Love in My Room
Hari ini hari minggu, hujan tengah membasahi kota Jakarta. Suara gemuruh hujan yang berbarengan dengan suara petir itu membuat suasana yang sangat cocok dengan suasana hatiku. Hati yang betul betul hancur karena "Tragedi" yang terjadi kemarin.
Aku hanya berbaring di kamarku, suasana di dalam dan di luar tubuhku betul betul membuatku kacau. Aku tidak selera makan, Aku tidak selera untuk main game, bahkan untuk mengerjakan tugas kuliah untuk besok pun aku tidak ada niat. Aku hanya diam, sambil berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan cepat berlalu.
Di tengah lamunanku itu, tiba – tiba Mbok Siti berteriak dari lantai bawah.
"Den, ada tamu, cewek" teriaknya keras.
Mendengar itu aku pun langsung bangkit dari kasurku. Aku pun membuka pintu lalu berteriak,
"Siapa namanya mbok?" Teriakku.
"Mba nya gak jawab den, Mba nya cuman bilang pengen ketemu" Jawab Mbok Siti berteriak.
Mendengar itu, aku pun keluar dari kamarku secara panik dan ketakutan, Jangan jangan itu Gracia ? Haduh apa lagi yang akan terjadi hari ini ? Aku pun melangkah menuju pintu depan. Langkahku lesu dan letoy, seperti orang tidak semangat hidup. Aku menuruni tangga dengan langkah yang sangat pelan.
Sampai di depan pintu, aku kaget, ternyata itu Shani, dia menatapku dengan muka yang sedih. Seluruh pakaiannya basah, Matanya juga terlihat sedikit bengkak, apa dia habis menangis ?
"Boleh aku masuk ?" katanya dengan lirih, suaranya hampir tidak kedengaran ditengah guyuran hujan yang turun.
"M-masuk aja" ucapku sedikit terbata bata
"Boleh aku bicara? Di kamarmu? Tanyanya sambil menatapku sedikit tajam
"B-boleh, a-ayo" ucapku sambil mengajaknya ke kamarku
Shani pun mengikuti aku dari belakang. Aku tidak berani menoleh ke arahnya. Kami hanya diam, tidak berteguran.
Sesampainya di kamar, aku pun mempersilahkan Shani masuk. Shani masuk ke kamarku tanpa berkata apa apa. Aku pun menutup pintu kamarku begitu Shani sudah masuk.
"Bisa di kunci gak?" pinta Shani sambil membelakangiku tanpa menoleh ke arahku
Aku yang mendengar itu langsung mengangguk, Aku pun mengunci pintu kamarku. Setelah pintu terkunci aku pun berbalik, tiba tiba Shani menamparku, yang membuatku kaget dan hampir terjatuh.
"KAMU KENAPA ? KENAPA KAMU GINIIN AKU ? KAMU JAHAT !!!" teriak Shani setelah menamparku
Aku yang mendengar itu pun langsung panik. Apa jangan jangan Gracia sudah memberitahu Shani tentang kejadian kemarin ?
"By, dengerin aku dulu, aku...." ujarku mencoba menjelaskan
"JANGAN PANGGIL AKU BY !!!!" teriaknya, memotong penjelasanku. Aku yang mendengar itu pun langsung terdiam
"Aku gak habis pikir Dy, aku tau kamu introvert, aku tau kamu lagi banyak pikiran, bukan berarti kamu bisa diamin aku gini" Ucap Shani sambil menangis
"Maksudnya ?" Tanyaku kebingungan
"Kamu seharian gak ada balas chatku, gak ada ngangkat telponku, gak ada jawab Vidcall ku, Aku khawatir tau" Ucapnya sambil memelukku, pelukan itu terasa dingin karena bajunya yang basah tadi.
"Jangan giniin aku Dy, Aku sayang sama kamu, aku gak pengen kehilangan lagi" ucapnya sambil menangis, peluknya makin erat.
Memang semenjak kejadian itu, aku gak ada ngejawab chat dari Shani. Telpon dan Vidcall dari dia pun aku hanya diamkan. Aku melakukan itu semua karena aku takut, aku takut kalau Gracia sudah memberitahu Shani tentang kejadian kemarin.
Melihat Shani yang seperti ini membuatku kasihan. Aku pun mengangkat wajah Shani dengan jariku agar dia menatapku. Aku pun langsung menciumnya. Dia pun membalas ciumanku. Ciuman itu terasa lambat, dan penuh kasih sayang, seakan akan waktu ikut melambat, Suara gemuruh hujan dan petir seakan akan hilang saat kami berciuman.
Setelah 1 menit, kami pun melepas ciuman kami, terlihat raut wajah Shani yang imut walau matanya sedikit agak bengkak karena tangisannya tadi.
"Kak Shani, maafin aku, aku gak pernah ada niat kok untuk nyakitin kamu. Tapi ada sesuatu kesalahan yang ku buat, itu bikin aku takut dan aku gak bisa ngasih tau itu ke kamu. seberapa keras pun aku mencoba. " ucapku mencoba menjelaskan
"Maafin aku kak, aku gagal, aku..." tiba tiba shani menaruh jari telunjuknya di bibirku, seperti yang dia lakukan saat kami di bioskop.
"Dy, aku gak peduli, kamu ngelakuin apa, kamu buat salah apa, aku gak peduli." Ucap Shani sambil menatapku
"Aku bakal ada terus buat kamu kok, aku siap menerima semua kekuranganmu, so please jangan tinggalin aku, aku udah terlalu capek ngasih hatiku ke cowok lain" Ucap Shani sambil kembali memelukku.
Aku pun terdiam, aku hanya bisa menatap Shani sambil membalas pelukannya, padahal pikiranku sedang berkecamuk. Mungkin Shani bisa berkata seperti ini sekarang, tapi bagaimana nanti ? Saat dia sudah mengetahui semuanya ? Apakah dia masih dapat berkata seperti ini ?
Tiba tiba dia menciumku lagi. Aku hanya bisa membalas ciumannya secara perlahan. Ciuman yang terasa hangat meskipun badan kami sedang kedinginan. Shani menarikku pelan pelan. Kemudian dia menarikku jatuh ke atas kasur, kini aku menindih tubuhnya, tanpa melepas ciuman kami.
Kami terus berciuman, tidak ada yang mau berhenti. Bibirnya yang halus itu membuat sensasi yang begitu nikmat. Nafasnya yang kuhirup juga membuatku tak karuan. Perasaan ini berbeda saat aku mencium Gracia, apakah ini yang dimaksud ciuman kasih sayang ?
Tiba tiba Shani menghentikan ciumannya. Dia menatapku dengan tatapan pasrah, wajahnya seperti berkata "Aku siap menjadi milikmu"
Dia meraih bagian bawah bajuku, terus mencoba melepasnya. Aku yang menyadari itu langsung menaikkan kedua tanganku ke atas agar dia mudah melepasnya. Setelah bajuku berhasil terlepas, dia sempat memerhatikan tubuhku. Dadaku yang bidang, perutku yang sixpack, seakan akan membuat dia terkejut.
Tiba tiba dia memelukku, terus menggulingkan tubuhku. Kini dia yang berada di atasku. Seketika aku mengingat kejadian kemarin. Apa yang Shani lakukan persis apa yang kulakuin ke Gracia, yang membedakan adalah Shani melakukannya secara lembut. Sementara aku melakukan itu karena nafsu.
Tiba tiba Shani mencium dadaku. Aku hanya bisa meremas kepalaku, menahan kenikmatan yang kurasa dari setiap ciumannya. Sensasi geli tapi nikmat itu membuatku merem melek. Shani yang menyadari itu sempat tersenyum sebelum dia melanjutkan ciumannya.
Shani kini menghisap putingku, dia menghisapnya secara lembut, sambil sesekali menjilatnya. Rangsangan yang dia lakukan itu berhasil membuat penisku tegak. Aku hanya bisa merem melek sambil meremas kepalaku. Menahan setiap rangsangan yang diberikan oleh Shani.
Shani menurunkan ciumannya ke perutku sekarang. Setiap kotak dari perutku tak luput dari ciumannya. Sambil mencium perutku, dia berusaha menurunkan celana boxer yang kupakai. Aku pun mengangkat pinggulku sedikit ke atas, agar Shani lebih mudah menurunkannya.
Kini penisku udah mengacung tegak di hadapannya. Shani yang melihat itu sempat memalingkan wajahnya. Aku yang melihat itu hanya bisa tersenyum. Mungkin ini pertama kalinya dia melihat penis laki laki secara langsung, sehingga membuat dia malu.
Tiba tiba dia langsung menggengam penisku, dia mulai mengocoknya. Tangannya yang halus dan kocokannya yang kaku itu berhasil membuat sensasi yang nikmat. Aku yang merasakannya hanya bisa diam menikmati, sambil memperhatikan apa yang Shani lakukan.
Tiba tiba dia menghentikan kocokannya. Aku yang menyadari itu langsung menatap Shani dengan ekspresi kebingungan, Shani yang melihat ekspresiku hanya bisa tersenyum.
“Hehe udah masalah gini aja, mau terus haha” ucap shani sambil ketawa
Shani pun membuka bajunya, T-shirt biru yang basah itu dia tarik ke atas kemudian dia buang entah kemana. Kemudian dia lanjutkan dengan menurunkan jeans biru muda ketat basah yang dia pakai tadi. Kini Shani sudah telanjang, hanya Bra dan CD hitam yang masih menutupi daerah daerah sensitifnya,
“Jujur Dy, ini pertama kalinya aku berani begini, tapi aku ngelakuin ini biar kamu yakin, kalau aku serius sama kamu” ucap shani sebelum melanjutkan kocokannya tadi.
Aku yang belum sempat menjawab pernyataan dia tadi hanya bisa menutup mataku. Kenikmatan kocokan yang diberikan Shani betul betul membuatku melayang. Padahal tekniknya masih sangat kaku, tapi tangannya yang lembut itu memberikan efek yang betul betul nikmat. Seperti dikocok dengan menggunakan sabun.
Tiba tiba Shani menghentikan lagi kocokannya, dia langsung menaiki lagi tubuhku, menciumku kembali. Aku pun langsung membalas ciuman darinya. Ciuman itu terasa lebih nikmat dari sebelumnya. Ciuman itu terasa hangat, baik di mulut maupun di tubuh. Mungkin ini dikarenakan kulit kami yang sekarang bersentuhan, berbeda dengan ciuman yang kami lakukan saat kami masih berpakaian.
Aku pun menciumnya, sambil meraba raba bokongnya Shani. Memang bokongnya Shani tidak sepadat punya Gracia, tapi bukan berarti bokongnya tidak kencang. Mungkin latihan dance yang mereka lakukan hampir setiap hari yang membuat bokong mereka kencang seperti ini.
Aku pun berusaha menurunkan CD yang dipakai Shani, Shani membantuku dengan sedikit mengangkat tubuhnya ke atas. Aku pun berhasil menurunkan CD itu sampai ke bawah mata kakinya, sebelum si Shani mengaitkan jarinya ke CD nya dan membuang CD itu. Setelah itu aku mencoba melepas kaitan Bra nya Shani. Bra itu sangat mudah kulepas, setelah bra itu terlepas Shani membuang Bra itu entah kemana.
Aku yang menyadari bahwa Shani sudah telajang bulat langsung memeluknya kemudian membalikkan badannya Shani. Shani sekarang berada di bawah. Aku menatap wajah Shani, Wajahnya yang imut, lucu itu tersenyum pasrah ke aku, sebelum akhirnya dia menciumku lagi.
Ciuman kami hanya berlangsung sebentar, aku langsung turun menciumi kedua payudaranya itu. Aku menggenggam payudara kanannya dengan tangan kananku. Payudaranya terasa sangat pas ditangan. Pentilnya yang merah muda itu kupelintir dengan halus. Sambil tak lupa pentil Payudara kirinya ku hisap juga secara halus. Sesekali aku memainkannya dengan lidahku, aku jilat seperti anjing yang sedang menjilat tulang. Terus kemudian kuganti lagi dengan ujung lidah ku yang menggoyang pentil itu secara memutar. Shani yang merasakan efek dari aktivitasku hanya bisa mendesah.
“Ahhhhh, sayang, geliiii, Ahhhhhh” desahnya
Aku yang mendengar itu pun melanjutkan rangsanganku di payudaranya. Kedua payudaranya itu kuhimpit kemudian kujilat dua duanya, sambil sesekali aku menghisapnya secara bergiliran. Tiba tiba Shani menggeliat, dia mengangkat pinggulnya ke atas.
“Aaaaaahhhh Dy, aku mau keluar, Ahhhhhh” desah Shani tak karuan.
“Keluarkan aja sayang” kataku sambil melanjutkan rangasanganku di payudaranya.
Shani pun akhirnya orgasme, Terdengar nafasnya tidak karuan. Aku yang tengah memainkan payudaranya pun beralih ke vaginanya. Terlihat cairan putih masih mengucur deras dari vaginanya yang berwarna pink itu. Aku pun menunggu Shani mengatur nafasnya.
Setelah terasa cukup, aku pun mencoba untuk menjilat vaginanya Shani, sebelum dia menahan kepalaku dengan kedua tangannya.
“Langsung aja, aku udah gak tahan” Ucapnya sambil menatatapku mesra
Aku yang mendengar itu langsung menaiki tubuhnya. Aku merentangkan kedua paha Shani dengan kedua tanganku agar lubang vaginanya terekspos, sehingga lebih mudah buat penisku memasukinya.
Aku menyuruh Shani menahan posisi pahanya, dia pun menahan pahanya sendiri dengan kedua tangannya. Aku yang melihat itu hanya tersenyum, kemudian aku meludahi penisku yang sudah tegang maksimal agar dapat masuk dengan mudah. Aku mengarahkan penisku ke arah bibir vaginanya Shani dengan tangan kananku. Aku sempat melirik wajah Shani, terlihat ekspresinya yang lucu, seakan akan dia takut tapi dia juga mau dan pasrah terhadap apa yang akan aku lakukan. Aku pun mencoba memasukkan penisku, rasanya sangat sempit, bahkan lebih sempit dari punya Gracia. Aku mencoba mendorong penisku pelan pelan. Dinding vaginanya menggelitik setiap bagian penisku yag telah masuk. terdengar suara desahan Shani setiap kali bagian penisku masuk ke dalam vaginanya.
“Ahhhhhhh, Ahhhhhhhhh” Desah Shani
Akhirnya seluruh penisku masuk di dalam vaginanya, aku pun membiarkan dulu vaginanya mengikuti bentuk penisku. Sambil menunggu, aku memeluk Shani sambil menciumnya mesra.
“Udah siap sayang ?” tanyaku pada Shani
“Sudah By, Ahhh bikin aku jadi milikmu” Jawab Shani sedikit mendesah
Aku pun mulai menggenjotnya, terlihat Shani yang menutup mata sambil mendesah keenakan. Aku menggenjotnya secara perlahan, aku gak ingin mengasarinya, meskipun nafsuku udah di ubun ubun. Aku pun menciumnya kembali, sambil tangan kananku memainkan payudaranya secara bergiliran, kurasakan pentilnya makin mengeras, tanda bahwa dia betul betul terangsang.
Tak lama, Shani pun menggeliat lagi. Nampaknya dia akan orgasme untuk kedua kalinya.
“By, aku pengen keluar lagi Ahhhhh” katanya melepas ciumannya
“Keluarkan aja sayang” Jawabku sambil menciumnya kembali
Ditengah genjotanku tiba tiba terasa cairan keluar dari vagina Shani. Cairan hangat itu membasahi penisku di dalam vaginanya. Aku pun berhenti menggenjotnya untuk beberapa saat. Aku tak ingin dia kesakitan jika ku paksa penisku tetap menggenjotnya saat dia baru keluar.
“By, kamu yang di atas ya sekarang” pintaku pada Shani
Shani yang mendengar itu langsung membalik badanku tanpa melepas penisku dari vaginanya. Kini dia berada di atasku. Dia mulai menggoyangkan pinggulnya secara memutar. Aku yang merasakan itu betul betul tak tahan. Penisku serasa di aduk.
“Hehe ini goyangan Hey, Hey, Hey namanya, pernah dengar gak ?” tanya Shani sambil menggoyang pinggulnya
“Biar ku tebak, Goyangannya Shania Gen 1 ya ?” Ucapku mencoba menebak
“Ih kok tau ?, pinter deh kamu, padahal baru aja jadi fans kurang lebih seminggu” Jawab Shania sambil menurunkan badannya menciumku.
Jujur saja, Goyangan itu aku ketahui dari Khalil, Khalil menceritakanku saat kami lagi di perjalanan mau menonton Teater. Katanya ada mantan member yang bernama Shania Junianatha dari Generasi 1 yang memiliki goyangan yang menggoda. Nama goyangan itu diambil dari lirik lagu yang mereka nyanyikan saat melakukan goyangan itu. Aku hanya mengiyakan perkataan Khalil waktu itu, ya walaupun aku sempat mencari videonya di Youtube hehe.
Shani mulai mengganti goyangannya, kini dia menggantinya dengan gerakan naik turun. Aku yang kaget dengan transisinya yang tiba tiba itu pun langsung menggeliat tak karuan. Sepertinya tidak lama lagi, aku bakal keluar.
Aku pun langsung bangkit memeluk Shani, terus membalik tubuhnya, lalu merebahkannya. Aku mulai menggenjotnya secara cepat. desahan Shani semakin keras. Aku yang mendengar itu semakin mempercepat genjotanku.
“By, Aaaahhhh aku Aaaahhhh mau keluar” Desah Shani tak karuan
“Sama sama ya sayang, aku juga” jawabku sambil terus menggenjot
Setelah sekitar 2 menit akhirnya Shani orgasme lagi, aku pun mempercepat genjotanku. Tak lama aku pun mencabut penisku dari vaginya, kemudian aku mengocok spermaku di atas perut Shani. Sperma ku pun langsung muncrat. Terlihat spermaku membasahi perutnya Shani, bahkan ada yang mengenai payudara dan wajahnya yang cantik itu.
Kami pun diam sejenak sambil mengatur nafas kami. Aku berdiri dan berjalan menuju meja untuk mengambil tissue. Aku pun mengelap sisa sisa sperma yang ada di penisku sambil berdiri. Aku juga mengambil beberapa tissue untuk kuberikan ke Shani. Setelah menerima Tissue dia pun mengelap Sperma yang ada di seluruh tubuhnya.
Setelah semua Sperma bersih dari tubuhnya aku pun berbaring lagi, terus memeluknya. Aku mencium keningnya, setelah itu dia menatapku dengan tatapan sayu.
“Aku sayang kamu, Faisal Ardy Mahesa”
“Aku juga sayang sama kamu, Shani Indira Natio”
Kami pun berpelukan mesra, tanpa ada yang memakai pakaian. Rasanya begitu hangat, walaupun diluar masih hujan. Dinginnya hujan tidak terasa di kulit kami, bahkan AC yang kuatur paling dingin itu pun gagal mendinginkan kami yang sedang memberikan kehangatan satu sama lain.
Kami yang berpelukan itu tiba tiba mendengar suara ketukan pintu, sontak membuat kami kaget.
“Den, mau makan apa ? Mbok mau masak”
Aku yang mendengar itu langsung lega, ternyata itu Mbok Siti.
“Kamu mau makan gak ?” Tanyaku pada Shani
“Mau, tapi nanti aja boleh gak ? Aku masih pengen begini” Jawabnya sambil memelukku erat
“Iyaaa, mau makan apa ? nanti biar kusuruh Mbok Siti simpan makanan kita” Ucapku sambil mencium pipinya Shani
“Bakso boleh gak ? hehe enak nih dingin dingin gini makan Bakso” Kata Shani sedikit tertawa
“Mbok, Bikinkan Bakso 2 ya, nanti pisahkan aja kuahnya di Rice Cooker biar tetap panas.” Teriakku agar Mbok Siti dengar.
“Oh iyaa den, Den Ardy lagi ngapain ya di dalam ?” Tanya Mbok Siti sambil teriak
Aku yang mendengar itu hanya melotot senyum ke arah Shani, Shani yang mendengar itu pun langsung menutup mulutnya menahan tawa.
“Lagi baring aja sih ini Mbok, Teman Ardy juga lagi tidur di bawah” Teriakku sambil tetap menatap Shani
“Oh iya den, jangan macam macam loh ya” Teriak Mbok Siti, terdengar langkah kaki Mbok Siti, sepertinya dia udah pergi.
Aku sama Shani pun langsung tertawa terbahak bahak.. Kemudian kami kembali berpelukan. dan tak terasa kami pun tertidur tanpa busana, hanya selimut yang menutupi kami.