Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Petualangan Hilda 1

Ikut merapatkan barisan
 
Lanjutan 1- update tipis sebelum lupa. Hamba usahakan tipis-tipis tapi sering2 ya suhu sekalian 🙏




Tanpa terasa, pipiku menghangat kembali.
Seperti saat orang tua asing tadi memperkosaku secara visual dengan mempertontonkan onaninya.
Jenny ternyata liar, dan termasuk ekstrim juga, bercinta dengan pria transseksual.
Mengapa hal-hal 'abnormal' yang terjadi hari ini kian membuatku horny, apakah diriku sama dengan mereka, abnormal juga?
Entahlah, kesedihanku saja sudah cukup mendera hari ini.
Dimana kiranya aku mencari kerjaan baru, di ibukota yang jahat ini, di tengah wabah ini?
Bagaimana caranya aku membayar kost akhir bulan nanti?
Pertanyaan-pertanyaan yang tiada istirahatnya menghantuiku sepagian ini.
Kututup laptopku, kugeser ke tepi kasur dengan kakiku, dan kurebahkan sejenak diriku.
Memberikan istiarahat pada lemak-lemak seksi ini.
Kutatap sudut jendela kamarku yang tirainya sedikit terbuka, menampakkan jendela krepyak diluar.
Aku bisa merasakan awan tebal yang sejenak menutupi matahari, terbuka kembali, dan seterusnya, dari redup-terang ruangan yang berubah-ubah.
Ingin sekali aku menerbangkan semua persoalanku, melewati awan-awan.
Hinggaplah nanti terserah dimana saja, yang jelas pergi dan jangan kembali.
Mataku mengabur, menggenang hangat air mataku.
Kupejamkan mataku sedalam-dalamnya, pergilah airmata tadi, mencari pelariannya bersama gravitasi ke pipi dan telingaku.
Aku terisak, kututup wajahku dengan kedua tanganku.
'Mam.. ' muncul wajah almarhum mama di dalam ruangan hitam mataku.
'Mam.. Aku rindu.. Boleh nggak mama datang kesini? " Aku berbisik pada ruangan yang sepi.
"Tolong aku mam.. Hhh.. " Kian deras air mataku.
"Mam.. Aku mau pulang.. Aku.. Mau kembali menikmati sambal goreng atimu yang.. Pedess.. Huu uu uu.. "

KRIK KRIK KRIK KRIK

Mataku terbuka.
Ruangan gelap.
"Hah.. Jam berapa ini.. " Aku terduduk, masih mengenakan pakaian yang kupakai sedari pagi.
Kuraih HPku "shit, udah habis batere! "
Kupicingkan mata, melihat jam dinding.
Pukul tujuh lima belas.
Kunyalakan lampu kamarku.
Biasanya malam begini, aku memesan makanan via ojol, kecuali saat bu Ratih memasak lebih dan mengajakku makan.
Kalau aku makan selama 15 hari, berarti gak akan cukup untuk bayar bu Ratih akhir bulan nanti.
Kuputuskan untuk turun, melihat siapa tahu ada bu Ratih sedang duduk dan mengajakku turut makan.
Kunyalakan lampu ruang teras atas, lalu perlahan turun.
Lampu menyala, dan suara yang dinanti-nantikan terdengar juga, lembut sekali.
"Baru bangun ya neng? " Nampak bu Ratih sedang duduk makan sendirian di meja bulat tua berlapis formika.
"Iya nih bu.. Hilda lapar. " Sekali lagi kata-kata itu meluncur begitu saja.
"Nah.. Memang ibu sudah memasak lebih buat neng Hilda juga, " Dengan senyumnya secerah melati.
"Ayo temani ibu makan neng. " Tambahnya lagi.
Aku duduk sambil merapikan rambutku.
Aku bisa merasakan mataku agak sembab.
"Ibu masak sambal goreng ati nih neng.. Semoga kamu suka, sedikit pedes ya. "
Aku tersenyum, dan berterima kasih pada mama dalam hati.
Mama sudah mengirimkanku sambal goreng ati melalui bu Ratih.
"Bu Ratih.. " Ucapku pelan sambil menyendok lauk kesukaanku itu ke atas nasi yang masih mengepul di piringku.
"Ya neng? "
"Makasih ya bu Ratih.. Ibu kok tau ini makanan kesukaan Hilda? " Kulemparkan senyum kepadanya.
"Oh, haha.. Entah ya neng, ibu cuma merasa saja, udah lama gak masak ini, jadi ibu masak. Abisin ya kalo kamu suka. "
Tentu saja kuhabiskan, secara siang tadi sudah berpuasa.
Ajaibnya, rasanya mirip sekali masakan mama.
"Neng Hilda.. " Bu Ratih kembali membuka percakapan, setelah meletakkan gelasnya yang sudah kosong.
"Untuk bulan ini kamu nggak usah bayar kost dulu, simpan saja sampai kamu dapat kerjaan kembali. "
Aku melongo.
"Nanti bagaim.. " Belum selesai aku berbicara, bu Ratih mengangkat lembut tangannya, memotongku.
"Ibu paham keadaanmu neng, pemilik kost juga sudah ibu kabari, dan beliau mau mengerti. Keadaan saat ini sudah cukup sulit, jangan sampai kamu putus harapan. Minimal, ibu bisa meringankan dengan cara ini. " Tutur bu Ratih bijaksana.
"Tapi, Hilda tetap boleh tinggal disini bu? "
"Tentu boleh neng.. Hilda bisa bantu-bantu ibu juga kan.. "
"Iya bu.. Hilda akan bantu bersih-bersih dan mencuci disini. " Ujarku girang.
"Hilda mulai dengan mencuci piring-piring ini ya.. " Aku berdiri, mengumpulkan piring-piring bekas di meja, tanpa menunggu persetujuan bu Ratih.
"Udah nggak usah neng, sana istirahat saja.. " Bu Ratih hendak mencegahku.
"Gapapa bu, aku dah tidur lama tadi sesorean.. Yah, anggap aja aku langsung memulai perbantuannya malam ini. "
Dan demikianlah, aku resmi 'bekerja' sebagai bagian dari pengelola kost ini.

Pagi yang cerah, langit masih sedikit keunguan.
Aku turun ke area cuci di samping, melewati pohon belimbing.
Biasanya, jam begini aku sudah berias di kamar, bersiap berangkat kerja.
Hari ini, aku adalah pembantu yang berbahagia.
Berbahagia, karena di tengah kekacauan finansial ini, masih ada tempat berteduh, makan tidur, tentunya dengan sedikit bekerja.
Bekerja yang tidak banyak memutar otak.
Aku memakai tanktop tanpa bra di baliknya, dengan celana pendek sepangkal paha.
Sudah serasa di rumah sendiri, apalagi di kost ini tidak pernah ada cowok yang masuk.
Matahari meninggi, aku mulai berkeringat, setelah menyelesaikan mencuci underwearku, sambil menunggu cucian baju luarku yang masih berputar-putar dalam mesin cuci.
"Pagi neng Hilda.. " Bu Ratih melintas dari arah kamarnya.
"Pagi.. Waw.. " Aku berhenti sejenak.
"Bu Ratih rapi sekali.. Mau kemana? " Sambungku.
Bu Ratih mengenakan atasan kemeja ketat dengan lengan longgar berploi banyak, menampakkan kulit lengan atasnya di belahan sampingnya. Bercelana jeans ketat ala ABG.
"Ibu mau ke Sunter dulu, mau ketemu pemilik kost. Ada yang mau dibicarakan." Ucapnya tersenyum pendek.
"Kamu jaga rumah ya, ibu nanti kunci pintu dari luar. Kamu tau kan dimana letak kunci pintu depan kalau ada perlu? "
"Iya bu.. "
"OK" Dengan acungan jempol dari bu Ratih.
Aku membalas dengan jempol juga.
Kenapa hari ini bu Ratih beda ya, seperti orang yang lain sama sekali.

Sudah agak siang, sambil menyeruput seruputan final dari gelas kopiku, aku bangkit ke area jemur, menuju mesin cuci yang sudah menyelesaikan tugasnya dari setengah jam lalu.
Ah, rasanya sudah lama tubuh ini tidak terkena sinar matahari pagi seperti ini.
Aku menjemur cucianku dengan teliti, dan sangat santai.
Tidak ada deadline pekerjaan ataupun omelan atasan menantiku.
Sesekali kuseka jidatku yang berkeringat dengan kain tanktop yang kukenakan.
Buah dadaku pun menggantung bebas saat kuangkat tanktop hijau mudaku.
Begini mungkin rasanya berjemur di pantai yang dilakukan bule-bule itu.
Berjemur nude.
"Ah disini kan privat, gak ada yang liat" Batinku.
Kuloloskan sepenuhnya tanktopku dari kepalaku.
Aku setengah telanjang, dipeluk oleh kehangatan matahari.
Baru saja aku hendak masuk ke rumah, setelah menyelesaikan menjemur, kudengar suara ketukan di kaca pintu depan.
"Ow shit" Spontan aku menutup kedua buah dadaku, sambil mencari dimana kuletakkan tanktopku yang basah oleh keringat tadi.
Kupakai secepatnya, sambil berlari-lari kecil ke ruang tamu.

BAK BAK BAK

"Yaa tunggu.. " Aku hanya melihat siluet dari balik kaca patri bermotif sederhana pintu depan.
"Ya.. Ada apa? " Aku membuka pintu sedikit sambil melongok keluar.
"Ini betul kost-kostan nomor 23? " Suara yang sedikit serak namun halus membuka percakapan.
"Iya mas.. Tapi maaf ini kost khusus wanita. "
"Oh.. Maaf, mbaknya Hilda ya? "
Si tampan ini kenapa tahu namaku? Jangan-jangan kiriman mama juga dari surga.
"Saya udah telepon bu Ratih di nomor yang tertera di iklan baris mbak, katanya kesini aja cari Hilda. "
"Ooh, kata beliau gimana? Gapapa masnya kost disini? "
"Iya mbak.. Eh maaf kalo ga keberatan saya panggil kak aja ya? "
Aku membuka lebar pintu, dan mempersilakannya masuk.
"Iya dek, panggil kak aja. " Aku tersenyum geli.
"Tunggu disini dulu ya dek, soalnya.. Hmm.. " Aku berpikir sejenak.
"Soalnya saya pembantu baru juga disini, jadi belum tau kamar mana yang sudah disiapkan bu Ratih.. Baiknya adek nunggu bu Ratih pulang dulu ya.. "
"Duduk santai aja dulu disini dek.. Kakak mau lanjut kerja dulu. " Ucapku sedikit membungkukkan badan.
Perkara dia liat isi tanktopku atau tidak, bodo amat.
Aku ke atas untuk menyapu, termasuk kamarku sendiri, lalu mulai menuruni tangga.
Dari bordes, aku mencuri-curi lihat ke anak muda tadi.
Not bad, sepertinya masih kuliah, dengan kulit bersih dan rambut masih tebal.
Definitely not a kind of guy who has interest on slightly fat bitch like me.
Aku tertawa geli sendiri dalam hati.
Ya, hinalah dirimu, sebab pantas kau dihina.
Sejam berlalu, bu Ratih belum pulang juga.
Aku sudah menyelesaikan pekerjaanku.
"Mau kopi atau sesuatu dek? " Tanyaku kepadanya sambil melintas di ruang makan.
"Eh.. Air putih aja kak, kalo ada. "
"Yee.. Kalo ada.. Ya adalah, masa rumah gak ada air putihnya.. " Balasku.
"Susu aja ada kok.. " Tambahku sambil menghilang ke arah dapur.
Aku tau, dia pasti semacam kebingungan apakah salah dengar atau tidak jawabanku tadi.
Aku keluar lagi, membawakan gelas kosong dengan sebotol kaca ex.sirup berisi air putih dingin.
"Ini dek. " Kuletakkan di meja tamu yang rendah, persis di hadapannya.
"Kak? "
"Ya dek? "
"Tadi ada apa lagi di rumah ini? Saya takut salah dengar. "
"Susu." Jawabku singkat.
"Emang knapa? "
"Oh.. Nggak kak, nanya aja.. Takut salah dengar.. Makasih airnya ya kak. "
Aku hanya memberi tanda OK dengan jariku.

Hp ku berbunyi di meja makan.
"Ya bu Ratih? "
"Hmm.. Oh iya.. "
"Baik.. Siap bos.. " Kututup HPku dan kukantongi.
"Dek.. Siapa namamu? Tadi kakak lupa berkenalan. "
"Saya Hamdi kak. "
"OK Hamdi, barusan bu Ratih udah kasihtau saya kamar kamu, sini kakak antar. Angkat aja tasmu sekalian. "
"OK kak.. " Hamdi bergegas berdiri, mengangkat jaket motor dan ranselnya.
Kamar yang ditentukan bu Ratih ternyata di lantai 2, selantai denganku, hanya dipisahkan ruang duduk yang berkursi rotan.
"Kamu tunggu aja di kursi itu ya Hamdi, kakak siapin kamarnya dulu. " Aku menunjuk ke sepasang kursi santai rotan.
Aku masuk ke kamar sebelah itu, kuambil penyedot debu sesuai pesan bu Ratih.
"Setelah debunya hilang, kamu ambil seprei baru di dalam lacinya ya. " Pesan bu Ratih tadi lewat telepon.
Setelah menyelesaikan pekerjaan berat pertamaku sebagai pembantu di kost ini, aku berkeringat kembali.
Tanktopku yang sudah kering di badan, kembali basah.
Pasti anak muda ini belum pernah lihat pembantu se OK ini.
"Di, kamar mandinya di bawah ya, dan memang cuma ada 2 di bawah. Yang satu di belakang khusus untuk bu Ratih. Yang satunya lagi untuk kita. "
Hamdi mengernyitkan alisnya.
"Ya, untuk kita. Maksudnya untuk umum." Kuperjelas lagi.
"Ooh , aduh saya udah mikir kemana-mana tadi kak.. " Balasnya tersenyum SSI.
"Enak aja.. " Kucubit tipis lengannya, ternyata keras juga ototnya di balik kemeja lengan panjangnya.

-bersambung-
 
Lanjutan 2 - takut diprotes updatenya kentang 😆


Aku di kamar, sibuk googling lowongan pekerjaan, di hari pertama yang cukup melelahkan sebagai pembantu.
Lumayan paling tidak ada sedikit perubahan di kost sepi ini, ada terong muda.
Mungkin juga saking sepinya kost ini, yang awalnya berlabel khusus wanita, akhirnya terpaksa mengikuti tuntutan jaman, menjadi kost campur.
Aku sedang sibuk di depan HP ku, lalu terpecah oleh ketukan lembut di pintu kamarku.
"Neng Ratih.. Makan yuk, ibu ada dibelikan makanan tadi sama pak bos. "
Seperlima detik kemudian aku sudah berdiri diluar kamarku mengikuti bu Ratih.
"Bu, si Hamdi gak diajak? " Tanyaku.
"Gak usah, siapa tau lagi istirahat, gak enak baru tiba sudah diganggu. " Balas bu Ratih dengan suara yang dikecilkan.
"Baik bos.. Omong2 makan apa kita? " Aku mengikuti bu Ratih sambil memijat pundaknya dari belakang.
"Ah.. Kamu, geli neng.. Ibu gak biasa dipijit. " Bu Ratih berkelit dari pijitanku sambil tertawa.
Seperempat detik kemudian, kami sudah makan dengan lahap KFC di piring kami masing-masing.
Ternyata bekerja di kost lebih membuatku lapar, mungkin karena tingkat pressure yang rendah, nafsu makanku membaik, dan mungkin menambah tebal beberapa bagian tubuhku.
Semoga hanya bagian tertentu saja.
"Ibu udah bicara sama bos tadi.. Cpcpcpcp.. "
"Ohya bu.. Cpcpcpcp.. Twus? Cpcpcpcpcp.. "Ya itu... Cpcp... Kamu boeh .. Cpcpcpcp.. Tinggaw disini duwu.. Cpcpcpcp.. " Bu Ratih sama laparnya denganku, tidak menyia2kan sepersekian detikpun untuk mengunyah.
"Hmm.. Cpcpcp.. " Aku menggangguk-angguk.
Setelah menghabiskan potongan KFC keduanya dan menenggak habis ice lemon tea di gelas styrofoamnya, bu Ratih melanjutkan "Iya neng, pertimbangannya juga karena ada dua penghuni kost baru bulan ini, salah satunya nak Hamdi tadi. Jadi lumayan untuk operasional. "
Aku menyambut gembira "syukurlah bu... Cpcpcp-glek... Tapi saya tetap akan jadi asisten bu Ratih disini, OK? "
"Iya neng, sambil kamu tetap cari-cari lowongan kerja ya. Jangan patah semangat. "
"Pasti semangat bu Ratih.. Apalagi kalau sering dibuatin sambal goreng ati seperti kemarin. " Lalu aku terdiam.
Bu Ratih mencoba mencerna arti terdiamku, lalu melanjutkan "neng, kamu sudah ibu anggap kayak anak ibu sendiri.. Kamu minta aja jangan sungkan, kalo ibu bisa, pasti ibu buatkan. "
"Iya bu terimakasih. "
"Terima kasih mama.. " Batinku.

Hari-hari berlalu kujalani dengan ringan di kost ini.
Hubunganku kian erat dengan bu Ratih, nyaris seperti ibu dan anak saja.
Pagi itu masih seperti pagi lainnya, ketika bu Ratih pamit untuk belanja ke pasar.
"Ya bu.. " Aku menjawab dari dalam sambil tetap mencuci baju.
Tak lama terdengar dering HP.
Dering yang asing, yang pastinya bukan HPku.
Aku beranjak ke ruang tengah, mencari sumber suara dering itu, sambil melap tanganku ke bajuku.
HP bu Ratih tertinggal, dan ada telepon masuk.

Tertulis di telepon masuk "Bos SANDY"
Ini pasti pemilik kost, aku pernah dengar nama beliau disebut-sebut.
Angkat-jangan
Ah biarkan saja.
Lalu dering terhenti, aku lanjutkan mencuci, sambil pasang kuping.
Seandainya penting, pasti berdering lagi, barulah akan kuangkat.
Selesai menjemur, dering tak terulang lagi.
Saat melintas HP bu Ratih, entah iblis mana yang menggerakkan tanganku untuk mengambilnya.
Aku duduk dengan rileks di ruang tamu, melirik ke halaman depan, aman.
Kubuka HP bu Ratih yang tidak diproteksi oleh password.
Kuberanikan mengklik nama tadi, dan membuka chatnya.
"Ohhh.. " Aku menutup mulutku.
Tanganku yang sebelah tetap menscroll layar.
Chat demi chat.
Ternyata bu Ratih selama ini melindungiku.
Aku menarik nafas panjang.
Aku sampai pada sebuah penggalan chat yang lama sekali, sekitar 3 bulan lalu, saat aku masih bekerja.

Bos: ya tolonglah kamu aturin Rat..
Me: aduh jangan pak, dosa saya nanti
Bos: 😆 ya nggaklah, nanti pasti kamu sy kasi komisi
Me: dia udah kayak anak saya sendiri pak, jangan..
Bos: ya habis sama kamu bosen sy, gitu2 aja.. Lebih napsuin si bohay itu
Me: iya.. Nanti sy coba ya pak, tapi ga janji..
Bos: jgn lama

Bos brengsek memang.
Aku lanjut menscroll dan menscroll

Lalu tibalah pada kiriman video dari bu Ratih ke sang bos.
Tampak bu Ratih memakai lingerie hitam yang terbuka di bagian selangkangannya, sedang memainkan timun yang melengkung keluar masuk liang sorganya.

"Aduh" Aku bergumam sendiri.
Semua ini beliau lakukan demi aku.
Kututup HPnya, kututup juga mataku.
Nafasku masih memburu, antara marah dan sedih.
Terdengar suara pagar dibuka.
Segera kubuka kembali HP bu Ratih, kukembalikan ke posisi semula, kututup semua aplikasi tadi.
"Beli apa aja bu? Sini sy bawakan" Sambutku sambil mengambil tas belanjaan bu Ratih ke belakang langsung ke dapur.

-bersambung-

Dan ternyata, masih kentang pemirsa, tapi hamba berjanji next update sudah mulai ada petualangan, very soon
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd