Senin pagi. Tak seperti biasa aku berangkat mengajar dengan semangat, tentu saja karena Nana. Aku ingin melihat dan bertemu gadis itu. Syukur jika bisa mengobrol dengannya.
Sayang yang terakhir tak terkabul. Aku memang bisa bertemu dia, walau hanya papasan singkat. Kami sempat bertukar tatapan dan senyuman. Tapi hanya sebatas itu. Status sebagai guru dan murid menyulitkan kami untuk berakrab-akrab ria. Selain itu, aku memang tak punya jadwal mengajar di kelas dia.
Aku berusaha tak terlalu kecewa,
toh kami masih punya janji untuk kapan-kapan lanjut ber-WA ria, dan aku begitu tak sabar hingga selepas isya, aku mengirimi Nana pesan, 'assalamualakum.'
Cukup lama aku menunggu balasan. Nyaris jam 9 malam ketika akhirnya Nana menjawab WA-ku dan kami pun kembali asik mengobrol. Aku sendiri banyak bertanya tentang dia, ingin lebih mengenalnya. Semua dia jawab apa adanya.
'Aku penasaran
nih,' tulisku, mulai ber-aku-kamu.
'Penasaran apalagi pak?'
'Kamu
pake apa
malem ini?' tanyaku menggoda.
'Yeee... Bapak ketagihan,' canda Nana.
'
Biarin.'
'Menurut bapak aku
pake apa?' pancing Nana.
'Entah. Aku
sih bayanginnya kamu
pake lingerie yang pundaknya cuma diiket tali, trus bagian dadanya rendah gitu.
LOL...'
'Ihhh... Bapak
ngeres...' protes Nana.
'
Ngarang. Kalo aku
bayangin kamu
ga pake apa-apa baru
ngeres,' elakku.
'
Ngarep tuh...'
'
Emang,' balasku dengan emoticon terbahak-bahak.
'Hihihi... Dasar
cowok.'
Nana lalu menjelaskan bahwa tadi dia baru dari luar, karena itu lama baru membalas WA. Tiap malam, ba'da maghrib, dia dan beberapa teman di lingkungan rumah yang tergabung dalam DKM mengajar anak-anak usia SD belajar mengaji di masjid.
'Aku
belom sempet ganti. Masih jilbaban segala,' lanjutnya, kemudian mengirimkan foto
selfie-nya.
Usai memuji Nana, kami pun kembali mengobrol beberapa saat hingga dia mohon diri sebentar untuk ganti baju. Aku tak keberatan. Hanya saja aku jadi membayangkan gadis itu melakukannya di depanku. 'Aku jadi
pengen liat.. Heee.'
'
Liat apa?' tanya dia.
'Kamu
ga pake baju
lah... Hahaha.'
'
Bener mo liat?,' goda Nana yang tanpa ragu kuiyakan.
'
Gimana ya...'
'
Please...' aku memohon.
'Tapi janji ya jangan disebar.'
Aku sih setuju saja.
Nana tak langsung menanggapi. Aku jadi bertanya-tanya, benarkah Nana setuju mengirimkanku foto bugilnya? Kupikir dia hanya bercanda namun...
PING!!!
OMG. Lagi-lagi Nana membuatku terpana. Masih memakai kerudung hitamnya, dia terlihat berpose tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Sontak birahiku bangkit dan adik kecilku di bawah sana langsung mengeras.
Meski senang aku jadi khawatir, betapa mudahnya Nana setuju untuk memamerkan 'kepolosan' dirinya. Aku pun menanyakan itu padanya.
'
Ga tau deh kenapa,' jawab Nana. 'Tapi
beneran koq, cuma bapak yang Nana kasih
liat.'
Aku percaya padanya. Hanya saja aku jadi bertanya-tanya, 'kenapa aku?'
'Ada
deh,' Nana coba mengelak. 'R.A.H.A.S.I.A.'
Aku tertawa dengan jawaban gadis itu dan memutuskan tak mendesak. Lagipula, sepertinya aku bisa menduga alasan dia dan sebuah rencana pun terbersit di benakku. Sesuatu yang bisa memastikan dugaanku. Tapi itu harus ditunda lain waktu, untuk sekarang aku ingin masih ingin memuaskan hasratku melihat keindahan tubuh Nana.
'
Mo lagi
dong. Jangan
pake jilbab,' aku mengiba dan kembali menunggu balasan dari Nana.
PING!!!
Permohonanku terkabul. Di
hapeku tampak Nana, sepenuhnya bugil tanpa kerudung menutupi kepalanya, tersenyum menggodaku.