Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Perlu pakai bahasa resmi negara nggak nih ? (bahasa Inggris, Itala, Jerman, Dll)

  • Ya ! (biar feel dramanya terasa) / dua-duanya nggak papa

    Votes: 38 17,8%
  • Nggak usah ! (Bahasa Indo aja, biar gampang)

    Votes: 176 82,2%

  • Total voters
    214
EPISODE 10 PART I :
UNIT-355

1999’s



(Rumah Daphine, kota Dresden)
8 April 1999 | Pukul
(UTC+1) 05.00 sore

Dresden, beberapa hari sebelumnya. Bersamaan dengan riweuh aktivitas dari halaman belakang rumah.

Max dibantu Phill baru saja selesai setelah seharian memasang pernak-pernik taman. Belum semuanya, karena setelah ini mereka harus memotong bilah kayu untuk api unggun.​

Dominik bersama Demon berurusan dengan kegiatan teknis mengatur sound-system, pencahayaan taman, dan screen-projector untuk pemutaran film malam ini.

Ada Hanna juga yang datang membantu menyajikan menu makanan khusus malam ini. Semuanya buatan tangan Hanna sendiri. Burrito, fudgy-brownies, juga olahan daging yang dimasak dengan resep turun temurun keluarga, katanya sih~

Keterangan alih bahasa :
🇩🇪 : Percakapan Native bahasa Jerman
🇬🇧 : Percakapan Native bahasa Inggris
🇷🇺 : Percakapan Native bahasa Russky
🇮🇳 : Percakapan Native bahasa Hindi

( 🇩🇪 )
“Oh ya Max, pukul berapa Alicia datang ? aku belum menyiapkan meja-kursi,” tanya Hanna kepada Max.

“Wer weiß (Entah), mungkin sejam lagi. Aku tidak pernah bisa menebak tepat lamanya mereka merias diri,” jawab Max. “Oh ya Hanna, biar aku yang bereskan sisanya. Kau urus makanannya saja.”


Alicia kam nicht alleine ? (Alicia tidak datang sendirian ?)” sambung Hanna.

‘Ngikkk—’

Dari pekarangan terdengar seseorang membuka pintu halaman. Sepertinya itu Daph, setelah pagi harinya berpamitan mengurus berkas pindah di kantor.

“Aku meminta Alicia untuk mengundang dua sahabatnya. Kau tidak keberatan Max ?” tanya Daph, tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu teras backyard.

“Yang penting Bibi Daph jangan sok asyik aja sih~” cibir Max.

“Syukurlah, kupikir Alicia akan datang bersama ‘Si Shrek’ itu lagi ?” kelakar Hanna, sepertinya keceplosan.

“Shrek ?” tanya Max.

Mungkin maksud Hanna sekedar bercanda tapi Daph malah meliriknya sewot, respon Max tadi juga terlihat tidak berkenan.

“—guys, ngomong-ngomong, gimana menurut kalian ?”sanggah Daphine.

Menangkap wajah Hanna yang kikuk, mengalihkan pembicaraan dengan penampilan rambut barunya.

“Es ist normal (biasa aja sih),” jawab Max, ketus, tidak peduli.

“Ernst ? (Serius ?) biasa aja menurutmu ? para petugas NW di depan komplek malah memuji penampilanku, lumayan membuatku terlihat 5 tahun lebih muda katanya,”

“Bapak-bapak komplek sini, maksudmu ? Hehe, kalo mereka sih emang dasarnya suka jelalatan !” kekeh Hanna, coba mengembangkan.

“Hey, bisakah kalian berhenti dan mandi sebelum cewek-cewek datang ?” seru Daphine.

Meminta ketiga ‘geng’ Max untuk beristirahat. Sudah semenjak siang mereka mempersiapkan ini semua.

‘Dok ! Dok !
Dok ! Dok !’
(bunyi pukulan palu)

“Tanggung, sebentar lagi juga selesai,” balas Demon, sibuk merapikan instalasi kabel listrik ke genset untuk berjaga-jaga jika ada kendala listrik padam.

“Tapi makanannya udah siap, dan kita perlu tester untuk icip-icip,” balas Daph.

“Ayolah Bibi Daph, masakanmu dan Hanna adalah yang terbaik. Kami percayakan pada kalian !” puji Phill.

“Yoi! akan aneh jika mereka bilang masakan kalian biasa saja~” tambah Dominik.


“Wenn ja (yasudah). Hanna, biar aku bantu bikin bumbu barbeque,” ajak Daphine kepada Hanna, sembari masuk ke dalam.

“Kau pergi ke salon, kenapa tidak ajak aku juga ?” Hanna mengikuti Daph masuk, sempat bertanya demikian.

“Terus siapa yang mau menyiapkan makanan ?”





‘Tingtong !
Tingtong !’

(bunyi bel tamu)

Menjelang malam, setelah semua pekerjaan rampung. Bel tamu berbunyi tidak berselang lama setelah Daphine dan Hanna beres berganti baju.

( 🇩🇪 )

“Ja, Warte~ (Ya, tunggu sebentar~)”

Daphine beralih untuk membukakan pintu depan.

“Hai Bibi Daph, Woah ! Cantik sekali dengan rambut baru gini~” puji Alicia kepada Daphine yang langsung memeluknya.

Daph dan Hanna kompak, masing-masing tampil lebih casual. Mungkin sekedar menyesuaikan dengan tampilan muda-mudi ini. Pun demikian, kedua teman Alicia terlihat kagum dengan penampilan unik ‘80-an’ ala mereka berdua.

Ternyata Alicia sudah berangkat bersama dua temannya semenjak sore tadi, tapi ya sempat repot belanja dulu beberapa hadiah kado. Daphine hampir lupa, ada sesi tukar kado untuk pesta kecil-kecilan malam ini.

“Wah, kalian kau juga cantik malam ini~” puji Daph sembari mempersilahkan mereka bertiga masuk.

“Hanna, lama tidak bertemu! Wie geht’s ? (Bagaimana kabarmu ?)” sorak Alicia, memeluk Hanna karena jarang sekali bertemu akhir-akhir ini.

“Gut, Danke ! (Baik !) bagaimana denganmu ? kau makin cantik aja, pantas saja Max begitu gugup menunggumu~” puji Hanna.

“Aku tidak gugup, kau berlebihan Hanna !” celoteh Max dari kamarnya lantai atas.

“HAHAHA”

“Hanna, kuperkenalkan dulu... Ini Phoebe Leupolz (19) yang berkaca mata, dan yang satu ini adalah Katrina Yutoma (18), ayahnya dari Jepang. Kami teman satu kelas.” tambah Alicia, memperkenalkan kedua sahabat.

“Well, kau tahu aku dan Daphine punya rencana berlibur ke jepang tahun depan. Bisakah jadi tourgate kami ?” kata Hanna sembari bersalaman dengan Katrina, yang akrab disapa Kari.

“Hahaha. Wirklich ? (Beneran ?) nggak sabar menunggu,” jawab Kari, dengan dialek bahasa Jerman yang ternyata lebih bagus dengan campuran aksen Asia khasnya.

Katrina Yutoma, ‘Kari’ (18). Remaja asal jepang bergaya rambut cepak yang sangat mandiri, menurutku. Dia pindah ke eropa pasca meninggalnya sang ibu hingga ayahnya—yang asli Jepang memutuskan menikah lagi dengan seorang WN Jerman. Saat ini Kari tinggal di Dresden seorang diri untuk berkuliah karena kedua orang tuanya menetap di Berlin. FYI, ayah Kari adalah salah satu nasabah asuransi yang berhasil kugaet pada minggu pertama aku bekerja di John Hancock & AOK,” - Daphine

“Phoebe, aku dengar dari Alicia kalau kau baru saja mendapat undangan delegasi ke Amerika beberapa bulan lagi, Itu keren banget! You rock girl !” puji Daphine kali ini kepada Phoe, panggilan akrabnya.

“Danke~ (Terima kasih~)” jawab Phoe.

Phoebe Leupolz, ‘Phoe’ (19) cewek kutu buku yang juga seorang aktivis lingkungan. Pun penampilannya terkesan ‘nerdy’ justru dia ini sudah 2x menang lomba debat internasional mewakili kampusnya. Bisa dibilang, Phoe adalah otak-mulut Alicia saat terlibat ‘pertengkaran kecil’ dengan Max selama berpacaran.” - Daphine

Max ini tipikal cowok cuek, tapi sangat terbuka kepada Daphine dan Hanna perihal hubungan asmaranya selama ini.

Dari Alicia juga pada akhirnya sang bibi dikenalkan kepada Phoe dan Kari. Jadi, sudah begitu akrab mereka bertiga ini dengan Daphine selama ini.


Mereka bertiga kemudian diperlihatkan Daph dan Hanna dengan hasil kreativitas Max cs, menyulap backyard dengan kerlap-kerlip lampu gantung dan beberapa detail yang memberi kesan romantis.

“Ini? mereka berempat yang bikin ?” tanya Alicia, terpukau dengan hasil pekerjaan Max cs.

“Siapa lagi ?”

“Ada gunanya juga itu cowok-cowok. Hahaha,” kekeh Phoe.

“Boleh juga, akan kuhubungi bibi Daph jika ayah setuju merenovasi kolam renang.” canda Alicia. “Hey girls, sebelum diganggu cowok-cowok, yuk kita fotoan dulu! lumayan buat kenang-kenangan.” usul Alicia langsung disambut antusiasme.

Mereka berlima kemudian menyempatkan berfoto menggunakan kamera keluaran terbaru milik Kari. Daph dan Hanna apalagi, bagai kompetisi, duo ‘tante-tante’ ini lebih kelewat narsis dan tidak mau kalah dari adik-adiknya.

‘Ckrek ! Ckrek !
Ckrek ! Ckrek !’
(Kilatan blitz kamera)


Malam ini Daph tampil mengenakan dress pesta tanpa lengan warna hijau aksen floral, sementara Hanna dengan model dress yang sama warna cream, berpose bak model 80an.

‘Ckrek ! Ckrek !
Ckrek ! Ckrek !’
(Kilatan blitz kamera)

“Wah-wah... benar juga, aku lupa kalau ada kontes kecantikan di sini~” komentar Max, juga 3 konconya, mengintip sesi foto cewek-cewek dari lantai atas.

Demon, Phill, Dominik juga masing-masing sudah mengenakan kemeja rapi dengan semerbak parfum andalan mereka.

‘Kringgg !!
Krinnggg !!’

(Bunyi dering telepon rumah)

Tiba-tiba bunyi panggilan telpon rumah memecah suasana. Dan bagi Max, dia selalu saja sebal dengan suara ini, juga suara oven milik Daphine yang begitu mengganggu setiap pagi...

‘Cklek !’

Max yang kebetulan dekat, berinisiatif mengangkat.

“Hello, Guten Abend (selamat malam), dengan siapa di sana ?”

“Selamat malam. Maaf mengganggu, apa benar ini kediaman Nn. Leonides ? Saya adalah seorang staf di kantor AOK, meminta waktu sebentar berbicara dengannya,” jawab seorang lelaki dari ujung panggilan telepon itu, aksennya sedikit berbeda.

“Maksudmu sekarang ? kebetulan kami sedang dalam acara keluarga, jadi tolong jangan sibukkan dia,” jawab Max.

“Tentu saja tidak, hanya mengkonfirmasi berkas yang tadi siang beliau minta,” jawab orang itu, tidak dipedulikan Max.

“Daph, seseorang menelponmu !” panggil Max.

“Von wem ? (Siapa ?)”

“Entahlah, tapi logatnya seperti bukan orang jerman. Apa petugas pajak ?”

“Ok. Begini saja, aku minta kita bekerja sama. Cewek-cewek bakal bantu Hanna menyiapkan cemilan dan minuman. Dom, Phill, Demon tolong bantu Max memindahkan meja-kursi ke teras belakang! Oh ya, Phill, kau yang pimpin doa pemberkatan malam ini !” perintah Daph, kemudian beranjak untuk mengangkat telepon sebentar.

“Aku ? kenapa bukan Demon ?” seloroh Phill kaget.

“Maksudmu kupimpin doa secara ‘Hindutva’ ?” tanya Demon, berkelakar.

...

‘Cklek !’

“Hello ?”

Sudah berganti Daphine yang berbicara.

“Nona Daphine. Ini aku, Rakash. Maaf sebelumnya,” kata si penelpon yang ternyata adalah Rakash Srepal, teknisi IT kantor AOK.

“Rakash ? bukankah aku sudah mengundangmu dan Deeven datang ke pesta malam ini dan membawa berkas tadi ?” selidik Daphine.

“Ah ya, itu benar. 30 menit lalu sebenarnya kami sudah tiba di depan kompleks,” jelas Rakash kepada Daphine.

Tambahnya. “Begitu tiba di depan, seorang petugas NW, Tn. Grant, bersama seorang lelaki yang katanya mengenal anda, Tn. Herber Bennet mencegat kami dan tidak memberikan izin bertamu kepada kami,”

“Tunggu-tunggu... memang apa urusan mereka melarang kalian ? lalu berkasnya ?”

“Emmh... maaf sebelumnya. Menurut keterangan yang saya dengar tadi, sehari sebelumnya tidak jauh dari kompleks perumahan anda telah ditemukan mayat perempuan yang terindetifikasi sebagai korban pemerkosaan pria tidak dikenal. Menurut rilis pemantauan kepolisian, terduga pelaku ini sempat masuk ke dalam kompleks perumahan menggunakan sebuah sedan mercedez,” terang Rakash.

“Apa Nona Daphine sempat mendengar tentang berita ini sebelumnya ?” sambung Rakash, menanyakan.

‘Degh !’

“Barsi, sudah jelas dialah pelakunya. Merepotkan saja! Dasar Sosiopat kambuhan !” - Daphine

“Tidak. Aku jarang menonton TV, lalu ?”

“Saat ini kepolisian distrik Salgazze bekerja sama dengan biro investigasi tengah menyelidiki kasus,” jelasnya.

“Karena itu juga, beberapa gang distrik Salgazze juga kompleks perumahan sekitar nona Daphine diberlakukan jam malam untuk kunjungan tamu asing. Tolong jangan marah. Berkas yang anda minta, terpaksa kami serahkan kepada Pak Grant untuk kemudian akan segera diantarkan kepada anda setelah ini,”

“Kenapa kalian tidak menelponku dulu ?” tanya Daph.

“Tidak sempat. Pak Herber bersikukuh mengatakan kami tetap tidak boleh memasuki kompleks, dan mengancam punya kewenangan untuk menginterogasi kami jika tidak menyerahkan berkas—yang menurutnya mencurigakan. Bahkan belum sempat kami jelaskan apa isinya.”

“Kalian menyerahkannya begitu saja ?”

“Maaf. Tapi, untung saja kami sempat menyembunyikan isinya. Ada bingkisan kado juga dari Deeven. Disanalah kami selipkan berkas yang anda minta,” imbuh Rakash.

“Hufffh~”

Daphine sedikit lega.

“Nun (tidak)... Aku lah yang seharusnya banyak berterima kasih kepada kalian berdua, maaf atas perlakuan rasis orang-orang itu !balas Daphine, walau satu tangannya terkepal jengkel.

“Jangan khawatirkan itu. Pikirkan saja soal berkasnya. Semoga aman, tidak sempat mereka bongkar.” balas Rakash.

Sementara sorak-sorai keseruan mulai terdengar di halaman belakang, mood Daphine malah dirusak dengan pengakuan Rakash barusan.

“Aku yakin Big. Herb sudah tahu soal ‘aktivitas’ mencurigakan Barsi di rumahku sehari sebelumnya. Dengan fakta bahwa dia sampai menyita dokumen pesananku, jelas, dia akan meminta keterangan kepadaku dalam waktu dekat,” - Daphine

“Nona Daph, jika berkas tadi tidak sampai, kuberitahukan sekarang saja isinya. Helmund Keitel terkonfirmasi bukanlah warga kota Dresden,” jelas Rakash.

“Lalu ?”

“Bersyukurlah, karena dia saat ini tinggal di wilayah pedesaan Ladenburg, 1 jam dari Frankfurt. Alamatnya lengkapnya belum kami temukan. Yang pasti kode pos rumahnya bernomor 35-5.”

Mengungkap domisili pria yang sempat muncul di rekaman CCTV ruangan Roger sebelumnya, Helmund Keitel yang Daph curigai adalah sosok yang dekat dengan ‘Petr Clauss’ yang asli.

“35-5 ? tunggu-tunggu—” Daphine coba mengingat sesuatu, seperti pernah mengenal kode penomoran ini. “Ah benar juga!”

Sambung Daphine. “Rakash, maaf merepotkanmu sekali lagi. Bisakah kau cari informasi atau apapun yang terkait dengan ‘Unit-355’ dari forum komunitas maya tempatmu bergabung ?”

“Maaf... Unit-355, apa itu ?” tanya Rakash penasaran juga.

“Kujelaskan nanti. Cari saja artikel atau informasi apapun terkait hal itu. Aku rasa tidak aman mengaksesnya lewat komputer kedubes. Nah, jika sudah—” jelasnya, belum selesai tiba-tiba Max memanggilnya.

“Bibi Daph ?” panggil Max tiba-tiba, memotong pembicaraan Daph dengan Rakash.

“Yes honey ?”

“Boleh ku pinjam selendang Tie-dye ini untuk sesi pukul pinata nanti ?” tanya Max.

Sembari memperlihatkan kain selendang yang tidak begitu asing bagi Daphine. Kain Tie-dye yang dimaksudkan Max sebetulnya adalah selendang Dupatta. Sama yang sempat ditemukan Demon sebelumnya.

“Dari mana kau dapatkan itu ?” tanya Daphine, heran.

“Aku temukan di bawah meja riasmu. Kau tidak keberatan kalau ku pinjam ?” jelas Max. Daph cuma mengangguk dengan isyarat jari simpul bulat👌🏼, OK.

“Terima kasih~” kata Max, sebelum sempat balik badan “—Bibi Daph ?” panggil Max lagi, merasa tidak dipedulikan. Sepertinya urusan pekerjaan Daphine kelewat seru sampai lupa waktu.

“Ya ?”

“Ini malam-malam terakhir sebelum kami kembali ke asrama, mungkin lusa kau juga akan kembali ke Frankfurt. Ada Alicia dan teman-temanku, kau masih saja menerima panggilan pekerjaan ?”

“Oh, tentu. Maaf Max, hanya seorang rekan yang mengucapkan salam perpisahan kepadaku. Jangan khawatir ini tidak akan lama, aku segera menyusul.” ungkap Daphine lirih, sedikit menyesal juga.

“Bukankah kau yang meminta Phill memimpin doa makan malam kali ini ? Mereka sudah di meja, jangan buat kami menunggu lama hanya karena urusan kerja. Jangan kacaukan lagi,” tutup Max, sebelum beranjak.

Daph hanya mengangguk, lalu kembali beralih kepada Rakash di ujung sambungan telepon.

“Baiklah kalau begitu. Oh iya, sampaikan salamku untuk Deeven dan temanmu di kantor pos. Maaf atas ketidaknyamanan dari Pak Grant dan Herber malam ini, akan kukirimkan kue dan makanan untuk kalian besok sebagai gantinya. Tschüss ! (Sampai jumpa !)” pesan sebelum Daphine menutup telepon.

‘Cklek ! Tuttt... Tutttt—’

“Demon ?” panggil Daph kepada Demon yang sempat melewatinya, membawa 2 dus Dunkin’ Donuts dari dapur.

“Ya ?” jawab Demon, berjalan mundur. Kaget juga begitu dipanggil.

“Kakimu sudah sembuh ?”

“Emmh... sudah lumayan, syukurlah~” jawab Demon, entah kenapa terasa canggung dihadapan Daph.

Good ! Oh ya, tolong tutup pintu kamarku saat melewatinya. Aku tidak mau ada penguntit (lagi) masuk ke kamarku malam ini.”

‘Degh !’

“O—Okay...” jawab Demon, sempat gemetaran.

“Danke~ (Terima kasih~)” balas Daph.

Demon langsung beranjak dari sana. Sialan, apa Daph menyadarinya? pikir Demon saat itu.

“Entahlah, kebetulan atau tidak. Saat ditunjukkan Max perihal selendang Dupatta barusan, juga dengan suasana pesta semacam ini, tiba-tiba aku mengalami semacam ‘dejavu’ dengan kejadian malam perayaan Holi satu tahun yang lalu. Entah apa kaitannya.” - Daphine

[ LIX ]



(Hotel ‘Savoy’, kota Berlin)
13 Maret 1998 | Pukul
(UTC+1) 00.30 dini hari

Flashback, selain kerap mengadakan event dansa dan acara-acara meriah seperti pesta di bawah, letak Hotel Savoy Berlin juga terbilang strategis karena berada di tengah kota Berlin, memberikan beragam kemudahan akses tujuan kemana saja, terutama untuk kalangan solo-traveler atau turis mancanegara.

Terlebih di masa-masa liburan musim semi, banyak sekali toko bahkan akomodasi penginapan memberikan banjir diskon.

Malam minggu seperti ini, dari semenjak pukul 9 malam saja list kamar sudah terisi ‘full-booked’.

Kebanyakan para penyewa adalah muda-mudi, para pelancong mancanegara, juga tentu saja tamu-tamu undangan pernikahan yang mungkin setelah ini akan melanjutkan pesta di tempat lainnya.

Benar kata orang-orang, jika kalian tidak bisa menemukan tempat tenang nan sunyi, itu artinya kalian ada di Berlin~

Termasuk ‘pesta-lanjutan’ di kamar nomor 32 Hotel Savoy ini. Sudah sekitar 15 menit, saat semua berlalu begitu cepat.

‘Ngikk ! Ngikk !
Ngikkk ! Ngikkk !’
(Derit ranjang, guncangan)

Suara derit ranjang kayu itu kala-kala terdengar oleh beberapa pengunjung hotel yang sempat melewati selasar depan kamar.

Jauh menelusup ke dalam. Diselingi suara tepukan pinggul-pantat, terdengar juga desah dan erangan Daphine, diantara dengusan nafas sengal si lelaki India.

“E—emh !”

Maju, mundur, sentak, tumbuk
Keluar, masuk, maju, mundur


“Hah. Hahh. Huh. Aagh ! Ough !”

“E—enghh !”

Erangan pelik Daphine yang sesekali mengusapkan bibir ke lengan tangannya.

“Cuih ! Ho—Hoekh !”

Ada sampai 3x Daph hampir muntah saat coba meludahkan isi mulutnya.

Sial, makin mual saja rasanya seolah bau amis bacin terperangkap di dalam. Yang Daphine takutkan dari hal semacam ini tentu hanyalah penyakit seksual yang menular.

Kali ini Daph dipaksa menungging dengan kedua tangannya masih terikat ke depan. Daph sempat kerepotan untuk tetap menjaga tubuhnya bertumpu pada tepian headboard ranjang hotel yang mungkin sebentar lagi bisa saja ambruk, saking kasarnya guncangan penetrasi kelamin si lelaki India menumbuk bokongnya dari belakang.

Bagian atas dress Daphine sudah koyak, sementara bagian bawahnya sudah polos.

Bokong dan pangkal selangkangannya terasa makin panas karena digilir satu pria ke pria india lainnya.

Batang kejantanan laki-laki ini digerakkan dengan tempo sekenanya, asal-asalan, goyangannya pun juga terhitung kaku daripada yang sudah-sudah. Melalui celah paha dalam Daph, kontol laki-laki india ini keluar-masuk, sudah hampir 5 menit dia menumbuk memek Daphine dalam posisi seperti ini.

Kadang juga oleh si india, sesekali Daph didorong pelan supaya menungging dengan pantat naik tinggi, tanpa banyak babibu, si india gondrong itu langsung menusuk kemaluannya keras-keras untuk masuk ke memek si redhead.

Tangan kencang laki-laki itu, erat memegang pinggang ramping Daphine, sementara kantung pelirnya berulang-ulang dihantamkan ke bokong Daph.

( 🇮🇳 )

“Makhluk macam apa kau ini ? You look’s great, honey~” ungkapan si india sekali lagi dengan bahasa yang tidak Daph pahami.

Mungkin itu adalah pujian ke 100 kalinya yang Daphine dengar malam ini.

“Aghh… Emghhh… Hngghh…”

Lenguhan itu makin terasa dengan nafas Daph yang sudah semakin berat.

Di belakang, si laki-laki india gondrong tadi seperti makin gemas saat menjamahi punggung Daph yang mulus berkilauan dengan buliran keringat dan bau harum parfum.

“Besar napsu daripada tenaga! Penetrasinya terbilang monoton walau membabi buta, saat kutengok ke belakang, keringat deras terlihat bercucuran membasahi dagu si india gondrong. Benar juga, dia malah kewalahan karena aksi amatirnya sendiri. Hihihi,” - Daphine

Tangan kasar hitam si india, mencengkeram kuat pinggul-pantat bulat Daph. Paha si india 2-3 kali menyodok berulang dengan sentakan mantap.

“Laki-laki yang sepertinya di-'tuakan' oleh Jagam, Khadib, dan Ankush rupanya sangat bersemangat mengerjaiku dengan posisi doggystyle seperti ini. Sesekali, tangannya menelikung ke depan, meraih dan meremas tetek yang tak bisa kuenyahkan, keduanya sudah menyembul keluar dari balik Dress milikku yang sudah mereka koyak,” - Daphine

( 🇮🇳 )

“Oughhh... enak kan, sayang ?” lenguh laki-laki ini dalam bahasa Hindi.

Diluar dugaan. Kali ini Daph hanya mengangguk pelan, dengan kerlingan mata tanpa daya, walau cukup menyesalinya. Dia tetaplah cewek konservatif. Bahkan dalam keadaan dilecehkan, tidak berdaya seperti ini, diputar-putar bagaimanapun, dia tidak akan menolak.

Asal lawan mainnya tidak egois, tidak kasar, dan bisa menunjukkan minat terbaik, pun gerakannya terbilang monoton, setidaknya nafsu Daphine sedikit terpuaskan.

Paagal ! (Gila !) laki-laki germo tadi serius ngasih ‘barang’ seperti ini buat kita ?” puji Ankush, mengomentari gaya main Daph yang ternyata memang ‘maniak’. Terbukti, kali ini sudah terlihat tidak malu-malu lagi begitu di geret rekan terakhir mereka.

“Acha-acha, pasti laki-laki tadi germo paling kaya di sini~” jawab Ankush, menggeleng ala Indian-bubble.

Laki-laki terakhir yang sempat merasakan servis blowjob dari Daphine.

Khadib dan Ankush terjangkau saat Daph menjuling kepada mereka. Sialan, khususnya si pria bernama Ankush itu.

Sebelumnya Daphine ‘dicekoki’ pejuh bau amis yang dikencingkan sampai mentok ke kerongkongan Daph.

“A-Akh ! Uhug ! Ohok !”

Daph terbatuk-batuk sekali lagi.

Wajahnya benar-benar sudah memerah jika mengingat yang sebelumnya. Menurutnya, itu lebih membuatnya sekarat daripada nikmat.

“Satu india yang namanya Ankush itu sempat membuat mood-ku down. Gaya mainnya tak terkendali, kampungan, menjijikan! Aku bahkan sempat berpikir dia yang akan membunuhku malam ini. Aku sempat gelagapan dan sulit mengambil napas karenanya, ditambah ketika tidak lama kemudian pria ini malah mengakhirinya di dalam mulutku. Gosh, dia benar-benar mengacaukan moodku yang sudah lumayan ‘ON’ karena gaya main Jagam sebelumnya.” - Daphine

“Hoekh ! Ohok ! Uhuk ! AKH !”

Sebelumnya Daphine tersedak lebih dulu, sempat menggeliat dan menjerit saat mulutnya dipakai secara brutal. Namun apes, ini malah membuat pipi dan dagu Daphine belepotan benang lengket milik Ankush.

‘Crttt... Crttt... Crttt...’

Ankush mendadak kejang dan terasa panas beberapa saat, bersamaan 2-3 semprotan kental pada Daphine yang dipaksakan untuk menelan habis semuanya.

Sementara Khadib yang ada di belakang, justru tak sempat Daph nikmati aksinya, karena ulah Ankush barusan.

Bibir dan pipi Daphine jadi belepotan lelehan pejuh kental bercampur muntahan liurnya sendiri merembes sampai dagunya.

Gumpalan pejuh kental bau amis itu, sempat beberapa kali Daph seka dengan punggung tangan. Rasanya bikin mual, pening, dan matanya saja sampai berkunang-kunang gara-gara aromanya yang lamis.

Tapi si India satu ini seakan tidak peduli, dia bergerak menggenjot Daph tanpa henti bagai gerak piston yang memacu mesin.

Daph masih bisa menahannya, walau megap-megap dan berat sekali untuk sekedar mengatur napas. Dentuman demi dentuman, sodokan kontol lelaki ini makin buas tapi soal performa, skip deh~”, pikir Daph sambil mengatur napasnya.

Ammar (35), nama lelaki yang saat ini giliran mengerjaiku. Sosok berambut gondrong dengan perut buncit seperti para pecandu Junk-Food. Sorot matanya paling kejam diantara mereka berempat. Setelah kena ‘deepthroat’ mengerikan dari Ankush tadi, belum sempat juga kuseka pejuh menjijikan di bibirku dengan tissue, si Ammar ini malah langsung menubrukku. Tidak kalah kampungan ternyata,” - Daphine

....

Tiba-tiba gerakan Ammar melambat, sentakan pinggulnya berhenti di ujung. Tanggung !

“Emh ?”

Daph melinguk, sudah kadung becek di bagian bawah. Kentang, dasar tai !

Kamasutra’, do you know about It? I will do it for you, honey~” bisik Ammar kepada Daphine dalam bahasa Inggris.

Daph cuma menggeleng, dia tidak paham bahasa Hindi.

“Entah apa maksudnya. Tidak terlalu jelas juga apa yang dia bisikkan tadi, tapi intinya yang kudengar hanyalah ‘Kamasutra’. Sebuah seni bercinta ranjang dalam kitab literatur Sansekerta di jaman Hindia kuno,” - Daphine

( 🇩🇪 )

“Mein atem'st kurz, bitte lass mich gehen (nafasku sudah sesak, tolong berikan aku jeda),” imbuh Daph, coba mengiba.

Suaranya masih lirih dan agak berat. Tapi puji tuhan, gerak mulut Daph mulai pulih, pasca gangguan disfungsi akibat pukulan keras kedua orang suruhan Barsi sebelumnya.

“HAHAHAHA—”

Khadib-Ankush malah remeh menertawakan Daph.

‘Cuih !’

Daphine yang sudah muak, meludah ke arah mereka berdua. Daphine tidak terima terus dilecehkan seperti ini. Menatap tajam ke arah mereka, bak harimau yang menandai mangsanya.


“A—argh !” pekik Daphine, tiba-tiba rambutnya dijambak oleh Ammar.

Dia seperti tidak terima kedua temannya diludahi Daph. Kasar!

Ammar juga mencekik tengkuk Daphine, seraya menyiapkan kain Dupatta lainnya yang sudah diikat simpul.

‘Brett ! Srtttt! Srtttt—’

Selendang Dupatta tadi mulanya dikalungkan di atas kepala Daph, kemudian turun, hingga menutup mata Daphine. Diikat kuat dari belakang supaya tidak terlepas.

“Fuckoff ! Hemph—” umpatan Daphine langsung dibungkam dengan juntaian selendang yang tersisa.

Ammar gunakan sekalian untuk membekap mulut Daphine, menyumpalnya sedemikian rupa sampai tak mampu dia muntahkan.

“A-akh !”

Mulut Daphine kembali dibekap. Mungkin maksudnya supaya tidak berteriak makin keras.

“Sampai pada momen ini pikiranku masih mengambang, apa yang sebetulnya terjadi dan apa yang akan terjadi? Bagaimana jadinya jika terus bersikap pasif?” - Daphine

Lambat laun Daphine bisa merasakannya. Dalam keadaan mata tertutup kain Dupatta, Daph yang tadinya menungging dengan berpegangan pada headboard ranjang, kini digotong bangkit dengan bantuan dua orang lainnya, hingga kedua tangannya yang juga sedang diikat lilitan Dupatta, dilingkarkan ke pundak Ammar yang duduk berselonjor untuk memangku Daph berhadap-hadapan.

‘Ngikk ! Ngikk !
Ngikkk ! Ngikkk !’
(Derit ranjang, saat Daph duduk dipangku Ammar)

“Its your turn, honey~” bisik Ammar, suaranya agak serak. Nafasnya juga menyebalkan, paling bau rokok diantara ketiga laki-laki sebelumnya.

Khadib dan Ankush membantu memposisikan Daphine diatas Ammar, memaksa bawahan Daphine yang sudah becek kembali bertumpu diantara paha Ammar.

Perut buncit Ammar jadi penopang lainnya. Daph bisa merasakan sekujur tubuh lelaki ini benar-benar basah oleh keringat.

“Mmphh ! Enghh—”

Daphine menggeleng ketika Ammar mulai menciumi sekujur leher sampai hinggap ke sepasang dadanya. Entah dari mana nikmatnya ketika satu persatu dari mereka seperti bergantian mengecup rasa keringat dan mengendus aroma tubuh Daphine.

Hehehe... Mmph ! Mmph—”

Cipokan dan cumbuan gemas Ammar seakan menyiksa Daphine yang malah semakin memeluknya erat karena sensasi liar itu.

Tetek jumbo Daphine makin menekan dan mendorong Ammar yang sudah rebah memangku. Keduanya berdebar naik-turun. Bulir keringat dan bekas sempat menetes, melewatinya celah diantara gunung daging besar, terlihat sepintas oleh mata Ammar.

Diantara ruam merah bekas tangan-tangan jahil ketiga India sebelumnya.

“Yah paagal hai ! (Edan !) padat sekali teteknya !” teriak Ammar, yang bersamaan merepotkan Daph dengan penetrasi cumbuan-cumbuan menjijikan tadi.

Ammar mencengkram barangnya sendiri, sudah ereksi berat, berdiri keras berhadapan dengan mulut labia Daph..

“E—mmghhh !”

Daphine kembali menahan jerit saat bagian kepala gundul Ammar sudah bergesekan ke celah paha Daph dan malah diselipkan si empunya.

“Ouwwww... Yesshhh... Oh Yeahh~” erang Ammar.

Suara tepukan pinggul pada permulaan yang masih becek di bawah pangkuan Ammar.

‘Ngikk ! Ngikk !
Ngikkk ! Ngikkk !’
(Derit guncangan diatas ranjang)

Daphine membasahi bibirnya. Saat Ammar susah-payah coba menggerakkan pinggulnya. Mulai masuk sebagian. Walaupun beberapa kali meleset. Ammar tetap telaten mengarahkan sendiri sampai pada akhirnya dia menemukan celahnya.

“Emphhh~” lenguh Daphine.

Bibirnya mendesah dalam lilitan selendang Dupatta. Terasa makin panas saat tiap cm batang kejantanan Ammar menyeruak masuk.

“Egh! Ugh! Ugh! Yess Baby! Oh! Oh!” pekik Ammar setelah 2-3 kali kontolnya tandas keluar-masuk. Mulai dari sini, Ammar langsung pacu pinggul dan pantat Daphine baik turun.

Mulai terdengar lagi tepukan antara pantat Daphine dan paha Ammar.

Saat beberapa kali selip, karena goyangan Ammar yang aneh nan kaku, Daphine yang jujur merasa ‘geregetan’ langsung berinisiatif mengerjainya balik.

“Kuterka ukuran penis si Ammar. Sepertinya tidak sebesar Jagam, tidak sepanjang punya Ankush, pun lebih keras dan berurat untuk yang satu ini,” - Daphine


Daphine menggoyangkan pinggulnya, seolah menari-nari diatas pangkuan Ammar. Benar-benar luar biasa ! Kontol Ammar berulang kali bergetar dalam tepukan penetrasi bokong Daphine.

“Ergh ! A-argh ! Ough !’

Ammar malah kewalahan dan tidak berdaya begitu kontolnya menumbuk keluar-masuk. Sensasinya, bagaikan diajak menari erat dalam memek Daph.

‘Plak ! Plak !’

Sapuan tangan Ammar sesekali menampar bokong Daphine.

Ammar malah balik kelimpungan dikerjai Daphine. Dia meronta dalam nikmat, terus menggerakkan pinggulnya naik-turun, menaikkan tempo kocokan kelamin mereka, juga tentu saja bagi Daph ini kembali membangkitkan gairah yang sempat turun karena ulah Ankush tadi.

Dengan tamparan tangannya, yang meninggalkan ruam merah, rasa panas di sekujur pantat Daph, Ammar sepertinya tidak perlu lagi bekerja keras untuk Daphine kali ini...

Tangannya beralih turun merabai pinggang Daph, Ammar cukup goyangkan saja perlahan, sesekali sentak naik-turun, lalu Daph yang dengan posisi mata tertutup akan melanjutkan sisanya. Tetap dalam posisi seolah-olah memeluk Ammar yang berhadapan, Daph refleks menggoyang pinggulnya.

Gila, terasa bagai dipijit pada setiap inchi kontol Ammar, belum lagi sensasi menggetarkan di dalam sana dengan irama seru.

“W—wow ! ARGHH ! Ini gila, gila ! Aku benar-benar untung tujuh turunan ! ARGHH !” racau Ammar, tambah histeris.

Malah balik kelabakan karena aksi Daphine melakukan goyangan bar-bar semacam ini.

Tidak seperti ketika digarap ketiga rekannya tadi, kali ini bukan Daphine, malah Ammar yang melenguh keenakan dengan teriakan histeris.

Pun demikian, gerakan Daphine sudah melambat, nafasnya terasa makin engap. Jagam lebih mengkhawatirkannya.

( 🇮🇳 )

“Buka ikatan itu, kau mau membunuhnya ?!” bentak Jagam, entah apa maksudnya.

“Emmh ! Emmh ! Engghhhh~"

Erangan tertahan Daphine, walau masih menggoyang Ammar dalam keadaan tersiksa seperti itu.

Disisi lain, sebetulnya malah Ammar yang terlihat makin kerepotan. Gerakannya jadi patah-patah karena tidak lagi kuat menopang badan Daph di pangkuannya.

Plak ! Plak !’

Ammar juga tambah gemas, sesekali menampar keras bokong Daph.

“Woy !!” bentak Jagam.

Tiba-tiba aksinya dihentikan Jagam yang langsung menjambak rambut gondrong Ammar.

“Dasar keparat ! Hey Bro, jangan cari mati !” serobot Jagam, berusaha menjauhkan Daphine dari dekapan Ammar yang tentu saja marah kenikmatannya berbuah tanggung.

“Apaan sih ?!” teriak Ammar tidak terima.

“Woy ! Woy !” Ankush dan Khadib langsung melerai keduanya.

“Dasar gobl*k ! gimana kalau dia kehabisan nafas ?! mau lelaki itu membunuh kita ?” bentak Jagam.

“Kau lihat sendiri, apa dia mati ? Apa nafasnya berhenti ? Maaf, apa aku tadi merebut kesenanganmu ?!” balas Ammar.

Mereka terlibat adu mulut. Dengan bahasa Hindi tentu saja. Sesekali kedua temannya, Ankush dan Khadib berusaha memisahkan masing-masing.

“Bro, dia sudah pasrah ! Look ! Apa dia kelihatan ngelawan dan coba meronta ? kenapa kasar sekali caramu itu ?!” balas Jagam.

Daphine yang berada ditengah-tengah perseteruan, hanya tertawa geli mendengar dua India itu terlibat cekcok.

Senyum Daphine sesekali tersungging tanpa sepengetahuan mereka berempat. Walau kecewa karena diganggu Jagam di momen puncak tadi, ini cukup memberikan Daphine waktu untuk sekedar jeda, mengambil bernafas.

“Just take It off, honey~ (Lepaskan bajumu)” terdengar bisikan seseorang, langsung melucuti pakaian Daphine.

“Eh ?”

‘Srkkk—Brttt!’

Tangan Ammar yang terlihat pertama kali menyingkap dan coba melolosi atasan dress Daphine.

Bersamaan dengan mata Daphine langsung silau begitu ikatan matanya dibuka, juga sumpalan kain Dupatta di mulutnya. Lilitan kain pada pergelangan Daph juga agak direnggangkan untuk memberinya sedikit keleluasaan gerak.

“Huh, mereka tidak tahu saja, padahal aku begitu menikmati gaya main sex bondage ala ‘psycho-koboy’ seperti tadi. Apa menurut kalian aku terlihat tersiksa ?” - Daphine

Mata Daphine masih mengerjap saat tidak lama berselang Ammar kembali setelah berhasil membredel bagian dada dress miliknya.

‘Srrrrrrr’

Sekujur tubuh Daph kali ini sudah telanjang polos, menggigil saat diterpa angin AC.
Tidak mau membuang waktu, Ammar langsung mengajak Daphine berganti gaya. Dia langsung menindih Daph sampai terjengkang ke belakang sebelum sempat mengambil jeda. Tentu saja tidak akan ada ampun lagi kali ini...

‘Slppp—’

Ammar melumasi miliknya dengan liur dahulu, kemudian coba menekankan itu masuk lagi ke celah lubang Daphine.

Kaki jenjang Daphine ditekan mengangkang lebar ke atas, sampai disini Ammar sudah bersimpuh padanya, menindih Daph, bersiap mengerjai Daph dari posisi missionary seperti ini...


Daphine telentang dengan posisi kedua kaki mengankang, terjuntai ke atas. Oleh Ammar segera dia tindih Daph dan membuat kakinya tertekan sampai ke bawah bagai sudut lancip.

India itu sempat coba dengan menyeka keringat di dahi Daph dengan satu tangannya, walau akhirnya tangan Ammar langsung ditepis Daph dengan ketus.

“Dasar muka tebal ! Yang barusan aja kentang! Nggak usah sok-soka an gentle gitu deh !” - Daphine

Ammar cuma tersenyum kecut dengan reaksi Daphine, karena akan mengerikan jika ternyata dia yang malah ‘dikerjai’ kelabakan seperti Ankush barusan.

Sempat sebelumnya dia remas tetek Daph seraya menundukkan kepala.

“E—emph !” rintih Daphine, meringis geli, saat India itu mulai menggigiti bagian niple.

Daphine tambah menggeliat saat kepala si India itu makin menekan mencupang bagian tetek, seolah lidahnya menari-nari. Rasanya ngilu, geli, panas, tapi juga enak.

“A—anghh ! No ! Stop It, Please !” rintih Daphine, tidak sadar malah meremas-remas rambut ikal Ammar.

“E—engh ?!”

Daphine bersamaan setelah Ammar mengaitkan tangannya ke sekitaran pinggang Daph sebagai tumpuan.

Daphine merasakan barang lunak nan tumpul itu didorong-dorong, kembali memasuki pangkal pahanya. Dia mendesah menahan sakit saat kontol itu menyeruak masuk ke dalam.

Tidak terlalu sulit melakukan penetrasi dengan posisi seperti ini. Ini membuat tiap dorongan pinggul Ammar lebih tepat dan menjojoh sampai mentok.

“Uhhh… Oughhh... Yes ! Yes Baby !” dengus Ammar, sampai merem-melek, meresapi saat pinggulnya perlahan keluar masuk, mendorong kelaminnya mencoblos memek Daphine.

Genjotan Ammar kadang keras tapi kadang juga lembut sehingga membuat cukup membuat Daphine menggelinjang.

Daph kadang mendesah panjang, terasa becek sekali di bawah, lumer juga cairan precum. Badannya yang ditindih si Ammar sesekali mengejang dan memeluk erat-erat Ammar.

Ammar sendiri masih belum terasa sampai sini, dia terus menggenjot Daph makin ganas dibawah sana. Mungkin, sensasi nikmat yang didapat dari kontraksi dinding rahim Daph yang terasa tambah licin kala menghimpit setiap inchi kontolnya.

“Hegh ! Hekh ! Hegh !”

“Emmh ! Emmh ! Emmh !”

Gojlokan kontol India itu makin kuat dan kasar, cairan lendir meleleh-leleh dari batang itu, membuatnya terlihat mengkilap ketika ditarik masuk-lepas dari celah paha dalam Daphine.

“Oughhh...” gerakannya makin lama ternyata makin kaku bagi Daphine. Pun ujung kepala lunak Ammar terasa makin keras.

“A—AKHH !” pekikan Daphine.

“Hsssshhh,” desah Ammar, terpejam, mulutnya komat-kamit.

“Ouh, Aaarghh~”

Daphine bergiliran mulai sesekali mengerang keenakan.

Itu jelas membuat Ammar gemas. Satu tangannya mencengkeram pinggang Daphine sebagai pegangan. Sementara tangan yang lainnya hinggap saling bercengkraman pada tangan Daph. Keduanya saling berpegangan satu tangan.

Daphine ditindih di bawah, dengan perlahan satu inchi kontol Ammar mulai masuk menembus celah pangkal paha Daphine.

“Ouuffff~” lenguh Daphine, matanya merem-melek.

“Hegh ! Hekh ! Hegh !”

Perlahan dan perlahan, sebagian lagi disentakkan Ammar sampai mentok kemudian. Tiap inchi bagiannya masuk, keluar-masuk, menumbuk keras memek Daph.

Sesekali dengan goyangan pinggulnya, menggenjot perlahan demi perlahan dahulu. Meresapi sensasi ini...

“Emmghh... A—akh! Akhh~”
Genjotan dan suara tepukan pinggul Ammar mulai keras menjojoh memek Daphine. Sampai selip sesekali, bertepuk keras suaranya.

Wajah Daphine sesekali menggeleng kanan-kiri. Kadang sampai mendongak ke atas. Tetek Daphine sesekali Ammar remasi kasar, bokongnya makin tandas ditumbuk, tusukan penetrasi Ammar yang makin mantap nan liar.
“Emmh ! Emmh ! Emmh !”

Daphine melingukan wajah kepada Jagam, Ankush, dan Khadib, kadang menggigit bibir, seolah meringis ngilu.

Sebagian wajahnya tertutup rambut ginger yang sudah awut-awutan. Bagai penyihir Rumania !

Kepala Daphine makin terguncang kesana-kemari, saat melirik ke bawah sana, tumbukan dan sentakan pinggul Ammar semakin nyata merepotkannya.

“Hmmgh ! Hnggh ! Argh ! Argh ! Argh !” dengusan nafas Ammar tiap kali menyentakkan kelaminnya masuk.

Keringat Ammar sudah deras, bagai hujan mengaliri sepasang dada mengkal dan perut Daphine di bawahnya.

Tangan Daphine sesekali mengerjap, menggenggam erat tangan Ammar saat tusukan demi tusukan kian mentok sampai dalamannya.

“Ouffffh.... Egh ! Egh ! Hekh !”

Tidak seperti Jagam yang kalah dengan siasat erangan sensual Daphine. Atau Ankush yang terlena dengan teknik blowjob maut ala Redhead Jerman.

Khusus Ammar kali ini, hanya dengan satu momen remeh, yakni genggaman tangan Daphine... sepertinya terlalu ampuh buat Ammar yang kemudian semakin kuat penetrasi sentakan pinggulnya pun nafasnya yang kian melemah.

“Ouh ! Ouh ! I’m... comin honey~” desaknya mulai kewalahan.

“Yeah~ Emmh! Emmhh !”

Respon Daphine juga cuma mengangguk manja.

Diantara tumbukan kelamin dan remasan tangan mereka, kadang wajah Daphine juga dibolak-balik Ammar ke kanan-kiri. Rambut ginger Daphine yang sudah lepek berantakan, diterbangkan ke kanan dan ke kiri.

“HRRGGHH !”

Ammar tidak peduli, matanya terpejam seiring dengan gerakannya yang makin cepat dan kasar menampari pantat Daphine.

Dia sudah tidak tahan lagi, seluruh ‘sari kejantanan’ sudah terkumpul penuh di ujung gundul!

“Bangsat ! Aku keluar !!” teriaknya, mulutnya mengerucut dengan wajahnya yang mengejang, dahinya berkerut. Gelombang deras kenikmatan sudah memanas dipompa dari kantung pelirnya.

“Hmmggh ! Hmmhh ! Argh !”

Ammar malah memompa dengan lumayan kencang, sambil memeluk erat pundak Daph, kontol si india masuk lebih dalam dan dalam lagi. Guratan di sekujur batang kontol Ammar seolah terasa lebih keras, menggerunjal di dalam memek Daphine. Menggerus tiap inchi dalaman memek Daph.

“I’m coming ! I'm coming ! Aakh! Your inside babe, inside~” racau Ammar pada sentakan mantap terakhirnya.

“Huh... wait, what ?! No-No ! You can’t—”

Daphine melinguk sadar, coba memperingatkannya, namun belum sampai selesai tiba-tiba…

“A—AARGHHHHH!”

Teriak Ammar yang hanya bertahan 5 menit dihadapan Daph.

Kedutan kontol Ammar mulai nyata, 2-3 semprotan pejuh paling kental malam ini.

‘Crttt... Crtt.. Crttt...’

Tak bisa lagi ditahan, semen pejuh Ammar meledak, muncrat dan mengisi penuh Daphine yang langsung terpekik begitu sadar kalau orang ini benar-benar memuncratkannya di dalam. Diiringi desah nikmat dan 2-3 gerakan penetrasi pelan, Ammar menumpahkan pejuh di dalam.

Satu hentakan diiringi muncratnya benih terakhir didorongnya sampai mentok ke dalam memek Daphine.

“Huh, Was ?! (Apa-apaan ?!)” bentak Daph. Matanya sampai melotot, terbelalak. Heran atau geram?

“Ekspresiku barusan kepada Ammar, dengan lirikan sebal itu maksudnya bukanlah bukti ketidaksiapan menerima ledakan pejuh 'creampie'. Ini sih 'kentang' namanya ! belum juga aku ‘kerasa’ ! Huh, agak menyesal juga. Sudah niat meladeni pria sok jago ini, ngebangun chemistry, eh ternyata dia nya juga yang lemah syahwat. Baru juga 5 menit!” - Daphine

Semua Ammar pendam dikeluarkan sampai tetes terakhir...


Keadaan labia pangkal paha Daphine sampai berdenyut, kembang-kempis. Sebagian bahkan sampai merembes keluar dari celah pangkal Daph, membasahi sprei ranjang yang makin kusam, dan basah di beberapa titik, tercetak oleh keringat dan bercak pejuh kental.

Malam itu belum sepenuhnya selesai...


Setelah Ammar, kini malah giliran duo Khadib dan Ankush yang punya ide untuk memindahkan Daph.

Sampai repot-repot mau memindahkan, menelentangkan Daphine ke sofa, jujur saja, kedua orang itu malah lebih mirip panitia perlengkapan yang menyedihkan.

( 🇩🇪 )

“Ficker ! Leg dich nicht mit mir an! (Keparat ! jangan main-main denganku !)” bentak Daph, mengamuk saat ditarik paksa. Ketika dibopong oleh kedua orang india.

Daph sempat bangkit untuk sekedar meraih apapun yang ada di meja buffet.

Kakinya sempat mengejutkan Ankush dan Khadib, “HAAAKH !” serunya, coba melawan, sesekali meraih kabel lampu meja buffet.

“Eh ?!”

Beruntung Ammar yang belum sempat melepas cengkraman tangannya, cekatan mengeyahkan kabel lampu meja yang sempat Daph sambar untuk menyerang.

‘BRAKK ! GBRAKK !
PRANGG ! PYARR !’

(Lampu tidur jatuh pecah ke lantai)

Lampu itu jatuh, pecah. Turut menyapu seluruh barang termasuk handbag Daphine yang ada sebelumnya di atas meja buffet, semua isinya jatuh berhamburan di lantai.

“Hegh !”

Daph langsung beranjak dan coba melewati Jagam di depannya, tapi dia lengah...

( 🇮🇳 )

“Dhikkaar hai veshya ! (Jalang tai !)” bentak Ammar, hingga...

Pukulan keras dan tamparan kasar dari Ammar langsung mengenai telak wajah Daphine.

“UGH !”

Daph mengaduh kesakitan. Oleng, dan apesnya malah tersandung kaki kursi sofa.

“Kenapa kalian ini ? tahan dia disini atau kita semua kena masalah !” seru Ammar.

Ankush dan Khadib langsung mencekik leher belakang Daph, memaksanya bangkit dan menjatuhkanya di atas sofa.

Daph merasakan panas campur ngilu karena tamparan kasar Ammar barusan. Telinganya sampai ‘berdengung’ beberapa saat.

“Erghhh ! Let me go !”

“No—No way ! You’re mine ! Hahaha !” celetuk Khadib berhasil mengunci tangan Daph kali ini ke belakang.

‘BRAKK !
GBRAKK !’

(Daphine dijatuhkan di atas sofa)

Ankush dan Khadib serempak langsung berdiri menelikung Daph. Entah benar atau tidak, ukuran burung para India ini terlihat tidak lazim baginya.

Apa ini cuma halusinasi Daph saja karena barusan di pesta sempat minum-minum? atau karena ramuan vodoo?

Yang pasti itu tidak masuk akal dan sempat membuatnya tertegun.

Kedua Khadib dan Ankush masing-masing sudah ereksi berat kepada Daph.

Daph sendiri awalnya bingung harus senang atau ngeri, mana yang musti dikocok, dielus atau kalau tidak mempan terpaksa dia blowjob.

Nalurinya sebagai Alpha Female, menegaskan walaupun situasinya terancam tapi Daph tidak sedikitpun gentar.

Dia adalah ancaman itu sendiri. Begitu juga sebaliknya, merekalah yang sebetulnya terancam. Seolah Daph disini malah bebas untuk mengekspresikan hasrat terliar dalam dirinya.

“You !” panggil Daph bagai ratu yang bertitah ketika melirik Ankush.

“Me ?”

Seperti dicucuk hidungnya, laki-lali itu langsung maju.

“Huh ?”

Satu orang lainnya langsung menengok iri kepada Ankush, sialan lagi-lagi dapet.

Ankush beranjak ke sofa di sisi kiri Daph duduk. Cewek Redhead itu sempat meliriknya untuk lebih mendekat.

“Aku pun agak gemetar saat telapak tanganku hinggap, dan mulai meraba tiap jengkal kontol Ankush ini yang paling gila kalo soal ukuran panjangnya !” - Daphine

Mula-mula Daphine jilati dulu kontol itu pada ujung gundul sehingga pemiliknya, Ankush terlihat blingsatan. Tangan satunya kemudian memanggil Khadib, edan langsung meraih kontol Khadib dan mengocoknya perlahan. Sesekali juga menjilatnya sambil dan mencucup ujung palkon.

Daphine genggam kedua kelamin itu, bergantian, meraih untuk kemudian mulai bergerak tarik-ulur, mengocok dua yang paling menjijikan ini. Sudah begitu basah juga lengket disana.

‘Clk... Clk... Clk...’

( 🇮🇳 )

“Sialan... Ohhh... O-ough ! Yes ! A-argh !” desah histeris Khadib.

Dikerjai balik, dengan kocokan lembut nan halus oleh kulit pergelangan Daph.

“Suck It, Come on !” tambahnya, meminta Daph melakukannya juga.

“E-emppph !”

Daph melumatnya pada mula-mula...

Tapi Khadib seperti sudah gemetaran saking ngilunya, tangannya refleks membantu kocokan tangan Daph, sementara tangan kanan Khadib menjambak rambut ginger Daphine. Mengendalikan untuk terus menyepong kelaminnya.

‘Clk… Clkk… Clk…. Clk…’

Kocok, urut, pijit, urut, kocok

‘Slrppp… slppp… Emmhp ! slrppp…’

Daphine terlempar kesana kemari. Langsung mual, pusing, engap nafas. Dan ada momen saat tidak sengaja lidahnya menyapu lubang kencing Khadib...

“Oughh…gila jilatannya kaya udah biasa !” seru Khadib yang akhirnya dapat juga giliran dijilati kepala kontolnya.

“Kocokannya juga sip, jari-jarinya halus gini, Ooh ! Ternyata memang cewek hyper !” timpal yang satunya, Ankush.

‘Clkk... Clk... Clkk... Clk...’

Kocok, kocok, pijit, urut, gelitik

Kombinasi Blowjob dan Handjob seperti ini adalah yang paling terbaik dari Daphine, pikir Khadib.

‘Slrppp… slppp… Emmhp ! slrppp… Ouwaowhh !”

Karena saat intensitasnya makin kencang, menarik ulur sampai ujung kepala kontolnya karena pelumasan ‘liur’ Daphine.

‘Slrppp… slppp… Hssspp ! slrppp…’

Untuk Ankush, Daphine mulai menjilat dari atas ke bawah, tiba-tiba... mencucup biji pelirnya. Kemudian balik lagi, menyedot-menyesap habis isi ujung kepalanya.

“Oouuffkhh !”

Tidak sampai 2 menitan bagi Daph melayani kontol Ankush dan Khadib yang ditodongkan bergantian dengan mulut dan tangannya, karena beberapa saat kemudian Ankush langsung duduk merebah bersama Daph di sofa.

Ankush sepertinya yang paling heboh dengan wujud tetek Daphine saat itu. Setelah berpindah, tanpa tendeng aling, Ankush langsung menyambar, meremasi tetek Daphine sementara Khadib yang masih berdiri dengan posisi dikocok kontolnya sesekali meraih kepala Daph, mengelusi pipi dan menyeka bibirnya.

Ankush menyerang tetek Daph bagian kiri sementara tidak lama kemudian yang sisi kanan dimainkan si Khadib.

Kedua India itu sesekali coba mencucup kedua puting areola Daph dengan rakus sementara kedua pasang tangan India itu terus mengelusi Daph, meremas-remas kedua teteknya yang mengkal.

“A—AKH !”

Daphine menjerit dalam ketidaksiapan saat kedua mulut Ankush dan Khadib menyerang kedua tetek jumbonya.

“HEGH !”

Bersamaan dengan serangan Ankush, seseorang tiba-tiba menindih Daph untuk membuatnya rebah diatas sofa.

( 🇮🇳 )

“Hmm... ini benar-benar susu kualitas terbaik. Hmmph—” celoteh Khadib.

“Hehehe... bener, punya pacarku saja belum sebesar ini. Hmmph~” timpal Ankush di tengah liar gerayangan tangan juga usahanya mencucup tetek Daphine, sampai pemiliknya berteriak-teriak histeris.

“It’s hurt ! Please, No !”

Geliat Daphine sudah merasa hilang nikmatnya, coba menjauhkan kepala mereka satu persatu.

“A—Argh! Engghh !”

Daphine meronta makin keras saat Khadib malah berpindah menjilat ketiaknya yang sempat terangkat.

Saat kedua tangan Daphine terbuka ke atas, tiba-tiba kepala Khadib sudah hinggap dan menciumi bagian ketiak Daphine.

“Hahaha,keringat pelacur jerman rasanya asin tapi gurih, baunya wangi juga~” kekeh Khadib dengan bahasa Hindi yang tidak Daphine pahami, tapi bisa merasakan kalau liur india ini sedikit membasahi ketiak Daph.

Daph menolak, menggelengkan kepala. Matanya membeliak, menyapu ke arah Ammar yang ada di tepi ranjang.
“Hmmpph !” Khadib semakin beringas mencumbu ketiak Daphine. Gila, ini tak pernah terpikir sebelumnya.

“Aneh, tapi juga seru. Aku baru pertama kali menerima serangan yang semacam ini. Ketiakku tidak luput dari santapan kecoa-kecoa ini,” - Daphine

Kedua pria itu makin ganas mengerjai Daphine. Memainkan semua yang masing-masing bisa mereka jamah dari Daphine. Ankush kali ini kebagian jatah. Setelah menindih Daph, dia bersimpuh di bawah Daph, mengunci silang kaki si redhead, bersiap menyarangkan miliknya untuk Daph.

Khadib teringat dengan adegan porno yang pernah dia tonton, saat penis pemeran pria dijepitkan di antara belahan tetek si aktris, kemudian menggosok-gosoknya sembari memelintir bagian puting areola. Namun, saat Daph remeh mengangkat tangannya, Khadib langsung berpikir untuk menunaikan obsesi ‘aneh’nya...

Sementara Jagam ? salah kira perihal kata-kata Jagam tadi, yang menurutnya Daph sudah kelewat pasrah sampai disini, sudah dijamin, perempuan ini tidak akan mampu melawan, tapi kenyataanya tidak demikian.

Entahlah, cuma Jagam yang tidak ikut-ikutan menganiaya Daph sebelumnya. Ammar juga beberapa kali sempat memarahinya dengan nada suara keras. Mungkin sekedar penegasan, hanya Ammar yang harus didengar saat ini.

Pun saat itu Daphine hanya coba menarik nafas segar saat kedua tangannya yang masih terikat longgar, direntangkan ke atas oleh Khadib.

‘Srrkkk !’

“Come, come to me !”
seru Ankush, sepertinya yang pertama mendapat giliran.

Daph diajak bergeser. India itu membuat Daph menelentang dengan bersandar pada bantal ke tepian sofa. Dia mengangkat kaki kanan Daph selebar bahunya, menggesekan kontolnya ke mulut selangkangan Daphine. Kaki Daph direntangkan menyamping kanan, sehingga celah paha dalamnya merekah sempurna.

“M—mmmh, oh yesss~” pekik Ankush yang menindihnya di atas, bertopang pinggul Daphine.

Ankush hanya perlu menggesernya sedikit, lalu menekan masuk kontolnya ke celah pangkal paha Daphine.

Daph hanya sempat memejamkan mata dan mendesah pelan saat kelamin Ankush kali ini bersarang di dalam lubangnya.

Ankush menggenjot dengan ritme lumayan cepat di selangkangan Daph, terdengar juga rintihan yang keluar dari mulut Daphine. Tak sepenuhnya sakit, ada sisi lainnya juga yang Daph rasakan.


‘Juih ! Cuih !’

Khadib meludah ujung kelaminnya beberapa kali hingga terasa lengket dan keling-keling basah.

“Ehmmm... Ouuhhhh~ Eehgg !” suara Ankush yang menindih Daph sambil menggerakkan pinggulnya yang semakin lama semakin cepat.

Rambut Daph makin berantakan, acak-acakan. Lepek karena keringat dan peluh.

Di saat yang sama, Daphine sempat mengerling kepada Jagam yang masih duduk sebal di tepian ranjang.

Walaupun Daph masih diguncang Ankush si bawah, penetrasi genjotannya sebetulnya tidak terlalu spesial. Kaku dan cuma besar tenaga saja.

Dengan tangan yang terangkat ke atas, Daph cuman sanggup sesekali menggenggam dan mengocoknya perlahan pun mampu membuat pemiliknya mendesah nikmat.

“Arghhh... Hmphh... Yesss~” desah Khadib menerima kocokan pelan Daph. “Come, Let me do It for you. Honey~”

Kali ini dia membuat Daphine lebih sibuk dengan permintaan aneh lainnya. Daphine sempat menggeleng, bingung. Aneh juga fetish india satu ini.

Khadib mengangkat lebar tangan Daphine, mencolek ketiaknya, Khadib menaruh kontol, menyelipkan di tengah-tengah ketiak kanan Daphine yang mulus putih wangy~, lalu menjepitnya dan memaju mundurkan kontol di dalam jepitan ketiak Daphine. Ammar melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Khadib dengan menjepitkan kontol ke ketiak sebelah kiri Daphine.

Daphine tak berdaya, dikeroyok, dimainkan dari tiga arah berlawanan oleh Ankush, Khadib, dan Ammar.

“Do it, with your boobs !” seru Khadib. Meminta Daph menjepitkannya juga ke teteknya.

‘Srrtt ! Krrrtttt—’

Salah satu dari mereka langsung membredel jeratan Dupatta yang sempat mengikat pergelangan Daph.

Daph awalnya bingung dan tidak paham apa maksudnya.

Tapi setelah menengok kepada Ammar yang mengarahkan tangan Daph untuk menekan-masuk tetek ke armpit, Daph seolah sudah tau musti bagaimana, ia jepit dadanya dengan tangan itu kontol didalam ketiak kirinya.

“Arghhhh... Acha-acha~” lenguhan Khadib makin seru.

Itu sempat membuat keheranan Daph. Lemah sekali pikirnya, cuma ketiak saja sudah meledak-ledak. Memang paling aneh India satu ini menurut Daphine.

Ammar yang terganggu dengan ulah Khadib, juga tak mau kalah. Dia beralih ke ke tangan kiri Daphine, kemudian memaksa tangan Daph menggenggam kontolnya lalu memintanya mengocok. Ini justru lebih merepotkan ketimbang Khadib. Agaknya Daphine yang kerepotan juga tak sanggup mengakomodir keduanya sekaligus.

Cuma dengan posisi ini, Khadib langsung kelabakan begitu menemukan kenikmatan baru, pitfuck.

“Gila! Ini benar-benar diluar ekspetasiku. Pengalaman luar biasa dengan kecoa-kecoa menjijikan ini. Heboh sekali kedua India itu dengan gaya kasar mereka berdua mengobel ketiak, juga si Ankush ini yang terus menggoyang tak beraturan, sepertinya sudah mulai kepayahan gerakannya,” -Daphine

Erangan kali ini justru keluar dari masing-masing ketiga India, walau main keroyok, tenaga mereka jelas sudah melemah dibanding Daph yang hanya pasif meladeni mereka. Peluh dan keringat tiga India ini terus menetes kepada Daphine yang mereka keroyok bertiga di bawah.

Pada sisa-sisa tenaga terakhir Ankush, Daphine yang tak kuasa bergerak, merasakan kontol Ankush itu sempat selip pun coba dijodohkan dalam-dalam.

“Ugh ! Ugh ! Ugh !” pekik Ankush disetiap sentakan masuk, tumbukan pahanya dengan bokong Daphine. Sementara penetrasi Ankush yang membosankan, juga sudah payah dan melemah.

“A—AKH !”

Giliran Khadib berseru dan langsung meraih dagu Daphine, tangan Daphine juga langsung menekan teteknya yang makin menghimpit diantara kocokan kontol Khadib di bagian ketiaknya.

Daphine juga sesekali mengerling, menoleh, menghadap kepada Khadib. Seolah memantapkan tiap sentakan-sentakan pamungkas Khadib disana.


“Oougffff...hemmph !”

Yang lebih dulu orgasme pada akhir ronde itu adalah Khadib.

‘crrtttt...crttt...’

“A—akh ?”

Daphine merasakan cairan bening kali ini memenuhi ketiaknya dan meluap sampai sebagian membasahi sela dadanya. Sebagian bahkan terciprat membasahi pipi kanan dan lehernya.

Tidak lama berselang, Ankush merasakan kantung pelirnya makin keras dan seperti mau pecah saat bertumbukan dengan selangkangan Daphine.

“AAARGH ! ARGHH !”

Ankush sempat terpekik saat ujung kontolnya sudah penuh dan muncrat sedikit di dalam memek Daphine.

Cepat-cepat dia langsung cabut kontol seukuran lengan bayi ini. Dia letakkan diantara jepitan tetek Daphine yang barusan lengket terciprat pejuh Khadib.

“Ough ! Ough !” pekik Ankush pada 2x gesekan diantara kedua tetek Daphine untuk menjepitkan kontol di antara kedua gunung kembar, pelan memaju-mundurkan kelaminnya.

Tetek Daph bahkan tidak mampu menimbun habis kepunyaan Ankush, tidak masuk akal memang !

Digesek-gesekkannya kontol India ini diantara himpitan keduanya.

Kocokan, jepitan tetek Daphine, gesekannya, menahan laju kontol india.

Daph sesekali mengerang dan meringis perih. Ulah mereka sampai meninggalkan beberapa ruam lecet di sekitar dada Daphine.

Kalau dibandingkan, ini lebih sangar dari punya Radhaj, supervisor Rakash di kantor AOK.

“Makin dekat, dekat, dan semakin dekat! Suaranya saja sampai serak, tidak kuat terus berteriak keenakan,” - Daphine
Si India berkontol panjang ini, mendesah sampai kelojotan ketika Daphine kali ini yang mendaratkan bibirnya sendiri, mengecup ujung bonggol, lidahnya lalu menyusul menjilati bagian itu sambil tangannya memijat pelan teteknya sendiri.


Alpha Female, Daph kali ini lebih ‘piawai’ memasukan setiap inchi daging kencing itu ke mulutnya.

‘Slrppp… slppp… Emmhp ! slrppp… Ouwaowhh !”

Ankush sampai tidak kuat, meremas-remas pinggiran sofa dan mendesis merasakan ludah Daphine basah menyelubungi kontol, belum lagi hisapan dengan kombinasi jilatan yang benar-benar gila!

“Argh ! Oughh ! Gila ! Ampun !” desah Ankush, kali ini tidak berkutik.

Sungguh sebuah sensasi luar biasa yang baru pernah dirasakannya dimana seolah kontolnya diputar-menari, dikemut-kemut, dengan jilatan lidah yang liar.


Pipi Daph sampai kempat-kempot saat mengerjai balik Ankush dengan sepongan mautnya.

“A-ARGH ! ARGHH!”

Skak ! Kali ini Daphine sesekali juga melirikkan matanya untuk melihat reaksi si India kurang ajar ini, tatapan mata Daphine bagaikan kutukan Medusa yang tak sanggup dilawan pria biadab manapun untuk memandangnya.

‘Slrppp… slppp… Emmhp ! slrppp…’

Tak lama kemudian saat ujung gundul kontol Ankush bersentuhan dengan daging lembut diantara langit-langit tenggorokan Daphine, berkedut 2-3 kali kontol Ankush. Mengencingkan pejuh kentalnya, pun kali ini terbendung di dalam...

‘Crttt... Crtt... Crttt...’

Ankush menegang, matanya mendelik, kenikmatan ini tak terlukiskan dengan kata-kata,

Kali ini lumeran pejuhnya tidak sekental seperti sebelum, itu semua langsung dihisap Daphine dengan teknik menyedot yang baru kali ini mereka lihat.

Meskipun cairan putih yang keluar cukup banyak namun tak setetespun keluar dari mulut Daph.

“Bufffkkhhaha—” terdengar kekehan tertahan Khadib, meledek Ankush yang dibuat seperti perjaka oleh Daphine.

“Ankush, seolah ketakutan. Dia sampai tak sanggup berkata-kata. Bagiku, ini adalah cara terbaik untuk membalas apa yang harus dia rasakan. Aku mengisapnya sampai tetes terakhir, sampai kontol India jelek itu menyusut di dalam,” - Daphine
“Huh?”

Daph masih telentang dan tertindih Ankush di sofa yang kebetulan masih menindih bertopang ke perutnya. Tidak lama, Daph merasa ada yang ikut ‘membonceng’ ke belakang Ankush, menindihnya di sofa.

Rupanya Ammar sudah muncul untuk menggantikan Ankush, dengan posisi superior. Kedua India itu bagaikan koboy yang berboncengan menaiki rodeo.


Si india mengangkat sebelah paha Daph, kaki Daphine kini menjuntai ke atas sampai menyentuh pundak Ammar. Bertopang pada pinggul Daph, Ammar sempat geser sedikit posisi Daph agak miring.

Bahkan saat ujung kontol Ammar belum dia arahkan pas ke celah lipatan labia, Ammar langsung saja kasar menekan kontolnya sampai kadang selip, kadang masuk. Huh, asal-asalan memang !

“Aaah !!” erang Daphine panjang.

Tanpa basa-basi, Ammar kembali menggilir Daphine, menggenjot memek dengan gaya main yang sama, kasar, asal-asalan, Daph langsung terguncang hebat di bawah himpitan si Ankush yang masih saja belum beranjak dari perutnya.

“Emmhh~ Engghh~ Emmph—”

Erangan Daph dibungkam karena tak lama kemudian seseorang dari atas kepalanya langsung ditolehkan menyamping hingga dijejali mulutnya dengan kontol ukuran jumbo!

Rambut ginger Daph dijambak, seraya memaksanya melahap habis seluruh pangkal kelamin jantan itu. Edan!

“Ohok ! Uhuk ! Emphh—”

Daph terlihat menggeliat, menggeleng, hampir tersedak karena ini.

Ini diluar kemampuannya, Daph merintih kesakitan saat orang itu mulai memaju-mundurkan pinggulnya seperti gerakan bersenggama.

Matanya tidak sempat mengintip siapa dibalik ide gila semacam ini. Rambut ginger Daph ada yang sampai tertelan sendiri karena ulah gila orang ini.

“Emphh— Gghghh... Gghaagg... Ggaghg Gghhh... Emph ?!” suara dibalik sepongan Daph yang tidak berdaya.

Liur dan lelehan lendir lainnya sampai menetes deras melalui sela-sela bibir Daph saat kontol itu makin kuat menjojoh kerongokongannya.

Disodok dari dua arah begitu, Daph mulai merintih kesakitan, apalagi gaya mereka menjurus ke brutal.

Namun sebentar saja dia sudah membiasakan diri dan menikmatinya, jambakan pada kepala Daph juga membuat kulumannya lebih teratur walau gila juga kalau musti mengikuti irama genjotan Ammar di bawah.

( 🇮🇳 )

“Perek ! Dasar lonte binal ! Dasar perempuan munafik !” ceracau Ammar walau gerakannya mulai melambat.

Selain Ankush yang masih disana, Khadib juga muncul untuk meremasi tetek jumbo Daph yang terpental kesana-sini karena genjotan pinggul Ammar.

“Ini gila ! Sudah kelewatan! Semua orang ini beramai-ramai mengerjaiku! Ankush dan Khadib sesekali meremasi tetek, Ammar mulai lemah menjojoh di bawah, nah kalau begitu orang yang menyumpal penis jumbo ini tidak lain ya si Jagam itu sendiri !” - Daphine

Rontaannya tertahan karena mulutnya penuh, dijejali kontol Jagam yang sebesar itu. Kepalanya pun ditahan mentok. Pipi Daphine sampai mengembung beberapa kali karena jojohan kasar kontol sebesar itu menyeruak mulutnya. Sinting !


Tangan Daphine beberapa kali menepuk-nepuk mereka satu persatu. Dia coba meraih apapun yang bisa menghentikan aksi gila semacam ini. Yang Daphine takutkan, bukan hanya mulutnya yang bisa-bisa sobek karena kebrutalan mereka. Bukan, bukan hanya itu masalahnya.

Bagaimana jika sampai mati ‘keenakan’ seperti ini nantinya ?

Matanya terpejam menderita setiap jamahan yang mempermainkan hasratnya. Selama ini, hanya pengalaman Orgy-party biasa yang Daph dapatkan di ‘Camp-Romeo’. Bukan seperti ini yang diceritakan teman-temannya dulu. Umumnya mereka berpasangan dengan enjoy, memperlihatkan sisi kelembutan, dan seolah rasa saling memiliki.

Tapi tidak dengan orang-orang India ini. Gaya main mereka sangat primitif, kasar, bar-bar seperti binatang jalanan. Bukan juga Gangbang, Bukkake, atau apalah itu yang menjurus brutal seperti ini.

“Hmphhh !”

Khadib kini mengenyot kuat-kuat dan mencupang habis tetek Daphine, meninggalkan bekas gigitan di kulit putih itu.

Ankush yang telah beranjak dari Daphine, sepertinya belum puas. Kali ini malah ikut ‘campur tangan’ menggandeng tangan Daphine untuk mengocok kontolnya. Ankush merenggut paksa tangan Daphine. Mendesaknya untuk mencengkeram kepunyaannya yang sudah balik ereksi.

‘Clk... Clk... Clk.. Clk...’

Khadib juga tidak mau kalah. Sama, si india itu juga menuntun satu tangan Daph yang tersisa untuk menggerapai, mengocok kontolnya naik-turun ke pelir.

“Gghghh ! Gghaagg... Ggaghg Gghhh...Emffghhjkhh. !” bunyi sumpalan kontol Jagam ke mulut Daph.

“Lengkap sudah penderitaanku malam ini. Yah, walau bisa disebut pengalaman juga sih~” - Daphine

Sebutir air mata menetes diantara sela matanya yang berkaca-kaca, ungkapan tulus dari perasaan campur aduk yang dialami Daphine.

Tumbukan pinggul Ammar mulai menemui kenikmatan terakhir. Pada sentakan-sentakan itulah Ammar juga mainkan itil klitoris Daphine yang mencolok di bawah sana.

‘Degh !’

“Emmph ! Emphh ! Gghghh ! Gghaagg... Ggaghg Gghhh... Mmphffff ?!” erangan tertahan Daphine saat dijejali kontol Jagam, juga Ammar yang makin seru mengocok memek sambil mengobel ‘jeroan’ kangkang Daphine.

Daph tak kuasa menahan gejolak gila yang mulai menggetarkan raga. Matanya merem-melek merasakan tusukan-tusukan si bawah serta tangan-tangan yang terus menggerayanginya.

“PUAH !”

Daphine langsung melepeh semua isi mulut, begitu Jagam mencabutnya.

Daphine dia sudah tidak tahan lagi. Si redhead langsung mengejang klimaks beberapa saat, sambil meremasi pinggiran sofa.

“Aargh ! Ouw Yess ! Yes ! Akhh ! Emphh~ Yeah-Yeah.. Akhh~ AAAKHH ! Ggkhh ! Gkkkh !”

Daphine kejang beberapa saat, digempur gelombang klimaks. Sekujur tubuhnya terasa tersetrum. Mulai dari ubun-ubun, pinggulnya yang bergerak meliuk naik-turun bagai ombak lautan, hingga berakhir ke pergelangan kakinya. Mata Daphine terbelalak, pupil matanya sampai membesar, sebesar kenikmatannya.

Daph sesekali menggigit bibir. Mukanya bersemu merah. Darahnya terasa mendidih ditengah himpitan 4 orang India ini.

“A—ARGHHHHH !”

Ammar juga menyusul tak lama kemudian, india itu menggeram dan menekan kontolnya lebih mantap, mentok menjojoh memek Daph, kedutannya tak banyak, walau pejuhnya menyembur (lagi) di dalam.

‘Crttt... Crttt...’

“U—Uh ?”

Daphine sempat kelimpungan saat seseorang sekali lagi meraih pundak dan betisnya untuk bergeser.

Jangankan untuk protes, bahkan gapaian orgasm belum reda. Jemari kaki Daph juga bergantian mengejang. Lututnya masih lemas tidak bertenaga. Jagam yang badannya gempal, terasa ringan sekali saat mengayunkan Daph jatuh ke ranjang.

“Ehm ?”

Daphine melirik sebelum Jagam menggendongnya dari sofa.

‘Tuttt... Tuttt.. Tuttt...’

Ponsel Daphine bergetar di atas meja buffet.

Daph juga menemui peralatan makeup dari dalam tas handbag jatuh berserakan di bawah kolong ranjang.

Tangan Daphine secepat rambat meranggih apapun yang bisa dia dapatkan tanpa seorangpun tahu.

Posisi Daphine sekarang disuruh menungging, bertumpu ke headboard. Sementara Jagam berlutut di belakangnya. Ujung kontol Jagam sempat sekali-dua kali digesekkan melalui celah pangkal pahanya dari bokong.

Tidak ada yang namanya foreplay, selain tamparan keras yang terus menhujani pantat Daphine kali ini.

‘Plak ! Plak !’

Sekali - dua kali tamparan keras ke pantat Daph, membuatnya kaget dan menjerit. Itu juga jadi awalan Jagam kepada Daphine.

“E-enghh !” pekik Daph meringis ngilu saat benda tumpul jumbo kembali memasuki celah pangkal pahanya dari belakang.

Jagam menyentak agak kasar, menghentakkan Daphine sampai-sampai tidak sempat menjerit. Rasa nikmat bercampur lara, sekonyong-konyong mulai menjalari jiwa Daphine.

‘Ngikk ! Ngikk !
Ngikkk ! Ngikkk !’
(Derit ranjang, guncangan Daphine & Jagam di atas)

Daphine terguncang-guncang, terlunjak karena Jagam makin ganas menggenjotnya dengan posisi Doggy. Dibanding ketiga orang tadi, Daph sendiri lebih ‘menggebu-gebu’ saat Jagam yang jadi lawan mainnya, kali ini terasa lebih kasar dan bernafsu.


‘Cplak ! Plak ! Plak !’

Jagam kala-kala menampar keras bokong Daph, membuatnya tersadar untuk terus menggerakkan pingulnya.

Bekas ruam merah telapak tangan timbul di kedua belah pantat Daphine. Kadang juga karena saking gemasnya, Jagam cubit bongkahan pantat Daphine yang membulat sempurna.

Tepukan pinggul Jagam dengan pantat Daphine kali ini lebih mantap. Juga pekikan Jagam diantara tiap sentakan kelaminnya.

‘Ugh ! Hegh ! Ough !’

“Emphh~ Sshhh~ Enghh ! Enghh !” desah Daphine yang mulai naik libidonya karena cengkraman Jagam ke pinggang Daph yang juga makin erat.

Tamparan diikuti sentakan mantap Jagam tidak kuasa dibendung Daph yang sudah tidak kuat menahan untuk kali yang kedua.

Gila ! Bahkan belum ada semenit Jagam menggagahinya dari belakang seperti ini, gelombang klimaks mulai menjangkiti Daph.

“Enghh !! Enghhh !!” erang Daphine yang kini makin kepayahan dan lututnya yang makin lemas di bawah sana.

Daph merebahkan kepalanya ke rapat ke ranjang, namun tetap menahan bokong dan pinggulnya untuk tetap di atas. Jagam terus menjojohkan gading tumpulnya yang sudah keling-keling basah karena cairan precum Daph yang melumer makin deras.


Tetek Daphine makin terhimpit ke bawah, yang malah menggoda untuk jadi sasaran remasan Jagam dari belakang.

Digenjot seliar ini tentu pertahanan Daph makin goyah, dia makin mendesah keras beberapa kali, mesti menahan itu dengan tumpukan bantal agar teriakan erotisnya tidak terdengar.

“Kalau sampai muka mupeng ku saat-saat seperti itu juga terlihat oleh mereka berempat, bisa-bisa bakal dipermalukan seperti apalagi nantinya?” - Daphine

“Empphh !! Fffu... Hmmmhhh !!! Yesshhh Fuck Me !!” racau Daphine, menimbun wajahnya dengan bantal, kenikmatan yang tak terperi, tumbukan kelamin Jagam makin lama makin kencang, makin goyah.

Jagam menggenjot makin cepat melaju, maju-mundur, menumbuk, menggilas, menerjang, membuat Daphine seperti setengah sadar dibawah sana.

Ada juga gerakan goyangan memutar pinggul ala Jagam yang kian liar mengaduk-aduk pangkal paha Daphine.

‘Ngikk ! Ngikk !
Ngikkk ! Ngikkk !’
(Derit ranjang, guncangan Daphine & Jagam di atas)

‘Tuttt... Tuttt.. Tuttt...’

Ponsel Daphine kembali bergetar di atas meja buffet.

“Sialan, aku sampai lupa diri. Baru kuingat aku datang kesini bersama Hanna. Si kuda poni itu pasti khawatir mencariku saat ini,” - Daphine

Cepat atau lambat, Daphine harus mengakhiri ini semua. Dengan atau tanpa opsi rencana sekalipun.
“Karena sudah memperlakukanku dengan kasar, aku bersumpah... Aku tidak akan langsung keluar dari tempat ini. Tidak ! Malam ini atau seterusnya, akan kucongkel kelamin mereka satu-persatu, kujadikan oleh-oleh untuk perjalanan pulang mereka ke kampung halaman. Membuat orang-orang semacam ini menyesal lahir di dunia !” - Daphine

Daphine punya 1001 alasan untuk tetap menahan diri, dan 1001 cara untuk melawan balik mereka berempat hanya dalam sekejap mata. Tapi urung dia lakukan. Sangat tidak bijak untuk saat ini...

“Aku pernah dijebloskan ke tempat pengasingan bernama ‘Camp-Romeo’, disana para tahanan yang akan dipromosikan menjadi agen soviet, diajarkan sebuah ilmu bernama ‘keberuntungan’. ‘Keberuntungan’ berasal dari insting. Tapi insting mau bagaimanapun tetap bergantung pada peluang juga kesempatan. Dan kesempatan berbanding lurus dengan waktu,” - Daphine

Ya benar, jawabannya hanyalah waktu. Hanya waktu yang diperlukan Daphine untuk membuat keadaan berbalik. Mimpi buruk yang akan mereka terima nantinya.

“Aku hanya memberikan mereka sedikit waktu untuk ‘bersenang-senang’ sampai batas yang kalian semua tidak ketahui. Ada rencana yang masih kusimpan,” - Daphine

Pinggul Daphine bagai terseret ke depan - belakang mengikuti irama sodokan Jagam. Tusukan demi tusukan Jagam kembali mendekatkan Daph menuju puncak nikmat.

Erangan dan desahan Daph makin keras walau sengaja dibungkam dengan tumpukan bantal.

“Mmmphh~ Ngghhh~ Mfffffkhh !”

“You love It ? Huh ?! Ough~ Yesss…” balas Jagam dengan badan gempalnya makin kasar menggencet Daphine dari belakang.

I’m coming babe, Oughhh ! I’m Comin !” pekik Jagam, mencengkeram keras pinggang Daph sebagai tumpuan, gerakan penetrasinya makin cepat.

Daphine yang sudah selesai. Pertahanannya berhasil dijebol Jagam, lebih banyak meringis, mendesis lirih dibalik bantal.

Genjotan Jagam sempat patah-patah, tidak beraturan di beberapa kesempatan. Dia memaki-maki dengan bahasa Hindi yang tidak Daphine pahami.

‘Cplak ! Plak ! Plak !’

Jagam menampar sekali-sekali, kadang juga coba meremasi seluruh jengkal bokong Daphine...

“A—AARHHH ! AKH! ” lolongan keras Jagam, menyentak pada satu tusukan pamungkas.

‘Crott.. Crtttt... Crotttt...’

“Ugh ! Ugh ! Ugh !” pekik Jagam saat kelaminnya berkedut, menyemburkan pejuh yang bercampur sisa-sisa milik Ammar juga.

“Huh ?!”

Daphine sampai meneguk ludah. Seperti teko yang mengisi penuh air ke cangkir penampungan. Cairan kental menyiram penuh peranakan Daph.

3-4 kedutan pinggul Jagam, mengencingkan muatan pejuh ke dalaman Daph. Wajah Jagam mendongak, matanya terpejam setelah mengakhirinya.

Daphine sendiri masih tengkurap mendekap bantal, menyembunyikan wajah lacurnya. Dia cuma menggeliat pelan saat bagian selangkangannya penuh isian gumpalan pejuh. Sebagian bahkan sampai lumer menetes, membasahi celah pahanya.

Tidak berselang lama, genggaman tangan Daphine bergerak keluar menarik sesuatu dari sarung bantal.

Jagam saat itu merebah di sebelahnya, menyeka keringat dengan tisu. Tidak akan mengira ini semua sudah diatur sedemikian rupa...

‘Zzzzzzrrrtttt ! Zzzzrrrtttt !!’
(Sengatan alat kejut listrik)

Daphine berguling dengan menggenggam sebuah bolpoin yang ujungnya langsung ditempelkan ke dada Jagam.

‘BRGKKK !’

Jagam langsung terkejang tanpa pekikan sakit.

( 🇮🇳 )

“Jagam ? Woy, kenapa kau ini ?!” jerit Khadib.

“Ada apa dengan perempuan ini ?! Sialan !” seru Ammar. Panik, menyadari muslihat licik Daph

Ankush dan Khadib langsung beranjak, berniat menelikung Daphine dari dua arah. Konyol ! Mereka tidak akan pernah menyangka telah berurusan dengan bekas agen wanita ‘kontra-spionase’ terbaik milik KGB. Tidak. Daphine Leonides tentu tidak sebodoh yang mereka kira...

‘WUSSHH !’

Daphine tiba-tiba menghamburkan bubuk powder bedaknya ke wajah Ankush dan Khadib.

‘WUSSHH !’

“H—HOAKHH !”

Mereka berdua berteriak histeris, kesakitan. Kedua mata mereka langsung memerah pekat, terasa pedih, seperti terbakar abu panas.

Yang barusan Daphine lemparkan kepada mereka, memang bukan sembarang bubuk ‘bedak’ seperti yang terlihat mata orang awam. Bukan.

Bubuk powder OC, sejenis bahan yang jika sampai terkena mata reaksinya mirip dengan efek gas air mata. Yang jelas rasanya akan terasa panas bagai terbakar.

Sekali lagi,

‘Zzzzzzrrrtttt ! Zzzzrrrtttt !!’
(Sengatan alat kejut listrik)

‘BRGGK !’

Sengatan listrik berdaya voltage tinggi menyetrum Ankush dan Khadib sampai ambruk, tergeletak kaku.

‘BRGGKKK !’

( 🇮🇳 )

“Dheeth veshya ! (Pelacur kurang ajar !)” bentak Ammar langsung berjingkat untuk lari keluar.

Melihat tiga rekannya roboh, Ammar merasa tidak akan menang hanya bermodal otot untuk melawannya, tapi semua sudah terlambat.

‘PSYU ! PSYU !’

Senjata tiup sejenis ‘tulup’, dengan selongsong peluru khusus langsung 2x mengenai tengkuk dan punggung Ammar.

‘BRGGK !’

Ammar ambruk, roboh menyusul ketiga rekannya.

Belum juga memungut satupun barang kepunyaan Daph yang berserakan, tiba-tiba...

‘Tok ! Tok ! Tok !’
(Suara ketukan pintu kamar)

“Huh ?!”

‘PSYU ! PSYU!

‘PRANGG !
PYARR !!’
(Lampu bohlam penerangan kamar sengaja dirusak Daphine)

‘Ngikkk... Jglek !’

Handle
terputar ke bawah dan pintu terbuka dari luar.

Apa mungkin seorang petugas kamar hotel ? Daph menduga demikian karena langkah kakinya pelan saat menapak masuk kamar hotel.

‘Klik !’

Karena gelap dan sunyi, pria itu meraba sakelar. Coba menyalakan lampu, tapi tetap tidak menyala.

Adapun di sepanjang lantai kakinya menapak, terasa seperti pecahan kaca berhamburan di bawah.

( 🇮🇳 )

Guys ?” panggilnya samar-samar. “Guys, petugas security dan seorang perempuan akan mengecek seluruh kamar,” jelasnya, walau tak seorang pun menjawab.

Dari suara dan logat bahasanya sudah ketahuan kalau dia ini juga orang India. Tiba-tiba...

‘NGINGGGG !’

Dia merasakan dengung telinga saat sebuah mata pisau sudah menempel tepat ke lehernya.

Seseorang menodongnya dari belakang. Keadaan kamar benar-benar gelap, juga berantakan, membuat si India tidak mampu mengenali profilnya.

( 🇩🇪 )

“Hände hoch ! (Angkat tanganmu !) ini pisau lontar, kalau kutekan, pew ! melubangi titik nadi,” ancam Daphine.

Bergidik ngeri, laki-laki itu menurut saja saat diperintah mengangkat tangannya. Tidak berani menoleh kepada sosok perempuan sang penodong pisau.

“Oh... Du sprichst aber Deutsch ? (Kau paham bahasa Jerman rupanya ?)” sambung Daphine.

Belum bisa dia pastikan, apa keempat temannya masih hidup atau sudah tewas. Yang jelas, tercium bau anyir darah disana-sini.
“Wer bist du ? (Siapa kau ?)” tanya Daph, juga tidak bisa mengenali profilnya dalam gelap.

Ich bin mit ihnen gekommen (Aku datang bersama mereka)” jawab laki-laki itu, ternyata juga fasih berbahasa Jerman.

[ LII ]



(Restoran Oslo Court, kota London)
14 April 1999 | Pukul
(GMT) 07.35 malam
London, setelah sempat bergonta-ganti, keluar-masuk restoran malam. Sementara Miro berjaga di dalam mobil, Qristal kini sudah duduk di dalam restoran, memesan menu untuk dua orang malam ini.

Mata Qristal terus mengawasi pergerakan pasangan kekasih yang berada tidak jauh dari meja tempatnya duduk.

Q malam ini tampil lebih formal, mengenakan setelan blazer warna merah Maroon.

‘Drkkkk—’

Tak lama berselang lelaki yang duduk bersama kekasihnya itu menggeser kursi untuk beralih ke toilet sebentar.

‘Tuttt...’

Pesan suara diaktifkan.



( 🇬🇧 )

“It works... obatnya bereaksi. Dr. Farthing menuju toilet,” bisik Qristal setelah mengirimkan pesan suara ke nomor Barry.

Great, alihkan dia selama mungkin,” jawaban pesan suara Barry.

Qristal meraih wine dan langsung beralih menemui Jill Dando. Sosok perempuan dengan rambut cepak dengan balutan gaun warna merah.

“Maaf, apa kita pernah bertemu sebelumnya ? Nn. Jill Dando ?” tanya Q, menyalami demikian begitu mereka bertatap mata.

“Ya ?” jawab Jill, berusaha mengingat. “Oh, Lindsey J. Carter ?”

“Hahaha. Senang bertemu denganmu lagi, Nn. Jill Dando~” girangnya Qristal, langsung memeluknya.

“Jill Wendy Dando (37) seorang jurnalis BBC, presenter TV, penyiar berita, dan aktivis perempuan. Namanya melambung berkat keberaniannya yang lantang menyuarakan isu kemanusiaan dan HAM pada masa perang Yugoslavia (1992-1999). Jill Dando ditemukan tertembak mati beberapa hari kemudian (26 April 1999) di teras rumahnya daerah Fulham.

MEK4EU4_t.jpg

Penelitian, terbitan artikel, serta laporan langsung Jill Dando kala meliput suasana mencekam perang Bosnia & Kosovo, dijadikan sumber rujukan dan pertimbangan oleh dewan keamanan NATO untuk merilis media propaganda. Tujuan utama NATO adalah memojokkan Serbia secara politik, yang saat itu begitu mesra dengan Rusia.

Jill dan Qristal pertama kali bertemu di sebuah acara amal media jurnalis, sebelum terbang ke Yugoslavia untuk meliput perang.

“Aku hampir lupa kalau pernah bertugas dengan nama sandi: Lindsey J. Carter di misi ‘Operation-PoppyPots’ beberapa waktu yang lalu,” - Qristal

“Lindsey, kami dengar kau dan beberapa kolega sempat tertahan 3 hari di Pristina ? bagaimana ceritanya, apa kalian baik-baik saja ?” tanya Jill.

“Yah, saat itu... aku ketinggalan pesawat. Untung saja seorang petugas bantuan medis bersedia mengangkut kami.” jawab Q, merekayasa cerita aslinya.

“Syukurlah, karena aku juga mendapat kabar baik lainnya, temanku yang bernama John Paul Petterson (39), sempat terisolasi dan untungnya, kini dia sudah ditemukan. Mungkin kita akan bertemu dalam waktu dekat.” jelas Jill.

‘Degh !’

“Johnny ?” tanya Qristal, seketika lemas.

Johnny. Ya benar, laki-laki botak cengeng nan menyebalkan itu ternyata berhasil selamat setelah sempat ditahan oleh militer FR Yugoslavia saat terlibat kejar-kejaran di kanal sungai Drini, bersama Qristal dan Alina.

Dan sebetulnya ini bukanlah kabar baik bagi Q. Jujur saja, dia akan lebih gembira jika malah mendengar kabar kematian laki-laki itu.

“Oh, aku rasa kalian belum saling mengenal,” timpal Jill Dando.


Sementara itu, di toilet restoran...

‘Srrrssssshhh...’

Alan Farthing menekan kran urinoir, setelah tidak menemui bilik toilet yang bisa dimasuki.

‘Ngikkk...’

Pintu toilet terbuka, ada tamu restoran lain juga masuk ke dalam toilet.

Belum juga membuka resleting, Dr. Farthing dibuat tidak nyaman oleh kehadiran seorang pria dengan setelan jas warna cream. Sosok laki-laki Latino, dia mengenakan urinoir tepat di sebelah si dokter.

Masih ada 3 urinoir kosong di sisi lainnya, kenapa mesti memilih yang paling dekat dengannya?

Bermaksud pindah, Dr. Farthing langsung diceluk lelaki latino itu.

( 🇬🇧 )

“Pak Dokter ? God, baru saja aku ingat,” tegur Barry terlebih dahulu, mengulurkan tangan kepadanya.

Sir ?” tanya Dr. Farthing, pangling atau juga aneh dengan gelagatnya. Sialan, apa dia ini gay yang lagi cari ribut? pikir Dr. Farthing saat itu.

“Dr. Alan Farthing—benarkan ? Ah, kita sudah sempat bertemu. 6 tahun lalu, saat kau masih buka klinik kecil” seloroh Barry.

“Oh ya ? anda pasien kami juga ?” tanya si Dokter kandungan, menyembunyikan rasa gugup dan masih mengingat-ingat apa benar pernah memeriksa istrinya.

“Ya, mungkin juga kita bisa berbincang dan bernostalgia sebentar. Jika kau ingat tentu saja, ini soal penumpang wanita yang satu penerbangan denganmu menuju Amerika Serikat, pada Juli 1990.” terang Barry, menanyakan langsung maksud kedatangannya kali ini.

“Apa yang terjadi?” tanya Dr. Farthing penasaran.

‘Klk ! Ckrak !’

Sepucuk pistol silencer sudah terkokang diantara mereka. Moncong pistolnya, menempel ke pinggang Dr. Alan Farthing...

[ LX ]
 
Terakhir diubah:
Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin 🤝

Selamat berlibur... dan untuk update Part II di halaman selanjutnya yak~
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd