Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Official Thread DUEL Cerita Panas

Cerita Versi siapa pilihanmu?

  • Aryosh

  • Enyas


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.

Enyas

Tukang Semprot
UG-FR+
Daftar
6 Jun 2012
Post
1.141
Like diterima
584
Bimabet
Salam Sejahtera

Cerita ini merupakan cerita lanjutan dari cerita copas berjudul serupa. Cerita ini ditulis bukan oleh penulis aslinya. Kami hanya melanjutkan saja. Jika ada penulis asli dari cerita yang kami lanjutkan, kami mohon maaf telah lancang menulis cerita lanjutan versi kami masing-masing. Dan kami harap penulis aslinya dapat berperan serta di forum ini. Ini hanya semata-mata untuk meramaikan forum tercinta ini saja. Terima kasih,

DUEL

Aku di hamili ABG tetangga

Original story posted by
: Galihronggo
Original story link : Aku di hamili ABG tetangga
Story Picker : Chadzelongated
Duelist : Aryosh vs Enyas

Duel Rules yang berlaku :

1. Cerita dibuat bersamaan dalam waktu dua jam.
2. Tidak boleh ada penambahan karakter utama dalam cerita dan atau karakter yang mempengaruhi keseluruhan inti cerita
3. Digunakan sistem polling/vote untuk menentukan cerita versi siapa yang menjadi pilihan pembaca.
4. Vote terendah diwajibkan menambahkan kalimat "(Nama Pemenang)'s Slave" dalam signaturenya selama satu bulan. Contoh : Chadzelongated's slave.
5. Tidak ada diskrimnasi dalam bentuk rasis atau maksud apapun selain have fun dan mengasah kemampuan saja.

So... Enjoy reading and polling!

LET'S THE DUEL BEGIN!
 
Terakhir diubah oleh moderator:
Versi aryosh

Semenjak pengajian di rumah Indun, aku terus memikirkan cara bagaimana aku memuaskan hasrat seksku kepada anak tetanggaku itu. Orang tua Indun telah berangkat ke tanah suci, membuat Indun hanya berada di rumah sendiri. Hal itu memberikan kesempatan bagi kami untuk bisa melanjutkan hubungan terlarang yang telah kami jalani. Sebelum berangkat ke tanah suci, ibunda Indun telah menitipkan Indun kepada keluargaku. Selain menitipkan Indun kepada keluargaku, Bu Ro sempet berpesan pula kepada Bu Anjar dan juga Bu Kesti untuk ikut membantu menjaga Indun.

Hari itu minggu pagi, sekolah sudah tentu libur, Pak Prasojo , suamiku tercinta sedang pergi ke Stadion untuk berlari pagi bersama anak-anaku. Aku memang sengaja tidak ikut karena perutku yang sudah mulai membesar. Usia kehamilanku sudah memasuki usia delapan bulan, membuatku lebih sering menghabiskan waktuku di rumah. Seiring dengan usia kehamilanku libido seksku pun ikut meningkat.

Pagi itu aku berniat pergi ke rumah Indun untuk menengok Indun sekalian memuaskan hasrat seksku yang menggebu. Tadi malam sebenarnya aku sudah melakukan hubungan badan dengan suamiku hingga pukul tiga malam. Namun entah mengapa hasrat seksku dipagi hari ini masih begitu besar. Mungkin si jabang bayi yang sedang ada di dalam kandunganku ini ingin bertemu dengan ayah kandungnya, Indun.

Setelah menyiapkan sarapan pagi dan mandi aku segera masuk ke dalam kamarku untuk merias diriku secantik mungkin demi bertemu dengan pujaan hatiku yang masih ABG. Masih dalam balutan handuk putih yang kukenakan dari kamar mandi aku berdiri di depan kaca meja rias kamar tidurku. Handuk itu aku lepas, dan mulai kuperhatikan baik-baik tubuh telanjangku yang terpantul di kaca meja rias. Sungguh cantik diriku ini, payudaraku semakin membesar mengikuti usia kehamilanku, puting payudaraku pun semakin menonjol keluar dan sensitif serta mulai sedikit mengeluarkan air susu ibu (ASI) untuk si calon jabang bayi yang sedang ku kandung.

Segera kukenakan baju yang kurasa pantas dan segera kupulas wajahku dengan make up untuk membuat Indun semakin cinta kepadaku. Aku sengaja tidak memakai celana dalam dan juga Bra agar bisa memperlancar aksiku kepada ABG calon bapak anakku. Baju yang kukenakan membuatku merasa semakin seksi, menunjukkan setiap lekuk tubuhku, pinggul dan juga pantatku pun terlihat semakin menonjol akibat baju ketat yang kupakai.

Aku bergegas ke rumah Indun, begitu ku ketuk pintu rumah tidak ada jawaban dari dalam, kufikir Indun masih terlelap di kamarnya. Keadaan rumah Bu Ro begitu sepi, lampu teras rumah yang masih menyala menjadikan bukti bahwa penghuni rumah belum bangun. Untung saja aku punya duplikat kunci rumah Bu Ro, jadi dengan mudah aku bisa masuk ke dalam rumah. Perlahan kubuka kunci pintu rumah, dan aku masuk kedalam ruang tamu, kupandangi sekeliling tampak rumah yang bersih dan tertata dengan rapi. Namun ada sesuatu yang janggal, saat kumemasuki ruang keluarga, kemana perginya televisi yang biasanya berada di sana.

Perlahan aku mendengar suara rintihan perempuan secara samar, aku sempat panik dan kaget. Bergegas aku mempercepat langkahku ke arah kamar Indun yang terletak di bagian belakang rumah, dan semakin jelas suara rintihan yang kudengar. Siapa perempuan di rumah Bu Ro di pagi hari begini, beraninya Indun bermain hati kepadaku, beraninya dia mengkhianati cintaku kepadanya. Rasa cemburu membakar habis rasa kangenku kepada Indun yang menumpuk semenjak aku berangkat dari rumah tadi.

Begitu sampai di depan kamar Indun suara yang kudengar semakin jelas, kali ini kudengar suara lengguhan laki-laki dan perempuan yang berpacu dalam gelora birahi. Dengan penuh emosi ku buka pintu kamar Indun secara kasar, “Brak!” bunyi pintu kayu yang kubuka dengan penuh tenaga menghantam dinding kamar. “Indun , !” aku berteriak dengan suara yang lantang.

Aku tak percaya dengan apa yang kulihat, Indun sedang tidur diatas kasur, tangannya tampak sedang memegang penis kecilnya yang berdiri tegak. Di depannya menyala televisi ruang keluarga sedang memutar adegan persetubuhan laki-laki dan perempuan. “Ibuk !” Indun berteriak kaget ketika mengetahui aku sudah berada di kamarnya, dia tidak sempat mematikan televisi yang memutar adegan persetubuhan tersebut.

“Maafkan Indun, Buk !” Indun menyerbuku dan bersujud didepanku, remaja ABG itu tampak ketakutan dan dia mulai menangis terisak.

Rasa iba melihatnya membuat naluri keibuanku muncul, memutar balikkan emosi yang telah membelengguku sebelumnya. Perlahan aku usap kepala Indun, meluncur kata-kata dari mulutku untuk menenangkan Indun“sudahlah nak, Ibuk juga mohon maaf karena sudah membentakmu.”

Indun kemudian mengangkat kepalanya dan melihatku sedang berdiri di depannya mengenakkan pakain ketat berwarna merah yang menonjolkan semua keindahan bagian tubuhku. Sepasang payudara yang berdiri tegak dibalik kain ketat dengan puting menonjol, pasti membuat siapapun yang melihatnya tertarik.

Aku membantu berdiri Indun dan menggandengnya ke ranjang di kamarnya, kumatikan televisi yang sedang memutar adegan porno, “kenapa Indun menonton video yang belum pantas Indun tonton ?” tanyaku perlahan.

“Maafkan Indun, Bu, Indun sedang terangsang, karena semenjak kejadian di acara pengajian kapan hari, Indun tidak mendapat jatah dari Ibu,” jawabnya polos.

“Oh begitu, jadi selama ini kamu selalu membayangkan tubuh telanjang Ibu ?”

“Iya, Bu, saya dirumah sendiri, fikiran saya selalu membayangkan saya sedang menikmati tubuh ibu, maaf ya Bu,”

“Tidak apa-apa Ndun, Ibu juga mohon maaf, sudah beberapa hari Ibu tidak sempat menengokmu karena Ibu sempat sakit dan Bapak sedang ada di rumah.”

Rasa cintaku kepada bocah ABG itu kembali tumbuh dan mengembang kembali, perlahan kukecup bibir mungilnya, sebuah kecupan tanda cinta dan juga nafsu.

Lidahkupun mulai berani menari di dalam rongga mulutnya, ludah kami bercampur disana, nafas kami pun semakin berat mengikuti ganasnya ciuman sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Tangan Indun mulai meraba perutku, mengusap calon bayinya, sembari berciuman bocah ABG sekecil Indun ternyata memiliki rasa perhatian dan cinta kasih yang besar kepadaku dan calon bayinya, aku sempat terharu dengan ulahnya.

Kulepas bibirku dari mulutnya, “kenapa berhenti Bu ?” tanyanya.

“Tenanglah Indun sayang, ibu akan buat Indun puas pagi ini,” jawabku centil seperti ABG yang kasmaran pada umumnya.

Kusuruh Indun berdiri di depanku, sedangkan aku duduk di tepi ranjang, penis suami calon jabang bayiku sedang berdiri tegak tepat di depan wajahku. Segera kumasukkan penis kecil Indun ke dalam mulutku, sebuah sedotan lembut serta permainan lidahku yang terampil perlahan tapi pasti membuat Indun melengguh menahan kenikmatan.

Penis milik Indun keluar masuk dimulut mungilku, kuamati wajahnya sembari bibirku melaksanakan tugas memuaskan Indun. Remaja ABG itu tampak begitu menikmati permainan lidahku, raut mukanya tampak seperti menahan berjuta kenikmatan yang mendera penisnya. Terkadang kepala penisnya aku kulum, dan aku jilat, terkadang pula aku masukkan seluruh penisnya ke dalam mulutku. Suamiku, Pak Prasojo sudah mengakui kehebatan sepongan mulutku, katanya aku memiliki mulut vacuum cleaner yang siap menyedot penisnya hingga bersih, tanpa menyisakan tetesan sperma.

Tentu saja sebutan yang diberikan suamiku kepadaku jelas bukan isapan jempol belaka, bocah ABG seperti Indun pasti tidak akan bisa terlalu lama menahan ejakulasinya akibat hisapan mulutku. Ternyata benar dugaanku tak lama kemudian Indun mulai mercau tidak jelas dan dia berteriak “Bu, aku sudah mau keluar Bu.”

Sperma dari penis kecilnya menghujani rongga mulutku dengan cukup deras, dari penis sekecil itu keluar banyak cairan sperma yang membuatku sedikit tersedak karena cairan itu memenuhi rongga mulutku. Saking banyaknya sperma yang dikeluarkan penis Indun, sebagian spermanya menetes keluar dari mulutku, karena daya tampung mulutku tidak dapat menampung semua sperma Indun.

Hal itu membuat nafsu birahiku semakin berkobar, ternyata Indun memang tidak bohong, buktinya sudah dapat aku rasakan dengan mulutku, segera ku telan sperma di dalam mulutku, dan mulai kubersihkan penis kecilnya.

“Bu, Ibu gak papa ?” tanyanya polos

“Gak papa kok Ndun, memangnya kenapa ?”

“Indun takut, ibu muntah karena minum, cairan yang keluar dari penis Indun.” Jawabnya.

“Tentu tidak Ndun, ibu melakukannya sebagai permintaan maaf telah membentak Indun.”

Mendengar jawabanku, libido Indun menjadi naik, ABG itu meremas payudaraku dengan perlahan dari balik baju ketat yang kukenakan. Bocah ingusan itu meremas payudaraku secara bersamaan, dia memencet puting payudaraku agak keras hingga ASI dari payudaraku mengucur perlahan membasahi baju yang ku kenakan.

“Bu, Indun boleh minum susu ASI gak ?” sebuah pertanyaan polos kembali keluar dari bibir bocah ABG itu.

“Tentu boleh Ndun, ibu berikan kalo memang Indun minta.”

Kucopot seluruh kain yang menutupi tubuh ku, di depan bocah ABG itu, aku kemudian merebahkan tubuh telanjangku tepat di ranjang miliknya.

Indun tampak bersemangat melihat tubuh telanjangku apalagi dia dapat bonus untuk menikmati ASI segar langsung dari payudaraku. Bocah ABG itu mulai menghisap perlahan payudaraku yang membusung, dikecupnya payudaraku sebelah kiri dan dijilatinya perlahan ASI yang menetes dari payudaraku.

“Cup, Slup,” suara seperti itulah yang terdengar dari aksi bocah ABG itu.
Akibat menerima rangsangan di payudaraku, tubuhku mulai bergairah, tanganku mulai bergerak menyentuh organ vital kewanitaanku, jemari lentikku mulai menyentuh klitoris yang semakin menonjol seiring usia kehamilanku. Klitoris milikku yang semakin menonjol keluar, membuatku semakin mudah terangsang dan membuat liang kewanitaanku cepat terasa basah.

“Bu, Indun ASI milik ibu emang enak, tapi Indun sudah kenyang minum ASI, Indun pengen masukin penis Indun ke sana,” kata Indun sembari mununjuk ke arah lubang kewanitaanku.

Aku memposisikan tubuhku senyaman mungkin serta menghindari goncangan yang membahayakan calon jabang bayi kami, “Ndun, pelan-pelan yah, jangan sampai kamu nyakitin Ibu dan Calon Adik Bayimu,” kataku mengingatkan Indun untuk berhati-hati dalam proses penetrasi.

“Iya bu,” jawabnya sembari mengarahkan penis kecilnya tepat di bibir liang kewanitaanku.

Perlahan penis itu melesak masuk ke dalam liang vagina milikku, sensasi penis milik Indun memang berbeda dengan penis milik suamiku Pak Prasojo. Penis suamiku cukup besar dan berurat jika tegang apabila masuk ke dalam lubang vitalku jelas kalah jauh jika dibandingkan dengan penis milik Indun yang kecil dan sedikit berurat.

Namun entah chemistry yang terbangun antara aku, Indun dan calon bayi kamilah yang membuat penetrasi milik Indun terasa begitu hebat dan membuatku puas. Selain itu ada perbedaan yang membuatku cukup senang dengan penis Indun ini, yakni penis Indun apabila sudah ejakulasi di dalam vaginaku, mudah sekali untuk tegang kembali, hal itu membuatku betah berlama-lama bermain dengan Indun.

Tubuh kecil Indun tampak sedang berusaha memuaskanku, penisnya berung kali keluar masuk di dalam liang vaginaku, cairan kewanitaan milikku semakin membanjir akibat rangsangan dari penis Indun. Kulihat Indun tampak mulai berkeringat, tubuh kecilnya tampak basah dan lengket. “Bu, Indun udah mau keluar,” racaunya saat dinding liang vaginaku menjepit dan mencengkeram kuat penisnya.

Sperma Indun meleleh keluar dari dalam liang vaginaku, kurasakan cairan miliknya masih cukup banyak yang keluar di dalam vaginaku. “Sini Ndun aku bersihkan penis kamu,” perintahku kepada Indun.

Indun menuruti perintahku dia mencabut penisnya dari liang vaginaku dan mengarahkannya ke bibirku. Kembali kukulum dan kujilat habis penis kecil milik Indun, tak butuh waktu lama, penis Indun kembali tegang.

“Sudah Bersih Ndun, masukin lagi” perintahku kepada Indun.

Penis kecil Indun mulai masuk kembali ke dalam vagina milikku, kembali kurasakan sensasi kenikmatan di vaginaku. Pompaan penis kecil Indun di liang vaginaku kembali kurasakan, tanganku pun membantuku untuk memperoleh kenikmatan lebih lainnya, jemari tanganku meremasi sepasang payudaraku yang membusung, tak kupedulikan ASI yang keluar dari sepasang payudaraku.
ASI yang keluar membuatku mudah dalam meremasi dan memilin payudaraku sendiri, rasa lengket dan cairnya ASI seperti pelumas untuk payudaraku. “Ndun, Ibu udah mau nyampe Ndun, bareng ya Ndun” kataku.

“Iya, Bu, Indun juga udah mau keluar lagi,” jawabnya.

Remasan dinding vagina milikku semakin kuat meremasi penis kecil milik Indun, tanda jika aku sudah mau keluar, hal itu membuat tubuh kecil Indun merasakan nikmat. Kurasakan penis kecil Indun mulai sedikit berkedut di dalam liang vaginaku, tanda jika Indun akan ejakulasi kembali.

“Aaaaaahhhhh” lengguhku kencang saat aku memperoleh ejakulasi pertamaku di pagi hari berbarengan dengan menyemprotnya sperma dari penis Indun di dalam Vaginaku. Sungguh nikmat rasa yang sedang kurasakan, membuatku terasa terbang ke awang-awang, namun hal itu berbalik 180 derajat saat terdengar suara perempuan lain di kamar itu.

“Bu Lani !” teriak perempuan itu.

Suara perempuan itu menghempaskanku kembali ke bumi, aku sudah cukup hafal dengan suara barusan, suara perempuan sahabat karibku. Tanpa perlu menoleh melihat perempuan itu, aku sudah tahu jika Bu Anjar saat ini sedang berdiri tercengang melihat tubuh telanjangku dengan Indun di atas ranjang.

Indun tampak kaget dan panik, segera dia beranjank dari tempatnya semula, sedangkan aku segera berusaha berdiri namun agak kesusahan karena usia kehamilanku yang sudah delapan bulan.

“Bu Anjar tunggu !” teriakku, saat Bu Anjar berlari menghambur keluar kamar dan mengabaikan teriakanku.

Mimpi apa aku sebelumnya hingga hubungan gelapku dengan Indun sampai ketahuan oleh sahabat karibku Bu Anjar.

Aku hanya bisa menunduk pasrah melihat kepergian Bu Anjar dari kamar Indun dan rumah Bu RO.


Semoga semuanya baik-baik saja, SEMOGA !
 
Semenjak persetubuhan liarku dengan Indun di acara keberangkatan Ibunya, aktivitas seksual kami semakin intens dan menjadi. Dengan dalih mengantarkan makanan ke rumah Indun yang saat itu tinggal seorang diri di rumahnya, berkali-kali kami melakukannya. Seluruh penjuru rumahnya telah menjadi saksi biksu aksi terlarang kami, ruang tamu, dapur, kamar tidur orang tuanya dan bahkan kamar mandi. Hanya balkon dan halaman saja yang tidak menjadi medan pertempuran kami berdua. Ya, aku belum cukup gila dengan melakukannya di tempat terbuka.

Kegilaan itu berujung pahit, aku seakan terobsesi dengan penis muda milik Indun, hal itu membuatku melupakan kewaspadaanku terhadap janin yang kukandung. Benar saja, dua bulan kemudian aku mengalami pendarahan hebat yang mengakibatkan keguguran.

Suamiku, Prasojo tampak kecewa dengan keguguranku, namun ia menunjukkan kesabarannya dengan terus berada di sampingku selama masa pemulihannku. Ia benar-benar suami yang baik dan itu menimbulkan rasa bersalah di dalam benakku. Ya, aku telah mengkhianati suamiku, sebuah perselingkuhan dengan anak yang umurnya terpaut cukup jauh, bahkan belum bisa dikatakan dewasa. Kadang penyesalan dan rasa bersalah itu terasa begitu besar, hingga membuatku menangis sendiri. Suamiku benar-benar sosok yang bertanggung jawab, mungkin keguguranku adalah jawaban dari Tuhan, mungkin inilah caraNYA mengingatkan atas kelalaianku.

Dan sekali lagi dalam hidupku, aku bersumpah setia kepada suamiku.

Indun sendiri seolah mengerti dengan keadaan yang terjadi, ia sering datang mengunjungiku, suamiku telah menganggapnya seperti anak sendiri. Beberapa kali terlihat suamiku mengobrol bersama Indun, memberinya beberapa nasihat tanpa mengetahui bahwa Indun lah Ayah dari janin dalam kandunganku, sekaligus penyebab utama keguguranku.

“Bu Lani…” lamunanku buyar kala Indun meraih tanganku lembut. Aku menoleh dan tersenyum ke arahnya.

“Kita harus menghentikan ini, Ndun…,” ujarku lirih, tak ingin terdengar oleh suami dan anak-anakku yang mungkin ada di rumah. “Ini semua salah.”

“Maafkan Indun, Bu…” Indun menundukkan pandangannya.

“Bukan salahmu, Ibu yang lebih bersalah dalam hal ini, Ndun,” kubelai rambut Indun dengan lembut. “Lupakan apa yang sudah terjadi dan belajarlah dari pengalaman,” entah dari mana aku bisa mendapatkan kalimat bijak seperti itu, mungkin kalimat itu sejatinya untuk diriku sendiri.

Indun mengangguk lemah, “Baik Bu,” ujarnya seraya tetap menunduk. Tidak lama kemudian aku melihat sosok suamiku memasuki ruangan.

“Kamu nggak dicari Ibumu, Ndun? Sudah hampir maghrib lho,” Suamiku berkata pada Indun seraya tersenyum lembut.

“Eh… iya Om, ini Indun mau pamit,” jawab Indun tanpa berani menatap mata suamiku.

“Inget pesen Om tadi, belajar yang pinter, masa depanmu masih panjang,” suamiku memberi nasihat kepada Indun.

“Siap, Om,” Indun beranjak berdiri dan menoleh ke arahku. “Bu, Indun pulang dulu, mari Om,” ujarnya sopan.

“Hati-hati di jalan Ndun,” jawabku.

*_*_*​

Sejak hari itu Indun secara intens datang ke rumah untuk melihat keadaanku, kulihat ia sudah dapat berbaur dengan Rika dan Sangga, anak-anakku. Suamiku pun menyambutnya dengan baik. Seiring membaiknya keadaanku, suamiku meminta ijin padaku untuk kembali ke tempat dinasnya. Anak keduaku Sangga juga meminta ijin untuk kost di tempat yang tidak jauh dari sekolahnya sedang Rika memilih untuk menemaniku di rumah, kebetulan saat itu Rika sedang liburan.

“Mi, hari ini sop ayam ya?” Rika menanyakan menu untuk makan siang yang hendak dipersiapkannya. Anak gadisku ini benar-benar telah tumbuh menjadi gadis yang mandiri, tidak hanya kepiawaiannya dalam mengurus rumah, namun kecantikan dan postur tubuhnya juga telah terbentuk indah. Rupanya ia mengikuti kebiasaanku yang rajin berolahraga untuk menjaga bentuk tubuh.

“Biar mami bantu masak ya?” jawabku seraya berusaha bangkit dari tidurku.

“Lhoo nggak usah,” Rika bergegas mendekat dan dengan lembut membaringkanku. “Dokter bilang, Mami harus istirahat total selama satu bulan penuh. Tidak boleh beraktivitas APAPUN,” Rika mengingatkan dengan gayanya yang sok tua, membuatku tertawa geli melihatnya.

“Perasaan yang dilarang oleh dokter itu aktifitas berat deh, bukan apapun.”

“Ambil amannya aja Mi, aktifitas APAPUN,” Rika menggoyang-goyangkan jari telunjuknya di hadapanku. “Lagipula, Rika dibantu sama Indun kok, dia cukup cekatan juga dalam masalah dapur.”

“Oh, ya sudah kalo Rika sudah ada yang membantu,” ujarku sambil tersenyum. “Adikmu nggak pulang ke rumah? Ini kan hari minggu?”

“Tadi telepon sih pulang Mi, Oh itu dia!” Rika berujar saat mendengar suara mesin sepeda motor memasuki pekarangan rumah. “Ya udah, Rika masak dulu ya Mi?”

Aku tersenyum mengangguk, Rika lantas melangkah keluar dan menutup pintu kamar. Ia benar-benar telah menjadi gadis dewasa yang bisa diandalkan, pikirku.

*_*_*​

Jarum jam dinding kamarku menunjukkan pukul dua belas siang saat aku terbangun, rupanya aku sempat tertidur beberapa jam setelah meminum obat pemberian dokter. Obat yang diberikan padaku memang mengandung zat penenang, biasanya aku meminumnya di pagi hari dan terbangun saat sore menjelang. Namun sepertinya kondisi badanku sudah cukup kuat sehingga tidak perlu tertidur selama itu lagi.

Kurasakan kering di tenggorokanku, rupanya itu yang membuatku terbangun, aku duduk dan meraih gelas yang terletak di atas meja kamarku, kosong… sepertinya Rika lupa mengisi gelas itu, dispenser air mineral di kamarku juga sudah habis.

“Rika… Sangga…,” aku memanggil nama kedua anakku, namun hanya suara kering yang lemah keluar dari bibirku. Tenggorokanku terasa sangat kering hingga aku tak mampu bersuara lantang. Tidak ada pilihan lain, aku beranjak dari tempat tidurku dan melangkah pelan menuju dapur.

Lantunan musik reggae kesukaan Sangga terdengar melantun dari ruang tengah rumahku, sepertinya di sanalah mereka berkumpul. Aku berjalan melewati ruang tengah namun aku tidak menemukan siapa-siapa di sana. Mungkin mereka masih sibuk memasak, tanpa banyak berpikir kulanjutkan langkahku menuju dapur.

Tidak ada siapa-siapa di dapur. Aku mengambil gelas dan mengisinya dengan segelas air mineral. Air itu terasa sangat segar mengalir di tenggorokanku yang kering. Saat hendak kembali, aku melewati panci tertutup yang masih ada di atas kompor, kutengok isinya, sepanci sop ayam tersedia di dalamnya. Rupanya aktifitas masak mereka telah selesai. Sayup-sayup kudengar suara seseorang dari halaman belakang, akupun melongok ke jendela namun tak ada siapapun di sana. Benakku mulai berpikir tentang hal-hal mistis, membuatku jadi merasa ketakutan sendiri. Akupun melangkah kembali ke kamarku.

Dak…dak…

Suara benda keras beradu terdengar samar saat aku melewati kamar Rika yang tertutup. Kuhentikan langkahku dan memasang indera pendengaranku tajam-tajam, mencoba menangkap sumber suara diantara lantunan lagu reggae yang diputar cukup nyaring.

Dak…dak… emhh…

Suara benturan itu terdengar lagi, kali ini diikuti lenguhan seseorang, aku tidak bisa memastikan apakah itu lenguhan pria atau wanita. Yang jelas, suara itu berasal dari dalam kamar Rika. Aku menggengam gagang pintu kamar untuk membukanya.

“Pelan… Dik… Ahh…”

Sebuah suara yang kini jelas terdengar mengurungkan niatku membuka pintu. Kali ini jelas, itu suara Rika. Suaranya terdengar berbaur dengan nafas yang memburu, ya… ada nafas yang terdengar memburu, apa yang Rika lakukan di dalam sana?

“Ohh Mbak… gini enak??”

Kudengar suara pria dari dalam kamar. Aku mengenal suara itu, Sangga, anak keduaku. Apa yang tengah dilakukan kakak-beradik itu? Suara mereka seperti… apakah mereka tengah bersenggama?!. Kulayangkan pandanganku ke sekitar dan menemukan sebuah kursi plastik kecil, kuletakkan kursi itu di depan pintu dan beranjak naik ke atasnya, mencoba mengintip dari ventilasi di atas pintu. Aku tak mengerti apa yang kini sedang kulakukan, ini rumahku dan mengapa aku malah mengintip? Entah, toh tetap saja aku naik dan mengintip.

Apa yang aku lihat dari ventilasi di atas pintu kamar itu sangat mengejutkanku. Rika, anak gadisku tampak menghadap ke arah dinding kamarnya, tubuhnya telanjang bulat tanpa sehelai benangpun. Punggungnya merunduk sedang kakinya masih berdiri terbuka, payudara kencangnya tampak terayun-ayun ke depan, mata indahnya terpejam, bibir mudanya setengah terbuka dan sesekali mengeluarkan erangan-erangan erotis, bercampur baur dengan nafasnya yang memburu. Ekspresi wajahnya… menggambarkan kenikmatan yang tengah menderanya.

“Dik.. Ahh…,” Rika menengadahkan wajahnya, tubuh indahnya terdorong-dorong seiring kencangnya sodokan yang diterimanya dari belakang. Ah! Aku hampir saja melewatkan sosok pemuda yang kini asyik menyetubuhi putriku, badan pemuda itu tampak cukup berisi, ia sama telanjangnya dengan Rika, tangan kanan pemuda itu menarik pundak kanan Rika, membuat punggung anak gadisku sedikit menekuk ke atas sedang tangan kiri pemuda itu mencengkeram lekuk pinggul Rika. Rambut pemuda itu… Oh Tuhan! Dia anakku Sangga!. Rika tengah disetubuhi dari belakang oleh adik kandungnya sendiri!.

Persetubuhan sedarah itu membuatku berdesir, harusnya aku menghentikan kegilaan yang terjadi di rumahku ini tapi entah mengapa aku seolah tertahan tak berdaya. Kurasakan gejolak dalam diriku, apakah aku menikmati apa yang kulihat? Oh… seluruh tubuhku terasa merinding geli melihat bagaimana batang kejantanan Sangga keluar masuk liang kewanitaan kakaknya dengan cepat dan pasti, ukuran penisnya cukup besar, tidak berbeda jauh dengan milik Prasojo suamiku, Ayah kandungnya.

“Ahh… Mbak… enak banget…,” Sangga melenguh sembari menusuk-nusukkan penisnya ke dalam tubuh Rika. “Ahh… empot terus Mbak….,” ia memejamkan matanya sambil terus meningkatkan ayunan pinggulnya.

“Iya… Shhh… Dik… Mbak mau…,” Rika mengepalkan tangannya dan memukul-mukul dinding. “Teruss Dik… Mbak.. mau… OOuuhhh!”

Tubuh Rika terdorong oleh hentakan keras adiknya hingga menempel rapat ke dinding, dapat kulihat anak gadisku itu mengejan beberapa saat matanya terpejam, ia menggigit bibir bawahnya saat tubuhnya terus saja mengejan dihimpit oleh dinding dan tubuh telanjang adik kandungnya. Ya, aku tahu apa yang Rika alami, wajahnya terlihat memerah, ia tengah orgasme.

“Keluar Mbak?” tanya sanggah tanpa melepaskan penisnya. Rika hanya mengangguk lemah dengan nafas tersengal-sengal. Sangga lantas menarik penisnya lepas dan membalik tubuh Rika. Aku dapat melihat bulir-bulir keringat di sekujur tubuh mulus dan kencang Rika. Membuat tubuh molek anak gadisku itu tampak berkilau dan menggairahkan.

“Ahh..,” lenguhan kembali terdengar dari bibir muda Rika kala penis Sangga kembali memasuki tubuhnya, kali ini mereka melakukannya dengan posisi berhadap-hadapan. Sangga melumat bibir Rika dengan ganas, merapatkan tubuhnya hingga buah dada Rika menempel di dada telanjangnya. Kulihat Sangga kembali menggerakkan pinggulnya, kembali menyetubuhi kakak kandungnya yang kini terhimpit antara dinding dan tubuh adik kandungnya.

Kupikir posisi itu cukup sulit untuk melakukan persetubuhan dengan tempo kencang, namun sekali lagi perkiraanku salah. Sangga dengan piawai memompa tubuh Rika kencang-kencang, membuat Rika terlonjak-lonjak akibat sodokan penisnya.

“Ah… aku keluar mbak…,” ujar Sangga di sela-sela pompaan penisnya.

Disini seharusnya aku menghentikan mereka! Namun sekali lagi aku hanya terdiam, lutut dan lidahku seolah kelu dan tak mau menerima perintah dari akal sehatku. Aku hanya berharap Sangga tidak mengeluarkan benihnya di dalam tubuh Rika, aku berharap Rika masih punya cukup akal sehat untuk tidak membiarkan adik kandungnya menghamilinya.

Harapanku sirna saat kulihat Sangga melesakkan dalam-dalam penisnya dan menggeram, tubuhnya mengejan beberapa saat, pertanda ia mencapai ejakulasinya. Oh tidak! Apa yang akan terjadi dengan keluarga ini jika Rika mengandung anak dari adik kandungnya sendiri. Oh Tuhan! Aku merutuk dan meratap dalam hati.

Kulihat mereka terdiam untuk sejenak, sebelum Sangga mencabut penisnya. Untunglah! Aku bersyukur dalam hati saat melihat Sangga melepaskan sesuatu dari penisnya, rupanya ia menggunakan kondom. Untunglah masih ada akal sehat dalam diri anak-anakku.

Tubuh telanjang Rika merosot lemas hingga ia berjongkok di atas lantai, kulihat ia masih mengatur nafasnya. Tubuhku masih saja terasa merinding dan kewanitaanku kini terasa lembab. Apa yang salah dengan diriku? Mengapa tubuhku menandakan bahwa aku menikmati mmengintip persetubuhan sedarah yang dilakukan kedua anak kandungku. Ini salah! Ini benar-benar salah!.

“Ayo mbak.”

Suara seorang pria membuyarkan lamunanku, bukan… itu bukan suara Sangga, aku mengenal suara itu... itu suara Indun! Dan benar saja, kulihat Indun sedang membantu Rika berdiri dan membaringkan tubuh telanjang anak gadisku ke atas kasur. Kulihat Indun yang juga telah telanjang menarik kedua kaki Rika hingga terjuntai di tepi ranjang, kulihat Indun menggesek-gesekkan penisnya yang telah ereksi ke sepanjang bibir kewanitaan anak gadisku.

Dan sekali lagi Rika melenguh saat penis Indun, bocah SMP kelas tiga itu memasuki tubuh sintalnya. Rika hanya terbaring pasrah saat Indun menggoyang, meremas dan menghisap buah dadanya, Sesekali Rika tampak ikut bergoyang. Berarti sedari tadi Sangga dan Rika melakukan persetubuhan di hadapan Indun dan kini Indunlah yang menikmati tubuh anak gadisku.

Seketika itu pening menyerang kepalaku, terlebih lagi saat aku melihat Sangga naik ke atas ranjang, masih dalam keadaan tanpa busana dan penis yang belum tegang. Kulihat Sangga, putraku mengarahkan penisnya ke bibir Rika, kakak kandungnya.

Aku bergegas turun dan berjalan tertatih menuju kamarku, berbaring dan bersembunyi di balik selimutku. Kepalaku terasa pening, tubuhku gemetar, lututku terasa lemas dan kewanitaanku telah basah. Kupejamkan mataku dan berusaha mengusir bayangan terakhir dari apa yang kulihat, bayangan tubuh indah anak gadisku, Rika yang tengah mengulum penis Sangga, adik kandungnya, saat vaginanya disodok oleh penis Indun. Ah! Seharusnya aku tidak mengawali semua ini…. Seharusnya persetubuhanku dengan Indun tak pernah terjadi.

*_*_*​

Sore itu aku baru saja selesai menurunkan pakaian dari jemuran di belakang rumah, sudah enam bulan berlalu sejak aku melihat hal terlarang yang seharusnya bisa aku hentikan. Kadang aku masih merasa miris mengingat apa yang kulihat, namun aku tetap berusaha tampil tegar, seolah aku tidak pernah melihat kejadian itu. Rika kini telah kembali ke kesibukan kuliahnya, begitu pula dengan Sangga yang tak lagi tinggal di rumah. Indun? Bocah tetanggaku itu sudah jarang sekali terlihat, sepertinya ia menyadari kursi yang aku tinggalkan begitu saja di depan pintu kamar Rika.

Kudengar suara mesin sepeda motor memasuki pekarangan rumah. Kulihat Rika datang, mengenakan kemeja berwarna coklat khaki dan celana jeans ketat, dengan rambut panjang hitam yang tergerai indah membuatnnya tampak sangat anggun.

“Lho, tumben nih pulang? Kan belum hari minggu?” sapaku saat ia mencium tanganku. “Mbak mau dimasakin apa buat makan malam?” tawarku
padanya.

“Mi…,” Rika memanggilku lirih, pandangan wajahnya merunduk, seolah telah melakukan sebuah kesalahan. Seketika itu firasat buruk menyergapku. “Aku hamil…,” ucapnya lemah.

Aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku. Kabar yang dibawa anak gadisku bagai petir yang menyambar di siang bolong.

“Siapa Ayahnya? Pacarmu?” tanyaku menyelidik.

“Bukan,” Rika menggeleng lemah. “Ayahnya… Indun.”

Dan seketika itu aku kehilangan kesadaranku.

*_*_*​
 
Dua2nya mantap oke pnyalah pkoknya,dalam 2jam bisa bkin cerita yg :jempol:,dan msh bisa d explore menjadi cerbung..salute bwt gan aryosh dngan cerita milfnya,.dan gan enyas dngan cerita incesnya,nah inilah dasar penilaian ane..

ane vote bwt ganaryos brhbung cerita milf,walaupun agak terganggu dngan kata "melengguh" dan "lengguh"..

maaf ya gan enyas ane kurang suka cerita inces sih..:ampun:
 
Incest is the best!
MILF theme selalu jadi favorit,
Tapi disini story picker boleh vote ga si?

anyway, as always, god job masters!

Cheers!
 
Boleh om chad.... yg ga boleh vote cuma para duelist :haha:
 
@ bang enyas : ada typo nihh
Seluruh penjuru rumahnya telah menjadi saksi biksu
aksi terlarang kami


@bang Aryosh : singkat namun berisiii,,, pake acara ketahuan tetangga :pandaketawa:
 
anuu.. ada amplopnya gak nih buat voter... ayo mana yg ada money politicnya saya vote..
:pandaketawa:
 
Wah, sama2 bagus nih... bingung milihnya..
Tp kl terpaksa hrs menilai diantara kedua tulisan itu sih, dan tanpa mengurangi kekaguman ane pd tulisan aryosh...Tulisan enyas trnyata sdikit lbh berbobot. Alur ceritanya lbh variatif, konfliknya jg mengena, penjiwaan karakter si ibu jg lumayan, artinya sipembaca dpt mrasakan apa yg ada didlm fikiran si ibu...serta cara penulisannyapun ckp lugas. Ditambah lg nyaris tanpa adanya kesalahan dlm penulisan.
Sedangkan tulisan aryosh, jalan ceritnya trlalu datar, nyaris tanpa konflik yg melibatkan perasaan si ibu sbg tkh utm..ditambah lg adanya beberapa ksalahan penulisan sperti: penis suami jabang bayiku sedang berdiri tegak didepan wajahku...ane rasa maksud mas aryosh adalah penis ayah jabang bayiku mungkin... atau " bu, Indun ASI milik ibu emang enak.."
Maaf nih kl ane salah dlm menilai, maklum ini hanyalah penilaian dr kacamata org awam sperti ane...
 
Ane belum pernah baca sih versi aslinya tapi dari dua versi ini baik milik Aryish maupun Enyas sama sama menarik. Tapi ada sedikit ganjel di cerita Aryosh mungkin sebuah miss kali yah " suami calon jabang bayiku sedang berdiri tegak tepat di depan wajahku.

Versi Aryosh

Walau belum baca versi aslinya ane dah bisa meraba kalau memang dari persenggamaan Bu Lani dan Midun menciptakan sebuah cinta diantara keduanya. Terbukti dengan anak dikandungan Bu Lani, dan terus menganggap dan berharap Midun sebagai suami dari anaknya. Kebinalan Bu Lani setelah kejadian itu damn I Like it very much. Gak ada yg bisa ngalahin cerita Milf.

Versi Enyas

Asli ane terkecoh ketika baca versi enyas karena diawal scene dah mulai bikin ane sedikit terkrenyuh. Tapi setelah baca ada Incest kakak beradik, Damn tidaak ......langsung ane skip dan langsung memutuskan vote versi Aryos. Namun setelah menemukan ada nama Midun di akhir cerita ane ane urungkan niat. Anelanjut baca lagi. Dan ane bersyukur tidak jadi incest. Haah

Kongrats kalian berdua dua duanya keren. Namun aku memilih untuk Vote versi Enyas
:jempol:
 
Cerita menurut bg aryosh bagus ( milf )

cerita menurut bg enyas juga bagus ( incest )

tapi Karena suka incest, maka aku vote bg enyas
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd