-----------------------------------------------oOo------------------------------------------
Cerita 67 – Diary Reni
Tongkat Pak Satpam – ‘Gebukan’ Pertama
Para pembaca tentu masih ingat aku.. Reni.
Yang pada kisah ‘Sebuah Kesalahan’.. –Lihat di Cerita 170 'Rumput Tetangga'..–
Telah terjebak dalam pusaran gairah tetanggaku.. seorang pengojek di kepulauan di Sumatra..
Saat aku ditugaskan sebagai pimpinan unit sebuah bank BUMN.
Bagi yang belum pernah membaca akan saya perkenalkan lagi diri saya.
Perkenalkan.. Nama saya Reni.. –samaran..–
Saat ini usiaku 28 tahun. Kata orang.. saya memiliki segalanya kekayaan..
Kecantikan dan keindahan tubuh yang menjadi idaman setiap wanita.
Dengan tinggi 165 cm dan berat 51 kg.. menjadikan aku memiliki pesona bagi lelaki mana saja.
Apalagi wajahku boleh dibilang cantik.. dengan kulit kuning langsat dan rambut sebahu.
Aku telah menikah setahun lebih.
Latar belakang keluargaku adalah dari keluarga Minang yang terpandang.
Sedangkan suamiku.. sebut saja Ikhsan..
adalah seorang staf pengajar pada sebuah perguruan tinggi swasta di kota Padang.
Setelah suamiku menyelesaikan studinya di luar negeri..
aku mengusulkan untuk mengajukan pindah ke kota Padang..
agar dapat berkumpul lagi dengan keluarga.
Setelah melalui birokrasi yang cukup memusingkan ditambah sogok sana sogok sini..
akhirnya aku bisa pindah di kantor pusat di Kota Padang.
Sebagai orang baru, aku tentu saja harus bekerja keras untuk menunjukkan kemampuanku.
Apalagi tugas baruku di kantor pusat ini adalah sebagai kepala bagian.
Aku harus mampu menunjukkan kepada anak buahku..
bahwa aku memang layak menempati posisi ini.
Sebagai konsekuensinya aku harus rela bekerja hingga larut malam..
menyelesaikan tugas-tugas yang sangat berbeda saat aku bertugas di kepulauan dahulu.
Hal ini membuat aku harus selalu pulang larut malam..
karena jarak rumah kami dengan kantor yang cukup jauh..
yang harus kutempuh selama kurang lebih 30 menit dengan mobilku.
Akibatnya aku jadi jarang sekali bercengkerama dengan suamiku..
yang juga mulai semakin sibuk sejak karirnya meningkat.
Praktis kami hanya bertemu saat menjelang tidur dan saat sarapan pagi.
Atas kebijakan pimpinan aku selalu dikawal Satpam jika hendak pulang.
Sebut saja namanya Pak Marsan..
Seorang Satpam yang kerap mengawalku dengan sepeda motor bututnya..
yang mengiringi mobilku dari belakang hingga ke depan halaman rumahku..
untuk memastikan aku aman sampai ke rumah.
Dengan demikian aku selalu merasa aman untuk bekerja hingga selarut apa pun..
karena pulangnya selalu diantar.
Tak jarang aku memintanya mampir untuk sekedar memberinya secangkir kopi..
hingga suamiku pun mengenalnya dengan baik.
Bahkan suamiku pun kerapkali memberinya beberapa bungkus rokok kretek kesukaannya.
Pak Marsan adalah lelaki berusia 40 tahunan.
Tubuhnya cukup kekar dengan kulit kehitaman khas orang Jawa.
Ia memang asli Jawa.. dan katanya pernah menjadi preman di Pasar Senen Jakarta.
Ia sudah menjadi Satpam di bank tempat saya bekerja selama 8 tahun.
Ia sudah beristri yang sama-sama berasal dari Jawa. Aku pun sudah kenal dengan istrinya, Yu Sarni.
Suatu hari, saat aku selesai lembur.
Aku kaget saat yang mengantarku bukan Pak Marsan, tetapi orang lain yang belum cukup kukenal.
“Lho Pak Marsan di mana, Bang..?” Tanyaku pada Satpam yang mengantarku.
“Anu, Bu, Pak Marsan hari ini minta ijin tidak masuk. Katanya istrinya melahirkan..” katanya dengan sopan.
Akhirnya aku tau kalau yang mengantarku adalah Pak Sardjo, Satpam yang biasanya masuk pagi.
“Kapan istrinya melahirkan..?” Tanyaku lagi.
“Katanya sih hari ini atau mungkin besok, Bu..” jawabnya.
Akhirnya hari itu aku pulang dengan diiringi Pak Sardjo.
-----oOo-----
Awal Perselingkuhan
Sudah dua hari aku selalu dikawal Pak Sardjo karena Pak Marsan tidak masuk kerja.
Hari Minggu aku bersama suamiku memutuskan untuk menjenguk istri Pak Marsan di Rumah Sakit Umum.
Akhirnya aku mengetahui kalau Yu Sarni mengalami pendarahan yang cukup parah atau bleeding.
Dengan kondisinya itu ia terpaksa menginap di Rumah Sakit..
untuk waktu yang agak lumayan setelah post partum.
Atas saran suamiku.. aku ikut membantu biaya perawatan istri Pak Marsan..
dengan pertimbangan selama ini Pak Marsan telah setia mengawalku setiap pulang kerja.
Sejak saat itu hubungan keluargaku dengan keluarga Pak Marsan seperti layaknya saudara saja.
Kadangkala Yu Sarni mengirimkan pisang hasil panen di kebunnya ke rumahku.
Walau pun harganya tidak seberapa, tetapi aku merasa ada nilai lebih dari sekedar harga pisang itu.
Ya.. rasa persaudaraan..! Itulah yang lebih berharga dibanding materi sebanyak apa pun.
Sering pula aku mengirimi biskuit dan sirup ke rumahnya yang sangat sederhana dan terpencil.
Memang rumahnya berada di tengah kebun yang penuh ditanami pisang dan kelapa.
Karena seringnya aku berkunjung ke rumahnya..
maka tetangga yang letaknya agak berjauhan sudah menganggapku sebagai bagian dari keluarga Pak Marsan.
Suatu hari.. saat aku pulang lembur seperti biasa aku diantar Pak Marsan.
Begitu sampai ke depan rumah tiba-tiba hujan mengguyur dengan derasnya..
hingga kusuruh Pak Marsan untuk menunggu hujan reda.
Aku suruh pembantuku, Mbok Rasmi yang sudah tua untuk membuatkan kopi baginya.
Sementara Pak Marsan menikmati kopinya aku pun masuk ke kamar mandi untuk mandi.
Ya.. hal itu merupakan kebiasaanku untuk mandi sebelum tidur.
Hujan tidak kunjung reda hingga aku selesai mandi.. kulihat Pak Marsan masih duduk..
menikmati kopinya dan rokok kesukaannya di teras sambil menerawang hujan.
Hanya dengan mengenakan baju tidur babydoll..
aku lantas ikut duduk di teras untuk sekedar menemaninya ngobrol.
Kebetulan lampu terasku memang lampunya agak remang-remang.
Memang sengaja kuatur demikian dengan suamiku agar enak menikmati suasana.
“Gimana sekarang punya anak, Pak..? Bahagia kan..?” Tanyaku membuka percakapan.
“Yach.. bahagia sekali, Bu..! Habis dulu istri saya pernah keguguran saat kehamilan pertama.
Jadi ini benar-benar anugrah yang tak terhingga buat saya, Bu.. Apalagi kami berdua sudah tidak muda lagi..”
“Memang, Pak.. Aku sendiri sebenarnya sudah ingin punya anak, tetapi ..”
Aku tidak dapat meneruskan kata-kataku..
karena jengah juga membicarakan kehidupan seksualku di depan orang lain.
“Tetapi kenapa, Bu..? Ibu kan sudah punya segalanya.. Mobil ada.. Rumah juga sudah ada.. Apa lagi..?”
Timpalnya seolah-olah ikut prihatin.
“Yach.. itulah pak.. dari materi memang kami tidak kekurangan..
tetapi dalam hal yang lain mungkin kehidupan Yu Sarni lebih bahagia..”
“Mmm maksud ibu..?” Tanyanya terheran-heran.
“Itu lho pak.. Pak Marsan kan tau kalau saya selalu kerja sampai malam..
sedangkan Bang Ikhsan juga sering tugas ke luar kota.. jadi kami jarang bisa berkumpul setiap hari.
Sekarang aja Bang Ikhsan sedang tugas ke Jakarta sudah seminggu..
dan rencananya baru empat hari lagi baru kembali ke Padang..”
“Yachh.. memang itulah rahasia kehidupan, Bu. Kami yang orang kecil seperti ini selalu kesusahan..
mikir apa yang hendak dimakan besok pagi..
sedangkan keluarga Ibu yang tidak kekurangan materi malah bingung tidak dapat kumpul..”
Matanya sempat melirikku yang saat itu mengenakan babydoll dari satin berwarna pink.
Dalam balutan pakaian itu, pundak dan pahaku yang putih memang terbuka.
Aku mengenakan pakaian itu karena memang tadinya niatnya akan langsung tidur.
Di samping itu aku sudah merasa dekat dengan Pak Marsan yang selama ini selalu bersikap sopan padaku.
Istrinya pun sudah dekat denganku. Demikian pula sebaliknya suamiku dengan Pak Marsan.
Jadi aku tak merasa risih berpakaian seperti itu di depan Pak Marsan.
Baru kusadar sewaktu melihat jakunnya naik turun melihat kemolekan tubuhku.
Aku sadar tubuhku yang terbuka telah membuatnya terangsang.
Bagaimana pun.. ia tetaplah seorang lelaki normal..
Mungkin karena hujan yang semakin deras dan aku pun jarang dijamah suamiku membuat gairah nakalku bangkit.
Aku sengaja mengubah posisi dudukku.. sehingga pakaianku yang sudah mini itu jadi tersingkap.
Pahaku yang mulus kini sepenuhnya kelihatan. Hal ini membuat duduknya semakin gelisah.
Matanya berkali-kali mencuri pandang ke arah pahaku.
“Sebentar Pak, saya ambil minuman dulu..” kataku sambil bangkit dan berjalan masuk.
Aku sadar bahwa pakaian yang kukenakan saat itu agak tipis..
sehingga bila aku berjalan ke tempat terang tubuhku akan membayang di balik gaun tipisku.
“Oh ya, Pak Marsan masuk saja ke dalam soalnya hujan kan.. Di luar dingin..”
“I..iya, Bu..” jawab Pak Marsan agak tergagap karena lamunannya terputus oleh undanganku tadi.
Jakunnya semakin naik turun dengan cepat. Aku tau ia tentu sudah lama tidak menyentuh istrinya..
ya.. sejak melahirkan bulan kemarin, karena usia kelahiran bayinya belum genap 40 hari.
Suasana sepi di rumahku ditambah dengan dinginnya malam..
membuat gairahku bergejolak menuntut penuntasan.
Apa boleh buat aku harus berhasil menggoda Pak Marsan, apa pun caranya.
Demikian tekad nakalku menari-nari dalam kepalaku.
Pak Marsan pun masuk dan duduk di sofa ruang tamuku.
Mbok Sarmi sudah terlelap di kamarnya di belakang.
Aku yang semakin gelisah sibuk mencari-cari akal bagaimana 'menundukkan' Pak Marsan..
yang tentu saja tidak mungkin berani untuk memulai karena aku adalah bosnya di kantor.
Setelah mengambil minuman, aku duduk di ruang tamu berhadap-hadapan dengan Pak Marsan.
Duduknya semakin gelisah melihat penampilanku yang sangat segar habis mandi tadi.
Akhirnya mungkin karena tidak tahan atau karena udara dingin ia minta ijin untuk ke kamar kecil.
“Eh.. anu, Bu.. Boleh minta ijin ke kamar kecil, Bu..”
“Silakan, Pak.. Pakai yang di dalam saja..”
“Ah.. enggak, Bu saya enggak berani..”
“Enggak apa-apa.. Itu, Pak Marsan masuk aja, nanti ada di dekat ruang tengah itu..”
“Engg.. Baik, Bu..”
Sambil berdiri ia membetulkan celana seragam dinasnya yang ketat.
Aku melihat ada tonjolan besar yang mengganjal di sela-sela pahanya.
Aku membayangkan mungkin isinya sebesar tongkat pentungan..
yang selalu dibawa-bawanya saat berjaga.. atau bahkan mungkin lebih besar lagi..?
Agak ragu-ragu ia melangkah masuk hingga aku berjalan di depannya sebagai pemandu jalan.
Akhirnya kutunjukkan kamar kecil yang bisa dipakainya.
Begitu ia masuk aku pun pergi ke dapur untuk mencari makanan kecil..
sementara di luar hujan semakin lebat diiringi petir yang menyambar-nyambar.
Aku terkejut saat aku keluar dari dapur tiba-tiba ada tangan kekar yang memelukku dari belakang.
Toples kue hampir saja terlepas dari tanganku karena kaget. Rupanya aku salah menduga.
Pak Marsan yang kukira tidak mempunyai keberanian..
ternyata tanpa kumulai sudah mendahului dengan cara mendekapku.
Napasnya yang keras menyapu-nyapu kudukku hingga membuatku merinding.
“Ma..maaf, Bu.. say.. saya sudah tidak tahan..” desisnya diiringi dengus napasnya yang menderu.
Lidahnya menjilat-jilat tengkukku hingga aku menggeliat sementara tangannya yang kukuh..
secara menyilang mendekap kedua dadaku. Untuk menjaga wibawaku aku pura-pura marah.
“Pak Marsan.. apa-apaan ini..!?” Suaraku agak kukeraskan sementara tanganku..
mencoba menahan laju tangan Pak Marsan yang semakin liar meremas payudaraku dari luar gaunku.
“Ma..af, Bu.. say.. saya.. sudah tidak tahan lagi..” Diulanginya ucapanya yang tadi..
tetapi tangannya semakin liar bergerak meremas..
dan kedua ujung ibu jarinya memutar-mutar kedua puting payudaraku dari luar gaun tipisku.
Perlawananku semakin melemah.. karena terkalahkan oleh desakan napsuku yang menuntut pemenuhan.
Apalagi tonjolan di balik celana Pak Marsan yang keras menekan kuat di belahan kedua belah buah pantatku.
Hal ini semakin membuat nafsuku terbangkit.. ditambah dinginnya malam dan derasnya hujan di luar sana.
Suasana sangat mendukung bagi setan untuk menggoda dan menggelitik nafsuku.
Tubuhku semakin merinding dan kurasakan seluruh bulu romaku berdiri..
saat jilatan lidah Pak Marsan yang panas menerpa tulang belakangku.
Tubuhku didorong Pak Marsan hingga telungkup di atas meja makan dekat dapur yang kokoh..
karena memang terbuat dari kayu jati pilihan.
Saat itulah tiba-tiba salahsatu tangan Pak Marsan beralih menyingkap gaunku..
kemudian dengan gemas namun lembut meremas kedua buah pantatku.
Aku semakin terangsang hebat saat tangan Pak Marsan yang kasar menyusup celana dalam nilonku..
dan meremas pantatku dengan gemas. Sesekali jarinya yang nakal menyentuh lubang anusku.
Gila..!! Benar-benar lelaki yang kasar dan liar.
Tapi aku senang.. karena suamiku biasanya memperlakukanku bak putri saat bercinta denganku.
Ia selalu mencumbuku dengan lembut.
Ini sensasi lain..!! Sesuatu yang berbeda. Kasar dan liar..
Apalagi samar-samar kucium aroma keringat Pak Marsan yang berbau khas lelaki..!
Tanpa parfum..
Gila.. aku jadi terobsesi dengan bau khas seperti ini.
Hal ini mengingatkanku pada saat aku 'bermain gila' dengan Pak Sitor di kepulauan dahulu.
“Akhh.. pakk.. Marsannhh jangg..anhhhh..!!” Desahku antara pura-pura menolak dan meminta.
Ya, harus kuakui kalau aku benar-benar rindu pada jamahan lelaki kasar macam Pak Marsan.
Pak Marsan yang sudah sangat bernafsu.. sudah tidak mempedulikan apa-apa lagi.
Dengan beringas dan agak kasar.. digigitnya punggungku di sana-sini..
sehingga membuat aku menggeliat dan menggelepar seperti ikan kekurangan air.
Apalagi saat bibirnya yang ditumbuhi kumis tebal seperti kumisnya pak Raden mulai menjilat-jilat pantatku.
“Akhh.. pakk.. Okkhhh.. akhh.. jang..akhh..!!” Rintihku tak habis-habis.
Kepura-puraanku akhirnya hilang.. saat dengan agak kasar mulut Pak Marsan dengan rakusnya..
menggigiti kedua belah pantatku..!! Luar biasa sensasi yang kurasakan saat itu.
Pantatku bergoyang-goyang ke kanan dan kiri menahan geli saat digigit Pak Marsan.
Mungkin kalau disyuting lebih dahsyat dibanding goyang ngebornya si Inul yang terkenal itu.
“Emhh..pantat ibu indahh..” kudengar Pak Marsan menggumam mengagumi keindahan pantatku.
Lalu tanpa rasa jijik sedikit pun lidahnya menyelusup ke dalam lubang anusku dan jilat sana jilat sini.
“Ouch.. shh.. Am..ampunnhhh..!!” Aku mendesis karena tidak tahan dengan rangsangan..
yang diberikan lelaki kasar yang sebenarnya harus menghormati kedudukanku di kantor.
Aku benar-benar pasrah total.
Liang vaginaku sudah berkedut-kedut seolah tak sabar menanti disodok-sodok batang kenyal.
Rangsangan semakin hebat kurasakan saat tiba-tiba kepala Pak Marsan menyeruak di sela-sela pahaku..
dan mulutnya yang rakus mencium dan menyedot-nyedot liang vaginaku dari arah belakang.
Secara otomatis kakiku melebar untuk memberikan ruang bagi kepalanya agar lebih leluasa menyeruak masuk.
Aku sepertinya semakin gila. Karena baru kali ini aku bermain gila di rumahku sendiri.
Tapi aku tak peduli yang penting gejolak nafsuku terpenuhi. Titik..!
“Ouch.. shh.. terushhh.. Ohhh, Pak Marsanhhh..!!” Lenguh dan eranganku kian ramai.
Dari menolak aku menjadi meminta..! Benar-benar gila..!!
Pantatku semakin liar bergoyang saat lidah Pak Marsan menyelusup ke dalam alur sempit di selangkanganku..
yang sudah sangat basah dan menjilat-jilat kelentitku yang sudah sangat mengembang karena birahi.
Aku merasakan ada suatu desakan maha dahsyat yang menggelora..
tubuhku seolah mengawang dan ringan sekali seperti terbang ke langit kenikmatan.
Tubuhku berkejat-kejat menahan terpaan gelora kenikmatan.
Pak Marsan semakin liar menjilat dan sesekali menyedot kelentitku dengan bibirnya..
hingga akhirnya aku tak mampu lagi menahan syahwatku.
“Akhhh.. Pak Marsannnhhh akhhh..!!”
Aku mendesis melepas orgasmeku yang pertama sejak seminggu kepergian suamiku ini.
Uhhhh..!! Nikmat sekali rasanya.
Tubuhku bergerak liar untuk beberapa saat lalu akhirnya terdiam karena lemas.
Napasku masih memburu saat Pak Marsan melepaskan bibirnya dari gundukan bukit di selangkanganku.
Lalu masih dengan posisi tengkurap di atas meja makan..
dengan setengah menungging tubuhku kembali ditindih Pak Marsan.
Kali ini ia rupanya sudah menurunkan celana dinasnya..
karena aku merasakan ada benda hangat dan keras yang menempel ketat di belahan pantatku.
Uffttt..!! Gila..!! Panas sekali benda itu..! Aku terlalu lemas untuk bereaksi.
Beberapa saat kemudian.. slepp.. sleppp.. slepp.. sleppp..
Aku merasakan benda itu mengosek-osek belahan kemaluanku yang sudah basah dan licin.
Slebbb..!! Sedikit demi sedikit benda keras itu menerobos kehangatan liang kemaluanku.
Oughh..!! Sesak sekali rasanya. Mungkin apa yang kubayangkan tadi benar..!!
Karena selama ini aku belum pernah melihat ukuran, bentuk mau pun warnanya..!
Tapi aku yakin kalau warnanya hitam seperti si empunya..!!
Aku kembali terangsang saat benda hangat itu menyeruak masuk dalam kehangatan bibir kemaluanku.
“Hkkk.. hhh.. shhh.. mem..mekhh Bu.. Ren..ni benar-benar legithhhh..!!”
Gumam Pak Marsan di sela-sela napasnya yang memburu.
Slebbb..!! Didesakkannya batang kemaluan Pak Marsan ke dalam lubang kemaluanku.
Ouhhh.. lagi-lagi sensasi yang luar biasa menerpaku.
Di kedinginan malam dan terpaan deru hujan kami berdua justru berkeringat..
Gila..!! Pak Marsan menyetubuhiku di ruang makan.. tempat aku biasanya sarapan pagi bersama suamiku..!
Gaunku tidak dilepas semuanya.. hanya disingkap bagian bawahnya..
sedangkan celana dalam nylonku sudah terbang entah ke mana dilempar Pak Marsan.
“Ouhh Pak Marsann.. ahhhh..!!” Slebb.. clebb.. clebb.. crebb.. crebb.. clebb.. clebb..
Aku hanya mampu merintih menahan nikmat yang amat sangat..
saat Pak Marsan mulai memompaku dari belakang..!
Dengan posisi setengah menungging dan bertumpu pada meja makan..
Jlebb.. jlebb.. jlebb.. tubuhku disodok-sodok Pak Marsan dengan gairah meluap-luap.
Tubuhku tersentak ke depan saat Pak Marsan dengan semangat..
menghujamkan batang kemaluannya ke dalam jepitan liang kemaluanku..!
Lalu dengan agak kasar ditekannya punggungku..
hingga dadaku agak sesak menekan permukaan meja..!
Tangan kiri Pak Marsan menekan punggungku..
sedangkan tangan kanannya meremas-remas buah pantatku dengan gemasnya.
Tanpa kusadari tubuhku ikut bergoyang..
seolah-olah menyambut dorongan batang kemaluan Pak Marsan.
Pantatku bergoyang memutar-mutar respon secara naluri ..
mengimbangi tusukan-tusukan batang kemaluan Pak Marsan yang menghujam dalam-dalam.
Bunyi benturan pantatku dengan tulang kemaluan Pak Marsan..
yang terdengar di sela-sela deru gemuruh hujan menambah gairahku kian berkobar.
Apalagi bau keringat Pak Marsan semakin tajam tercium hidungku. Ohhh.. inikah surga dunia..
Tanpa sadar mulutku bergumam dan menceracau liar. “Ouhmmm terushh.. terushh.. yang kerashhh..!!”
Aku menceracau dan menggoyang pantatku kian liar saat aku merasakan detik-detik menuju puncak.
“Putar, Bu.. putarrrhh..!!” Kudengar pula Pak Marsan menggeram..
memberiku instruksi untuk memuaskan birahinya sambil meremas pantatku kian keras.
Batang kemaluannya semakin keras menyodok liang kemaluanku yang sudah kian licin.
Aku merasakan batang kemaluan Pak Marsan mulai berdenyut-denyut dalam jepitan liang kemaluanku.
Aku sendiri merasa semakin dekat mencapai orgasmeku yang kedua.
Tubuhku serasa melayang. Mataku membeliak menahan nikmat yang amat sangat.
Tubuh kami terus bergoyang dan beradu, sementara gaunku sudah basah oleh keringatku sendiri.
Pak Marsan semakin keras dan liar menghujamkan batang kemaluannya yang terjepit erat liang kemaluanku.
Lalu tiba-tiba tubuhnya mengejat-ngejat dan mulutnya menggeram keras.
“Arghhh.. terushhh, Buu.. goyangghhhh.. arghh..”
Batang kemaluannya yang terjepit erat dalam liang kemaluanku berdenyut kencang..
hingga akhirnya aku merasakan adanya semprotan hangat di dalam tubuhku..
Serr.. serr.. serr.. serrr..!! Beberapakali air mani Pak Marsan menyirami rahimku..
seolah menjadi pengobat dahaga liarku. Tubuhnya kian berkejat-kejat liar..
Sementara tangannya semakin keras mencengkeram pantatku..
Hingga aku merasa agak sakit dibuatnya. Tapi aku tak peduli.
Tubuhku pun seolah terkena aliran listrik yang dahsyat dan pantatku bergerak liar..
menyongsong hujaman batang kemaluan Pak Marsan yang masih menyemprotkan sisa-sisa air maninya.
“Ouch.. akhh.. terushh.. Pak Mar..sanhhh.. Lebih cepattt.. hhhh..!!”
Tanpa malu atau sungkan aku sudah meminta Pak Marsan untuk lebih kuat..
menggoyang pantatnya untuk menuntaskan dahagaku.
Akhirnya aku benar-benar terkapar. Tulang-belulangku serasa terlepas semua.
Benar-benar lemas aku dibuat oleh Pak Marsan.
Kami terdiam beberapa saat menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kami peroleh.
Batang kemaluan Pak Marsan kurasakan mulai mengkerut dalam jepitan liang kemaluanku.
Perlahan namun pasti akhirnya batang kemaluan itu terdorong keluar..
Kemudian terkulai menempel di depan bibir kemaluanku yang basah oleh cairan kami berdua.
Gila.. banyak sekali Pak Marsan mengeluarkan air maninya..!
Aku tau itu..
karena banyaknya tumpahan air mani yang menetes dari lubang kemaluanku ke lantai ruang makan.
“Ibu benar-benar hebat.. Saya jadi sayang Ibu..” bisik Pak Marsan di telingaku.
Aku hanya diam..
Antara menyesal telah melakukan kesalahan lagi terhadap suamiku dan terpuaskan hasrat liarku.
Ya, aku baru saja disetubuhi oleh seorang laki-laki yang bukan suamiku..
Aku hanya bisa termenung memikirkan bahwa sejak hubunganku dengan Pak Sitor..
betapa mudahnya kini aku menyerahkan diriku dan melakukan hubungan badan dengan laki-laki lain.
Aaah.. . tiba-tiba aku jadi sangat rindu dengan Pak Sitor..
Ia benar-benar tau cara memperlakukan dan membimbing seorang wanita.
Sebagai pelampiasannya, kuremas tangan Pak Marsan yang sedang memeluk tubuh bugilku.
Ia tentu tak tau kalau aku sebetulnya sedang memikirkan lelaki lain.
Pak Marsan dengan mesra lalu menciumi tengkuk dan telingaku.
Memang sejak Pak Sitor membuka mataku, aku jadi sangat menyukai seks.
Aku pun mulai sadar bahwa untuk memuaskannya..
sekarang aku jadi terbuka untuk melakukannya dengan laki-laki lain selain suamiku.
Sangat luar biasa.. bahwa aku telah diajari untuk bersikap open-minded..
oleh seorang lelaki tua dari pedalaman yang tak berpendidikan seperti Pak Sitor.
“Su.. sudah, Pak.. Nanti Mbok Sarmi bangun..” kulepas tangan Pak Marsan yang masih memelukku.
Aku berusaha melepaskan diri dari jepitan tubuh Pak Marsan yang kekar.
Lalu aku meninggalkan Pak Marsan yang masih bugil dan lemas begitu saja..
untuk bergegas ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku.
Sekali lagi aku mandi di malam yang dingin itu.
Di bawah pancuran air dingin, aku terdiam memikirkan lagi apa yang sudah terjadi barusan.
Ada beban biologis besar yang rasanya terlepas dari dalam diriku.
Pak Marsan sudah benar-benar mengeluarkannya dengan cara yang hebat.
Di lain pihak.. akal sehatku mulai kembali. Aku tau aku telah kembali mengkhianati suamiku.
Belum lagi memikirkan Pak Marsan sebagai bawahanku yang kini telah terlibat hubungan intim denganku.
Sejenak aku merasa bingung dengan sikapku sekeluarnya dari kamar mandi nanti.
Setelah termenung beberapa lama di bawah pancuran air..
Akhirnya aku memutuskan untuk bersikap setenang mungkin. Semuanya pasti bisa ditangani.
Aku keluar dari kamar mandi dengan mengenakan babydollku yang sebetulnya agak kotor kena keringat.
Baru kusadari betapa kacaunya ruang makanku..! Meja makanku sudah bergeser tak karuan.
Sementara kulihat celana dalam nylonku terlempar ke sudut ruangan dekat kulkas.
Pak Marsan masih membetulkan celana dinasnya.
“Bu, saya.. boleh numpang mandi, Bu..”
“Silakan, Pak.. Handuknya ada di dalam..”
Aku mengambil kain pel dan membersihkan ceceran cairan..
sisa-sisa persenggamaanku dengan Pak Marsan yang berceceran di lantai.
Sementara itu Pak Marsan mandi di kamar mandi yang baru saja kupakai. CONTIECROTT..!!
------------------------------------------------oOo------------------------------------------