Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Unnamed Inhumans

Setujukah bikin sequel?

  • Gak setuju

    Votes: 2 3,6%
  • Setuju, di thread ini

    Votes: 17 30,4%
  • Setuju, di thread baru

    Votes: 37 66,1%

  • Total voters
    56
  • Poll closed .
Bimabet
Jujur gw seneng cerbung tema sci-fi, lancrotkan suhu
 
makasih yaa supportnya suhu semua hahaha.

FYI, kalo belum tau, update tiap selasa-sabtu
 
Episode 3
Tumis Sarden

POV Jamet

2 Desember 2016, aku biasa bangun pagi untuk subuhan. Setelah matahari mulai muncul, aku keluar rumah untuk menghirup udara sejuk kampung halaman sambil memegang handphone. Aku ketawa-tawa sendiri melihat foto candid Hari yang bawa cewek cakep ke kampus.

“Beda banget sama udara Depok. Segerrrr.”
“Makan dulu, Zakaria.” Ibuku muncul dari dapur membawa sarapan.
“Yaa ampun, bu. Aku yo bisa ambil sendiri to.”
“Wis biarin. Kamu baru sampai tadi malam, pasti masih capek.”
“Bu, Zakaria di sini cuma sampai minggu, kan, ya?”
“Baru juga sampai udah ngomongin ke Jakarta lagi.”
“Eda mau sidang hari Senin, gak enak kalau aku ndak datang.”
“Yasudah, sarapan dulu.”

---

POV Hari

Gue sekarang sedang di kereta bareng Lina pulang sebentar ke rumah di Tanah Abang untuk bercerita dan minta izin ibu untuk tinggal di apartemen bareng perempuan. Gue udah siap-siap dari pagi, alasan kalau takut lama di perjalanan karena aksi damai 212. Sebenarnya sih, lebih ke menghindari kejadian kemarin.


“Setiap hari jadi harus pakai kacamata hitam terus dong?” tanya gue
“Iya lah, waspada kalau si setan ngikutin. Kemarin ada laporan dari markas. Sesuai dengan dugaan kita.”
“Jadinya dia Inhuman atau setan?”
“Belum pasti. Tapi mekanismenya sama.”

Saat ini orang barat memang mulai meneliti setan, dan dikaitkan dengan teori makhluk metafisik perihal dimensi lain yang tak kasat mata.

Tak lama kemudian, kereta tiba di stasiun Tanah Abang. Gue cukup berjalan kaki dari luar stasiun sampai ke rumah, karena jaraknya memang dekat. Rumah gue gak besar, tapi cukup luas untuk menampung acara arisan keluarga besar. Di lantai satu ada kamar nyokap, ruang tamu besar yang menyatu sama ruang keluarga, dapur, dan kamar mandi. Di lantai dua ada kamar gue sama adik gue, namanya Kenia. Ada juga satu kamar mandi.

“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam. Tumben pulang Jumat?” Tanya nyokap
"Lah, ibu gak berangkat kerja hari ini?" Tanya balik gue
"Ngabisin cuti. Besok-besok udah gak bisa."
“Ada yang mau Hari bicarain, nih. Tapi soljum dulu deh.”

Gue pergi ke dapur untuk ngambil minum, sekalian juga buat Lina.

“Gimana sidangnya, Har?”
“Lancar.”
“Nah yang ini, siapa namanya? Bawa perempuan kok gak dikenalin.”
“Lina, bu.” Kata Lina, sambil mencium tangan nyokap.

Ketika Lina membungkuk mencium tangan, terlihatlah bola matanya yang berwarna beda dengan orang normal. Itu terlihat oleh nyokap.

“Lina, itu kenapa matanya?” Selidik nyokap
“Hehehehe.” Lina nyengir.

Lina membuka kacamatanya, dan tampaklah mata celepuknya. Gue deg-degan, menerka gimana reaksi nyokap.

“Lho, Inhuman?" Nyokap makin penasaran. Lalu dijawab Lina dengan hanya mengangguk.
"Akhirnya Hari punya temen yang sama!” Ternyata nyokap malah seneng.

Gue dicuekin. Gue pergi ke kamar sebentar, lanjut ke kamar mandi, lalu lanjut lagi berangkat soljum. Kadang gue mikir, parah juga sih, sholat cuma seminggu sekali. Inhuman macam apa gue ini.

Sepulang soljum, nyokap selesai masak kecil-kecilan bareng Lina. Tumis sarden, baunya menggugah selera banget. Kebetulan gue sama Lina cuma makan roti sebelum berangkat tadi. Lalu, kita makan bareng di ruang keluarga. Gue menjelaskan kedatangan gue, kejadian kemarin, dan perintah S.H.I.E.L.D. untuk tinggal di apartemen.

Nyokap gue di luar dugaan ternyata setuju-setuju aja. Katanya, situasi sudah berubah buat kami. Berbahaya kalau gak bareng-bareng. Sebenernya nyokap malah ngajak tinggal di rumah ini, kalau bukan atas perintah S.H.I.E.L.D.. Kebetulan nyokap juga cuma tinggal berdua sama adek gue. Bokap udah gak ada sejak gue kelas 2 SD. Adek gue sekarang mungkin baru pulang sekolah.

---

3 Juni 2016, hari Jumat, gue sedang tinggal di rumah karena kampus baru mulai libur semester. Waktu itu Adek gue, lagi liburan kenaikan kelas sama temen-temen kelas XI-nya ke pulau seribu. Malam hari, nyokap gue pulang dari tempat kerjanya membawa gulai kepala kakap buat makan malam. Baru satu suap makan, yang terjadi adalah kami berdua membatu, tidak bisa bergerak, dan dari kulit muncul semacam cairan yang cepat sekali mengeras, menjebak kami menjadi patung hidup. Gue kira kami akan mati saat itu, tapi ternyata muncul retakan, lalu pecah. Kami selamat dari dalam patung batu. Sejenak ada yang terasa aneh dalam tubuh gue. Aneh. Gue lihat nyokap gue. Astaga! Tulang-tulang belakangnya keluar semua dari kulit, terceplak dari balik bajunya. Gue bahkan cukup jijik melihatnya. Nyokap gue menjerit, tapi usia yang sudah kepala lima membuat tenaganya tidak banyak lagi untuk berteriak lama.

Nyokap menangis lirih kesakitan keluar rumah, ke arah rel kereta api. Gue pun panik dan mengejar nyokap. Nyokap dan gue sudah tarik-tarikan di atas rel. Nyokap gak mau bergerak, sepertinya memang mau bunuh diri karena kesakitan. Entah kenapa badannya jadi berat dan keras banget. Kemudian, munculah kereta dari kejauhan dengan kecepatan tinggi. Gue refleks pasang badan buat nyokap gue. Jantung gue berdegup sangat cepat. Gue pikir hari ini beneran akan mati. Dengan putus asa gue menjulurkan tangan berusaha menahan laju kereta, yang pastinya tidak mungkin. Tiba-tiba, perlahan tapi pasti laju kereta melambat dan kemudian berhenti tepat di depan telapak tangan gue. Listrik di dalam gerbong tersebut juga mati seketika.

Tiba-tiba dari langit muncul pesawat. Gue tau itu sepertinya Quinjet karena sesekali melintas di langit Jakarta. Kami berdua dijemput masuk ke dalam kamar kontainmen. Kejadian kereta malam itu juga dihapus dari laporan PT KAI entah bagaimana caranya. Saat itulah kami mulai dilatih mengendalikan kekuatan, mendaftar Sokovia Accords, dan kembali ke rumah tiga bulan kemudian. Nyokap kembali pergi bekerja atas batuan S.H.I.E.L.D. Sekali lagi, entah bagaimana caranya.

---

“Kejadian malam itu aku yang lapor ke markas, bu, hehehe.” Lina terkekeh. “Tapi waktu itu aku belum tau kalo itu ibu sama Hari.”

Kini Lina yang gantian bercerita singkat. Lina telah cukup lama menjadi agen S.H.I.E.L.D., sejak usia 5 tahun. Lina dulunya yatim piatu, tidak pernah tau rasanya punya orang tua kandung. Dia memilih mengikuti pendaftaran agen muda S.H.I.E.L.D. atas saran panti asuhannya dulu di Suriname. Alasannya, panti asuhannya tidak cukup menanggung banyak biaya untuk semua anak-anak. Lina banyak belajar seni bela diri, bahasa, dan skill lainnya sebagai agen. Saat usianya 18 tahun, Lina ditempatkan sebagi agen di Depok, Indonesia, alih-alih Suriname sebagai tempat asalnya. Wajah Lina yang tidak banyak berbeda dengan orang Jawa menjadi alasannya, meskipun sudah banyak bercampur dengan ras latin di sana.

“Dulu keluarga kamu yang orang Jawa siapa?” Tanya nyokap penasaran
“Kakekku dulu orang Jawa, dibawa dari Yogya. Dikirim jadi buruh ladang tebu akhir tahun 1800an.” Jawab Lina santai.


Setelah ditempatkan di lapangan. Dia stuck di agen level 3. Kejadian yang merubah dirinya menjadi Inhuman ternyata juga belum lama ini, setelah makan siomay ikan tenggiri. Wajar saja matanya masih bisa berubah menjadi normal. Masih dalam proses transisi.

“Sebelum ada Inhuman, kerja di sini santai. Tidak ada apa-apa, bu. Cukup berikan laporan satu bulan sekali. Sekarang setelah ada Inhuman, apalagi Watchdog, tiba-tiba kerjaan jadi banyak.” Jelas Lina kepada nyokap.

Watchdog.
Organisasi yang bertanggung jawab atas matinya listrik di tujuh kota beberapa minggu lalu.

“Assalamualaikum.” Kenia datang membuka pintu.
“Waalaikumsalam.” Jawab gue
“Waaaah ada tumis sarden. Mau dooong.”
“Eh hush, gak boleh, ini buat tamunya bang Hari. Ganti baju dulu sana.” Nyokap ngomel pelan.


Nyokap sampai sekarang masih parno soal ikan. Makan ikan kali ini pun pengecualian karena kami sudah menjadi Inhuman terlebih dulu.

“Huuu, pelit. Aku kan juga mau jadi kuat tau.” Kenia menjulurkan lidahnya ke nyokap, lalu pergi ke kamarnya

Kenia Dwi Lasya

Kenia Dwi Lasya, dulu dia adek paling manja yang selalu gue gendong kemana-mana sejak bokap pergi sama cewek lain. Gak nyangka dia sekarang udah gede. Sekarang badannya jadi makin montok, rambutnya dibiarkan tumbuh panjang, dan bagian dadanya tampak makin membesar.

“Adek lu tau kalo...?” Tanya Lina ke gue, memecah lamunan.
“Tau, makanya dia gak bingung waktu kita gak ada di rumah tiga bulan.”
“Kasihan dong lebaran sendiri kemarin?”
“Dia nginep di rumah tante. Alasan kalo nyokap dinas ke Eropa, guenya ikut, sedangkan dia gak boleh ikut karena masih sekolah.” Jelas gue

Sepanjang obrolan, gue terus dibujuk Kenia supaya nginep di rumah sampai Senin, tentunya bareng Lina. Tapi setelah kami ceritakan lebih detail tentang adanya kasus dengan si setan, nyokap sepakat untuk mengizinkan kami kembali ke Depok. Supaya setannya gak isengin Kenia katanya.

---


Malam hari kami kembali berdiskusi di apartemen soal si setan itu. Mata Lina tetap dalam mode celepuk.

“Gak capek matanya?” Tanya gue
“Sekarang sih udah biasa, kemaren capek banget. Lagipula gue harus terbiasa karena gak selamanya tetap dalam masa transisi kan.”
“So, ke mana pun akan tetap pakai kacamata hitam?”
“Mungkin. Tapi nanti gue coba tanya ke markas apa ada sesuatu alat buat mata gue.”
“Coba gue mau lihat mata lu.”

Gue menatap matanya dalam-dalam. Memastikan bentuk matanya seperti apa. Penasaran.

“Apa yang lu liat?” Gue ngetes Lina
“Elu.”
“Nenek gayung juga tahu. Maksudnya ada yang beda gak? warna misalnya.”
“Ada.”
“Apaan?”
“Cinta.”
“Hadeeeh.” Gue tepok jidat

Kami melanjutkan pembicaraan sambil makan tumis sarden yang dimasak lagi sama nyokap sebelum kembali ke Depok. Sejenak canda tawa melepas kepenatan berpikir tentang menemukan dan mencari siapa si setan itu sebenarnya.

Satu jam kemudian, pembicaraan selesai, malam mulai larut, AC makin dingin. Waktunya tidur. Gak pakai mandi, gue langsung menuju tempat tidur. Ketika udah mulai dapat mimpi, tiba-tiba kaki gue ditarik.


BUGG.. Gue jatuh ke lantai.

“Mandi dulu! Nanti kasurnya kotor.” Kata Lina yang masih pakai handuk.
“Iya, iya, ampun.”

Gue mandi sebentar, setelah itu gue langsung pakai baju di kamar mandi. Gak enak kan keluar telanjang, ada perempuan asing. Selain itu, kejadian kemarin pagi gak boleh terjadi lagi.

Gue berjalan masuk kamar, berniat melanjutkan tidur. Ternyata di kamar masih ada Lina. Dia sudah pakai baju piyamanya. Tapi kok tatapannya kok nakal banget. Gila. Gue gak tahan, tapi gue harus tahan.

"Harus tahan, Har!" Gue menyemangati diri.

“Lin, pindah ke kamar lu sendiri sana. Gue gak biasa tidur bareng orang lain.” Gue beralasan.
“Gue maunya di sini. Gimana dong?” Goda Lina.
“Yaudah gue tidur kamar lu ya.”

Gue pergi ke kamar Lina. Tapi sebelum gue selesai naik ke kasur, Lina udah ngikutin gue dan naik ke kasur duluan.

“Sekarang gue maunya di sini.”
“Ishhh.” Gue jadi kesel sendiri.

Gue pindah lagi ke kamar sendiri. Kejadiannya sama lagi kaya tadi. Dua kali gue bolak-balik ke kamar gue dan ke kamar Lina, dia selalu ngikutin gue sambil ketawa-tawa. Nih anak ngajak bercanda apa gimana sih. Suatu ketika gue lari dari kamar Lina ke kamar gue, lebih cepat dari Lina. Tepat setelah masuk kamar gue buru-buru menutup pintu.

“AAAAWW.” Pekik Lina, tangannya terjepit pintu.
“Rasain.” Kata gue, sambil membuka pintu, meloloskan tangannya.


Lina menarik tangannya sambil merangsek mendorong pintu. Raut mukanya berubah marah. Entah kenapa ge merasa auranya menjadi seram dan berbahaya.

“Aduuh, maaf Lin. Maaf.” Kata gue sambil berjalan mundur.

Lina masih diam, berusaha memojokkan posisi gue ke tembok. Berhasil. Dada gue ditekan ke tembok. Muka kami sangat dekat, tapi bukan dalam keadaan romantis. Keadaannya mencekam buat gue.

Tiba-tiba Lina mendaratkan bibirnya ke bibir gue, mencium dengan ganas. Gak gue bales.

Lina mendekatkan kepalanya ke telinga gue, lalu berbisik,
“Bales ciuman gue, kalau nggak....” Lina meremas jari-jari gue keras banget. Sakit.
"Iyaa.. AAAAAK!” suara gue melengking kaya abg cabe-cabean.

Lina kembali melumat bibir gue dan terpaksa gue balas. Ciumannya super ganas. Lidahnya bermain-main, sesekali dia juga menggigit dan menarik bibir bawah gue. Gue balas memasukkan lidah gue ke mulutnya. Gue mencoba berbuat lebih seksi dengan memegang lehernya dengan kedua tangan gue. Memberikan apa yang dia inginkan supaya tidak terjadi yang nggak-nggak. Cewek satu ini ternyata bisa berubah jadi serem banget.

“Udah ya Lin, gue ngantuk.” Gue mendorong kepala Lina menjauh.
“Okay, tapi gue tidur di sini.”
“Iya. Tapi jangan macem-macem.”

Gue masuk ke selimut, Lina menyusul sambil menyimpulkan senyum. Terjadilah seperti kemarin, Lina meremas-remas penis gue yang pastinya gak bisa tidur akibat ciuman tadi.

“Yang di bawah sini gue gak mau tidur tau.”
“Lin, udah dong.” Gue jawab datar.

Tangannya masuk ke dalam celana gue. Meremas-remasnya langsung. Sensasinya luar biasa buat gue, tapi tetap gue harus bertahan. Iseng gue coba membuka telapak tangan gue, mengarahkan ke penis gue diam-diam. Gak lama kemudian, penis gue mengecil. Berhasil.

“Ih, kok tiba-tiba jadi kecil?” Lina heran.
“Nah, udah lemes kan. Udah ya, gue mau tidur.”

Lina melotot lagi sambil menarik tangannya dari selangkangan gue. Gue refleks memeluknya dari samping, meminta maaf. Lina cekikikan sendiri.

Payudaranya kenyal sekali. Tapi untungnya kejadian konyol ini gak berlanjut. Kami terlelap.

---

Pagi hari, gue bangun dengan penis terasa geli. Kepala Lina udah di selangkangan gue, ngasih oral lagi. Gue pasrah, mencoba melihat jam untuk mencari alasan supaya Lina berhenti. Tapi ternyata masih jam 6. Sial. Makin lama gue mencari-cari alasan, makin enak rasanya penis gue dimainkan Lina.

“Mmm.. mmmhhh....” lenguh Lina dengan mulut tersumpal penis gue.
“Lina, please.” Gue sedang bimbang.

Penis gue dijelajahinya mulai dari pinggir kepala penis hingga ke lubang kencing. Sesekali Lina menelan penis gue seutuhnya sampai pangkal. Ketika penis gue mulai berkedut, dia pindah menjilati buah zakar gue. Lina bermain lama, tidak seperti kemarin.

Sepuluh menit kemudian, gue gak tahan mau keluar.
“Lin, udah gak tahan.”

Lina dengan cepat mengocok penis gue, bergantian dengan jepitan mulutnya yang naik turun. Akhirnya, gue muncrat di dalam mulutnya lagi. Lina menelan sperma gue yang ada di mulutnya, sementara gue mengatur nafas.

“Gantian.” Kata Lina sambil membuka celananya sendiri

Ah, pagi ini masih panjang. Gue udah terlanjur terangsang, ditambah Lina bisa tiba-tiba jadi serem.

---


POV Kenia

Aku bangun jam 6 pagi, lalu kunyalakan televisi di kamar. Cahayanya perlahan menyinari seluruh sudut ruangan. Sesaat kemudian televisiku mati seolah ada yang menekan tombol power. Keadaan di kamar kembali menjadi remang-remang. Di tengah kebingunganku, bantal guling yang tadinya kupeluk tiba-tiba melayang, menyekapku sampai sulit bernafas.

“Ibuuuuu!! Ibuuuuu!! Toloooong!!” Aku teriak tapi tidak bisa terlalu keras.


Dari kekosongan ruangan itu, tiba-tiba muncul sosok banyangan hitam. Si setan yang kemarin diceritakan kak Hari muncul di depanku.

Ada tiga.

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
wah Kenia bakal jdi titik lemahnya Hari ya ?
 
Wah Kenia mau di sandra ya....???
Ditunggu kelanjutanya hu... :beer:
 
Pagi guys, seperti biasa nanti malem ya. Btw, kok sepi sepi aja nih ya? Hahaha
 
Pagi juga hu... :ciao:
:asyik: Sora tetep mantau lho hu... Okay ditunggu apdetnya tar malem :semangat:
 
Keren suhu. berasa nonton film side story SHIELD. :p
Ditunggu update nya hari ini ya.

Btw kenia nya cantik. Salam ya.. :p
 
Sudah siang beranjak sore...
tinggal menunggu waktu sore menjelang malam....
:sendiri:
 
Episode 4
Tulang


POV Ibu Hari

Aku terbangun karena terdengar samar-samar Kenia teriak. Aku berlari ke kamar Kenia di lantai dua. Sesampainya di depan kamar Kenia, kucoba memutar gagang pintunya, tapi terkunci dari dalam. Kenia masih teriak, namun suaranya makin pelan.

“Ken! Kamu kenapa ken?” Kugedor pintunya.
“Buuuuu!!! Toloooong Keniaaa!!!” Teriaknya lirih.
“Harus ibu dobrak kah??”
“Dobraaa....kkkhh.”

Terpaksa keluar juga kekuatanku ini. Kukepalkan kedua tanganku...


---

POV Eda

Hari ini gue kembali memeriksa dan mengembangkan power point untuk presentasi penelitian di sidang Senin besok. Di bawah meja, Dani masih gak bosen menghisap penis gue.

“Gak bosen, Dan? Udah satu jam loh.”
“Biar lu semangat bikin PPTnya.”
“Biar gue semangat atau lu yang semangat?”
“Dua-duanya.”

Dua hari lagi menuju hari H. gue makin deg-degan dengan sidang nanti.

“Da, nanti gue balik dulu ya. Baju udah pada kotor tuh.”
“Kenapa gak laundry di sini aja?”
“Gue kangen juga sama anak kostan. Udah dua minggu gak ke sana.”
“Oh, yaudah. Ntar sekalian gue anterin deh.”

Gue lanjut mengerjakan tugasku. Dani sesekali meneguk air minum yang dia taruh sendiri di sampingnya. Dani itu lugu, tapi kalau sama gue sisi liarnya selalu dikeluarkan. Kelakukannya bikin gue gak bisa lepas untuk bisa bareng terus sama dia.

---

POV Ibu Hari

Aku berusaha menghancurkan pintu kamar Kenia dengan tangan kosong. Kedua tangan ini sudah berubah menjadi putih dari jari hingga siku, kulitku dilapisi struktur tulang luar seperti kura-kura. Keras. Kuat.

Cukup dua kali tinju untuk merobohkan pintu kamar Kenia. Aku terkejut dengan apa yang ada di ujung kamar Kenia. Ada sebuah lingkaran kembang api besar yang terbentuk. Di dalam lingkaran itu tampak bukan jendela kamar, tetapi seperti sebuah ruangan lain yang agak gelap. Aku juga melihat ada seorang berjaket kulit dan helm bergerak memutar-mutar jarinya. Ada juga orang lain di belakangnya, tapi tidak jelas.

Posisi tak kalah mengejutkan juga ditunjukkan Kenia yang berposisi tengkurap namun melayang, serta perlahan bergerak ke arah lingkaran itu. Kulihat lagi dengan teliti, seperti ada bayangan dua orang yang sedang membopong Kenia dengan paksa. Otomatis aku berlari ke arah Kenia untuk menggapainya. Tapi baru dua langkah aku masuk, badanku terlempar keluar, rasanya seperti kena tonjok di ulu hati. Kenia seketika berhasil dibopong ke dalam lingkaran bersama dua bayangan itu. Lingkaran kembang apinya menghilang, terlihat lagi jendela kamar Kenia di sudut ruangan dengan normal.

“KENIA!!!”

Aku bangkit kembali meski ulu hatiku rasanya sakit sekali. Tapi lagi-lagi, aku kena pukul di bagian pipi kiri, rasanya persis seperti ditonjok. Aku tidak ada pilihan lain, kubuat tubuhku seluruhnya memutih, dasterku robek, berganti tulang yang membentuk baju zirah, kepalaku membentuk seperti helm berbentuk tengokrak. Bagian sendi kubiarkan beruas untuk memudahkan gerakan. Kupasang kuda-kuda berdiri, mataku waspada. Musuh tidak terlihat.

Kuingat lagi cerita Hari dan Lina kemarin, sepertinya makhluk ini yang disebut si setan itu. Masalahnya, sampai saat ini hanya Lina yang bisa dengan pasti menyentuh si setan.

---


POV Hari

Gue terbangun setelah terpejam sebentar. Sekarang jam tujuh kurang sedikit. Permainan tadi cukup gila. Walaupun hanya 69, tapi penisku sukses dibuat loyo dua kali. Sekarang perut gue keroncongan.

“Lin, bangun, sarapan yuk.” Gue menggoyang badan Lina
“Hoaaam.” Lina ogah-ogahan.
“Laper gue nih.”
“Oke, oke. Gue cuci muka dulu.”

Kemudian kami berdua turun ke bawah, berjalan menyusuri jalan Margonda. Kami mencari tukang ketoprak, bubur ayam, atau apapun yang biasa berjualan di pagi hari.

“Aduh, handphone gue ketinggalan.” Gue merogoh saku
“Mau diambil dulu?” Tanya Lina
“Tanggung ah. Ntar aja sekalian balik ke kamar.”

Tidak lama kemudian, kami menemukan tukang bubur ayam yang ramai pembeli. Kami memutuskan untuk lanjut berjalan agak jauh hingga akhirnya menemukan satu lagi tukang bubur ayam yang tidak terlalu ramai. Dengan pertimbangan sudah terlalu jauh dari apartemen, kami membeli bubur ayam disitu sekaligus makan di tempat.

---

POV Ibu Hari

Cukup lama kami kejar-kejaran di dalam rumah. Si setan ini tidak berani mendekat kepadaku. Dia hanya sesekali melempar pisau dapur, sapu, jam dinding, dan benda apapun yang bisa dia raih. Setelah melempar benda-benda itu, dia kembali menghilang. Polanya tidak berubah, lempar, lempar, kabur, muncul, lempar, kabur. Aku sendiri tidak bisa berbuat apa-apa.

Suatu ketika kulihat dia masuk ke kamarku di lantai bawah. Ku ikuti dia dengan cepat, namun usiaku tidak bisa bohong. Walaupun aku bisa memanipulasi tulang dan minyak sendi, tapi stamina tetap saja tidak sekuat anak muda.

Ketika aku masuk kamar, sebuah benda terlempar, itu handphoneku. Kutangkap benda itu dengan pelan supaya tidak hancur. Dengan tenang namun waspada, kucoba menelepon Hari. Sekali, dua kali, hingga delapan kali kutelepon, tadi tidak diangkat. Kamarku sudah berantakan diacak-acak si setan. Lipstik, sisir, apapun dilemparnya hingga kemudian menghilang lagi.

“Hari, kamu dimana, sih?” Gumamku.

Aku pergi keluar kamar, tiba-tiba sebuah balok menghantam mukaku dari depan. Tidak terasa apa-apa karena terlindung helm dari tulangku. Selanjutnya, sebuah kursi kembali menghantam, juga tidak terasa apa-apa. Aku hanya menyayangkan kejadian ini justru menghancurkan perabotan rumah. Emosiku naik dan berusaha memukul si setan yang saat ini berada dalam jarak dekat. Pukulanku hanya menembus badannya.

Dia pergi ke dapur mengambil pisau dapur yang sudah tergeletak di lantai. Sesaat kemudian dia berusaha menghampiriku, menebaskan pisaunya ke arah siku, leher, dan bagian lain yang merupakan sendi. Sepertinya dia mulai paham bagian itu tidak tertutup tulang.

Sambil memegang handphone, aku memilih menghindar daripada melakukan kontak fisik yang tidak mungkin terjadi. Tebasannya makin cepat, sementara aku mudah sekali kelelahan. Suatu ketika, dia menghilang setelah melemparkan pisau ke arahku secara asal. Aku kembali pasang kuda-kuda, posisi waspada, sambil masih berusaha menelepon Hari.

Tiba-tiba, dia muncul dari bawah, mengambil pisau yang jatuh tadi dan menebas siku kananku bagian belakang.

“AAAAAAHHH!!” Seketika aku berteriak. Tangan kananku lemas.

Handphoneku pun terjatuh, untung tidak sampai pecah. Aku kembali waspada karena si setan menghilang lagi dan pisau kembali tergeletak. Aku menjadi yakin kalau benda padat tidak bisa dibawanya menembus benda padat lainnya.

Si setan cepat belajar dan jadi berbahaya. Dia muncul lagi sambil mengambil pisau tadi, lalu berusaha mengincar kakiku. Dengan sigap aku menghindar. Namun, lama-lama aku terpojok dan terbentur tembok. Dia makin leluasa bergerak dan berhasil menebas lutut dan tulang keringku beberapa kali, namun beruntung karena yang terkena adalah bagian yang keras. Sontak aku bergerak menendang kepalanya. Si setan terpelanting menerima tendanganku sambil masih menggenggam pisau. Aku kembali menarik kesimpulan cepat bahwa dia bisa disentuh kalau sedang memegang suatu benda. Aku mulai merasa ada juga akhir dari perkelahian ini.

Kuhampiri dia dan kupegang tangannya. Dia tidak bergerak, mungkin sedang pingsan kalau dia manusia. Kuarahkan tangannya yang memegang pisau ke arah dadanya, bagian yang kukira-kira adalah jantungnya. Kuhujamkan dengan cepat beberapa kali hingga tiba-tiba bayangan itu berubah wujud menjadi cair. Wujudnya manusianya hilang, menyisakan cairan seperti air kotor.

Sekiranya keadaan telah kondusif, kucoba telepon lagi Hari. Kali ini diangkat.

---

Jam setengah 11, Hari dan Lina datang bersama beberapa agen S.H.I.E.L.D. dengan kostum penjinak hewan. Tetangga yang berdatangan harus kubohongi dengan alasan ada kobra masuk ke rumah. Air kotor yang tadinya berwujud si setan diambil sebagai sampel. Hari berkali-kali meminta maaf padaku, yang sebenarnya sudah kumaafkan dari awal. Kulihat di sudut ruangan Lina sedang dimarahi oleh agen bernama Melinda May.

Agen May (Melinda Qiaolian May)

“I’m sorry for this situation.” Kata agen May yang menghampiriku.
“No problem. When have to start looking for my daughter?” Tanyaku
“Soon, I promise. Lina will handle this.”

---

POV Hari

Gue udah minta maaf berkali-kali karena meninggalkan handphone jauh dari jangkauan. Padahal, nyokap udah bilang juga walaupun diangkat kan gak mungkin bisa cepat sampai ke sini. Katanya, situasi menang-kalah perkelahian yang terjadi tadi tergantung kemampuan nyokap sendiri.

Lina juga diomelin habis-habisan oleh atasannya. Alasannya, penculikan adik gue adalah hal konyol yang terjadi akibat kelalaian pengawasannya. Sebelum mereka pergi, Lina sepertinya kena teguran keras mengenai pekerjaannya, tentunya dalam bahasa asing.

“Lina, lu gapapa kan?” Tanya gue
“Gapapa kok. Gue dikasih beberapa barang nih.” Dia membuka koper.
“Yang ini, buat keperluan mata gue.” Dia menunjukkan sebuah lensa kontak. “ Kalau yang Ini, kita perlukan sekarang untuk mencari Kenia.”

Dia menunjukkan sebuah gadget yang lumayan besar dan satu kantung kamera super kecil seukuran lebah. Jumlahnya ribuan. Gue malah membayangkan kalau itu lebah asli karena bentuknya sangat mirip.

“Kita bisa scan satu wilayah yang luas dengan ini.” Jelas Lina. “Tapi butuh waktu lumayan lama. Bahkan bisa tertunda kalau cuaca buruk.”
“Oke, kayanya gue cukup ngerti sistem kerjanya.” Kata gue

Lina menjelaskan cara kerja alat itu dengan detail. Gue dan nyokap mendengarkan dengan seksama. Setelah penjelasan itu, gue cuma paham bagian yang 'kota Jakarta dan sekitarnya bisa discan sekitar 24 jam'. Lagipula DNA Kenia dari potongan rambut-rambutnya juga sudah terekam dalam gadget tersebut, jadi pencarian Kenia bisa lebih mudah.

Lina juga yakin Kenia masih berada di wilayah Jakarta karena si setan jelas mengincar keluarga gue. Maka, kemungkinan si setan masih orang yang kenal dengan gue. Dari sini gue malah mulai suudzon sama saudara, tetangga, sampai temen-temen. Gue mulai memilah siapa yang dulu pernah benci sama gue. Padahal gak ada bukti jelas juga sih.

Gue dan Lina memutuskan menginap di rumah sampai kami menemukan Kenia berdasarkan laporan gadget. Nyokap tampak lebih tenang daripada kejadian dulu waktu pertama kali melalui proses terrigenesis dan kejadian waktu Kenia jatuh dari motor temannya. Pelatihan S.H.I.E.L.D. tampaknya berhasil menenangkan emosi nyokap gue.

---

POV Dani

“Makasih ya, Da.” Kata gue di depan pagar kostan.
“Woles aja kali.” Jawab Eda
“Mampir dulu gak?”
“Besok-besok aja ya. Harus belajar buat sidang nih.”
“Oke deh. Bye.”

Eda menutup jendela mobilnya, kemudian beranjak pergi dari depan kostan gue. Sekarang gue berjalan masuk ke dalam ruang tengah kostan untuk menyapa anak-anak yang biasanya lagi nonton tivi. Mayoritas anak di sini masih satu fakultas sama gue dengan angkatan yang beragam. Kami sudah saling kenal satu sama lain dari zaman maba.

“Nah nih dia bocah satu udah balik. Ngewek mulu lo.” Sesil ngeledek.
“Bawel. Anak-anak pada kemana?”
“Biasa, kalo weekend pada pulang.”

Cecilia Dyna Pelengkahu

Cecilia Dyna Pelengkahu, dia anak sastra yang tinggal satu kostan bareng gue. Dulu, Sesil seangkatan sama gue dari SMA. Sesil ini orang keturunan Manado asli, tapi dari bentuk muka menunjukkan masih adanya sisa ras campuran Portugis. Dia juga punya pekerjaan sampingan sebagai DJ. Tipe anak kalangan atas yang suka hura-hura.

Tahun lalu, dia bikin tato jangkar berukuran kecil di bagian belakang bahu kirinya. Rambutnya yang agak dicat merah digerai panjang membuat tato tersebut terlihat seperti mengintip malu-malu. Kalau sedang di kampus, tatonya ditutupi dengan memakai baju model turtleneck.

“Lu doang sendirian di sini?” Tanya gue.
“Kak Rivin ada di kamar tuh. Sibuk ngaudit kayanya.” Jawabnya sambil makan cemilan.
“Oke deh. Gue mandi dulu ya, sekalian mau nyuci baju nih banyak.”
“Bekas pejunya Eda semua pasti.”
“Bawel.”

Gue masuk kamar, lalu tiduran sebentar sambil laporan ke Eda. Setengah jam kemudian, gue melanjutkan kegiatan mencuci, mandi, dan bersih-bersih kamar. Kegiatan tersebut tak terasa menghabiskan banyak waktu hingga sore sehingga membuatku langsung terlelap.

Gue terbangun saat hari sudah gelap, mungkin dini hari. Gue lihat handphone, banyak pesan dari Eda yang langsung gue balas singkat. Gue bangun dari kasur dan berjalan menuju sakelar lampu kamar. Tapi ketika hendak menekan sakelar, tangan gue seperti ditahan seseorang. Sejenak gue merasa tubuh ini melayang, lalu munculah sebuah kembang api yang bergerak melingkar di dekat jendela.

Dari dalam lingkaran kembang api itu, keluar tiga bayangan hitam tanpa muka.

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Lina (Akilina Soemita)


Kenia Dwi Lasya


Persadani Putri



Cecilia Dyna Pelengkahu



Agen May (Melinda Qiaolian May)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd