Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Secret and Desire
Chapter 16

Lelaki Pemberani


Chapter-2.jpg





Tidak ada yang akan tahu manusia akan melawati jalan yang mana dalam perjalanan hidupnya. Entah itu ke kanan, ke kiri atau bahkan memilih keduanya. Yang pasti manusia tidak akan pernah tahu apa yang ada diujung jalan sana. Manusia hanya harus memilih dan mejalani setiap risiko yang pasti akan mereka jumpai.

Setiap manusia akan mendapat rintangan yang berbeda dalam hidupnya. Rintangan yang akan membuat mereka berhenti begitu saja atau rintangan yang terasa menyenangkan, sehingga mereka seolah tidak merasakan beban sedikitpun.

Manusia diciptakan oleh pemilik semesta, dengan beragam rasa. Dari jutaan rasa yang dijejalkan Tuhan dalam seonggok daging bernama manusia, cinta adalah salah satu rasa yang akan berpengaruh pada segala.

Ada yang menganggap cinta adalah sebuah tujuan, ada pula yang menjadikan cinta sebagai kendaraan mencapai tujuan. Seperti apapun manusia mengartikan cinta, mereka sejatinya tidak akan pernah tahu makna sesungguhnya dari cinta itu sendiri.

Yang mereka tahu, cinta itu terkadang terasa manis tetapi disaat bersamaan akan terasa sangat menyakitkan.

Banyak yang bilang usia 19 adalah awal dari manusia menuju kedewasaan. Diusia ini, segala hal yang dipilih oleh manusia akan menentukan hidupnya dimasa depan. Salah memilih tentu akan menjadi penyesalan dikemudian hari.

Galih dihadapakan pada dua pilihan diawal perjalanannya menuju dewasa. Dua pilihan yang ia yakini tidak akan mungkin bisa dihadapi oleh manusia lain di usianya. Ia membayangkan seperti apa ‘hambatan’ yang harus dilalui manusia lain, keluarga, jati diri, cita-cita, dan tentu saja cinta.


Tapi aku sendiri tak yakin yang tengah aku hadapi ini cinta atau bukan. Kalau memang ini adalah cinta kenapa begitu sulit? Bukankan seharusnya cinta itu menyenangkan, tetapi ini justru menyesatkan. Dari dua persimpangan jalan, aku yakin akan ada persimpangan lainya, apapun persimpangan yang aku pilih.

Tetapi aku tetap harus memilih, karena ini bukan lagi tentang aku, tetapi ini tentang Danilla dan juga tentang Harumi, ibunya.

Ya, dua wanita itu merupakan persimpangan yang tengah membentang didepan perjalanan hidupku. Persimpangan yang harus aku pilih dengan apa pun risiko yang akan menghadang




~~~ Secret and Desire ~~~



Satu minggu ini Galih, Rama dan Patrtcia disibukkan beberes seisi rumah. Mengepak beberapa kenangan ke dalam kardus dan memilih perabot mana yang akan dibawa serta ke rumah baru nanti. Cukup lama akhirnya Patricia dan Rama memutuskan pindah, karena bagaimanapun juga rumah itu sudah menjadi bagian dalam hidup mereka bertiga. Tempat Galih lahir dan dibesarkan, dan tempat segala cerita bermula.

Layaknya buku yang akan penuh dengan tulisan, rumahpun demikian, pada akhirnya sebuah rumah tidak akan mampu lagi menampung segala cerita. Namun bukan itu alasan utama Patricia membangun sebuah rumah sebagai tempat keluarganya berlindung. Ia memang sudah tidak ingin lebih lama lagi tinggal di lingkungan yang kaku dan sedikit konserfatif. Atau kalau wanita itu mau jujur, ia menginginkan hunian yang sepi sehingga ia bisa melakukan segala hal tanpa khawatir akan mendapat pandangan negatif dari tetangga. Setidaknya itu yang diharapkan dari bangunan bekas pabrik sepatu kakeknya yang ia restorasi menjadi sebuah rumah.

Patricia sengaja tidak merombak bentuk bangunan secara keseluruhan. Masih ada yang ingin ia pertahankan karena meyimpan banyak kenangan. Seperti sebuah papan nama besar berbahan besi yang tepasang didepan bangunan, yang merupakan nama dari pabrik kakeknya itu, Jensen Shoes. Meski beberapa huruf telah hilang karena temakan waktu, tapi setidaknya itu bisa menjadi pengingat, karena pabrik ini merupakan awal mula keluarga Jensen berjaya. Tanpa adanya pabrik ini mungkin keluarga Jensen hanyalah manusia keturunan Eropa biasa yang kebetulan lahir dan tinggal di Indonesia.

Sebetulnya bangunan pabrik dan sebidang lahan disekitarnya sudah lama diincar untuk dijadikan sebuah apartemen dan perkantoran. Namun Peter Jensen memilih untuk mempertahankannya bahkan ia membeli tanah kosong disekitaran bangunan itu dan ia tanami beraneka ragam tumbuhan dua puluh tahun lalu. Sehingga saat ini, area itu menjadi salah satu lahan hijau yang masih bertahan di kota yang hanya menanam satu jenis tanaman, yaitu ‘beton’.

Patricia berencana menjadikan lahan kosong itu menjadi hutan kota, taman bermain untuk anak-anak dan beragam fasilitas olah raga. Niatannya tidak muluk-muluk, ia hanya ingin mengubah image angker dari area itu menjadi sedikit menyenangkan. Terlebih lagi ia gerah karena kota ini semakin sedikit menyediakan lahan terbuka untuk anak-anak bermain dan berkembang.

Pihak balai kota menyetujui gagasan itu, bahkan mendukung rencana besarnya selama ini. Salah satu dari 100 daftar keinginannya sebelum berusia 50, Patricia bermimpi akan menjalani sisa hidupnya ditemani dengan kehijauan dan juga canda tawa masyarakat. Tidak seperti ayah dan mertuanya yang memilih membangun desa wisata di lereng pegunungan di Jawa Tengah. Patricia memilih membangun kesegaran di tengah kesumpekan ibu kota.

Untuk ukuran sebuah pabrik, bangunan itu memang kecil. Namun untuk dijadikan hunian, ini sudah lebih dari sekedar luas. Tiang-tiang baja, bata yang sengaja di ekspose, atap yang menjulang tinggi serta jendela kaca yang terbuka menjadi ciri khas bangunan yang kini menjadi objek foto setiap orang yang melintas. Patricia tidak berhak mengakui bangunan yang memiliki warna dominan hitam itu sebagai karya seninya. Karena Rama dan Galih memiliki andil dalam tahap awal restorasi.

Tidak ada perdebatan memilih style interior karena ketiganya memang memiliki kesamaan selera pada bangunan bergaya industrialis. “Biar ada sentuhan New York-nya” begitu kata Patricia pada salah satu arsitek kepercayaan perusahaan ayahnya, yang diberikan kepercayaan merestorasi bangunan yang akan menjadi icon baru di kota ini. Sebuah bangunan kaku berwarna hitam yang begitu mencolok dihamparan hutan kota.


~~~ Secret and Desire ~~~


Galih memang tidak pernah suka mendapatkan hadiah. Namun sebuah kamar berukuran 5x6m merupakan hadiah paling berharga pada ulang tahunnya yang ke 19. Meski ia menaruh itu pada urutan kedua, karena hadiah paling berharga dalam hidupnya, tentu saja diajarkan dewasa oleh Patricia.

Akhirnya Galih memiliki ruang tidur pribadi, setelah hampir 18 tahun ia harus pasrah tidur satu ruangan dengan kedua orang tuanya. Seharian ini ia menata segala barang koleksinya, buku, novel, action figure serta pernak pernik lainya yang menjadikan ruangan dengan tembok bata itu menjadi sedikit segar. Tetapi Galih memutuskan untuk memajang seperlunya saja, karena ia mulai berfikir minimalis is good. Beberapa mainan yang tidak perlu dari masa kecilnya akan ia sumbangkan ke pantyi asuhan, begitu juga dengan Rama dan Patricia yang akan membuang barang koleksinya melalui garage sale.

Rumah itu terdapat 6 kamar tidur, dua diantaranya tentu untuk Galih dan kedua orang tuanya. Satu untuk kamar tamu dan dua sisanya mengharuskan Galih bertanya, siapa yang akan menempati kedua kamar itu.

“Ya untuk Josie dan Karina .... Kasihan kan kalau Josie harus nginep di hotel setiap kali pulang ke Indonesia, mending tinggal disini, sama kita ... Kalau Karina, bulan depan mungkin dia akan pindah kerja kesini.”

Penjelasan Patricia membuat kedua bola mata Galih ingin meloncat keluar. Ia tidak keberatan kalau Josie akan tinggal serumah dengannya tetapi tidak dengan Karina. Karena Karina merupakan perwujudan iblis dalam tubuh wanita. Seketika, ia mengingat kejahilan Karina waktu ia masih SD. Ia pernah dibiarkan tenggelam ketika Karina mengajarinya berenang, dihajar habis-habisan ketika belajar bela diri, atau yang paling parah ketika Galih dipaksa memakan cookies yang tak lain adalah remukan makanan kucing. Galih mulai membayangkan hidupnya akan berbeda bila Karina akan tinggal serumah dengannya.

Josie dan Karina merupakan anak angkat Patricia. Semenjak Patricia menikah dengan Rama keduanya memutuskan pindah. Selepas menyelesaikan studi, Josie memilih tinggal di Los Angeles untuk mendalami ilmu perfilman lebih lanjut. Sementara Karina 5 tahun ini bekerja di Yogjakarta. Meski tidak memiliki ikatan darah, Galih sudah dianggap selayaknya adik sendiri, karena Patricia sudah sangat dekat dengan Galih ketika ia masih sangat kecil. Otomatis kedua anak angkat Patricia juga ramah terhadapnya, namun tidak dengan Karina, yang diam-diam kerap menjahili Galih bahkan melakukan hal kejam yang bisa dibayangkan anak kecil ketika itu.

Galih tidak menyangka akan begitu cepat mereka pindah ke rumah ini. Karena sebetulnya rumah ini belum sepenuhnya rampung di restorasi. Saat mereka menata barang saja masih banyak pekerja yang sedang merampungkan pembangunan kolam renang dan gazebo di taman belakang. Belum lagi dapur yang masih jauh dari kata selesai.

Namun Patricia memiliki alasan kuat kenapa mereka harus segera pindah. Tak lain karena ingin membuat Galih mendapat energi baru, agar terlepas dari masalah yang tengah ia hadapi.

Ya, Senin seminggu yang lalu ketika Galih pulang dari sekolah, Patricia menunggunya dengan tatapan menyeramkan. Sebuah wajah penuh kesal yang jarang sekali wanita itu tampakkan. Galih paham apa yang menyebabkan mamanya itu begitu kesal. Semua itu bermula ketika minggu malam Patricia tidak menemukan Galih dirumah. Padahal ia berencana memberi kejutan dihari ulang tahun Galih malam itu.

“Mama sudah bela-belain ngejar pesawat tapi kamunya gak ada dirumah, bahkan telepon kamu gak aktif. Mama tunggu sampai tengah malam, berharap kamu pulang, tapi baru sekarang kamu muncul. Wajar dong mama kesel!!”

Malam itu Galih memang tidak ada dirumah, karena ia tengah bersama seorang wanita paruh baya didalam sebuah kamar Le Grand Paradiso. Bersenggama dan bercengkrama lalu berbincang mencari solusi dari satu-satunya masalah. Namun malam itu Galih tidak menemukan solusi yang kongkrit. Sebuah pernyataan terlontar dari mulut Arum, justru membuat Galih semakin bingung dan terpojokan, oleh masalah yang tidak sengaja harus ia alami.

“Menurut ibu, nak Galih pacaran saja sama Danilla!!. Kalau bisa nak Galih ngebujuk anak ibu biar dia batalin untuk kuliah di Singapura. Mungkin, nak Galih satu-satunya yang bisa memnbujuk dia”

Saran itu jauh dari sebuah solusi yang Galih bayangkan. Karena ia menganggap hal itu hanya menguntungkan bu Arum semata. Dari perbincangan itu, Galih mengetahui sebuah fakta, bahwa hubungan Danilla dengan ibunya memang sudah lama tidak harmonis selama ini. Semua itu disebabkan oleh perilaku ibunya sendiri yang tak ubahnya seperti pelacur high class. Apa jadinya bila suatu saat Danilla tahu bahwa lelaki yang ia cintai adalah salah satu ‘pelanggan’ ibunya sendiri. Membenci merupakan hal yang masuk akan dilakukan.

Dari fakta itu membuat Galih tersadar, bahwa alasan Danilla memutuskan untuk melepas beasiswa kedokterannya, bukan karena Danilla tak ingin berkuliah satu kota dengan Galih. Melainkan karena Danilla ingin segera menjauh dari sang Ibu, menghindar dari wanita yang selama ini membuat dia malu. Ya, Danilla sering merasa malu untuk memperkenalkan ibunya terutama pada teman laki-lakinya, bahkan ia kerap mengalihkan pandangan teman-temannya ketika ia melihat bu Arum berjalan dengan salah satu berondong peliharaannya di sebuah mall.

Pada akhirnya Galih terpaksa menjelaskan kenyataan itu pada Patricia. Kenyataan yang selama ini ia coba sembunyikan. Atau lebih seringnya Galih selalu menjelaskan dengan kenyataan palsu yang sengaja ia ciptakan. “Kenapa kamu begitu bodoh? Kalau saja kamu menjelaskan sesungguhnya, mungkin mama bisa kasih masukan, yang ada kamu selalu menjelaskan dengan kekonyolan kamu itu. mana mama bisa tahu yang sedang kamu alami?”Tanggap Patricia seusai Galih menjelaskan kemelut yang tengah menghadang perjalanan hidupnya menuju kedewasaan.

“Ya, Galih gak ingin mama merasa kecewa..”

“Mama gak kecewa, mama ... justru sedih, mama merasa semua itu gara-gara mama juga, kamu akhirnya mengalami ini semua. Kalau saja setahun lalu kita nggak...”

“Sudah lah mah, bukan salah mama kok. Ini semua kesalahaan Galih. kalau saja Galih cepat mengetahui kalau bu Arum adalah ibunya Danilla, mungkin semua ini gak akan terjadi.”

“Tetapi semua itu belum terjadi kan? Memang kamu sudah jadian sama dia?, bukannya, kamu bilang kamu hanya temanan saja kan?”

Galih berpikir Patricia akan memberikan perspektif lain. Setidaknya solusi yang jauh berbeda dari solusi yang ditawarkan bu Arum kepadanya. Nyatanya Patricia sepemikiran dengan Arum. Ia bilang “pacaran saja dulu, lagian, memang kamu yakin dia itu jodoh kamu? Belum tentu juga kan suatu saat kamu akan menikah dengan dia. Sudah lahhh... cuma pacaran ini kok...”

“Cuma pacaran?, ya aku juga pernah berfikiran kayak begitu, tapi, gak semudah itu mamah... Aku bisa saja menganggap apa yang terjadi antara aku dan bu Arum itu tidak pernah terjadi dan hanya sekedar khayalan atau mimpi basahku saja. Tapi sampai kapan aku akan menyembunyikan rahasia sebesar itu? sampai Danilla semakin mencintaiku? Sermakin besar rasa cintanya kepadaku, maka akan semakin besar pula rasa bencinya bila ia mengetahui semuanya.. haah Apa yang harus aku lakukan ya Allah?”

Mungkin hanya kepada engkau aku memohon petunjuk.




~~~ PoV Galih ~~~


Selain beberes rumah, liburan kali ini aku isi dengan rapat perencanan dies natalis sekolahku yang akan jatuh pada September mendatang. Anak-anak osis menunjuk aku sebagai ketua divisi acara, yang tak lain aku diharuskan mencari ide untuk tema dies sekolah tahun ini. Bukan tanpa alasan seniorku menunjuk akau, karena mereka memang tahu aku merupakan seseorang yang suka seni.

Aku terdaftar di beberapa ekskul seni, theater, photography, design grafis, musik atau lebih tepatnya aku terdaftar sebagai anggota semua ektra kulikuler yang ada di sekolahku. Ya, awalnya aku memang ingin mencari sebatas mana passionku, disamping itu aku memang suka berorganisasi. Rasanya memang aneh, seseorang yang lebih suka menyendiri malahan mendaftar disemuya organisasi yang mengharuskan aku bertemu dengan banyak orang. But, i love a challenge.

Selain rapat yang sering kita adakan di cafe. Aku juga masih harus menjalankan beberapa sesi foto untuk proyek dari mba Icha. Sesi foto lanjutan itu bukan lagi menjadi tantangan bagiku, karena aku sudah mulai terbiasa berlenggok melakukan beragam pose. Tantangan terbesar ketika sesi foto tak lain adalah kegenitan bu Hesti.

Gara-gara kejadian waktu itu bu Hesti semakin menunjukkan sisi liarnya yang tidak pernah terlihat disekolah. Bahkan selama ini aku selalu menganggap bu Hesti orang yang diam bahkan jauh dari kata genit. Setiap mengajar saja ia tidak pernah menunjukkan gesture menggoda sama sekali. Padahal andai saja ia orang berbeda, mungkin saja ia tidak akan malu sedikit menggoda murid-murid cowok, sama seperti guru lain yang seumuran dengannya. Tetapi bu Hesti seolah ingin menutupi jati dirinya, dengan menutupi diri dengan jilbab. Tetapi tidak terhadapku, dihadapanku ia begitu terbuka, benar-benar terbuka secara harafiah, telanjang.

Setiap kali proses foto, bu Hesti tak segan atau bahkan malu mengganti pakaian dihadapanku. Bahkan tak jarang aku diminta membantu memakaikan pakaian muslim yang akan dikenakan. Sehingga aku begitu dekat dengan tubuh yang jujur saja montok dan menggairahkan.

Walau bu Hesti tidak mengatakannya secara langsung. Aku bisa menangkap dari binar matanya, bahwa ia tengah menggodaku. Bagiamana tidak, berkali-kali ia meminta meremas kedua payudaranya. Bahkan ia rela meminta aku menyentuh area sensitif ditubuhnya, yang seharusnya hanya boleh dilihat dan disentuh oleh suaminya yang saat ini masih kuliah di kota Jogja.

Godaan bu Hesti memang begitu dahsyat. Kalau saja aku orang lain, pasti bu Hesti sudah dibuat berkeringat setiap kali kita bertemu. Tetapi aku memilih menolak ajakannya–aku yakin itu, karena berkali-kali bu Hesti meminta aku menunjukkan penisku–untuk bercinta, karena aku sedang tidak ingin bercinta.

“Atau karena teteh sudah punya suami?” Bu Hesti terus mencoba menelisik.

“Bukan karena itu teh.. ehhh...”

“Terus karena apa?”

“Ya iya... bener .... ehhh ... karena teh Hesti sudah punya suami .... dosa dong saya, kalau saya meniduri teh Hesti tanpa sepengetahuan suaminya...”

“Ohh jadi kalau suami teteh tahu dan ngijinin, kamu mau ngentot sama teteh?”

Stupid, tolol, bego, lengob. Kenapa juga aku menggunakan alasan yang memiliki banyak celah. Itu sama saja, aku sebenernya mau asal mendapatkan izin dari mas Edo, suaminya. Haduh, salah bicara deh.. haaah... gawat. Kalau aku membiarkan ini terus berlanjuta, dan ternyata bu Hesti memiliki hubungan keluarga dengan entah siapa, haah makin kacau. Masalah ku dengan Danilla dan bu Arum saja belum ketemu solusinya. Ini mau ketambahan bu Hesti juga.

“Tahu aahh,, aku laper teh...!! aku pulang duluan yaah. Assalamuallaikum”

Dari pada semua semakin kacau mending aku pulang saja. Makan, lanjutin beberes rumah yang hampir 90 persen selesai. Dan tidur. Selama liburan kali ini aku jarang tidur siang. bahkan aku tidak sempat membaca beberapa novel yang kubeli beberapa waktu lalu. Apalagi menonton beberapa episode terakhir permainan mahkota Season 5 yang belum sempat ku tonton karena kesibukan beberapa minggu ini. Hal itu juga yang membuat aku tidak membuka instagram karena tidak ingin mendapat spoiler dari ending season 5.

Hahhh..


------

Sebentar lagi liburan sekolah berakhir dan sebentar lagi pula aku akan menjadi siswa kelas dua. Tetapi aku belum juga menemukan solusi untuk masalah yang sedang aku alami. Harus segera, kalau tidak semua itu akan membayangi semua kegiatan aku ke depannya. Aku sadar aku tidak perlu menyalahkan diri atas apa yang aku alami. Aku tidak sepenuhnya salah, tetapi aku merasa egois kalau aku beranggapan demikian. Karena pada dasarnya saat itu aku memiliki kesadaran untuk tidak melakukannya.

Hahh.. nasi sudah menjadi bubur bahkan sudah melewati dubur. Ungkapan populer itu seketika berkelebat di otak.

Sore ini pikiranku masih saja kacau. Bukan tentang Danilla, karena, benar seperti yang mama bilang rumah baru semangat baru. Aku mulai bisa sedikit melupakan masalah itu. Namun hatiku kacau karena mengetahui Jon Snow dikhianati oleh saudara sesama night watch, ia ditikam dengan pisau oleh orang yang dipercayainya.

“Alliser Thorne, Brengsek!!!” Jeritku mematikan layar LED dan membanting remot kesamping.

“Apa sih, Jon Snow mati saja kamu ngamuk begitu...??” Tanggap mama melihat reaksi kesalku terhadap ending season 5 serial favoritku, permainan mahkota

“Kalau matinya di medan perang waktu lawan white walker sih gak apa-apa, lah ini di khianati dan ditusuk sama saudaranya sendiri. Itu kan kampret namanya maah....” Kuluangkan kekesalanku, padahal aku sendiri tahu itu hanya fiksi.

Kesal dengan semua itu, membuat aku memutuskan berselancar di internet mencari info sebanyaknya tentang kebenaran kematian Jon Snow. Aku bisa saja membaca buku keempat dan ke lima namun aku tahu novel selalu berbeda dengan tv seriesnya. Dan aku masih gak percaya mereka membuat karakter kesayangan semua orang mati dengan cara seperti itu.

Fokus mengubek sejumlah forum, sampai aku tidak sadar membalas chat dari seseorang. Aku mengiyakan ajakan bertemu disebuah cafe nanti malam, tanpa tahu siapa orang yang mengajak. Aku mengecek lagi layarku dan mengamati dengan siapa aku membalas chat.

Oh noo...

Tanpa sadar aku telah membuat janji dengan seorang wanita nanti malam, sebuah date?, entahlah. Aku bahkan tidak menyangka dia bakalan menghubungiku. Karena barusan adalah chat pertama yang ia lakukan bersamaku. Sebelumnya tidak pernah. Haduh apa yang harus aku lalukan.



~~~ Secret and Desire ~~~


Sempat ragu bahkan aku berencana membatalkan pertemuan ini dengan alasan, aku hendak mencari pembunuh Jon Snow dan membalas dendam akan kematiannya. Namun kini aku justru berada didepan cermin. Hampir setengah jam aku memperhatikan gaya penampilanku, aku tak ingin, hmmm, kencan ini tidak berkesan. Paling tidak aku harus berpenampilan menarik.

“Ya ampunn. Lemari diubek-ubek... begitu... kamu lupa yaaah, baju kamu kan item semua... apa juga di coba satu-satu?” Tukas mama melihat kamarku berserakan baju yang aku coba.

Aku lupa bahwa didalam lemari pakaianku, hampir seluruhnya berwarna hitam dengan model yang hampir serupa. Lalu untuk apa coba, aku mencoba semua pakaian itu seperti anak gadis yang mau melakukan kencan pertamanya.

Hmmm kencan pertama?

Apakah ini akan jadi kecan pertama? Aku gak tahu

Tak lama akhirnya aku sampai duluan disebuah cafe tempat kami janjian. Untungnya tidak begitu ramai. Aku menuju sebuah tempat duduk yang sudah direserved atas nama seseorang. Rupanya ia belum datang. Mungkin sebentar lagi.

Dan benar saja, tak lama seorang wanita mengenakan dress berwarna hitam, dengan belahan terbuka berjalan menghampiriku. Langkahnya begitu lambat, bahkan seolah ia terjebak pada zona slow motion. Atau mungkin itu hanya bayanganku saja, karena aku ingin lebih lama melihat wanita itu berjalan, mengibaskan rambut indahnya, dan menggerakan mata bulat indahnya itu.

Aku menikmati keindahan singkat itu, sampai wanita yang sudah sangat kukenal itu duiduk dihadapanka.

“Galih,,, udah nunggu lamaa yaah?” Ujar wanita itu, duduk dan meletakan tas kecilnya keatas meja” Maaf, biasa macet tadi”

Danilla Svastika begitu cantik malam ini. Tak biasanya ia mengenakan gaun seperti itu. karena yang aku tahu ia lebih sering mengenakan pakaian yang santai, kaos, kemeja gombrong, celana belel dan segala style yang mengesankan dia wanita yang cuek. Namun malam ini ia memilih menutup tubuh ranumnya dengan balutan dress hitam yang seolah membuat kami serasa serasi.

Sambil menunggu pesanan, kami membuka obrolan. Mulai dari kabar, hingga ke obrolan yang sedikit serius. Aku sedikit menyinggung dengan kuliahnya. Dan ternyata dia belum sepenuhnya melepas beasiswa kedokteran itu. bahkan ia belum berencana untuk mendaftar kuliah ke Singapura.

Karena aku? Entahlah

“Aku seneng deh bisa ketemu kamu lagi, Lih?,” Ungkapnya untuk kesekian kali.

“Aku juga seneng.”

Ia tersenyum, manis sekali. Jauh lebih manis dan jauh lebih indah dibanding senyumnya tempo hari. Aku cukup lama mengamati wajah itu, sampai aku sadar kenapa wajah cantik dihadapanku ini begitu familiar. Ya, entah kenapa aku lupa, bahwa Danilla adalah anak bungsu dari bu Arum. Yang tak lain adalah wanita yang pernah aku tiduri. Mengingat itu membuat rona wajahku berubah.

Apa yang harus aku lakukan? Haruskan aku mengungkapkan yang sesungguhnya dan merusak senyum itu untuk selamanya?

Shit, aku tidak setega itu.

Melihat aku yang cenderung diam, Danilla berinisiatif bercerita segala hal. Lebih banyak ia bercerita tentang gangnya seamasa SMA yang saat ini tengah sibuk memilih rumah kost. Danilla juga bercerita tentang kisah cinta Ivan dan Andhini yang menurutnya semakin romantis. Ia bahkan menujukan foto mereka berdua yang sudah berani mengumbar romantisme di instagram.

Ya, romantis sih.. tapi, nggak tahu juga, karena definisi romantis menurutku mungkin berbeda dengan definisi romantis mereka, yang menurutku justru, norak.

Aku dapat menebak apa tujuan Danilla menunjukkan keromantisan kedua sahabatnya itu, yang jadian di momen kelulusan. Aku tahu arah pembicaraan ini. Tanpa aku tanya, Danilla ingin aku tetap mengingat akan janji yang aku buat di roof top garden siang itu. Janji dimana Danilla akan menunggu aku sampai lulus SMA, lalu kemudian aku akan menemuinya dan berkata “Sekarang kita sudah menjadi sepasang kekasih, kan?.

Dari mata yang berbinar indah itu, dapat aku terka apa yang saat ini Danilla rasakan. Ia tidak ingin menunggu lebih lama, dua tahun itu, mungkin akan terasa sangat lama. Ia ingin aku memutuskan jawaban sesungguhnya dariku.

“Please Galih, aku gak bisa nunggu lebih lama lagi... kamu tahu kan dua tahun itu sangat lama”

Perkataannya barusan sama persis seperti yang beberapa detik lalu aku bayangkan. Apakah ini bertanda kita jodoh. Atau, sekali lagi, ini hanya kebetulan kosmik belaka. Aku tidak tahu. Aku memilih memandang senyum yang menghangatkan nurani itu.

Namun tak lama ada yang mengganggu dibenakku. Sedari tadi aku mencari apa yang membuat Danilla terlihat sangat berbeda, terlihat sangat anggun. Tetapi bukan itu saja. Akhirnya aku tahu apa yang membuat Danilla berbeda saat aku memandang kearah dadanya. Bukan karena dress hitam itu membuat belahan dada Danilla terlihat maskin indah. Namun karena dada itu sendiri.

“Kenapa dilihatin terus? Suka ya?” Hardik Danilla saat mengetahui aku sedari tadi mengamati belahan dadanya.

Aku bukan lelaki yang baru sekali ini melihat payudara wanita sampai membuat aku bengong kehilangan fokus. Aku melihat itu karena...

“Kamu pikir, aku bakalan beneran membuat tato di dada ku? Dengan nama kamu sebagai designnya?” Ungkap Danilla yang membuat aku kembali fokus pada matanya. “Jangankan ditato, sampai saat ini kan aku masih takut disuntik, gak mungkin dong kalau aku sampai ditato sepeti itu.”

“Lalu yang waktu itu aku lihat?”

“hihhihihi” Danilla tak mampu menahan kekehannya “Itu toket aku kok ... tapi gambarnya bukan, aku minta tolong teman aku yang jago photoshop, biar diedit seolah itu kayak tato..” ungkapnya lagi.

Aku terkejut namun sekaligus lega. Waktu itu aku sampai merasa bersalah ketika mengetahui Danilla mentato dadanya sendiri dengan menggunakan inisial namaku sebagai desainnya. Aku lega itu hanya sebuah kebohongan semata. Namun aku tetap kesal karena merasa dipermainkan. Namun, tak apa.

Sejurus kemudian obrolan kami semakin hangat. Tidak menjadikan orang lain sebagai topik, melainkan kita berdua. Kami saling bercerita satu sama lain tentang apa yang belum terungkap. Tentang warna kesukaan, musik kesukan, film favorit dan tempat idaman. Kami sudah selayaknya sepasang kekasih yang baru saja bertemu setelah sekian lama terpisah.

Namun tiba-tiba suasana seolah hening, padahal homeband baru saja menyanyikan sebuah lagu blouse yang barusan ku-request. Itu semua karena pertanyaan yang barusan saja dilontarkan dari bibir ranum Danilla yang bergincu peach

“Jadi kamu ingin tahu, alasan sebenarnya aku hmmm... menolak kamu?

Danilla mengangguk, berharap kali ini aku menjawab sungguh-sungguh tanpa trick tanpa kebohongan yang sengaja dibuat-buat dan tentu saja tanpa skenario yang biasanya sudah aku siapkan.

Aku tahu jawaban ini akan sangat menyakitkan. Aku yakin itu.

“....”

“Aku terpaksa menolak kamu, karena selama ini ..... Aku punya hubungan rahasia dengan mama kamu...”

Danilla terdiam beberapa saat hingga ia membuka bibirnya kembali “Maksud kamu?”

“Aku penah ml sama mama kamu, bukan hanya sekali, bahkan berkali-kali.” Aku mengatakan itu dengan mantap dan tanpa terbata sama sekali. Akhirnya keputusan ini yang aku ambil. Aku memilih untuk jujur, tak ada lagi rahasia. Lebih baik Danilla sakit sekarang dari pada merasakan sakit yang berlebihan dikemudian hari.

Gadis didepanku ini benar-benar terhanyut dalam diam. Tanpa gerakan tanpa suara, hanya air mata yang mulai menggenang diujung mata. Aku tak kuasa melihat ia menangis, meneteskan air mata, membasahi pipi mulus itu. Teganya aku merusak keindahan yang Tuhan titipkan dalam wujud Danilla.

Ya, aku bukan lagi sekedar 'bad boys', saat ini aku benar-benar lelaki bajingan.




BERSAMBUNG

 
Terakhir diubah:
Daniella....how are you.....
Here i am Darling:fgenit:
Anjir, ngakak guling-guling aing pas scene titied galih kena lem. :lol:

Terlepas dari ceritanya yang icikiwir penuh esek-esek.

Tapi alurnya asik kok. :D
Niatan awalnya memang membuat cerita esek-esek berbalut drama,
bukan sebaliknya Drama yang disisipi icikiwir

Oh ya OTW makasih sudah baca, Dr. Conigli
 
Keluar jg sisi bangsat Galih sama Danila. Kabur deh tu ke tempat yg jauh gak mau ketwmuan lagi. Lanjut lg :beer::beer::beer::beer:
Apakah kedepan Galih akan lebih bangsat lagi?
Nantikan selalu
:ngeteh:
That reality is indeed cruel, general ...
so sory make you cryng
lanjutken hu.....
:jempol: :jempol: :jempol: :jempol:
Berharaplah ini tidak akan pernah terjadi didunia nyata.
Tapi kalau sampai kejadian..
Ya mau gimana lagi
:hore:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd