seorang istri yang menunggu disana.

“Lain kali dah Teh, takut nanti subuh ketinggalan kereta, lagian belum beberes juga,”

Meski memahami alasan Edo, tetapi Leni tetap terlihat kecewa dengan keputusan itu. “Gak bisa kitu bentaran lagi pulangnya, kan teteh jarang-jarang lihat kalian kupul betiga gini. Yaaaah…”

“Duhhh gimana yaaaaah” Edo membatin

keasyikan baca sampek g kerasa udahan juga

makasih om updatenya
 
ch3.jpg



WHAAAATSAAAAPPPPP

Joe menggeleng seraya menggaruk rambut gondrongnya. Terheran kenapa ia masih saja mau berteriak layaknya samurai yang baru saja menang perang. Tapi ia sendiri sadar, tidak akan bisa baginya membuang kebiasan lama mereka yang selalu berteriak usai berjumpa lagi setelah seharian sekolah.

Teriak sorai layaknya Genji dan Serizawa, membuat suasana malam yang hening, seketika bising hingga memekakkan kuping

“Sialan, kupikir ada dosa apa sampai disamperin yakuza. Gak tahunya kalian berdua. Kampret”

Tiga tahun memang waktu yang singkat. Tetapi itu sangatlah lama bagi mereka bertiga yang sudah mengenal satu sama lain layaknya saudara serahim. Sehingga tidak ada alasan bagi Joe untuk menolak pelukan dari dua lelaki berwajah oriental itu.

Pelukan tiga sahabat itu terlalu erat, bahkan bisa dibilang mesra dan sangat hangat. Semakin memperkuat kecuriagan mata yang diam-diam mengamat, dari dalam jendela kamar persegi empat. Mereka akhirnya menemukan bukti valid kenapa Joe tidak pernah membawa aroma seorang wanita masuk kedalam kamarnya. Ah, dasar maho Laknat.

“Brengsek kamu, Gen. balik dari Jepang gak bilang-bilang, pake sok ngagetin kayak ninja segala.”

‘Plak’

Lelaki berkuncir kuda itu menampar Joe tiba-tiba. “Nani??. Gak bilang-bilang??,facebook tak punya, twit**ter tak ada, YM tak pernah dibuka, bahkan nomoru kamu yang lama ikutan tak aktif.” Genta menambah kekesalannya dengan mendorong Joe hingga jatuh terduruk. “Masih mau birang aku yang gak kasih kaba,hah. Dasar Kontoru!!”

“Parah emang sih loe, Joe. Tadi siang kalau aku gak ketemu tante Indy dikantornya, mana mungkin gue tahu lo sekarang ngekos disini.” Ujar Edo menimpali.

“Upss… lupa, nomorku dah ganti.. hehe”

Genta dan Edo sama-sama menjambak pemuda berambut gondrong itu . Menyeret Joe menuju tempat dimana mereka selalu merayakan segala sesuatu di hari-hari yang lalu.

“Ehh, tunggu deh, Do, Gen, Kontoru apaan yah, kayak pernah dengar?.”

Langkah Edo dan Genta terhenti. Keduanya kompak memandangi wajah pilon Joe dengan rambut urakannya. Mereka berkaca pinggang, menghembuskan nafas lalu mendekatkan wajah keduanya kearah muka Joe.

“KONTOL”

“KONTORU”

Hahahaha.

Suara tawa mereka kembali terdengar lantang. Membuat iri para jangkrik yang sedang berdendang. Namun disebuah kamar seorang gadis terdengar sedang meradang

“Ihhh, Lo gimana sich, ay? Dah dibilangin juga, jangan keluarin didalem!?”

“Aduuuhhh. Sori beeeb…. Tadi kaget, jadi kelepasan ngecrot didalam deh” Panik seseorang lelaki yang sibuk mengorek vagina sang kekasih yang tanpa sengaja ia semburkan dengan laharnya karena terkejut teriakan siswa Susuran diluar.

WHAAAATSAAAAPPPPP

~~~ JOE ~~~


The Black Beard, merupakan tempat dimana dulu ketiganya sering melepas lelah. tempat mereka bersembunyi dari rutinitas sekolah yang terkadang bikin jengah. Paling tidak, seminggu sekali mereka akan kumpul di bar yang bernuansa industrial itu. Minum-minum sampai sampai lambung nyeri, ketawa ketiwi tanpa arti, atau sekedar genjrang-genjreng sampai pagi.

Tetapi malam ini terlalu berarti untuk dilalui dengan sekedar mabok sampai pingsan. Karena cukup lama mereka terpisah sehingga pasti banyak kisah yang harus diutarakan secara lisan.

“style='mso-bidi-font-style:normal'>Gomen gomen. Suka kelepasan. Jadi dua minggu kemarin kampusku libur. Ya, aku manfaatin deh buat balik ke Indonesia. Sekaligus nemenin Reiko-san buat survey tempat usaha barunya?”

Meski tiga tahun ini Genta kuliah di Jepang, dan pada dasarnya ia memiliki darah Jepang dari sang Ibu. Tak lantas membuat lelaki berkulit putih itu lupa, berada dimana ia saat ini. Sesekali ia akan menggunakan bahasa lidah ibunya, terutama ketika ngobrol dengan Edo. Karena sahabatnya yang satu itu memang penggemar anime garis keras, –– bahkan ia memaksa orang memanggil namanya dengan sebutan khas orang Jepang Edo-san, berdasar dari namanya sendiri Edo Sanjaya –– sehingga sedikit banyak ia paham apa yang Genta katakan. Tapi, tentu tidak dengan Joe. Bahkan tadi ia protes ketika Genta kelepasan berbicara bahasa Jepang.

“Kamu kesini bareng Reiko-san? Kok gak diajak kesini sih?”

“Tadi sore, sehabis lihat tempat, dia langsung balik ke Jakarta, besok Sabtu ada janji sama investor.” Jelas Genta seraya merapihkan rambut lurus wanginya itu.

“Hmmm. Sayang yah, padahal aku dah lama gak ketemu. Sejak kamu mutusin kuliah ke Jepang, Reiko-san juga ikutan pindah ke Jakarta.” Ujar Joe dengan wajah kecewanya

Tanpa bertanya Genta dan Edo paham betul apa makna kata ‘ketemu’ yang Joe ucapkan barusan. Mereka sudah kenal luar dan dalam. Sehingga mereka paham apa yang sedang ada dibenak lelaki hentai berambut gondrong dengan wajah sangar berjenggot itu. Huft. Keduanya menggeleng.

“By the way, Joe, gue denger dari tante Indy tadi, loe sekarang dah magang yah?”

“Iyah, di kantor agency.” Jawab Joe dengan malas.

“Nani!!. Kamu magang Joe. serius, gak sarah dengang kan aku??” Timpal Genta terheran

“Emang kanapa sih, heran betul kelihatannya.”

“Ya jelas lah Joe, si Naruto ini heran. Soalnya, dulu tuh pernah ada yang bilang, Gue gak akan pernah kerja di kantoran, masa sih seorang seniman terjebak di kantoran. Hmmm, gue inget banget tuh, siapa yang pernah ngomong kayak gitu.”

“Kampret!! ...”



~~~ JOE ~~~


Disaat obrolan terdengar semakin seru. Seorang lelaki berbadan tinggi besar berwajah seram dengan jenggot lebat memenuhi rahang datang menghampiri mereka bertiga yang duduk dipojokan lantai dua. Lelaki plontos yang biasa di panggil dengan sebutan om Steve itu, meletakan dua botol minuman dan tiga buah cawan diatas meja.

Salah satu botol berwarna coklat, dan memiliki label bertuliskan hiragana. Sementara satunya, hanya sebuah botol kaca bening tanpa label, yang berisi minuman jernih agak keruh kekuningan.

“Well, untuk rayain pertemuan kalian ini. Om Steve sengaja nih nyiapin ini dari tadi. Hehe”

Joe, Edo dan Genta. Ketiganya paham betul apa minuman yang sedang dituang oleh pemilik The Black Beard Bar. Ciu dan Sake.

Semua pasti bertanya, apa jadinya ketika dua minuman yang berasal dari dua tanah berbeda itu, dituang bersamaan dalam satu cawan. Aneh? Sudah pasti. Bahkan mereka bertigapun mengakui kalau rasanya memang aneh.

Tetapi minuman ini memiliki makna sakral bagi mereka. Karena dulu, ketika mereka masih di bangku SMP mereka pernah bersulang cawan ciu dan sake, mengucap sebuah janji sebagai tanda mereka bersaudara sejak saat itu.

“Rasanya kayak baru kemarin kita ngelakuin ini, gak kerasa waktu dah berjalan sangat cepat.” Ucap Joe seraya mengangkat cawan untuk bersulang bersama dua saudaranya itu.

WHAAAATSAAAAPPPPP

~~~ JOE ~~~


“Yah ampun meni berisik pisan. Sampai kadengeran dari parkiran. Lagi pada bahas nenaonan sih, Kelihatannya meni seru kitu?.” Ucap seorang wanita yang tiba-tiba datang dengan pakaian sedikit senonoh.

Wanita yang berjalan kearah Joe sambil melepas heels itu tidak merasa pakaian yang dikenakan itu senonoh. Hanya sekedar rok, kemeja putih dipadu blazer berwarna abu-abu tua, pakaian kerja seorang wanita kantoran pada umumnya. Hanya saja oleh sang pemakainya, dibiarkan dua kancing kemeja terbuka, sehingga sebagian dadanya terpampang kemana-mana

“Eh, teh Leni, dari mana aja, jam setengah satu baru pulang, lembur tah?” Tanya Joe usai pipinya dikecup kanan dan kiri.

“Huuh, biasa laah, laporan bulanan, namanya juga pegawai bank, harus siap lembur atuh”

Leni melanjutkan langkah menuju dua lelaki yang duduk dihadapan Joe. Diberikan kecupan yang sama untuk mereka. Namun saat bibir Leni hendak menyentuh pipi Edo, Joe menghardik.” Heh, teh, inget yang itu udah ada yang punya loh!!”

“Ehh, iya yah, teteh sampe lupa sekarang udah jadi suami orang. Kalau gitu cium kening aja deh..”

Cups..

Usai mencium ketiga pemuda, Leni duduk tepat disamping om Steve, pria bule kepala plontos yang merupakan pemilik The Black Beard, sekaligus suami dari Leni. Pria itu sendiri tidak masalah dengan kelakuan sang istri barusan. Karena pada dasarnya mereka memanglah pasangan open merried. Jangankan sekedar ciuman pipi, melakukan lebih dari itu, pria asal Amerika hanya senyum-senyum, tanpa rasa cemburu sedikitpun.

Sembari melepas blazer ia lanjut bertanya,” Tadi pada ngomongin apa sih pih, kok kayaknya seru banget?”

“Biasa, Mih. Cerita tentang kenakalan mereka waktu kecil.”

“Oh iya yah, si Papih teh dulu tetanggaan kan ya sama mereka…” Ujar leni melepas kemejanya sekalian.”emang, kenakalan kayak gimana sih sampai ketawanya meni heboh kitu??” Imbuhnya seraya merapihkan bra putih yang membungkus payudaranya yang membusung.


~~~ JOE ~~~

GAHAHAHAHAHA!!!!

Tawa Leni menggelegar usai mendengar cerita suaminya barusan. Bagaimana tidak, lelaki 41 tahun itu menceritakan salah satu cerita epik, yang pernah terjadi disatu bulan ramadhan bertahun silam.

Malam itu, Joe,Edo dan Genta berniat membangunkan warga untuk makan sahur. Niat mereka baik sebetulnya. Sayangnya cara yang mereka lakukan tergolong extrim. Mereka meletakan sejumlah petasan disetiap pintu rumah warga, bahkan dirumah orang yang tidak berpuasa.

Dengan penuh perhitungan mereka mengukur panjang sumbu, sehingga petasanan itu bisa meledak disaat yang bersamaan

DUAAARRRR!!!!!

Sukses, semua warga terbangun. Tetapi tidak ada diantara mereka yang akhirnya makan sahur, lantaran sibuk meburu Joe yang diyakini menjadi dalang keributan malam itu.

HA…HA

Tawa Leni tidak seheboh sebelumnya, karena telat menangkap bagian mana lucunya dari peristiwa yang lebih mirip aksi terorisme itu. Tapi kisah-kisah selanjutnya cukup membuat wanita yang memiliki selisih 6 tahun dari sang suami itu tertawa terpingkal pingkal sampai buah dadanya bergoncang-goncang.

“Gelo , gelo , kalian teh nekat kitu masuk tempat prostusi waktu masih SMP? Astaga tuhan…”

HAHAHAHAHA….

Yah, tiga bajingan itu pernah ketangkep basah ketika berniat masuk kedalam red zone didistrik selatan, Dahlia city. Saat itu ketiganya memang sudah membulatkan tekat, untuk bisa menikmati kenikmatan yang hanya bisa mereka bayangkan setiap kali menonton bokep. Ngewe Choy

Namun sayang rencana yang sudah disusun matang itu gagal total. Bahkan mereka bertiga menerima murka dari Ibu-nya Edo untuk pertama kali.

“Ahh, itu kan gara-gara om Steve juga,pake ngelapor ke tante Indy, terus tante Indy ngelapor deh ke mamanya Edo. padahal waktu itu penjaganya dah percaya umur kita udah 18 tahun. Hmm” tanggap Joe kesal menginggat kejadian memalukan saat itu.

Tapi gara-gara itu juga, akhirnya aku dan dua sahabatku memperoleh pelajaran berharga yang berakhir menyenangkan. Hehehe. Thanks yah om, seandainya dulu om Steve gak ngelapor ke tante Indy. Mungkin sampai sekarang aku masih seorang Joe yang hobi ngiclik. Hay hay…

Steve masih memiliki segudang cerita lucu tentang tiga bajingan tengik ini. Sayangnya waktu sedang tidak bersahabat saat ini. Besok pagi Edo dan Genta harus balik ke Jakarta, karena keesokan minggunya, Genta harus kembali ke Jepang sementara Edo, ada seorang istri yang menunggunya disana.

“Lain kali dah Teh, takut nanti subuh ketinggalan kereta, lagian belum beberes juga,”

Meski memahami alasan Edo, tetapi Leni tetap terlihat kecewa dengan keputusan itu. “Gak bisa kitu bentaran lagi pulangnya, kan teteh dah lama gak ngalihat kalian kumpul betiga gini. Yaaaah…”

“Duhhh gimana yaaaaah” Edo membatin

Bk3.jpg
Sippp...tetep semangat
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd