masih part 14
“Udah cek ke UKS?” tanya Fahrissa pada temannya.
“Be-belom sih... kan tau sendiri kita pada ga sempet kemana-mana...” jawab panita penanggung jawab kelas itu.
“ma-makanya gue ngelapor Ris... tolong cek-in deh...”
“ emang gw pesen hotel?” balas Fahrissa datar sambil menulis dalam catatannya.
“Eh? ho-hotel” jawab panitia itu kikuk.
“Eh? cek-in. Cek in.... cek-in... ” ucap Fahrissa dengan masih tetap menunduk.
Namun
“nginep di hotel...” lanjutnya lagi
“...”
Namun lagi-lagi tidak ada jawaban. Baik dari panitia itu, ataupun Reva. Membuat Fahrissa mulai
“Eh?kok diem? ga- engga lucu ya?”
“ma-maaf...” lanjut Fahriss tersipu malu dan mulai berhenti menulis.
Fahrissa lalu mulai memandang sekeliling dengan malu-malu. Namun hanya menemukan panitia itu sendirian menatap... pinggulnya yang terbalut rok abu-abu ketat. Terlihat iler mulai memnuhi wajah lelaki yang masih berusaha mencerna kata-kata wanita molek ini. Untungnya, Fahrissa tidak terlalu memperhatikannya karena ia mencari sahabatnya yang tidak terlihat di mana pun.
“Eh? Rev-...Reva?” panggil Fahrissa pelan.
***
Reva berlari menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Entah bagaimana saat Rissa menyebut nama anak baru yang menghilang itu, pikirannya tertuju pada sebuah kontol. Kontol tebal yang berukuran besar dengan kepala merah seperti jamur. Kontol laki-laki yang ia tinggalkan saat ia panik karena ketahuan berebut kenikmatan oleh satpam sekolahnya.
“cret, cret..”
Bunyi-bunyian kuli yang beradu dengan cairan mulai terdengar dari selangkangannya. Cairan bening yang memang sudah membanjir saat ia keluar dari kamar mandi kini kembali diperbarui oleh fantasi dan ketakutannya.
Sesampainya di pintu kamar mandi nafasnya memburu. Pergerakannya dari lantai tiga menghabiskan tenaga yang tidak sedikit. Terlebih nafsu juga sudah merasuk dalam pikirannya. Gesekan celana pendek yang menjadi dalamannya memberikan sensasi yang saat ini membutuhkan pemuasan mungkin jari-jari tebal yang bisa mengorek-ngorek memuaskannya tanpa merobek selaput daranya. Tidak seperti tadi, saat ia tergoda membiarkannya tertembus begitu saja oleh benda tumpul yang baru saja ditemuinya pagi ini.
“Huff” dengus Reva muali mendorong pintu kamar mandi dengan penutup otomatis itu.
“Krieeet”
Pintu kamar mandi mulai membuka perlahan. Reva dengan perlahan mulai melonggokkan kepalanya masuk, takut-takut erhadap kondisi di dalam kamar mandi itu. Namun rupanya Reva tidak perlu khawatir***angan kamar mandi sangat sunyi. Ruangan itu masih sedikit sama seperti saat seorang pemuda masuk kedalamnya. Dimana suara-suara desahan, dan bunyi-bunyi basah terdengar memenuhi ruangan kamar mandi
“hegh-hegh-hegh”
“cret, cret, cret”
“Eeee...” ucap Reva lirih.
“Pantesan aja ga ada yang nemuin.masuk aja segan apalagi nolongin” ucap Reva dalam hatinya.
“Dek.. jangan mati ya” bisik Reva lirih sambil berjalan menuju pitnui bilik tiga yang membuka lebar.
“Hihihi ternyata mbak Maya lagi horni..” ucap Reva sambil tertawa lirih.
“iya ya... kalo ditinggal suami ... bisa apa?”
Reva lalu mulai galau memikirkan masa depannya, memikirkan pendamping hidupnya. Sampai Reva masuk ke dalam bilik kamar mandi yang hanya berisi pakaian-pakaian yang berserakan.
“Eh? Be-beha?”
***