Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Unnamed Inhumans

Setujukah bikin sequel?

  • Gak setuju

    Votes: 2 3,6%
  • Setuju, di thread ini

    Votes: 17 30,4%
  • Setuju, di thread baru

    Votes: 37 66,1%

  • Total voters
    56
  • Poll closed .
Bimabet
Dani diculik juga kaya kenia... :takut:
Masih belum jelas. Nunggu apdet selanjutnya lagi. Thank om TS :beer:
 
Terakhir diubah:
agents of shield. berarti benyar lagi bakal ada agen sky dong suhu
 
Agen May ada beneran itu tokoh di Agents of S.H.I.E.L.D. gan

Kalo Kenia iya anak geng motor wkwkwk
 
Episode 5
Eda Galau


POV Sesil

Sekarang udah hari Senin, tapi Dani gak pernah keluar kamar dari kemarin. Gue yang udah mau berangkat ke kampus jadi gak penasaran. Gue coba ketuk kamar Kak Rivin.

“Kak Rivin? Kak?” Panggil gue
“Yaaa, kenapa, Sil?” Jawab kak Rivin

Kak Rivin keluar dari kamarnya dengan keadaan rapi, memakai tas ransel, dan helm di tangannya. Rambutnya lurus sebahu, agak bergelombang sedikit sih, dibiarkan tergerai namun rapi.

Kak Rivin

“Udah mau berangkat kerja ya, kak?”
“Iya nih. Keburu macet ntar.”
“Lihat Dani gak, kak?”
“Eh, Dani datang ke sini?” Kak Rivin malah tanya balik

Gue lupa kalau kak Rivin gak sempat ketemu Dani hari sabtu kemarin. Kak Rivin kayanya emang lagi sibuk banget mengurus audit akhir tahunnya.

“Iya kak. Sabtu kemarin Dani ke sini. Langsung nyuci. Tapi hari Minggu kemarin gak kelihatan keluar kamar.” Papar gue.
“Anak-anak yang lain belum dateng?”
“Belum.”
“Yaudah kita cek yuk.”

Kami berdua menuju kamar Dani yang ada di dekat ujung lorong. Kami ketuk pintunya berkali-kali, namun tidak ada sahutan dari dalam. Lampu kamarnya mati. Gue coba gerakkan gagang pintunya, ternyata tidak dikunci. Kami buka pintunya pelan-pelan. Gue deg-degan apa yang akan gue lihat di dalam.

---

POV Eda

Gue baca pesan singkat dari Dani di aplikasi whatsapp. Last seennya 01.32. Mungkin terbangun tengah malam. Gue coba telepon, tapi gak diangkat. Mungkin masih tidur atau sedang mandi. Kemudian, gue kirimkan pesan supaya cepat datang ke kampus.

Peralatan presentasi nanti, mulai dari laptop, buku catatan kecil, alat tulis, dan laser pointer sudah siap sedia. Beberapa buku referensi juga gue bawa untuk berjaga-jaga kalau ada yang harus dibaca dadakan. Gue keluar dari apartemen, menuju tempat parkir.

Sesampainya di kampus, ternyata Dani belum datang. Justru Jamet yang menyambut gue dengan sumringah. Dia sudah kembali dari Malang.

“Gimana Malang, bro?”
“Mantap lah!”
“Ketemu Janiar gak di sana? Hahaha.”
“Ada deeeeh.”

Beberapa kali Jamet pernah cerita soal Janiar, mantannya, saat kami berempat sedang ceng-cengan soal mantan.

“Dani belum datang, Met?” Tanya gue
“Belum kelihatan tuh. Kamu lah coba hubungin.” Jawab Jamet
“Udah dari tadi, tapi belum dibales. Telepon juga gak diangkat.”

---

POV Hari

Hari ini seharusnya gue nonton sidangnya Eda. Tapi sekarang ada hal yang lebih penting untuk gue lakukan, yaitu menunggu hasil scan wilayah Jabodetabek untuk mencari keberadaan adik gue. Sebenarnya berat untuk melewatkan sidangnya Eda, tapi mau bagaimana lagi.

Gue lihat nyokap masih tertidur di sofa panjang. Lina dengan mata celepuknya masih fokus menatap layar hologram hasil scan terkini. Layar menunjukkan angka 73%, tapi belum ada tanda-tanda keberadaan Kenia. Lina terus berjaga-jaga kalau sewaktu-waktu cuaca menjadi buruk atau ada kejadian lainnya yang diluar dugaan.

“Lin, lu tidur dulu deh. Gantian.” Kata gue
“Eh, udah bangun, Har. Gak usah, ini kan kerjaan gue.” Sahut Lina.
“Lu belum tidur kan dari kemarin?”
“Gampang lah itu. Adik lu lebih penting.”

Beberapa saat kami berdebat untuk berganti giliran berjaga. Suara kami sampai membangunkan nyokap yang langsung ikut berbicara.

“Lin, tidur aja dulu. Nanti kalau ada perkelahian lagi kamu malah gampang kalah.”

Lina mengalah. Kini giliran gue yang berjaga di depan layar. Lina berjalan mengambil kasur lipat, lalu tidur di dekat layar.

“Tidur ye, gak usah kepikiran ini dulu.” Ledek gue sambil memijit kepalanya.
“Iyeeee.”

Sekarang gue yang kepikiran sidangnya Eda. Gue buka WA untuk mengabarkan ke Eda kalau ada keadaan darurat yang menimpa adik gue sehingga gak bisa datang. Gue juga sekaligus memberi semangat ke Eda untuk melalui sidangnya dengan lancar.

---

POV Eda

“Hari gak bisa datang nih. Adeknya kena musibah,” Kata gue
“Astaga, Musibah apaa?”
“Entah lah. Gak bilang.”

Waktu sudah menunjukkan jam 10 sehingga gue harus mengakhiri obrolan gue dengan Hari. Ketua sidang memulai kalimat pembukaan dan saat itulah sidang dimulai. Dani sampai sekarang belum datang juga.

Setelah lima belas menit, sesi presentasi gue sudah selesai. Seorang cewek masuk ke ruangan melalui pintu di bagian belakang. Gue memperhatikan dengan teliti dan berharap itu adalah Dani.

“Jadi, Eda, apakah jumlah sampel kamu apakah telah merepresentasikan keadaan dalam populasi?” Tanya dosen penguji I.
“Eh iya, bagaimana bu? Mohon maaf, apakah bisa diulang?” Konsentrasi gue pecah.

Setelah beberapa kali gak fokus, akhirnya gue memutuskan untuk gak peduli lagi keadaan sekitar. Jamet terus-menerus mengepalkan tangan kanannya di depan dada untuk memberi kode semangat ke gue. Matanya tampak serius memperhatikan gue yang menjawab setiap pertanyaan.

Sidang selesai satu setengah jam kemudian. Gue dan seluruh penonton sidang diminta keluar agar dosen penguji dan pembimbing dapat berunding menentukan kelayakan gue untuk lulus. Di luar, gue disemangati oleh seluruh teman seangkatan yang hadir, khususnya Jamet. Tapi, fokus gue sekarang adalah mencari-cari cewek yang tadi masuk ruangan di tengah sidang. Gue harap tadi adalah Dani.

Kemudian, seorang cewek dateng ke arah gue. Dia ternyata Sesil, temen satu kostnya Dani.

“Eda, selamat yaa udah lewat ujiannya.” Kata Sesil sambil memeluk lengan gue
“Thanks, Sil. Eh, Lihat Dani gak, Sil?”
“Nah, itu dia....” Dia melepaskan pelukannya

Sesil menjelaskan perlahan. Semakin penjelasannya detail, semakin gue panik. Dia juga ngasih handphonenya Dani ke gue sebagai bukti dia menghilang tanpa persiapan dan alat komunikasi.

“Gue bahkan udah ngecek warung depan, siapa tau lihat cewek keluar kostan tengah malem. Ternyata gak ada juga.” Jelasnya.

Tidak lama kemudian gue dipanggil kembali masuk ruangan untuk penentuan kelulusan. Sesil izin pamit. Di dalam ruangan, ketua sidang membicarakan hasil sidang dan gue dinyatakan lulus. Kelulusan yang gue rasakan sangat datar. Tidak ada senyuman yang tersungging. Hanya ada rasa panik.

Sesi foto terasa hambar. Ucapan selamat terasa hambar. Di saat seperti ini hanya Jamet yang mengerti keadaan. Dia ngasih gue minum, lalu menyarankan menghubungi orang tuanya di Semarang. Gue kalut, gak tau langkah apa yang harus gue ambil.

Gue dan Jamet sekarang duduk di kantin fakultas. Ruang biasa tempat duduk-duduk itu sedang dikunci karena Hari hari ini gak datang, sementara kunci lainnya dipegang dosen yang sekarang sedang menguji sidang Anwar. Mau lapor polisi, tapi kejadian hilangnya Dani baru diketahui pagi ini. Belum ada 24 jam untuk wajib lapor.

Gue coba telepon Hari untuk ngasih kabar.

“Halo, Har.” Sapa gue
“Halo, Da. Gimana sidang? Lancar?” Tanyanya
“Alhamduillah. Tapi ada kabar buruk, Har.”
“Jangan bilang lu gak lulus?”
“Bukan itu. Dani hilang. Tadi temen kostnya bilang ke gue.”

---

POV Hari.

Gue langsung kaget begitu dengar kabar Dani hilang. Waktunya sangat kebetulan sehari setelah Kenia diculik si setan. Gue mulai menduga-duga bisa jadi penculiknya juga si setan. apalagi, dari ceritanya Eda, cara hilangnya Dani gak masuk akal. Gue bingung mau menyarankan apa sampai tiba-tiba gue punya ide ketika melihat layar scanning yang mencapai 80%.

“Bentar ya, Da. Gue mungkin punya solusi. Tapi tunggu bentar, gue mau matiin teleponnya dulu.” Kata gue supaya obrolan setelah ini gak terdengar.

Gue membangunkan Lina dan menceritakan keadaan Dani yang hilang. Lina juga setuju untuk membantu Eda. Lina berpesam langkah kami harus berhati-hati agar identitas sebagai Inhuman gak ketahuan. Lina juga memberitahu kalau ingin mencari satu orang lagi, maka jumlah kamera lebah harus dibagi dua. Resikonya, pencarian Kenia terhambat dan pencarian Dani juga sangat lama. DNA Dani juga dibutuhkan untuk scanning.

Gue kembali menelepon Eda.

“Halo, Da. Lu ke Tanah Abang sekarang deh. Bawa rambut Dani juga sekalian.”
“Hah? Buat apaan?”
“Udah, bawa aja. Di lantai kamar lu banyak rambut Dani kan.”
“Yaudah. Tunggu gue ya di situ.”

---

Jam dua siang lebih sedikit, klakson mobil Eda berbunyi di depan rumah gue. Suara mobil berhenti menandakan mobil sudah parkir. Lalu, Eda menelepon.

“Har, gue masuk ya. Ada Jamet juga.” Kata Eda.
“Eh, bentar.....” Telepon ditutup duluan sama Eda

Mereka memang sudah biasa langsung masuk ke rumah gue dan membuka pagar sendiri. Kami semua di dalam rumah jadi panik. Lina yang paling utama panik karena mata celepuknya tidak bisa kembali berubah normal. Nyokap cepat tanggap dengan langsung menyuruh Lina masuk kamar mandi.

“Assalamualaikum, tante.” Sapa Eda sambil masuk ke dalam rumah
“Waalaikumsalam.” Nyokap menjawab

BUG! Suara pintu kamar mandi ditutup.

“Wih barang apaan nih?” Jamet takjub melihat gadget sebesar 14 inchi di tangan gue serta beberapa perangkat lainnya yang tergeletak di lantai.
“Eh, itu, hmmm, apa sih namanya, gue lupa.....” Gue kebingungan sambil ngelirik nyokap.

Nyokap ngerti kode dari gue, lalu pergi ke belakang sambil membawa kontak lensa punya Lina.

“Bentar ya, nunggu temen gue balik dari belakang.” Kata gue gugup
“Tapi beneran lu bisa bantu kan, Har?” Tanya Eda
“Tunggu bentar ya, Da.”

Munculah Lina dari belakang dan langsung duduk di samping gue. Nyokap gak tau kemana. Eda dan Jamet sekarang saling lihat-lihatan.

“Kenapa? Baru lihat cewek cantik ya?” Ledek gue.
“Cewek cantik kaya yang ini yoo?” Jamet meledek balik sambil memperlihatkan foto gue sama Lina lagi di kampus.
“Kampret, siapa yang fotoin nih?” Gue merebut hape Jamet.

Candaan tadi membuat Eda agak tertawa sedikit walau tampak dipaksa. Sekarang saatnya gue menjelaskan kasus ini dengan hati-hati.

“Oke, gini, Da, Met. Kenalin, ini Lina. Intel S.H.I.E.L.D. di Indonesia.”
“HAH!!!” Mereka berdua menjerit
“Baru pembukaan, coy.” Gue ketus. “Dengerin. Tau kan, inhuman sekarang jumlahnya makin banyak? Nah kasus Dani yang hilang dan Kenia yang diculik bisa jadi akibat ulah inhuman.”
“KENIA DICULIK???” mereka berdua menjerit lagi.
“Iya. Gue ceritain ya dari awal, tapi jangan kaget lagi. Kaya alay lu berdua.”

Gue dan Lina bergantian menjelaskan kasus penculikan Kenia, munculnya wujud inhuman berbentuk setan, dan motifnya yang belum diketahui. Tentunya dengan tetap menyembunyikan identitas gue, Lina, dan nyokap yang sebagai inhuman juga.

“Jadi, yang aku lihat di kafe lantai dua itu benar ada orang?” Tanya Jamet
“Iya. Itu si setan yang kita cari.” Jawab Lina.

Scanning dimulai oleh Lina dengan cara merekam DNA Dani melalui rambut-rambut yang dibawa Eda. Kemudian, program kamera lebah dibagi dua. Sebagian kamera masih mencari Kenia dan sebagian lagi beralih mencari Dani. Kami sekarang hanya bisa menunggu.

Di tengah kebosanan menunggu, nyokap datang dari belakang membawa beberapa makanan. Ternyata nyokap masak dari tadi di dapur.

“Ayo, pada makan dulu. Maaf nih suguhannya lama.” Nyokap memanggil kami.
“Yo gapapa tante. Maaf jadi ngerepotin nih.” Jamet basa-basi dengan logat medoknya.
“Lina bantu ya tante.” Lina ikut ke dapur untuk mebawa makanan lainnya.

Di ruang tamu kami berusaha menghilangkan kebosanan, kecuali Eda yang masih terus menatap layar scanning pencarian Dani.

“Tenang aja, Da. Ini alat udah paling canggih. Jakarta luas loh.” Kata gue mencoba mengajak santai
“Iya, iya. Huuuuft.” Eda menghela nafas.
“Ayo makan semuaaaa.” Teriak Lina sambil kembali dari dapur
“Menantu yang baik yo.” Ledek Jamet
“Biar kita bisa lihat semua, tampilan gue pindahin ke 3 dimensi ya.” Kata Lina sambil menggelar kertas biru di lantai.

Layar scanning jadi terpampang lebar dan melayang-layang. Jamet jadi bengong. Eda jadi bengong. Hasil scanning menunjukkan pencarian Kenia melambat di 82%. Scanning Dani 1%.

Lapor polisi? No Way.

---

Malam hari, selepas Isya. Eda dan Lina izin pergi untuk menyelidiki kamar kost Dani. Siapa tau ada petunjuk pernah adanya keberadaan si setan. Tadinya yang ingin pergi adalah Jamet, tapi Lina bilang bahaya pergi ke TKP tanpa ada yang bisa berjaga-jaga melawan si setan. Sementara Jamet, gue, dan nyokap tetap di rumah hingga hasil scanning selesai.

Pesan nyokap cuma satu. Hindari lingkaran kembang api yang selalu ada bersama si setan.

Setelah mereka pergi, nyokap pergi tidur ke kamarnya. Tinggalah gue dan Jamet di ruang tamu.

“Har. Inhuman jahat ya.” Jamet membuka obrolan.
“Maksudnya?” Gue bingung mau ngerespon apa
“Iya. Mereka bisa-bisanya nyulik Kenia. Dani juga kemungkinan satu kasus, kan?”
“Yah, kita kan belum tahu motifnya.”
“Eh iya, Har. Ngomong-ngomong tadi siang aku kayanya liat kak Puri, pas mau jalan ke sini.”

Jamet menjelaskan dengan logat medoknya kalau di sempat melihat Puri di lampu merah dekat Kementerian Pertanian, Ragunan. Puri ada di mobil sebelah mereka bersama seorang cowok.

“Mungkin lagi berantem sama cowoknya, tuh. Soalnya mereka diem-dieman.” Kata Jamet
“Cowoknya?” Selidik gue
“Iya, kak Puri udah punya cowok lagi. Aku mau cerita waktu di kafe, tapi disuruh diam sama Eda.”
“Ooooh.”

Gue kepikiran. Fix.

“Har..” panggil Jamet
“Apa?”
“Aduh, aku mau pipis dulu ya.”
“Kampret.”

Jamet pergi ke kamar mandi. Fix banget, gue kepikiran lagi dengan Puri, secepat itu kah dia mendapatkan pacar baru?

---

Jam satu pagi, hari Selasa. Jamet sudah tertidur di kasur lipat. Gue masih terjaga menatap hasil scanning. Mata gue menatap sambil menahan kantuk serta penuh harap karena hasil scanning Kenia menunjukkan angka 99%, sementara itu scanning Dani masih 34%.

Saat hasil scanning Kenia mencapai 100%, separuh layar berubah menjadi sebuah peta sensor panas. Lokasinya Kenia terbaca, dia di Jatiasih, Bekasi. Kenia bahkan tidak disembunyikan. Dia terlihat berjalan kaki di jalan raya dan di belakangnya tergeletak orang-orang dan motor berserakan. Sepertinya mereka adalah kelompok geng motor atau begal.

“Halo, Da! Posisi di mana?” Gue telepon Eda
“Lagi makan di angkringan, Har. Gue laper banget.”
“Lina masih sama lu kan? Kenia Ketemu di Jatiasih!”

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Lina (Akilina Soemita)


Cecilia Dyna Pelengkahu


Kak Rivin
 
Terakhir diubah:
:mantap:
 
Terakhir diubah:
Ikutan gelar tiker ya suhu... Saran nubie c kalau bisa updatenya panjangin lg hehehehehe... :semangat: terus suhu...
 
Di kepolisian pasti ada inhuman yg menyamar..
Pasti bakal seru nich..
 
Bimabet
Episode 6
Kenia vs Lina


POV Eda

Kami sampai di Kostan Dani sekitar jam delapan malam. Penyelidikan juga harus dilakukan sendirian oleh Lina. Gue terpaksa meladeni modusan Sesil atas permintaan Lina supaya gak mengganggu TKP. Gue menggiring Sesil agar menjauh dari kamar Dani menuju ruang tengah. Tapi, bukannya ke ruang tengah, gue justru diajak ke kamarnya. Mau gak mau gue ikut aja daripada Sesil makin rusuh.

Di kamar Sesil, gue sangat menghindari kejadian yang nggak-nggak. Gue bergerak mondar-mandir berpura-pura tertarik dengan seluruh barang di Kamar Sesil. Sesekali dia memeluk gue dari belakang sambil memegang dada dan batang penis gue dari luar.

“Ehemmm. Pacar orang itu lho, Sil.” Ledek Kak Rivin yang menengok dari luar.

Untung pintu kamarnya lupa ditutup.

Suara kak Rivin membuat Sesil jadi lumayan sadar diri, tapi mukanya ditekuk. Kesempatan singkat itu gue manfaatkan untuk ngajak Sesil pergi jajan ke minimarket. Tepatnya, lebih ke jajanin dia doang. Jam setengah 11 gue dan Lina sudah keluar dari Kost.

Penyelidikan gak menghasilkan apa-apa.

“Makan dulu yuk di angkringan, Lin. Gue laper banget.” Ajak gue.

---

Selasa dini hari. Gue meluncur dengan kecepatan tinggi dari Depok menuju Jatiasih. Jaraknya jauh, tapi dengan keadaan sepi di malam hari ini semoga gue bisa mempersingkat waktu. Lina duduk di sebelah kiri sambil terus memegang handphone gue yang disetting loud speaker.

“Gue lagi ngebut ini, Har. Bentar lagi sampai.” Kata gue
“Buruan. Kenia makin gak beres.” Hari panik
“Dani udah ketemu belom?”
“Gak ada tanda-tanda mereka jalan berdua.”

---

POV Hari

“Lin, ini gimana ngubah kamera dari mode sensor panas?”

Gue harus melihat Kenia dalam keadaan layar normal agar bisa melihat keadaan sebenarnya. Sementara, sekarang ini gue hanya bisa Melihat Kenia dengan gerakannya yang kaku, menghabisi satu-persatu orang yang berusaha menyerangnya. Untungnya dalam keadaan sepi, tidak ada orang yang menonton kejadian itu. Gue rasa saat itu di Jatiasih terasa mencekam.

Lina menjelaskan berulang kali tentang sistem kamera lebah, sementara gue dan Jamet masih gak ngerti. Apalagi nyokap. Tiba-tiba nyokap bergegas pergi ke kamarnya dan keluar lagi membawa jaket.

“Bu! Mau ke mana?” Tanya gue
“Mau ke mana lagi. Jemput Kenia!” sambil bergegas menuju pintu keluar

Gue bangkit dan langsung menahan nyokap.

“Mau naik apa malam-malam begini?”
“Gojek! Uber! Apa aja!”
“Di sana udah ada Lina, Bu. Kita jaga-jaga di sini aja.”
“Di sini ada kamu kan!”
“Tapi kalau si setan datang lagi, Hari gak bisa apa-apa.”

Nyokap terdiam sejenak dan melihat Jamet yang masih duduk di depan layar melihat perdebatan ibu-anak. Tangannya masih menggenggam handphone yang masih terhubung ke Lina. Gak lama kemudian nyokap menghela nafas dan pergi ke dapur untuk mengambil air. Sepertinya nyokap mulai mengerti kondisi. Sesaat tadi perbincangan menjadi berbahaya. Bisa aja sewaktu-waktu salah satu dari kami keceplosan berbicara lebih jauh tentang kemampuan kami.

Gue duduk kembali di depan layar.

“Tenang, Har. Kalau setannya datang kemari kita hajar bareng-bareng.” Kata Jamet menepuk pundak gue.
“Sip. Atur aja.” Jawab gue sekenanya.

---

POV Lina

Gue menutup telepon karena terdengar sedikit perdebatan Hari sama nyokapnya. Gak lama kemudian kita sampai di jalan raya daerah Jatiasih. Eda memperlambat laju mobilnya dan memperhatikan sekitar.

Di satu persimpangan, kami melihat banyak motor dan berserakan. Ciri-ciri TKP sangat mirip seperti yang diceritakan Hari. Eda memarkir mobil dan kami turun memeriksa semua korban. Gue cek satu-satu urat nadinya. Ada yang sudah tewas, ada yang pingsan. Mereka semua memiliki ciri luka yang sama, yaitu babak belur di muka dan badan. Tidak ada bekas darah yang mengucur deras, luka bacokan, atau luka akibat benda tajam lainnya meskipun benda-benda itu bergeletakan di sana sini.

“Lina! Itu Kayanya Kenia!” Panggil Eda ke gue sambil menujuk ke arah yang jauh.

Kami berdua berlari berusaha menghampiri orang yang ditunjuk Eda. Handphone Eda di tangan gue bergetar. Hari menelepon lagi. Gue memelankan lari.

“Lin, gue udah bisa ubah mode kameranya nih.”
“Good. Apa yang lu liat?” Ujar gue sambil berlari di belakang Eda
“Ada Kenia. Lu sama Eda lagi lari juga.”

Gue melihat ke atas, berusaha memerhatikan dengan teliti. Dengan mata celepuk gue ini, bisa terlihat ratusan kamera lebah yang beterbangan di berbagai sudut dan jarak. Tentunya Eda gak bisa melihat kondisi mata gue karena tersembunyi di balik lensa kontak.

“Rekam kejadiannya!” Perintah gue.
“Oke.”

Ketika Eda sampai tepat di belakang Kenia, dia langsung menepuk pundaknya. Tiba-tiba Kenia menebas sikunya ke belakang. Eda langsung terhempas beberapa meter ke belakang dan berhenti tepat di depan kaki gue.

“Da. Lu gapapa?” Gue berlutut memeriksa keadaan Eda. Dia terbatuk-batuk.
“Ughh.. Uhuk.. Gapapa.. Gapapa..”

Kenia menatap kami, tapi pandangannya kosong. Persis seperti robot yang memakai helm.

“Halo, Har. Lu liat kejadiannya, kan??”

---

POV Jamet

Kejadian di luar nalarku terjadi begitu saja. Kenia memukul Eda hingga terpental jauh. Jelas itu bukan kekuatan seorang cewek berumur 17 tahun. Ditambah lagi dia mengenakan pakaian seperti jaket kulit tebal berwarna gelap, celana panjang bermodel sama dengan jaketnya, sepatu, dan lengkap dengan helm motor tanpa pelindung dagu di kepalanya. Ditambah lagi ada sebuah alat menyala seperti generator di punggungnya.

“Itu!” Nyokapnya Hari kaget
“Itu apaan, bu?” tanya Hari
“Itu kostum yang sama kaya orang di balik kembang api.” Kata nyokapnya Hari

Gue memerhatikan dengan seksama. Tidak ada yang bisa gue lakukan saat ini selain menonton. Hari sibuk mengontrol ratusan atau ribuan kamera lebahnya. Dia diberi tugas merekam kejadian dari segala sudut.

Gue melihat tangan nyokapnya Hari mengepal di pahanya, seperti ada perasaan marah yang dipendam. Tiba-tiba tangannya berubah menjadi putih seperti warna tulang. Gue mengucek-ngucek mata. Ketika gue melihat lagi, tangannya ternyata normal-normal saja.

---

POV Eda

Gue berjalan tertatih ke tepi jalan, lalu duduk di trotoar. Gue menarik nafas nafas sedalam-dalamnya. Sementara itu, Lina pasang badan menghampiri Kenia. Handphone diserahkan ke gue.

“Lina, jangan gila!” Teriak gue

Lina tidak mendengarkan kata-kata gue. Dia terus berjalan ke arah Kenia, begitu juga dengan keadaan Kenia yang ikut berjalan ke arah Lina.

Begitu mereka berhadap-hadapan, Kenia berusaha memukul Lina tepat ke wajahnya. Dengan lincah Lina menghindar dan menangkap tangan kanan Kenia. Lina tampak berusaha menarik Kenia agar tersungkur ke depan, tapi justru dia sendiri yang tersungkur akibat sekali tarikan tangannya Kenia.

Lina tejatuh, disusul lagi dengan serangkaian tendangan Kenia ke arah perutnya Lina. Darah segar pun keluar dari mulut Lina.

“Lina! Kenia! Udah, stop!” Teriak gue

Lina berguling beberapa kali dan kembali bangkit. Kenia mengejar Lina, meraih bajunya, dan memukul mukanya lagi dan lagi. Sekarang darah keluar dari hidungnya Lina. Pada pukulan ketiga, Lina berhasil menangkap kepalan tangan kanan Kenia. Berganti Lina memukul perut Kenia, tapi tidak ada respon.

Sesaat kemudian, Kenia balas memukul lagi.

Dengan sekuat tenaga Lina menahan laju tangan Kenia. Tiga kali dia berusaha menggebrak Helm Kenia dengan pukulannya. Tapi percuma, Kenia tidak bergeser sedikitpun. Bahkan sekarang Lina terpental karena laju tangan kanan Kenia yang tidak berhasil ditahannya.

Lina udah gak bergerak. Nafasnya pendek-pendek.

Kenia naik ke atas badan Lina yang sudah lemah. Muncul dorongan dalam diri gue untuk berlari menuju Lina, mungkin naluri seorang cowok, atau mungkin gue merasa sepertinya Lina hampir mati saat itu. Gue menahan tangan Kenia yang hendak memukul Lina lagi. Kenia menatap ke arah gue, lalu bangkit dari atas badannya Lina.

Gue ketakutan dan berjalan mundur pelan-pelan

“KENIA! SADAR KENIA! ABANG LU NUNGGU DI RUMAH!” Teriak gue. Tapi gak ada jawaban.

Tiba-tiba terasa satu ayunan tangan kenia mengenai mata kiri ku. Kepalaku terbentur aspal. Semua jadi gelap.

---

POV Lina

Kenia bangkit dari atas badan gue. Dia sekarang beralih mengincar Eda. Kesempatan itu gue gunakan untuk berdiri lagi. Dengan sedikit tarikan nafas, gue mulai berjalan tertatih ke arah Kenia. Tapi Eda terlebih dulu tersungkur di aspal.

“HUUAAAAAHH!!!!” Kuhantam helmnya sekuat tenaga hingga retak dengan sikuku.

Kenia tersungkur, lalu dia terdiam tidak bergerak. Matanya berkedip-kedip.

“KAK EDAAAAA!!!” Suara pertama keluar dari mulut Kenia, diikuti dengan tangisan.

Dia berdiri dan melihat ke arah gue. Menangis. Meminta maaf. Tapi gerakannya justru berusaha memukul gue lagi.

“KAAAAK!! AKU GAK BISA GERAKIN BADANKU!!” Kenia menangis
“Kenia, tahan gerakan kamu sebentar!”

Gue berusaha mencari celah menuju ke arah belakang badan Kenia. Tapi, gerakan badan Kenia seperti bertahan.

“Kenia, tahan gerakan kamu! Jangan nangis sekarang!” Perintah gue.
“Iyaaaa, Kaaaak... Aku.... lagi cobaaa!!” Kenia makin menangis.

Dalam beberapa saat Kenia berhasil menahan gerakannya. Gue mengambil kesempatan itu untuk menghantam helmnya hingga pecah. Rambut Kenia tergerai acak-acakan dari balik helm. Tangan gue seketika sakit sekali berbenturan dengan benda itu. Badanku sudah lemas sekali dan mataku berkunang-kunang.

“KAAK!! TOLOONG AKUUU!!” Kenia berteriak lagi.

Tiba-tiba muncul lingkaran kembang api di dekat Kenia. Dia melangkah dengan sendirinya masuk ke lubang itu. Kemudian, Kenia bak tertelan di balik lingkaran kembang api yang juga perlahan menghilang. Aku tergeletak lemah di tengah aspal. Untungnya tidak ada orang lain yang lewat. Aku menekan tombol HELP di jam tangan S.H.I.E.L.D.ku.

---

POV Hari

Pagi ini gue berada di dalam Quinjet untuk memberikan hasil rekaman perkelahian semalam. Lina dan Eda dirawat intensif. Kamera CCTV jalan raya diedit oleh S.H.I.E.L.D. menjadi perkelahian antara geng motor. Jamet gak ikut karena harus berjaga di rumah gue, sementara nyokap harus berangkat kerja. Gue pun minta tolong seorang agen untuk mengantar mobil Eda kembali ke Tanah Abang.

“As the record, We confirm the suit looks like incident at Harlem few weeks ago.” Kata agen Mack.
“Harlem? Then why that suit had been there in Bekasi?” Tanya gue.
“There’s no prove the suit just only one or several.”
“Who’s responsible?”
“Hammer Tech by the label on the suit.” Dia menunjukkan foto label di bekas pecahan helm.

Sebenarnya, gue lebih fokus ke kepala botak mengkilapnya daripada foto atau penjelasannya tadi. Gimana mungkin, seorang berbadan segede Kapten Amerika dengan kepala botak bukan ahli agen lapangan. Yah, itulah agen Alphonso Mackenzie. Tapi jangan salah, gue pernah denger pacarnya itu Inhuman dengan nama kode Yo-Yo.

Gue dan agen Mack berusaha menganalisis perkelahian semalam dan mengaitkan kejadian ini. Kami sampai pada kesimpulan sementara bahwa bisa jadi Hammer tech menjual barang ini ke seseorang yang entah membenci Inhuman dan dia berkeliaran di Indonesia. Atau ini hanyalah dendam pribadi seseorang yang punya banyak duit kepada keluarga gue.

“I’m sorry can’t accompany you for this case. Situation getting complicated here.”
“It's okay. Lina really helpful.”
“Lina just amateur. She’s got second warn for this. Do you need another partner?”
“No, Lina just fine.”

Kemudian agen Mack mengatur ulang alat scanning dan kemudian mulai melakukan pencarian dari awal lagi. Gue melamun, beneran Lina udah kena peringatan kedua?

---

POV Kak Rivin

Gila, apa yang aku lihat ya semalam. Sesil berani-beraninya ambil kesempatan modusin Eda. Padahal Eda lagi pusing nyariin ceweknya yang hilang. Siapa pula itu cewek di kamarnya Dani.

Pikiranku gak bisa lepas dari kegiatan Sesil yang meremas-remas penisnya Eda. Gila! Gila! Eda! Aku ketemu lagi sama kamu setelah sekian lama. Adik tingkat yang ganteng dan ramah itu, aduuh. Kenapa kamu mau aja sih digituin Sesil?

Aku mengelus-elus vaginaku yang hanya berbalut celana dalam. Merasa gak puas, aku lepaskan celana dalamku. Ku gesek klitorisku perlahan, lalu semakin cepat. Membayangkan Eda sedang mengoralku.

“Ahhh... Edaaa... Terusss... Sayaaaaang....” Aku mendesah.

Semakin lama aku kurang puas hanya dengan gesekan saja. Aku butuh sesuatu. Kumasukkan satu jariku ke dalam lubang vaginaku. Rasanya sempit sekali dan agak perih. Belum pernah ada benda lain yang masuk sebelumnya selain jari-jariku.

“Edaaaa... Aku mau keluaaar... Ahhh...” Pinggulku naik ke atas sambil mempercepat kocokanku. Keluarlah cairan cintaku hingga membasahi kasur.

Ah, sialan. Eda bikin aku sange pagi-pagi nih. Kenapa kamu baru muncul sekarang sih Edaaaa?? Kenapa kamu lebih milih Dani daripada akuuu??

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd