Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Kayaknya apdet kali ini suhu sepertinya lagi bad mod.banyak kata yg berlawanan arti.

Semisal kalimat ini."untuk mewujudkan itu tidaklah berat,sementar dua harus berjuang dengan banyak gadis"

Harusnya kan tidak ringan,karena bersaing dengan banyak gadis.

Terus sambil mendengarkan kopi, ahhh.... Kok habis baca jadi ikutan galau.

Maafkan hamba suhu.

Lebih tepatnya karena suasana hati tengah kacau melihat kondisi negeri yang tengah kacau balau.
Tapi makasih yah om, dari kemarin nyari2 mana yang janggal gak ketemu2:kangen:
 
Wah penolakan yg halus tp jg tdk menolak. Benar yg Galih katakan masa depan bs mengubah seseorang dan blm tentu bs menepati janji di masa lalu. Malah asik kl eksplore jln si Galih utk menemukan Danila lg walaupun jalan itu tidak dia pilih secara sadar. Ma kasih up na :beer::beer::beer::beer:
 
Wajib dipantau
The legend is back

Patok dulu baru baca

Welkambek Suhu
:beer:
 
saatnya jumpa kembali dalam kehangatan gann... sekarang tanggal 27 juni niii ;)
 
Isi buku tamu dulu.
Kalau Guru besar turun gunung, pasti ada petuah yang mo disampaikan dari hasil bertapa ratusan tahun. :ampun:
 
sing wadon anghet lha lanangane malah anyep:bata:
apa kudu di telan bulat-bulat saja:siul:
 
semoga rame seperti the blue heaven dan bastian holiday
 
Bimabet
Secret and Desire | Chapter 4
Galih :
“ Menerima Sebuah Kenyataan"


Chapter-4.jpg


Ada dua kemungkinan kalau saja saat itu aku menerima perasaan Danilla. Pertama, jelas status kita akan menjadi sepasang kekasih. Kita akan melakukan rutinitas seperti layaknya orang berpacaran pada umumnya. Aku jemput dia di kampusnya atau dia yang jemput aku di depan gerbang sekolah. Mungkin juga aku akan ngapel ke rumahnya dan minta izin kepada kedua orang tua Danilla untuk pergi malam mingguan; makan di cafe, menonton film horor atau sekedar jalan – jalan di mall.

Berdasar riset yang kulakukan dengan menonton film drama remaja, aku menemukan fakta yang mengejutkan bahkan membuat aku takut. Saat dua sejoli memutuskan untuk menjalin hubungan sang lelaki pasti akan dipaksa untuk mengingat banyak hal. Tanggal jadian, judul film pertama yang ditonton, tempat ngedate pertama kali bahkan hal yang sepele seperti ‘makanan favorit’. Aku cukup jago untuk mengingat rumus matematika, tapi untuk mengingat tanggal jadian, nampaknya aku belum siap.

Kemungkinan yang kedua jauh lebih berat dan menegangkan. Danilla adalah primadona banyak lelaki, bahkan sempat menjadi perebutan cowok – cowok dari berbagai sekolah. Dengan aku jadian dengan Danilla otomatis menjadikan aku sebagai the most wanted person in the town. Mereka pasti akan mencari tahu siapa cowok yang berhasil mendapatkan hati Danilla. Hal itu akan menjadikan aku musuh bersama, hidupku akan semakin tidak tenang kalau itu terjadi.

Aku sadar dua kemungkinan itu pasti terjadi, itulah yang menjadi alasanku kenapa saat itu aku menolak perasaan Danilla; meski secara teknis aku tidak pernah menggunakan kata menolak. Aku memberikan sebuah pilihan kepada Danilla saat itu. Aku memintanya menunggu, paling tidak sampai aku lulus sekolah. Aku tidak ingin kalau nantinya teman – teman kampusmu bertanya ‘Danilla cowok lo siapa?’ lalu kamu dengan muka tersipu malu menjawab ‘ cowok gue masih kelas 1 SMA’ lalu teman-temanmu akan kompak menjawab ‘ihhh Danilla pacaran sama brondong niccch’ tentu dengan penambahan huruf c yang jauh lebih banyak.

Tetapi sepertinya Danilla tidak akan masalah dengan itu. Ia bukan gadis manja yang harus senantiasa diantar supir kemanapun pergi. Dia juga bukan gadis yang akan merengek minta dibelikan chatime. Bukan juga gadis yang akan menagis hanya karena kehilangan follower twit**ter. Danilla adalah orang yang sama dengan gadis kecil yang dulu pernah membagikan bekal makan siang kepadaku. Dia juga gadis kecil yang pernah mengulurkan tangannya saat aku terjatuh dan menangis saat bermain lari – larian ditaman kanak-kanak. Kamu adalah gadis yang pernah mewarnai masa kecilku. Dulu aku pernah ditanya oleh ibuku, siapa teman baik aku, dan berulang kali aku selalu menjawab nama Danilla. Bahkan aku pernah menjawab akan menjadi suami Danilla ketika ditanya tentang cita-cita oleh guru TK saat itu.

Kami memang sempat terpisah saat itu, Danilla ikut dengan ayahnya yang harus pindah kerja keluar kota. Saat itu aku sangat sedih bahkan menangis hingga dua malam. Namun kesedihanku saat itu dimanfaatkan oleh ibu dan teman produsernya ketika aku membintangi sebuah sinetron yang fenomenal saat itu. Aku akui akting sedih naturalku saat itulah yang menjadikanku terkenal sampai saat ini. Tapi aku juga malu untuk mengakui bahwa aku adalah mantan artis cilik.

Sama seperti adegan sinetron saat ini, sutradara kehidupan akhirnya mempertemukan kami kembali di sekolah yang sama. Aku sangat bahagia saat mengetahui Danilla masih gadis yang sama yang pernah kukenal. Dia masih gadis yang ramah dan murah senyum dan senang menolong sesama. Hanya saja aku sadar, sejak kami dipisahkan oleh takdir aku bukan lagi anak lelaki yang dulu pernah Danilla kenal, aku bukan lagi anak cengeng yang selalu menangis ketika diganggu oleh teman sebayanya. Takdir rupanya telah banyak merubahku menjadi pribadi yang jauh berbeda seperti terakhir kali kita berjumpa. Takdir itulah yang akhirnya memutuskan aku untuk tidak menerima perasan cintamu saat ini.



“Danilla, aku bukan Galih yang sama yang dulu kau kenal di bangku taman kanak – kanak”



-------------------


Pelajaran sejarah biasanya sangat membosankan dan cenderung bikin ngantuk, apalagi kalau jam pelajaran terakhir. Dulu kita akan pura – pura mendengarkan padahal diam – diam melakukan aktifitas lain atau terkadang kita terlihat fokus membaca buku padahal tertidur dengan pulasnya. Namun hal itu tidak ditemukan pada kelas sejarah bu Hesti. Ya, bu Hesti memang memiliki paras yang cukup cantik yang membuat kita para murid cowok betah berjam – jam mengikuti pelajarannya. Cara mengajarnyapun berbeda, sebelum pelajaran biasanya kita akan mengatur bangku membentuk lingkaran, dan bu Hesti akan mengajar tepat ditengahnya. Bu Hesti bilang posisi kelas seperti ini memudahkan dia memperhatikan setiap muridnya. Dan dia bisa tahu apabila ada siswa yang tidak memperhatikan atau tidak mudeng dengan materi. Setelah kelas usai, guru yang selalu mengenakan pakaian longgar itu akan menemui setiap anak yang dia perhatikan dan memberi pelajaran ekstra.

Cara mengajar bu Hesti bukan menjadi satu – satunya yang membuatku senang bersekolah disini. Banyak guru – guru nyentrik yang membuat aku dan teman lainnya senang dan tidak pernah kerasa sedang berada disekolah. Kita selalu dibawa pada nuansa yang berbeda meski pada tempat yang sama. Kita tidak selalu belajar diruang kelas, lebih sering guru mengajak kita ke taman sekolah yang begitu asri dan menyejukkan.

Saat ini pak Bono sedang melakukan sayembara untuk menemukan nama yang cocok untuk rooftop garden yang ia bangun. Semua murid sangat antusias berharap nama yang mereka ajukan akan terpilih menjadi nama sebuah icon baru bagi SMA Nusantara. Sebuah ruang belajar terbuka yang mungkin tidak dimiliki oleh sekolah lainnya. Tentu aku tidak tertarik dengan ide ‘Bos Kumis’ kali ini. Karena tempat itu telah menjadi ruang belajarku. Tempat aku belajar menjadi lelaki brengsek yang dengan tega meneteskan air mata seorang gadis primadona.



Beberapa minggu kedepan ada dua peristiwa yang mau tidak mau harus aku lalui dan akan berkaitan satu sama lain. Pertama ada ujian kenaikan kelas yang akan menentukan hasil evaluasi belajarku selama setahun ini. Sejak awal masuk sekolah aku mendaftar hampir semua ekskul yang ada, bahkan ekskul rohis. Tapi untungnya banyaknya kegiatan tidak membuat fokus belajarku terganggu, bahkan aku juara kelas pada semester satu kemarin. Hal itu membuat aku yakin diujian kenaikan kelas nanti aku akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Hanya saja beberapa hari setelahnya aku akan melalui peristiwa yang kedua yang bagiku agak sedikit menyiksa. Well, aku akan berusia 19 pada tahun ini, usia yang pada umumnya sudah tidak lagi pantas mengenakan pakaian putih abu abu.

Tapi apa mau dikata, aku harus bisa menerima kenyataan ini. Awalnya aku memang malu dan agak minder. Tapi lama kelamaan aku terbiasa dengan segala ledekan. Bahkan kini teman – temanku mulai menyematkan kata ‘om’ atau ‘abang’ untuk memanggilku. Ejekan terberat bukan berasal dari teman sekolah, justru dari teman masa kecilku. Mereka tertawa begitu puas ketika mengetahui aku masih SMA. Ya ya ya, aku hanya bisa diam setiap kali berkumpul dengan mereka, dan selalu saja mereka mengangap obrolan mahasiswa tidak akan dimengerti oleh anak sekolahan sepertiku. Hmmm.



------------------------


Usai bel pelajaran terakhir aku bergegas menuju loker mengambl jaket dan handphoneku. Hari ini aku diantar bang Roni jadi aku memutuskan menggunakan angkutan umum untuk pulang. Namun saat hendak menunggu bus aku melihat sesosok wanita duduk seorang diri di sebuah kedai kopi diseberang jalan. Wanita itu mengenakan kemeja putih yang digulung lengannya. Fedora lebar yang menutupi kepala dan kaca mata hitam seolah membuatnya ingin tidak dikenali. Entah kenapa hatiku berkata aku harus ke sana menemui gadis yang terlihat asyik minum es kopi sambil memainkan kaki yang berbalut jeans biru.

Sisi melankoliaku tiba – tiba muncul saat langkahku semakin dekat dengan gadis yang duduk menghadap kedai. Tanpa memalingkan wajah gadis itu meletakan gelasnya yang baru diminum separuh.

“Kok tahu ini aku?”

Aku berhenti tepat dibelakang gadis yang selalu mengenakan parfum dengan merek yang sama “Mungkin dari aromamu” jawabku sekenannya

“Kamu apa kabar?” tanya dia dengan nada rendah

“Kita kan terakhir kali ketemu 2 minggu lalu, tentu aku baik – baik saja.” Jawab aku sambil duduk dikursi disebrangnya. “Kamu sendiri apa kabar Danilla?”

Danilla menatapku dengan sebuah senyum seolah sudah lama kita tak bertemu. Memang sejak terakhir kita bertemu di rooftop garden aku tak lagi mendengar kabar dari Danilla. Bahkan saaat teman – temannya datang untuk ambil ijazah dia tak hadir. Saat itu dia hanya pergi begitu saja setelah menyeka air matanya. Bahkan aku tidak bisa melihatmu diantara kerumunan teman – temanmu dilapangan saat perayaan kelulusan. Kamu seperti menghilang begitu saja setelah mendengar keputusan yang aku utarakan. Aku pikir kamu marah dan tentu itu membuat aku merasa bersalah.

“Aku tadi kesini mau ambil ijazah,” Sahutnya sembari mebuka kacamata dari hidung mancung bulatnya. “Sekalian aku mau pamit sama kamu, mungkin ini terakhir kali kita akan ketemu’

Aku sempat bingung dengan pertnyataan Danilla barusan “Terakhir kali? kamu gak berencana bunuh diri gara – gara aku tolak kan?” Tanyaku sedikit bercanda

Hahaha Danilla tertawa lepas “ Bego, ya enggak lah. Aku batal ambil kedokteran UI, kayaknya aku mau kuliah hukum saja kaya papah. Aku mau kuliah di singapur”

“Kamu yakin? Sudah kamu pikir mateng – mateng, kamu bilang mama kamu seneng banget pas tahu kamu dapet beasiswa kedokteran” Tanyaku cukup lega dia tidak bunuh diri hanya karena sakit hati.

“Yakin kok, sebenarnya aku malah tertarik masuk hukum, yah biar kaya papah aku jadi lawyer” jelasnya sambil meminum lagi es kopinya.

“Meskipun alasan sebenarnya karena kalau aku tetap kuliah disini aku kan bakal tetap tinggal deket sama kamu. Dan aku takut aku bakal cari kesempatan untuk membuat kamu mengubah keputusan kamu waktu itu?” Lanjut Danilla menjelaskan.

“Bener kan gara – gara aku”

“gak usah ngerasa bersalah begitu ah, ya mungkin sekarang bukan waktu yang cocok untuk aku dan kamu bisa bersama. Tapi kamu tentu percaya takdir dong, kamu inget waktu kamu TK kamu ditanya cita – cita kamu kalau sudah gede apaan?”

Aku cukup terkejut Danilla masih ingat kata – kataku saat masih berusia 5 tahun itu “ Ta tapi itu kan omonganku waktu masih balita” sahutku agak tersipu

“iya aku tahu, tapi kamu sendiri yang bilang waktu itu, kalau takdir berkehendak kita jodoh kita tetap akan bersatu kan? Entah kapan dan bagaimana” Kata Danilla penuh harap

“lagian dari tadi aku duduk disini gak ada loh yang ngenalin aku, tap kamu tiba – tiba dateng hampirin aku, yang kaya begitu apa coba kalau bukan takdir”



Oke, jujur aku gak mengerti sama sekali apa yang Danilla omongin barusan. Aku memang percaya takdir itu nyata. Tetapi saat itu aku ngomong itu hanya sekedar menenangkan hati Danilla saja. Tapi dia malah menganggapnya serius. Please Danilla ubah persepsimu tentang aku. Aku bukan lelaki yang layak untuk kamu tunggu. Sesungguhnya aku ini hanya pendosa kecil yang tak pantas mendapat cinta darimu. Please jangan buat akau tambah bingung, dua minggu lagi ujian kenaikan kelas. Kamu ingin aku gak naik kelas?. Batinku berkecambuk pikiranku kemana – mana. Aku selalu menertawakan orang yang selalu merasa galau ketika putus cinta. Tapi saat ini jujur aku sangat galau, bukan karena kehilangan cinta, tetapi. Aku pun sulit untuk mendeskripsikan situasi yang kualami saat ini. Rasanya aku belum pernah menemukan kejadian seperti ini.

Aku mencoba menenangkan pikiran dengan menengguk long black yang baru saja kupesan. Kurasakan pahitnya kopi ini sambil menatap wajah ceria Danilla yang seakan berkata ‘Mampus lo Galih, gue berhasil bikin lo lebih sakit dari pada sakit yang lo kasih ke gue’. Kalau Danilla saat ini memang berpikiran seperti itu, dia sukses, dia layak mendapat oscar. Matanya terus saja menatapku, namun pandanganku terusik pada celah kancing yang terlepas. Ada sebekas luka yang terlihat baru belahan dada Danilla yang entah apa itu. Apa mungkin benar Danilla mencoba bunuh diri.

“Sori, itu didada kamu bekas luka ya? “Tanyaku dengan sopan

“Ohh ini” Jawab danila sambil memegang kemejanya “Sebenarnya ingin aku kasih lihat kekamu, tapi ya gak disini juga. “

Danilla mengambil handphone dari dalam tasnya. “Kayaknya kemaren aku sempet moto deh, bentar aku cari dulu.” Katanya dengan jari sibuk mengusap layar

“Nah ada ini, kamu inget gak waktu di rooftop aku kan sempet minta bikinin calligraphy nama kamu dikertas, nah ini yang aku bikin”

Aku melihat sebuah foto yang ditunjukan Danilla. Sebuah foto payudara mengkal dengan puting merah muda. Namun bukan indahnya bentuk payudara itu yang membuatku terkejut, melainkan sebuah tatoo bertuliskan namaku sendiri, persis seperti calligaphy yang waktu itu aku buat untuknya. Apa maksud semua ini. Kenapa Danilla rela merusak dadanya hanya untuk menyematkan namaku diatasnya.

“kenapa kamu sampai melakukan ini?” Tanyaku cukup terkejut

“Entahlah aku sudah lama memang berencana bikin tato kalau sudah lulus, dan kemaren aku kepikiran untuk make kaligrafi kamu sebagai tato pertama aku” Jelas Danilla dengan bangganya.”Boleh kan?”

“Jujur aku gak tahu harus ngomong apa,” aku menyerahkan handphonenya “kamu gak perlu ngelakuin sejauh ini.”

“Aku berhak ngelakuin apa yang aku mau dan kuyakini benar, sama seperti saat kamu mengatakan apa yang kamu yakini benar”

Usai mengatakan itu Danilla pergi dari kedai kopi meninggalkan aku yang kebingungan dengan situasi ini. Ini nampak tidak nyata bagiku, seperti dongeng dunia fiksi saja. Puluhan film kutonton tak pernah kutemukan adegan seperti ini. Kalau memang ini balasan Tuhan fine, aku terima.



_______________


Cukup lama aku duduk terdiam dikedai kopi setelah Danilla pergi. Sampai akhirnya aku terusik oleh suara bising yang kudengar dari seberang jalan sedari tadi Rupanya ada sebuah Lamborghini terpat terparkir didepan gerbang sekolah. Rupanya itu penyebab kebisingan yang kudengar. Cukup jarang memang mobil sport seperti itu datang kesekolah. Sejauh kuingat murid perempuan disekolahku semuanya gadis baik – baik. Tidak ada diantara mereka yang punya bakat untuk menjadi wanita simpanan om om pengemar gadis belia. Dan kalau dipikir – pikir, anak orang kaya disekolah ini tidak ada yang cukup norak sehingga diantar jemput dengan mobil buatan italia seperti itu.

Tak lama pintu gunting mobil berwarna jingga itu terbuka. Lalu keluarlah seorang wanita dengan perawakan tinggi, mengenakan jumpsuit warna beige. Rambut brunettenya terhempas saat wanita itu melepaskan dior dari hidung mancungnya. Seluruh mata mulai tertuju pada wanita yang kini mulai mengarahkan pandangan kearahku.

“Mamah”

Tak ingin terlalu lama menjadi pusat perhatian aku segera berlari kesana, dan langsung masuk kedalam mobil yang mama kendarai yang entah punya siapa. Mamapun ikut masuk dan segera melajukan mobil yang seketika meraung karena jalan Nusantara cukup lengang. Aku gak tahu besok akan terjadi apa disekolah. yang jelas beberapa hari kedepan aku bakal menjadi bahan obrolan karena dijemput dengan lamborghini.

“Mukanya kok merengut begitu sihh” Tanya mama yang menyadari muka kesalku

Seumur – umur mama gak pernah mengatar atau ngejemput aku dari sekolah. Tetapi sekalinya dia jemput menggunakan kendaraan yang membuat heboh satu sekolah.

“Ngapain sih mah pakai jemput segala, mana pakai mobil kaya gini lagi”

“hihi, biarin kan kamu sendiri yang gak pernah ngebolehin mama jemput kamu dari sekolah, ya mumpung mama dapet pinjeman mobil ini ya sekalian saja deh mama jemput. Hihihi”

Huh, hari ini hatiku sedang kacau balau dan mama sukses membuatnya makin berantakan. Terimakasih Tuhan

“Sudah dari pada ngambek terus mending kita makan, mama kepengen coba burger bar yang baru buka itu. Kamu pasti setuju kan”

Ohh Tuhan, ijinkan aku menggunakan kekuatanmu sebentar saja. Kembalikan aku lima jam sebelum saat ini agar aku bisa menghindar dari semua kenyataan yang sudah kamu rencanakan. Atau paling tidak jadikan ini hanyalah sebuah mimpi saat aku tertidur di kelas bu Hesti.

Amin


Tetap Berlanjut,
Salam Mblenger


 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd