Me, Her, and Her Best Friend
Aku sedang duduk di kantin kampusku, sambil meminum es teh manis yang baru kupesan. Aku masih mencoba untuk mencerna kejadian semalam, akhirnya setelah sekian lama, aku berhubungan lagi dengan seorang perempuan. Entah sudah berapa lama semenjak aku terakhir kali begini.
Tiba tiba ada pesan masuk ke hp ku, dari Shani
“Hey Ardy, sibuk gak?” kata shani
“Lagi istirahat ngampus sih kak, ada apa kak ? Kangen ?” balasku, mencoba menggodanya
“Hmmm, kalau iya kenapa ? gak boleh ?” entah dia juga mencoba untuk menggodaku atau bagaimana
“Kalau kangen itu ketemu kak, bukan gak boleh” balasku
“Justru itu, malam aku pengen ngajak kamu jalan, kita ketemuan di PIM boleh ? Nanti aku ajak juga Gracia, itu loh yang nyeletuk pas kita Hi-Touch kemarin”
“Oh yang mobilnya mogok semalem, gimana mobilnya ? Udah baik ?”
“Udah kok, nanti kita ketemuan di depan aja, jam 7, oke ?”
“Oke, sampai ketemu jam 7 Kak Shani”
“Okay, thank you Ardy, See you soon”
Aku pun tersenyum membaca chat itu, ah rasanya masih seperti mimpi, bahkan mimpiku gak pernah seindah ini, bisa berhubungan dengan salah satu member JKT48, yang notabene aku bahkan gak terlalu kenal. Aku hanya mengenal mereka saat mereka baru dibentuk. Waktu membernya masih ada Melody, Nabilah, Veranda, Kinal, dan member Gen 1 lainnya. Setelah itu aku tidak terlalu peduli dengan perkembangan Idol Group itu. Tapi siapa sangka sekarang aku malah pengen lebih tau tentang mereka.
Khalil tiba tiba nyamperin aku, dengan ekspresinya yang cengengesan dan gaya berjalannya yang tidak menunjukkan wibawa sama sekali, padahal dia dipercaya menjadi ketua himpunan mahasiswa di fakultasku, tapi entah, gayanya tidak menunjukkan sama sekali bahwa dia adalah ketua himpunan mahasiswa.
“Dy, lo malam ada acara ?” tiba tiba dia bertanya sambil duduk di kursi di depanku
“Ada sih, gue mau ke PIM” jawabku cuek sambil meminum es teh manisku
“Lah, ngapain introvert kayak lu ke PIM ?” ekspresi Khalil seperti tidak percaya
“Gak usah kepo lah Lil, mau tau aja urusan orang” jawab gue dengan nada risih
“Bentar dulu Dy, dengerin gue dulu, gue kenal lo udah lama Dy, gak mungkin lo bakal ke tempat umum kecuali ada keperluan yang penting” si Khalil mulai menjelaskan panjang lebar.
Iya sih, Khalil memang bener, semenjak masuk ke kampus ini, cuman Khalil temanku disini. Disaat aku lagi sendirian, cuman dia yang berani datang ke aku dan nemenin aku. Aku gak pernah ngerasa risih kalau sama dia, ya memang gayanya agak lebay lebay gimana gitu, tapi paling tidak dia mau menjadi temanku saat semua orang tidak ada yang mau. Dialah satu satunya orang yang paling kenal dan ngerti aku.
“Ya memang penting ini Lil, tapi gue gak bisa ngasih tau sekarang, kamu tunggu aja deh, begitu waktunya tepat, gue bakal kasih tau ke kamu.” Ucapku sama dia berjanji sambil menyodorkan tangan layaknya orang mau panco.
“Janji lu ya, awas aja lu, sudah kemarin gue ditinggal di Fx sendirian” jawabnya sambil menerima sodoran tanganku. Sekarang posisi kami kayak orang mau panco, ya begitulah cara kami kalau mengucapkan janji satu sama lain, sebagai sesama perantau, kami berjanji tidak akan berbohong satu sama lain.
“Iya Lil iyaa, janji aku” kataku sambil menatap Khalil
“Ya udah, skuy masuk, bentar lagi kelas Pak Joko” Ucap si Khalil sambil berdiri dari kursi tempat dia duduk
“Kamu udah ngerjain tugas ?” kataku sambil ikut berdiri juga
“Udah dong, gue kan rajin hehe” Ucapnya dengan nada sombong tapi masih cengengesan
“Halah, kemarin juga lo nyontek tugasku” Sahutku
“Hahahaha”
Kelas Pak Joko kulewati dengan mudah, penjelasannya tentang Film Dokumenter Etnografi membuatku tertarik untuk membuat film tersebut. Prosesnya yang unik dimana kita harus ke pedalaman mencari sebuah suku atau kampung yang terpencil, kemudian menetap disana sambil merekam kegiatan kegiatan unik yang hanya dilakukan oleh masyarakat disana, semuanya membuatku penasaran.
Kelas selesai jam 16.30. Setelah kelas, aku pun langsung berlari ke parkiran, di pikiranku hanya ada satu, aku harus cepat cepat pulang, aku harus siap siap untuk bertemu Shani. Pikiran itu yang terus menghantuiku selama dijalan menuju pulang, tak peduli berapa kecepatan sepeda motor yang sedang kupacu itu. Apakah aku akan menabrak orang? Apakah aku akan ditilang ? Apakah aku akan bertabrakan ? itu semua tak terpikirkan lagi, aku hanya memikirkan satu, Aku harus ketemu Shani !!!!!
Sesampai di halaman rumah aku langsung memakirkan motorku di halaman, Aku masuk ke rumah tanpa salam dan tanpa permisi, aku langsung berlari menuju kamarku. Sampai sampai Mbok Siti, pembantu yang dikirim dari Kalimantan buat ngurusin aku pun heran.
“Den, mau kemana, kok buru buru?” tanyanya dengan ekspresi kebingungan
“Mau jalan mbok, oh iya mbok, malam gak usah masak ya, Aku makan di luar malam ini, sama kayak kemarin” teriakku sambil berlari ke lantai 2, dimana kamarku berada.
“Oh iya Den, Hati hati” balas Mbok Siti teriak
Aku pun langsung mandi, selesai mandi aku langsung mengambil handuk lalu mengeringkan tubuhku. Setelah itu aku pun langsung membuka lemariku, memilih baju yang akan kugunakan. Untuk pertama kalinya aku bingung dengan pakaian yang kupakai, padahal aku tipe orang yang cuek dengan masalah pakaian. Aku pun mencoba beberapa setelan baju mulai dari T Shirt, Hoodie Jumper, Hoodie Zipper, dan Sweater. Sampai aku memutuskan bahwa aku akan memakai T-Shirt warna putih dilapisi jaket bomber berwarna hijau tua dengan beberapa patch yang terjahit, Aku memakai celana jeans hitam slim fit yang memang cocok buatku karena aku tak suka celana yang terlalu ketat, dan aku memakai sepatu Vans SK8 Hi yang memang jadi andalanku kalau berpergian. Setelah menentukan pakaian, tak lupa aku memakai Pomade untuk membuat rambutku yang shaky ini menjadi model undercut.
Setelah semuanya selesai, aku pun lari ke lantai bawah.
“Mbok, aku jalan ya” teriakku sambil berlari
“Hati hati Den” Kata Mbok Siti beteriak juga
Langsung kupacu motorku itu ke arah PIM, tak peduli seberapa macetnya jalan, aku berusaha menerobosnya dengan meliuk liuk melewati celah yang sempit. Tak jarang klakson dari kendaraan kendaraan itu bersahutan meneriakiku yang ugal ugalan. Tapi aku tak peduli, aku harus sampai tepat waktu.
Akhirnya aku sampai di parkiran PIM, pada pukul 19.20. Aku langsung berjalan cepat ke arah pintu depan. Sesampainya disana sudah terlihat Shani dan temannya sedang menungguku.
“Hey, Ardy, baru aja datang?” tanya Shani saat aku menghampirinya
“Iya heh heh, heh” jawabku sedikit kecapekan
“Kamu lari ? astaga, santai aja coba Dy, aku gak kemana mana juga kok” ucapnya sedikit kaget
“Heh Heh Iyaa Kak Shani, takutnya aja bikin kamu nunggu kelamaan” jawabku sambil masih mencoba mengatur nafas
“Udah, udah, nih minum dulu” Shani pun menyodorkan aku sebotol air mineral yang masih disegel. Aku pun membuka tutupnya dan meminum air itu sampai habis tak bersisa.
“Masya Allah, capek banget ya, sorry ya bikin kamu kayak gini” ujar Shani dengan perasaan bersalah
“Ah gak papa Kak, ya mau gimana lagi, macet parah tadi soalnya” jawabku yang sudah kembali dapat mengatur nafas
“Ditambah lagi kamu pakai maps ya ? Hahahaha” tiba tiba Shani ketawa
“Heh sembarangan, kalau ke PIM doang mah hafal aku” aku pun ikut ketawa
Aku yang ketawa itu sempat melirik ke temannya Shani, dia menatapku dengan ekspresi bingung dan penasaran, sepertinya dia ingin berusaha mengingat dimana dia pernah bertemu aku.
“Oh gitu, oh iya kenalin ini Gra..” tiba tiba kata kata Shani dipotong
“Oh aku ingat, kakak ini yang kepalanya angguk angguk aja pas Hi-Touch ya ?” Katanya sedikit teriak. Itupun membuat aku dan Shani kaget.
“Astaga, kupikir apa, kagetnya aku, Iyaa, namaku Ardy. Kamu Gracia ya ?” tanyaku setelah sedikit tenang dari teriakannya yang tiba tiba itu
“I-Iya, aku Gracia kak, m-maaf ya kak k-kemarin nyeletuk gitu” Kata gracia terbata bata
“Gre, kamu gak papa ?” Tanya Shani yang melihat tingkah laku Gracia
“Ah aku gak papa kok Ci, cuman gak enak aja sama yang kemarin hehe” Jawab Gracia mencoba mencairkan suasana.
“Haha santai aja gre, eh betul aja kan kupanggil gre?” tanyaku ke Gracia
“Iya kak, kakak gak usah manggil aku Kak juga ya kayak Ci Shani, soalnya kita seumuran haha” Ucap Gracia tiba tiba ketawa
“Oh gitu, oke oke hehe” ketawaku sedikit agak kupaksa
“Yee padahal beda setahun doang, tapi ya udah lah, yok jalan” Ajak Shani ke kami berdua.
Kami langsung menuju ke Studio XXI, Katanya Shani, Gracia pengen nonton Terminator. Aku pun mengiyakan permintaan Gracia, terlihat raut wajah cerianya setelah aku mengiyakan keinginannya itu. Kami berjalan menuju lantai 2. Aku dan shani jalan berdua agak sedikit maju dari Gracia. Kami membahas berbagai macam hal, mulai dari kuliah, lari ke hobi, lari ke cita-cita, dll.
Setelah sampai di loket tiket, ternyata hanya ada film untuk yang sekarang, dan filmnya udah mulai 5 menit yang lalu.
“Ada 3 seat kosong gak mba untuk yang sekarang ?” aku bertanya kepada mba XXI nya
“Ada Mas tapi paling atas, dipojok kiri, A1,A2,A3.” Jawab Mba XXI
“Yang di tengah gak ada mba?” Aku bertanya lagi untuk memastikan, karena Gracia ingin duduk ditengah agar dapat posisi nonton yang lebih bagus katanya
“Sisa itu mas” Jawab Mba XXI
“Jadi gimana nih ?” Aku pun bertanya sambil menatap wajah Shani dan Gracia, terlihat raut wajah bete dari Gracia, seakan akan menunjukkan kekesalannya
“Ya udah gapapa deh, padahal pengen ditengah, tapi ya udah, daripada gak nonton sama sekali, kapan lagi coba aku nonton kalau gak sekarang” kata Gracia merajuk
“Kamu gimana Kak Shani ?” aku menoleh ke arah Shani sambil bertanya
“Iyaa, aku nurut Gre aja, kasihan dia dari kemarin pengen nonton itu” Jawab Shani dengan nada lembut
“Oke deh Mba, yang paling atas di pojok 3 ya” Ucapku mengiyakan
"Totalnya 150 ribu mas” ucap Mba XXI nya sambil mengetik sesuatu di komputernya
Aku pun mengeluarkan uang 50 ribuan 3 lembar dari dompetku, kemudian menyerahkannya kepada Mba XXI itu. Setelah menerima uang dariku, Mba nya pun memberikan aku 3 tiket. Setelah dapat tiket, kami pun langsung menuju ke Studio 2. Di dalam studio aku duduk di tengah antara Shani dan Gracia. Aku sempat berpikiran aneh, biasanya cewek kalau duduk selalu berdekatan, ini kenapa mereka malah mau aku duduk di antara mereka ? tapi aku tak terlalu mempermasalahkan hal itu.
Film pun berlangsung dengan seru, aku sempat teriak saat karakter Sarah Connor yang diperankan oleh Linda Hamilton kembali lagi di serial film ini. Bagaimana tidak, Terminator 1 dan 2 merupakan salah satu film terbaik sepanjang masa yang menjadi salah satu favoritku. Masih terekam jelas di ingatanku, Arnold Schwarzenegger yang mengejar Linda Hamilton di film pertama, malah membantu Linda di Film kedua. Kedua film itu aku tonton bersama ayahku. Bisa dibilang kenapa aku pengen belajar Film dan Tv itu semua karena kecintaan ayahku terhadap film.
“Ci Shani, Kak Adry, Aku ke toilet yah, udah gak tahan” ucap gracia di pertengahan film sambil berdiri lewat di depanku dan Shani, meninggalkan aku dan Shani berdua.
“Dy, ini momen yang pas kalau kamu mau nembak dia, cepetan Dy, kamu panggil dia, kamu pegang tangannya, kamu tembak dia, dan voilah kalian pacaran, CEPETAN !!!!” Suara hatiku tiba tiba berkata seperti itu ke aku seakan akan menyuruhku untuk melakukan itu secepatnya
Akhirnya setelah beberapa saat, aku pun mengumpulkan niatku, saat aku baru saja mau memanggil Shani, dia memanggilku duluan.
“Ardy” Bisik Shani ke aku
Aku yang menoleh tiba tiba dicium oleh Shani, jujur aku menikmati ciuman itu, bibirnya yang lembut dan tipis, nafasnya yang terhirup olehku, seakan akan waktu berjalan begitu lambat. Aku memejamkan mataku dan membalas ciumannya. Beruntungnya di deretan kami tidak ada orang. Kok bisa ya Mba nya bilang sisa kursi di pojok ini sementara deretan kami kosong ? ah tapi itu gak perlu kupikirkan sekarang. Yang kupikirkan hanyalah Shani dan hanya Shani. Setelah hampir 1 menit kami pun melepaskan ciuman kami.
“Dy, Aku tau ini terlalu cepat, tapi, aku suka sama kamu Dy.” Ucapnya setelah kami berciuman
“Aku tau aku ini member JKT, aku seharusnya gak boleh punya hubungan, tapi aku juga gak bisa nahan perasaanku ke kamu, kamu itu unik, kamu gak seperti cowok cowok yang pernah kutemuin sebelumnya” Shani melanjutkan penjelasannya
“Dy, kamu mau kan jadi pacarku ?”
Aku yang udah mengumpulkan niat tadi malah kaget, dan gak bisa berkata kata. Ternyata apa yang kurasa dirasakan juga oleh Shani.
“Kak Shani, aku sebenarnya pengen nyatain ini juga ke kamu, cuman aku gak tau apakah orang dengan sifat seperti aku ini layak buat dapat cewek ?” ucapku kepada Shani
“Jadi aku takut kalau…” tiba tiba Shani menaruh jari telunjuknya di mulutku, menyuruhku diam.
“Aku gak akan ninggalin kamu Dy, Aku janji, seandainya aku ingkar janji, kamu boleh sebarin hubungan kita ke semua orang, dan otomatis karirku pasti hancur Dy, jadi kamu mau kan ?” ucapnya setelah aku diam.
Aku yang mendengar itu malah tambah kaget
“Eeeeeh, I-iya Kak S-shani, a-aku mau jadi p-pacarmu” jawabku sedikit terbata bata
Tiba tiba aku langsung dipeluk oleh Shani dari samping. Aku melihat ekspresi shani yang bahagia, seperti tengah memeluk boneka kesukaannya, tapi boneka yang dipeluknya itu aku.
Aku yang sedang menikmati pelukan itu langsung tertuju kepada Gracia yang baru kembali dari toilet, terlihat dia sedang berjalan di lantai paling bawah. Sontak itu pun membuatku kaget.
“Kak, kak, Ada gracia” sahutku ke Shani
Kami pun langsung membetulkan posisi kami ke posisi semula. Gracia yang baru datang langsung duduk di tempat duduknya, sambil menikmati minuman yang kelihatannya baru saja dia beli. Aku dan Shani pun bersikap biasa saja, seolah olah tidak terjadi apa apa sewaktu Gracia pergi.
Sekitar 15 menit kemudian,
“Dy, Gre, aku ke toilet sebentar ya” tiba tiba Shani pamit ke aku
“Oh iya kak Shani” Aku pun mengiyakannya
“Oke ci” sahut Gracia
Shani pun langsung berdiri dan pergi ke toilet, meninggalkan aku dan Gracia berdua.
“Kak Ardy” Bisik Gracia ke aku
Aku pun menoleh, saat menoleh tiba tiba Gracia menciumku, aku pun langsung bingung. Kenapa yang dilakukannya persis dengan apa yang dilakukan Shani ? tapi masalahnya, aku gak begitu kenal dengan dia. Aku merasakan bibirnya yang halus memainkan bibirku yang agak sedikit kasar karena rokok ini. aku pun secara tak sadar membalas ciumannya, meskipun pikiranku masih bingung, kenapa Gracia tiba tiba menciumku ? Setelah 30 detik, akhirnya ciuman kami pun selesai.
“Jujur, aku suka sama kakak, tapi aku pikir kakak itu cuek.” Ucapnya setelah menciumku
“Tapi, setelah dengar cerita dari ci Shani, aku semakin tertarik dengan Kakak. Sifat kakak yang Introvert tapi juga easygoing. Cuek tapi peduli disaat yang bersamaan. Aku pengen jadi pacar Kakak. Tapi aku juga sadar kok Kak, Kakak suka sama ci Shani kan ? dan ci Shani sepertinya juga suka sama Kakak”
Aku yang mendengar itu pun diam. aku tak bisa berkata apa apa. Aku baru saja dicium oleh Shani, yang baru saja menjadi pacarku. Setelah itu aku dicium lagi oleh Gracia, yang merupakan sahabat pacarku.
“Pokoknya kak, aku akan berjuang agar bisa bikin kakak sayang sama aku, pokoknya aku gak akan nyerah kak, Kakak harus jadi milik Gracia, bukan milik ci Shani, ingat itu kak” ucapnya sambil menatap tajam ke aku.
Ingin rasanya aku berkata bahwa aku udah jadi pacar Shani, tapi aku gak bisa, ada sesuatu yang menghalangiku untuk mengucapkannya entah apa itu. Aku pun terdiam, aku bingung, aku gak tau harus berkata apa, seakan akan pikiranku kosong. Aku juga gak bisa ngerasain apa apa. Tak lama setelah itu, Shani pun datang.
Aku hanya diam saja selama sisa film itu dimainkan. Setelah filmnya selesai. Aku pun langsung pamit ke Shani dan Gracia untuk langsung pulang. Aku berkata bahwa aku ada rapat kelompok mendadak. Mereka pun mengiyakan.
Setelah meninggalkan mereka, aku pun langsung berjalan menuju ke arah parkiran, sambil masih mencoba mencerna ini semua. Setelah sampai di parkiran, aku pun langsung menyalakan motorku, setelah membayar parkir. Aku pun menuju arah pulang. Di jalanan, aku hanya terdiam, tak mampu memikirkan apa apa selain kejadian tadi. Otakku masih mencoba memproses semuanya.
Aku pun sampai di rumah, aku memarkirkan motorku di halaman, Mbok Siti ternyata masih bangun, dia menungguku pulang. Aku pun yang masih kebingungan ini pun masuk ke dalam rumah dengan ekspresi lesu, dan bingung. Aku tidak memperhatikan Mbok Siti. Mungkin Mbok Siti sadar ada yang salah denganku, tapi dia tidak berani membicarakannya. Sesampaiya di kamar, aku pun langsung berbaring tanpa melepas pakaianku kecuali sepatu.
“Kok jadi gini ya ?” tanyaku pada diriku sendiri